MAKALAH TEKNIK AUDIO VIDEO
PENGUAT AUDIO (AUDIO AMPLIFIER)
Disusun oleh:
Miftahul Hoir (125514013)
Adam Fatchur R. (125514231)
M. Ari afrizal (135514053)
Hanif Mutiarasti (135514062)
Kelas : Elkom A - 2012
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Audio
Video. Terima kasih kepada semua komponen yang telah membantu dalam proses
menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
manfaat bagi kita semua agar dapat dijadikan sebagai referensi pada
perkembangan berikutnya.
Akhirnya kepada Allah jualah penulis mohon taufik hidayah,
semoga usaha kami ini mendapat manfaat yang baik.Serta mendapat ridho dari
Allah SWT.Amin ya rabbal alamin.
Terima kasih
Surabaya, 17 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG 1
b. TUJUAN 4
c. RUMUSAN MASALAH 4
BAB II PEMBAHASAN
a. DEFINISI PENGUAT AUDIO (AMPLIFIER) 5
b. CARA KERJA AUDIO AMPLIFIER 5
c. KLASIFIKASI PENGUAT AKHIR 7
d. TEKNOLOGI AUDIO 24
BAB III PENUTUP
a. SIMPULAN 36
b. DAFTAR PUSTAKA 37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada sistem audio, spektrum frekuensi dapat dibagi menjadi tiga
wilayah, yaitu bass, middle, dan treble. Untuk keperluan tertentu, ketiga
wilayah nada tersebut diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
karakteristik ruangan atau sesuai dengan keinginan si pendengar musik.
Sebuah pengatur nada biasanya ditambahkan untuk melengkapi penguat audio
sehingga didapatkan respon frekuensi seperti yang diinginkan. Pengatur
nada tersebut berfungsi untuk memperbesar (boost) atau memperlemah (cut)
sinyal-sinyal audio pada frekuensi tertentu. Pengatur nada aktif dibuat
menggunakan filter yang diberi penguat dengan umpan balik negatif.
Pada sistem kontrol, pengertian umpan balik berarti pengembalian
hasil dari keluaran kepada masukan dari suatu sistem. Konsep umpan balik
ini sangat penting dalam teori sistem kontrol karena akan menentukan
karakteristik dan mempengaruhi kestabilan dari sistem kontrol tersebut.
Sistem audio dapat dipandang sebagai sebuah sistem kontrol yang juga
memiliki parameter-parameter seperti gain, frequency response, dan lain-
lain. Pada sistem audio, terdapat fenomena natural feedback dimana sinyal
suara yang dikeluarkan dari speaker akan masuk kembali ke dalam sistem
dan mempengaruhi karakteristik dan performa dari sistem tersebut. Ada
banyak sistem kontrol umpan balik yang dirancang supaya acoustic feedback
yang muncul di dalam sistem bisa dimanfaatkan untuk memperoleh respon
tertentu dari sistem. Untuk menghasilkan nada rendah, tersedia loud-
speaker khusus yang disebut sebagai woofer. Beberapa penguat audio
dilengkapi dengan penguat khusus untuk frekuensi rendah ini karena
konstruksi dari diafragma woofer itu sendiri yang cukup tebal disamping
ukuran coil dari loud-speaker woofer yang juga tergolong besar sehingga
diperlukan daya lebih untuk menggerakkan diafragma tersebut hingga
dihasilkan bunyi nada rendah yang cukup keras.
Pada umumnya loud-speaker tipe wooferini hanya menghasilkan suara
dengan frekuensi rendah di atas 100 Hz. Jika hendak memperkuat suara
dengan frekuensi dibawah 100 Hz, biasanya digunakan loud-speaker tipe
subwoofer.
Ada dua fenomena yang sering terjadi, yaitu kotak yang disediakan untuk
subwoofer ini menjadi sedemikian besar atau sistem penguat untuk
subwoofer menjadi sangat kompleks dan berlebihan. Keduanya disebabkan
karena tanggapan frekuensi rendah yang dihasilkan belum seperti yang
diinginkan. Hal ini terjadi karena pada kebanyakan sistem penguat
subwoofer, sinyal umpan balik diambil sebelum loud-speaker subwoofer.
Sedangkan loud-speaker subwoofer itu sendiri juga memiliki karakteristik
yang akan mempengaruhi tanggapan frekuensi suara yang akan dihasilkan.
Pada makalah ini akan disajikan salah satu implementasi teori umpan balik
pada sistem audio.
Umpan balik yang diberikan pada amplifier diperoleh dari sinyal
akustik yang diubah menjadi sinyal listrik menggunakan sebuah transducer.
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut. Di bagian awal akan
dijelaskan teori dasar dari sistem berumpan balik dan respon filter yang
diharapkan. Kemudian dilanjutkan dengan perencanaan dan implementasi
sistem. Di bagian akhir akan disajikan hasil-hasil pengujian dan ditutup
dengan kesimpulan.
Umpan Balik (Feedback)
Secara umum, skema dasar sebuah sistem penguat berumpan balik dapat
dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Sistem amplifier dengan umpan balik
Jika sinyal yang masuk sebelum komparator disebut sebagai Xs,
perbedaan sinyal antara sinyal yang masuk sebelum komparator dan sinyal
terumpan balik ke masukan disebut sebagai Xd (sinyal selisih), sinyal
umpan balik disebut sebagai Xf, dan sinyal keluaran disebut sebagai Xo,
maka hubungan dari keempat sinyal tersebut dinyatakan sebagai berikut.
Xd = Xi = Xs – Xf ..............................(1)
dimana:
Xf = B x Xo .......................................(2)
Xo = A x Xi ........................................(3)
Dengan mensubstitusikan persamaan 1 yaitu :
Xd = Xi = Xs - Xf disubstitusikan dengan Xf = B x Xo, didapat penguatan
dari umpan balik sebesar:
AB Xo / Xs BA / 1+.......................(4)
D (desensitifitas) atau perbedaan balik antara penguat dengan umpan
balik didefinisikan:
D = 1+ AB ........................................(5)
Impedansi dari penguat umpan balik dapat dicari menggunakan:
ZiB = Zi x (1 + BA) = Zi x D .............(6)
ZoB = Zo / 1 + BA ..............................(7)
dimana:
ZiB = Impedansi masukan umpan balik.
ZoB = Impedansi keluaran umpan balik.
Untuk menghitung penguatan umpan baliknya di-gunakan rumus:
................(8)
Jika AB < A , maka umpan-balik dikatakan nega-tif, atau degeneratif.
Jika AB > A , maka umpan-balik dikatakan positif, atau regeneratif.
Pada umpan balik negatif, sinyal yang dihasilkan mengalami perbedaan
sudut fasa dengan sinyal masukannya. Pada umpan balik positif, sinyal
output sefasa dengan sinyal inputnya.
Berdasarkan konfigurasi penguat dengan umpan baliknya, dikenal ada
empat macam konfigurasi umpan balik: series input-series output (SISO),
series-input parallel output (SIPO), parallel input-series
output(PISO), dan parallel input-parallel output(PIPO).
Pada umpan balik negatif, memang terjadi penurunan pada penguatan
tegangannya (persamaan 4). Tetapi, karakteristik positif yang
dihasilkan adalah impedansi input yang lebih tinggi (sehingga
mengurangi efek pembebanan sumber sinyal), tanggapan frekuensi yang
lebih baik (dengan bandwidth dikalikan penguatan total yang selalu
konstan), serta penguatan yang lebih stabil (lebih kebal terhadap
pengaruh perubahan eksternal). Sedangkan pada umpan balik positif,
penguat akan cenderung mengalami osilasi. Itu sebabnya kebanyakan umpan
balik positif digunakan sebagai osilator. Pada beberapa sistem, umpan
balik positif ini tidak diinginkan keberadaannya. Contoh-nya pada
sistem amplifier yang kurang dikontrol dengan baik, jika sebuah
loudspeaker dipasang berhadapan langsung dengan microphone, seringkali
terdengar noise dengan frekuensi tertentu.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian
tentang "Amplifier" serta mengetahui lebih banyak tentang klasifikasi
penguat audio.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi penguat audio (amplifier)?
2. Bagaimana cara kerja pada penguat audio?
3. Sebutkan klasifikasi tentang penguat audio (amplifier)!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Penguat Audio (Amplifier)
Penguat audio (amplifier) secara harfiah diartikan dengan memperbesar
dan menguatkan sinyal input. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah,
sinyal input di replika (copied) dan kemudian di reka kembali (re-
produced) menjadi sinyal yang lebih besar dan lebih kuat. Dari sinilah
muncul istilah fidelitas (fidelity) yang berarti seberapa mirip bentuk
sinyal keluaran hasil replika terhadap sinyal masukan. Ada kalanya sinyal
input dalam prosesnya kemudian terdistorsi karena berbagai sebab,
sehingga bentuk sinyal keluarannya menjadi cacat.
Sistem penguat dikatakan memiliki fidelitas yang tinggi (high
fidelity), jika sistem tersebut mampu menghasilkan sinyal keluaran yang
bentuknya persis sama dengan sinyal input. Hanya level tegangan atau
amplituda saja yang telah diperbesar dan dikuatkan. Di sisi lain,
efisiensi juga harus diperhatikan. Efisiensi yang dimaksud adalah
efisiensi dari penguat itu yang dinyatakan dengan besaran persentasi dari
power output dibandingkan dengan power input. Sistem penguat dikatakan
memiliki tingkat efisiensi tinggi (100 %) jika tidak ada rugi-rugi pada
proses penguatannya yang terbuang menjadi panas.
B. Cara Kerja Penguat Audio
Audio Amplifier adalah sebuah alat yang berfungsi memperkuat sinyal
audio dari sumber-sumber sinyal yang masih kecil sehingga dapat
menggetarkan membran speaker dengan level tertentu sesuai kebutuhan.
Gambar 2. Blok Audio Amplifier
a. Input Sinyal
Input sinyal dapat berasal dari beberapa sumber, antara lain dari
CD/DVD Player, Tape, Radio AM/FM, Microphone, MP3 Player, Ipod, dll.
Masing-masing sumber sinyal tersebut mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Bagian Input sinyal harus mampu mengadaptasi sinyal
sinyal tersebut sehingga sama pada saat dimasukkan ke penguat awal/
penguat depan (pre-amp).
b. Penguat Awal / Penguat Depan (Pre-amp)
Penguat depan berfungsi sebagai penyangga dan penyesuai level dari
masing-masing sinyal input sebelum dimasukkan ke pengatur nada. Hal ini
bertujuan agar saat proses pengaturan nada tidak terjadi kesalahan
karena pembebanan/loading. Penguat depan harus mempunyai karakteristik
penyangga/buffer dan berdesah rendah.
c. Pengatur Nada (Tone Control)
Pengatur nada bertujuan menyamakan (equalize) suara yang dihasilkan
pada speaker agar sesuai dengan aslinya (Hi-Fi). Pengatur nada minimal
mempunyai pengaturan untuk nada rendah dan nada tinggi. Selain itu ada
juga jenis pengatur nada yang mempunyai banyak kanal pengaturan pada
frekuensi tertentu yang biasa disebut dengan Rangkaian Equalizer.
Prinsip dasar pengaturan nada diperoleh dengan mengatur nilai R/C
resonator pada rangkaian filter.
d. Penguat Akhir (Power Amplifier)
Penguat Akhir adalah rangkaian penguat daya yang bertujuan
memperkuat sinyal dari pengatur nada agar bisa menggetarkan membran
speaker. Penguat akhir biasanya menggunakan konfigurasi penguat kelas B
atau kelas AB. Syarat utama sebuah penguat akhir adalah impedansi
output yang rendah antara 4-16 ohm) dan efisiensi yang tinggi. Karena
kerja dari penguat akhir sangat berat maka biasanya akan timbul panas
dan dibutuhkan sebuah plat pendingin untuk mencegah kerusakan komponen
transistor penguat akhir karena terlalu panas.
e. Speaker
Speaker berfungsi mengubah sinyal listrik menjadi sinyal suara.
Semakin besar daya sebuah speaker biasanya semakin besar pula bentuk
fisiknya. Secara umum speaker terbagi menjadi tiga, yaitu Woofer
(bass), Squaker (middle), dan tweeter (high). Impedansi speaker antara
4 ohm, 8 ohm dan 16 ohm. Saat ini ada juga speaker yang disebut dengan
subwoofer, yaitu speaker yang mampu mereproduksi sinyal audio dengan
frekuensi yang sangat rendah dibawah woofer.
f. Power Supply
Power Supply merupakan rangkaian pencatu daya untuk semua
rangkaian. Secara umum power supply mengeluarkan dua jenis output,
yaitu output teregulasi dan tidak teregulasi. Output teregulasi dipakai
untuk rangkaian pengatur nada dan penguat awal, sementara rangkaian
power supply tidak teregulasi dipakai untuk rangkaian power amplifier.
C. Klasifikasi Penguat akhir
a. Po-amp System OTL
OTL (Output TransformerLess) adalah system audio po-amp yang tidak
menerapkan transformator impedansi di jalur keluaran (output) nya, akan
tetapi menerapkan kondensator kopel untuk melimpahkan sinyal audio
kepada speaker. System ini memperbaharui system OT dan mempunyai
keunggulan dalam hal tanggapan frekwensinya. Perangkat system Hi-fi
(high fidelity) generasi awal dibuat dengan amplifier system ini.
System ini menjadi system yang paling populer dan paling banyak
digunakan dalam keperluan daya audio kecil. Banyak perusahaan pembuat
parts elektronik mengeluarkan produk-produk IC audio dengan system OTL,
baik untuk keperluan mono amplifier ataupun untuk keperluan stereo
amplifier dengan daya output yang bervariasi.
Rancangan po-amp OTL menggunakan Supply tegangan tunggal dan besar
tegangan supply bisa sangat bervariasi, mulai dari 3V hingga 80V.
Biasanya semakin besar tegangan supply maka semakin besar pula daya
audio yang mampu dihasilkannya. Dalam masalah efisiensi, system ini
masih di bawah system OT karena system OTL umumnya beroperasi dalam
klas "AB".
Di dalam po-amp system OTL transistor-transistor driver selalu
komplementer (berpasangan), yaitu yang satu transistor NPN dan satunya
lagi transistor PNP di mana kedua transistor yang berbeda jenis ini
mempunyai karakteristik yang sama dalam hal VCE max, hFE, dan lain-
lainnya. Untuk po-amp dengan daya yang lebih besar, dilengkapi dengan
transistor-transistor akhir (transistor power) yang bisa merupakan dua
transistor yang komplementer pula (NPN dan PNP berpasangan) namun bisa
juga hanya dua transistor yang sejenis.
Titik tegangan tengah dalam po-amp OTL Untuk memahami system OTL
lebih lanjut, perhatikanlah gambar rangkaian berikut.
Gambar 3. Rangkaian Po-Amp OTL
Pada gambar tampak po-amp OTL 4,5W yang diambil dari sebuah radio-
tape mobil keluaran lama. Titik X adalah titik di mana di situ terdapat
tegangan DC sebesar kira-kira setengah dari tegangan supply (Vcc).
Dalam skema ini karena tegangan supply-nya 12V maka pada titik X
tegangannya sekitar 6V. Ini adalah salah satu ciri dari penguat OTL,
yaitu mempunyai tegangan setengah dari tegangan supply di titik X.
Karena itu ketidak beresan sebuah po-amp OTL biasanya bisa diketahui
dari titik X ini, misalnya tegangannya mendekati nol atau terlalu besar
hingga mendekati tegangan supply.
Pada titik X ini dipasang kondensator bernilai besar (C5) untuk
meng-kopel/melewatkan sinyal audio yang berbentuk AC kompleks yang
telah dikuatkan oleh po-amp kepada speaker.
Tegangan di titik X ditentukan oleh besarnya arus kolektor (Ic) T2,
sedangkan arus kolektor T2 ini adalah sebesar hFE kali arus yang
diambil oleh basis (Ib) T2.
Dengan tulisan didefinisikan : Ic = hFE x Ib. Semakin besar Ic akan
semakin kecil tegangan di titik X, atau semakin besar Ib akan semakin
kecil tegangan di titik X karena Ib yang membesar akan membesarkan Ic
pula. Arus basis T2 dipasok melalui resistor VR1. Dengan VR1 yang
berbentuk variable (trimpot) maka tegangan di titik X bisa ditetapkan
dengan pengaturan VR1 (disetel-setel sehingga tegangan di titik X kira-
kira 6V dari ground). VR1 juga menyelenggarakan unpan balik negatif
yang menentukan faktor penguatan sinyal secara keseluruhan.
Arus stasioner bagi transistor daya
Setiap po-amp baik dalam klas A, klas B atau klas AB selalu
mempersyaratkan adanya arus stasioner (arus bias) bagi transistor-
transistor dayanya. Dalam po-amp OTL seperti contoh di atas, arus
stasioner ditentukan oleh besarnya tegangan di antara kedua basis
transistor T3 dan T4. Tegangan itu juga adalah tegangan D1 bersama
dengan R6. Karena itu besar resistansi R6 ikut mempengaruhi arus
stasioner. Ada kalanya R6 berbentuk trimpot sehingga arus stasioner
bisa ditetapkan dengan menyetel-nyetel trimpot ini. D1 berperan sebagai
sensor panas karena sifat dioda yang merosot tegangan maju-nya (Vfd)
apabila terkena panas pada suhu-suhu tertentu. Dioda ini ditempatkan
dekat dengan T3 dan T4. Apabila T3 dan T4 menjadi semakin panas hingga
batas tertentu, D1 akan mengadopsi panas ini sehingga tegangan maju
dioda mulai merosot. Akibatnya tegangan di antara kedua basis T3 dan
T4 juga akan sedikit turun sehingga arus stasioner kedua transistor
menjadi diturunkan juga. Karena setelan arus stasioner jadi mengecil,
konsumsi arus T3 dan T4 ketika menguatkan sinyal juga akan mengecil.
Dengan demikian terjadi stabilisasi agar transistor-transistor daya
tidak mengalami panas yang berlebihan yang bisa mengakibatkan
kerusakan.
Penguatan sinyal audio di dalam system OTL
T1 adalah transistor penguat penyangga yang memberikan sinyal audio
dari kolektornya melalui kondensator kopel C2 kepada basis transistor
T2. Sinyal yang telah dikuatkan lalu muncul di kolektornya T2. Sinyal
ini kemudian dikuatkan lagi oleh transistor T3 dan T4 yang merupakan
dua transistor komplementer. Dalam skema di atas kedua transistor ini
berperan sebagai driver sekaligus juga sebagai transistor daya
(transistor akhir).
T3 dan T4 bekerja bergantian namun setiap transistor menangani setengah
putaran lebih sedikit dari gelombang sinyal audio (bandingkan dengan
system OT yang setiap transistor dayanya menangani setengah gelombang
saja). T3 menangani belahan positif dan T4 menangani belahan yang
negatifnya.
Setiap lebih dari setengah putaran gelombang yang telah dikuatkan
oleh T3 dan T4 maka ia akan muncul di titik X saling mengisi sebagai
perubahan-perubahan tegangan sesuai dengan bentuk sinyal audionya.
Perubahan-perubahan tegangan di titik X ini akan utuh berbentuk seperti
sinyal AC audio sebagaimana bentuk sinyal audio yang dimasukkan ke
jalur input po-amp, namun dengan amplitudo yang sudah jauh lebih besar
karena telah dikuatkan. Sinyal ini kemudian dikopel/dilewatkan oleh
kondensator C5 untuk diberikan kepada speaker.
Setengah tegangan supply di titik X yang merupakan tegangan DC tidak
terhubung singkat ke speaker oleh C5, karena sebagaimana telah
diketahui bahwa sifat kondensator adalah meluluskan (melewatkan)
tegangan-tegangan AC sedangkan terhadap tegangan DC ia menyekat atau
tidak meluluskan (tentang ini lihat dalam : Pengenalan Parts/Komponen
elektronik – Kondensator).
Adapun R11 berperan sebagai pengumpan balik positif dari jalur
keluaran ke emitor T1. Umpan balik ini memperbaiki tanggapan frekwensi
po-amp secara keseluruhan. Ada kalanya untai umpan balik terdiri dari
resistor-resistor dan kondensator yang memperbaiki tanggapan frekwensi
pada range tertentu yang diinginkan. C3 yang dipasang antara basis dan
kolektor T2 berfungsi sebagai high-cut bagi frekwensi-frekwensi tinggi
di atas frekwensi audio. Kondensator ini harus selalu ada karena jika
ditiadakan akan menyebabkan ketidak-stabilan po-amp karena cenderung
berosilasi pada frekwensi tinggi. Jika ini terjadi akibatnya adalah
kerusakan pada transistor-transistor daya karena terbebani lebih.
Nilai kapasitansi C3 harus diperhitungkan dengan tepat sesuai
kondisi kerja po-amp. Jika terlalu kecil dikhawatirkan rentan terjadi
osilasi, dan jika terlalu besar akan berefek ikut teredamnya frekwensi-
frekwensi tinggi audio. Daya keluaran (power output) sebuah po-amp OTL
bisa diperkirakan dengan pendekatan :
Po = Vx² / 1,4RL
Po adalah daya keluaran (power output) dalam Watt
Vx adalah setengah tegangan supply efektif, dalam Volt
RL adalah impedansi speaker, dalam Ohm.
Yang dimaksud setengah tegangan supply efektif untuk Vx adalah
setengah tegangan supply terukur ketika po-amp menarik arus untuk
mengeluarkan daya maksimal. Jadi, yang dimaksud di sini bukanlah
setengah dari tegangan maksimum (Vmax). Untuk mudahnya, besar tegangan
supply efektif bisa dirujuk kepada besar tegangan AC sekunder dari
trafo power supply. Jika tegangan dari trafo power supply yang
digunakan adalah 32V, maka tegangan efektif adalah kira-kira tidak jauh
dari itu atau secara praktis bisa dikatakan sama. Maka setengah
tegangannya adalah 16V.
Dalam prakteknya, Po akan mengalami penurunan dengan faktor pembagi
1,45 dikarenakan adanya kerugian-kerugian di dalam proses penguatan po-
amp untuk menghasilkan daya maksimal. Contoh hitungan :
Sebuah po-amp OTL dengan tegangan supply tertulis (Vmax) sebesar 85V.
Berapakah daya maksimalnya jika dibebani speaker berimpedansi 8 Ohm?
Tergangan efektif = Vmax / 1,41 = 60V, berarti Vx = 30V
Po = 900 / 11,2 = 80W
Dalam prakteknya, Po maksimal adalah : 80 / 1,45 = 55,4W.
Gambar (a) di atas adalah contoh sebuah po-amp OTL dari IC.
Perhatikanlah titik X yang selalu terhubung dengan kaki positif
kondensator kopel ke speaker (C4).
C3 dan R1 dipasang untuk mencegah terjadinya osilasi po-amp ketika
bekerja menguatkan frekwensi-frekwensi audio.
Pada gambar (b) di atas diperlihatkan contoh lain skema rangkaian
po-amp OTL dengan daya yang lebih besar (16W). Pola rangkaian serupa
dengan contoh po-amp bertransistor sebelumnya, hanya saja sedikit lebih
kompleks.
Transistor daya (transistor akhir) menggunakan jenis yang sama,
yaitu NPN D313. Driver adalah komplementer, yaitu MPS 3569 (NPN) dan
MPS 4355 (PNP). Penyetelan tegangan tengah di titik X dilakukan oleh VR
50k, sedangkan arus stasioner ditentukan oleh besarnya resistor yang
diseri dengan dioda D (pada gambar besarnya 270 Ohm).Umpan balik
positif dilakukan oleh untaian resistor 100k, 10k dan kondensator 473.
b. Power Amplifier system OCL
Keterbatasan po-amp system OTL salah satunya adalah sulitnya untuk
dikembangkan sebagai penguat "super-power" (berdaya sangat besar). Hal
ini disebabkan karena menerapkan supply tegangan tunggal dan juga
karena selalu ada keperluan terhadap kondensator kopel kepada speaker
yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika tegangan supply
semakin ditinggikan, maka kondensator kopel ini harus mampu bertahan
terhadap tegangan yang tinggi pula. Begitu juga kondensator perata
(smoothing condensator) pada rangkaian power supply-nya.
Po-amp system OCL (Output CapacitorLess) memperbaiki kelemahan
ini. Ia adalah system power amplifier yang tidak lagi menerapkan
kondensator kopel di jalan output-nya. Transfer sinyal audio dari
output kepada speaker dimungkinkan tanpa menggunakan kondensator adalah
dengan menerapkan supply tegangan terbelah (split power supply).
Perhatikanlah gambar berikut :
Gambar di samping adalah contoh sebuah po-amp system OCL 20W.
Po-amp ini memerlukan dua polaritas tegangan supply, yaitu
polaritas - (negatif) dan polaritas + (positif). Jadi, dengan demikian
ada tiga sambungan dari power supply, yaitu sambungan - (negatif),
sambungan + (positif) dan sambungan ground (0 Volt).
Titik X adalah titik tengah di antara tegangan supply + dan -.
Berbeda dengan system OTL di mana pada titik tengah ini terdapat
tegangan DC setengah dari tegangan supplynya, pada system OCL di titik
tengah X ini tidak ada tegangan DC, atau bertegangan nol Volt terhadap
ground. Itulah sebabnya bisa langsung disambungkan ke speaker tanpa
memerlukan kondensator kopel.
Ini menjadi ciri khas po-amp OCL, di mana pada titik tengahnya
(sambungan ke speaker) tidak terdapat tegangan DC (pengukuran dalam
keadaan tanpa sinyal input). Ketidak beresan sebuah po-amp OCL juga
bisa dilihat langsung dari sini, yaitu apabila pada titik tengahnya
terdapat tegangan DC, entah berpotential negatif ataupun positif
terhadap ground.
Sebuah po-amp OCL biasa didahului dengan sebuah penguat
differential di bagian inputnya. Pada gambar di atas T1 dan T2
membentuk sebuah penguat differential, sehingga dengan demikian
terdapat dua jalur input, yaitu jalur input melalui basis T1 dan jalur
input melalui basis T2. Emitor kedua transistor ini saling terhubung
secara langsung yang menyebabkan satu transistor dengan transistor yang
lainnya menjadi saling pengaruh-mempengaruhi. Basis T1 merupakan non-
inverting input (jalur masukan yang tidak menjungkirkan), sedangkan
basis T2 merupakan inverting input (jalur masukan yang menjungkirkan).
Sinyal audio dimasukkan melalui non-inverting input dan dikuatkan
oleh po-amp sehingga muncul di jalur keluaran/output (titik X) dengan
fase yang sama. Sinyal audio yang telah dikuatkan ini kemudian
sebagian diumpan balikkan lagi ke inverting input melalui R4. Efeknya
adalah berkurangnya penguatan T1 dan juga penguatan po-amp secara
keseluruhan. Jadi, melalui R4 ini diselenggarakan umpan balik
negatif. Semakin besar level umpan balik maka akan semakin kecil
faktor penguatan.
Akan tetapi apabila level umpan balik semakin dikecilkan untuk
mendapatkan faktor penguatan yang sangat besar, ini akan beresiko
menjadi labilnya po-amp dan bisa menyebabkan osilasi. Karena itu umpan
balik ini diperhitungkan sedemikian rupa sehingga po-amp tetap
mempunyai penguatan yang besar namun terbebas dari kecenderungan labil.
Level umpan balik ditentukan oleh nilai resistansi R4 dan R3. R4
biasanya bernilai sama dengan R2 (resistor-resistor basis). Semakin
besar nilai resistor-resistor ini maka akan semakin besar faktor
penguatan. Jika dikecilkan maka akan semakin mengecil pula faktor
penguatan.
Namun R3 yang semakin kecil justeru akan memperbesar penguatan. Jika
R3 diperbesar maka akan mengecilkan faktor penguatan. Demikianlah
keadaan-keadaannya dalam penguat differential.
T3 adalah sumber arus bagi emitor T1 dan T2. Arus yang dipasok oleh
T3 untuk emitor T1 dan T2 besarnya adalah tetap karena adanya D1 dan D2
pada basisnya. Peran sumber arus ini dalam banyak rancangan kadang
hanyalah sebuah resistor. Namun dengan diterapkannya sumber arus
menggunakan transistor, keuntungannya adalah bagi sinyal-sinyal AC
audio ia menjadi perlawanan yang cukup besar (hingga bilangan Mega Ohm)
dan ini menjadikan lebih baiknya state pengaruh-mempengaruhi antara T1
dan T2 sebagai sebuah kesatuan penguat differential.
Sebagaimana po-amp OTL, pendekatan untuk mengetahui besar daya
keluaran maksimum adalah :
Po = Vx² / 1,4RL
Po adalah daya keluaran (Power output) dalam Watt
Vx adalah setengah tegangan supply efektif, dalam Volt
RL adalah impedansi speaker dalam Ohm.
Yang dimaksud setengah tegangan supply efektif untuk Vx adalah
setengah tegangan dari supply positif dan negatif ketika po-amp menarik
arus untuk mengeluarkan daya maksimal. Jadi, yang dimaksud di sini
bukanlah setengah dari tegangan supply maksimum (Vmax). Untuk
mudahnya, besar tegangan supply efektif bisa dirujuk kepada besar
tegangan AC sekunder dari trafo power supply. Jika tegangan dari trafo
power supply yang digunakan adalah 2x25V (CT), maka tegangan efektif
adalah kira-kira tidak jauh dari itu, yakni 50V. Maka setengah
tegangannya adalah 25V.
Dalam prakteknya, Po mengalami penurunan dengan faktor pembagi 1,45
dikarenakan adanya kerugian-kerugian di dalam proses penguatan po-amp
untuk menghasilkan daya maksimal. Mengenai bagian-bagian lainnya dari
Po-amp OCL ini, sepertinya tidak perlu dijelaskan lagi di sini karena
pada prinsipnya memang tidak jauh berbeda dengan apa yang ada pada Po-
amp OTL.
pada gambar tampak contoh sebuah po-amp OCL yang menggunakan IC.
Po-amp ini sempat populer sebagai amplifier speaker aktif di banyak
rancangan. Dalam gambar hanya diperlihatkan satu kanal, untuk versi
stereo adalah dua kali dari itu.
Dengan gambar yang diperlihatkan, po-amp ini bisa langsung difungsikan
sebagai amplifier audio untuk PC (Personal Computer) berdaya besar.
Meskipun tanpa ada fasilitas pengaturan nada (tone control), akan
tetapi hasilnya tetap cukup baik karena fungsi pengaturan nada pada PC
sebenarnya telah tersedia di dalam program media playernya.
Perhatikanlah bahwa fungsi R1 dan R3 adalah sama dengan R2 dan R4 pada
skema po-amp OCL bertransistor sebelumnya. Umpan balik negatif
diselenggarakan oleh R3, R2 dan C2.
D1 dan D2 dipasang hanyalah sebagai protektor saja, tidak mempengaruhi
kinerja IC dalam menguatkan sinyal audio. R4 dan C5 berfungsi untuk
mencegah terjadinya osilasi ketika po-amp bekerja menguatkan frekwensi-
frekwensi audio.
c. Power amplifier system BTL
BTL adalah singkatan dari Bridge TransformerLess, yaitu system
power amplifier yang menerapkan system jembatan dan meniadakan peran
transformator impedansi di dalam melimpahkan daya outputnya kepada
speaker.
Prinsip po-amp BTL
Apabila pada dua buah penghantar yang pada masing-masingnya
terdapat tegangan AC sebesar Vx terhadap ground (jalur 0 Volt) namun
satu sama lain saling berlawanan fasa 180 derajat, maka besar tegangan
AC di antara kedua penghantar itu adalah sebesar 2Vx.
Jika pada penghantar 1 ada tegangan ac sebesar 3V terhadap ground
(0V), dan pada penghantar 2 juga ada tegangan ac sebesar 3V terhadap
ground namun berlawanan fasa dengan tegangan pada penghantar 1, maka di
antara penghantar 1 dan penghantar 2 terdapat tegangan ac sebesar 6V.
Perhatikan gambar di atas. Ketika pada penghantar 1 tegangan ac
sedang mengayun ke arah positif, pada penghantar 2 tegangan mengayun ke
arah negatif. Inilah yang dimaksud berlawanan fasa 180 derajat, yaitu
bertolak belakang.
Apabila tegangan-tegangan AC itu adalah dua sinyal audio yang
dihasilkan oleh dua power amplifier, maka di antara kedua output power
amplifier itu terdapat sinyal audio dengan level tegangan yang dua kali
lipat besarnya. Karena tegangannya menjadi dua kali lipat, maka daya
keluaran pun menjadi berlipat ganda juga karena sebagaimana telah
diketahui bahwa daya adalah perkalian antara tegangan dengan arus.
Dua power amplifier yang bisa diaktifkan sebagai po-amp BTL adalah
po-amp system OTL ataupun po-amp system OCL. Kedua po-amp haruslah
kembar, yaitu masing-masingnya mempunyai karakteristik yang benar-benar
sama. Jika tidak, maka akan terjadi kepincangan dan akan menghasilkan
cacat audio yang cukup besar.
Mengkonfigurasikan dua po-amp menjadi po-amp BTL biasanya dilakukan
dengan membalik fasa sinyal masukan untuk diumpankan kepada salah satu
po-amp. Lihat gambar di samping, pada po-amp A1 sinyal masukan
diumpankan ke jalan masuk non-inverting (yang tak menjungkirkan)
sehingga sinyal keluaran akan sefasa dengan sinyal masukan.
Pada po-amp A2 sinyal masukan diumpankan kepada jalan masuk
inverting (yang menjungkirkan) sehingga sinyal keluarannya akan berbeda
fasa (terbalik) dengan sinyal masukan. Hasilnya adalah di antara
keluaran kedua po-amp (out1 dan out2) terdapat sinyal keluaran yang
saling berlawanan fasa.
Daya keluaran po-amp BTL
Telah diulas dalam tulisan sebelumnya tentang pendekatan untuk
mengetahui besarnya daya keluaran sebuah po-amp OTL atau OCL
berdasarkan tinggi tegangan supply dan impedansi speaker yang
dibebankan kepadanya. Ketika dua po-amp OTL atau OCL dirangkai sebagai
penguat BTL, daya yang dihasilkan akan lebih besar sekitar 3,5 kali
lipat.
Pendekatan untuk mengetahui besarnya daya yang dihasilkan po-amp BTL
adalah :
Po = (2Vx)² / 1,4RL
Di mana Po adalah daya keluaran (power output), Vx adalah setengah
tegangan supply efektif, dan RL adalah impedansi speaker. Dengan adanya
kerugian-kerugian maka hasil aktualnya masih harus dibagi lagi dengan
faktor 1,45. Apa yang didapatkan dari perhitungan di atas bukan suatu
yang mutlak, akan tetapi hanyalah pendekatan secara umum untuk
mengetahui seberapa besar daya yang "mungkin" bisa dihasilkan dengan
besar tegangan supply sedemikian. Akan tetapi pada akhirnya faktor
rancangan po-amp merupakan hal yang sangat menentukan besarnya daya
keluaran yang dihasilkan.
Beberapa contoh power amplifier BTL
Berikut adalah beberapa contoh po-amp BTL dengan sedikit
penjelasannya.
Gambar (a) di samping adalah rangkaian po-amp BTL dari dua buah IC
po-amp OTL TDA2003. Rangkaian ini diadopsi dari salah satu audio mobil
lama merk Sony, daya keluarannya sekitar 15W.
Sinyal audio diumpankan ke jalan masuk non-inverting IC pertama
(pin 1), keluarannya akan sefasa dengan sinyal input. R2
menyelenggarakan umpan balik negatif (umpan balik yang melemahkan) yang
diberikan kepada jalan masuk inverting (pin 2) melalui C2. R2 bersama-
sama dengan R1 akan menentukan faktor penguatan po-amp secara
keseluruhan. Karena itu nilai R2 dan R1 ditentukan sedemikian rupa
agar penguatan sesuai dengan yang diinginkan.
Pada IC kedua jalan masuk non-inverting (pin 1) diground-kan. Input
sinyal audio diambil oleh jalan masuk invertingnya (pin 2) dari titik
"a" (lihat gambar), karena pada titik "a" ini terdapat sinyal audio
dari keluaran IC pertama karena adanya umpan balik negatif lewat R2.
Hasilnya, pada keluaran IC kedua terdapat sinyal audio yang berlawanan
fasa dengan yang dikeluarkan oleh IC pertama.
Besar tegangan sinyal keluaran dari IC kedua haruslah sama besar dengan
besar tegangan sinyal keluaran IC pertama agar bisa dicapai pelimpahan
daya yang maksimal kepada speaker. Maka R6 dan R5 yang menjadi penentu
faktor penguatan bagi IC kedua ditetapkan nilainya sedemikian rupa.
Pada gambar rangkaian di atas tidak terlihat adanya kondensator kopel
pada jalan keluaran setiap IC, padahal padanya terdapat tegangan DC
setengah dari tegangan supply. Namun karena speaker disambungkan
kepada kedua jalan keluaran IC (tidak ada sambungan speaker ke ground),
maka kondensator kopel yang bersifat menyekat tegangan DC tidak
diperlukan. Antara pin 4 IC pertama dan pin 4 IC kedua terdapat
tegangan DC sebesar nol Volt.
Gambar (b) di atas memperlihatkan rangkaian po-amp BTL yang
dibangun oleh IC po-amp stereo LA 4440. Rangkaian diadopsi dari
datasheet IC yang bersangkutan, daya keluaran maksimal yang dihasilkan
adalah 19W pada tegangan supply efektif 15V dengan beban 4 Ohm.
Input non inverting penguat kedua diground-kan, sedangkan masukan
sinyal audio bagi penguat kedua diambil oleh input invertingnya dari
input inverting penguat pertama, sebab di sini terdapat sinyal audio
dari keluaran penguat pertama karena adanya resistor internal yang
menyelenggarakan umpan balik negatif bagi penguat pertama.
Bandingkanlah dengan ulasan sebelumnya tentang titik "a".
Pada gambar (c) di atas adalah contoh rangkaian BTL dari dua buah
po-amp OCL. Di sini tidak disertakan detil nilai-nilai komponennya,
hanya pola rangkaiannya saja. Perhatikanlah bahwa input po-amp kedua
diground-kan dan input sinyal audio bagi po-amp kedua diambil dari
jalur keluaran (output) po-amp pertama melalui Rz. Sinyal audio ini
lalu dimasukkan ke input inverting penguat kedua. Dalam konfigurasi BTL
yang dibangun dari dua po-amp OCL, biasanya nilai Rz ditetapkan sama
dengan nilai Rx1 dan Rx2.
Secara umum, rangkaian BTL dari dua po-amp OCL merupakan rangkaian
po-amp yang mampu mengeluarkan daya yang paling besar dengan kwalitas
yang tetap terjaga dibandingkan pola-pola rangkaian yang lainnya.Hal
yang mungkin kurang disukai orang ketika membangun rangkaian BTL
berdaya besar adalah karena kritisnya terhadap kemungkinan terjadinya
osilasi. Dua buah po-amp OCL yang nampak bekerja normal-normal saja
ketika dalam konfigurasi stereo, ketika dirangkai sebagai satu penguat
BTL ternyata banyak mengalami masalah. Merangkai sebuah penguat BTL
memang memerlukan pelajaran dari pengalaman-pengalaman yang tersendiri,
tidak semudah merangkai penguat-penguat biasa.
D. TEKNOLOGI AUDIO
DOLBY
Dolby Digital merupakan teknologi untuk menghasilkan suara surround
digital. Teknologi ini biasanya digunakan dalam pemrosesan dan
pembentukkan data audio untuk film-film di bioskop atau film-film pada
media kepingan seperti DVD. Dolby Digital dikembangkan oleh Dolby
Laboratories.
Untuk mengoptimalkan teknologi Dolby Digital, dibutuhkan minimal 5
speaker full range dan 1 speaker low-frequency (subwoofer).
Konfigurasi ini disebut sebagai konfigurasi 6-channel.
Awalnya disebut Dolby Stereo Digital sampai tahun 1994. Kecuali
untuk Dolby TrueHD, kompresi audio lossy. Penggunaan pertama dari
Dolby Digital untuk memberikan suara digital di bioskop dari cetakan
film 35mm. Sekarang juga digunakan untuk aplikasi lain seperti siaran
TV, DVD, Blu-ray dan konsol game.
Bagaimana cara kerja DOLBY NOISE REDUCTION
Pengurangan Dolby noise adalah bentuk preemphasis dinamis yang
digunakan selama perekaman, ditambah bentuk deemphasis dinamis yang
digunakan selama pemutaran, yang bekerja sama secara erat untuk
meningkatkan rasio signal-to-noise. Sementara Dolby A beroperasi di
seluruh spektrum, sistem lain secara khusus menekankan rentang
frekuensi terdengar di mana rekaman desis latar belakang, sebuah
artefak dari proses rekaman yang mirip dengan white noise, yang paling
terlihat (biasanya di atas 1 kHz, atau dua oktaf di atas Tengah C).
The Dolby preemphasis meningkatkan tingkat rekaman sinyal audio
lebih tenang pada frekuensi yang lebih tinggi selama perekaman,
efektif menekan rentang dinamis yang bagian dari sinyal, sehingga
suara lebih tenang di atas 1 kHz menerima dorongan proporsional lebih
besar. Sebagai rekaman itu direkam, amplitudo relatif dari sinyal di
atas 1 kHz digunakan untuk menentukan berapa banyak pra-penekanan
untuk menerapkan - sinyal tingkat rendah didorong oleh 10 dB (Dolby B)
atau 20 dB (Dolby C). Sebagai sinyal meningkat amplitudo, kurang dan
kurang pra-penekanan diterapkan sampai pada "tingkat Dolby" (0 VU),
tidak ada modifikasi sinyal dilakukan.
Suara demikian direkam pada tingkat lebih tinggi secara
keseluruhan pada pita relatif terhadap tingkat kebisingan keseluruhan
rekaman, membutuhkan formulasi tape untuk melestarikan sinyal ini
khusus direkam tanpa distorsi. Pada pemutaran, proses yang berlawanan
diterapkan (deemphasis), berdasarkan komponen sinyal relatif di atas 1
kHz. Jadi sebagai bagian ini sinyal penurunan amplitudo, frekuensi
yang lebih tinggi semakin lebih tajam dilemahkan, yang juga menyaring
konstan kebisingan latar belakang pada pita kapan dan di mana itu akan
menjadi yang paling nyata.
Dua (pra dan de-penekanan) proses dimaksudkan untuk membatalkan
satu sama lain sejauh program aktual yang tercatat yang bersangkutan.
Hanya de-penekanan diterapkan pada sinyal yang masuk dan kebisingan
selama pemutaran. Setelah pemutaran de-penekanan selesai, suara jelas
dalam sinyal output berkurang, dan proses ini tidak harus menghasilkan
efek nyata pada pendengar (selain mengurangi kebisingan tentu saja).
Pemutaran tanpa pengurangan kebisingan menghasilkan suara terasa lebih
cerah, namun.
Kalibrasi sirkuit perekaman dan pemutaran karena itu penting untuk
reproduksi yang setia dari isi program asli, dan ini mudah diimbangi
dengan kualitas rekaman yang buruk, rekaman kotor / kepala playback,
atau menggunakan yang tidak pantas tingkat Bias / frekuensi untuk
formulasi tape, serta kecepatan tape, saat merekam atau duplikasi. Hal
ini dapat memanifestasikan dirinya sebagai teredam terdengar
pemutaran, atau "bernapas" dari tingkat kebisingan sebagai sinyal
bervariasi.
Pada beberapa peralatan konsumen high end, Dolby kontrol kalibrasi
termasuk: untuk merekam, nada referensi di tingkat Dolby dapat direkam
untuk tingkat pemutaran kalibrasi yang akurat pada transportasi lain;
di pemutaran, nada mencatat sama harus menghasilkan output yang sama,
seperti yang ditunjukkan oleh logo Dolby menandai pada 0 VU di VU
meter (s). (Dalam peralatan konsumen Dolby Tingkat didefinisikan
sebagai 200nWb / m;. Kaset kalibrasi yang tersedia untuk membantu
pengaturan tingkat yang benar) Untuk akurat off-the-rekaman pemantauan
selama perekaman pada 3-kepala deck, kedua proses harus digunakan
sekaligus, dan sirkuit disediakan untuk mencapai hal ini dipasarkan di
bawah rubrik "Double Dolby".
Jenis teknologi DOLBY :
DOLBY A
Dolby A adalah sistem perusahaan pertama pengurangan kebisingan,
disajikan pada tahun 1966. Hal itu dimaksudkan untuk digunakan di
studio rekaman profesional, di mana ia menjadi biasa, mendapatkan
penerimaan luas pada saat yang sama yang multitrack recording menjadi
standar. Sinyal input dibagi menjadi pita frekuensi oleh empat filter
dengan 12 dB per oktaf lereng, dengan frekuensi cutoff (3 dB turun
poin) sebagai berikut: low-pass pada 80 Hz; band-pass dari 80 Hz
sampai 3 kHz; a-pass tinggi dari 3 kHz; dan satu lagi tinggi-pass pada
9 kHz. (The susun kontribusi dari dua band high-pass memungkinkan
pengurangan kebisingan yang lebih besar dalam frekuensi atas.)
Rangkaian compander memiliki ambang -40 dB, dengan perbandingan 2: 1
untuk kompresi / ekspansi 10 dB. Hal ini memberikan sekitar 10 dB
noise reduction meningkat menjadi kemungkinan 15 dB pada 15 kHz,
menurut artikel yang ditulis oleh Ray Dolby di JAES (Oktober 1967) dan
Audio (Juni / Juli 1968).
Seperti dengan "B" sistem, pencocokan yang benar dari kompresi dan
ekspansi proses penting. Kalibrasi ekspansi (decoding) Unit untuk pita
magnetik menggunakan tingkat fluks 185 nwb / m, yang merupakan level
yang digunakan pada kaset kalibrasi industri seperti dari Ampex; ini
diatur ke 0 VU di pemutaran tape recorder dan Dolby Tingkat pada unit
pengurangan kebisingan. Dalam catatan (kompresi atau encoding) modus
nada karakteristik (Dolby Tone) yang dihasilkan di dalam unit
pengurangan kebisingan diatur ke 0 VU di tape recorder dan 185 nwb / m
pada pita.
Dolby A juga melihat beberapa digunakan sebagai metode pengurangan
kebisingan dalam suara optik untuk gambar gerak.
DOLBY B
Dolby B dikembangkan setelah Dolby A dan disajikan pada tahun 1968,
sebagai sistem Band sliding tunggal menyediakan sekitar 9 dB noise
reduction (A-weighted), terutama untuk kaset. Itu jauh lebih sederhana
dari Dolby A dan karena itu jauh lebih murah untuk menerapkan dalam
produk konsumen. Rekaman Dolby B dapat diterima ketika diputar ulang
pada peralatan yang tidak memiliki sebuah decoder Dolby B, seperti
pemutar kaset paling murah. Namun, Dolby B memberikan pengurangan
kebisingan kurang efektif daripada Dolby A, umumnya dengan faktor
lebih dari 3 dB.
Dari pertengahan 1970-an, Dolby B menjadi standar pada kaset musik
rekaman komersial terlepas dari fakta bahwa beberapa peralatan low-end
tidak memiliki decoding sirkuit, meskipun memungkinkan untuk pemutaran
diterima pada peralatan tersebut. Kebanyakan kaset pra-rekaman
menggunakan varian ini.
DOLBY FM
Pada awal 1970-an, beberapa diharapkan Dolby NR menjadi normal
dalam siaran radio FM dan beberapa tuner dan amplifier yang diproduksi
dengan sirkuit decoding. Pada tahun 1971 WFMT mulai mengirimkan
program dengan Dolby NR, dan segera sekitar 17 stasiun siaran dengan
pengurangan kebisingan, tetapi pada tahun 1974 itu sudah menurun Dolby
FM didasarkan pada Dolby B., tetapi digunakan dimodifikasi 25
mikrodetik pra-penekanan waktu yang konstan dan frekuensi selektif
pengaturan companding untuk mengurangi kebisingan.
Sebuah sistem yang sama bernama Tinggi Com FM diuji di Jerman
antara Juli 1979 dan Desember 1981 oleh IRT. Hal ini didasarkan pada
sistem compander broadband Telefunken Tinggi Com, tetapi tidak pernah
diperkenalkan secara komersial pada siaran FM
DOLBY C
Dolby C diperkenalkan pada tahun 1980. Ini menyediakan sekitar 15
dB noise reduction (A-tertimbang). Hal ini dibangun dengan
menggabungkan efek dari dua sistem Dolby B bersama dengan ekspansi ke
frekuensi yang lebih rendah. Rekaman yang dihasilkan terdengar jauh
lebih buruk ketika diputar ulang pada peralatan yang tidak memiliki
Dolby C pengurangan kebisingan. Beberapa kekerasan ini dapat diatasi
dengan menggunakan Dolby B pada pemutaran. Dolby C pertama kali muncul
di deck kaset akhir yang lebih tinggi pada 1980-an. Pertama yang
tersedia secara komersial dek kaset dengan Dolby C adalah 6150C NAD,
yang datang ke pasar di ca. 1981. Ini juga digunakan pada peralatan
video profesional untuk track audio dari format kaset video Betacam
dan Umatic SP.
DOLBY SR
The Dolby SR (Spectral Recording) sistem, yang diperkenalkan pada
tahun 1986, kedua sistem pengurangan kebisingan profesional
perusahaan. Ini adalah pendekatan pengurangan kebisingan jauh lebih
agresif daripada Dolby A. Ia mencoba untuk memaksimalkan sinyal yang
terekam setiap saat menggunakan serangkaian kompleks filter yang
berubah sesuai dengan sinyal input. Akibatnya, Dolby SR jauh lebih
mahal untuk diterapkan daripada Dolby B atau C, tetapi Dolby SR mampu
menyediakan hingga 25 dB pengurangan kebisingan dalam rentang
frekuensi tinggi. Hal ini hanya ditemukan pada peralatan rekaman
profesional.
Dalam industri film, sejauh menyangkut distribusi cetakan film,
Dolby A dan tanda SR mengacu pada Dolby Surround yang tidak hanya
metode pengurangan kebisingan, tetapi yang lebih penting mengkodekan
dua saluran audio tambahan pada soundtrack optik standar, memberikan
kiri, tengah, kanan, dan surround.
Cetakan SR yang cukup baik kompatibel dengan peralatan Dolby A tua.
The Dolby SR-D menandai mengacu pada kedua analog Dolby SR dan digital
soundtrack Dolby Digital pada satu cetak.
DOLBY S
Dolby S diperkenalkan pada tahun 1989. Hal itu dimaksudkan bahwa
Dolby S akan menjadi standar pada kaset musik pra-rekaman komersial
dalam banyak cara yang sama bahwa Dolby B telah di tahun 1970-an, tapi
itu datang ke pasar ketika Compact Cassette sedang digantikan oleh
Compact Disc sebagai format musik pasar massal yang dominan. Dolby
Labs mengklaim bahwa sebagian besar anggota masyarakat umum tidak bisa
membedakan antara suara CD dan kaset Dolby S dikodekan. Dolby S hanya
muncul di high-end peralatan audio dan tidak pernah digunakan secara
luas.
Dolby S jauh lebih tahan terhadap pemutaran masalah yang disebabkan
oleh suara dari mekanisme transportasi rekaman dari Dolby C. Demikian
juga, Dolby S juga diklaim memiliki kompatibilitas pemutaran dengan
Dolby B dalam rekaman Dolby S bisa dimainkan kembali pada yang lebih
tua Dolby peralatan B dengan beberapa keuntungan yang direalisasikan.
Hal ini pada dasarnya adalah menebang versi Dolby SR dan menggunakan
banyak teknik pengurangan kebisingan yang sama. Dolby S mampu 10 dB
noise reduction pada frekuensi rendah dan hingga 24 dB noise reduction
pada frekuensi tinggi.
DOLBY HX PRO
Dolby HX-Pro diciptakan pada tahun 1980 dan dipatenkan pada tahun
1981 (EP 0046410) oleh Jørgen Selmer Jensen dari Bang & Olufsen. B &
O segera berlisensi HX-Pro untuk Dolby Laboratories, menetapkan masa
prioritas beberapa tahun untuk digunakan dalam produk konsumen, untuk
melindungi mereka sendiri Beocord 9000 kaset tape deck.
Pita magnetik secara inheren non-linear di alam karena hysteresis
dari bahan magnetik. Jika sinyal analog yang direkam langsung ke pita
magnetik, reproduksinya akan sangat terdistorsi karena ini non-
linearitas.
Untuk mengatasi hal ini, sinyal frekuensi tinggi, yang dikenal
sebagai bias dicampur dengan sinyal rekaman, yang "mendorong" amplop
sinyal ke daerah linier.
Jika sinyal audio mengandung konten frekuensi tinggi yang kuat,
khususnya dari instrumen perkusi seperti topi tinggi, ini menambah
bias konstan menyebabkan kejenuhan magnetik pada pita. Dolby HX Pro
secara otomatis mengurangi sinyal bias dengan adanya sinyal frekuensi
tinggi yang kuat, sehingga memungkinkan untuk merekam pada tingkat
sinyal yang lebih tinggi, yang mengarah ke nama: HX = Headroom
ekstensi.
HX-Pro hanya berlaku selama perekaman; sinyal ditingkatkan untuk
rasio kebisingan tersedia tidak peduli tape deck rekaman itu diputar
kembali, dan karena itu HX-Pro bukanlah sistem pengurangan kebisingan,
dalam cara yang sama seperti Dolby A, B & C.
Dolby Stereo Optical Playback In The Cinema
Sebuah Dolby Digital soundhead dengan scanner CCD yang dipasang ke
proyektor, kemudian akan membaca informasi digital ini.
Dolby Pro Logic II
Sistem ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Dolby Pro Logic
(yang dikenal juga dengan Dolby Pro Logic I). Bedanya, sistem Dolby
Pro Logic II dapat men-decode 5 kanal surround (left, right, center,
left surround dan right surround) dari rekaman stereo. Lima kanal
surround dapat di decode dari 2 kanal stereo apa saja dan tidak
tergantung apakah rekaman ini telah di encode dengan format Dolby
Surround apa tidak. Suara surround yang dihasilkan adalah suara
surround stereo.
SDDS (SONY DINAMIC DIGITAL SOUND)
Sistem SDDS [ Sony Dinamic Digital Sound] dari Sony ini memiliki 6
atau 8 kanal suara [right,left right center,center,left center,sub
woofer,right surround dan left surround],beberapa film layar lebar
menggunakan format SDDS terutama film-film produksi Sony
Entertainment. Reader dan decoder khusus untuk ini di tambahkan pada
proyektor pemutar film.
Format SDDS sampai saat ini secara eksklusif hanya ada untuk film
bioskop saja dan belum di adopsi untuk konsumen rumahTentu saja hingga
kini SDDS belum di support banyak pemutar DVD Home Theater.
Pengujian power rating RMS
Musik adalah gelombang sinusoidal yang frekuensi dan besar
tengangannya tidak konstan melainkan naik turun sesuai dengan alunan
musiknya. Tegangan ini bisa negatif dan bisa juga positif. Standard
pengukuran spesifikasi rating daya keluaran sistem audio adalah dengan
menginjeksi sinyal sinusoidal pada inputnya. Dengan menggunakan
frekuensi pada rentang 20 Hz – 20 KHz. Ini adalah rentang frekuensi
suara yang dapat didengar oleh manusia. Beberapa pabrikan melakukan
test hanya pada frekuensi 1 KHz saja. Pengukuran yang
lebih fair adalah dengan menginputkan sinyal pink noise yaitu sinyal
gabungan dari banyak frekuensi pada rentang 20Hz – 20kHz. Lalu volume
suara dinaikkan sampai terjadi cacat distorsi pada gelombang
keluarannya. Cacat distorsi ini dikenal dengan sebutan THD (Total
Harmonic Distorsion) yaitu sampai terjadinya clipping pada puncak
gelombang keluar yang dihasilkan. Gambaran gelombang ini mudah
diketahui dengan menggunakan osiloskop. Batasan inilah yang menjadi
acuan batas maksimum dari power yang dapat dihasilkan oleh suatu
sistem audio.
Cacat distorsi atau clipping dapat disebabkan oleh batasan dari
sistem penguat (amplifier), batasan komponen dan juga batasan dari
sistem power supply. Batasan power supply menjadi penting, sebab ini
merupakan sumber energi dari suara yang dihasilkan. Jika volume suara
makin menggelegar tentu saja diperlukan power supply yang stabil untuk
mencapainya. Jika sudah diketahui sampai dimana tegangan keluar
maksimum, maka akan diketahui berapa nilai tegangan puncak (peak) yang
dapat dihasilkan tanpa cacat (atau hampir cacat). Karena gelombang
sinus naik turun, tentu tidak dengan serta merta nilai tegangan peak
yang diambil untuk menghitung nilai power rating sistem audio
tersebut. Melainkan dengan menggunakan nilai tegangan RMS (Root Mean
Square). Kalau diterjemahkan ini adalah tegangan rata-rata akar
kuadrat yaitu representasi tegangan DC dari sinyal AC (sinusoidal).
Tengangan sinusoidal ini secara matematis adalah Vt=Vp sin (wt),
Vp adalah tegangan puncak dan w = 2pf . Dengan pendekatan rumus
integral sinus kuadrat diperoleh tegangan rata-rata VRMS = Vp/Ö2 atau
kira-kira = 0.707 Vp. Dengan demikian power atau daya dapat dihitung
dengan PRMS = (VRMS)2/R. Beberapa pabrikan masih mentolerir besar
distorsi 1 % – 10 %. Standard pengujian yang benar akan mencantumkan
nilai atau rentang frekuensi uji dan besar nilai toleran distorsi.
Misalnya dengan mencantumkan pada spesifikasi teknisnya 50 W RMS 1%
THD atau 65 W RMS 10% THD plus dengan catatan pada frekuensi berapa
hasil uji dilakukan.
Power rating PMPO
Musik pada kenyataannya bukanlah gelombang sinusoidal yang konstan.
Melainkan gabungan dari beberapa harmonisasi gelombang yang terkadang
keras dan terkadang pelan. Dalam satu alunan musik barangkali hanya
40% yang keras. Dengan asumsi demikian, maka tentu power supply dari
sistem audio yang bersangkutan akan masih mampu mensuplay arus lebih
besar. Sistem akan masih dapat memberikan tegangan peak yang lebih
tinggi dan halhasil adalah penunjukkan power yang lebih besar. Dari
sinilah muncul istilah PMPO (Peak Music Power Output). Pabrikan bisa
saja mengasumsikan persentasi sinyal musik secara berlainan misalnya
hanya 10% – 20 %. Bahkan yang sangat ekstreem adalah lebih kecil dari
1 %, serta pengujiannya dilakukan dengan menggunakan sinyal input yang
berupa sinyal kejut hanya beberapa milisecond saja. Dengan cara ini
tentu saja sistem dengan penguatannya yang maksimum akan mampu
menghasilkan tegangan peak yang sangat tinggi tanpa cacat distorsi.
Tegangan ini dapat mencapai misalnya 63 VAC, yang jika dihitung
powernya adalah P = 632/8, kira-kira = 500 PMPO. Tentu saja keadaan
ideal ini tidak akan tercapai pada kondisi sebenarnya. Pengukuran PMPO
bukanlah suatu standard industri atau dengan kata lain tidak ada
standard pengukuran yang baku. Istilah ini menurut hemat penulis
adalah bahasa iklan untuk keperluan komersial. Tujuannya agar sistem
terlihat lebih garang dan tentu saja dapat mendongkrak penjualan yang
lebih banyak. Untuk itu sebagai konsumen pembeli, harus kritis dan
teliti. Misalnya jika disebutkan power sistem audio incaran tertulis
4500 W PMPO. Kalau diteliti mungkin ini total penjumlahan untuk 5
kanal yaitu kanal depan kiri dan kanan, kanal belakang kiri dan kanan
serta satu kanal sub woofer.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Penguat audio (amplifier) adalah, sinyal input di replika (copied) dan
kemudian di reka kembali (re-produced) menjadi sinyal yang lebih besar dan
lebih kuat. Sedangkan beberapa perangkat yang berpengaruh terhadap penguat
audio adalah sebagai berikut:
a. Input Sinyal
b. Penguat Awal/Penguat Depan (Pre-amp)
c. Pengatur Nada (Tone Control)
d. Penguat Akhir (Power Amplifier)
e. Speaker
f. Power Supply
Macam-macam penguat akhir tiga diantaranya adalah OTL, OCL, dan BTL.
OTL (Output TransformerLess) adalah system audio po-amp yang tidak
menerapkan transformator impedansi di jalur keluaran (output) nya, akan
tetapi menerapkan kondensator kopel untuk melimpahkan sinyal audio kepada
speaker.
Po-amp system OCL (Output CapacitorLess) adalah system power amplifier
yang tidak lagi menerapkan kondensator kopel di jalan output-nya dengan
menerapkan supply tegangan terbelah (split power supply).
BTL adalah singkatan dari Bridge TransformerLess, yaitu system power
amplifier yang menerapkan system jembatan dan meniadakan peran
transformator impedansi di dalam melimpahkan daya outputnya kepada
speaker.
Teknnologi dolby ternyata ada dolby a, dolby b, bolby sr, dolby hx pro
dolby fm, dolby s, dolby c dengan mempunyai fungsi yang berbeda dan setiap
teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Katsuhiko Ogata. ìModern control engineering, 4th edition. Upper
Saddle River, 2002.
Robert Boylestad, Louis Cashelsky. ìElectronic Devices and Circuit
Theory, 8th edition. Prentice Hall Inc., 2002.
Roland E. Thomas. The Analysis and Design of Linear Circuits, 5th
edition. John Wiley & Sons Inc., 2006.
Robert F. Coughlin, Frederick Driscoll. Opera-tional Amplifier and
Linear Integrated Circuit, 6nd edition. Prentice Hall Inc., 2000.
James Boyk, Gerald Jay Sussman. Small-Signal Distortion in Feedback
Amplifiers for Audio.
Eberhard Hansler and Gerhard Schmidt. Acoustic Echo and Noise Control.
John Wiley & Sons Inc, 2004.
Johan L. Nielsen, U. Peter Svensson. Perfor-mance of some time-varying
systems in control of acoustic feedback. The Journal of The Acoustical
Society of America, 1999.
Jan Scheuing, Bin Yang. Frequency shifting for acoustic feedback
reduction. European DSP Education and Research Symposium (EDERS) 2006,
M¸nchen, April 2006.
www.its.caltech.edu/~musiclab/feedback-paper-acrobat.pdf, diakses pada
tanggal 15 Maret 2015.
www.sandielektronik.com/2014/06/tekhnik-audio-power-amplifier-
btl.html, diakses pada 20 maret 2015
http://teknologi.inilah.com/read/detail/2145560/mengenal-teknologi-
dolby-digital/16268/dolby-sr diakses pasa 30 maret 2015
-----------------------
Gambar 4. Po-Amp sistem OTL
Gambar 5. Po-amp OCL
Gambar 6. Po-amp OCL dengan IC
Gambar 7. Po-amp BTL
Gambar 8. Po-amp BTL
Gambar 9. Po-amp BTL