MAKALAH PENGOLAHAN BENIH
Oleh : APRIZAL 1510211088
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2018
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Beras adalah bahan pangan sumber karbohidrat penting dan merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia dengan tingkat kebutuhan beras penduduk yang cukup tinggi yang saat ini mencapai 113,48 kg per kapita per tahun. Hal ini mengindikasikan makin beratnya tantangan
pemerintah untuk mencapai swasembada beras.
Kestabilan
ketersediaan stok beras sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan nasional maupun ekonomi bangsa.
Usaha untuk meningkatkan produksi
telah berhasil dilakukan oleh
pemerintah, namun belum diikuti dengan penanganan pascapanen dengan baik. Produksi padi yang melimpah pada saat panen raya menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam proses penanganan panen dan pascapanen. Hal ini menyebabkan kualitas gabah yang dihasilkan rendah. Varietas padi yang ditanam pada saat ini adalah varietas unggul baru. Salah satu kelemahan dari varietas unggul adalah mudah rontok sehingga menyebabkan kehilangan pada saat panen dan perontokan tinggi. Disadari bahwa penanganan pascapanen secara tidak tepat dapat menimbulkan susut atau kehilangan baik mutu maupun fisik. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat kehilangan hasil panen antara lain varietas padi (beberapa varietas padi sangat mudah rontok), alat dan cara panen, perilaku petani/penderep, umur panen, alat perontok, lokasi dan musim. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor-faktor: (1) teknologi belum sesuai baik secara teknis, ekonomis maupun sosial budaya lokal yang kondisinya beragam tiap wilayah, (2) tidak ada insentif harga produk seperti gabah atau beras yang mutunya lebih baik sehingga petani mengabaikan cara penanganan padi yang baik. Penanganan pascapanen yang disinergikan dengan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN) ternyata dapat menurunkan angka susut pascapanen yang signifikan dari 20,51%menjadi 10,82%. Pascapanen padi adalah tahapan kegiatan yang meliputi pemungutan (pemanenan) malai padi, perontokan, pengangkutan, pengeringan, penyimpanan dan penggilingan sampai beras siap dipasarkan atau dikonsumsi. Tujuan penanganan pascapanen adalah untuk mengurangi terjadinya susut hasil, menekan tingkat kerusakan meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat menunjang usaha penyediaan bahan baku industri, meningkatkan nilai tambah, kesempatan kerja dan melestarikan sumber daya alam.Untuk mencapai tujuan tersebut semua tahapan maupun rangkaian proses harus dikerjakan dengan benar. Penurunan mutu dapat terjadi karena proses metabolisme di dalam biji tetap berlangsung, walaupun padi telah dipanen. Aktivitas nikroorganisme dapat terjadi bila kadar
air gabah masih tinggi, sehingga dapat terjadi reaksi browning enzymatisyang dapat berakibat butir beras berwarna kuning, busuk, rusak maupun hitam. Kerusakan dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan dalam proses perontokan padi. Keterlambatan perontokan padi sampai 3 hari dapat menyebabkan terjadinya susut hasil sebesar 3,12%, butir kuning/ rusak 2,84% dan biji tumbuh 2,22% .Kondisi penanganan pascapanen saat ini adalah petani masih melakukan penanganan secara tradisional dengan teknologi yang sederhana, walaupun telah banyak inovasi teknologi yang dihasilkan. Kurangnya sosialisasi, uji coba dan penyuluhan menyebabkan tingkat adopsi teknologi yang rendah, teknologi masih dianggap barang baru dan belum sesuai dengan tingkat sosial dan budaya masyarakat. Tahapan proses penanganan pascapanen padi yang dilakukan oleh petani dimulai dengan penentuan umur panen pada hamparan sawah. Penentuan umur panen dapat dilakukan secara visual dengan melihat kenampakan padi, melihat umur tanaman berdasarkan deskripsi masing-masing varietas yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Padi maupun menggunakan tes kadar air gabah. Umur panen optimum sangat menentukan mutu maupun kehilangan hasil saat panen. Padi yang dipanen sebelum masak optimal akan menghasilkan kualitas gabah maupun beras yang kurang baik. Pengeringan benih dilakukan agar dapat mengurangi kadar air benih sampai taraf yang aman untuk penyimpanan dan mempertahankan presentase viabilitas benih. Dalam pengeringan benih harus dipertahankan kondisi udara di sekitarnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengeringan adalah waktu, metoda, dan sistem pengeringan, kebutuhan energi, sumber panas. Pengeringan dapat menggunakan peralatan dengan berbagai macam suhu. Tiga hal penting yang berkaitan dengan kualitas benih adalah : (1) teknik produksi benih berkualitas; (2) teknik mempertahankan kualitas benih yang telah dihasilkan dan pendistribusian; dan (3) teknik deteksi atau mengukur kualitas benih. Selanjutnya, tiga kriteria kualitas benih yang perlu diketahui adalah : (a) kualitas genetik, yaitu kualitas benih yang ditentukan berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari varietas yang dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak hanya ditentukan oleh tampilan benih, tetapi juga fenotipe tanaman; (b) kualitas fisiologi, yaitu kualitas benih yang ditentukan oleh daya berkecambah/daya tumbuh dan ketahanan simpan benih; (c) kualitas fisik, ditentukan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih tanaman lain atau biji gulma, dan kadar air.
Sebelum teknologi benih berkembang, perhatian terhadap kualitas benih difokuskan pada cara mempertahankan dan menentukan kualitas benih. Hal ini penting artinya, tetapi perlu disadari bahwa kualitas benih ditentukan mulai dari proses prapanen. Panen dan pascapanen hanya merupakan upaya untuk mempertahankan kualitas benih yang telah dicapai. Perbedaan kualitas dari lot benih (sebelum benih disimpan) dapat terjadi karena adanya perbedaan lingkungan pertumbuhan (tingkat kesuburan tanah, iklim, dan cara budi daya), waktu dan cara panen, cara pengeringan, pemipilan, pembersihan, sortasi (grading), pengemasan, dan distribusi. Pengeringan benih bertujuan untuk menurunkan kadar air benih sampai pada tingkat yang sesuai agar memiliki daya simpan yang lebih lama. Tingkat kadar air untuk tiap jenis berbeda-beda. Setiap penurunan 1% kadar air benih dapat meningkatkan masa simpan benih 2 kali lipat tanpa berpengaruh nyata terhadap daya kecambah. Tujuan pengeringan benih : 1) Menghindarkan benih dari serangan penyakit selama penyimpanan. 2) Menghindarkan benih dari kerusakan mekanis (terutama saat kadar air masih tinggi). 3) Mencegah terjadinya penggumpalan selama penyimpanan. Metode pengeringan benih: 1) Secara alami : dijemur matahari, dikeringanginkan 2) Secara buatan: oven pengering Benih merupakan alat perkembangbiakan tanaman yang berasal dari pembiakan generatif antara induk jantan dan betina yang merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman. Mutu benih terbagi atas mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologis. Mutu benih sangat tergantung oleh beberapa hal, salah satunya adalah kadar air benih. Kadar air benih ialah berat air yang “dikandung” dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Penetapan Kadar Air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan hilangnya kandungan air tersebut & dinyatakan dalam % terhadap berat asal contoh benih. Tujuan penetapan kadar air diantaranya untuk untuk mengetahui kadar air benih sebelum disimpan dan untuk menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas benih tersebut. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengujian kadar air benih ini adalah contoh kerja yang digunakan merupakan benih yang diambil dan ditempatkan dalam wadah yang kedap udara. Karena untuk penetapan kadar air, jika contoh kerja yang digunakan telah terkontaminasi udara luar maka kemungkinan besar kadar air benih yang diuji bukan merupakan kadar air benih yang sebenarnya karena telah mengalami perubahan akibat adanya kontaminasi udara dari lingkungan. Yang kedua adalah untuk pengujian kadar air ini harus dilakukan sesegera mungkin, selama penetapan diusahakan agar contoh benih sesedikit
mungkin berhubungan dengan udara luar serta untuk jenis tanaman yang tidak memerlukan penghancuran, contoh benih tidak boleh lebih dari 2 menit berada di luar wadah. Prinsip metode yang digunakan untuk penentuan kadar air ada dua macam yaitu metode dasar dan metode praktis. Yang termasuk metode dasar anatara lain metode oven, metode destilasi, metode karl fisher. Sedangkan metode praktis terdiri dari metode calcium carbide dan metode electric moisture meter. Pengujian kadar air benih dilakukan untuk mengetahui kadar air dalam biji atau benih untuk menentukan waktu panen yang tepat dan penyimpanan benih. Benih yang bermutu sangat diinginkan pasar dan petani, baik sebagai komoditi perdagangan maupun bahan tanam untuk produksi pertanian. Kualitas benih dapat dilihat dari beberapa variabel atau nilai, salah satunya adalah kadar air benih. Setelah benih dirontokan/diekstraksi dan dikeringkan, kualitas benih dilihat dari segi kemurnian benih mengalami penurunan sehingga belum memadai untuk disertifikasi. Hal tersebut disebabkan benih masih tercampur dengan benda asing-benda asing yang berasal dari bagian buah berupa bagian tanaman biji dari varietas lain, gulma dan benda asing lain yang terbawa pada waktu panen, perontokan benih yang rusak dan benih yang tidak sesuai dengan deskripsi pada proses pengeringan benih. Campuran yang terdapat pada benih dapat berupa materi yang memiliki ukuran yang lebih besar atau lebih kecil dari benih. Oleh karena itu benih perlu dipisahkan/dibersihkan dari benda asing tersebut. Pembersihan benih adalah pembuangan sebagian besar benda seperti daun, cabang dan buah kosong. Pembersihan benih merupakan bagian dari kegiatan pemrosesan benih. Tujuan dari pemrosesan buah atau benih adalah untuk mendapatkan benih bersih, murni dengan kualitas fisiologis yang dapat disimpan dan mudah ditangani selama proses berlangsung seperti perlakuan awal, pengangkutan dan penyemaian. Pemrosesan benih atau buah meliputi beberapa prosedur penanganan benih dengan penerapan yang berbeda tergantung pada tipe buah dan benih, kondisi buah atau benih pada saat pengumpulan dan masa penyimpanannya. Pembersihan awal dilakukan terutama untuk mengurangi berat/volume (bulk) selama pengangkutan dan penyimpanan. Jika pengurangan tidak dilakukan di lapangan, akan berkaitan dengan pemrosesan. Campuran yang sangat banyak akan menghambat efisiensi penggunaan peralatan prosesing menyebabkan volume yang diproses bertambah banyak. Pembersihan awal mungkin diperlukan untuk membuang benda – benda yang menghambat proses ekstraksi dan pembersihan yang efisien.
Pengolahan benih merupakan satu proses dimana bahan-bahan campuran dalam lot benih dikeluarkan untuk menghasilkan satu lot benih yang memenuhi standar yang telah ditetapkan seperti kadar air dan daya berkecambah. Selain dari pembersihan, Pengolahan benih juga menjadi satu proses. Pemilahan dimana benih dikelompokkan sesuai ukuran, berat, panjang, dan sebagainya. Benih harus memiliki mutu fisik, mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu patologis yang tinggi. Mutu fisik: benih yang bermutu fisik tinggi terlihat dari kinerja fisiknya yang bersih dari kotoran yang terbawa dari lapang (kotoran fisik) dan ukuran benih seragam. Benih yang seragam dalam hal seragam ukuran, bobot, warna, bentuk dan sifat-sifat fisik lainnya. Mutu fisiologis benih adalah tinggi rendahnya daya hidup atau vialibitas benih yang tercermin dari nilai daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh. Mutu genetik menunjukkan benih mempunyai keseragaman genetic yang tinggi, tidak tercampur varietas lain. Oleh karena itu, pengolahan benih merupakan sesuatu yang dilakukan untuk memenuhi mutu benih sebelum dipasarkan. Apabila benih dipanen di lapang, dirontokkan dan kemudian dibawa ke laboratorium pengolahan, benih tersebut bercampur dengan berbagai macam bahan seperti kerikil, tanah, tangkai, buah, ranting, daun, serangga, benih pecah, benih belum masak, benih gulma, dan lainlain. Sebelum benih dijual atau ditanam kembali, semua campuran tersebut harus dipisahkan dari benih yang diinginkan sehingga memenuhi persyaratan dagang dan kelengkapan data pada label sertifikasi benih. Semua campuran dari benih utama dapat dikeluarkan secara manual (dengan tangan) maupun menggunakan alat-alat pengolahan tertentu. Apabila kuantitas benih yang perlu diolah banyak, pembersihan secara manual tidak lagi efektif. Pembersihan secara mekanik merupakan pilihan yang paling baik. Dalam pengolahan secara mekanik, benih dan campurannya diolah menggunakan alat pembersih sekaligus pemilahan benih berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. Umumnya satu alat dapat menghasilkan pemisahan berdasarkan sifat fisik benih. B. Tujuan 1. Menguji kadar air benih dengan metode dasar. 2. Menguji kadar air benih dengan metode praktis. 3. Mengetahui pengertian dan prinsip-prinsip pembersihan benih serta metode pembersihannya. 4. untuk mengetahui efektivitas seed coating dengan fungisida Benomil dan tepung curcuma terhadap penurunan infeksi C. Capsici.
5. untuk mengetahui pengaruh seed coating terhadap viabilitas dan vigor benih. 6. untuk mengetahui pengaruh seed coating terhadap infeksi C. capsici pada hipokotil. 7. menyeimbangkan tekanan potensial air benih guna merangsang metabolisme benih agar siap berkecambah tetapi pemunculan radikula terhambat. 8. Tujuan utama dari perlakuan conditioning benih adalah adalah mengaturan penyerapan air benih secara perlahan, aktifitas metabolisme dan proses perkecambahan dimulai tetapi tidak sempurna karena radikel tidak muncul.
BAB II. PEMBAHASAN
“PEMANENAN, PEMOTONGAN, DAN PERONTOKAN GABAH BESERTA PERALATANNYA” A. Pemanenan Pemanenan merupakan tahapan akhir dari proses budidaya tanaman, dan tahap awal proses pascapanen. Tahapan pemanenan dimulai dengan penentuan umur panen yang tepat, dimana tanaman sudah mencapai umur optimum, kemudian penggunaan alat dan cara panen yang paling efektif untuk menghasilkan produk dengan kerusakan relatif kecil dan kapasitas yang besar. Umur Panen 1. Umur panen dapat ditentukan berdasarkan pengamatan visual dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi dicapai setelah 90-95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandungan butir hijau dan butir mengapur yang rendah serta rendemen giling tinggi. 2. Pengamatan Teoritis (deskripsi varietas dan pengukuran kadar air gabah). Penentuan umur panen padi dengan pengamatan teoritis dapat dilakukan dengan cara : (1) menghitung berdasarkan hari setelah berbunga rata (hsb) antara 30 - 35 hari setelah berbunga, dan (2) penentuan umur panen berdasarkan kadar air gabah. Umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22-23% pada musim kemarau, dan antara 24-26% kadar air gabah pada musim penghujan. Alat, Cara dan Sistem Panen Alat
panen
yang dipergunakan
oleh petani
telah berkembang mengikuti
perkembanganya varietas padi baru yang telah dihasilkan. Dengan diintroduksikan varietasvarietas padi unggul baru yang berpostur pendek, mempunyai anakan banyak dangan potensi hasil tinggi memerlukan alat potong padi dengan kapasitas tinggi. Saat ini telah tersedia berbagai macam tipe alat potong padi mulai dari sabit, sabit bergerigi, mower, striper, striper bender, harvester maupun combine harvester Dari masing-masing alat memberikan tingkat susut hasil yang berbeda-beda. Kebiasaan petani dalam menggunakan peralatan panen juga berpengaruh terhadap besar kecilnya susut yang ditimbulkan. Di lapangan dikenal ada 3 cara panen, yaitu cara panen potong bawah, cara
panen potong tengah dan cara panen potong atas. Cara panen ini akan dipilih berdasarkan jenis atau cara perontokan yang digunakan . Jika perontokan padi dengan cara digebot atau dengan alat perontok cara umpan pegang (hold-in) menggunakan pedal thresher atau power thresher, padi akan dipanen dengan cara potong bawah bersama jeraminya. Cara panen potong atas atau potong tengah ditempuh jika padi di rontok dengan alat perontok power thresher dengan cara umpan langsung atau umpan telan (through-in). Cara perontokan dengan sistem through-in memberikan harapan besar dalam usaha menekan terjadinya susut panen dan susut penumpukan sementara yang selama ini memberikan angka susut yang sangat besar. Pemanenan akan bisa dikembangkan dengan cara panen potong tengah atau potong atas, kemudian hasil panen langsung masuk ke dalam karung. Cara ini bisa menekan terjadinya susut pada saat penumpukan sementara yang bisa mencapai 2% dan susut pengangkutan sekitar 1%.
B. Perontokan Perontokan adalah proses melepaskan butiran gabah dari malai padi yang dapat dilakukan melalui proses mekanis yaitu dengan proses menyisir atau membanting malai padi pada benda yang lebih keras ataupun alat perontok tertentu. Kecepatan merontok selain dipengaruhi oleh cara dan alat perontok juga dipengaruhi sifat tahan rontok dari varietas padinya. Modifikasi beberapa model alat perontok dapat meningkatkan kapasitas dan mengurangi susut yang terjadi selama perontokan.
Pada beberapa kasus, tidak semua petani langsung melakukan perontokan padinya setelah melakukan pemotongan. Di beberapa daerah penundaan perontokan atau terjadinya keterlambatan perontokan selalu terjadi. Beberapa hal yang mungkin terjadi selama proses penundaan antara lain : (1) kehilangan hasil yang disebabkan oleh gabah yang rontok selama penumpukan atau dimakan binatang, dan (2) kerusakan gabah karena adanya reaksi enzimatis, sehingga gabah cepat tumbuh berkecambah, terjadinya butir kuning, berjamur atau rusak. Kerusakan gabah setelah penundaan perontokan selama 3 hari pada musim kemarau mencapai 2,84 %. Sedangkan kerusakan gabah karena penundaan padi selama 1 malam pada 3 agroekosistem berturutturut sebesar 1,25% pada ekosistem irigasi, 1,47% pada lahan tadah hujan dan 1,85% pada lahan pasang surut. Lama penundaan perontokan juga berpengaruh terhadap susut hasil gabah, susut hasil beras dan penurunan rendemen giling. Tingginya persentase gabah rusak menyebabkan gabah tidak memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Gabah yang rusak karena tersengat serangga akan menimbulkan potensi terjadinya kerusakan karena infeksi jamur yang merugikan kesehatan bagi manusia. Untuk mendukung program keamanan pangan sebaiknya petani tidak melakukan penundaan perontokan padi di sawah lebih dari satu malam. Terjadinya beras busuk dan berjamur diduga dapat menstimulir mikroba patogen yang merugikan bagi pencernaan manusia. Perbaikan teknologi penundaan perontokan dapat dilakukan dengan cara : (1) menggunakan alas plastik pada saat penundaan perontokan padi, dan (2) penundaan boleh dilakukan tetapi tidak boleh lebih dari satu malam dengan tinggi tumpukan padi tidak lebih dari 1 m. Dengan implementasi teknologi penundaan tersebut dapat menekan kehilangan hasil antara 1,35-3,12% dan menekan terjadi butir kuning dan rusak antara 1,77-2,22% . Perontokan padi dapat menggunakan mesin perontok. Ada beberapa tipe dan model mesin perontok yang telah dikembangkan, mulai dari mesin perontok manual pedal “thresher” dan mesin perontok padi mekanis “power thresher”. Kinerja alat perontok akan menentukan tingkat kehilangan hasil. Kecepatan putaran silinder perontok menentukan hasil perontokan, kehilangan hasil dan gabah yang tidak terontok karena masih menempel pada malai padi. Alat perontok pedal “thresher” berputar pada kecepatan 100-150 rpm, sedangkan “power thresher” disarankan pada 400-450 rpm. Penyebab utama kehilangan hasil pada perontokan padi adalah :
(1) perilaku petani yang bekerja kurang hati-hati, (2) cara penggebotan dan frekuensi pembalikan padi, (3) kecepatan silinder perontok dan (4) besarnya alas plastik yang digunakan pada saat merontok. Introduksi alat/mesin panen tipe sisir (tipper), “reaper” dan “combine harvester” juga sudah dilakukan, stipper tipe rotary banyak berkembang di daerah Sulawesi Selatan. Unjuk kerja alat tersebut antara lain, “stipper” dengan kapasitas pemanenan 17 jam/ha jauh lebih cepat dibandingkan dengan panen secara manual (252jam/orang/ha), sedangkan “combine harvester” kapasitas panen 5,05 jam/ha. Penggunaan “stipper” dapat menekan susut panen dan perontokan sebesar 2,51%, sedangkan penggunaan “reaper” susut hasil 6,1%. Keberadaan sistem kelompok/regu panen berpengaruh terhadap jumlah gabah yang tidak terontok, jumlah gabah yang tercecer.
“PENGERTIAN, PRINSIP DAN METODE PENGERINGAN BENIH” A. Pengertian dan Tujuan Pengeringan Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan enersi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses penguapan (evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air dalam bentuk murni dari suatu campuran berupa larutan (cairan) yang mengandung air dalam jumlah yang relatif banyak. Pengeringan merupakan salah satu proses pengolahan pangan yang sudah lama dikenal. Tujuan dari proses pengeringan adalah : menurunkan kadar air bahan sehingga bahan
menjadi lebih awet, mengecilkan volume bahan sehingga memudahkan dan menghemat biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan. Di samping itu banyak bahan hasil pertanian yang hanya digunakan setelah dikeringkan terlebih dahulu seperti tembakau, kopi, the dan bijibijian. Meskipun demikian ada kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan. B. Prinsip Dasar Pengeringan Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara pemanasan yang digunakan. Dengan sangat terbatasnya kadar air pada bahan yang telah dikeringkan, maka enzim-enzim yang ada pada bahan menjadi tidak aktif dan mikroorganisme yang ada pada bahan tidak dapat tumbuh. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat, bahkan beberapa jenis dimatikan karena mikroorganisme seperti umumnya jasad hidup yang lain membutuhkan air untuk proses metabolismenya. Mikroorganisme hanya dapat hidup dan melangsungkan pertumbuhannya pada bahan dengan kadar air tertentu. Walaupun setelah proses pengeringan secara fisik masih terdapat (tersisa) molekul-molekul air yang terikat, tetapi molekul air tersebut tidak dapat dipergunakan oleh mikrooganisme. Di samping itu enzim tidak mungkin aktif pada bahan yang sudah dikeringkan, karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai medianya. Berdasarkan hal tersebut, berarti kalau kita bermaksud mengawetkan bahan melalui proses pengeringan, maka harus diusahakan kadar air yang tertinggal tidak mungkin dipakai untuk aktivitas enzim dan mikroorganisme. Faktor-faktor yang Berpengaruh Dalam Proses Pengeringan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan dapat digolongkan menjadi dua yaitu : faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkanatau disebut faktor internal (ukuran bahan, kadar air awal dari bahan dantekanan parsial di dalam bahan) dan faktor yang
berhubungan dengan udarapengering atau disebut sebagai faktor eksternal (suhu, kelembaban dankecepatan volumetrik aliran udara pengering). Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pulaproses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering, makinbesar enersi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlahmassa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jikakecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uapair yang dipindahkan dari bahan ke atmosfir. Kelembaban udaraberpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Pada kelembaban udaratinggi, perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar bahan kecil, sehinggapemindahan uap air dari dalam bahan ke luar terhambat. Metode Pengeringan benih Metode Pengeringan secara mekanis ada 3 diantaranya: 1. Pengeringan tanpa pemanasan Metode ini dilakukan di daerah yang udaranya relatif kering, di mana kelembaban nisbi di bawah atau sekitar 70%. Metode ini merupakan metode yang sangat sederhana yang hanya membutuhkan peralatan dan perlakuan yang tidak terlalu sulit untuk di lakukan. Hanya memerlukan tempat yang kering aliran udara nya lancar dan kelembapan sekitar 70% saja ,namun ini tergantung pada daerah atau lokasi tempat dimana kita melakukan pengeringan. Kelembapan udara dan aliran udara harus betul betul diperhatikan agar lama pengeringan benih dapat diminimalisasikan secepat mungkin. Jika kelembapan udara pada saat pengeringan adalah 70%. Jika tidak maka benih akan susah kering dan lama pengeringan akan bertambah,benih busuk, serta biaya untuk itu juga kan bertambah. Oleh karena itu, benih bersifat hygroskopis, sehingga jika benih diletakan di dalam ruangan dengan RH rendah, maka benih akan kehilangan air. Tetapi sebaliknya, jika benih diletakan dalam ruangan dengan RH tinggi, maka kadar air benih akan bertambah atau meningkat. Selain bersifat hygroskopis, benih juga selalu ingin berada dalam kondisi equilibrium dengan kondisi sekitarnya. Benih juga bersifat seperti spon yaitu dapat menyimpan air yang diserap sampai seimbang dengan keadaan di sekitarnya. Pengeringan benih merupakan proses perpindahan air dari dalam benih kepermukaan benih, dan kemudian air yang berada dipermukaan benih akan diuapkan jika RH ruangan lebih rendah seperti kipas angin yang ditempatkan di muka pipa utama dihidupkan, dengan demikian hembusan angin mulai masuk pipa utama dan didistribusikan secara merata melalui pipa-pipa cabang (lateral), kecepatan gerakan angin diatur agar tidak kurang dari 5m/menit. Cara ini,
lapisan benih paling bawah akan mengering. Kemudia akan berlanjut ke pengeringan lapisan di atasnya, sehingga tahap demi tahap akan terjadi keseimbangan kadar air dengan lembab udara yang relative. Agar proses berlangsung dengan baik, maka perlu pengawasan yang terus menerus serta teliti terhadap kelembaban udara relatif agar selalu berada di bawah nilai keseimbangan. Ada kalanya diperlukan pengurangan lembab udara yang relatif dan untuk kepentingan ini lazimnya dimanfaatkan panas udara yang minimum yaitu untuk menghasilkan lembab relatif sekitar 70% dan dalam metode ini perlu sirkulasi udara yang cukup, misalnya jika kita menggunakan sebuah ruangan untu melakukan pengeringan kita harus memastikan sirkulasi udara didalam ruangan itu harus dalam kondisi baik agar sirkulasi udara berjalan dengan lancar maka perlu dilakukan pembuatan ventilasi udara yang cukup untuk menunjang proses pengeringan berjalan dengan lancar jika tidak benih yang akan kita keringkan itu lama pengeringannya serta benih bisa jadi terlalu lembab sehingga mengundang jamur untuk tumbuh diatas permukaan benih dan jika hal ini dibiarkan berjalan lama maka benih ini akan busuk serta akan mengakibatkan kerugian yang sangat banyak atau jika tidak dalam pengujian ini kan tidak menggunakan tambahan panas atau suhu untuk membantu pengeringan, jadi untuk memaksimalkan proses pengeringan jika pentilasi udara di dalam ruangan kurang memadai atau tidak tersedia maka jalan lain yang harus dilakukan adalah menggunakan Dehumidifier. Dehumidifier dapat menyerap uap air yang bisa mempengaruhi kelembapan udara di dalam ruangan itu dari hasil proses pengeringan yang menghasilkan uap air dari benih . Jadi kalau sirkulasi udara di dalam ruangan itu tidak bekerja atur bertukar maka dalam suatu saat uap air yang dihasilkan oleh proses pengeringan diserap lagi oleh benih sehingga benih tidak dapat kering sempurna.Dan dalam metode pengeringan benih dengan tanapa pemanasan seperti yang saya katakana sebelumnya didalam ruangan dapat dilakukan metode pengeringan dengan sistem ventilasi adalah mengganti secara terus-menerus udara mengalir yang digunakan dalam proses pengeringan benih dengan udara baru yang memiliki kandungan air lebih rendah, sehingga dapat menyerap air yang diuapkan benih namun selalu ada kekurangan dan keuntungannya. 2. Pengeringan dengan pemanasan tinggi Metode Ini dilakukan dengan aliran atau tiupan udara yang kontinu tinggi yang dihasilkan dengan mengalirkan udara melalui suatu alat pemanas. Pengeringan benih dapat dilakukan dengan pemanasan, pendinginan dan proses kimiawi. Namun yang sering dilakukan adalah dengan cara pemanasan, karena prosesnya lebih cepat dan untuk mencegah terjadinya
proses deteriosasi dalam rangka mempertahankan kualitas benih. Pengeringan benih dapat dilakukan dengan cara memanaskan udara atau mencampur antara udara dingin dengan udara panas. Untuk itu perlu pengaturan suhu udara yang dapat menggunakan alat pengontrol suhu agar didapat kualitas benih seperti yang diinginkan, bahan bakar dan panas yang dihasilkan serta tingkat efisiensinnya. Kita akan menggunakan alat pengering dengan suhu tinggi dengan pertimbangan bahwa kita memerlukan sejumlah benih dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama atau karena pertimbangan-pertimbangan lain yang menyangkut usaha di bidang perbenihan. Dengan memanfaatkan peralatan itu benih-benih harus dikenakan suhu yang cukup tinggi dalam waktu yang tidak lama. Benih akan kehilangan uap air, tetapi tidak atau belum seimbang dengan kelembaban udara yang relatif yang sangat rendah. Dengan menggunakan peralatan pengering ini sejumlah benih yang masih basah dapat menjadi benih kering dalam waktu antara 0,5 – 1 jam. Selama proses pengeringan berlangsung terjadi pemindahan sejumlah air yang ditentukan oleh suhu udara tertentu. Suhu udara yang digunakan ada batas maksimumnya, hal ini tergantung pada a) Jenis benih, b) Kadar air awal dari benih sebelum proses pengeringan dilangsungkan dan c) Tujuan pemakaian benih. Dalam proses penghilangan air dari benih-benih, maka yang mula-mula dihilangkan yaitu air yang terdapat pada permukaan benih. Setelah air permukaan hilang, segera akan terjadi perbedaan tekanan di dalam benih dan di permukaan benih. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kulit benih yang pecah-pecah, tekanan dalam benih mendorong ke tingkat perpecahan tersebut. Akibat kulit benih yang pecah-pecah, kualitas benih menurun. Lebihlebih setelah penyimpanan, akan berdampak terhadap daya tumbuh dan pada perkecambahan akan berada dalam keadaan kritis. Semakin banyak jumlah benih yang akan dikeringkan, tekanan yang ditimbulkan selama proses pengeringan berlangsung, akan demikian tinggi. Bagi benih yang dipakai dalam pertanaman, khusus untuk pengadaan benih, suhu yang lebih rendah adalah mutlak diperlukan. Benih-benih yang berukuran besar yang dan masih basah, apabila hendak dikeringkan harus melalui dua tahapan. Tahap pertama suhu yang digunakan harus lebih rendah dari yang diperlukan dalam tahap kedua, sesudah suhu pada tahap pertama berlangsung, 24 jam kemudian baru digunakan suhu untuk tahap kedua. Pengeringan dengan pemanasan tinggi ini dapat mengurangi lama pengeringan. Metode ini bertujuan untuk meminimalisasi waktu pengeringan benih. Pengeringan ini butuh control yang tinggi atau kualitas alat yang memadai. Jika kita lalai dalam melakukan pengeringan benih akan mengakibatkan benih yang kita keringkan akan mengalami kerusakan yang fatal yang
dapat mengurangi kualitas benih , karena setiap benih itu memiliki tinggkat ketahanan terhadap suhu tertentu berbeda-beda sesuai dengan jenis dan Varietasnya. Ada benih tertentu embryonya peka terhada panas yang diberikan. 3. Pengeringan dengan tambahan pemanasan Digunakan suhu rendah misalnya ditambahkan 10°F (-12,2°C) di atas suhu lingkungan.Karena suhu yang digunakan tidak tinggi sehingga dapat menjaga kualitas benih serta lebih aman dalam pelaksanaannya. Dengan memanfaatkan peralatan pengering dengan suhu rendah(medium temperature driers).Peralatan ini diharapkan agar pengeringan berlangsung lebih cepat daripada menggunakan peralatan pengering dengan suhu rendah. Memanfaatkan peralatan pengering dengan suhu sedang diusahakan agar udara panas dapat terhembus ke dalam lapisan-lapisan benih yang tersusun, dengan suhu tertentu. Alat yang digunakan: kipas angin, heater listrik atau minyak. Kipas angin dijalankan dalam suatu ruangan tertentu, hingga mencapai suhu tertentu (lazimnya 14°C pada suhu kamar), kipas angin dihentikan. Dengan cara demikian jelas bahwa proses pengeringan dihentikan sebelum dicapai kadar air keseimbangan (moisture equilibrium content), dan dengan dihembuskannya udara dingin ke dalam lapisan-lapisan benih, suhu benih menjadi agak menurun, hal ini dapat mencegah terjadinya kondensasi. Perbedaan suhu antara masing-masing benih akan terhapus dengan baik (dengan pengertian bahwa suhu antar benih sewaktu benihbenih dikeluarkan dari alat pengering akan tercampur sehingga perbedaan suhu hilang dengan sendirinya). Dengan Kipas Angin atau Blower ditambah dengan heater listrik sederhana dapat kita gunakan sebagai alat pengering benih yang tidak memakan biaya yang banyak dan cukup untuk melakukan pengeringan benih walaupun dalam skala terbatas.Kipas angin disini berguna untuk sebagai penyalur panas yang di keluarkan oleh heater ke permukaan benih, serta benih akan menyerap sumber panas yang di salurkan sehingga benih yang akan kita keringkan akan kering.proses ini berlangsung hingga kadar air benih yang kita butuhkan sudah sesuai dengan taraf kadar air yang sesuai dengan benih itu sendiri. “PENGUKURAN DAN PENGUJIAN KADAR AIR BENIH”
Benih berukuran besar atau benih berkulit keras harus digiling atau dipotong lebih kecil sebelum penimbangan dan pengeringan. Kalau tidak, kulit benih akan menahan penguapan air dari benih. Air akan tetap berada di dalam benih setelah pengeringan sehingga kadar air benih hasil pengujian menjadi terlalu rendah. Berat contoh kerja setelah digiling atau dipotong sekurang-kurangnya per ulangan 5 - 10 gram (Amira, 2010).
Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang harus diketahui baik untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan benih. Telah diketahui bahwa kadar air memiliki dampak besar terhadap benih selama penyimpanan. Menyimpan benih ortodok pada kadar air tinggi berisiko cepat mundurnya benih selama dalam penyimpanan. Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang dinilai oleh BPSB dalam sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan satu pengujian rutin para analisis benih di laboratorium benih. (Amira 2010). Makin tinggi kandungan air benih makin tidak tahan benih tersebut untuk disimpan lama. Untuk setiap kenaikan 1 % dari kandungan air benih maka umur benih akan menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih antara 5 dan 14 %. Karena dibawah 5 % kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat disebabkan oleh autoksidasilipid di dalam benih. Sedangkan diatas 14 % akan terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih (Hong dan Ellis, 2005). Kadar air benih adalah jumlah air yang terkandung dalam benih. Tinggi rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap vialibitas benih. Oleh karena itu pengujian terhadap kadar air benih perlu dilakukan agar benih memiliki kadar air terstandar berdasarkan kebutuhannya (Sutopo, 2006) . Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan benih. Prinsip dari metode pengukuran kadar air benih adalah mengukur seluruh jenis air yang ada di dalam benih. Pengukuran kadar air benih dapat dilakukan dengan metode oven suhu tinggi konstan dan metode suhu rendah konstan maupun dengan menggunakan metode cepat. Saat mengerjakan penetapan kadar air benih, kelembapan udara nisbi laboratorium harus kurang dari 70%. Metode yang digunakan untuk menentukan kadar air benih padi yaitu metode oven suhu tinggi konstan 130 – 133 ˚C (Kuswanto, 2007). Pengeringan dimaksudkan untuk mengurangi kadar air benih sehingga benih aman diproses lebih lanjut, terhindar dari serangan hama dan penyakit serta tidak berkecambah sebelum waktunya. Dalam pengeringan benih perlu diketahui sifat benih apakah ortodoks atau rekalsitran. Pada benih ortodoks kadar air saat pembentukan benih seitar 35-80 % dan pada saat tersebut benih belum cukup masak dipanen. Pada kadar air 18-40 % benih telah mencapai masak fisiologis, laju respirasi benih masih tinggi dan benih peka terhadap detiorasi, cendawan, hama, dan kerusakan mekanis (Heuver, 2006). Metode pengukuran kadar air benih secara langsung, kadar air benih dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya air dalam benih dan ini yang sering disebut dengan metode oven, sedangkan pengukuran kadar air secara tidak langsung kadar air di ukur tanpa mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam
benih yang kemudian dikorelasikan dengan kadar air biaanya dengan menggunakan alat yang bernama Steinlete Moisture Tester (Hasanah, 2006). Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangkan tanaman. Benih siap dipanen apabila telah masak fisiologis. Ada beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih, yaitu fase pembuahan, fase penimbunan zat makanan dan fase pemasakan. Fase pertumbuhan dimulai sesudah terjadi proses penyerbukan, yang ditandai dengan pembentukan-pembentukan jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat makanan ditandai dengan kenaikan berat kering benih, dan turunnya kadar air. Pada fase pemasakan, kadar air benih akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara di luar dan setelah mencapai tingkat masak fisiologis, benih berat kering benih tidak akan banyak mengalami perubahan (Prasetyo, 2004). Kadar air benih merupakan berat air yang dikandung dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam prosentase terhadap berat awal contoh benih. Penetapan Kadar Air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan hilangnya kandungan air tersebut dan dinyatakan dalam prosentase (%) terhadap berat asal contoh benih. Tujuan penetapan kadar air diantaranya untuk untuk mengetahui kadar air benih sebelum disimpan dan untuk menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas benih tersebut. Pengujian kadar air ini menggunakan dua metode yaitu metode dasar dengan menggunakan oven dan metode praktis dengan menggunakan alat yang disebut Balance Moisture tester. Pada metode dasar disini menggunakan benih padi. Sebelum di oven, yang harus dilakukan adalah menimbang cawan porselin terlebih dahulu yang beratnya dinyatakan dengan W1 dengan berat 5,5 gram. Kemudian menimbang cawan yang berisi benih yang dinyatakan dengan W2 dengan berat 37,5. Setelah itu benih dipanaskan dalam oven dalam waktu 15 menit dengan suhu 130°C untuk mendapatkan benih kering. Selanjutnya didinginkan dalam eksikator sampai dingin dan kemudian ditimbang beratnya (W3) dan diperoleh berat sebesar 37,07 gram. Berat benih setelah dioven sebesar 0,43 diperoleh dari selisih antara berat benih sbelum dipanaskan dan berat benih sebelum dipanaskan (w2-w3), sedangkan berat benih sebelum dipanaskan adalah 32 diperoleh dari selisih antara berat cawan dan benih didalamnya dikurangi berat cawan tanpa benih (w2-w1). Dari situ, dapat dihitung kadar air yang terkandung dalam benih jagung tersebut Metode kedua dengan menggunakan alat yang disebut Balance Moisture tester. Dengan cara mengambil contoh benih padi secukupnya kemudian memasukkan dalam silinder tempat benih pada seed moisture tester. Mengencangkan penutup untuk menutup silinder wadah
benih, penutupan harus memperhatikan dan menjaga agar benih tidak sampai pecah. Selanjutnya menghidupkan seed moisture tester, lalu menghitung persentase kadar benihnya.Pada metode ini menggunakan benih padi. Manfaat dari pengujian kadar air benih adalah untuk mengetahui seberapa besar kandungan air yang terkandung di dalam benih tersebut. Dengan pengujian ini tentu tidak lepas dari kualitas perkecambahan, viabilitas, dan vigor benih saat perkecambahan. Karena sebelum proses imbibisi air ke dalam benih sebelum perkecambahan benih ditentukan terlebih dahulu oleh kandungan awal air yang ada di dalam benih tersebut. Metode yang digunakan untuk menguji kadar air ini juga harus diperhatikan. Ada dua metode dalam pengujian kadar air benih, yaitu : a) Konvensional ( Menggunakan Oven ) Skema pengujian kadar air benih dengan metode konvensional (oven)
b) Automatic (Menggunakan Balance Moisture Tester, Ohaus MB 45, Higromer) Dalam metode ini hasil pengujian kadar air benih dapat langsung diketahui.
“PENGERTIAN DAN PRINSIP PEMBERSIHAN BENIH” A. Proses Pembersihan Benih Proses pemisahan benda asing ini dilakukan secara bertahap. Tahapan-tahapan kegiatan tersebut adalah: a). Precleaning Setelah perontokan/ekstraksi dapat terjadi benih tercampur dengan benda asing yang relatif besar. Dikhawatirkan benda asing tersebut dapat mengganggu kerja mesin yang akan digunakan dalam proses selanjutnya, antara lain dapat menyumbat/menutup conveyor atau saringan. Oleh karena itu, pada tahap ini yang dipisahkan hanyalah
benda asing yang
berukuran relatif lebih besar daripada ukuran benih. Proses ini biasanya disebut sebagai Scalping. Dengan demikian, apabila berdasarkan pengamatan tidak tampak adanya materi/benda asing yang relatif lebih besar, maka proses ini tidak perlu dilakukan. b). Basic Cleaning Mesin yang digunakan dalam tahap ini secara prinsip adalah sama dengan mesin yang digunakan dalam tahap precleaning, akan tetapi saringan yang ada berukuran lebih halus. Pelaksanaan tahapan ini bertujuan untuk memisahkan materi yang masih tercampur dengan benih setelah proses precleaning. c). Post Cleaning Tahapan kegiatan ini dilakukan apabila setelah proses basic cleaning masih terdapat benda asing yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan benih, sehingga tidak dapat dipisahkan melalui tahapan kegiatan basic cleaning. Dengan demikian diperlukan mesin yang dapat digunakan untuk memisahkan materi tersebut dari benih, misalnya pemisahan yang dilakukan berdasarkan warna, berat jenis benih serta ukuran secara lebih teliti. Proses ini biasa disebut sebagai proses separation and grading. Apabila benih selesai diproses hingga tahap ini, maka akan memiliki persentase kemurnian benih yang sangat tinggi dan hal ini hanya dilakukan pada kelas-kelas benih tertentu saja, misalnya kelas breeder seed, foundation seed, dan stock seed atau kelas benih exstantion seed pada varietas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Prinsip Pembersihan Benih 1. Scalping adalah pembersihan benih dari kotoran-kotoran kasar dengan mesin pengayak.
2. Hulling adalah pembersihan benih dengan menghilangkan bagian-bagian yang masih melengket 3. Shelling adalah pembersihan benih dari lendir-lendir kering, kulit ari atau rambut – rambut yang menempel pada bagian permukaan benih B. Metode Pembersihan Benih a). Screen cleaning Dalam metode ini, pemisahan materi yang tercampur dengan benih dilakukan dengan menggunakan ayakan (screen) yang dibuat dari lempeng logam atau kawat dengan ukuran dan bentuk lubang yang berbeda-beda (bulat, lonjong, persegi empat, dan segi tiga) tergantung pada benih yang akan diproses. Pada pemilihan ayakan yang akan digunakan, perlu diperhatikan ukuran dan bentuk lubang ayakan yang harus lebih kecil daripada ukuran benih yang akan dibersihkan. Dengan demikian, benda asing yang berukuran lebih kecil daripada benih akan dapat lolos ayakan, sedangkan benih akan tertinggal di ayakan. Adapun ayakan yang digunakan dalam pemisahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Berdasarkan jenis benda asing Berdasarkan jenis benda asing, ayakan dapat dibedakan sebagai berikut :
Metal (zinc, brass, stainless steel)
Wire mesh (gauze)
Wood, biasa digunakan untuk buah dan umbi. Sementara, untuk benih yang mudah rusak, apabila digunakan ayakan dari metal atau wire mesh, harus dilapisi terlebih dahulu dengan karet untuk mencegah kerusakan benih.
b) Berdasarkan bentuk Berdasarkan bentuk, ayakan dapat dibedakan sebagai berikut :
Datar
Lengkung
c) Berdasarkan lubang Berdasarkan lubang, ayakan dapat dibedakan sebagai berikut :
Persegi (square)
Bulat (round)
Lonjong (oblong)
Segi Tiga (triangular)
Pada mesin cleaning, ayakan yang digunakan adalah lebih dari satu dan bersusun, sehingga dapat digunakan untuk memisahkan berbagai macam bentuk dan ukuran benda asing yang tercampur benih Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam metode screen cleaning ini adalah sebagai berikut: Untuk mencegah keausan ayakan dan kerusakan benih akibat gesekan, selama proses ini berlangsung ayakan dilapisi terlebih dahulu dengan cat.
Pada saat mengayak, kecepatan gerakan/kecepatan ayakan perlu diatur. Apabila pengayakan dilakukan terlalu epat, maka dimungkinkan masih ada sebagian bendaasing yang belum terpisah. Namun sebaliknya, apabila waktu pengayakan terlalu lama, maka akan dapat menimbulkan kerusakan pada benih. Demikian juga apabila grakan ayakan terlalu cepat, maka akan menimbulkan tenaga benturan yang besar sehingga dapat merusak benih (benih akan memar)
Selama proses pengayakan berlangsung, lubang ayakan tersumbat oleh benda asing atau benih. Hal ini akan menurunkan keefektifan ayakan. Untuk mencegah hal tersebut, maka perlu adanya tambahan beberapa alat bantu, yang antara lain sebagai berikut :
-
Beater Apabila beater yang dipasang pada mesin dijalankan, maka akan memukul-mukul ayakan sehingga dapat melepaskan benda asing atau benih yang menyumbat lubang ayakan.
-
Rubber Balls Rubber Balls (bola karet) diletakan di bawah ayakan. Dengan demikian, pada saat mesin bekerja, bola-bola karet tersebut akan ikut bergetar dan membentur ayakan, sehingga dapat melepaskan benda asing atau benih yang menyumbat lubang ayakan.
-
Sikat (Brushes) Sikat-sikat tersebut dipasang di bawah ayakan sedemikian rupa, sehingga dapat bergerak searah atau berlawanan arah dengan gerakan ayakan. Dengan demikian, sikat-sikat tersebut akan membersihkan ayakan dari benda asing atau benih yang menyumbat lubang ayakan. b). Pembersihan benih dengan aliran udara Metoda ini merupakan metode tradisional yang telah lama digunakan di Indonesia. Metoda ini dilakukan menggunakan nyiru dengan hembusan udara (angin) untuk membuang benda asing yang relatif ringan. Di samping itu dapat dilakukan pula dengan cara menjatuhkan benih dari ketinggian tertentu di tempat terbuka, sehingga pada waktu benih jatuh benda asing yang ringan akan terbawa oleh aliran angin.
Dari dasar pemikiran tersebut, maka kemudian diciptakan peralatan yang lebih praktis, antara lain sebagai berikut:
Winnower machine Winnower merupakan alat pembersih benih yang paling sederhana. Secara prinsip, alat ini bekerja dengan menggunakan aliran udara yang berasal dari blower, untuk memisahkan benda asing-benda asing yang ringan/halus, misalnya potongan bagian tanaman atau debu yang halus. Sementara benda asing yang relatif berat tidak dapat dipisahkan dengan alat ini. Dengan demikian alat ini hanya dapat digunakan sampai pada tahapan basic cleaning. Meskipun demikian, untuk benih kelas tertentu pembersihan benih dengan alat ini dipandang cukup memadai
Clipper (the air screen cleaner) Untuk dapat memisahkan benda asing yang relatif berat dan tidak terbawa oleh udara, maka dibuatlah clipper.
Clipper merupakan suatu alat
pembersih benih yang telah
dimodifikasi dan disebut air screen cleaner. Alat ini merupakan alat yang banyak digunakan untuk membersihkan benih dan dapat digunakan untuk semua jenis benih. Meskipun demikian apabila diperlukan benih dengan persyaratan tingkat kemurnian yang lebih tinggi, maka masih diperlukan alat lain. Alat ini dapat digunakan untuk memisahkan benih berdasarkan ukuran, bentuk, dan berat jenis benih. Saringan yang digunakan pada alat ini terdiri atas satu set ayakan dengan bentuk lubang dan ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada bentuk dan ukuran materi yang tercampur serta bentuk benih yang akan dibersihkan. Sementara, aliran udara yang dialirkan hanya dapat membuang benda asing materi yang ringan. Pada saat menggunakan air screen cleaner ini, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut : -
Kecepatan aliran udara yang dialirkan kedalam alat.
-
Kombinasi, susunan, dan ukuran saringan yang digunakan.
-
Kecepatan gerakan saringan. c). Alat pemisah benih berdasarkan panjang (cleaning by length separetion) Benih yang dibersihkan dengan air screen cleaner, sering kali masih tercampur dengan materi yang tidak diinginkan dan harus dipisahkan berdasarkan panjangnya. Oleh karena itu, dapat digunakan alat antara lain yang berupa clynder separator. Cylinder separator ini terdiri atas 2 buah silinder yang terbuat dari bahan metal (logam), terdapat cekungan dengan ukuran tertentu. Adapun cekungan tersebut dinamakan cell atau
identation, yang berfungsi untuk menangkap benda asing yang akan dipisahkan. Sementara, di sebelah dalam terdapat silinder setengah lingkaran, yang berfungsi untuk mengumpulkan benih atau benda asing. Dalam penggunaan alat ini, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : -
Benih berbentuk bulat (bundar) Untuk memisahkan benda asing yang tercampur dengan benih yang berbentuk bundar, maka ukuran cell harus lebih kecil daripada ukuran benih. Dengan demikian, yang tertangkap dalam cell hanyalah benda asing atau campuran yang akan dibuang (dipisahkan). Sedangkan benih akan terkumpul dalam silinder yang terdapat ditengah.
-
Benih berbentuk lonjong (panjang) Untuk memisahkan benda asing yang tercampur dengan benih yang berbentuk panjang, maka ukuran cell harus sama atau lebih besar daripada ukuran benih yang akan dibersihkan. Dengan demikian, hanya benih saja yang terperangkap, sedangkan materi atau benda asing akan jatuh dan terkumpul di silinder yang terdapat di tengah. d). Alat pemisah benih berdasarkan berat jenis dan sifat permukaan Pada waktu memproses benih, kadang-kadang didapati
benda asing yang
memiliki ukuran dan bentuk yang hampir sama dengan benih yang akan dipisahkan. Dengan demikian, untuk memisahkan
benda asing tersebut tidak dapat digunakan air screen
cleaner atau intended cylinder separator. Untuk memisahklan benda asing tersebut, harus digunakan alat yang dapat memisahkan benda asing berdasarkan berat jenis. Di samping itu, alat ini diharapkan juga dapat memisahkan benih dari beberapa benda asing sebagai berikut 1) Benih yang terserang hama Benih yang terserang hama, biasanya masih mempunyai ukuran yang sama dengan benih yang sehat. Namun karena endosperm/embrionya telah habis dimakan hama atau rusak, maka berat jenisnya menjadi lebih ringan. 2) Benih yang terserang cendawan atau busuk Benih yang terserang cendawan atau mengalami pembusukan, biasanya juga masih memiliki ukuran yang sama, namun berat jenisnya berbeda 3) Benih hampa Benih yang hampa, meskipun memiliki ukuran yang sama, namun berat jenisnya lebih rendah daripada benih yang bernas/padat berisi (plumbness) 4) Partikel-partikel tanah
Partikelir-partikelir tanah, kadang-kadang memiliki ukuran yang sama dengan benih, namun umumnya memiliki berat jenis yang lebih besar daripada benih. 5) Biji lain Biji lain, sering kali juga dapat memiliki ukuran yang sama dengan benih yang akan dibersihkan. Meskipun demikian, jarang yang memiliki berat jenis yang sama. Adapun alat yang dapat digunakan untuk memisahkan benih dan benda asing berdasarkan berat jenisnya, antara lain adalah gravity separator. Alat ini terdiri atas lempeng yang berlubang-lubang dan dapat digerakan ( seperti gerakan mengayak). Kemudian, dari bagian bawah alat tersebut dialirkan udara dengan tekanan tertentu. Sebagai akibat dari kombinasi kedua gerakan tersebut, maka akan terjadi pemisahan benda asing dari benih. Kombinasi kedua gerakan tersebut, akan mendorong benda asing yang mempunyai berat jenis lebih besar daripada benih, ke arah kanan. Di samping gravity separator tersebut, sering kali juga digunakan beberapa macam alat lain yang dapat memisahkan benih ataupun benda asing sebagai berikut : a.
Benih yang mempunyai permukaan tidak teratur/rata dengan benih yang
halus.
b. Benih dari potongan tangkai atau kulit benih. c.
Benih yang telah mengalami perubahan warna dengan yang belum.
Adapun beberapa macam alat yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut : a.
Spiral separator Alat ini dapat digunakan untuk memisahkan benih berdasarkan bentuk benih kecepatan jatuhnya benih. Alat ini terdiri atas satu atau lebih lempengan logam yang berbentuk spiral pada sumbu yang vartikal. Jika benih dijatuhkan dari atas, maka benih yang berbentuk bulat akan meluncur ke bawah secara lebih cepat daripada benih atau benda asing lain yang berbentuk pipih atau yang tidak beraturan. Benih akan meluncur di sekitar sumbu spiral, sehingga terpisah dari
benda asing lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah
kecepatan jatuhnya benih sehingga dapat menimbulkan gaya sentripetal yang cukup besar, dengan demikian dapat memisahkan benih dari benda asing yang tercampur. Alat ini biasa digunakan untuk memisahkan beberapa benih sebagai berikut:
Benih kobis, dipisahkan antara yang tidak rusak dengan yang rusak
Benih bayam (spinach), dipisahkan dengan biji gallium yang kasar
Benih pea dan soybean, dipisahkan antara yang tidak rusak dengan yang rusak
b. Belt garder/band grader/draper mill
Alat ini terdiri atas sabuk/belt dan feeder tempat memasukan benih. Belt yang dibuat dari kanvas atau karet digerakan dan digetarkan dengan mesin fibrator. Adapun sudut kemiringan belt dapat diatur, sesuai dengan benih yang akan dibersihkan. Benih yang berbentuk bulat atau mempunyai permukaan halus dapat bergerak ke bawah/jatuh. Sedangkan benda asing atau benih yang mempunyai permukaan kasar akan terbawa oleh belt ke atas. Alat ini biasa digunakan untuk membersihkan benih dari potongan-potongan cabang/cluster dari benih beet dan benih bunga. c.
Magnetic separator (magnetic drum) Alat ini digunakan untuk memisahkan benih berdasarkan permukaan kulit benih, atau untuk memisahkan benih yang memiliki kulit benih yang rusak, karena kerusakan mekanis atau terserang hama. Alat ini terdiri atas drum yang bermagnet dan sebuah tabung yang berfungsi untuk menebarkan serbuk besi ke permukaan benih. Apabila kulit benih tidak mengalami kerusakan, maka tidak ada serbuk besi yang menempel pada permukaan benih. Sebaliknya, apabila kulit benih rusak/cacat, maka serbuk besi tersebut akan menempel pada permukaan kulit. Untuk memudahkan serbuk besi yang melekat pada permukaan benih, maka benih sering disemprot dengan cairan. Benih dengan serbuk besi yang banyak, akan melekat pada drum yang bermagnet, dan sebaliknya benih tanpa serbuk besi (tidak rusak) akan langsung jatuh ke tempat penampungan benih yang baik. Benih yang melekat di permukaan drum (merupakan benih yang rusak) dilepaskan dari permukaan drum dengan sikat, dan kemudian benih ini ditampung di tempat yang terpisah. Adapun hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengoperasikan alat ini adalah pengaturan rotasi dari drum agar benih berbentuk besi dapat melekat cukup lama pada drum sebelum dibersihkan dan ditampung dalam satu wadah. Alat ini selain berfungsi untuk memisahkan benih yang rusak dengan benih yang baik, dapat juga digunakan untuk memisahkan beberapa macam benih berikut:
Benih stellaria (chick weed) dari biji clover dan lucerne (alfafa)
Benih cucusta (dodder) dari biji clover dan lucerne (alfafa)
Benih sinapsis (wild mustard) dari biji kobis
Colour separator Benih yang telah mengalami proses deteriorasi akan berubah warnanya. Untuk
meningkatkan mutu benih, maka benih yang telah berubah warna harus dipisahkan dari benih yang belum mengalami proses deteriorasi (belum berubah warna). Kedua macam benih
tersebut memiliki ukuran, bentuk dan berat jenis yang relatif sama. Untuk memisahkan ke dua benih tersebut harus digunakan alat yang dapat memisahkan benih berdasarkan warna benih. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah Colour Separator. Colour separator bekerja berdasarkan fotosel, yaitu berdasarkan perbedaan warna antara benih yang telah mengalami deteriorasi dengan benih standar (benih yang belum terdeteriorasi). Benih yang memiliki warna lain selain warna tersebut (warna standar), maka alat ini akan menghembuskan udara yang menyebabkan benih yang berbeda warna akan terpental/tersisih dari benih yang memiliki warna yang sama dengan warna standar pada fotosel. “PRINSIP KERJA ALAT AIR SCREEN MACHINE DAN ALAT-ALAT FINISHING MACHINES” 1. Air Screen Cleaner
Gambar. 1 Air Screen Cleaner Air Screen Cleaner pada intinya merupakan alat yang digunakan untuk membersihkan benih dari kotoran-kotoran dan memisahkan benih yang tidak seragam serta memisahkan benih yang hampa. Proses pembersihan (cleaning) dapat diawali dengan pemisahan benih dari kotoran (sampah). Pembersihan ini dapat menggunakan ayakan (saringan atau screen) atau dengan mengunakan mesin pembersih benih dengan memakai system ayakan dan hembusan udara, Air Screen Cleaner (ASC). Setelah bersih dari kotoran, benih memasuki proses sortasi dan up-grading, yaitu memisahkan benih dari banih kecil, benih varietas lain, benih gulma, serta benih yang berviabilitas rendah (benih kecil, benih pecah dan tidak seragam). Jika dalam proses pembersihannya menggunakan mesin ASC, maka proses pembersihan, sortasi dan upgrading sudah sekaligus diselesaikan.
Karena adanya mekanisme kombinasi antara ayakan atau saringan dan hembusan udara yang berfungsi untuk memisahkan antara benih-benih yang tidak seragam ukurannya dan benih hampa serta pemisah dari kotoran-kotoran. Komponennya terdiri dari : unit ayakan dan nit hembusan. 2. Air Screen Cleaner Streamline Pada dasarnya fungsi dari Air Screen Cleaner Streamline ini sama dengan fungsi Air Screen Cleaner. Namun ukuran alat ini lebih kecil daripadaAir Screen Cleaner sehingga alat ini hanya digunakan untuk benih-benih yang berjumlah sedikit seperti benih hibrida. Alat ini mampu memprocessing benih, dengan kapasitas processing benih 50 kg/ hari. Prinsip alat ini memisahkan benih dengan ukuranya. Antara benih yang berukuran besar, sedang, kecil dan benih-benih rusak serta kotoran benih yang berukuran lebih kecil dari benih lebih kecil akan dipisahkan dengan screen dan hembusan udara. Sehingga hasil processing benih yang diharapkan dari alat ini adalah benih seragam yang berukuran sedang, tetapi dalam hal berat benihbelum dapat dikatakan seragam. Walaupun begitu benih yang telah di processing dengan alat ini tidak akan dilakukan processing kembali. Karena dibandingkangravity separator hasil pemisahan dengan alat ini lebih valid.
3. Gravity Separator
Gambar 3. Gravity Separator
Gravity separator merupakan alat processing benih yang digunakan untuk memisahkan antara benih dengan kotoran seperti kerikil, benih hampa, dan bagian tanaman yang ikut terbawa benih. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan memanfaatkan gaya gravitasi benih dan kotoran benih untuk memisahkannya. Batu kerikil yang memiliki berat yang lebih besar akan lebih dahulu terpisah. Kemudian selanjutnya adalah benih yang berukuran besar, karena secara teori benih yang berukuran besar akan memiliki berat yang lebih besar daripada benih yang memiliki ukuran yang normal. Setelah dipisahkan benih besarnya maka benih yang normal akan terpisah kemudian dilanjutkan benih yang berukuran kecil, benih yang hampa/rusak serta kotoran ringan lainnya. Sehingga hasil yang didapat dari alat gravity separator berupa kerikil, benih berukuran besar, benih berukuran normal, benih berukuran kecil dan benih hampa/ rusak serta kotoran benih. 4. Brusshing Machine
Gambar 4. Brusshing Machine Untuk benih-benih tertentu seperti benih tomat dan wortel. Namun, dalam penerapannya alat ini hanya digunakan untuk benih tomat. Karena untuk benih wortel jika ditanam di Indonesia kurang cocok, untuk itu PT. East West mengimpor benih wortel langsung di impor dari luar negeri. Prinsip kerja alat ini adalah menyikat bulu-bulu pada benih dengan menggunakan dua sikat dan dengan kecepatan pemutar mesin membuat bulu-bulu benih menjadi terpisah dari benih. 5. Disc Mill Machine
Disc mill machine merupakan alat untuk membuat tepung terigu. Namun, di PT East West digunakan untuk menghancurkan benih. Benih-benih yang tidak lulus seleksi misalnya benih yang berukuran besar, benih yang berukuran kecil dan benih hampa. Tujuan dari penghancuran benih yang tidak terpilih untuk mencegah agar benih-benih yang dimaksud tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sehingga benih yang berasal dari PT. East West merupakan benih yang bermutu baik. Hasil dari penghancuran benih ini berupa tepung yang biasanya digunakan sebagai pakan ternak atau pupuk organik. 6. Coating Machine
Gambar 6.Coating machine Coating machine merupakan alat untuk melapisi kulit benih dengan fungisida. Tujuan dari pelapisan ini adalah untuk melindungi benih selama masa pra tanam dan masa tanam pada umur kecambah. Sehingga hasil yang diharapkan dari pelapisan kulit benih ini adalah memaksimalkan pertumbuhan benih serta menghindarkan benih dari serangan hama dan penyakit misalnya untuk mencegah benih mengalami rebah pada saat masa kecambah. Jika dibandingkan dengan benih yang tidak di coating akan terlihat pada kecambah benih yang dihasilkan. Benih yang telah dicoating akan memilki ukuran kecambah yang besar serta lebih
kuat. Benih yang di coating biasanya adalah benih yang mempunyai nilai jual yang tinggi dan mempunyai resiko terkena hama dan penyakit yang tinggi, misalnya pada benih cabe. Adapun fungsi lain dari alat ini adalah untuk menyeragamkan ukuran benih yang berbeda dan membuat tampilannya lebih menarik dengan warna yang diinginkan. “MATRICONDITIONING, OSMO CONDITIONING, DAN SEED COATING” SEED COATING Salah satu cara untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan menerapkan metode enhancement. Seed coating merupakan salah satu metode enhancement, yakni metode untuk memperbaiki mutu benih menjadi lebih baik dengan penambahan bahan kimia pada coating yang dapat mengendalikan dan meningkatkan perkecambahan (Copeland dan McDonald, 1995). Ilyas (2003) menambahkan bahwa penggunaan seed coating dalam industri benih sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi risiko tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain-lain. MATRICONDITIONING Conditioning benih merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengkondisikan benih sejak awal agar tanaman dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (Ghassemi; Farshbaf and Kolvanagh, 2011). Conditioning benih adalah perlakuan pendahuluan/ pratanam pada benih yang memungkinkan adanya pengontrolan laju penyerapan air oleh benih sehingga benih tahan terhadap cekaman/stress dan dapat merangsang pertumbuhan. Perlakuan pratanam tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan mempersiapkan keadaan fisiologis dan biokimia benih selama penundaan perkecambahan (Rouhi and Surki, 2011) . Perlakuan osmoconditioning
conditioning dengan
dapat
dilakukan
mengkondisikan
benih
dengan
matriconditioning
dalam
larutan
atau
osmotikum.
Osmoconditioning dapat menggunakan garam NaCl, KNO3 dan KH2PO4 dan senyawa berbobot molekul tinggi seperti mannitol dan Poly Etilen Glikol (PEG). Konsentrasi larutan osmotikum dapat mengatur jumlah dan kecepatan penyerapan air
sampai pada fase 2
penyerapan air sehingga pemunculan radikula dapat dicegah selama beberapa waktu. Kondisi ini memungkinkan fase aktivasi berlangsung lebih lama dan mengurangi waktu paruh T50 sebesar 40% . Hal ini berarti bahwa 40% dari fase awal pertumbuhan dapat terhindar dari stress lingkungan/mekasisme toleransi stres lingkungan (Widoretno, Guhardja, Ilyas, 2002).
Penelitian dengan menggunaan PEG untuk conditioning benih telah dilakukan pada benih-benih tanaman pangan maupun sayuran. Ditemukan bahwa conditioning dengan merendam benih kedelai selama 6 – 8 jam dalam konsentrasi PEG ( 300 g L-1 air) dapat meningkatkan LAI dan berat kering tanaman dan laju tumbuh relatif (Arief, Tariq, Khan and Munir, 2010). Penggunaan PEG sebagai bahan conditioning benih juga dilaporkan oleh (Shadeghi, Khazhaei and Sheidaei, 2011) yang memukan bahwa conditioning benih kedelai dengan PEG yang setara dengan – 1,2 Mpa selam 6 jam dapat meningkatkan kecepatan berkecambah dan vigor benih . Keuntungan conditioning benih sudah banyak dilaporkan misalnya pada tanaman gandum, jagung manis, kacang, barley , ketimun (Ghassemi; Farshbaf and Kolvanagh, 2011). Namun demikian, demikian belum ada informasi yang jelas apakah penggunaan benih bermutu tinggi atau contitioning benih dapat mengurangi pengaruh buruk ketersediaan air yang terbatas pada pertumbuhan kedelai. Usaha untuk meningkatkan mutu benih yang sudah mundur dapat dilakukan dengan teknik invigorasi (meningkatkan vigor benih). Cara yang dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning (conditioning dengan menggunakan larutan osmotik) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat lembab) (Sutariadi 2002). Kedua teknik invigorasi tersebut juga dapat diintegrasikan dengan aplikasi perlakuan benih lainnya seperti penambahan zat pegatur tumbuh, insektisida dan inokulasi mikroba bermanfaat seperti rhizobium, bakteri pelarut P serta mikroba antagonis (Ilyas 2005). Karakteristik benih (komposisi kimia, struktur, dan morfologi biji), kondisi lapang sebelum benih dipanen dan penyimpanan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap mutu benih kedelai. Mutu benih kedelai dikatakan menurun jika sudah mengalami kemunduran, yaitu terjadinya perubahan yang menyeluruh baik fisik (kulit keriput dan berwarna kusam), fisiologi (menurunnya daya berkecambah dan meningkatnya kecambah abnormal) maupun kimiawi (perubahan aktivitas enzim, respirasi, laju sintesa, perubahan membrane dan perubahan kromosom) yang akhirnya mengarah pada kematian (Justice dan Bass1994). Benih kedelai yang mengalami kemunduran dapat dicerminkan oleh menurunnya kadar fosfolipid, protein membrane, fosfor anorganik mitokondria, aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase, sitokrom oksidase dan laju respirasi. Penyimpanan merupakan salah satu mata rantai terpenting dalam kegiatan perrbenihan kedelai. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan adalah faktor internal (sifat genetik, kondisi kulit dan
kadar air awal) dan faktor eksternal (kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Justice dan Bass 1994). Menurut Mugnisjah (2007), benih kedelai yang mempunyai kandungan lemak yang tinggi dan karbohidrat rendah lebih cepat turun viabilitasnya daripada benih yang memiliki kandungan lemak rendah dan karbohidrat tinggi. Mugnisjah (2007) juga menyatakan bahwa benih kedelai yang berukuran besar lebih cepat menurun dibanding benih berukuran kecil. Hal ini disebabkan karena benih berukuran besar memiliki nisbah selaput yang lebih rendah dibanding benih berukuran kecil. Perlakuan invigorasi benih dimaksudkan untuk meningkatkan performansi benih, di antaranya dengan perlakuan hidrasi dengan direndam, pembasahan dan pengeringan, osmoconditioning dan matriconditioning. Menurut Ilyas (2006) perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan aktivitas enzim amylase dan dehidrogenase serta memperbaiki integritas membrane. Enzim tersebut membantu memperbaiki organel sel penting yang mengalami kerusakan. Aktivitas enzim amylase dan dehidrogenase menunjukkan daya hidup benih. Potensial air biji kering yang masih hidup (selanjutnya disebut benih) menurut Rouhi etal. (2010) sangat rendah (sekitar –6 sampai –100 bar) sehingga penyerapan air ke dalam benih berlangsung dengan cepat. Perlakuan osmoconditioning dapat mengurangi kecepatan masuknya air ke dalam benih pada saat imbibisi karena adanya larutan garam seperti polietilen glikol yang memiliki potensial air cukup rendah. Perlakuan invigorasi benih pada dasarnya merupakan proses untuk mengontrol hidrasi. Menurut Khan (1992) yang dimaksud dengan osmoconditioning (disebut juga priming) adalah penambahan air secara terkontrol dengan menggunakan larutan garam yang memiliki potensial osmotik rendah seperti PEG, KNO, K3 PO4, MgSO, gliseral, dan mannitol. Armstrong dan McDonald (1992) menggunakan larutan PEG untuk osmoconditioning benih kedelai. Sediyama et al.(2012) juga mengemukakan bahwa teknik osmoconditioning pada Benih kedelai dapat meningkatkan vigor. Hasil penelitian Afzal et al.(2002) dan Rouhi et al. (2010) menunjukkan bahwa osmoconditioning yang disertai dengan zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan vigor dan daya tumbuh benih, pertumbuhan tanaman dan hasil pada tanaman jagung hibrida dan clover. Prinsip matriconditioning seperti halnya osmoconditioning, yaitu suatu perlakuan yang dilakukan sebelum benih ditanam. Matriconditioning adalah peningkatan fisiologis dan biokimiawi dalam benih selama penghambatan perkecambahan oleh media imbibisi yang memiliki potensial matrik rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Khan 1992).
Terhambatnya pemunculan radikula mengakibatkan perubahan fisiologi dan biokemis benih dapat dicapai dengan cepat sehingga proses perkecambahan terjadi dengan serentak (Khan 1992). Selama conditioning benih akan menyerap air tetapi radikula tidak muncul, dengan demikian proses metabolisme dalam benih berjalan secara optimal sehingga terjadi kerempakan perkecambahan serta mengurangi tekaman lingkungan yang kurang kondusif (Leubner 2006). Menurut Ilyas (2006), media matriconditioning yang baik harus memiliki sifat tidak larut dalam air dan tetap utuh selama conditioning, memiliki kapasitas pegang air yang tinggi, kemampuan mengalirkan air tinggi, kerapatan ruang besar, luas permukaan besar, memiliki kemampuan melekat pada permukaan benih dan mudah tercampur dengan tanah ketika benih ditanam. Metode Conditioning benih : 1. Hidrasi-dehidrasi Dilakukan dengan cara merendam benih dalam air selama waktu tertentu atau meletakkan benih pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi (Rh 95 % ), kemudian benih dikeringkan 2. Matriconditioning Pengaturan imbibisi air dengan padatan yang mempunyai potensial matriks yang rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan misalnya vermikulit, jerami, serutan kayu dan lain-lain 3. Osmopriming/osmoconditioning Pengaturan imbibisi air dengan larutan osmotikum pada konsentrasi tertentu yang memungkinkan penambahan air dalam proses awal perkecambahan tetapi tidak terjadi pertumbuhan radikel. Contoh : garam-garam organik, K, Na, Mg, Mannitol, PEG dan lain-lain. Fungsi Conditioning: 1. Meningkatkan ketahanan benih pada kondisi sub optimum misalnya kekeringan, suhu yang sangat rendah maupun yang sangat tinggi 2. Mempercepat waktu perkecambahan 3. Meningkatkan keserempakan tumbuh 4. Menambah ketersediaan jumlah air
DAFTAR PUSTAKA
Amira 2010. Pengukuran Kadar Air. http://www.ramadhan. Diakses pada tanggal 19 Mei 2018 pukul 11.00 WIB. Afzal I, Shahzad MAB, Ahmad N, Cheema MA, Warraich EA, and Khalid A. 2002. Effect of priming and growth regulator treatments on emergence and seedling growth of hybrid maize (Zea mays L.). Internat J of Agri and Biol 4(2) 303–306. Hasanah, M dan D Rusmin 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman Obat Di Indonesia. Balai Penelitian Pangan dan Obat. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 25 (2) : 68 – 73. Bogor. Hong T D and R H Ellis 2005. A protocol to determine seed storage behaviour IPGRI Technical Bulletin No1. Dept. of Agric. The University of Reading, UK. Heuver M 2006. Introduction to Seed Testing . IAC Wageningen. The Netherlands. Kuswanto H 2007. Analisis Benih. Kanisius. Yogyakarta Prasetyo 2004. Evaluasi Mutu Benih Beberapa Genotipe Padi Selama Penyimpanan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol 20 (No.3). Halaman 17 – 23.