Kasus Kriminal Anak Di Bawah Umur " PANCASILA
iii
MAKALAH PANCASILA
"Kasus Kriminal Anak Di Bawah Umur"
Dosen Pengampu : Tri Agus Setiawan, S.H, M.H.
Disusun Oleh :
Nama : Ani Arina
NIM : 1510101013
Kelas : K1
Fakultas Ekonomi
Program Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Tidar
Tahun 2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah penulis ucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya, tak lupa sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan besar kita Nabi muhammad SAW, sehingga kita masih dalam keadaan sehat wal'afiyat.
Dalam penyusunan makalah yang berjudul 'Kasus Kriminal Anak Di Bawah umur' ini sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila banyak kesulitan yang penulis hadapi, namun berkat semangat, arahan, serta bimbingan dari berbagai pihak membuat penulis mampu menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak Drs. Whinarko Juliprijanto S.S, M.si selaku Kajur Program Studi Ekonomi Pembangunan,
Bapak Drs. Sri BondanBapak, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Tidar,
Bapak Tri Agus Gunawan, SH., MH selaku dosen dan pembimbing materi mata kuliah Pendidikan Pancasila yang tanpa lelah memberi semangat, arahan, serta bimbingan kepada penulis,
Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Tidar
Kedua orang tua tercinta yang selalu memberi semangat sekaligus menjadi inspirasi dalam kehidupan penulis,
Serta pihak lain yang tidak dapat penulis tulis satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalmualaikum Wr.Wb.
Magelang, 25 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Definisi Kriminalitas 4
B. Faktor penyebab anak melakukan tindak pidana 6
C. Contoh kasus kriminal yang melibatkan anak di bawah umur 9
D. Penyimpangan sila - sila Pancasila 11
BAB III PENUTUP 15
A. Kesimpulan 15
B. Penutup 15
DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama ini masyarakat mempunyai aturan dan undang – undang yang mengatur berbagai macam tindakan kriminal yaitu UUD 1945, dengan Pancasila sebagai pedoman berkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aturan tersebut dibuat agar masyarakat menjadi aman, damai, dan jauh dari masalah- masalah sosial. Namun pada kenyataannya kejahatan sadis makin marak dilakukan, belakangan ini banyak anak di bawah umur atau bocah bau kencur yang justru melakukan tindak kriminalitas dimana hal tersebut melanggar norma sosial dan norma hukum yang berlaku. Dalam kejahatan anak ini, para pelaku bertindak seperti orang dewasa.
Anak-anak jaman sekarang kemarahannya mudah meledak hanya karena hal sepele. Jika anak pada saat 30 – 20 tahun lalu biasanya berantem dengan tangan kosong, anak sekolah sekarang sudah mempersenjatai dirinya dengan senjata tajam, ada atau tidak ada bahaya yang mengancam. Maraknya tayangan kekerasan di televisi, kebiasaan menonton game online yang membuat anak terbiasa dengan darah muncrat kemana-mana, otak mereka distimulasi untuk menyerang lebih dulu sebelum diserang, semua itu memicu perilaku kriminal dalam diri anak.
Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya angka kasus kriminalitas (baik dari segi kulitas maupun kuantitas) yang dilakukan oleh anak di bawah umur tiap tahunnya menurut data badan pusat statistik Indonesia. Dimana kenakalan yang dilakukan awalnya hanya berupa perilaku perkelahian antar teman, dan sekarang berkembang sebagai tindak kriminalitas seperti pencurian, pemerkosaan, penganiayaan, penggunaan narkoba, bahkan anak juga terlibat dalam kasus pembunuhan.
Banyaknya tindak kriminal yang remaja tersebut tentunya membuat kita semua khawatir, karena bisa jadi pelaku ataupun korban dari tindak kriminal tersebut merupakan orang terdekat, atau saudara kita sendiri. Sedangkan kita semua tahu bahwa masa depan bangsa ada di tangan generasi muda. Sehingga dalam hal ini sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku tindak kriminal yang dilakukan anak di bawah umur agar dapat dilakukan tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk meminimalisir tindakan kriminal yang dilakukan. Karena sangat disayangkan apabila generasi muda yang seharusnya meneruskan perjuangan bangsa Indonesia justru melakukan kenakalan dan terlibat dalam tindakan kriminal yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis membuat rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
Apa definisi kriminal ?
Faktor apa saja yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan tindakan kriminal ?
Apa saja contoh kasus kriminal yang dilakukan anak di bawah umur ?
Apa penyimpangan kasus kriminal yang dilakukan anak di bawah umur terhadap sila - sila Pancasila ?
Tujuan
Untuk mengetahui apa itu kriminalitas,
Untuk mengetahui hal – hal apa saja yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan tindak kriminal,
Untuk mengetahui contoh kasus – kasus tindak kriminal yang dilakukan anak di bawah umur,
Untuk mengetahui penyimpangan kasus kriminal yang dilakukan anak di bawah umur terhadap sila- sila Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Kriminalitas
Kriminalitas berasal dari kata "crimen" yang berarti kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang "kriminal". Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, penganiaya, atau teroris. Walaupun begitu, kategori terakhir (teroris) agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politih atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum, seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.
Berikut pengertian kejahatan dipandang dalam berbagai segi:
Secara yuridis: kejahatan berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana, yang diatur dalam hokum pidana.
Dari segi kriminologi: setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tindakannya tidak disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai kejahatan. Ini berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu peraturan hokum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti social, merugikan serta menjengkelkan masyarakat, secara kriminologi dapat dikatakan sebagai kejahatan.
Menurut hokum kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hokum; tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hokum,dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapakan dalam kaidah hokum yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan bertempat tinggal (Soedjono. D,S.H.,ilmu Jiwa Kejahatan,Amalan, Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan,Karya Nusantara,Bandung,1977,hal 15).
Dari segi apa pun dibicarakan suatu kejahatan, perlu diketahui bahwa kejahatan bersifat relative. Dalam kaitan dengan sifat relatifnya kejahatan, G. Peter Hoefnagels menulis sebagai berikut : (Marvin E Wolfgang et. Al., The Sociology of Crime and Delinquency,Second Edition,Jhon Wiley,New York,1970,hlm. 119.)
"We have seen that the concept of crime is highly relative in commen parlance. The use of term "crime" in respect of the same behavior differs from moment to moment(time), from group to group (place) and from context to (situation)."
Relatifnya kejahatan bergantung pada ruang, waktu, dan siapa yang menamakan sesuatu itu kejahatan. "Misdad is benoming", kata Hoefnagels: yang berarti tingkah laku didefenisikan sebagai jahat oleh manusia-manusia yang tidak mengkualifikasikan diri sebagai penjahat. (J.E. Sahetapy, Kapita Selekta Kriminologi,Alumni, Bandung, 1979,hlm.67.)
Faktor penyebab anak melakukan tindak pidana
Faktor Endogen
Adalah dorongan yang terjadi dari dirinya sendiri, kebenaran relatif itu relatif bisa menciptakan suatu sikap untuk mempertahankan pendapatnya diri atau egosentris dan fanatis yang berlebihan. Jika seorang tidak bijaksana dalan menanggapi masalah yang barang kali menyudutkan dirinya, maka kriminalitas itu bisa saja terjadi sebagai pelampiasan untuk menunjukan bahwa dialah yang benar.
Faktor Keluarga.
Faktor ini dapat terjadi karena beberapa hal, seperti ketidakharmonisan dalam keluarga. Hal ini bisa membentuk anak kearah negatif, karena keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam mengarahkan perilaku, pergaulan dan kepatuhan norma si anak.
Ketidakharmonisan bisa terjadi karena perceraian orang tua, orang tua yang super sibuk dengan pekerjaannya, orang tua yang berlaku diskriminatif terhadap anak, minimnya penghargaan kepada anak dan dan lain-lain. Kesemua hal tersebut membuat anak merasa sendiri dalam mengatasi masalahnya di sekolah dan lingkungannya, tidak ada tauladan yang patut dicontoh dirumah, minimnya perhatian, selalu dalam posisi dipersalahkan, bahkan anak merasa diperlakukan tidak adil dalam keluarga.
Faktor ketidakharmonisan keluarga yang memicu anak mudah melanggar norma menurut kaca mata sosiologis mungkin hal yang wajar dan sejalan dengan hukum sebab akibat. Namun demikian lain halnya apabila yang memicu justru orang tua atau yang dituakan oleh si anak. Artinya pelanggaran norma tersebut justru dilegalkan oleh orang tua atau lebih berbahaya lagi kondisinya apabila pelanggaran norma tersebut didukung, dikondisikan dan dikoordinir oleh orang tuanya sendiri.
Faktor Lingkungan.
Setelah keluarga, tempat anak bersosialisasi adalah lingkungan sekolah dan lingkungan tempat bermainnya. Mau tidak mau, lingkungan merupakan institusi pendidikan kedua setelah keluarga, sehingga kontrol di sekolah dan siapa teman bermain anak juga mempengaruhi kecenderungan kenakalan anak yang mengarah pada perbuatan melanggar hukum. Tidak semua anak dengan keluarga tidak harmonis memiliki kecenderungan melakukan pelanggaran hukum, karena ada juga kasus dimana anak sebagai pelaku ternyata memiliki keluarga yang harmonis. Hal ini dikarenakan begitu kuatnya faktor lingkungan bermainnya yang negatif.
Anak dengan latar belakang ketidakharmonisan keluarga, tentu akan lebih berpotensi untuk mencari sendiri lingkungan diluar keluarga yang bisa menerima apa adanya. Apabila lingkungan tersebut positif tentu akan menyelesaikan masalah si anak dan membawanya kearah yang positif juga. Sebaliknya, jika lingkungan negatif yang didapat, inilah yang justru akan menjerumuskan si anak pada hal-hal yang negatif, termasuk mulai melakukan pelanggaran hukum seperti mencuri, mencopet, bahkan menggunakan dan mengedarkan narkoba.
Aktivitas kelompok atau biasa dikenal "gang" sepertinya perlu mendapat perhatian lebih karena sebuah komunitas gang biasanya dipandang negatif. Bahayanya, komunitas ini memiliki tingkat solidaritas yang tinggi, karena si anak ingin tetap diakui eksistensinya dalam gang tersebut, karena dikeluarga maupun disekolah si anak merasa tidak diakui keberadaannya. Akibatnya, penilaian mengenai apakah perbuatan gang itu salah atau benar tidak lagi masalah, yang penting si anak memiliki tempat dimana ia diterima apa adanya.
Faktor terakhir adalah akibat tontonan kekerasan.
Saat ini, tontonan kekerasan sangat mudah didapatkan, hal itu berkontribusi anak permisif dengan kekerasan.
Pengaruh media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya.
Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.
Faktor Ekonomi.
Alasan tuntutan ekonomi merupakan alasan klasik yang sudah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan sejak perkembangan awal ilmu kriminologi (ilmu yang mempelajari kejahatan). Mulai dari kebutuhan keluarga, sekolah sampai dengan ingin menambah uang jajan sering menjadi alasan ketika anak melakukan pelanggaran hukum.
Contoh kasus kriminal yang melibatkan anak di bawah umur
4 Mei 2014, Renggo Khadafi (10) tewas setelah dianiaya teman sekelasnya Sy (10). Aksi penganiayaan dilakukan di dalam kelas dan disaksikan teman-temannya di Kelas V SDN 9 Makasar, Jakarta Timur.
10 Mei 2014, Yakobus Yunusa alias Bush (14) tewas dibacok dengan clurit oleh MF alias Alit (14) di Ciracas, Jakarta. Timur, dengan luka menganga di dada dan pinggang kiri. Siswa kelas I SMP itu dibunuh temannya karena sering mengejek.
14 Mei 2014, Bambang (16) bersama seorang temannya yang juga berusia remaja membunuh seorang remaja berusia 14 tahun, yang belum diketahui identitasnya di Babelan, Bekasi, Jabar. Setelah menjerat lehernya, korban bersama sepeda motornya dibawa ke Rorotan, Cilincing, Jakut. Saat hendak membuang mayat korban, aksi pelaku diketahui warga. Akibatnya Bambang dikeroyok massa, sementara kawannya berhasil kabur.
18 Mei 2014, RM (17) dan AP (12) ditangkap polisi setelah merampok rumah pengusaha Wevie Viyana (35) di Kompleks MA Jalan Teratai, Pamulang, Tangerang Selatan. Sementara satu temannya R (18) masih diburu polisi. Sejumlah perhiasan emas dan telepon genggam mereka jarah dari rumah korban.
13 Juni 2014, Dua anggota geng pencuri kendaraan bermotor yang masih di bawah umur, yakni IH (17) dan SS (16) diciduk polisi di Cisauk, Tangerang. Sementara ketuanya, Irfan alias Keling (18) terpaksa ditembak kakinya karena melawan saat hendak ditangkap. Aksi terakhir yang mereka lakukan terjadi 11 Juni 2014 malam. Jeri Irawan (20) yang sedang melintas bersama temannya di Jalan Raya Pasar Jengkol, Tangerang. Mereka pukul hingga jatuh dan diambil sepeda motornya.
5 Okt 2014, Tiga pelajar nekat mencekik dan menggorok leher teman mainnya hingga tewas. Kemudian mengambil handphone dan sepeda motor korban Chaerul (16) pelajar SMK Mercusuar. Ketiganya adalah Rio Santoso (15) Pelajar SMK Karya Ekonomi, Ikhwan (16) Pelajar SMP Nurul Ikhsan, dan M Febriyansah (14) pelajar SMP Nurul Ikhsan. Berbekal pisau, korban dianiaya hingga tewas di depan Pasar Modern, Perumahan Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur.
Penyimpangan sila - sila Pancasila
Penyimpangan terhadap sila pertama
Dalam sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa", dimaksudkan bahwa sebagai warga Negara Indonesia diwajibkan beragama dan mengikuti agamanya (5 agama yang dizinkan di Indonesia) secara baik dan benar. Atas dasar keyakinan terhadap Tuhan.
Pada pasal 29 UUD 1945 (2) "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu…". Bagi dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (atheisme).
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini mengajarkan agar semua rakyat Indonesia taat dalam beragam sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya. Perbuatan yang dilakukan anak di bawah umur yang telah dijelaskan diatas, seperti pencurian, penganiayaan, bahkan pembunuhan tersebut tidak sesuai dengan isi dari sila Pancasila, terutama sila pertama. Setiap agama mengajarkan hal – hal yang baik atau positif, manusia diciptakan Tuhan untuk saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain.
Tidak ada agama yang memperbolehkan adanya pencurian, penganiayaan, bahkan pembunuhan, dalam kata lain Agama melarang perbuatan tersebut karena sudah jelas akan merugikan orang lain. Jika kita lihat lebih dalam lagi maka para pelaku tersebut telah mengabaikan norma - norma agama yang berlaku. Walaupun para pelakunya mempercayai adanya Tuhan tetapi, mereka tidak meyakini bahwa Tuhan melihat mereka dan pada saat itu pelaku tidak terpikirkan sama sekali akan kuasa Tuhan dan hukuman yang akan diterimanya karena telah melanggar hukum Tuhan.
Penyimpangan terhadap sila kedua
Dalam sila kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab", mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Apabila manusianya hidup rukun, kreatif dan bertanggung jawab maka negara Indonesia akan mencapai tujuan dan keinginan yang didambakan. Manusia yang bersifat monodualis yaitu memiliki susunan kodrat yang terdiri atas jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia yaitu sebagai mahluk individu, dan mahluk Tuhan. Setelah prinsip kemanusiaan dijadikan landasan maka untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan manusia- manusia perlu untuk bersatu antar masyarkat, tetapi tidak mebedakan suku, ras, dan bahasa.
Perbuatan yang dilakukan anak di bawah umur yang telah dijelaskan diatas, seperti pencurian, penganiayaan, bahkan pembunuhan tersebut tidak sesuai dengan isi dari sila Pancasila, yaitu sila kedua. Perbuatan – perbuatan tersebut merupakan bentuk penyelewengan yang merugikan orang lain. karena merupakan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Pertama kasus Pencurian / perampokan, apa saja yang dicuri atau dirampok tersebut berisi hak – hak milik orang lain yang telah dirampas. Sehingga orang yang dicuri atau dirampok tersebut telah kehilangan hak nya yaitu berupa kekayaan yang Ia miliki. Hal tersebut merupakan perilaku yang tidak beradab karena menunjukkan adanya sifat serakah yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.
Kedua yaitu kasus Penganiayaan dan bahkan berujung kepada tindakan pembunuhan, orang yang dianiaya tersebut memiliki hak untuk hidup aman dan jauh dari tindak kekerasan. Sehingga orang yang dianiaya atau dibunuh tersebut telah kehilangan hak nya yaitu berupa rasa aman, hak untuk diberlakukan seperti manusia lainnya dan hak untuk hidup.
Pancasila berisi bahwa setiap kegiatan haruslah berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, menyebabkan setiap manusia harus berperikemanusiaan yaitu dengan memperlakukan sesama manusia secara adil dan baik. hal inilah yang menyebabkan tindakan criminal seperti contoh kasus diatas melanggar sila kedua.
Cara Pencegahan dan Solusi
Penulis menyarankan kepada para orang tua, pihak sekolah, tokoh masyarakat maupun pemerintahan daerah untuk mencermati fenomena ini, sebab kejahatan anak yang makin sadis dan brutal ini makin mengkhawatirkan.
Mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tetapkan apa saja tindakan yang tidak boleh ditiru oleh anak dan menjelaskan akibat dari tindakan tersebut, sehingga anak akan berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan hal yang ada dalam acara TV yang ditonton.
Pengawasan orang tua juga mutlak diperlukan. Sayangnya, unsur pengawasan ini yang sering jadi titik lemah orang tua yang sibuk dengan pekerjaan sehari-hari di kantor. Untuk itu, orang tua memang dituntut untuk cerewet. Tidak apa-apa agak cerewet, demi kebaikan anak-anak.
Pemerintah perlu melakukan pemberdayaan keluarga bukan hanya faktor ekonomi, namun juga pengasuhan terhadap anak yang berkarakter. Karena, kasus-kasus yang ada di keluarga pada umumnya dipicu perspektif orangtua yang bias. Anak dianggap sebagai milik, sebagai investasi, bukan manusia yang utuh. Pemerintah perlu memastikan di sekolah tidak ada bibit-bibit kekerasan. Pemerintah juga harus memastikan seluruh tenaga pendidik dan kependidikan memiliki perspektif perlindungan
Untuk meminimalisir angka kriminalitas yang semakin meningkat, maka dari itu pihak kepolisian agar meningkatkan patrolinya di setiap titik rawan kriminalitas, hal itu Selain itu untuk menciptakan rasa aman, pihak kepolisian bisa menjaga hubungan baik antara lembaga berseragam abu-abu itu dengan masyarakat.
Yang paling utama, anak diajarkan tentang nilai – nilai religious agar tetap di jalan yang lurus dan sesuai ajaran agama dalam bertindak dan menggunakan Pancasila sebagai dasar Negara harus dihayati dan dijiwai serta digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan ataupun tingkah laku.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tindakan kriminal anak dibawah umur dapat terlibat dalam kasus kriminalitas yang dapat merugikan orang lain bahkan menimbulkan korban jiwa.
Dari berbagai kemungkinan masalah yang bisa timbul, tentu peran orang tua tidak bisa diabaikan. Sesibuk apapun orang tua, anak tetap harus diperhatikan dan anak harus diberi batasan – batasan tentang apa saja yang tidak boleh dilakukan
Penutup
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah membaca makalah ini, penulis minta maaf jika dalam penulisan ini terdapat banyak kesalahan. Maka dari itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk bisa menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aaamiin
DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini, Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila : Ghalia Indonesia
http://pendidikantech.blogspot.co.id/2010/05/pengertian-kriminalitas.html
http://metro.sindonews.com/topic/919/kejahatan-anak