1
MAKALAH
PADI HASIL TRANSGENIK
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Genetika
Dosen Pengampu : Yuyun Maryuningsih, S.Si M.Pd
Disusun oleh
Nana Solihin
Nim: 14121610710
Tadris IPA Biologi-B/5
KEMENTRIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt, alhamdulillah dengan rahmat Allah swt akhirnya makalah yang berjudul "Padi Hasil Transgenik" dapat terselasaikan. Makalah ini berisi tentang perkembangan padi dalam dunia rekayasa genetika. Dengan kemajuan teknologi rekayasa genetika varietas padi semakin meningkat. Para ilmuwan telah menemukan padi hasil rekayasa genetika yang disebut padi transgenik.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan dalam menyusun makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaaan baik dalam materi maupun cara penyajian penulisannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga informasi yang terdapat dalam laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin....
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Cirebon, 12 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 3
Manfaat 3
BAB II PEMBAHASAN
REKAYASA GENETIKA PADI 4
Pengertian Rekayasa Genetika 4
Padi sebagai Tanaman Hasil Rekayasa Genetika 4
REKAYASA GENETIKA PADI EMAS 5
Sejarah Padi Emas (Golden Rice) 5
Padi Emas (Golden Rice) Hasil Rekayasa Genetika 6
Rekayasa Genetika Padi Emas (Golden Rice) 7
Manfaat Padi Emas (Golden Rice) 9
Kerugian dari Padi Emas (Golden Rice) 10
REKAYASA GENETIKA PADI HIBRIDA 11
Sejarah Padi Hibrida 11
Rekayasa Genetika Padi Hibrida 12
Prinsip Padi Hibrida 14
Keunggulan Tanaman Padi Hibrida 16
Kelemahan Tanaman Padi Hibrida 16
REKAYASA GENETIKA PADI AROMATIK PANDAN PUTRI 17
Sejarah Padi Aromatik Pandan Putri 17
Padi Aromatik Pandan Putri Hasil Rekayasa Genetika 17
Kelebihan Padi Aromatik Pandan Putri 19
Kekurangan Padi Aromatik Pandan Putri 20
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 22
Kritik dan Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT. yang memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang diketahui saat ini banyak orang yang mati karena kelaparan. Kejadian itu sering terjadi terutama di Indonesia yang disebabkan karena kemalasan mereka untuk bekerja (pengangguran) dan kurang pedulinya pemerintah terhadap rakyat-rakyat kecil. Manusia memerlukan kebutuhan makanan pokok, yang mana di setiap negara memiliki makanan pokok yang berbeda-beda. Tetapi makanan pokok yang cukup terkenal di Indonesia adalah beras atau nasi. Yang mana awalnya nasi atau beras berasal dari tumbuhan padi yang banyak ditanam dan dibudidayakan di negara kita tercinta yaitu negara Indonesia.
Padi (Oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini banyak diusahakan di pulau Jawa. Namun saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan menanam padi di sawah. Dalam proses penanamannya para petani menemukan banyak kesulitan, baik dari segi lahan pertanian, penggunaan pupuk dan cuaca musim yang tidak teratur. Sebagaimana yang kita ketahui, Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai banyak lahan pertanian. Namun sayang perkembangan saat ini banyak lahan pertanian yang dibuka untuk perkampungan, penginapan, perindustrian dan lain sebagainya. Begitupun penggunaan pupuk yang kurang maksimal membuat petani kebingungan dalam melakukan penanaman padi disawah. Banyak pupuk yang sudah tercampur dengan bahan-bahan kimia yang sangat berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan padi. Selain itu musim yang terjadi di negara kita ini sudah tidak pasti, sehingga mengganggu terhadap penanaman padi dan hasil panen.
Adanya kesulitan para petani lokal dalam penanaman padi, maka pemerintah mencoba untuk memberikan alternatif guna memproduksi padi bagi kehidupan rakyat Indonesia. Salah satu alternatif yang dikembangkan oleh pemerintah adalah dengan melakukan rekayasa genetika terhadap tanaman padi. Tujuan ini dilakukan oleh pemerintah agar padi yang diproduksi lebih unggul dan berkualitas. Proses rekayasa genetika pada padi ini sesuai dengan perkembangan IPTEK yang sedang merajarela. Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) ini adalah sebuah fenomena dan fakta yang jelas serta pasti terjadi sebagai sebuah proses yang berlangsung secara terus-menerus bagi kehidupan global yang tidak mengenal istilah berhenti. Hal ini senada dengan pepatah yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldum dalam mukaddimahnya "Tidak ada masyarakat yang tidak berubah" dengan demikian dalam merespon perkembangan IPTEK, menghentikan jalannya perubahan adalah pekerjaan yang mustahil untuk dilakukan.
Salah satu usaha pemerintah dalam mengembangkan rekayasa genetika untuk tanaman padi adalah dengan melakukan transgenik. Padi transgenik adalah tanaman padi yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA padi. Adanya padi hasil transgenik ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan petani dan masyarakat bawah. Mereka yang ekonominya berkecukupan mungkin akan merasakan bagaimana apabila mereka harus membeli beras atau padi hasil transgenik dengan harga yang sangat tinggi. Begitupun dengan kandungan yang terdapat dalam padi hasil transgenik kemungkinan terdapat kandungan kimia yang berbahaya untuk kesehatan tubuh. Disisi lain kita mungkin akan menemukan dari padi transgenik ini adalah mudah ditanam pada musim apa saja, waktu panen akan terasa singkat, dan produksi padinya akan jauh lebih banyak dibandingkan produksi padi biasa. Untuk memahami bagaimana perkembangan padi hasil transgenik ini, penulis bermaksud memaparkan makalah yang berkaitan dengan padi hasil transgenik.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan rekayasa genetika padi?
Mengapa teknik transgenik digunakan untuk merekayasa tanaman padi?
Bagaiamana proses rekayasa genetika padi transgenik (padi emas, padi hibrida dan padi aromatik pandan putri)?
Apa keuntungan dan kerugian dari tanaman padi hasil transgenik (padi emas, padi hibrida dan padi aromatik pandan putri)?
Tujuan
Mengetahui maksud dari rekayasa genetika padi.
Mengetahui teknik transgenik yang digunakan untuk merekayasa tanaman padi.
Mengetahui proses rekayasa genetika padi transgenik (padi emas, padi hibrida dan padi aromatik pandan putri).
Mengetahui keuntungan dan kerugian dari tanaman padi hasil transgenik (padi emas, padi hibrida dan padi aromatik pandan putri).
Manfaat
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu genetika
Dapat mengetahui dampak ilmu genetika dalam kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
REKAYASA GENETIKA PADI
Pengertian dan Tujuan Rekayasa Genetika Padi
Salah satu usaha manusia dalam mengembangkan ilmu biologi adalah dengan cara memanipulasi gen yang terdapat pada suatu organisme dengan tujuan menghasilkan organisme jenis baru yang identik secara genetika disebut rekayasa genetika. Pernyataan penulis ini senada dengan penuturan yang dijelaskan oleh Buu dan MyMy (2012) yang mengatakan bahwa rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen sehingga mampu menghasilkan produk.
Menurut Wijayanto (2013) mengatakan rekayasa genetika pada tanaman padi mempunyai target dan tujuan antara lain untuk peningkatan produksi, peningkatan mutu produk supaya tahan lama dalam penyimpanan pascapanen, peningkatan kandunagn gizi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu (serangga, bakteri, jamur, atau virus), tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas serangga jantan (untuk produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan, penundaan kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi.
Penulis memberikan pandangan terhadap apa yang dikatakan oleh Wijayanto tentang target dan tujuan dari rekayasa genetika tanaman padi. Memang benar tujuan dari rekayasa genetika adalah untuk menghasilkan produk yang lebih unggul dari benih atau induk aslinya. Namun disisi lain seharusnya para ilmuwan dan tokoh genetika memaparkan dan menjelaskan dampak dari pemanfaatan rekayasa genetika yang berlebihan. Salah satu contoh dari tanaman padi yang apabila dilakukan rekayasa genetika secara berlebihan kemungkinan akan muncul individu-individu yang kurang sehat akibat mengkonsumsi padi hasil rekayasa genetika secara berlebihan.
Padi sebagai Tanaman Transgenik
Salah satu hasil dari adanya rekayasa genetika ialah adanya padi transgenik (Buu dan MyMy, 2003). Adanya padi transgenik ini dikembangkan karena kebutuhan padi yang semakin meningkat dikalang penduduk di seluruh dunia terutama di benua Asia dan Afrika (Susanto dkk, 2003). Padi transgenik sendiri ialah tanaman padi yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman padi yang berbeda atau makhluk hidup lainnya (Buu dan MyMy, 2003). Penulis menambahkan penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan.
Di Indonesia padi transgenik telah banyak dikembangkan. Contoh padi hasil transgenik yaitu padi emas (golden rice), padi hibrida dan padi aromatik pandan putri.
REKAYASA GENETIKA PADI EMAS
Sejarah Padi Emas (Golden Rice)
Padi emas atau beras emas (golden rice) merupakan salah satu varietas padi hasil transgenik. Menurut Tang dkk (2012) mengatakan adanya rekayasa pada padi emas berawal dari sebuah keprihatinan para ilmuwan terhadap negara berkembang di Amerika Latin, Asia, Afrika, dan jutaan anak yang terancam buta karena kekurangan vitamin A. Sebagaiamana yang diketahui banyak orang vitamin A banyak terkandung dalam buah-buahan dan sayuran yang berwarna merah, kuning dan orange misalnya pepaya, tomat, dan wortel. Masyarakat miskin tidak mampu mengkonsumsi buah dan sayuran tersebut secara rutin, hal ini dikarenakan kondisi ekonomi mereka yang masih rendah. Buu and MyMy (2003) menambahkan demi memenuhi kebutuhan vitamin A, maka munculah pertanyaan bagaimana caranya menciptakan produk pangan massal yang kaya vitamin A? Salah satu produk dari rekayasa genetika untuk memenuhi kebutuhan vitamin A ialah adanya padi transgenik seperti padi emas (golden rice). Menurut informasi dari Sharratt (2014) golden rice (padi emas) ini dikembangkan oleh dua ilmuwan Eropa yaitu Ingo Potrykus dan Peter Beyer.
Jacinda (2013) menambahkan nama Golden rice diberikan karena butiran yang dihasilkan berwarna kuning menyerupai emas. Rekayasa genetika merupakan teknik yang digunakan untuk produksi padi emas (golden rice). Hal ini disebabkan karena tidak ada plasma nutfah padi yang mampu untuk mensintesis karotenoid. Pendekatan transgenik dapat dilakukan karena adanya perkembangan teknologi transformasi dengan Agrobacterium dan ketersediaan informasi molekuler biosintesis karotenoid yang lengkap pada bakteri dan tanaman. Penulis memberikan pandangan bahwa padi emas atau sering disebut golden rice ini pertama kali dikembangkan oleh beberapa ilmuwa Eropa dengan maksud menghasilkan padi yang memiliki kandungan vitamin A.
Padi Emas (Golden Rice) Hasil Rekayasa Genetika
Perkembangan hasil rekayasa genetika pada tumbuhan salah satunya adalah padi emas (golden rice). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Litbang Pertanian (2007) dapat diketahui bahwa istilah padi emas (golden rice) diberikan kepada padi yang direkayasa secara genetik dengan beras yang dihasilkan berwarna kuning-orange karena mengandung beta-karotena (pro-vitamin A) pada bagian endospermanya. Tubuh manusia mengubah beta-karotena tersebut menjadi vitamin A. Berdasarkan informasi dari Sharratt (2014) beta-karotena adalah pigmen dengan warna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan. Menurut Jacinda (2013) adanya kandungan beta-karotena ini menyebabkan warna beras dari padi tersebut tampak kuning-kejinggaan. Hal ini berbeda dengan padi tipe liar (normal), endosperma padi tidak menghasilkan beta-karotena dan akan berwarna putih hingga putih kusam.
Gambar 1. Golden rice (padi emas) hasil rekayasa genetika
(Sumber: http://winda-puspitasari.blogspot.com)
Penulis mendeskripsikan bahwa padi emas merupakan padi hasil rekayasa genetika dengan memakai metode transgenik. Didalamnya terdapat beta-karotena yang akan diubah dalam tubuh manusia menjadi vitamin A.
Rekayasa Genetika Padi Emas (Golden Rice)
Endosperma padi tipe liar (normal) tidak akan menghasilkan beta-karotena tetapi akan menghasilkan geranylgeranyl diphosphate (GGPP) yang merupakan prekursor awal beta-karotena. Oleh karena itu perlu menggunakan teknik genetika rekombinan dengan tujuan untuk mengembangkan endosperma padi yang akan menghasilkan beta-karotena (Tang dkk, 2012).
Seluruh beta-karotena jalur biosintesis 2 gen dari daffodil Narcissus psuedonarcissus (phytoene synthase dan lycopene beta-cyclase) dan 1 gen bakteri Erwina uredovora direkayasa dengan menjadikan endosperma padi untuk mengubah GGPP menjadi beta-karotena. Hasil produk padi emas (golden rice) 1,6 - 2,0 mg beta-karotena / g beras kering (Goledberg, 2001). Beta-karotena ini tidak beracun dan dapat disimpan oleh tubuh. Tubuh mengubah beta-karotena menjadi vitamin A yang beracun pada tingkat tinggi (Buu and MyMy, 2003).
Menurut Jacinda (2013) mengatakan beberapa ilmuwan Eropa melaporkan bahwa di dalam biji padi terdapat bahan dasar (prekusor) geranylgeranyl diphosphate (GGDP). Untuk mengkonversi geranylgeranyl diphosphate ke beta-karotena terdapat empat enzim tambahan yang diperlukan seperti sintase phytoene, phytoene desaturase, karoten desaturase, dan lycopene cyclase. Enzim ini diidentifikasi dan gen mereka diisolasi dari berbagai tanaman dan bakteri. Phytoene desaturase dan desaturase carotene yang dielakkan dengan menggunakan enzim bakteri. Desaturase karotena, yang memberikan hasil gabungan. Seluruh beta-carotene jalur biosintesis (tiga gen pada tiga vektor) diubah menjadi endosperm padi dengan Agrobacterium. Hasilnya adalah endosperms kuning dan memperoleh nama Golden Rice (Ye et al., 2000 dalam Tang dkk 2012).
Geranylgeranyl-PP
Phytoene synthase
Phyone + 2 pyrophosphate
Crt 1
Zeta-carotene
Crt 1
Lycopene
Lycopene cyclase
alfa-carotene beta-carotene
Gambar 2. Biosintesis beta-carotene
(Sumber: http://eri08tirtayasa.blogspot.com)
Menurut Sharratt (2014) secara sederhana dengan memasukkan 2 gen yang mengkode enzim phytoene synthase (PSY) dan carotene desaturase (CRT 1), siklus biosintesis beta karotin dapat kembali berfungsi untuk menghasilkan provitamin A. Konsep inilah yang digunakan pada pembuatan golden rice (padi emas). Buu dan MyMy (2003) mengatakan phytoene synthase (PSY) telah diidentifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi kecepatan pembuatan provitamin A. Gen PSY yang berasal dari padi memberikan hasil beta karotin terbanyak. Namun menurut laporan Jacinda (2013) mengatakan bahwa padi tidak menghasilkan phytoene karena terjadi penghambatan fungsi dari enzim phytoene synthase (PHY) dalam mengubah GGDP menjadi phytoene. Meskipun demikian, penghambatan fungsi enzim tersebut bisa dihilangkan dengan cara mengintroduksi gen PHY dari tanaman daffodil (bunga narsis/bakung) dengan menggunakan promoter spesifik untuk endosperma. Selain PHY dan CRT 1, masih ada satu enzim lagi yang diperlukan untuk mengubah lycopene menjadi beta-karoten yaitu lycopene cyclase (LYC) yang juga berasal dari tanaman daffodil. Menurut Beyer 2002 (dalam Buu dan MyMy 2003) mengatakan percobaan tentang padi emas (golden rice) disempurnakan dengan teknik co-transformasi dari cDNA konstruksi untuk mengubah jalur biosintesis beta-karotena dengan baik. Hal ini dilakukan dengan menggunakan 2 gen dari daffodil Narcissus psuedonarcissus (phytoene synthase dan cyclase lycopene) dan 1 gen dari bakteri Erwinia uredovora (karoten desaturase). Dengan teknik tersebut padi emas (golden rice) mampu menghasilkan 1,6-2,0 mg β-carotene / g beras kering. Dengan faktor konversi dari 6 µg β-carotene 1 µg retinol, 200 g / hari beras akan menghasilkan 70 µg / hari retinol yang tidak cukup untuk memenuhi tunjangan harian yang direkomendasikan dari retinol (1000- 800 RE). Tang dkk (2012) mengatakan padi emas yang dikembangkan telah berhasil menghasilkan 37 µg/g karotinoid yang mengandung 31 µg/g beta karotin. Sehingga sebanyak 72 g padi emas dapat memenuhi separuh angka kecukupan gizi yang dianggap sudah cukup untuk menjaga kebutuhan vitamin A secara sehat. Karena konsumsi beras di negara-negara berkembang adalah sekitar 100-200 g per anak, maka asupan vitamin A dalam padi emas dinilai sangat sesuai.
Gambar 3 Perbedaan padi emas dengan padi normal
(Sumber: http://eri08tirtayasa.blogspot.com)
Manfaat Golden Rice (Padi Emas)
Jacinda (2013) mengatakan bahwa manfaat dari pembuatan beras emas atau padi emas (golden rice) adalah mampu menyediakan rekomendasi harian yang dianjurkan dari vitamin A dalam 100-200 gram beras, sehingga dengan mengkomsumsi beras emas (golden rice) ini dapat menyediakan kebutuhan vitamin A dan karbohidrat yang diperlukan oleh tubuh. Sedangkan menurut informasi dari Badan Litbang Pertanian (2007) mengatakan bahwa teknologi yang terlibat dalam pengembangan padi emas diberikan secara gratis oleh para penciptanya (Ingo Potrykus, ETH-Zurich dan Peter Beyer, Univ. Freibrug) yang menggunakan donasi untuk ijin hak intelektual dari beberapa perusahaan swasta. Dengan demikian tidak akan ada biaya ekstra guna memperoleh benih tersebut dari IRRI untuk digunakan secara lokal. Petanipun bisa menyimpan benihnya untuk digunakan bagi pertanaman berikutnya.
Penulis menyimpulkan bahwa beras dari padi emas boleh dikonsumsi tetapi jangan berlebih-lebihan. Para petanipun dapat mengembangkan produksi lahan mereka dengan menanam padi emas agar hasil panen yang mereka dapatkan jauh lebih bbaik dibandingkan dengan padi biasa.
Kerugian dari Golden Rice
Menurut Tang dkk (2012) mengatakan tidak semua ahli biologi setuju dengan adanya padi hasil transgenik berupa padi emas (golden rice). Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran terhadap golden rice atau padi emas dalam hal kesehatan seperti adanya zat penyebab alergi (alergen) berupa protein yang dapat ditransfer ke bahan pangan, terjadi resistensi antibiotik karena penggunaan marker gen dan terjadi outcrossing, yaitu tercampurnya benih konvensional dengan benih hasil rekayasa genetika yang mungkin secara tidak langsung menimbulkan dampak terhadap keamanan pangan. Sharratt (2014) menambahkan terhadap lingkungan dan perdagangan, padi emas (golden rice) dikhawatirkan merusak keanekaragaman hayati, menimbulkan monopoli perdagangan karena yang memproduksi PRG (dalam hal ini Golden rice) secara komersial adalah perusahaan multinasional, menimbulkan masalah paten yang mengabaikan masyarakat pemilik organisme yang digunakan di dalam proses rekayasa, serta pencemaran ekosistem karena merugikan serangga nontarget misalnya.
Penulis menambahkan meskipun padi emas dikatakan memiliki manfaat tetapi kerugian pun bisa terjadi. Karena produksi padi emas lebih cepat maka dikhawatirkan akan terjadi monopoli perdagangan padi. Selain itu kemungkinan adanya penanaman padi emas ini akan menimbulkan pencemaran tanah oleh limbah pertaniaan diakibatkan pupuk yang digunakan mengandung pestisida yang berlebihan.
REKAYASA GENETIKA PADI HIBRIDA
Sejarah Padi Hibrida
Varietas padi hibrida ditemukan pertama kali di Cina pada tahun 1974 (Yuan 1994 dalam Cheng dkk 2007). Suwarno 2002 (dalam Imran, Ali dan Suriany 2009) mengemukakan bahwa di Cina areal pertanaman padi hibrida meningkat dengan cepat dari 9 juta ha pada tahun 1984 menjadi 16 juta ha atau sekitar 50% dari total areal pertanaman padi. Sebagai perbandingan, Indonesia mempunyai sekitar 8,5 juta ha lahan sawah. Sekitar 5 juta ha di antaranya sawah irigasi. Luas sawah tersebut terluas ketiga di dunia setelah Cina dan India.
Hal ini berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lakitan (2007) yang menyatakan bahwa pengembangan padi hibrida dimulai sekitar tahun 1970, saat ditemukan tanaman jantan steril dari populasi padi liar (Oryza sativa f. Spontanea) di Hainan, Cina. Padi liar ini disebut sebagai wild rice with abortive pollen atau disingkat padi WA. Padi WA ini disilang dengan padi lain untuk menghasilkan jantan steril yang disebut sebagai galur maintainer. Melalui proses persilangan yang diulang terus menerus (backcross) dengan induk dari galur maintainer ini diperoleh tanaman padi dengan karakter jantan steril yang stabil, yang disebut galur padi cytoplasmic male sterile atau disingkat CMS. Tanaman padi CMS ini digunakan sebagai salah satu induk untuk menghasilkan padi hibrida.
Meskipun terdapat perbedaan antara kedua pendapat para ahli, namun menurut penulis tidak perlu dipersoalkan masalah yang berkaitan dengan sejarah pengembangan padi hibrida. Yang terpenting ilmuwan-ilmuwan biologi mencoba untuk mengembangkan teknik padi hibrida guna mencukupi kehidupan pangan rakyat Indonesia dan negara-negara lain. Selain itu skala usaha yang ekonomis bagi industri perbenihan padi hibrida relatif tidak sulit untuk dipenuhi. Potensi pasar yang besar sangat diperlukan bagi investasi dibidang agroindustri perbenihan padi hibrida.
Rekayasa Genetika Padi Hibrida
Imran dan Suriany (2009) mengatakan bahwa padi hibrida adalah padi hasil turunan pertama dari persilangan antara induk mandul jantan (GMJ = CMS = A) dan pemulih kesuburan (Restorer = R). Turunan pertama tersebut memiliki sifat kedua tetuanya. Jika sifat-sifat tetua yang saling mendukung bergabung akan dihasilkan turunan yang memiliki gabungan sifat yang lebih baik dari kedua tetuanya. Sehingga pada rekayasa genetika padi hibrida ini diharuskan selalu ada galur mandul jantan, galur pelestari, dan galur pemulih kesuburan untuk setiap kali akan memproduksi benih padi hibrida (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Susanto dkk (2003) mengatakan rekayasa genetika padi ini pembentukannya bertujuan untuk mendapatkan varietas hibrida yang mempunyai potensi hasil minimal satu ton lebih tinggi dibandingkan dengan padi inbrida. Menurut Cheng dkk (2007) mengatakan padi hibrida di rekayasa genetika pertama kali di Cina dengan menggunakan padi liar yang disebut wild rice yang disilangkan dengan padi lain untuk menghasilkan jantan steril yang disebut sebagai galur maintainer. Melalui proses persilangan yang diulang terus menerus (backcross) dengan induk dari galur maintainer ini diperoleh tanaman padi dengan karakter jantan steril yang stabil yang disebut galur padi cytoplasmic male sterile atau disingkat CMS. Benih yang dihasilkan merupakan benih hibrida F1 yang mempunyai sifat superior (daya hasil tinggi), tetapi potensi hasil ini tidak dapat diturunkan ke generasi berikutnya (F2 dan seterusnya).
Teknologi padi hibrida memerlukan pemanfaatan tiga galur, yaitu CMS (Cytoplasmic Male Sterillity), galur pemulih kesuburan (restorer), dan galur pelestari (maintainer), sehingga biasa disebut dengan teknik tiga galur. Selanjutnya berkembang teknik hibrida dua galur yang memanfaatkan galur Environment Genic Male Sterility (EGMS). Galur EGMS dapat menjadi steril pada kondisi tertentu sehingga dapat digunakan sebagai mandul jantan, tetapi dapat menjadi fertil pada kondisi yang lain sehingga digunakan untuk memperbanyak galur EGMS tersebut. Satu galur yang lain adalah tetua jantan (Susanto dkk, 2003).
Menurut Virmani et al.1997 dalam Susanto dkk (2003), teknik tiga galur memerlukan dukungan komponen-komponen seperti: 1) Galur mandul jantan (CMS = galur A) yang 100% mandul dan stabil kemandulannya. 2) Galur pemulih kesuburan (restorer = galur R) dengan daya pemulihan kesuburan yang tinggi serta daya gabung khususnya, sehingga nilai heterosisnya tinggi. 3) Galur pelestari kemandulan tepung sari (galur B) yang murni.
Wild-Abortive CMS (CMS-WA) adalah tipe pertama galur kemandulan jantan yang digunakan dalam pemuliaan padi hibrida, dan memiliki kualitas jenis utama dari CMS. Kombinasi padi hibrida utama di China berasal dari beberapa CMS dan galur pemulih serta galur pelestari banyak ditanam untuk beberapa waktu. CMS-WA dari jenis padi hibrida yang populer ialah Shanyou 63 yang ditanam pada areal total 62 x 106 ha2 antara tahun 1984 dan 2003, menduduki areal terbesar untuk hibrida tunggal 1987-2001 dan memiliki areal tahunan tertinggi lebih dari 6,67 x 106 ha2 pada tahun 1990 (Cheng dkk, 2007). Menurut Susanto dkk (2003) mengatakan sejauh ini terdapat delapan jenis CMS telah digunakan secara komersial untuk produksi beras dan CMS –WA adalah jenis padi hibrida yang tetap mendominasi keunggulannya.
Gambar 4. Perbedaan padi hibrida dan padi inbrida
(Sumber: http://produksiana.wordpress.com)
Secara umum perbedaan antara padi Hibrida dan Inbrida menurut Imran dan Suriany (2009) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan padi hibrida dan padi inbrida
No
Varietas Hibrida
Varietas Inbrida
1
Komposisi genetik heterozigot homogen
Komposisi genetik homozigot homogen
2
Produksi benih dihasilkan dari persilangan 2 galur yang berbeda
Produksi benih dihasilkan dari penyerbukan sendiri
3
Benih yang digunakan untuk pertanaman konsumsi berupa benih F1
Benih yang digunakan berupa benih turunan generasi lanjut atau bukan F1
4
Ada keunggulan yang disebabkan
Oleh fenomena heterosis
Tidak terdapat fenomena heterosis
5
Tanaman lebih seragam
Ketidakseragaman sangat mungkin terjadi
(Sumber: Koleksi pribadi)
Penulis menyimpulkan bahwa dalam melakukan rekayasa genetika padi hibrida ini menggunakan padi liar dengan persilangan backross. Pemanfaatannya ada yang menggunakan tiga galur dan ada juga yang dua galur. Adanya padi hibrida ini adalah hasil rekayasa genetika dari padi inbrida.
Prinsip Padi Hibrida
Menurut Cheng dkk (2007) mengatakan prinsip padi hibrida adalah memanfaatkan sifat heterosis (hybrid vigor) ketika dua tetua yang berbeda dikawinkan. Benih yang dihasilkan (F1) ketika ditanam diharapkan akan memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan dua tetuanya. Varietas padi hibrida mutlak diperlukan tetua A yang memiliki sifat mandul jantan, karena bunga padi sangat kecil dan banyak yang tidak mungkin dilakukan kastrasi (membuang benang sari) satu persatu. Pada padi hibrida diperlukan 3 tetua, yakni tetua A sebagai galur yang punya sifat mandul jantan, sering disebut galur CMS (Cytoplasmic Male Sterility line) galur B (maintainer line) yang berfungsi sebagai tetua yang ketika disilangkan dengan tetua A bisa menghasilkan benih yang ketika ditanam tanamannya adalah mandul jantan juga. Tanpa tetua B benih-benih tetua A tidak mungkin bisa diproduksi. Tetua yang lain adalah tetua R (restorer) yakni tetua yang akan disilangkan dengan tetua A untuk menghasilkan benih F1. Ketiga tetua inilah yang dipakai sebagai modal untuk menghasilkan benih F1 yang bagus. Namun untuk mendapatkan 3 tetua tersebut tentu saja memerlukan waktu bertahun-tahun dan penelitian yang tidak mengenal lelah.
Cheng dkk (2007) menambahkan tetua A dan B merupakan pasangan yang tidak terpisahkan dan harus cocok secara genetik. Tetua A atau galur CMS merupakan galur yang secara genetik membawa sifat mandul jantan ditandai dengan tidak adanya kemampuan menghasilkan polen yang fertil. Sifat ini di bawa oleh DNA faktor S (steril) yang terdapat pada sitoplasma, ketika berinteraksi dengan DNA pada inti sel (rr) yang juga steril maka ekspresi polen menjadi steril juga. Pada persilangan CMS (A) dan maintainer (B), yang dipakai sebagai induk betina adalah galur A dengan gen S pada sitoplasma. Polen yang digunakan dari galur B bersifat fertil, namun gen S pada mitokondria B tidak terikat pada persilangan A x B. Oleh karena itulah benih-benih yang dihasilkan dari persilangan A x B ketika ditanam akan steril. Galur A dan B ini harus dicari dengan cara mengeskplorasi plasma nutfah yang ada baik dari varietas lokal atau introduksi, japonica/indica, varietas liar, dan sebagainya. Persilangan dengan jarak genetik yang berbeda biasanya bisa menghasilkan tanaman CMS. Untuk menghasilkan tanaman A dan B yang kembar biasanya dilakukan silang balik berkali-kali. Hal ini perlu dilakukan agar ketika dilakukan persilangan dengan restorer tidak banyak variasi genetik pada tanaman CMS. Tanaman CMS harus seragam secara genetik. Dengan persilangan silang balik berulang-ulang akan dihasilkan tanaman CMS dan maintainer yang susunan genetik pada gen inti sama kecuali gen S pada sitoplasma (Qian et al., 1994 dalam Cheng dkk 2007).
Tabel 2. Mekanisme kerja padi hibrida (China Office National Hybrid Rice Research and Development)
Galur
Fungsi
Gen sitoplasma
Gen inti
Kondisi polen
A
CMS
S
(rr)
Steril
B
Maintainer
N
(rr)
Fertil
A/B
F1 CMS (=CMS)
S
(rr)
Steril
R
Restorer
N atau S
(RR)
Fertil
A/R
F1 Hybrid
S
(Rr)
Fertil
(Sumber: Cheng dkk 2007)
Keunggulan Tanaman Padi Hibrida
Berdasarkan informasi dari Badan Litbang Pertanian IRRI 2006 dalam Imran dan Suriany (2009) mengatakan terdapat beberapa keunggulan dari tanaman padi hibrida, seperti hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inbrida, vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma. Sedangkan menurut Susanto dkk (2003) mengatakan bahwa keunggulan dari padi hibrida yaitu padi hibrida lebih responsif terhadap perbaikan kondisi lingkungan dibandingkan dengan padi inbrida, pengembangan padi hibrida menguntungkan secara ekonomi, dan keunggulan dari aspek fisiologi seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa padi hibrida hasil rekayasa genetika ini boleh dikonsumsi oleh masyarakat dan boleh dikembangkan oleh para petani. Hanya saja saat mengkonsumsi atau mengembangkannya hendaklah dilakukan secara kebutuhan dan tidak boleh berlebih-lebihan.
Kelemahan Tanaman Padi Hibrida
Selain terdapat keunggulan, menurut Badan Litbang Pertanian IRRI 2006 dalam Imran dan Suriany (2009) padi hibrida juga memiliki kelemahan, seperti harga benih yang mahal, petani harus membeli benih baru setiap nanam, karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya. Sedangkan menurut Susanto dkk (2003) mengatakan bahwa padi hibrida memiliki beberapa kekurangan seperti standar heterosis tidak stabil pada lingkungan yang berbeda, galur-galur CMS sangat peka terhadap hama dan penyakit daerah tropis, produksi benih cukup rumit dan memerlukan areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu.
Dengan demikian penulis mengajak pembaca untuk tidak menggunakan padi hibrida secara berlebih-lebihan. Selain itu petanipun hendaklah tidak terlalu banyak menanam padi hibrida dikarenakan akan mengganngu terhadap lingkungan.
REKAYASA GENETIKA PADI AROMATIK PANDAN PUTRI
Sejarah Padi Aromatik Pandan Putri
Salah satu varietas unggul padi hasil karya anak bangsa yang telah dikontribusikan untuk menambah keragaman varietas unggul padi nasional adalah padi pandan putri. Menurut Wirawan (2010) menyatakan bahwa varietas ini termasuk tanaman padi yang cocok untuk lahan basah, bersifat aromatik (berbau harum) dan mudah beradaptasi di berbagai kondisi lahan. Karena merupakan keturunan dari varietas pandan wangi yang menjadi kebanggaan Kabupaten Cianjur, varietas baru ini kemudian diberi nama pandan putri. Wirawan (2010) menambahkan berawal dari kondisi bahwa varietas pandan wangi yang masih sangat sulit untuk bisa diproduksi secara massif, maka Prof. Dr. Ismachin pemulia tanaman dari Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melakukan rekayasa genetika terhadap Pandanwangi dengan menggunakan teknik radiasi.
Penulis menyimpulkan bahwa adanya pandan putri ini direkayasa genetik dari pandan wangi. Padi pandan putri ini merupakan hasil karya dari anak-anak bangsa Indonesia.
Padi Aromatik Pandan Putri Hasil Rekayasa Genetika
Menurut Sugihartati (2010) menyatakan sebagaimana yang kita ketahui pandan wangi adalah beras kebanggaan masyarakat Cianjur yang memiliki ciri khas tersendiri seperti baunya harum (aromatik), rasa nasinya sangat pulen dan penampilan nasinya sangat putih. Pandan wangi merupakan varietas javanica dengan karakteristrik berbiji bulat, berbulu dan tahan rontok. Pandan wangi mengandung kadar amilosa 7-20% dan amilopektin 80-93% yang menyebabkan padi varietas ini bertekstur pulen (Litbang, 2006 dalam Sugihartati 2010). Wirawan (2010) menambahkan dengan kombinasi dari keragaman sifat khas tersebut kemudian membuat pandan wangi banyak dicari dan harganya menjadi sangat mahal. Agar pandan wangi mudah diproduksi maka seorang Prof. Dr. Ismachin (2001) mencoba melakukan rekayasa genetika dengan teknik radiasi.
Lebih lanjut Wirawan (2010) mengatakan sebagaimana karakteristiknya radiasi gamma bisa menyebabkan perubahan sifat keturunan apabila ditembakkan pada bebijian tanaman. Interaksi antara sinar gamma dengan kromosom bisa menyebabkan struktur kromosom rusak, putus atau berpindah pasangan. Perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi sifat tanaman yang diradiasi. Sifat baru yang muncul bisa beragam, bisa lebih bagus atau sebaliknya. Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan tanaman dari sejak proses penyemaian, masa pertumbuhan hingga waktu panen. Pada saat inilah akan terlihat perubahan yang terjadi pada tanaman dan hanya terhadap sifat yang baik yang dilakukan pengamatan selanjutnya hingga diperoleh sifat tanaman yang diinginkan.
Dalam pengamatannya, Ismachin (2001) dalam Wirawan 2010 menjelaskan langkah pertama pengujian adalah melakukan iradiasi terhadap biji dengan dosis tertentu. Pada generasi pertama biasanya tanaman akan rusak. Kemudian generasi kedua diseleksi terhadap wereng. Tahap berikutnya kembali dilakukan proses seleksi. Begitu seterusnya sehingga mendapatkan turunan terbaik. Radiasi gamma (iradiasi) terhadap pandan wangi dilakukan tahun 2001. Teknik dengan menggunakan radiasi gamma dilakukan karena bisa mengubah sifat keturunan bila ditembakkan ke bebijian tanaman. Interaksi gamma dan kromosom menyebabkan struktur kromosom rusak, putus atau berpindah pasangan. Perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi sifat tanaman yang diradiasi. Sifat baru yang muncul bisa lebih bagus atau sebaliknya. Ismachin lebih lanjut menjelaskan setelah dilakukan pengujian akan menghasilkan galur mutan harapan. Pada galur mutan itu kemudian dilakukan uji multilokasi di 17 kecamatan di Cianjur antara tahun 2008 dan 2009. Hasilnya menunjukkan galur mutan itu bisa beradaptasi baik di seluruh wilayah uji. Sifat positif lain adalah masa panen pendek, hanya sekitar empat bulan, tekstur, aroma, dan rasa nasinya tak berubah tetap sama seperti induknya. Uji multilokasi juga dilengkapi uji fisik galur, kandungan protein, amilosa, dan uji rasa. Hasilnya diajukan keTim Penilai dan Pelepasan Varietas (P2V) tanaman. Akhirnya, iradiasi dinyatakan berhasil dan lolos uji pelepasan. Kemudian dengan surat keputusan Menteri Pertanian tertanggal 28 Juni 2010 dengan nomor 2366/Kpts/SR-120/6/2010 galur mutan dengan kode PW 67 a PsJ itu ditetapkan sebagai varietas unggul dan diberi nama pandan putri. Dengan hadirnya pandan putri diharapkan beras beraroma wangi dan pulen akan lebih mudah ditemukan di pasaran dan lebih banyak lagi masyarakat yang bisa mengkonsumsi. Satu lagi kontribusi BATAN untuk disumbangkan bagi bangsa varietas unggul pandan putri untuk melengkapi 15 varietas unggul hasil litbang BATAN sebelumnya.
Menurut Seno dkk (2011) mengatakan aroma varietas pandan wangi yang sangat populer di masyarakat merupakan donor aroma yang potensial. Pada introduksi aroma baik secara rekayasa genetika, persilangan konventional, maupun persilangan terarah diperlukan mark spesifik aromatik yang dapat mengidentifikasi varietas pandan wangi dan progeni persilangannya dari sampel varietas non aromatik. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa tanaman padi pandan putri yang merupakan hasil rekayasa genetika dengan menggunakan teknik radiasi gamma menyebabkan struktur kromosom rusakatau putus atau bisa juga pindah silang menyebabkan gen pembawa aromanya menjadi lebih harum dibandingkan padi pandan wangi.
Kelebihan Padi Aromatik Pandan Putri
Sebagai sebuah varietas unggulan hasil rekayasa nuklir, pandan putri diharapkan mampu meningkatkan kekuatan pada sektor pertanian. Terlebih lagi varietas ini bisa ditanam di manapun, tidak seperti varietas pendahulunya, Pandan Wangi yang hanya bisa tumbuh di wilayah tertentu. Hasil uji lapangan di 20 titik, varietas padi pandan putri mengalami peningkatan 10-20%, terlebih usia panennya hanya sekitar 120 hari. Deputi Pendayagunaan Hasil Litbang dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir Batan Dr Taswanda Taryo menjelaskan, pandan putri memiliki kualitas, ciri, fisik, rasa, dan wangi yang sama dengan pandan wangi, induknya. Namun pandan putri memiliki umur tanam lebih singkat,antara 115 dan 130 hari, sedangkan pandan wangi lebih lama, berkisar 185 hari. Produksi pandan putri juga lebih besar, potensi hasilnya mencapai 8 ton gabah kering giling (GKG) per hektare, sedangkan pandan wangi hanya antara 3 ton dan 4 ton GKG per hektare (Wirawan, 2010).
Wirawan (2010) menambahkan setelah memakan waktu lebih dari satu dasawarsa penelitian, akhirnya dihasilkan varietas pandan putri yang secara fisik sama dengan pandan wangi tetapi memiliki beberapa keunggulan. Umur padi pandan putri lebih singkat dua bulan dibandingkan pandan wangi. Potensi hasilnya yang 8 ton/ha gabah kering giling sedikit lebih tinggi daripada pandan wangi yang 7,4 ton/ha GKG. Dengan hadirnya pandan putri diharapkan beras beraroma wangi dan pulen akan lebih mudah ditemukan di pasaran dan lebih banyak lagi masyarakat yang bisa mengkonsumsi. Satu lagi kontribusi BATAN untuk disumbangkan bagi bangsa Varietas unggul Pandanputri untuk melengkapi 15 varietas unggul hasil litbang BATAN sebelumnya.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa adanya padi pandan putri produksi beras yang enak, pulen dan berkualitas akan mudah didapatkan oleh masyarakat dan para petani akan mampu memproduksinya.
Kekurangan Padi Aromatik Pandan Putri
Wirawan (2010) mengatakan selain memiliki kelebihan padi aromatik pandan putri memiliki kekurangan seperti varietas pandan putri ini rentan terhadap wereng batang cokelat biotipe 1, 2, dan 3 terhadap sundep/beluk dan rentan penyakit tungro. Selain itu seperti pandan wangi, ukuran malai pandan putri besar sehingga bulir padinya sulit dirontokkan. Akibatnya, butuh mesin khusus untuk merontokkannya. Penulis menambahkan selain kekurangan yang disebutkan diatas, karena padi pandan putri ini memakai teknik radiasi gamma kemungkinan akan berdampak yang kurang baik bagi kesehatan tubuh, selain itu dapat pula menimbulkan pencemaran lingkungan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Rekayasa genetika ialah usaha manusia dalam mengembangkan ilmu biologi dengan cara memanipulasi gen yang terdapat pada suatu organisme dengan tujuan menghasilkan organisme jenis baru yang identik secara genetika.
Padi transgenik ialah tanaman padi yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman padi yang berbeda atau makhluk hidup lainnya.
Padi emas (golden rice) diberikan kepada padi yang direkayasa secara genetik dengan beras yang dihasilkan berwarna kuning-orange karena mengandung beta (β) karotena (pro-vitamin A) pada bagian endospermanya.
Padi hibrida direkayasa genetika dengan menggunakan padi liar yang disebut wild rice yang disilangkan dengan padi lain untuk menghasilkan jantan steril yang disebut sebagai galur maintainer.
Padi aromatik direkayasa genetik dengan memakai radiasi gamma yang dapat menyebabkan perubahan sifat keturunan apabila ditembakkan pada bebijian tanaman.
Padi transgenik memiliki kelebihan dan kekurangan baik dari mengkonsumsinya maupun memproduksinya.
Kritik dan Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2007. Informasi Ringkas Teknologi Padi. IRRI Rice
Knowledge Bank.
Buu and MyMy. 2003. Golden Rice: Genetically Modified to Reduce Vitamin A
Deficiency, Benefit or Hazard? Nutrion Bytes, 9 (2).
Cheeng Shi-Hua, Jie-Yun Zhuang, Ye-Yang Fan, Jing-Hong Du, and Li-Yong
Cao. 2007. Progres in Research and Development on hybrid Rice: A Super-
domesticate in China. Annals of Botany 100:959-966.
Imran Ali dan Suriany. 2009. Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida SI-8-
SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 15.
No. 2.
Jacinda, Vicky. 2013. Tugas Biologi Produk Bioteknologi Industri Golden Rice.
Malang: Universitas Brawijaya (makalah yang tidak dipublikasikan).
Lakitan, Benyamin. 2007. Padi Hibrida: Apakah ini jawabannya? Jurnal
Nasional, 4 Juli.
Seno Djarot Sesongko Hami, Akhmad Endang ZH, Tri Joko Santoso, Bram
Kusbiantoro, Zainal Alim Mas'ud. 2011. Identifikasi Gen Aroma Pada
Progeni-Progeni Backcross Antara Varietas Ciherang dengan Pandan Wangi.
0853-4217. Vol 16 No 2 Hlm: 136-141.
Sharratt, Lucy. 2014. "Golden Rice" GM Vitamin - A Rice. CBAN Suite 206, 180
Metcalfe Street Ottawa, Ontario, Canada, K2P 1P5.
Sugihartati. 2010. Aplikasi Marka Aromatik Bradbury dan RM 223 Untuk
Identifikasi Hasil Persilangan Ciherang- Mentik Wangi dan Ciherang-
Pandan wangi. Bogor: IPB (Makalah yang tidak dipublikasikan).
Susanto U, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno. 2003. Perkembangan Pemuliaaan
Padi Sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (3).
Tang Guangwen, Yuming Hu, Shi-an Yin, Yin Wang, Gerard E Dallal, Michael A
Grusak, and Robert M Russel. 2012. β-Carotene in Golden Rice is as good as
β-carotene in oil at providing vitamin A to children1-4. Am J Clin Nutr
2012;96:658-64. Printed in USA.
Wijayanto, Teguh. 2013. Prospek Penerapan Bioteknologi dalam Pemanfaatan
dan Pengembangan Biodiversitas Padi Lokal Sulawesi Tenggara. 2087-7706
Vol. 3 No.1 Hal 41-47.
Wirawan, Arswendo. 2010. Beras Hasil Radiasi Gamma. Suara Merdeka, hal.19