MAKALAH
Konsep Dasar K3, Hazard dan Pengendaliannya
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Semester I
Tahun Akademik 2014/2015
Di Susun oleh:
STIKES FALETEHAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Jl. Raya Cilegon Km. 06 Pelamunan Kramat Watu Serang- Banten
2014
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul "Konsep Dasar K3, Hazard dan Pengendaliannya".
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasan dalam
makalah ini,maka dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun sehingga dapat melengkapi
kesempurnaan makalah ini.
Banyak pihak yang telah turut memberikan motivasi dan bantuan serta
bimbingan yang penulis terima selama proses penulisan makalah ini..
Semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya atas segala yang telah kita lakukan.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya,amiin.
Serang, 13 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................
....................................... 5
2.1 Konsep Dasar
K3..........................................................................
......................................7
2.1.1 Sejarah Perkembangan
K3…………………………........................................................7
2.1.2 Pengertian
K3..........................................................................
......................................... 7
2.1.3 Subdisiplin/cabang
keilmuan………………………….……………....….....................16
2.1.4 Tujuan dan Komponen
K3..........................................................................
................... 16
2.2 Hazard dan
Pengendaliannya.............................................................
........................... 18
2.2.1 Pengertian
Hazard……....................................................................
............................. 18
2.2.2 Komponen
Hazard………….……...............................................................
.................. 18
2.2.3Jenis-jenis
hazard......................................................................
...................................... 18
2.2.4 Pengendalian
Bahaya......................................................................
.............................. 20
2.2.5 Prinsip Management
Risiko......................................................................
.................... 21
BAB III
PENUTUP.....................................................................
.......................................... 29
3.1
Kesimpulan..................................................................
.....................................................29
3.2
Saran.......................................................................
...........................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah
yang yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah
tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan,
dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah 'keselamatan dan
kesehatan kerja', dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian.
Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan
pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi lain mempunyai
pengertian sebagai suatu terapan atau suatu program yang mempunyai
tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Keselamatan
dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah
dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan
risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-
kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan
praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan
keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang
besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak
hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu
adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlanya. Kehilangan
sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena
manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan
oleh teknologi apapun. Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta
kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja,
kematian 2.2 juta dan kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD.
Sedangkan di Indonesia menurut data PT. Jamsostek (Persero) dalam
periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000
kematian, 500 cacat tetap dan konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar.
Konpensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5 juta
pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek.
Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh sektor formal lebih
dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan kerugian dunia
usaha.(DK3N,2007). Melihat angka-angka tersebut tentu saja bukan suatu
hal yang membanggakan, akan tetapi hendaklah dapat menjadi pemicu bagi
dunia usaha dan kita semua untuk bersama-sama mencegah dan
mengendalikannya. Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
tempat kerja.
Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan
teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja. Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas,
perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat
internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang
mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia
seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional. Ditinjau dari aspek
ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun,
sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga
kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil
produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua
tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan
memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu,
sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap
tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja.
Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta
tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif,
sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya
meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban
manusia.
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan
perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai
subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan
banyaknya risiko yang diperoleh.
Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak
manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang
terkait. Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber kecelakaan kerja harus
harus teridentifikasi, kemudian diadakan perhitungan dan prioritas
terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah pengontrolan
risiko. Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting
karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya
yang dimiliki , karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi
ketersediaan ini. Semua konsep-konsep utama tersebut semakin
menyadarkan akan pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk
manajemen yang sistematis dan mendasar. Integrasi ini diawali dengan
kebijakan untuk mengelola K3 menerapkan suatu sistem manajemen
kesehatan dan keselamatam kerja. Sesuai dengan isi dalam makalah ini,
maka kami mengambil judul "Konsep Dasar K3, Hazard dan
pengendaliannya" untuk makalah ini.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang Konsep Dasar K3, Hazard dan
Pengendaliannya
b. Tujuan khusus
Dengan penyusunan makalah ini, mahasiswa diharapkan:
- Mampu memahami dan mngetahui tentang konsep dasar K3
- Mampu memahami dan mngetahui tentang Hazard dan Pengendaliannya
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Dasar K3
1. Sejarah Perkembangan K3
A. ZAMAN PRA-SEJARAH
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana
manusia yang hidup pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan
tombak yang mudah untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi
mereka saat digunakan. Disain tombak dan kapak yang mereka buat
umumnya mempunyai bentuk yang lebh besar proporsinya pada mata
kapak atau ujung ombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak
atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena
dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar.
Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak
membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.
B. ZAMAN BANGSA BABYLONIA (DINASTI SUMMERIA) DI IRAK
Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar
aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada
masa ini masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang
digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Dan semakin
berkembang setelah ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-
2500 BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi
dengan menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh
sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangunan
saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun
2000 BC muncul suatu peraturan "Hammurabi" yang menjadi dasar
adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.
C. ZAMAN MESIR KUNO
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir'aun banyak
sekali dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan
banyak orang sebagai tenaga kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya
pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan
dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja Ramses II
juga meminta para pekerja untuk membangun "temple" Rameuseum.
Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II
menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para
pekerjanya.
D. ZAMAN YUNANI KUNO
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah
Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit
tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya.
E. ZAMAN ROMAWI
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai
memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena
adanya paparan bahan-bahan toksik dari lingkungan kerja seperti
timbal dan sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander
Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan
perang.
F. ABAD PERTENGAHAN
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap
pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat
atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya
vapour di lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja
yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus
menggunakan masker.
G. ABAD KE-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus
Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang
kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai
memperkenalkan penyakit-penyakit akibat kerja terutama yang
dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli yang
bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah
mulai melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di
pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi.
H. ABAD KE-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini
(1664 – 1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam
bukunya yang terkenal : Discourse on the diseases of workers,
(buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para ahli
K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-dokter pada
masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan
penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia
mendiagnosa seseorang yaitu " What is Your occupation ?".
Ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan
penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan
yang digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan-gerakan janggal
yang dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic
factors)
I. ERA REVOLUSI INDUSTRI (TRADITIONAL INDUSTRIALIZATION)
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3
adalah :
-Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap
yang baru ditemukan sebagai sumber energi.
-Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
-Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku
(khususnya bidang industri kimia dan logam).
-Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar
berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin
baru.
-Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-
bahan sisa pembakaran
J. ERA INDUSTRIALISASI (MODERN IDUSTRIALIZATION)
Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan
abad 20 maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3
juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat
pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-alat
pengaman lainnya juga turut berkembang.
K. ERA MANAJEMEN DAN MANJEMEN K3
Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-
an hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori
Heinrich (1941) yang meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa
umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan
faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition). Pada
era ini berkembang system automasi pada pekerjaan untuk
mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor
manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalah-masalah
manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan
karena adanya blok-blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya
masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari
International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972
mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan bahwa
factor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan
tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984,
akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep
keterpaduan system manajemen K3 yang berorientasi pada
koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan
semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah
lingkungan dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya
kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan output.
Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar
internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.
L. ERA MENDATANG
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya
difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan
industri dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-
aspek yang sifatnya publik atau untuk masyarakat luas.
Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas
kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat
manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya
kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak
berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan
perwujudan aspek-aspek K3.
Sejarah Perkembangan K3 di Indonesia
Seperti halnya dengan perkembangan K3 dinegara-negara maju
lainnya. Perkembangan K3 di Indonesia tidak diketahui secara
pasti kapan tepatnya. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di eropa
sangat dirasakan sejak timbulnya revolusi industri, nemun
perkembangan K3 sesungguhnya baru dirasakan (terjadi) bebrapa
tahun setelah Negara kita merdeka yaitu pada saat munculnya
Undang-Undang Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan, meskipun
permulaannya belum berlaku, namun telah memuat pokok-pokok
tentang K3.
Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan pada tahun 1967
didirikan lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun 1965
berubah menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh.
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga igiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja di Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene
Perusahaan/Sanitasi umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di
Departemen Kesehatan. Disamping itu juga tumbuh organisasi
swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di
Surabaya. Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja) yang ada dipemerintah dari tahun-
ketahun selalu mengalami perubahan-perubahan dengan nama sebagai
berikut:
1. Pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Nasional Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja
2. Pada tahun 1978 berubah menjadi pusat Higiene Perusahaan,
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Hiperkes).
3. Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan
dan Kesehatan Kerja
4. Pada tahun 1988 berubah menjadi pusat Pelayanan Ergonomi,
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5. Pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higiene
Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan
bersama-sama dengan pengembangan kesehatan kerja yaitu selain
melalui institusi, juga dilakukan melalui upaya-upaya penerbitas
buku-buku, majalah, leaflet K3, spanduk-spanduk, poster dan
disebabarluaskan ke Seluruh Indonesia. Kegiatan lain adalah
seminar K3, konvensi, lokakarya, bimbingan terapan K3 diadakan
secara berkala dan terus menerus.
Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan
Kerja (AHKKI) yang memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah
NKRI dengan pusat di Jakarta.
Program pndidikan keahlian K3 dilaksanakan baik dalam
bentuk mata kuliah pendidikan formal yang diberikan pada
beberapa jurusan di Perguruan Tinggi, juga diberikan dalam
bentuk In formasl berupa kursus-kursus keahlian K3. dan salah
satu keahlian yang berkembang di tahun 2004 adalah HIMU =
Higiene Industri Muda.
Dari segi peraturan perundang-uandang yang berlaku, yaitu
perundangan yang menyangkut K3 yang terdapat dalam Undang-Undang
No.1 tahun 1970, Peraturan Menteri dan Surat edaran telah banyak
diterbitkan.
2. Pengertian K3
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah ilmu terapan yang
bersifat multi disiplin, bidang yang terkait
dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang
bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Menurut America
Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan sebagai
bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis
kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.
Pengertian K3 menurut undang-undang No.1 tahun 1970 (1) adalah
upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan
jasmani dan rohani manusia pada umumnya dan pekerja pada khususnya
serta hasil karya budaya 12 dalam rangka menuju masyarakat adil dan
makmur berdasarkan pancasila
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I
pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang
bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan
usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum. Selain pendapat diatas, ada beberapa ahli
yang mendefinisikan tentang kesehatan yaitu Parkins (1938)
mendefinisikan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan seimbang yang
dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang
berusaha mempengaruhinya. Hal yang sama diutarakan oleh sedangkan
Pepkin's (1978)menguraikan bahwa sehat adalah suatu keadaan
keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat
mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari
luar. Sedangkan menurut White (1977) menjelaskan bahwa sehat adalah
suatu keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai
keluhan apapun atau tidak ada tanda – tanda suatu penyakit dan
kelainan.Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi perhatain
karena pekerja adalah penggerak atau aset perusahaan konstruksi.
Jadi kondisi fisik harus maksimal dan sehat agar tidak mengganggu
proses kerja seperti pernyataan ILO/WHO (1995) bahwa kesehatan
kerja adalah suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan
derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan
kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh 11kondisi
pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko
akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan
kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai
adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
jabatannya.Suma'mur (1976) memberikan definisi kesehatan kerja
sebagai : "Spesialisasidalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik atau
mental maupun sosial dengan kesehatan yang diakibatkan faktor-
faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-
penyakit umum".Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang
bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan
usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan,
keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan
RI No. 9 Tahun 1960, Bab I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai
kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan (Slamet,
2012). Mia (2011) menyatakan bahwa kesehatan kerja disamping
mempelajari faktorfaktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan
manusia menderita penyakit akibat kerja (occupational disease)
maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya (work-related
disease) juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau
pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam
meningkatkan kesehatan (health promotion) pada manusia pekerja
tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya
yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya
cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan.
OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan
kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Dari definisi
keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta definisi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS
dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
suatu program yang menjamin keselamatan dan kesehatan pegawai di
tempat kerjaMangkunegara (2002) menyatakan bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusiapada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak
dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri
.Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan
yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya.
Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di
tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua
sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma'mur,
2006). Menurut Ridley (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia
(2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu
kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi
pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Sama halnya dengan
Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja
menunjukkan kepada kondisikondisi fisiologis-fisikal dan psikologis
tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan
oleh perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup,
dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan
risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak
boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost)
perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi
jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa
yang akan datang (Prasetyo, 2009).Keselamatan dan kesehatan kerja
pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan
terjadinya kecelakaan
Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan
penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin
keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari
kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi
penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang
manusiawi.
Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu
ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga
kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan Penyakit Akibat
Kerja meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian
makan dan minum bergizi.
Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan keilmuan dan
aplikasinya dalam hal sistem dan desain kerja, keserasian manusia
dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna tercapainya
pelakasanaan pekerjaan secara baik.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah sarana utama untuk
mencegah kecelakaan kerja, baik kecelakaan yang mengakibatkan
kerugian yang bersifat langsung ataupun tidak langsung. Adapun
kecelakaan yang bersifat langsung dapat berupa luka ringan (memar,
lecet, pendarahan ringan dan lain-lain) ataupun luka berat (luka
tebuka, putus jari, pendarahan berat dan lain-lain) dan kematian
sedangkan kerugian yang bersifat tidak langsung dapat berupa
kerusakan mesin, proses produksi terhenti, kerusakan pada
lingkungan dan biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan
perusahaan akibat dari kecelakaan kerja.
3. Subdisiplin/Cabang Keilmuan
Menurut Joint Committee of OHS dari ILO dan WHO bahwa subkeilmuan
besar dari K3 adalah :
a. Kesehatan Kerja (occupational Health) : kedokteran kerja,
toksikologi industri, epid, kesehatan kerja, promosi kesehatan
kerja
b. Keselamatan Kerja (safety) : savety enginering, risk management,
public safetu dll
Sub disiplin ilmu dari K3 yang menggunakan kedua keilmuan besar
tersebut adalah ergonomi dan ilmu perilaku.
Praktek K3 (keselamatan kesehatan kerja) meliputi pencegahan, pemberian
sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja
dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait
dengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik
industri, kimia, fisika kesehatan, psikologi organisasi dan
industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.
4. Tujuan dan Komponen K3
Tujuan K3 adalah untuk mengamankan sistem kerja dan menjaga well
being pekerja agar kegiatan pekerjaan dapat berlangsung dengan
baik, memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. K3
juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang
lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja,
meningkatkan kesejahteraan dan kenerja, menjamin kesehatan dan
keselamatan orang lain dalam lingkungan kerja, mengamankan sumber
polutan, menyehatkan lingkungan kerja dan mengefisienkan kegiatan
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral,
legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada
dalam kondisi aman sepanjang waktu.
Komponen K3 yang perlu diperhatikan, yaitu: Karakteristik
pekerjaan/kegiatan (jenis, ruang lingkup, lamanya kegiatan, tingkat
kegiatan), pengorganisasian dan manajemen pekerjaan, bahan dan alat
yang digunakan melaksanakan kegiatan, karakteristik manusia yang
melaksanakan kegiatan.
Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :
1. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja
2. Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja
3. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sasaran dari K3 adalah :
1. Menjamin keselamatan operator dan orang lain
2. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan
3. menjamin proses produksi aman dan lancar.
Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui habatan dalam penerapan K3 dalam
dunia pekerja, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Dari sisi masyarakat pekerja
Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan
kesehatan/kesejahtraan)
K3 belum menjadi tuntutan pekerja
Dari sisi pengusaha
Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. dan K3
dipandang sebagai beban dalam hal biaya operasional tambahan
Metode yang ada dalam keilmuan K3 ada 4:
1. Identifikasi bahaya
2. Analisis
3. Evaluasi
4. Pengendalian
1. Hazard dan Pengendaliannnya
1. Pengertian Hazard ( Bahaya)
Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang
menpunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda,
lingkungan, maupun manusia (Budiono, 2003).
Menurut Suardi (2005), bahaya adalah sesuatu yang berpotensi
menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, proses
kerja dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja.
Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang dapat mengakibatkan
cidera (injury) atau kerusakan (damage) baik manusia, properti dan
Setiap kegiatan yang dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari
resiko yang ditimbulkan dari bahaya, demikian pula kegiatan yang
dilakukan di industri yang dalam proses produksinya menggunakan
proses kimia. Proses kimia pada industri memberikan potensi bahaya
yang besar, potensi bahaya yang ditimbulkan disebabkan antara lain:
penggunaan bahan baku, tingkat reaktivitas dan toksitas tinggi,
reaksi kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan jumlah dari
bahan yang digunakan. Potensi bahaya yang ditimbulkan diperlukan
upaya untuk meminimalkan terhadap risiko yang diterima apabila
terjadi kecelakaan (Baktiyar, 2009). Mengingat potensi bahaya yang
besar pada industri yang menggunakan proses kimia, maka diperlukan
upaya pengendalian, sehingga resiko yang ditimbulkan pada batas-
batas yang dapat diterima melalui Risk Assessment. lingkungan
(Baktiyar, 2009)
2. Komponen Bahaya
- Karakteristik material
- Bentuk material
- Hubungan pemajanan dan efek
- Jalannnya pemajanan dari proses individu
- Kondisi dan frekuensi penggunaan
- Tingkah laku pekerja
3. Jenis-Jenis Hazard
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu
jeni bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu
bahaya kesehatan kerja dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya
Kesehatan kerja dapat berupa bahaya fisisk, kimia, biologi dan
bahaya berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan
kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja, pemajanan terjadi
pada waktu lama dan pada konsentrasi rendah, Bahaya keselamatan
(safety hazard) fokus pada keselamatan manusia yang terlibat dalam
proses, peralatan, dan teknologi. Dampak safety hazard bersifat
akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah.
Bahaya keselamatan
(Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran, dan
segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja.
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses
yang bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk,
terpotong, terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus
listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair,
dan padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan
korosif.
Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia.Bahaya
Keselamatan kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, bahaya berkaitan
dengan ergonomi, psikososial, elektrik, berdampak pada keselamatan
kerja, misalnya cedera, kebakaran, ledekan, pemajanan terjadi pada
waktu singkat.
-Hazard fisik, misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti
bahaya listrik, temperatur ekstrim, kelembaban, kebisingan,
kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, dan lain-lain.
-Hazard Kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu bahan
kimia.Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas,
pelarut, simen, getah sintetik, gentian kaca, pelekat antiseptik,
aerosol, insektisida, dan lain-lain.. Bahan-bahan kimia tersebut
merbahaya dan perlu diambil langkah - langkah keselamatan apabila
mengendalinya.
-Hazard biologi, misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup yang
berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri, tanaman, burung,
binatang yang dapat menginfeksi atau memberikan reaksi negative
kepada manusia.
-Hazard psikososial, misalnya yang berkaitan aspek sosial psikologis
maupun organisasi pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat
memberi dampak pada aspek fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya
pola kerja yang tak beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal,
beban kerja yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak
berfariasi, suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu
ramai dll sebagainya
-Hazard ergonomi yang termasuk didalam kategori ini antara lain
desain
tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat
melakukan
aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang berulang-
ulang
-Hazard Mekanis, semua jenis bahaya yang berasal dari benda-benda
bergerak atau bersifat mekanis. Contoh : mesin-mesin pemotong,
bahaya getaran.
4. Pengendalian Bahaya
- Eliminasi/penghilangan
- Substansi/mengganti material yang lebih aman
- Minimalisasi/pengurangan jumlah material yang digunakan
-Enginering/disain/baik pada sumber, pemajanan, pemisahan jarak
waktu, pemisahan lokasi pekerja dengan pekerjaan
- Administrasi : perubahan proses, rotasi kerja
-Pelatihan
-Pemberian alat pelindung diri/ APD
5. Prinsip Management Risiko
Manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori
accident model dari ILCI dan juga semakin maraknya isu lingkungan
dan kesehatan. Manajemen risiko bertujuan untuk minimisasi kerugian
dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang. Bila dilihat
terjadinya kerugian dengan teori accident model dari ILCI, maka
manajemen risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian
tersebut, sehingga efek dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya
manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian
maupun 'accident'.
Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari: penentuan
konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya, identifikasi risiko,
analisis risiko, evaluasi risiko, pengendalian risiko, pemantauan
dan telaah ulang, koordinasi dan komunikasi.
Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral
dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses
manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat
dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous
improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan
proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.
Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan
sistematis dari suatu rangkaian kegiatan: penetapan konteks,
identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi
risiko. Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan,
jabatan, proyek, produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat
memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan.
Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap
pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.
Terdapat empat prasyarat utama manajemen resiko, yaitu
1. Kebijakan Manajemen Risik
Eksekutif organisasi harus dapat mendefinisikan dan
membuktikan kebenaran dari kebijakan manajemen risikonya,
termasuk tujuannya untuk apa, dan komitmennya. Kebijakan
manjemen risiko harus relevan dengan konteks strategi dan tujuan
organisasi, objektif dan sesuai dengan sifat dasar bisnis
(organisasi) tersebut. Manejemen akan memastikan bahwa kebijakan
tersebut dapat dimengerti, dapat diimplementasikan di setiap
tingkatan organisasi
2. Perencanaan Dan Pengelolaan Hasil
a. Komitmen Manajemen; Organisasi harus dapat memastikan bahwa:
sistem manejemen risiko telah dapat dilaksanakan, dan telah
sesuai dengan standar dan hasil/ performa dari sistem manajemen
risiko dilaporkan ke manajemen organisasi, agar dapat digunakan
dalam meninjau (review) dan sebagai dasar (acuan) dalam
pengambilan keputusan.
b.Tanggung jawab dan kewenangan; Tanggung jawab, kekuasaan dan
hubungan antar anggota yang dapat menunjukkan dan membedakan
fungsi kerja didalam manajemen risiko harus terdokumentasikan
khususnya untuk hal-hal sebagai berikut: tindakan pencegahan
atau pengurangan efek dari risiko. pengendalian yang akan
dilakukan agar faktor risiko tetap pada batas yang masih dapat
diterima, pencatatan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kegiatan manajemen risiko, rekomendasi solusi sesuai cara yang
telah ditentukan, memeriksa validitas implementasi solusi yang
ada dan komunikasi dan konsultasi secara internal dan eksternal.
c.Sumber Daya Manusia; Organisasi harus dapat
mengidentifikasikan persyaratan kompetensi sumber daya manusia
(SDM) yang diperlukan. Oleh karena itu untuk meningkatkan
kualifikasi SDM perlu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang
relevan dengan pekerjaannya seperti pelatihan manajerial, dan
lain sebagainya.
3. Implementasi Program
Sejumlah langkah perlu dilakukan agar implementasi sistem
manajemen risiko dapat berjalan secara efektif pada sebuah
organisasi. Langkah-langkah yang akan dilakukan tergantung pada
filosofi, budaya dan struktur dari organisasi tersebut.
4. Tinjauan Manajemen
Tinjauan sistem manajemen risiko pada tahap yang spesifik, harus
dapat memastikan kesesuaian kegiatan manajemen risiko yang
sedang dilakukan dengan standar yang digunakan dan dengan tahap-
tahap berikutnya.
Manajemen risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
manajemen proses. Manajemen risiko adalah bagian dari proses
kegiatan didalam organisasi dan pelaksananya terdiri dari
mutlidisiplin keilmuan dan latar belakang, manajemen risiko adalah
proses yang berjalan terus menerus.
Elemen utama dari proses manajemen risiko:
-Penetapan tujuan; Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan
ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan.
-Identifkasi risiko; Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis
lebih lanjut.
-Analisis risiko; Dilakukan dengan menentukan tingkatan
probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan
tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut
(probabilitas X konsekuensi).
-Evaluasi risiko; Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan
kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk
beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika
tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke
dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan
pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
-Pengendalian risiko; Melakukan penurunan derajat probabilitas dan
konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode,
bisa dengan transfer risiko, dan lain-lain.
-Monitor dan Review; Monitor dan review terhadap hasil sistem
manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-
perubahan yang perlu dilakukan.
-Komunikasi dan konsultasi; Komunikasi dan konsultasi dengan
pengambil keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari
hasil manajemen risiko yang dilakukan.
Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level di organisasi.
Manajemen risiko dapat diterapkan di level strategis dan level
operasional. Manajemen risiko juga dapat diterapkan pada proyek
yang spesifik, untuk membantu proses pengambilan keputusan ataupun
untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik.
Beberapa Istilah Penting Dalam Manajemen Risiko
1. Konsekuensi
Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif
atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan
merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-
akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu
kejadian.
2. Biaya
Dari suatu kegiatan, baik langsung dan tidak langsung, meliputi
berbagai dampak negatif, termasuk uang, waktu, tenaga kerja,
gangguan, nama baik, politik dan kerugian-kerugian lain yang
tidak dinyatakan secara jelas.
3. Kejadian
Suatu peristiwa (insiden) atau situasi, yang terjadi pada tempat
tertentu selama interval waktu tertentu.
4. Analisis Urutan Kejadian
Suatu teknik yang menggambarkan rentangan kemungkinan dan
rangkaian akibat yang bisa timbul dari proses suatu kejadian.
5. Analisis Urutan Kesalahan
Suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan kombinasi-
kombinasi yang logis dari berbagai keadaan sistem dan penyebab-
penyebab yang mungkin bisa berkontribusi terhadap kejadian
tertentu (disebut kejadian puncak).
6. Frekuensi
Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang dinyatakan
sebagai jumlah peristiwa suatu kejadian dalam waktu tertentu.
Terlihat juga seperti kemungkinan dan peluang
7. Bahaya (hazard)
Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan mempunyai potensi
untuk menimbulkan kerugian.
8. Monitoring/ Pemantauan
Pengecekan, Pengawasan, Pengamatan secara kritis, atau
Pencatatan kemajuan dari suatu kegiatan, tindakan, atau sistem
untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi.
9. Probabilitas
Digunakan sebagai gambaran kualitatif dari peluang atau
frekuensi. Kemungkinan dari kejadian atau hasil yang spesifik,
diukur dengan rasio dari kejadian atau hasil yang spesifik
terhadap jumlah kemungkinan kejadian atau hasil. Probabilitas
dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1, dengan 0 menandakan
kejadian atau hasil yang tidak mungkin dan 1 menandakan kejadian
atau hasil yang pasti.
10. Risiko Ikutan
Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen risiko
dilakukan.
11. Risiko
Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap
sasaran. Ini diukur dengan hukum sebab akibat. Variabel yang
diukur biasanya probabilitas, konsekuensi dan juga pemajanan.
12. Penerimaan Risiko (acceptable risk)
Keputusan untuk menerima konsekuensi dan kemungkinan risiko
tertentu.
13. Analisis risiko
Sebuah sistematika yang menggunakan informasi yang didapat untuk
menentukan seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan
besarnya konsekuensi tersebut.
14. Penilaian risiko
Proses analisis risiko dan evalusi risiko secara keseluruhan.
15. Penghindaran risiko
Keputusan yang diberitahukan tidak menjadi terlibat dalam
situasi risiko.
16. Pengendalian risiko
Bagian dari manajemen risiko yang melibatkan penerapan
kebijakan, standar, prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan
atau mengurangi risiko yang kurang baik.
17. Evaluasi risiko
Proses yang biasa digunakan untuk menentukan manajemen risiko
dengan membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah
ditentukan, target tingkat risiko dan kriteria lainnya.
18. Identifikasi Risiko
Proses menentukan apa yang dapat terjadi, mengapa dan bagaimana.
19. Pengurangan Risiko
Penggunaan/ penerapan prinsip-prinsip manajemen dan teknik-
teknik yang tepat secara selektif, dalam rangka mengurangi
kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau konsekuensinya, atau
keduanya.
20. Pemindahan Risiko (risk transfer)
Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu
kelompok/ bagian lain melalui jalur hukum, perjanjian/ kontrak,
asuransi, dan lain-lain. Pemindahan risiko mengacu pada
pemindahan risiko fisik dan bagiannya ke tempat lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap
tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja.
Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta
tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif,
sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan. K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan
produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan
perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai
subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan
banyaknya risiko yang diperoleh.
3.2 SARAN
Jagalah keselamatan anda dalam kondisi yang aman dan patuhilah
pada peraturan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan
mengurangi risiko kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang No. 1 Tahun 2007 Tntang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Harrington, J.M.2003. Buku Saku Kesehatan Kerja-Ed. 3. Jakarta: EGC
sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com
http://ilmuk3.blogspot.com/2010/09/sejarah-perkembangan-k3_07.html
http://www.updatenya.com/2012/12/sejarah-perkembangan-k3-di-dunia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124267-S-5668-Studi%20terhadap-
Literatur.pdf
healthsafetyprotection.com/…dasar-keselamatan-kerja
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12483-Chapter1.pdf
http://s2informatics.files.wordpress.com/2007/11/introduction.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan_dan_keselamatan_kerja
-----------------------
Nur Annisa Setiarini
Maria Ulfa
Mega Silvia Rahayu
Siti Fitriani
Fiorenita Amita
Synthia Ashalina