PORTOFOLIO FORMULASI SEDIAAN EMULSI
NAMA KELOMPOK :
1. CATRINE DHARMAYU PRASETIA 2. DIONISIUS DANGGAR 3. FRIDOLINA SOI 4. LUDGERUS RIKARDUS NGGUDI 5. MARIA TRIVONIA FLORIBELA 6. RIZKI FATMA SOFYANI 7. TAUCHITUL ALFIAH 8. WINDY FEBRIANTI RA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG JUNI 2015 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak orang yang rentan terhadap penyakit, berbagai penyakit banyak diderita oleh masyarakat mulai dari balita hingga orang dewasa. Seiring Seiri ng dengan berkembang pesatnya Teknologi dan Ilmu Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, manusia juga mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya di dunia kefarmasian. Hal ini dapat dilihat dari bentuk sediaan yang beragam dan bervariasi yang telah di buat oleh tenaga farmasis. Sediaan obat tersebut antara lain berupa sediaan padat seperti serbuk, tablet, kapsul. Sediaan setengah padat seperti salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta bentuk serta bentuk sediaan cair yaitu suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan adanya bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Salah satu contoh sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi kesehatan, maupun toko obat adalah sediaan emulsi. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita mengonsumsi makanan secara tidak teratur yang dapat menyebabkan masalah yang yang disebut konstipasi. konstipasi. Konstipasi dianggap sebagai suatu gejala, bukan diagnosis yang mana merupakan suatu manifestasi berbagai kelainan atau akibat skunder yang mendasarinya ataupun dari suatu pengobatan. Hal ini harus diwaspadai pada semua kalangan karena dapat mempengaruhi pertumbuhan baik secara fisik maupun psikologis. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang secara modern menemukan jenis obat yang dapat melancarkan sisa makanan yang sulit keluar dari dalam tubuh atau yang disebut konstipasi. Dengan menghasilkan obat yang disebut oleum Ricini yang dapat melancarkan konstipasi.Jadi, dari obat
oleum richini
ini yang berfungsi sebagai
pelancar untuk yang bermasalah dengan konstipasi maka dibuatnya dalam bentuk sediaan yang cocok dan mudah diminum dalam bentuk sediaan cair emulsi. Munculnya berbagai jenis penyakit penyakit menimbulkan pemikiran pemikiran bahwa beberapa bentuk sediaan obat dapat digunakan ebagai alternatif penyembuhan, namum obat yang sering beredar dipasaran tidak terlalu diminati oleh masyarakat atau konsumen karena kurang begitu menarik, oleh karena itu kami membuat sediaan emulsi yang tidak mengurangi kandungan dan khasiatnya. 2
Sediaan emulsi masih sangat asing dikenal oleh masyarakat dan bahkan oleh tenaga kesehatan itu sendiri, oleh karena itu sedian emulsi emulsi
ini kami buat agar
masyarakat lebih memahami tentang sediaan emulsi. Kami akan membuat sedian obat emulsi dengan zat aktif yang berbeda dan dosis yang sesuai dengan resep dokter sehingga semua masyarakat bisa mengunsumsinya dengan baik dan bisa menyembuhkan penyakit. Dengan demikian pembuatan sediaan emulsi dengan aneka fungsi sudah banyak digeluti oleh sebagian besar produsen. Sediaan yang ditawarkanpun sangat beragam mulai dari segi pemilihan zat aktif serta zat tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga merk yang digunakan pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan emulsi. Sediaan emulsi merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat diaplikasikan. Sediaan emulsi juga merupakan sediaan dengan wujud cair (liquid),sediaan emulsi ini lebih banyak diminati oleh kalangan anak-anak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan emulsi dibandingkan dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan. Sediaan emulsi juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar. Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan sediaan emulsi terdapat kelebihan dan kekurangan. Diharapkan agar dapat mempertahankan kelebihannya, dan mengatasi kekurangan tersebut dengan membuatnya lebih baik lagi, agar dapat diterapkan dalam dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang diharapkan.
1.2 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum Mampu mengaplikasikan sediaan emulsi yang mengandung bahan aktif oleum richini sebagai richini sebagai pelancar pelancar konstipasi yang sesuai dengan standart.
3
1.2.2
Tujuan Khusus
1. Dapat membuat formulasi sediaan emulsi dengan bahan aktif Oleum richini sesuai dengan persyaratan sediaan emulsi. 2. Dapat memproduksi obat sediaan emulsi dengan dengan bahan bahan aktif Oleum richini richini yang sesuai dengan standart. 3. Dapat mengevaluasi sediaan emulsi dengan bahan aktif Oleum richini yang sesuai dengan persyaratan sediaan liquid. 4. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang sediaan emulsi 5. Dapat mengetahui perlakuan khusus dan komponen-komponen yang terkait pada sediaan emulsi 1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Praktikan 1) Mahasiswa mampu membuat sediaan emulsi dan menerapkan peraturan-peraturan yang ada sesuai pedoman pustaka. 2) Dapat memproduksi dan memasarkan hasil sediaan kepada masyarakat sehingga dapat memperoleh keuntungan 1.3.2 Manfaat Bagi Konsumen 1) Dapat memperoleh sediaan emulsi yang baik dan sesuai peraturan 1.3.3 Manfaat Bagi Industri 1) Dapat membuktikan bahwa industri mempunyai peran penting di dalam bidang farmasi. 2) Dapat membuat inovasi baru dalam pembuatan obat yang sesuai dengan persyaratan sediaan emulsi. 1.3.4 Manfaat Bagi Instalasi. 1) Dapat memperoleh suatu penelitian yang dapat menunjang untuk pembelajaran kedepan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Penyakit Konstipasi
2.1.1 Pengertian Konstipasi adalah masalah yang sering terjadi dan umum pada saluran pencernaan. Dimana anda mengalami kesulitan dalam buang air besar atau jarang buang air besar. Tinja anda mungkin keras sehingga susah buang air besar untuk dikeluarkan sehingga membuat anda harus berusaha payah untuk mengeluarkannya. Atau anda mungkin merasa ingin buang air besar lagi padahal sebelumnya anda sudah melakukannya. Tidak semua orang mempunyai kebiasaan buang air besar satu hari sekali. Tidak benar satu pernyataan yang menyatakan bahwa anda seharusnya buang air besar setiap harinya untuk dianggap kebiasaan atau pola buang auir besar anda teratur. Jarak atau rentang waktu yang normal dalam buang air besar adalah antara 3 kali sehari sampai 3 kali seminggu. Anda mungkin mengalami penyakit kontipasi jika anda mulai sering mengalami buang air besar lebih sedikit daripada yang biasanya terjadi. Ketika makanan yang kita makan masuk dalam saluran pencernaan, tubuh anda mengambil nutrient atau zat-zat gizi dan air dari makanan itu. Proses ini akan menciptakan yang namanya stool yang akan dikeluarkan melalui usus halus lewat kontraksi usus. Beberapa hal yang mempengaruhi proses tersebut. Hal-hal tersebut antara lain tidak cukup dalam konsumsi cairan, aktifitas yang kurang seperti olahraga dan aktifitas lainnya, tidak cukup makan makanan berserat, konsumsi obat-obatan tertentu, tidak menyegerakan ke kamar mandi saat anda merasa berkeinginan buang air besar dan secara teratur menggunakan laxatives atau obat pencahar juga nisa menjadi sebab sembelit. Penyakit konstipasi atau sembelit juga sering terjadi pada wanita hamil. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab stool bergerak lebih pelan melalui usus halus, yang mengarahkan pada timbulnya konstipasi.
5
2.1.2 Gejala Penderita konstipasi memiliki tinja yang keras, yang mungkin sulit untuk dikeluarkan. Penderita juga merasakan rektumnya belum sepenuhnya kosong. 2.1.3 Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. 2.1.4 Penyebab Konstipasi Konstipasi sering disebabkan oleh berubahnya makanan atau berkurangnya aktivitas fisik. Penyebab terjadinya konstipasi adalah 1. Pola makan yang kurang baik, makanan yang kaya akan hewani (produk susu, daging dan telur) dan gula akan tetapi kurang mengkonsumsi makanan yang berserat seperti buah dan sayuran dapat menyebabkan konstipasi. 2. Kurang minum air putih juga dapat menyebabkan feses keras. 3. Minuman yang mengandung kafein dan alkohol dapat menyebabkan kecing lebih sering. Tentunya hal ini dapat mengakibatkan kurangnya air untuk menjaga agar feses tetap lembut. 4. Pola buang air besar yang kurang baik. Mengabaikan keinginan untuk buang air besar dapat memulai siklus konstipasi atau susah buang air besar karena jika dibiarkan lama, orang tersebut juga dapat kehilangan keinginan untuk buang air besar. 5. Penggunaan pencahar secara berlebihan juga dapat menghilangkan reflek normal untuk buang air besar. 6. Pengaruh hormon dalam tubuh (misalnya dalam masa menstruasi atau kehamilan). 7. Usus kurang elastis (biasanya karena sedang dalam masa kehamilan atau usia lanjut). 8. Emosi, karena orang yang emosi atau cemas ususnya kejang, sehigga pertaltik usus terhenti dan usus besar menyerap kembali cairan feses. Akibatnya feses menjadi semakin keras. 9. Kelebihan memakan daging. Terutama daging merah karena sulit dicerna dan memiliki banyak zat besi. Besi adalah zat yang membuat pengerasan tinja, membuatnya berwarna gelap dan hitam. 6
10.Dari penyalahgunaan obat, seperti obat laksatif. Sebagai contoh, pemakaian pencahar berguna untuk melancarkan gerakan peristaltik. Lama-kelamaan usus menjadi terbiasa dan bergantung pada obat tersebut, mengakibatkan reaksi usus menjadi lamban, dan menghambat gerak peristaltik mandiri usus. 11.Makanan beku menghemat waktu dan energi tetapi menyebabkan banyak masalah kesehatan. Makanan beku memiliki serat yang sangat rendah dan banyak pengawet yang dapat mengganggu gerakan usus. Seperti es krim yang hampir tak mengandung serat sehingga tidak dapat membantu mengatur pergerakan usus ditambah lagi dengan kandungan gula dan susu di dalamnya dapat mengeraskan tinja. 12.Memakan buah atau sayuran tertentu yang dapat memadatkan kotoran secara alami secara berlebihan seperti pisang. 2.1.5 Akibat Konstipasi Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi cairan elektrolit, zat-zat organik misalnya glukose dan air, hal ini berjalan terus sampai di kolon descendens. Pada seseorang yang mengalami konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan yang terus berlangsung, maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga dapat menimbulkan haemorrhoid. Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya dipecahkan di dalam kolon dalam bentuk indol, skatol, fenol, kresol dan hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang khas pada tinja. Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol dan skatol, sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal toksemia maka berbahaya pada penderita dengan sirosis hepatis . Pada kolon stasis dan adanya pemecahan urea oleh bakteri mungkin akan mempercepat timbulnya “ hepatik encepalopati” pada penderita sirosis hepatis. 2.1.6 Faktor Psikologis Berperan Pada Konstipasi Akut Maupun Konstipasi Menahun 1. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan BAB yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau
7
diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis. Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini sedangkan pada orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan. Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan pispot atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB yang teratur. 2. Ketidaksesuaian Diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti it u meningkatkan pergerakan makanan tersebut. 3. Peningkatan Stres Psikologi
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi. 4. Latihan Yang Tidak Cukup
Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang refle ks pada proses defekasi. 5. Penggunaan Laxative Yang Berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan BAB – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat,
8
sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terusmenerus (toleransi obat). 6. Obat-obatan
Banya obat menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang. 7. Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi. 8. Proses Penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus. Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika BAB dapat menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intratorakal dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan meru pakan pencegahan yang terbaik. 2.1.7 Patofisiologi Kebiasaan buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya kurang dari 3 kali perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau 9
dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan. Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal secara teratur kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam. Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang otak, dan telah dilatih sejak masa anak-anak. Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat mengalami gangguan, yaitu kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau karena kelainan psikoneurosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, parasit, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna ( gastrektomi, kolesistektomi). Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan, sehingga menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama. Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sist emik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal. Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). 10
Statis tinja di kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada ref lek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa menyebabkan retensi tinja. Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi. Distensi rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat merembes disekitar tinja yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang tidak disengaja (encopresis) mungkin keliru dengan diare. 2.1.8 Pola Hidup Pola hidup seperti diet rendah serat, kurang minum dan olahraga merupakan penyebab tersering dari konstipasi. Penyebab umum dari konstipasi adalah diit yang rendah serat, seperti terdapat pada sayuran, buah, dan biji-bijian, dan tinggi lemak seperti dalam keju, mentega, telur dan daging. Mereka yang makan makanan yang kaya serat biasanya lebih jarang yang mengalami konstipasi Diit rendah serat juga memegang peranan penting untuk timbulnya konstipasi pada usia lanjut. Mereka biasanya kurang berminat untuk makan, dan lebih senang memilih makanan cepat saji yang kadar seratnya rendah. Selain itu, berkurangnya jumlah gigi, memaksa mereka lebih suka makan makanan lunak yang sudah diproses dengan kadar serat yang rendah. Dalam keadaan normal cairan akan mengisi sebagian besar usus dan feces sehingga feces mudah dikeluarkan. Penderita konstipasi sebaiknya minum air yang cukup, kira-kira 8 liter per hari. Cairan yang mengandung kafein, seperti kopi dan kola, serta alkohol memiliki efek dehidrasi, sehingga dapat meyebabkan konstipasi. urang olahraga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi, meskipun belum diketahui dengan pasti patogenesisnya. Sebagai contoh, konstipasi sering terjadi pada orang sakit yang melakukan istirahat yang panjang.
11
2.1.9 Penanganan Pada bayi di bawah usia satu tahun, kemungkinan masalah organik yang mungkin menyebabkan konstipasi harus diteliti dengan lebih cermat, terutama apabila konstipasi disertai gejala lain seperti: a. Keluarnya feses pertama lebih dari 48 jam setelah lahir, kaliber feses yang kecil, gagal tumbuh, demam, diare yang diserai darah, muntah kehijauan, atau terabanya benjolan di perut b. Perut yang kembung c. Lemahnya otot atau refleks kaki, adanya lesung atau rambut di punggung bagian bawah d. Selalu tampak lelah, tidak tahan cuaca dingin, denyut nadi yang lambat e. Banyak BAK, banyak minum f. Diare, pneumonia berulang g. Anus yang tidak tampak normal baik bentuk maupun posisinya Lebih dari 95% konstipasi pada anak di atas satu tahun adalah konstipasi fungsional (tidak ada kelainan organik yang mendasarinya). . 2.1.10 Pengobatan a. Laksans
Sebagian besar penderita dengan konstipasi ringan biasanya tidak membutuhkan pemberian laksans. Namun bagi mereka yang telah melakukan perubahan gaya hidup, tetapi masih tetap mengalami konstipasi, pemberian laksans da n atau klisma untuk jangka waktu tertentu dapat dipertimbangkan. Pengobatan ini dapat menolong sementara untuk mengatasi konstipasi yang telah berlangsung lama akibat usus yang malas. Pada anak-anak, pengobatan laksans jangka pendek, untuk merangsang supaya usus mau bergerak secara teratur, juga dapat dipakai untuk mencegah konstipasi. Laksans dapat diberikan per oral, dalam bentuk cairan, tablet, bubuk. b. Bulk forming agents/hydrophilic
Digunakan untuk meningkatkan masa tinja, hingga akan merangsang terjadinya perilstatik. Bahan ini biasanya cukup aman, tetapi dapat mengganggu penyerapan obat lain. Laksans ini juga dikenal dengan nama “fiber supplements”, dan harus diminum dengan air. Dalam usus bahan ini akan menyerap air, dan membuat tinja menjadi lebih lunak. 12
c. Emollients / softeners / surfactant / wetting agents
Menurunkan tekanan permukaan tinja, membantu penyampuran bahan cairan dan lemak, sehingga dapat melunakkan tinja. Pelunak tinja (“stool softeners”) dapat melembabkan tinja, dan menghambat terjadinya dehidrasi. Laksans ini banyak dianjurkan pada penderita setelah melahirkan atau pasca bedah d. Emollient stool softeners in combination with stimulants / irritant
“Emollient stool softeners” menyebabkan tinja menjadi lunak. Stimulan meningkatkan aktivitas perilstatik saluran cerna, menimbulkan kontraksi otot yang teratur (“rhythmic”). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fenolftalen, yang dikandung dalam beberapa laksans stimulans, ternyata dapat meningkatkan resiko kanker. FDA telah melakukan pelarangan penjuala n bebas produk yang mengandung bahan fenolftalen ini. Sebagian besar produsen laksans saat ini telah mulai mengganti fenolftalen dengan bahan yang lebih aman. e. Osmotic laxatives
Mempunyai efek menahan cairan dalam usus, osmosis, atau mempengaruhi pola distribusi air dalam tinja. Laksans jenis ini mempunyai kemampuan seperi “spons”, menarik air ke dalam kolon, sehingga tinja mudah melewati usus. Penderita yang sudah tergantung pada pemakaian laksans ini, sebaiknya dianjurkan untuk menghentikan obat ini secara perlahan-lahan. Pada sebagian besar penderita, biasanya kemampuan untuk kontraksi kolon dapat dipulihkan kembali secara alamiah, dengan memperbaiki penyebab konstipasi tersebut. 2.1.11 Pengobatan Lain Pengobatan spesifik terhadap penyebab konstipasi, juga dapat dikerjakan tergantung apakah penyebabnya dapat dikoreksi atau tidak. Sebagai contoh, penghentian obat yang menimbulkan konstipasi, atau tindakan bedah untuk mengoreksi ada tidaknya kelainan anorektal, seperti prolapsus rekti. a. Prokinetik
Obat-obat prokinetik telah dicoba untuk pengobatan konstipasi, teta pi belum banyak publikasi yang menunjukkan efektivitasnya. Obat prokinetik (seperti : cisapride dan metoclopramide) merupakan agonis 5HT4 dan antagonis 5HT3. Cisapride telah dilaporkan dapat memperbaiki keluhan penyakit refluks gastroesofagus, namun pada konstipasi belum banyak laporan yang ditulis. 13
Tegaserod, merupakan agonis parsial 5-HT4, dapat mempercepat transit orosekal (tanpa mempengaruhi pengosongan lambung) dan mempunyai tendensi untuk mempercepat transit kolon. Dalam uji klinik fase III, tegaserod 12 mg/hari, menghasilkan peningkatan kelompok “Irritabel bowel syndrome” tipe konsti pasi yang mencapai tujuan utama “hilangnya keluhan “ penderita. Efek sekunder yang ditemukan termasuk antara lain perbaikan dalam konstipasi, nyeri s epanjang hari, dan rasa kembung. b. Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin (misoprostil) dapat meningkatkan produksi PGE2 dan merangsang motilitas saluran cerna bagian bawah. c. Klisma dan supositoria
Bahan tertentu dapat dimasukkan ke dalam anus untuk merangsang kontraksi dengan cara menimbulkan distensi atau lewat pengaruh efek kimia, untuk melunakkan tinja. Kerusakan mukosa rektum yang berat dapat terjadi akibat ekstravas asi larutan klisma ke dalam lapisan submukosa. d. Operasi
Tindakan bedah (subtotal colectomy dengan ileo-ractal anastomosis) hanya dicadangkan pada penderita dengan keluhan yang berat akibat kolon yang tidak berfungsi sama sekali (“colonic inertia”). Namun tindakan ini harus dipertimbangkan sungguh-sungguh, karena komplikasinya cukup banyak seperti : nyeri perut dan diare.
2.1.12 Obat-Obat Pencahar Banyak orang menggunakan obat pencahar (laksatif) untuk menghilangkan konstipasi. Beberapa obat aman digunakan dalam jangka waktu lama, obat lainnya hanya boleh digunakan sesekali. Beberapa obat digunakan untuk mencegah konstipasi, obat lainnya digunakan untuk mengobati konstipasi. Golongan obat-obat pencahar yang biasa digunakan adalah 1. Bulking Agents
Bulking agents (gandum, psilium, kalsium polikarbofil dan metilselulosa) bisa menambahkan serat pada tinja. Penambahan serat ini akan merangsang kontraksi alami usus dan tinja yang berserat lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Bulking agents bekerja perlahan dan merupakan obat yang paling aman untuk 14
merangsang buang air besar yang teratur. Pada mulanya diberikan dalam jumlah kecil. Dosisnya ditingkatkan secara bertahap, sampai dicapai keteraturan dalam buang air besar. Orang yang menggunakan bahan-bahan ini harus selalu minum banyak cairan. 2. Pelunak Tinja
Dokusat akan meningkatkan jumlah air yang dapat diserap oleh tinja. Sebenarnya bahan ini adalah detergen yang menurunkan tegangan permukaan dari tinja, sehingga memungkinkan air menembus tinja dengan mudah dan menjadikannya lebih lunak. Peningkatan jumlah serat akan merangsang kontraksi alami dari usus besar dan membantu melunakkan tinja sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tubuh. 3. Minyak Mineral
Minyak mineral akan melunakkan tinja dan memudahkannya keluar dari tubuh. Tetapi bahan ini akan menurunkan penyerapan dari vitamin yang larut dalam lemak. Dan jika seseorang yang dalam keadaan lemah menghirup minyak mineral secar a tidak sengaja, bisa terjadi iritasi yang serius pada jaringan paru-paru. Selain itu, minyak mineral juga bisa merembes dari rektum. 4. Bahan Osmotik
Bahan-bahan osmotik mendorong sejumlah besar air ke dalam usus besar, sehingga tinja menjadi lunak dan mudah dilepaskan. Cairan yang berlebihan juga meregangkan dinding usus besar dan merangsang kontraksi. Pencahar ini mengandung garam-garam (fosfat, sulfat dan magnesium) atau gula (laktulosa dan sorbitol). Beberapa bahan osmotik mengandung natrium, menyebabkan retensi (penahanan) cairan pada penderita penyakit ginjal atau gagal jantung, terutama ji ka diberikan dalam jumlah besar. Bahan osmotik yang mengandung magnesium dan fosfat sebagian diserap ke dalam aliran darah dan berbahaya untuk penderita gagal ginjal. Pencahar ini pada umumnya bekerja dalam 3 jam dan lebih baik digunakan sebagai pengobatan daripada untuk pencegahan. Bahan ini juga digunakan untuk mengosongkan usus sebelum pemeriksaan rontgen pada saluran pencernaan dan sebelum kolonoskopi. 15
5. Pencahar Perangsang
Pencahar perangsang secara langsung merangsang dinding usus besar untuk berkontraksi dan mengeluarkan isinya. Obat ini mengandung substansi yang dapat mengiritasi seperti senna, kaskara,fenolftalein, bisakodil atau minyak kastor. Obat ini bekerja setelah 6-8 jam dan menghasilkan tinja setengah padat, tapi sering menyebabkan kram perut. Dalam bentuk supositoria (obat yang dimasukkan melalui lubang dubur), akan bekerja setelah 15-60 menit. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada usus bes ar, juga seseorang bisa menjadi tergantung pada obat ini sehingga usus menjadi malas berkontraksi (Lazy Bowel Syndromes). Pencahar ini sering digunakan untuk mengosongkan usus besar sebel um proses diagnostik dan untuk mencegah atau mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat yang memperlambat kontraksi usus besar (misalnya narkotik). 2.2 Tinjauan Tentang Zat Aktif
2.2.1 Paraffin Liquidum Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpi. Pemerian
: Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak berfluoresensi, tidak berasa dan tidak berbau ketika dingin dan berbau ketika dipanaskan.
Kelarutan
: Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air. Larut dalam jenis minyak lemak hangat.
2.2.1 Indikasi Laksativ (pencahar). 2.2.2 Farmakokinetik Obat Paraffin Liquidum diberikan secara oral. Diberikan melalui mulut dan diabsorbsi di lambung dan usus. Karena obat ini merupakan obat pencahar atau konstipasi, maka dia langsung diabsorbsi pada lambung. 2.2.3 Dosis Dosis Lazim :
Digunakan melalui mulut (per oral), diberikan malam hari sebelum tidur. 16
Dosis : 15 – 45 ml sehari 2.2.4 Kontra Indikasi ( Hati-hati pada wanita yang sedang hamil, atau sedang haid, radang usus ).
Pasien dengan sakit perut akut, mual, muntah, dan gejala-gejala lain, apendisitis atau sakit perut yang tak terdiagnosa; pasien dengan obstruksi usus. 2.2.5 Efek Samping Tirisan (rembesan) anal parafin menyebabkan iritasi anal setelah penggunaan jangka panjang, reaksi granulomatosa disebabkan oleh absorpsi sedikit parafin cair (terutama dari emulsi), pnemonia lipoid dan gangguan absorpsi vitamin-vitamin larut lemak Pada dosis oral terapetik, laksatif dapat memberikan beberapa rasa tidak nyaman pada perut, mual, kram ringan, lemah. 2.2.6 Interaksi Obat Pemberian Paraffin Liquidum akan menyebabkan efek kolik, dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. 2.3 Tinjauan Tentang Sediaan 2.3.1 Definisi Emulsi
1. FI III hal 9 Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. 2. Pengatar Betuk Sediaan Farmasi edisi IV hal 376 Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan – bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak tercampur. 3. FI IV hal 6 Emulsi adalah system dua fase yang salah satu caranya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. 4. Formularium Kosmetik Indonesia 1985 hal 22 Emulsi adalah sediaan dasar berupa system dua fase terdiri dari dua cairan yang tidak tercampur dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globul dalam cairan lainnya. Jika konsistensinya lebih kental baisanya diebut krim.
17
5. Formularium Kosmetik Indonesia 1985 hal 22 Emulsi topikal adalah sediaan dasar berupa system dua fase terdiri dari dua cairan yang tidak tercampur dengan penambahan emulgator dan cara pemakaiannya melalui jaringa kulit ( topikal ). 2.3.2 Macam – Macam Emulsi
Berdasarkan penggunaannya emulsi dibagi menjadi dua golongan yaitu : 1. Emulsi untuk pemakaian dalam
1.1 Emulsi untuk penggunaan per – oral Biasanya memilili tipe minyak dalam air. Emulgator merupakan film penutup dari minyak. Obatnya untuk meutupi rasa tidak enak, zat perasa diberikan pada fase ekstern untuk menaikkan rasa enak. 1.2 Emulsi untuk injeksi intravena Penggunaan emulsi parenteral meminta perhatian khusus selama produksi seperti pemilihan emulgator, ukuran dan kesamaan butir tetes pada penggunaan intravena. 2. Emulsi untuk pemakaian luar (topikal)
Baik dalam bentuk minyak dalam air atau air dalam minyak yang dipakai dalam
pemakaian
kulit
dan
membram
mukosa.
Dengan
proses
emulsi
memungkinkan terbentuk lotio atau cream yang konsistensinya memiliki sifat – sifat : 1)
Dapat meluas daerah yang diobati
2)
Mudah dicuci
3)
Tidak membekas pada pakaian
4)
Memiliki bentuk, warna dan rasa yang enak. Berdasarkan macam zat cair yang befungsi sebagai fase internal ataupun
eksternal, digolongkan menjadi 2 yaitu : 1. Emulsi tipe O/W atau M/A ( minyak dalam air )
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar atau terdispersi dalam air minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal. 2. Emulsi tipe W/O atau A/W (cair dalam minyak)
Emulsi yang terdiri atas butiran air yang sebar atau terdispersi kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai f ase eksternal. 18
2.3.3 Syarat – Syarat Emulsi
Sediaan dapat terbentuk jika : 1)
Terdapat dua zat yang tidak saling melarutkan
2)
Terjadi proses pengadukan
3)
Terdapat emulgator Emulgator menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antar permukaan antar tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang dapat berkondensi, emulgator juga mengurangi teganagan antar muka antara fase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama percampuran.
4)
Mudah dioleskan merata pada kulit dan tidak mengiritasi kulit
5)
Tidak berbau tengik
6)
Tidak menodai pakaian
7)
Bebas partikel keras
8)
Sifatnya dalam penyimpanan : tetap homogeny dan stabil dan tidak berbau tengik. Sediaaan emulsi yang baik adalah sediaan emulsi yang stabil, dikatakan stabil
apabila sediaan emulsi tersebut dapat mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama ( R. Voight, 434 ) 2.3.4 Evaluasi mutu fisik emulsi
Sistem HLB (ilmu resep, 122) Setiap jenis emulgator memiliki harga kesetimbangan yang besarnya tidak sama. Harga kesetimbangan ini biasanya disebut dengan istilah “HLB”(hydrophy lipophyl balance ) yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok hodrofil dan lipofil. Semakin besar harga HLB maka semakin banyak kelompok yang suka air dan semikian sebaliknya. Kegunaan emulgator ditinjau dari harga HLB nya : Harga HLB
Kegunaannya
1-3
Anti fading agent
4-6
Emulgator tipe W/O
7-9
Bahan pembasah (wetting agent)
8-10
Emulgator tipe O/W
13-15
Bahan pembersih (detergen) 19
15-18
Pembantu kelarutan (solubilizing agent) Nilai HLB beberapa tipe surfaktan
Surfaktan
Nilai
Keterangan
HLB Tween 20 (polioksietilen sorbitol monolaurat)
16,7
Cair
Tween 40 (polioksietilen sorbitol monopalmitat)
15,6
Cair minyak
Tween 60 (polioksietilen sorbitol monostearat)
14,9
Semi padat semi minyak
Tween 65 (polioksietilen sorbitol tristearat )
10,5
Padat seperti lilin
Tween 80
15.0
Cair seperti minyak
Tween 85
11,0
Cair seperti minyak
Arlacel atau span 20
8,6
Cairan minyak
Span 60
4,7
Padat seperti malam
Span 80
4,3
Cair minyak
Arlancer 83 (sorbitol)
3,7
Cairan minyak
Gom
8,0
TEA (triethanolamin)
12,0
2.4 Study Praformulasi
Studi praformulasi adalah tahap pertama dalam pengembangan bentuk sediaan obat yang rasional, serta investigasi sifat-sifat fisik dan kimia zat aktif tunggal atau di gabung dengan eksipien dengan sasaran pemilihan formulasi sediaan dalam komposisi yang optimal. Tujuannya adalah untuk menghasilkan informasi bagi formulator dalam mengembangkan bentuk sediaan yang stabil dan ketersediaan hayati yang dapat diproduksi dalam skala besar, serta untuk menetapkan formula akhir yang sebenarnya dan arah kerja untuk pembuatan produk. Studi praformulasi merupakan langkah awal pengembangan bentuk suatu sediaan dari suatu bahan obat secara rasional dengan memanfaatkan data-data fisikokimia, fisikomekanik dan biofarmakokinetik dari obat sendiri maupun kombinasinya dengan bahan pembantu, data-data ini dapat digunakan untuk mendisain suatu sediaan yang stabil, manjur, ketersediaan hayati terpenuhi, tidak toksik dan dapat diproduksi secara masal. 20
2.4.1 Cakupan Studi Pra Formulasi Sediaan Emulsi
1. Organoleptis Program studi praformulasi harus di awali dengan pemerian zat aktif, meliputi warna, aroma, rasa dan bentuk. Hal ini bertujuan untuk menghindari kebingungan dari karakteristik bahan. 2. Analisis Fisikokimia Analisis ini bertujuan untuk penetapan kadar dan identitas zat aktif. Uji yang di gunakan di ambil dari data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk penetapannya biasanya digunakan kromatografi lapis tipis, spektrum, spektrofotometri dan titrasi. 3. Sifat-sifat Fisikokimia / Karakteristik Fisik Sifat-sifat
fisikokimia
mencangkup
ukuran
partikel,
luas
permukaan,
pembasahan, higroskopis, aliran serbuk, karakteristik pengempaan dan bobot jenis. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan yang digunakan sehingga dapat mempengaruhi uji mutu fisik yang sesuai standart. 4. Sifat Kristal Terkadang zat aktif terdiri atas lebih dari satu bentuk kristal, dengan pengaturan ruang kisi-kisi yang berbeda. Sifat ini dikenal sebagai polimorfisa. Bentuk kristal berbeda disebut polimorf. Banyak solid dapat di buat dalam bentuk polimorfisa tertentu melalui perlakuan kondisi kristalisasi yang tepat.kondisi ini mencakup sifat pelarut, suhu, kecepatan pendinginan, dan berbagai faktor lain. Penetapan dan pemantauan terhadap bentuk polimorf yang berbeda untuk menghindari masalah stabilitas, ketersediaan hayati dan masalah pengolahan. 5. Parameter yang mempengaruhi Absorbi Absopsi zat aktif solid yang diberikan secara oral terdiri dari dua proses berurutan, yaitu proses disolusi, diikuti dengan transportasi zat terdisolusi melintasi membaran ke dalam sirkulasi sistemik. Laju disolusi dapat di pengaruhi oleh fisik zat aktif. Sedangkan kecepatan permeasi tergantung pada ukuran, kelarutan relatif dalam air dan kelarutan dalam lemak, serta ionik molekul terlarut. Studi permeabilitas membantu untuk menyeleksi zat dengan potensi absopsi terbesar. Sifat fisikokima yang berkaitan dengan proses absopsi, yakni koefisien partisi, yang merefleksikan kelarutan relatif dalam air dan lemak suatu zat dan prilaku ionisas.
21
6. Stabilitas Solid Studi
stabilitas
harus
mempertimbangkan
dua
hal.
Pertama
yakni
pengembangan suatu profil zat aktif, dan kedua perlu di pertimbangkan interaksi yang mungkin terjadi antara zat aktif dan eksipien. Yang merupakan calon formulasi yang di inginkan. Stabilitas solid berkaitan dengan stabilitas fisika dan kimia. 7. Studi Kompabilitas Dalam sediaan emulsi, zat aktif berkontak dengan satu atau lebih eksipien yang berpengaruh terhadap stabilitas zat aktif. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang interaksi zat aktif dan eksipien yang berguna untuk menyeleksi eksipien yang tepat. Perbandingan antara zat aktif dan eksipien harus konsisten dengan perbandingan yang mungkin dihadapi dalam emulsi jadi yang tergantung pula pada sifat eksipien, ukuran, dan potensi emulsi. 8. Petunjuk Penyimpanan dan Pengemasan Pengemasan sediaan emulsi jadi harus disesuaikan dengan tempat atau wadah yang di inginkan produsen. Sedangkan pada petunjuk penyimpanan wadah tablet harus di simpan dalam suhu ruangan dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
2.4.2 Praformulasi Sediaan 1. Zat Aktif Paraffin Liquidum
Pemerian
: Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak berfluoresensi, tidak berasa dan tidak berbau ketika dingin dan berbau ketika dipanaskan.
Kelarutan
: Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air. Larut dalam jenis minyak lemak hangat.
Stabilitas
: Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya.
Khasiat
: Laksativ (pencahar)
Dosis
: Emulsi oral : 15 – 45 ml sehari
HLB Butuh
: 10 – 12 (M/A). 5 – 6 (A/M)
OTT
: Dengan oksidator kuat.
Penyimpanan
: Wadah tertutup rapat, hindari dari cahaya, kering dan sejuk. 22
2. Zat Tambahan
1. Gummi Arabicum (FI III, hal. 279-280) Gom arab atau gom akasia : eksudat gom kering yang diperoleh dari batang dan dahan acacia senegal willd . Dan beberapa spesies acacia lain. Pemerian
: Hampir tidak berbau; rasa tawar seperti lendir. Makroskopis butir, bentuk bulat atau bulat telur, penampang 0,5 cm – 6 cm atau berupa pecahan bersegi-segi. Warna putih sampai putih kekuningan. Tembus cahaya; buram karena banyak retakan kecil; amat rapuh, permukaan pecahan menyerupai kaca, dan kadang – kadang berwarna seperti pelangi.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya. Praktis ti dak larut dalam etanol (95 %) P.
Khasiat
: Zat tambahan (Emulgator)
2. Natrium Benzoat FI IV 584, Excipient 2 hal 433 Rumus molekul
: C7H5NaO2
Pemerian
: Granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, stabil di udara
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, dan lebih mudah larut dalam etanol 90%
Khasiat
: Sebagai zat pengawet
Wadah
: Dalam wadah tertutup baik
Kadar
: 0,02-0,5 % (Excipients, hal. 471)
3. Sirupus Simplex Pembuatan
: Larutkan 65 bagian sukrosadalam larutan metil paraben 0,25 % b/v secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirop.
Pemerian
: Cairan jernih,tidak berwarna.
Penetapan kadar
: Memenuhi syarat penetapan sakarosa yang tertera pada sirupi. 23
Khasiat
: zat tambahan (pemanis)
4. Vanilinum (FI III hal.631 ) Pemerian
: Hablur halus berbentuk jarum; putih hingga agak kuning; rasa dan bau khas.
Kelarutan
: Suka larut dalam air, larut dalam air panas; mudah larut dalam ethanol( 95 % ) P, dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam gliserol P.
Penyimpanan
: Dalam wadaah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Khasiat
: Korigen saporis.
5. Aethanolum Etanol
: Campuran etilalkohol dan air. Mengandung tidak kurang dari 94,7 % v/v atau 92,0 % dan tidak lebih dari 95,2 % v/v atau 92,7 % C 2H6O.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kelarutan
: Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik
Khasiat
: Zat tambahan (FI III,hal.65)
6. Aqua Destillata (Air Suling) Pemerian
: Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
Kelarutan
: Dapat bercampur dengan pelarut polar
Kegunaan
: Sebagai pelarut
Stabilitas
: Dalam semua keadaan fisik (es, cairan, udara).
OTT
: Bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis, bereaksi keras dengan logam alkali.
Penyimpanan
: Wadah tertutup baik.
24
2.5 Formulasi
2.5.1 Formulasi Dalam Emulsi 1. Fasa terdispersi
Fase terdispersi adalah zat terlarut.
2. Fasa pendispersi
Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem dispersi. Sistem ini ditandai dengan kondisi larutan selalu keruh namun tidak terjadi pengendapan sehingga penyaringan fasa terdispersi tidak bisa dilakukan. 3. Komponen Sediaan Emulsi
Terdiri dari zat aktif dan zat aditif 1. Bahan aktif Seperti parafin cair, oleum 2. Bahan tambahan ( Emulgator atau zat pengemulsi surfaktan ) Emulgator menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antar permukaan antar tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang dapat berkondensi, emulgator juga mengurangi teganagan antar muka antara fase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama percampuran. a. Bahan – bahan pengemulsi (emulgator)
1. Emulgator alam yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. 2. Emulgator dari tumbuhan yaoitu termasuk golongan kabohidrat dan merupakan emulgator tipe O/W, sangat peka terhadap elektrolit dan alcohol kadar tinggi dan dapat di rusak oleh bakteri.
b. Macam-Macam Emulgator 1) Gom arab 25
Sangat baik sebagai emulgator dalam emulsi O/W dan untuk obat minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan dua faktor yaitu: 1. Kerja gom sebagai koloid pelindung ( teori plastis film ) 2. Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapannya cukup kecil tetapi masih dapat dituang (higroskopik). Jika tidak dinyatakan lain, emulsi yang dibuat dengan gom arab menggunakan 1 bagian dari humlah minyaknya. Untuk membuat korpus emulsi diperlukan air 1,5 kali bobot gom, kemudian diaduk kuat – kuat lalu diencerkan sisa airnya. 3. Lemak – lemak padat : PGA sama dengan lemak padat Cara pembuatan:
1. Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat korpus dengan air panas 1,5 kali berat gom, dinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin. Contoh : cera, oleum cacao, paraffin solid. 2. Miyak astiri : PGA sama banyak dengan minyak astiri 3. Minyak lemak : PGA setengah kali bobot minyak lemak, kecuali oleum ricini karena memiliki gugus -OH, bersifat hidrofil sehingga untuk membuat emulsi cukup dibutuhkan sepertiga saja contoh : olium amydarum. 4. Miyak lemak + minyak astiri + zat padat dilarutkan dalam minyaknya ditambhkan gom ( setengah kali minyak lemak + aqua × minyak astiri +aqua + zat padat ). 5. Bahan obat cair berbobot jenis tinggi contohnya kloroform dan bromoform ditambahkan minyak lemak 10 kali beratnya, maka bj camuran mendekatkan satu gom sebanyak tiga perempat kali bahan obat cair tersebut. 6. Balsem – balasem : gom sama banyaknya dengan balsem 7. Oleum iccoris aseli : menurut FORNAS dipakai 30% dari bobot minyak. 2) Tragakan
26
Dispersi tragakan dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik diperlukan tragakan yang skalanya satu persepuluh kali gom arab, emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5 dan 6. Tragakan dibuat korpus emulsi dengan penambahan air sebanyak 20 kali berat tragakan. Tragakan hanya memiliki fungsi sebagai pengental, tidak dapat membentuk koloid, pelindung seperti pada gom. 3) Agar – agar
Emulgator ini tidak efektif, zat ini biasanya ditambahkan untuk pengental dari emulsi dengan gom arab. Sebelum dipakai agar – agar ini dilautkan dahulu dengan air mendidih lalu didinginkan pelan – pelan sampai suhu tidak kurang dari 45° C ( jika suhu kuang dari 40° C maka larutan agar – agar membentuk gel ). Biasanya digunakan 1 sampai 2 %. 4) Condrus
Biasanya sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan. Karena dapat menutupi rasa dan bau minyak ika tersebut. Cara mempersiapkannya seperti pada agar – agar. c. Emulgator lain
1. Kuning telur Mengandung lisetin (golongan protein atau asam amino )dan kolesterol yang semuanya itu berfungsi sebagai emulgator. Lisetin adalah emulgator tipe O/W dan kolesterol adalah tipe W/O. Kemampuan lisetin lebih besar dari kolesterol, lisetin dapat mengemulsi minyak lemak empat kali bobotnya serta minyak menguap. 2. Adeps lanae Zat ini mengandung kolesterol, merupakan tipe O/W dan banyak dipergunakan dalam pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan menambahkan minyak untuk menyerap air, dalam keadaan sering dapat menyerap air dua kali bobotnya.
d. Emulgator Dari Mineral
1. Magnesium Alumunium Silikat Merupakan senyawa organik yang terdiri dari garam – garam magnesium dan alumunium, emulsi yang terbentuk dalam emulsi uni 27
adalah tipe O/W sedangkan pemakaian yang lazim adalah 1%, emulsi ini untuk pemakaian luar. 2. Bentonit Tanah liat terdiri atas senyawa alumunium silikat yang dapat mengabsobsikan sejumlah besar air sehingga membentuk masa seperti gel untuk tujuan sebagai emulgator digunakan 5%. e. Emulgator Buatan / Sintesis
Dapat dikelompokkan menjadi : Anionik
: Sabun alkali, Na. Laurin sulfat
Kationik
: Senyawa amonium kuartorner
Nonionik
: Tween dan span
Amforter
: Protein lisitin
1. Sabun
Sangat banyak dipakai untuk emulsi topikal, sangat peka terhadap elektrolit. Dapat digunakan emulgator tipe O/W atau W/O tergantung valensinya. Sabun bervalensi 1, misalnya sabub kalium (tipe O/W ), sedangkan sabun bervalensi dua, misalnya sabun kalium (tipe W/O ). 2. Tween :20:40:60:80 3. Span :20:40:80
Emulgator dapat dikelompokkan menjadi : 1. anionic
: sabun alkali, Na-lauril sulfat
2. Kationik
: senyawa ammonium kuartener
3. Nonionik
: Tween dan span
4. Amfoter
: protein, lesitin
Komponen tambahan sediaan emulsi adalah bahan tambahan yang sring ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bahan tambahan yang sering digunakan untuk emulsi topical : a. Pengawet antijamur :
1. metil paraben konsentrasi yang biasa digunakan 0,02%-0,3% 2. Natrium benzoate konsentrasi yang biasa digunakan 0,5% b. Pengawet antibakteri :
Benzalkonium klorida konsentrasi yang biasa digunakan 0,01%
28
c. Pelembab
Gliserin konsentrasi yang biasa digunakan kurang dari sama dengan 50% d. Zat pelembut 1,0-32,0%
Ketiga faktor di atas menentukan: Pembentukan emulsi.
a.
Parameter fisikanya adalah: panas, waktu pengadukkan, dan kecepatan pengadukkan. Parameter kimianya: stabilitas
kimia (pH) dan penguraian
(toksisitas). b.
Pertimbangan formula, tergantung dari konsistensi/viskositas dan rheologi. Pemilihan fasa minyak dilihat faktor-faktor yang mempengaruhinya, misalnya konsistensi, rasa, dan koefisien partisi zat aktif dengan aditif. Penentuan koefisien partisi adalah memakai air-oktanol lalu ditambahkan zat kemudian kocok sekian menit. Lalu tentukan konsentrasi fasa minyak dan fasa air.
2.5.2. Aditif dalam sediaan emulsi 1. Pengawet, misalnya propil paraben (tidak larut baik dalam air) dan metil paraben. 2. Antioksidan 3. Emulgator 4. Flavour. 2.5.3 Bentuk Ketidakstabilan Emulsi 1. Flokulasi Dikarenakan emulgator kurang, lapisan pelindung tidak menutupi semua bagian globul sehingga 2 globul bersatu membentuk aggregat. 2. Koalescens Dikarenakan hilangnya lapisan film dan globul semakin besar dan bersatu. 3. Kriming Dikarenakan adanya pengaruh gravitasi sehingga terjadi pemekatan di permukaan dan di dasar. 4. Inversi fasa Dikarenakan adanya perubahan viskositas. 5. Breaking/demulsifikasi Pecah akibat hilangnya lapisan film karena pengaruh suhu. 29
2.5.4 Mikroemulsi Dispersi cair-cair dalam bentuk miselar dengan ukuran partikel 10-100 nm. Dalam mikroemulsi terjadi solubilisasi miselar dimana misel-misel bergabung dan membutuhkan konsentrasi surfaktan yang tinggi. Faktor yang harus diperhatikan dalam mikroemulsi: 1. Luas permukaan partikel terdispersi: memepengaruhi enersi antar muka. 2. Stabilita fisik dan pembentukan sistem yang spontan. 3. Derajat solubilisasi: misel surfaktan, globul emulsi, dan solubilisasi yang terjadi. 4. Kinetika solubilisasi tergantung dari derajat solubilisasi dan transisi misel surfaktan dan globul emulsi. 5. Pengaruh temperatur dan komposisi mikroemulsi. Pada Mikroemulsi, partikel lebih kecil, luas permukaan lebih besar tetapi karena adanya konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang tinggi menyebabkan partikel terselimuti secara rapat sehingga lebih stabil daripada emulsi biasa dan tidak memerlukan pengocokkan yang kuat. Co-surfaktan diperlukan untuk menurunkan hidrofilisitas fase air. Contoh co-surfaktan: etoksidiglikol, poligliseril 6-dioleat, poligliseril 6-isostearat, poligliseril 3-diisostearat. 2.5.4.1 Sifat mikroemulsi
1. Ukuran partikel 10-100 nm 2. Stabil 3. Sederhana 4. Ada kekuatan solubilisasi 5. Ada peningkat aktivitas 6. Penampilan: cair dan transparan. 2.5.4.2 Contoh formula 1.
Gliserin
2.
Trietanolamin
3.
Mg-alumunium silikat
4.
Metil paraben
5.
Air
Pada mikroemulsi, fase minyak memakai yang viskositasnya rendah. Hal ini dikarenakan agar densitasnya tidak naik sehingga mudah dicampur dan tidak kriming. 30
2.5.5 Emulgel Sediaan
emulsi
yang
fase
airnya
ditingkatkan
viskositasnya
dengan
menambahkan gelling agent. Emulgel mikroemulsi lebih sulit pembuatannya karena konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang tinggi menyebabkan air sulit berpenetrasi. Formulasi emulsi dengan rasio fase air-minyak: 1.
Untuk menilai potensial termodinamika dalam sistem 2 fasa pada T&P konstan adalah energi bebas Gibbs → berhubungan dengan HLB.
2.
Perubahan spontan akan terjadi karena adanya reduksi energi bebas (ΔG < 0)
3.
Komposisi tergantung dari 1 komponen independen dalam sistem 2 fasa.
2.6 Produksi 2.6.1 Pengertian Produksi
Proses produksi emulsi meliputi pengolahan bahan awal sampai terbentuknya obat jadi. Produksi harus dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sehingga menjamin obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.Sebelum
melaksanakan
suatu
produksi
dilakukan
perencanaan.
Perencanaan produksi dibuat sesuai dengan kebutuhan obat yang akan didistribusikan dari bagian pemasaran. Perencanaan produksi bertujuan untuk menghindari kegagalan pelaksanaan produksi yang terjadi karena sesuatu hambatan yang dapat diantisipasi sebelumnya, misalnya jumlah bahan baku yang dibutuhkan, jumlah bahan pengemas, serta kesiapan peralatan dan hal-hal penunjang lainnya. 2.6.2 Tujuan Produksi
1. Untuk menghasilkan jenis obat yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku. 2. Meningkatkan mutu dan jumlah produksi. Produsen selalu berusaha memuaskan keinginan konsumen. Dengan berproduksi, produsen mendapat kesempatan melakukan uji coba (eksperimen) untuk meningkatkan mutu sekaligus jumlah produksinya agar lebih baik dari produksi sebelumnya.
2.6.3 Komponen yang diperlukan dalam proses produksi
Komponen – komponen yang diperlukan dalam proses produksi antara lain adalah Sumber Daya Manusia (SDM), bangunan dan ruangan untuk proses produksi, prinsip dalam produksi emulsi, serta alat yang dibutuhkan dalam produksi. Berikut akan diuraikan tentang komponen-komponen tersebut: 31
2.6.3.1 Ruangan dan Bangunan
Syarat Umum : 1)
Bangunan a. Bangunan industri harus didirikan di lokasi yang terhindar dari pencemaran dan tidak mencemari lingkungan b. Bangunan industri harus memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi c. Bangunan industri harus memiliki ruang-ruang pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan jumlah obat yang dibuat. Jenis dan jumlah alat yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan. d. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan diarea yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan yang lain mengikuti urutan tahap produksi e. Bangunan industri di dirikan atas sifat yang kokoh, dengan tujuan agar bisa terhindar dari bencana seperti gempa dan banjir.
2)
Ruangan a. Penataan ruangan-ruangan pembuatan, termasuk ruangan penyimpanan harus sesuai dengan urutan proses pembuatan, sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang siur dan tidak menimbulkan terjadi pencemaran silang. b. Dinding lantai dan langit-langit setiap ruangan pembuatan, termasuk ruangan penyimpanan harus rata, bebas dari keretakan dan mudah di bersihkan c. Dinding setinggi sekurang-kurangnya 150 cm dan lantai setiap ruangan pembuatan termasuk ruangan penyimpanan harus kedap air. Dinding ruangan pembuatan selain kedap air, harus licin d. Ruangan pembuatan dan ruang penunjang seperti ruang administrasi dan jamban harus bersih, tidak mengganggu dan tidak mencemari proses pembuatan e. Penyimpanan dari ketentuan pada butir 2 dan butir 3 harus memperoleh izin tertulis dari direktur jendral atau kepalah kantor wilayah. Deskripsi Bangunan : 1. Lantai 32
Lantai ruangan produksi tablet terbuat dari semen yang di lapisi epoksi sehingga lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah di bersihkan, tidak menahan partikel, tahan terhadap detergen dan disinfektan. 2. Dinding Dinding ruangan terbuat dari tembok yang dilapisi epoksi sehingga permukaan dinding menjadi licin dan rata, kedap air, mudah di bersihkan, tahan terhadap detergen, disinfektan, tidak menahan partikel dan tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil. 3. Langit-langit Langit-langit ruangan terbuat dari beton yang dilapisi epoksi sehingga permukaan langit-langit menjadi licin dan rata, air, mudah di bersihkan, tahan terhadap detergen, disinfektan, tidak menahan partikel. 4. Pengaturan udara Sirkulasi dan pengaturan udara harus baik.Terdapat tempat sirkulasi udara dengan sirkulasi udara yang baik sesuai dengan ruangan. 5. Lokasi area Lokasi area bangunan harus tahan terhadap gempa dan banjir. Pembagian area : a. Black area Black area merupakan ruangan, dimana pada ruangan ini seluruh produk obat sudah dalam keadaan tertutup dalam kemasan primer.Dan pada daerah ini tidak perlu penanganan khusus baik udara maupun konstruksi bangunan. Contoh area ini adalah kantor, loker, gudang bahan baku, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas primer dan sekunder, ruang administrasi gudang, ruang pengemasan sekunder, dan ruang laboratorium kimia fisika. b. Grey area Grey area merupakan area produksi, dimana proses produksi berlangsung. Pada area ini kebebasan telah dikurangi, yaitu barang atau
karyawan
tidak
bebas
memasuki
area
ini.Dilakukan
penanganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan konstruksi ruangan, seperti lantai dan langit – langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia, dinding harus terbuat dari beton dan 33
dicat dengan cat yang tahan dicuci, serta pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu. Sebelum memasuki grey area, karyawan harus terlebih dahulu mencuci tangan dan kaki serta menggunakan pakaian khusus dan bersih. Contoh area ini yaitu ruang
penimbangan
bahan
baku,
ruang
pengolahan,
ruang
pencetakan, ruang pengemasan primer, dan ruang In Process Control . c. White Area White area merupakan area produksi untuk sediaan steril. Untuk memasuki white area, karyawan harus mencuci tangan dan kaki serta mengganti pakaian dari grey area dengan pakaian khusus yang steril. Peralatan yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu,
demikian
juga
ruangan
harus
dibersihkan
dengan
desinfektan.Contoh area ini yaitu seluruh ruangan pada pembuatan obat steril. Perbedaan dari masing-masing area : a. Black area 1. Ruangannya tidak perlu steril 2. Jumlah karyawan yang berada di area tersebut 3. Ruangan dan alat tidak membutuhkan penangan yang khusus baik udara maupun kontruksi bangunan 4. Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat penyimpanan bahan baku obat, serta tempat dimana para karyawan bisa dengan leluasa melakukan tugas mereka tanpa adanya penangan khusus b. Grey area 1. Untuk memasuki area ini personal harus mencuci tangan dan kaki serta pakaian nya pun harus bersih 2. Desain
ruangan
di
butuhkan
perlakuan
khusus.
Seperti
penanganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan kontruksi ruangan, seperti lantai dan langit-langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia. Dinding harus terbuat
34
dari beton dan di cat dengan cat yang tahan dicuci, seperti pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu 3. Kebebasan personal untuk masuk area ini sudah di kurangi 4. Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat produksi obat-obatan,di mna tempat ini sangat penting dari semua area yang ada, karena proses intinya ada di ruangan ini c. White Area 1. Ruangan harus steril 2. Peralatan dan pakaian yang digunakan harus steril 3. Karyawan yang akan memasuki area harus bersih dan steril. 4. Ruangan mempunyai rancangan khusus, seperti tembok dengan cat yang tahan dicuci, pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu. 5. Udara dari luar tidak boleh memasuki ruangan. Menggunakan sanitasi udara 6. Fungsi dari white area adalah sebgai tempat produksi sediaansediaan steril,yaitu tempat yang bebas dari bahaya mikroba ataupun virus. 2.6.3.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Proses Produksi
1. Persyaratan Umum : Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat adalah: a. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi keamanan dan mutu obat b. Mempunyai rancang bangun yang tepat sehingga dapat menjamin keamanan, mutu, dan keseragaman obat dari batch to batch c. Mempunyai ukuran dan kapasitas produksi yang sesuai dengan jumlah produksi dan jumlah ruangan d. Diletakkan ditempat yang sesuai, sehingga dalam penggunaanya tidak mencemari obat yang sudah dibuat dan mudah dibersihkan. 2. Persyaratan Peralatan : a. Alat/mesin pengering harus mampu mengeringkan bahan baku atau produk anata sehingga kadar airnya tidak memungkinkan pertumbuhan kapang, khamir dan jasad renik lainnya
35
b. Alat/ mesin pembuat serbuk harus mampu menghaluskan bahan baku atau produk antara menjadi serbuk dengan menjadi derajat halus dan dikehendaki sejumlah minimum 90% dari jumlah bahan, bahan yang dihaluskan. c. Alat/ mesin pengayak harus mampu membantu terjadinya derajat halus yang dimaksud dalam butir . d. Alat/ mesin pengisian serbuk harus mampu mengisikan serbuk kedalam wadah, sehingga perbedaan bobot serbuk tiap wadah terdapat bobot ratarata 10 isi wadah tidak lebih dari 8%. e. Alat/ mesin penyari harus mampu menyari zat berkhasiat yang diperlukan sehingga kegunaan, keamannan dan kestabilan lebih baik dari bentuk yang telah digunakkan berdasarkan pengalaman. f. Alat/ mesin pengisi cairan harus mampu mengisikan cairan kedalam wadah sehingga perbedaan volume cairan setiap wadah terhadap volume rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5%. g. Alat/ mesin pengisi salep harus mampu mengisikan massa salep kedalam wadah sehingga perbedaan bobot salep tiap wadah terhadap bobot rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5%. h. Alat/ mesin pembuat pil harus mampu membuat pil yang bulat dan memenuhi persyaratan keseragaman bobot. i. Alat/ mesin pembuatan tablet harus mampu membuat tablet yang memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. 3. Persyaratan Peralatan Laboratorium 1. Industri obat tradisional sekurang-kurangnya harus memiliki : a. Timbang gram dan milligram. b. Mikroskop dengan perlengkapannya. c. Alat gelas sesuai dengan keperluan. d. Lampu spiritus. Disamping peralatan tersebut, perlu dilengkapi : (1) Bahan kimia dan larutan pereaksi sesuai dengan keperluan (2) Buku-buku persyaratan yaitu Materia Medika Indonesia, Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia edisi terakhir dan buku-buku lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 36
2.6.3.3 Personalia
Personalia
hendaklah
mempunyai
pengetahuan,
pengalaman,
ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya. Adapun syarat-syarat personalia dalam suatu industri antara lain: a. Personalia hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum diterima menjadi karyawan maupun selama menjadi karyawan yang dilakukan secara berkala. b. Personalia hendaklah menerapkan higiene perorangan dengan baik. Mereka hendaklah dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. c. Personalia yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat menurunkan kualitas produk, dilarang menangani bahan baku, bahan yang sedang dalam proses, bahan pengemas dan produk jadi,sampai dia sembuh kembali. d. Personalia hendaklah mencuci tangan dengan sabun atau detergent lain sebelum memasuki ruang pembuatan. Untuk tujuan itu perlu dipasang tanda peringatan. e. Personalia hendaklah melaporkan kepada atasan langsung setiap keadaan pabrik, peralatan atau personalia yang menurut penilaian mereka dapat menurunkan kualitas produk. f. Personalia hendaklah mengenakan pakaian kerja, penutup rambut, masker,sarung tangan dan lain sebagainya yang bersih sesuai dengan tugas yang dilaksanakan. Untuk tujuan itu disediakan tempat khusus untuk ganti pakaian. g. Dilarang merokok, makan dan minum serta perbuatan lain yang dapat mencemari
mutu
produk
di
dalam
ruang
pembuatan
dan
ruang
penyimpanan. Untuk tujuan ini perlu dipasang peringatan.
37
2.6.4 Alat Pembuat Emulsi dan Prinsip Kerja 1. Blender
Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya tumbukan antar partikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel yang kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga cendrung memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/ busa yang dapat menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon akan membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk. 2. Homogenizer
38
Paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu celah yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada peniti-peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umunya terdiri dari pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500 sampai 5000 psi, dan suatu lubang yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada tempat katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan dan sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat ( dudukan ) katup. Pada titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara spontan
sehingga
produk
menghasilkan
turbulensi
yang
kuat
dan
shear
hidroulik.Cara kerja homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi sehingga dibutuhkan pendinginan. 3. Mixer
Memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mikser yang dapat digunakan dalam pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan memilih mikser sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur. Sebagai contoh : salah satu aspek desain mikser yang penting adalah seberapa baik/tahan dinding internal dari mikser. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja tahan karat dari mikser sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mikser. Atau 39
dengan kata lain, mata pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang melekat pada dinding mikser tanpa merusak dinding mikser. Jika proses pengadukan tidak berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mikser), maka hasil pencampurannya tidak akan homogeny.Oleh karena mixer mempunyai aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang menggangu saat melakukan pembacaan volume sedimentasi. Pada kasus lain, mikser memiliki zona mati (dead spots) sehingga proses pencampuran tidak baik, akibatnya campuran tidak homogeny. Dalam hal ini, perlu upaya untuk menghilangkan zona mati misal dengan desain ulang terhadap pengaduk. Idealnya, semua permasalahan yang mungkin terjadi dalam pencampuran telah diantisipasi serta kondisi dan system operasinya telah divalidasi. 2.6.5 Faktor Yang Mempengaruhi Produksi
2.6.5.1 Ukuran Emulsi Ukuran emulsi sedikit banyak ditentukan oleh zat aktif yang dikandungnya. Zat aktif dengan dosis yang sangat kecil dalam rentang microgram (misalnya asam folat, digitoksin, reserpin, deksametason, dll), memerlukan penambahan eksipien pengisi untuk menghasilkan suatu massa atau volume zat yang dapat dibuat menjadi emulsi dengan ukuran yang nyaman bagi pasien. Jika dosis dan ukuran emulsi meningkat, formulator menggunakan keahlian dan pengetahuan eksipiennya untuk mempertahankan jumlah emulsi sekecil mungkin tanpa mengorbankan sifat-sifatnya yang penting. 2.6.5.2 Stabilitas Zat Aktif Stabilitas zat aktif harus ditentukan dengan tiap eksipien yang diusulkan.Eksipien ditentukan sesuai dengan fungsi yang dilakukannya dalam emulsi. Eksipien dapat digolongkan sebagai pengisi (pengencer), peningkat disolusi, pengikat (kering dan basah), pelambat disolusi, disintegran, zat pembasah, lubrikan, antioksidan, gelidang, zat pengawet, zat pewarna dan zat penyedap.
40
2.7. Metode Pembuatan Emulsi
1. Metode gom kering Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab ) dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk membentuk korpus emulsi, baru diencerkan sisa air yang tersedia. 2. Metode gom basah atau Metode Inggris Zat pengemulsi ditambahkan kedalam air agar membuat suatu mucilago kemudian perlahan – lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi kemudian diencerkan dengan sisa air. 3. Metode botol Digunakan untuk minyak menguap dan zat – zat yang bersifat minyak dan memiliki viskositas rendah (kuning kental ) serbuk gom dimasukkan kedalam botol yang ditambahkan 2 bagian air, botol ditutup, kemudian campuran tersebut digojog dengan kuat, tambahkan sisa airs edikit demi sedikit sambil digojok 2.8. Evaluasi Sediaan Emulsi
1. Uji Organoleptis Diamati warna, bau, rasa dan bentuk larutan 2. Uji Volume Terpindahkan a. Dituang larutan 100 mL ke dalam 10 gelas ukur 10 mL b. Diamkan selama ± 30 menit c. Dicatat hasilnya 3. Uji Kekentalan a. Dimasukkan larutan kedalam viscometer dengan menggunakan pipet. b. Dihentikan pemasukan cairan sampai setengah tabung reaksi kemudian dipasang pada statif c. Ditutup tabung reaksi dengan bola hisap d. Dihisap cairan dengan bola hisap,sampai mencapai batas garis merah. e. Dilepaskan bola hisap bila cairan turun tepat pada garis pertama lalu hidupkan stopwatch ketika cairan tepat di garis kedua f. Dihitung kekentalan : 41
η= 4. Uji PH 1. Siapkan alat dan bahan 2. Dilarutkan parafin liquidum 3. Dicelupkan pH meter/universal 4. Amati warna sesuai kemasan
Evaluasi hasil uji PH
Organoleptis : Warna :
Viskositas
Bau
:
Rasa
:
: Untuk menguji kekentalan sediaan emulsi.
Homogenitas : Dilakukan untuk mengetahui Homogenitas sediaan emulsi. Volume
: 50 ml
42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Formulasi
3.1.1 Resep Standart (Fornas, hal. 227) Tiap 100 ml mengandung :
1. Parafinum liquidum
50 ml
2. Natrium benzoat
15 ml
3. Gummi Arabicum
12,5 mg
4. Sirupus simplex
10 ml
5. Vanillinum
4 mg
6. Aethanolum 90 %
6 ml
7. Aqua destillata hingga
100 ml
Catatan :
1. Digunakan GOM arab serbuk sangat halus. 3.1.2 Resep rancangan Tiap 30 ml mengandung :`
Parafinum liquidum
15 ml
Natrium benzoat
4,5 ml
Gummi Arabicum
3,75 mg
Sirupus simplex
3 ml
Vanillinum
1,2 mg
Aethanolum 90%
1,8 ml
Aqua destillata hingga
30 ml
3.1.3 Perhitungan Bahan 1. Parafinum liquidum
=
50 100
50 ml
X 30 ml = 15 ml
2. Natrium benzoate
15 ml
43
15
=
100
x 30 ml = 4,5 ml
3. Gummi arabicum 12,5 mg
=
12,5 100
x 30 ml = 3,75 mg
4. Sirupus simplex
=
10 100
10 ml
x 30 ml = 3 ml
5. Vanillinum 4 mg
=
4 100
x 30 ml = 1,2 mg
6. Aethanolum 90% 6 ml
=
6 100
x 30 ml = 1,8 ml
3.1.4 Komposisi yang dibuat dalam 30 ml 1.
Parafinum liquidum
15 ml
2.
Natrium benzoat
4,5 ml
3.
Gummi arabicum
3,75 mg
4.
Sirupus simplex
3 ml
5.
Vanillinum
1,2 mg
6.
Aethanolum 90%
1,8 ml
7.
Aquadest ad
100 ml
= 30 ml – ( 15 + 4,5 + 3,75 + 3 + 1,2 + 1,8 ) = 30 ml – 29,25 = 0,75 ml 3.2 Metodologi 1. Metode gom kering
Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab ) dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk membentuk korpus emulsi, baru diencerkan sisa air yang tersedia. 2. Metode gom basah atau Metode Inggris
Zat pengemulsi ditambahkan kedalam air agar membuat suatu mucilago kemudian perlahan – lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi kemudian diencerkan dengan sisa air. 44
3. Metode botol
Digunakan untuk minyak menguap dan zat – zat yang bersifat minyak dan memiliki viskositas rendah (kuning kental ) serbuk gom dimasukkan kedalam botol yang ditambahkan 2 bagian air, botol ditutup, kemudian campuran tersebut digojog dengan kuat, tambahkan sisa air sedikit demi sedikit s ambil digojok. 3.3 Alat dan Bahan
3.3.1. Alat 1. Beaker glass
9. Penangas air
2. Gelas ukur
10. Kertas perkamen
3. Cawan penguap
11. Timbangan
4. Lumpang dan mortar atau stirer
12. Mikroskop
5. Batang pengaduk
13. Viskometer Brookfield
6. Objek glass
14. Tabung sedimentasi
7. Cover glass
15. Erlenmeyer
8. Pipet tetes
16. Sudip
3.3.2. Bahan 1. Parafinum liquidum 2. Natrium benzoat 3. Gummi Arabicum 4. Sirupus simplex 5. Vanillinum 6. Aethanolum 90 % 7. Aqua destillata 3.4 Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan 2. Disetarakan timbangan 3. Dikalibrasi botol yang akan digunakan 4. Diukur sirup simplex 3 ml dalam gelas ukur 5. Di ukur natrium benzoate 4,5 ml pada beker glas, aduk sampai larut 6. Ditimbang Gummi arabicum 3,75 mg disisihkan 7. Ditimbang Vanillinum 1,2 mg, disisihkan 8. Diukur Paravinum liquidum 15 ml
45
9. Diambil Gummi arabicum dilarutkan dengan Sirup simplex 3 ml dan ditambahkan aquades 25 ml dan diaduk ad homogen 10. Diambil Vanillinum, dimasukan dalam mortir, digerus kemudian tambahkan alkohol 1,8 ml diaduk ad homogen 11. Dimasukan dalam wadah botol yang telah dikalibrasi 12. Ditambahkan sisa aquades ad 30 ml. 13. Dikocok ad homogen 14. Dilakukan evaluasi untuk sisa emulsi. 3.5. Evaluasi
3.6.1. Uji Organoleptis Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara : a. Pengamatan warna b. Pengamatan rasa c. Pengamatan bau d. Pengamatan sifat kelarutan Pemberian dikatan baik jika warna emulsi tidak berubah dan bau tidak hilang. 3.6.2. Uji Volume Terpindahkan a. Dituang larutan 100 mL ke dalam 10 gelas ukur 10 mL b. Diamkan selama ± 30 menit c. Dicatat hasilnya 3.6.3. Uji Kekentalan a. Dimasukkan larutan kedalam viscometer dengan menggunakan pipet. b. Dihentikan pemasukan cairan sampai setengah tabung reaksi kemudian dipasang pada statif c. Ditutup tabung reaksi dengan bola hisap d. Dihisap cairan dengan bola hisap,sampai mencapai batas garis merah. e. Dilepaskan bola hisap bila cairan turun tepat pada garis pertama lalu hidupkan stopwatch ketika cairan tepat di garis kedua f.
Dihitung kekentalan : η=
46
3.6.4. Uji PH 1. Siapkan alat dan bahan 2. Dilarutkan parafin liquidum 3. Dicelupkan pH meter/universal 4. Amati warna sesuai kemasan
Evaluasi hasil uji PH
Organoleptis : Warna :
3.6.5
Bau
:
Rasa
:
Viskositas
: Untuk menguji kekentalan sediaan emulsi.
Homogenitas
: Dilakukan untuk mengetahui Homogenitas sediaan emulsi.
Volume
: 50 ml
Uji tipe emulsi Uji tipe emulsi dengan Kertas Saring Emulsi Parafin Liquid Diteteskan sedikit pada kertas saring: Tipe W/O
: Meninggalkan noda pada kertas saring
Tipe O/W
: Tidak meninggalkan noda atau tersebar merata pada kertas saring
3.6.6
Uji centrifugasi Sediaan dimasukkan kedalam tabung sentrifuga kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam. Setiap interval waktu 1 jam, diamati ada tidaknya pemisahan fase.
47