BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Hidrosefalus adalah kesatuan klinik yang dibedakan oleh tiga faktor: peninggian tekana intraventrikuler, penambahan volume CSS, dan dilatasi rongga CSS. Secara klinis peninggian tekanan intraventrikuler, volume CSS, dan ukuran ventrikel menimbuklkan kelainan berikut: pembesaran kepala, penonjolan fontanel, separasi sutura, tanda MacEwen positif, fenomena setting sun, scalp yang mengkilap, dilatasi vena scalp, strabismus konvergen atau divergen, tangis yang high pitched, postur opistotonik, dan kegagalan untuk benkembang. Pada kebanyakan hidrosefalus dini atau ringan, hanya perubahan ringan pada sutura, fontanel, scalp, dan gerak bola mata yang dijumpai. Pada hidrosefalus yang berkembang lambat, gejala mungkin tidak tampil hingga pasien mulai berjalan, dimana keadaan ini dibuktikan dengan langkah berdasar, leher para paresis, hemianopia bitemporal, dan retardasi mental. Insiden hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosefalus kongenital adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11% - 43 % disebabkan oleh stenosis aquaduktus serebri. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul yang berkaitan dengan hirosefalus ini. 1.2. Tujuan
1..2.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai cara untuk mengantisiapasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengertian, patofisiologis, menifestasi klinik, dan etiologi pada penyakit hidrosefalus. b. Menjelaskan pengkajian anamnesis pada penyakit dengan hidrosefalus. c. Melakukan pengkajian anamnesa pada bayi dengan hidrosefalus. d. Menentukan
diagnosa, masalah serta kebutuhan dari data yang telah
dikumpulkan terhadap bayi dengan hidrosefalus.
1
e. Menentukan antisiapasi terhadap diagnosa dan masalah potensial yang ditemukan pada bayi dengan hidrosefalus. f.
Melakukan tindakan segera berdasarkan data yang telah dikumpulkan atau intervensi terhadap bayi dengan hidrosefalus
g. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan kepada bayi berdasarkan interpretasi data yang ditemukan. h. Melaksanakan tindakan yang telah direncanakan secara sistemis kepada bayi dengan hidrosefalus. i.
Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan kepala bayi dengan hidrosefalus.
2
BAB II KONSEP PENYAKIT
2.1
Definisi
Hidrosefalus merupakan sindrom klinis yang dicirikan dengan dilitasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan-jarigan selebral selama produksi CSS berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorpsi oleh vili arachnoid. Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Adapun berdasarkan waktu pembentukannya, klasifikasi hidrocepalus yaitu: 1. Hidrocepalus Kongenital merupakan hidrocepalus yang terjadi pada neonatus atau yang berkembang selama intrauterine. 2. Hidrocepalus Infantil merupakan hidrocepalus yang terjadi karena cedera kepala selama proses kelahiran. 3. Hidrocepalus Akuisita merupakan hidrocepalus yang terjadi selama masa neonatus atau disebabkan oleh faktor – faktor lain setelah masa neonatus.
Dan berdasarkan sirkulasi cairan serebrospinal, dibedakan menjadi: 1. Hidrocepalus Komunikans adalah hidrocepalus yang memperlihatkan adanya hubungan antara CSS system ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid. 2.
Hidrocepalus non - Komunikans berarti terdapat hambatan sirkulasi cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel sendiri
2.2
Etiologi
(1 )
Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrocepalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen 3
terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar. 3)
Neoplasma
Hidrocepalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. 4)
Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
2.3
Patofisiologi
Hidrosefalus terjadi karena ada gangguan absorbsi CSF dalam subarachnoid (comunicating hidrosefalus) dan atau adanya obtruksi dalam ventrikel yang mencegah CSP masuk kerongga subarachnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak janin. (comunicating hidrosefalus). Cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ organ yang terdapat dalam otak. 2.4
Manifestasi Klinis
1. pembesaran tengkorak, hipotrofi otak 2. kelainan neurologo (mata selalu mengarah kebawah, gangguan perkembangan motorik, gangguan penglihatan). 3. terjadi penipisan korteks cerebrum yang permanen bila penimbunan cairan dibiarkan 4. pada bayi yang suturannya masih terbuka akan terlihat lingkar kepala fronto-osipital yang makin membesar, sutura yang meregang dengan fontanel cembung dan tegang. 5. vena kulit kepala sering terlihat menonjol 2.5
Komplikasi
1. 2. 3. 4.
peningkatan tekanan intrakranial kerusakan otok infeksi shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
4
2.6
Penatalaksanaan Keperawatan
Ada tiga prinsip pengobatan hedrosefalus, yaitu 1. mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis, dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan. 2. memperbaiki antara tempat produksi CSS dengan tepat absorsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang supranoid. Misalnya, vebtrikulo-sisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang memuaskan. Karena sudah ada insufisiensi fungsi absorsi 3. pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial. Penanganan Sementara 1. terapi konservatif medikanentosa; untuk membatasi efolusi hidrosevalus melalu upaya mengurangi skresi cairan dan pleksus chorid atau meningkatkan resobsinya (isorbid). 2. drainase liquour eksternal; dengan memasang kateter ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Operasi pemasangan ‘pintas’ (shunting) Bertujuan membuat aliran luquor baru (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti; peritoneum, atrium kanan, pleura) Penanganan Alternatif 1. terapi etiologi; 2. penetrasi membran; penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan membuat jalan alternatif melalui rongga subarachnoik bagi kasus akuaduktus atau gangguan aliran pada fossaposterior. 2.7.
1. 2. 3. 4.
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran lingkar kepala setiap hari Pertumbuhan/pembesaran kepala yang cepat CT scan,MRI,EEG Isotope ventriculograms
5
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1. Pengkajian
1. Anamnesis a. Keluhan utama: Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan. b. Riwayat penyakit sekarang: Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan meningens) sebelumnya. c. Riwayat penyakit dahulu: Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrocepalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan riwayat infeksi. d. Riwayat perkembangan Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak. e. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks. 2. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Pada keadaan hidrocepalus umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital. B1(breathing) Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatkan hal-hal sebagai berikut: Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada. Palpasi: tak til primitus biasanya seimbang kanan an kiri Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang
6
menurun yang sering didapatkan pada klien hidrocepalus dengan penurunan tingkat kessadaran. B2 (Blood) Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektroloit sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler. B3 (Brain) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibanding pengkajian pada system yang lain. Hidrocepalus menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel. Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus disbanding dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal. B4 (Bledder) Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal. 3.1
Diagnosa keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial 2) Resiko cidera 3) Ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 dalam jaringan (otak) 4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hidrocepalus 5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tempat pemasangan shunt 6) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. 7
7) Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan fungsi neurologis. 8) Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelumouhan karena stroke. 3.2
1)
Intervensi
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial Tujuan : tidak mengalami dekubitus Intervensi : 1. Ubah posisi anak secara teratur 2. Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional seperti bokong, kaki dan tangan 3. Bantu anak untuk mengambil posisi yang sesuai 4. Berikan latihan ROM pasif untuk bayi
2)
Resiko cidera berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial Tujuan : Tidak terjadi peningkatan TIK Kriteria Hasil : Tanda vital normal, pola nafas efektif, reflek cahaya positif, tidak tejadi
gangguan kesadaran, tidak muntah dan tidak kejang. Intervensi : 1. Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK 2. Jangan sekali-kali memijat atau memompa shunt untuk memeriksa fungsinya 3. Ajari keluarga mengenai tanda-tanda peningkatan TIK 3)
Ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 dalam jaringan (otak) Tujuan : Perfusi jaringan seimbang, kebutuhan oksigen dalam otak terpenuhi Intervensi : 1. Kaji penyebab hipoksia 2. Atur posisi klien 3. Kolaborasi pemberian oksigen
4)
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hidrocepalus Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan cairan terkontrol Intervensi: 1. Monitor intake dan output cairan
8
2. Kolaborasi pemberian diuretik 5)
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan Masuknya mikroorganisme sekunder terhadap tempat pemasangan shunt Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : Daerah luka pemasangan shunt tidak merah, bengkak, panas dan sakit. Leukosit dalam batas normal (5.800-11.000 gr/dl) Intervensi : 1.
Observasi TTV tiap 4 jam khususnya suhu tubuh (36-370C)
2.
Monitor daerah luka post op terhadap adanya tanda-tanda infeksi seperti merah,
bengkak, panas dan sakit 3.
Lakukan pemijatan pada daerah tempat pemasangan shunt untuk menghindari
sumbatan awal 4.
Lakukan perawatan luka tiap 1x24 jam dengan menggunakan NaCl 0.9% dan
Bethadin 10% sesuai program 6)
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien tidak mengalami mual muntah Intervensi : 1. Berikan makanan pada anak sedikit tapi sering 2. Kolaborasi pemberian makanan cair 3. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian nutrisi yang adekuat
9
BAB IV PENUTUP
4.1. Simpulan
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Penyebap hidrosevalus meliputi; kongnital, neoplasma, trauma, infeksi. Dalam melakukan pengkajian keperawatan hidrosefalus dapat meliputi: Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, 4.2. Saran
Kita sebagai perawat harus bisa mengkaji lebih dalam tanda dan gejala Hidrosepalus agar penatalaksanaan dapat diterapkan dengan maksimal.
10
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi,Rita Yuliani, 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak, edisi 2, Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya. Judha,Mohammad.2011 : Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Nurarif, Amin Huda,dkk. 2013. Asuahan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC . Yogyakarta :Media Action.
11