Tugas Makalah Geografi Regional Indonesia “Provinsi Sulawesi Selatan”
Dosen Pengampu: Andri Noor Andriansyah, M.Si
Disusun Oleh: Fahmi Ramadhan
(11140150000046)
Nia Nurfitriannih
(11140150000090)
Yunita Dwi Nurindah Sari
(11140150000077)
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015
Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang masih memberikan kami kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah Geografi Regional Indonesia dengan tema “Mengkaji Provinsi Sulawesi
Selatan”
sesuai
dengan
waktu
yang
kami
rencanakan.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: Andri Noor Andriansyah, M.Si. Dosen mata kuliah Geografi Regional Indonesia, dan semua pihak yang ikut dalam penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin, kami sangat menerima kritik dan saran apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini agar nantinya kami bisa menjadi lebih baik dalam membuat makalah atau tugas akhir perkuliahan. Kami berharap makalah yang sudah kami buat bisa bermanfaat sebagaimana mestinya dan dapat memenuhi tugas mata kuliah Geografi Regional Indonesia. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb
Jakarta, 08 Desember 2015
PENYUSUN
i
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................... i Daftar Isi.................................................................................... ii BAB 1 Pendahuluan...................................................................1 1.1 Latar Belakang..............................................................1 1.2 Rumusan Masalah.........................................................1 1.3 Tujuan Penulisan............................................................2 BAB 2 Pembahasan...................................................................3 2.1 Lokasi dan Luas Wilayah...............................................3 2.2 Kondisi Fisik Sulawesi Selatan.......................................8 2.3 Kondisi Manusia Sulawesi Selatan...............................29 2.4 Analisis Potensi Sumber Daya Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.............................................................................. 47 BAB 3 Penutup......................................................................... 58 3.1 Kesimpulan.................................................................57 3.2 Saran..........................................................................58 Daftar Pustaka......................................................................... 59
3
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Provinsi Sulawesi Selatan, satu dari 34 Propinsi di Indonesia dengan segala potensi sumber daya alam dan posisi yang strategis, julukan sebagai pintu dari Kawasan Timur Indonesia juga disematkan pada Provinsi ini. Penyematan julukan tersebut tentunya tidak sekedar isapan jempol saja, Provinsi Sulawesi Selatan berbenah dengan beberapa program aksi yang mumpuni. Provinsi Sulawesi Selatan sampai saat ini terus memperlihatkan geliat perekonomian yang cukup bergairah di Kawasan Timur Indonesia. Apalagi saat ini Provinsi Sulawesi Selatan telah didukung dengan kelengkapan sarana dan prasarana serta infrastruktur pendukung yang cukup baik, tersedianya potensi dan peluang yang siap dikembangkan serta besarnya dukungan dan komitmen pemerintah daerah, tidak mungkin nantinya Provinsi Sulawesi Selatan bisa menjadi Provinsi termaju di Indonesia. Terlepas daripada itu, makalah ini akan menjelaskan secara khusus mengenai lokasi, luas wilayah, administrasi wilayah Sulawesi Selatan, kondisi fisik dan kondisi manusia Sulawesi Selatan, dan potensi sumber daya yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan.
1.2 Rumusan Masalah 1. Di mana lokasi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan? 2. Bagaimana pembagian wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan? 3. Bagaimana kondisi fisik dan manusia di Provinsi Sulawesi Selatan? 1
4. Apa saja potensi sumber daya di Provinsi Sulawesi Selatan?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui secara jelas lokasi Sulawesi Selatan. 2. Untuk mengetahui pembagian wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Untuk mengetahui kondisi fisik, dan manusia di Provinsi Sulawesi Selatan. 3. Untuk mengetahui potensi sumber daya di Provinsi Sulawesi Selatan.
2
BAB 2 Pembahasan
Provinsi Sulawesi Selatan
2.1 Lokasi dan Luas Wilayah
1. Lokasi Absolut, Lokasi Relatif, dan Luas Wilayah Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut Ujungpandang. Lokasi Absolut Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12'8° Lintang Selatan dan 116°48'-122°36' Bujur Timur. Dengan Lokasi Relatif yang berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat,
3
dan Laut Flores di selatan. Luas Wilayah Sulawesi Selatan 46.717,48 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2013 tercatat sebanyak 8.342.047.
2. Peta Administrasi Wilayah
4
5
6
3. Pembagian Administrasi Wilayah
Logo N
Kabupat
o
en/Kota
Pusat Pemerint ahan
Kabupate 1
n
Bantaeng
Bantaeng
2
3
Kabupate n Barru
Barru
Kabupate
Watampo
n Bone
ne
Luas
Jumla
Kepad
Bupati/Wa
wilay
h
atan
Kecam
Kelurahan
likota
ah
pendu
(per
atan
/desa
(km²)
duk
km²)
Nurdin
395,8
176.69
Abdullah
3 km²
9
8
21/46
7
15/40
27
44/328
10
24/123
12
17/95
18
45/122
Andi
Idris
Syukur
M
Padjalangi
Kabupate 4
n
Bulukumb
Zainuddin
Bulukum
a
Hasan
ba
Kabupate 5
n
Enrekang
Enrekang
6
Kabupate
Sunggumi
n Gowa
nasa
Muslimin Bando
71 km²
Andi Fahsar
1.174,
165.98 3
4.559
717.26
km²
8
1.154, 67 km²
1.786, 01 Km²
Ichsan
1,883.
Yasin
32
Limpo
km²
7
394.56 0
190.57 9
652,32 9
446,4 jiwa/k m²
141,3 jiwa/k m²
157 jiwa/k m²
341,71 jiwa/k m²
106,71 jiwa/k m²
350 jiwa/k m²
Kabupate 7
n
Bontosun
Iksan
749.7
342,22
Jenepont
ggu
Iskandar
9 km²
2
o
Kabupate 8
n Kepulaua
Benteng
Syahrir Wahab
n Selayar
9
1 0
1 1
Kabupate n Luwu
Belopa
Kabupate n
Luwu Malili
Timur
Kabupate n
Luwu Masamba
Utara
1
Kabupate
2
n Maros
Turikale
3.69 km2
3.000,
Andi Mudzakkar
Andi Hatta Marakarma
25 km2
6,944. 88 km2
7.502,
Arifin Junaidi
M.
10.50
Hatta
Rahman
58 km2
1.619, 12 km2
122.05 5
332.48 2
243.06 9
287.47 2
322,21 2
460 jiwa/k
11
31/82
11
7/81
21
19/208
11
20/100
11
6/165
14
23/80
13
37/65
m²
12 jiwa/k m2
110,82 jiwa/k m2
35 jiwa/k m2
38,32 jiwa/k m2
199 jiwa/k m2
Kabupate n 1
Pangkaje
3
ne
Pangkajen
dan e
Kepulaua
Syamsuddi
1,236.
n A. Hamid 27 Batara
km2
n
8
305,75 8
250 jiwa/k m2
1
Kabupate
4
n Pinrang
Pinrang
A.
Aslam
Patonagi
1,961. 77 km2
351,16 1
180 jiwa/k
12
39/70
11
38/68
9
13/67
8
21/49
9
22/61
19
47/111
21
44/107
14
48/128
m2
Kabupate 1 5
n Sidenren g
Watang
Rusdi
Sidenreng
Masse
2,506. 19 km2
278,00 4
110 jiwa/k m2
Rappang
1
Kabupate
6
n Sinjai
1 7
Kabupate n Soppeng
Sinjai
Sabirin
819.9
228,93
Yahya
6 km2
6
Watansop
Andi
peng
Soetomo
1,359. 44 km2
223,75 7
Burhanudd 1
Kabupate
Pattallass
in
566.5
269,17
8
n Takalar
ang
Baharuddi
1 km2
1
n
1 9
2 0
Kabupate n
Tana Makale
Toraja
Theofilus Allorerung
2,054. 30 km2
Kabupate
Frederik
1,151.
n
Batti'
47
Sorring
km2
Andi
2,056.
Burhanudd
20
in Unru
km2
Toraja Rantepao
Utara
2
Kabupate
1
n Wajo
Sengkang
9
221,79 5
215,40 0
384,69 4
280 jiwa/k m2
160 jiwa/k m2
480 jiwa/k m2
110 jiwa/k m2
190 jiwa/k m2
190 jiwa/k m2
Ir. H. Moha
2
Kota
2
Makassar
2
Kota
3
Palopo
2
Kota
4
Parepare
Makassar
mmad Ramdhan
Palopo
Parepare
M.
175.7
1,334,
7 km2
090
Judas 247.5
7,600 jiwa/k
14
143/-
9
48/-
4
22/-
m2
148,03
Amir
2 km2
3
Taufan
99,33
132.04
Pawe
km2
8
600 jiwa/k m2
1.329 jiwa/k m2
2.2 Kondisi Fisik Sulawesi Selatan
A. IKLIM Iklim Sulawesi Selatan termasuk tropis basah. Suhu udara rata-rata 26,8°C dengan kelembaban udara 81,9 °C. sedangkan curah hujan ratarata 289
mm3
dengan rata-rata hari hujannya 159 hari. Kecepatan angin
4 knots, tekanan udara 1011mb. Secara umum Sulawesi Selatan memiliki dua musim yaitu musim kemarau (Mei - Oktober) dan musim hujan (Nopember-April), namun secara khusus dan lebih detail ada perbedaan periode musim yang dimiliki setiap Kabupaten / Wilayah, setidaknya ada 5 (lima) pembagian karakteristik periode musim untuk Sulawesi Selatan, sehingga dalam kondisi normal hampir setiap bulan ada hujan yang cukup untuk penanaman padi secara bergiliran disetiap wilayah atau kabupaten. Untuk
lebih
detailnya
pembagian
wilayah
Sulawesi
Selatan
berdasarkan karakteristik periode musim sebagai berikut :
Sulawesi Selatan bagian Barat, meliputi Kabupaten/Kota Makassar, Gowa, Maros, Pangkep, Barru, Pare-Pare dan Pinrang 10
Sulawesi Selatan bagian Selatan, meliputi Kabupaten Takalar dan Jeneponto
Sulawesi Selatan bagian Selatan, meliputi Kabupaten Takalar dan Jeneponto
Sulawesi Selatan bagian Timur, meliputi Kabupaten Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, dan Bone.
Sulawesi
Selatan
bagian
Tengah,
meliputi
Kabupaten,
Wajo,
Soppeng, Sidrap, dan Enrekang
Sulawesi Selatan bagian Utara, meliputi Kabupaten/Kota, Palopo, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Tana Toraja dan Toraja Utara Wilayah Sulawesi Selatan bagian barat dalam kondisi normal
memulai periode musim hujan pada bulan Nopember - April, dengan puncak musim hujan pada bulan Januari sedangkan untuk wilayah Sulawesi Selatan bagian selatan memiliki kesamaan dengan wilayah barat namun wilayah ini merupakan daerah kering dimana periode musim hujannya lebih pendek dari pada periode musim kemarau, musim hujan terjadi pada bulan Desember - Februari/Maret.
11
Wilayah Sulawesi Selatan bagian timur memasuki musim hujan ketika wilayah Sulawesi Selatan bagian barat atau selatan sudah memasuki periode akhir dari musim hujan atau awal musim kemarau, sehingga seolah - olah hujan bergeser dari wilayah barat menuju wilayah timur Sulawesi Selatan. Periode musim hujannya terjadi pada bulan Maret - Juli dan puncaknya terjadi pada bulan Mei.
Sementara itu untuk wilayah Sulawesi Selatan bagian tengah memiliki kesamaan dengan wilayah Sulawesi Selatan bagian timur, hanya saja wilayah tengah ini curah hujannya cenderung merata dan stabil tiap bulannya, sehingga dalam produksi padi lebih aman dan optimal dibandingkan wilayah lain karena curah hujan tidak terlalu tinggi dan rendah.
12
Untuk wilayah Sulawesi Selatan bagian utara merupakan daerah basah karena hampir setiap bulan terjadi hujan dengan intensitas minimal 150 mm, sehingga wilayah ini tidak kekurangan air. Dalam kondisi iklim yang normal masyarakat Sulawesi Selatan wilayah utara ini melakukan panen minimal 3 kali dalam setahun sama seperti juga yang terjadi diwilayah Sulawesi Selatan bagian tengah.
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut oldeman, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 5 jenis iklim, yaitu Tipe iklim A termasuk kategori iklim sangat basah dimana curah hujan rata-rata 3500-4000 mm/Tahun. Wilayah yang termasuk ke dalam tipe ini adalah Kabupaten Enrekang, Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur.Tipe Iklim B, termasuk iklim basah dengan curah hujan rata-rata 3000 – 3500mm/Tahun. Wilayah tipe ini terbagi 2 tipe yaitu (B1) meliputi Kabupaten Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, Tipe B2 meliputi Gowa, Bulukumba, dan Bantaeng. Tipe iklim 13
C termasuk iklim agak basah dengan Curah hujan rata-rata 2500 – 3000 mm/Tahun.Tipe iklim C terbagi 3 yaitu Iklim tipe C1 meliputi Kabupaten Wajo, Luwu, dan Tana Toraja. Iklim C2 meliputi Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, Barru, Pangkep, Enrekang, Maros dan Jeneponto. Sedangkan tipe iklim C3 terdiri dari akassar, Bulukumba, Jeneponto, Pangkep, Barru, Maros, Sinjai, Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Parepare, Selayar. Tipe iklim D dengan Curah hujan rata-rata 2000 – 2500 mm/Tahun. Tipe iklim ini terbagi 3 yaitu Wilayah yang masuk ke dalam iklim D1 meliputi Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Luwu, Tana Toraja, dan Enrekang. Wilayah yang termasuk ke dalam iklim D2 terdiri dari Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Enrekang, dan Maros. Wilayah yang termasuk iklim D3 meliputi Kabupaten Bulukumba, Gowa, Pangkep, Jeneponto, Takalar, Sinjai dan Kota Makassar. Tipe iklim E dengan curah hujan rata-rata antara 1500 – 2000 mm/Tahun dimana tipe iklim ini disebut sebagai tipe iklim kering. Tipe iklim E1 terdapat di Kabupaten Maros, Bone dan Enrekang. Tipe iklim E2 terdapat di Kabupaten Maros, Bantaeng, dan Selayar. Pertanian
yang
menjadi
segmen
penting
bagi
pembangunan
Indonesia memiliki ketergantungan pada kondisi iklim dan cuaca. Semakin stabil kondisi atmosfernya, maka akan stabil pula produksi pertaniannya. Jika sebaliknya, maka akan terjadi penurunan produksi pertanian yang berujung pada terhambatnya fungsi pembangunan (Susandi et.al. 2008) Potensi iklim di Sulawesi Selatan untuk pembangunan pertanian cukup mendukung. Wilayah pengembangan dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan kesamaan relatif zona iklimnya yaitu Sektor Barat, Timur dan Peralihan. Sektor Barat dipengaruhi oleh angin barat, dan sektor timur dipengaruhi oleh angin timur yang sangat erat berkaitan dengan musim hujan dan musim kemarau. Di sektor barat meliputi beberapa wilayah yang sebagian besar berada di bagian barat Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Kota Pare-pare, Kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto dan Selayar. Musim hujan di wilayah sector barat berlangsung bulan Oktober sampai dengan Maret, dimana pada saat yang bersamaan di 14
sektor timur berlangsung musim kemarau. Zona iklim sektor timur meliputi wilayah-wilayah yang sebagian besar berada di bagian timur Sulawesi
Selatan
yaitu
Kabupaten
Bone,
Soppeng,
Wajo,
Sinjai,
Bulukumba, Bantaeng, Sidenreng Rappang, dan Pinrang. Musim hujan di wilayah sektor timur berlangsung bulan April hingga September, dan sementara itu di sektor barat berlangsung musim kemarau. Sektor peralihan merupakan wilayah peralihan antara sektor barat dan timur meliputi kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Luwu utara,Luwu timur, Enrekang dan kota Palopo. Dua parameter cuaca yaitu curah hujan dan temperatur, menjadi ukuran bagi kestabilan atmosfer (Susandi et,al. 2008). Jumlah curah hujan dan distribusinya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, melalui kontribusinya terhadap ketersedian airdalam tanah. Data curah hujan akan sangat membantu dalam rangka meramalkan pola curah hujan ke depan, dan member gambaran kemungkinan kejadian banjir dan kekeringan yang pada gilirannya akan bermanfaat bagi penentu kebijakan menyusun program antisipatif guna menghindari peristiwa-peristiwa iklim yang merugikan pembangunan pertanian. Dengan demikian, data iklim itu penting diinventarisir, dan selanjutnya diproses/diolah agarberdayaguna. Keragaman
tipe
iklim
antardaerah
di
Sulawesi
Selatan
mengindikasikan bahwa gugus pulau di wilayah ini berpotensi besar untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian.
Bulan Basah
Bulan Basah
>200 mm
<100 mm
A
10-12
0-2
Luwu Utara
B1
7-9
0-1
Bone-bone,
Zona
15
Sebaran
Wotu, Malili Malakaji, B2
7-9
2-3
Sinjai, Bagian Selatan Sulsel Sinjai Barat,
C123
5-6
D123
Pare-pare,
0-6
3-4
Watampone, Palopo Pinrang,
0-6
Takalar Bagian selatan
E1234
0-2
0-6
dan
tengah Sulsel, Bone, Sidrap
B. GEOLOGI Secara regional, geologi Pulau Sulawesi dan sekitarnya termasuk kompleks, yang disebabkan oleh proses divergensi dari tiga lempeng litosfer, yaitu : Lempeng Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan-tenggara. Selat Makassar yang memisahkan platform Sunda (bagian Lempeng Eurasia) dari Lengan Selatan dan Tengah, terbentuk dari proses pemekaran lantai samudera pada Miosen (Hamilton, 1979,1989; Katili, 1978,1989). Bagian utara Pulau Sulawesi adalah Palung Sulawesi Utara yang terbentuk akibat proses subduksi kerak samudera Laut Sulawesi. Di Lengan tenggara, proses konvergensi terjadi antara Lengan Tenggara dengan bagian utara Laut Banda sepanjang Tunjaman Tolo (Silver et al., 1983a,b). Kedua struktur mayor tersebut (Palung Sulawesi Utara dan Tunjaman Tolo) dihubungkan oleh Sistem Sesar Palu-KoroMatano. Berdasarkan
asosiasi
litologi
dan
perkembangan
tektoniknya,
Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi ke dalam lima propinsi tektonik yaitu Busur Volkanik Tersier Sulawesi Barat, Busur Volkanik 16
Kuarter Minahasa-Sangihe, Sabuk Metamorfik Kapur-Paleogen Sulawesi Tengah, Sabuk Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen pelagisnya, serta fragmen Mikro-kontinen Paleozoikum Banda yang berasal dari Kontinen Australia. Kontak antara ke lima propinsi tersebut berupa kontak sesar (Hamilton, 1978,1979; Sukamto & Simandjuntak, 1983; Metcalfe, 1988.1990; Audley-Charles & Harry, 1990; Audley-Charles, 1991; Davidson, 1991). Daerah Sulawesi Selatan termasuk ke dalam propinsi Busur Volkanik Tersier Sulawesi Barat, yang memanjang dari Lengan Selatan sampai ke Lengan Utara. Secara umum, busur ini tersusun oleh batuan-batuan plutonik-volkanik
berumur
Paleogen-Kuarter
serta
batuan-batuan
metamorf dan sedimen berumur Tersier. Geologi Sulawesi Selatan bagian timur dan barat sangat berbeda, di mana keduanya dipisahkan oleh Depresi Walanae yang berarah UUB-SST. Secara struktural, Sulawesi Selatan terpisah dari anggota Busur Barat Sulawesi lainnya oleh suatu depresi berarah UB-ST yang melintas di sepanjang Danau Tempe (van Leeuwen, 1981). Berikut dibahas geologi Sulawesi Selatan berdasarkan urutan waktu. 2.1 Kompleks batuan dasar Mesozoikum Kompleks batuan dasar tersingkap di dua daerah di bagian barat Sulawesi Selatan, yaitu di Bantimala dan Barru, tersusun oleh batuanbatuan metamorf, ultrabasa, dan sedimen. Litologi batuan metamorf tersebut meliputi amfibolit, eklogit, sekis mika, kuarsit, klorit-felspar, dan fillit grafit. Dating K/Ar pada conto-conto dari kedua daerah tersebut menunjukkan bahwa proses emplacement (alih-tempat) batuan dasar ini terjadi pada Kapur Awal bagian akhir. Sekuens tersebut dilapis-bawahi secara
tak-selaras dan diinterkalasi secara tektonik
oleh unit-unit
berlitologi metamorf yang terdiri atas serpih silika merah dan abu-abu, batupasir
dan
batulanau
felspatik,
rijang
radiolaria,
peridotit
terserpentinisasi, basal, dan diorit. Hadirnya batuan metamorf yang sama di Jawa, Pegunungan Meratus di Kalimantan, dan di Sulawesi Tengah, 17
menunjukkan bahwa kompleks batuan dasar di Sulawesi Selatan ini kemungkinan merupakan fragmen yang terlepas dari kompleks yang lebih besar, yaitu kompleks akresi berumur Kapur Awal.
2.2 Sedimentasi Kapur Akhir Sedimen-sedimen Kapur Akhir secara berurutan terdiri atas Formasi Balangbaru dan Formasi Marada, yang terdapat di bagian barat dan timur Sulawesi Selatan bagian barat. Formasi Balangbaru melapis-bawahi secara tak-selaras kompleks batuan dasar, dan tersusun oleh selangseling batupasir dan lanau-lempung, dengan sedikit konglomerat, pebblepebble batupasir, serta breksi konglomeratik. Formasi Marada tersusun oleh suksesi berselang-seling dari batupasir, batulanau, dan serpih. Sebagian besar batupasir tersebut bertipe feldspathic greywacke yang setempat bersifat kalkareus, tersusun oleh butir-butir kuarsa, plagioklas, dan ortoklas yang subangular sampai angular dengan sedikit biotit,
muskovit,
fragmen-fragmen
litik
angular,
yang
kesemuanya
tertanam dalam matriks lempung, klorit, dan serisit (van Leeuwen, 1981). Struktur
graded
batulempung.
bedding
Unit-unit
kadang
berukuran
ditemukan kasar
dari
pada
batupasir
Formasi
dan
Balangbaru
mengandung struktur sedimen yang mencirikan endapan gravity flow, meliputi debris flows, graded bedding, dan sole marks yang berkemas kacau (chaotic fabric), yang keseluruhannya mengindikasikan turbidites (Hasan, 1991). Litologi dan fauna Formasi Balangbaru serta setempatsetempat Formasi Marada di bagian timur (van Leeuwen, 1981; Sukamto, 1982) mencirikan lingkungan open marine, deep neritic, sampai bathyal. Berdasarkan pertimbangan litologi dan ukuran butir, Formasi Marada diinterpretasikan ekivalen secara distal dengan Formasi Balangbaru. Setting
tektonik
Formasi
Balangbaru
18
diinterpretasikan
merupakan
cekungan busur-depan kecil yang berada pada trench slope (Hasan, 1991). 2.3 Volkanisma Paleosen Batuan-batuan volkanik berumur Paleosen terbentuk di daerahdaerah tertentu di timur Sulawesi Selatan, yang melapis-bawahi secara tak-selaras Formasi Balangbaru (Sukamto, 1975). Di daerah Bantimala, batuan volkanik ini disebut Volkanik Bua (Sukamto, 1982); dan di daerah Biru disebut Volkanik Langi (van Leeuwen, 1981; Yuwono et al., 1988). Volkanik-volkanik tersebut terdiri atas lava dan endapan piroklastik yang berkomposisi andesitik sampai traki-andesitik, yang setempat diinterkalasi oleh batugamping dan serpih ke arah atas sekuensnya (van Leeuwen, 1981; Sukamto, 1982). Dating dengan metoda fission track pada tufa bagian bawah sekuens, menunjukkan umur Paleosen (van Leeuwen, 1981). Berdasarkan kondisinya yang kalk-alkalin serta terkayakannya unsur-unsur tanah jarang tertentu, mengindikasikan bahwa volkanik ini berhubungan dengan proses subduksi (van Leeuwen, 1981; Yuwono, 1985),
yang
miring
ke
barat.
2.4 Volkanisma dan sedimentasi Eosen sampai Miosen Formasi
Mallawa
tersusun
oleh
batupasir
arkosik,
batulanau,
batulempung, napal, dan konglomerat yang diinterkalasi oleh layer-layer atau lensa-lensa batubara dan batugamping. Formasi ini terdapat di bagian barat Sulawesi Selatan, yang melapis-bawahi secara tak-selaras Formasi Balangbaru dan setempat Formasi Langi (Sukamto, 1982). Umur Paleogen pada formasi ini diduga dari palinomorfisnya (Khan & Tschudy, dalam Sukamto, 1982), sementara fosil ostrakoda menunjukkan umur Eosen (Hazel, dalam Sukamto, 1982). Formasi Mallawa ini diduga terendapkan pada lingkungan terrestrial/marginal marine yang menerus ke atas secara transgersif sampai ke lingkungan laut dangkal.
19
Formasi Batugamping Tonasa melapis-bawahi secara tak-selaras Formasi Mallawa dan Volkanik Langi. Dari bawah ke atas, formasi ini tersusun
oleh
anggota-anggota
A
(kalkarenit
berlapis
baik),
B
(batugamping berlapis tebal sampai batugamping masif ), C (sekuens batugamping detritus tebal dengan limpahan foraminifera), dan D (limpahan material volkanik dan olistolit batugamping dari berbagai umur ) (van Leeuwen, 1981; Sukamto, 1982). Formasi ini berumur Eosen sampai Miosen Tengah. Margin bagian selatan dari Formasi Tonasa diduga merupakan margin bertipe landai, dan Platform Karbonat Tonasa disusun terutama oleh fasies laut dangkal, sedangkan margin bagian utara didominasi oleh fasies redeposited (Wilson, 1995). Formasi Mallawa dan Tonasa tersebar luas di bagian barat Sulawesi Selatan (Wilson, 1995). Formasi Salo Kaluppang hadir di bagian timur Sulawesi
Selatan,
yang
terdiri
atas
batugamping,
serpih,
dan
batulempung yang interbedded dengan konglomerat volkanik, breksi, tufa, lava, batugamping, dan napal (Sukamto, 1982). Berdasarkan dating foraminifera, umurnya berkisar dari Eosen Awal sampai Oligosen Akhir (Kadar, dalam Sukamto, 1982 dan Sukamto & Supriatna, 1982). Formasi ini seumur dengan Formasi Mallawa dan bagian bawah Formasi Tonasa. Formasi Kalamiseng tersingkap di bagian timur Depresi Walanae, terdiri atas breksi volkanik dan lava dalam bentuk lava bantal dan lava masif, yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir, dan napal. Lava tersebut
dicirikan
oleh
basal
dan
diabas
spilitik
yang
telah
termetamorfosis ke fasies sekis hijau (Yuwono et al., 1988). Pegunungan Bone
diinterpretasi
merupakan
bagian
dari
suatu
sekuens
ofiolit
berdasarkan ciri dan pengamatan pada anomali gravity-nya yang tinggi serta MORB (mid oceanic ridge basalt)-nya. Dating K/Ar pada lava bantal Formasi Kalamiseng menunjukkan umur Miosen Awal (Yuwono et al., 1988), dan umur ini kemungkinan merupakan umur emplacement dari suite ofiolit yang diduga tersebut di atas. Tubuh-tubuh intrusi tersingkap di bagian timur daerah Biru dan Tonasa-I (Sukamto, 1982), yang setelah di-dating, menunjukkan umur Miosen Awal (van Leeuwen, 1981). Yuwono et al., (1987) menghubungkan 20
tubuh-tubuh intrusi ini dengan volkanik kalk-alkalin pada anggota bagian bawah Formasi Camba dan mengusulkan bahwa keduanya berasal dari subduksi pada Miosen Awal. Tetapi usulan tersebut tidak sesuai dengan umur Miosen Tengah (Sukamto & Supriatna, 1982) atau Miosen Tengah sampai Akhir (Sukamto, 1982) yang dicirikan oleh foraminifera pada sedimen laut yang interbedded dengan volkaniklastik. Anggota bagian bawah Formasi Camba terdiri atas batupasir tufaan yang ber-interbedded dengan tufa, batupasir, batulempung, konglomerat volkanik (Sukamto,
dan
breksi 1982;
volkanik,
napal,
Sukamto
batugamping, &
dan
Supriatna,
batubara 1982).
Formasi Bone telah dilaporkan oleh Grainge & Davies (1985) dari sumur Kampung Baru-I di daerah Sengkang, yang terdiri atas wackestone bioklastik dan packstone forraminifera planktonik berbutir halus yang berinterbedded dengan mudstone kalkareus. Formasi ini berumur Miosen Awal. 2.5 Volkanisma dan sedimentasi Miosen sampai Resen Anggota bagian atas Formasi Camba atau Volkanik Camba, berlokasi di Zona Pembagi Bagian Barat. Anggota ini terdiri atas konglomerat dan breksi volkanik, lava, dan tufa, yang interbedded dengan sedimensedimen laut (Sukamto, 1982; Sukamto & Supriatna, 1982). Dating foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir (Sukamto, 1982). Volkanik Lemo melapis-bawahi secara tak-selaras Volkanik Walanae berumur Miosen Atas di daerah Biru (van Leeuwen, 1981). Dating K/Ar pada Volkanik Lemo ini menunjukkan umur. Bagian bawah Volkanik Camba diduga ekivalen dengan Volkanik Sopo berumur Miosen Tengah di daerah Biru (van Leeuwen, 1981). Sedangkan bagian atas Volkanik Camba diduga analogi dengan Volkanik Pammusureng di daerah Biru (van Leeuwen, 1981). Yuwono et al. (1988) membagi Volkanik Camba ke dalam dua anggota : Camba IIa yang alkali potasik dan Camba IIb yang alkali ultrapotasik. Berdasarkan dating K/Ar, 21
dideterminasi bahwa umur Volkanik Camba II adalah Miosen Akhir. Unitunit volkanik yang berumur Miosen sampai Plistosen di Sulawesi Selatan telah dibahas oleh Yuwono et al. (1987). Unit-unit tersebut terdiri atas : Volkanik Baturappe, yang merupakan suatu seri litologi ekstrusif dan intrusif yang bersifat alkali potasik, di mana dating K/Ar menunjukkan umur Miosen Tengah (Yuwono et al., 1988); Volkanik Cindako, memiliki ciri yang sama dengan Volkanik Baturappe, tetapi dating K/Ar pada Volkanik Cindako ini menunjukkan umur Miosen Akhir (Yuwono et al., 1987). Oleh Sukamto (1982), kedua volkanik ini dikelompokkan ke dalam satu grup berumur Pliosen Atas, berdasarkan fakta bahwa keduanya melapis-bawahi secara tak-selaras Formasi Camba. Volkanik Soppeng diduga berumur Miosen Akhir (Yuwono et al., 1987), tetapi Sukamto (1982) menginterpretasikan bahwa volkanik ini berumur Miosen Awal karena dilapis-bawahi secara tak-selaras oleh batuan-batuan dari Formasi Camba. Volkanik Pare-Pare merupakan sisa dari suatu strato-volkanik yang tersusun oleh selang-seling lava flows dan breksi piroklastik, yang setelah di-dating menunjukkan umur Miosen Akhir (Yuwono et al., 1987). Lava tersebut berkomposisi intermediet sampai asam . Volkanik strato-volkano Lompobattang yang berumur Plio-Plistosen tersebar di sebagian besar daerah bagian selatan Sulawesi Selatan, yang ketinggiannya mencapai 2.871 m. Volkanik ini terdiri atas lava bantal dan breksi
piroklastik
yang
berkomposisi
alkali
potasik
bersilika
undersaturated dan sosonitik bersilika asam saturated. Batuan-batuan volkanik Miosen Tengah sampai Plistosen di Sulawesi Selatan, termasuk anggota bagian atas Formasi Camba yang dominan bersifat alkalin, diinterpretasi oleh Yuwono et al. (1987) sebagai hasil peleburan parsial (partial melting) dari mantel bagian atas (phlogopite bearing peridotite) yang sebelumnya telah terkayakan oleh unsur-unsur yang incompatible oleh proses metasomatis (Yuwono et al., 1987). Ini kemungkinan berhubungan dengan subduksi sebelumnya pada Miosen Awal dalam ‘konteks intraplate yang menggelembung’ (‘distensional intraplate context’) (Yuwono et al., 1987). Bemmelen (1949) mengusulkan bahwa komposisi alkali dari volkanik-volkanik tersebut disebabkan oleh 22
‘asimilasi berlebihan dari batugamping yang lebih tua yang kemudian lebur’ dan bergabung dengan material kontinen ke dalam suatu busur volkanik yang berhubungan dengan subduksi (Katili, 1978). Proses magmatisme Neogen di Sulawesi tengah bagian barat berhubungan dengan proses penebalan litosferik dan proses peleburan. Kondisi bimodal dari litologi-litologi batuan beku berumur Neogen di daerah ini diduga berasal dari urut-urutan proses peleburan (melting) kuno mantel peridotit dan kerak bumi yang menghasilkan alkalin basaltik (sosonitik) dan peleburan-peleburan berkomposisi granitic. Sedimentasi Miosen Akhir ditandai oleh Formasi Tacipi berumur Miosen Tengah – Pliosen (Grainge & Davies, 1983), yang saat ini masih diteliti
lebih
jauh.
Formasi Walanae berhubungan tak-selaras secara setempat dengan Formasi Tacipi, dan di berbagai lokasi, kedua formasi tersebut ditemukan ber-interdigitate.
Berdasarkan
kandungan
foraminiferanya,
Formasi
Walanae di-dating berumur Miosen Tengah sampai, tetapi menurut Grainge & Davies (1983), kemungkinan berumur Miosen Akhir atau Pliosen, berdasarkan unit-unit basalnya. Di Cekungan Sengkang Timur, Formasi Walanae bisa dibagi ke dalam dua interval : interval bagian bawah tersusun oleh calcareous mudstone, dan interval bagian atas yang lebih arenaceous. Interval bagian bawah tersingkap dengan intensif di selatan cekungan, yang di beberapa tempat menjemari dengan reef talus dari Formasi Tacipi. Batugamping di ujung selatan Sulawesi Selatan dan di Pulau Selayar dinamakan Batugamping Selayar, yang merupakan anggota dari Formasi Walanae (Sukamto & Supriatna, 1982). Anggota Selayar ini tersusun oleh batugamping koral dan kalkarenit dengan interkalasi napal dan batupasir kalkareus. Unit karbonat ini berumur Miosen Atas sampai Pliosen. Sukamto & Supriatna (1982) melaporkan bahwa hubungan penjemarian antara Formasi Walanae dengan Batugamping Selayar terjadi di Pulau Selayar. Endapan-endapan undak, aluvial, dan pantai terdapat setempatsetempat di Sulawesi Selatan. Pengangkatan (uplift) Resen di Sulawesi
23
Selatan dicirikan oleh naik atau tumbuhnya endapan-endapan coral reef (van Leeuwen, 1981; Sukamto, 1982). C. TANAH Berdasarkan jenis tanah di Sulawesi Selatan ada 12 jenis tanah yang sudah dikenal yaitu : alluvial, latosol, regosol, rensina, grumusol, andosol, brown, forest soil, mediteran, lateristik, podsolik merah kuning dan podsolik coklat kelabu. Sedangkan sifat-sifat kimia tanah secara umum yang diperkirakan potensi kesuburan tanah di Sulawesi Selatan terbagi menjadi 11 daerah : 1. 2.
Daerah Kaya N Daerah rendah N
:
Pegunungan
:
Bulukumba dan Selayar Pegunungan Barat dan dataran
3.
Daerah
Sangat :
4.
Masam Daerah
:
5.
gamping
di Bone, Timur
Maros,Soppeng
dan
sepanjang Sugai Walanae. Dataran rawa di Luwu Barat Sebagian
besar
daerah
banjir
rendah/sangat
Danau Tempe dan Grumosol di
rendah dengan N &
Bone Utara
K Daerah
:
rendah/sangat
Dataran
Sidrap
Barat,
dataran
sekitar Ujung Lamuru dan Bone
rendah dengan NP & 6.
K Daerah
:
masam/agak masam
dengan
Sebagian
dari dataran
Pinrang,
Walanae Selatan, Ujung Lamuru, N
dataran Karama
rendah/sangat 7.
rendah Daerah
:
masam/agak
Daerah Andosol di Lompobattang Timur
masam dengan K rendah/sangat 24
8.
Daerah
:
Sebagian dataran Pinrang,
jalur
masam/agak
Barat pegunungan Barat, dataran
masam dengan N &
bukit Sengkang
P
bagian
Barat
gunung
Lompobattang, dataran
rendah/sangat rendah
dan
Tenggara
Masamba dan daerah pegunungan atas Polmas, Tana Toraja Barat dan
9.
10.
Daerah
:
Luwu Utara Dataran Jeneberang
masam/agak
dataran
Bajo
masam dengan N &
(Luwu),
daerah
K
Bantaeng,
Daerah
:
masam/agak
(Gowa),
Padangsappa
Kajang,
bukit
di
(Bulukumba)
dan Bontoribu (Bone Selatan) Dataran Tappareng (Bone) dan Wajo
masam dengan P & K rendah/sangat 11.
rendah Daerah
:
Dataran Wajo utara, dataran Mare
masam/agak
(Bone)
masam dengan NPK
umumnya daerah landai di Bekeru
rendah/sangat
(Sinjai) dan Tanete (Bulukumba)
rendah
semua daerah bukit dan gunung di Sidrap
&
dataran
Utara,
Luwu
Enrekang,
pada
Tana
Toraja dan Luwu
D. MORFOLOGI / RELIEF Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang 25
kemiringannya agak curam, lebih dari 45 persen tanahnya curam dan bergunung. Berdasarkan prosentase kemiringan lahan, daerah dengan lahan datar dan landai masing-masing 43% dan 6% dari luas wilayah terdapat di bagian Selatan dan Timur, terutama di Kabupaten Wajo, Bone, Barru, Sidrap, Soppeng, Pangkep, Bulukumba, Jeneponto dan Takalar. Sedangkan daerah bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan kemiringan agak curam, curam dan sangat curam, masing-masing 17%, 16% dan 19%, terdapat di bagian Utara, meliputi Kabupaten Tana Toraja dan Pinrang, serta bagian Utara Luwu. Secara garis besar tangan selatan Sulawesi merupakan kelanjutan Zone Palu (Zone bagian barat Sulawesi Tengah) dan tangan tenggara merupakan kelanjutan dari tangan Timur Sulawesi (Zone Kolonodale). Secara Stratigrafi antara lengan selatan dan lengan tenggara banyak memiliki kesamaan, begitu juga antara Zone Palu Lengan Utara dengan Zone Kolonodale Lengan Timur. Walaupun demikian diantaranya terdapat perbedaan-perbedaan sebagai contoh bagian ujung selatan (di Selatan Danau Tempe) banyak kesamaannya dengan Pulau Jawa dan Sumatera sedangkan ujung selatan lengan tenggara lebih banyak kesamaannya dengan Boton Archipelago dan Group Tukang Besi. E. PENGGUNAAN LAHAN Potensi sumber daya pertanian di Sulawesi Selatan cukup besar dalam rangka mendukung sektor pertanian (Sofyan et,al. 2002). Lahan yang tersedia untukpengembangan pertanian tanaman semusim lahan basah ± 2 juta ha, pertanian tanaman tahunan sekitar ± 1 juta ha. Potensi sumber daya lahan di Sulawesi Selatan disajikan pada tabel berikut : Tabel 2. Potensi sumber daya lahan Sulawesi Selatan (BPS 2008).
26
Sistem Pertanian 1.
Lua (Ha)
Pertanian Tanaman Semusim ‐Lahan Basah
576.650
‐Lahan kering
1.766.652
‐Lainnya
196.673
2. Pertanian Tanaman Tahunan ‐Perkebunan Rakyat
650 417,09
‐Perkebunan Swasta 17.723,29 Optimalisasi penggunaan sumber daya lahan merupakan suatu alternatif untuk
meningkatkan produktivitas lahan (Syafruddin et,al.
2004). Penggunaan lahan di Sulawesi Selatan umumnya masih didominasi untuk usaha pertanian baik untuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan selain untuk peternakan an perikanan. Keragaman penggunaan lahan dan kegiatan pertanian di suatu wilayah akan terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi agroekosistem yang berkaitan dengan aspek iklim dan tanah sebagai penentu terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Conway 1987). Ketersediaan data inventarisasi dan identifikasi potensi sumberdaya lahan melalui pemetaan tanah (data spasial) di Sulawesi Selatan sangat terbatas dan belum tersedia secara detail. Pada beberapa wilayah telah dilakukan pemetaan tetapi umumnya masih
dalam
skala
1
:
250.000.
Untuk
itu
perlu
dilakukan
kegiatan/penelitian lebih lanjut untuk memetakan tanah secara detail. Djaenudin (2008) menyatakan bahwa penelitian potensi sumber daya lahan bertujuan untuk (1)mengetahui kualitas dan karakteristik lahan serta potensinya, (2) menentukan strategi pengembangan wilayah, dan (3) menerapkan teknologi pengelolaannya. Hasil
pemetaan
lahan
selanjutnya
digunakan
untuk
kegiatan
evaluasi lahan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan pertanian di Sulawesi Selatan. 27
Dari luas wilayah daratan yang digunakan untuk pengembangan sector pertanian seluas 4.566.820 Ha. Dari jumlah lahan sawah seluas 600.393 Ha. tersebut diatas, baru terdapat 369.850 Ha lahan yang sudah beririgasi, sehingga masih terdapat 228.404 Ha belum beririgasi. Selain peningkatan produktifitas, produksi pada dapat juga ditingkatkan melalui pembangunan/ rehabilitasi jaringan irigasi. Untuk mendukung program pemerintah peningkatan luas tanam nasional 1,5 juta Ha, maka di Sulawesi Selatan terdapat potensi peningkatan luas melalui perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi mulai primer sampai dengan tersier. Perbaikan irigasi pada prioritas I dapat meningkatkan luas tanam 24.000 ha di kabupaten Pangkep, Pinrang, dan Sidrap. Pebaikan irigasi pada tahap selanjutnya di 23 Kab/Kota dapat meningkatkan luas tanam hingga 318.000 Ha. Kawasan hutan terdapat di Kabupaten Kepulauan Selayar yang merupakan taman nasional laut/kawasan hutan perairan mencapai 450.836,23 Ha atau 17,56 % dari total luas hutan negara yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 2.566.657,77 Ha. Kabupaten lain yang memiliki hutan negara yang relatif luas adalah Kabupaten Luwu Timur 734.755,48 Ha atau 17,75% dan Kabupaten Luwu Utara seluas 530.001,46 Ha. Luwu seluas 275.437,81 Ha, dan Kabupaten Bone seluas 124.325,44 Ha, serta Kabupaten Pangkep seluas 106.169,18 Ha. Kabupaten lainnya berada dibawah seratus ribu hektar. Areal Kehutanan bertambah sebesar 715.355 Ha (21%) menjadi 3.428.167,34,Ha. tetapi hutan lindung berkurang 12.002 Ha menjadi 1.221.558 Ha, hutan produksi terbatas berkurang sebanyak 250.697 Ha (51%) menjadi 237.854 Ha, hutan produksi biasa turun 19.000 Ha menjadi 112.641 Ha, Hutan suaka alam/wisata naik menjadi 1.026.793 Ha., sedangkan hutan produksi konversi hanya pada Kab. Luwu Utara dan Timur naik 100 % menjadi 248.552 Ha, kawasan perairan hanya di Selayar yaitu 580.765 Ha. Kawasan hutan terluas di Kabupaten Luwu Timur naik menjadi 734.755,48 Ha, Luwu Utara menjadi 530.001 Ha, dan Kabupaten Luwu 275.437,81 Ha. Selebihnya dibawah 100 Ha. Tiga daerah kawasan hutan terendah Kota Pare-pare 2.312,6 Ha, Kab. Bantaeng 5.792 Ha, Takalar7.536 Ha, serta 28
Jeneponto 9.599 Ha, dan Palopo 9.321 Ha.Areal Perkebunan sebesar 671.923 Ha. Areal perkebunan rakyat 669.438 Ha dan yang terluas merupakan areal tanam Coklat sebesar 275.723 Ha dengan produksi mencapai 196.695 Ton, Kelapa dalam areal tanam seluas 111.048 Ha dengan produksi mencapai 82.045 Ton, Jambu mete 63.818 Ha, denga produksi 19.733 Ton, kemudian Kopi Arabika 43.960 Ha, dengan produksi 21.798 Ton, Kopi robusta 26.440 Ha, dengan produksi sebesar 10.343 Ton, kemudian cengkeh 44.524 Ha dengan produksi mencapai 16.385 Ton. Areal
perkebunan
besar
15.079,51
Ha.
Kondisi
ini
menunjukkan
produktifitas lahan belum maksimal untuk mendukung pencapaian target dalam RPJMD. Dari luas kawasan hutan Sulawesi Selatan terdapat hutan lindung seluas 1.221.558,96 Ha, dimana yang terluas adalah Kabupaten Luwu Utara 362.214 Ha, dan Luwu Timur 240.775 Ha. Hutan produksi terbatas yang terluas adalah Kabupaten Bone 80.478,30 Ha. Hutan produksi biasa terbesar di Kabupaten Gowa dengan luas 26.932,84 Ha. Kawasan perairan terbesar adalah Kabupaten Kepulauan Selayar seluas 530.765 Ha, dan Kabupaten Pangkep seluas 50.000 Ha. Luasan kawasan hutan umumnya memperlihatkan penurunan luasan setiap Tahun, hal ini perlu menjadi perhatian minimal dapat mepertahankan untuk kelestarian SDA dan LH.di masa datang. Penggunaan lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bone dan Kabupaten Wajo. Dimana sebahagian besar berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95 km2 di Kabupaten Bone dan 657,80 km2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan lahan sebagai sawah yang menggunakan irigasi teknis terbesar terdapat di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah irigasi mencapai 375,75 km2 di Kabupaten Pinrang dan 298,90 km2 di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sementara di Kabupaten Bone dan Wajo penggunaan sumber dari irigasi tehnis masih rendah atau perlu mendapat perhatian. Selain itu, untuk usaha di sektor perikanan, potensi lahan yang dimiliki adalah seluas 172.681 Ha dengan rincian untuk usaha budidaya 29
ikan di tambak 107.556,5 Ha, budidaya ikan di kolam 10.519,8 Ha, budidaya ikan di areal persawahan 13.071,4 Ha, dan budidaya ikan di laut seluas 41.533,4 Ha. Dengan dukungan potensi tersebut, tahun 2013, produksi perikanan secara keseluruhan sebesar 2,884.006,7 ton dengan nilai produksi mencapai Rp. 11.810.655.835.000. disamping itu, dari usaha penangkapan juga didukung dengan jumlah armada sebanyak 39.632 buah dengan alat tangkap sebanyak 50.817 unit. Penggunaan lahan pada wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 adalah :
No.
Kab / Kota
1
Selayar
2
Bulukumb a
Lahan
Lahan
Sawah
Kering
3,641
Lainnya
Jumlah
67,648
19,046
90,335
22.458
78,464
14,545
115,45 7
3
Bantaeng
7.829
24,912
6,842
39, 583
4
Jeneponto
16.897
49,841
8,241
74,979
5
Takalar
16.709
29,010
10,932
56,615
6
Gowa
33.656
103,998
50,679
7
Sinjai
14,766
48,374
18,856
8
Maros
26.002
102,419
33,491
9
Pangkep
16.682
68,092
26,457
10
Barru
13,818
42,538
61,116
11
Bonne
89,018
190,979
175,903
12
Sopeng
27,567
68,386
54,047
30
188,33 3 81,996 161,91 2 111,23 1 117,47 2 455,90 0 150,00 0
13
Wajo
87.975
137,278
25,366
14
Sidrap
45,133
72,227
70,985
15
Pinrang
49.845
78,799
67,533
10.942
155,784
11,875
39.637
233,735
26,653
10.761
115,005
43,989
27.757
495,556
226,945
23,088
318,893
324,136
Enrengka
16
ng
17
Luwu Tanah
18
Toraja Luwu
19
Utara Luwu
20
Timur
250,61 9 188,32 5 196,17 7 178,60 1 300,02 5 205,75 5 750,25 8 666,17 7
21
Makasar
2,636
2,666
12,275
17,577
22
Pare-pare
923
6,541
2,469
9,933
23
Palopo
2,678
8,965
13,109
24,75
12,774
71,255
30,793
114,8
Toraja
24
Utara
Dari jumlah lahan sawah seluas 592.194 Ha. tersebut diatas, baru terdapat 367.957 Ha lahan yang sudah beririgasi, sehingga masih terdapat 244.237 Ha belum beririgasi. Lahan sawah yang beririgasi tehnisseluas 161.066 Ha, beririgasi setengan tehnis seluas 73.121 Ha, beririgasi sederhana seluas 41.443 Ha, sedangkan beririgasi Non PU seluas 92.327 Ha. Daerah yang sangat membutuhkan irigasi tehnis adalah Kabupaten Wajo dengan luas lahan sawah yang belum beririgasi seluas 62.000 Ha. (71,6 persen) dari seluruh luas lahan sawah. Daerah ini akan dapat memicu tingkat produksi beras di Sulawesi Selatan. Kawasan hutan terluas
terdapat
di
Kabupaten
Kepulauan
Selayar
yang
mencapai
981.601,4 Ha. atau 28,68% dari total luas hutan negara yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan seluas 3.428.167,34 Ha. Kabupaten lain yang 31
memiliki hutan negara yang relatif luas adalah Kabupaten Luwu Timur 734.755,48 Ha atau 17,75% dan Kabupaten Luwu Utara seluas 530.001,46 Ha. Luwu seluas 275.437,81 Ha, dan Kabupaten Bone seluas 124.325,44 Ha, serta Kabupaten Pangkep seluas 106.169,18 Ha. Kabupaten lainnya berada dibawah seratus ribu hektar. Areal Kehutanan bertambah sebesar 715.355 Ha (21%) menjadi 3.428.167,34,H Ha. Tetapi hutan lindung berkurang 12.002 Ha menjadi 1.221.558 Ha, hutan produksi terbatas berkurang sebanyak 250.697 Ha (51%) menjdai 237.854 Ha, hutan produksi biasa turun 19.000 Ha menjadi 112.641 Ha, Hutan suaka alam/wisata naik menjadi 1.026.793 Ha., sedangkan hutan produksi konversi hanya pada Kab. Luwu Utara dan Timur naik 100 % menjadi 248.552 Ha, kawasan perairan hanya di Selayar yaitu 580.765 Ha. Kawasan hutan terluas di Kabupaten Luwu Timur naik menjadi 734.755,48 Ha, Luwu Utara menjadi 530.001 Ha, dan Kabupaten Luwu 275.437,81 Ha. Selebihnya dibawah 100 Ha. Tiga daerah kawasan hutan terendah
Kota
Pare-pare
2.312,6
Ha,
Kab.
Bantaeng
5.792
Ha,
Takalar7.536 Ha, serta Jeneponto 9.599 Ha, dan Palopo 9.321 Ha. Areal Perkebunan sebesar 671.923 Ha meliputi: Areal perkebunan rakyat 669.438 Ha dan yang terluas merupakan areal tanam Coklat sebesar 275.723 Ha dengan produksi mencapai 196.695 Ton, Kelapa dalam areal tanam seluas 111.048 Ha dengan produksi mencapai 82.045 Ton, Jambu mete 63.818 Ha, dengan produksi 19.733 Ton, kemudian Kopi Arabika 43.960 Ha, dengan produksi 21.798 Ton, Kopi robusta 26.440 Ha, dengan produksi sebesar 10.343 Ton, kemudian cengkeh 44.524 Ha dengan produksi mencapai 16.385 Ton. Areal perkebunan besar 15.079,51 Ha. Kondisi ini menunjukkan produktifitas lahan belum maksimal untuk mendukung pencapaian target dalam RPJMD. Dari luas kawasan hutan Sulawesi Selatan terdapat hutan lindung seluas 1.221.558,96 Ha, dimana yang terluas adalah Kabupaten Luwu Utara 362.214 Ha, dan Luwu Timur 240.775 Ha. Hutan produksi terbatas yang terluas adalah Kabupaten Bone 80.478,30 Ha. Hutan produksi biasa terbesar di Kabupaten Gowa dengan luas
26.932,84
Ha.
Kawasan
perairan
terbesar
adalah
Kabupaten
Kepulauan Selayar seluas 530.765 Ha, dan Kabupaten Pangkep seluas 32
50.000 Ha. Luasan kawasan hutan umumnya memperlihatkan penurunan luasan setiap Tahun, hal ini perlu menjadi perhatian minimal dapat mepertahankan
untuk
kelestarian
SDA
dan
LH.di
masa
datang.
Penggunaan lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bonedan Kabupaten Wajo. Dimana sebahagian besar berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95 km2 di Kabupaten Bone dan 657,80 km2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan lahan sebagai sawah yang menggunakan irigasi teknis terbesar terdapat di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan 7 lahan sawah irigasi mencapai 375,75 km2 di Kabupaten Pinrang dan 298,90 km2 di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sementara di Kabupaten Bone dan Wajo penggunaan sumber dari irigasi tehnis masih rendah atau perlu mendapat perhatian. F. FLORA DAN FAUNA Sulawesi Selatan yang terletak pada wallacean region yang merupakan zona transisi antara benua Asia dan Australia. Tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dengan komposisi 266 jenis flora dan 200 jenis fauna sedangkan yang bersifat flora endemik misalnya, wanga, leda dan beberapa jenis anggrek, dan bersifat fauna endemik misalnya anoa, babi rusa, musang coklat Sulawesi dan kera hitam. Kemudian Dari hasil inventarisasi lapangan, di lokasi Taman Hutan Raya Abdul Latief terdapat berbagai jenis flora, diantaranya adalah: Pinus (Pinus
sp.),
Jati
putih
(Gmelina
arborea),
Sengon
(Paraserianthes
falcataria), Kajuara (Ficus sp.), Pakis (Cyatea contaminans) kayu manis (Cinnamomum sp.), Spatodea, bambu (Bambusa sp.), pinang (Areca catecu), Pulai (Alstonia scholaris), kemiri (Aleurites mollucana), kopi hutan, mangga (Mangifera indica) serta berbagai jenis anggrek, baik anggrek tanah maupun anggrek pohon. Pada Situ atau danau kecil yang berada di dalam kawasan ini dapat dijumpai tumbuhan keladi yang banyak tumbuh di tepian dan permukaan situ. Beberapa jenis fauna yang dapat dijumpai di lokasi tersebut antara lain adalah anoa, rusa, burung 33
enggang, babi rusa (Sus sp.), ayam hutan (Gallus gallus) dan ular sawah (Python reticulatus), kucing hutan, elang dan alap-alap serta fauna liar lainnya. Beberapa Contoh Jenis Fauna dan Flora di Provinsi Sulawesi Selatan -
ANOA
-
BURUNG RANGKONG
-
POHON LONTAR
- POHON PINUS
34
2.3 Kondisi Manusia Sulawesi Selatan A. Jumlah Kepadatan Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Penduduk Sulawesi Selatan berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2013
tercatat
sebesar
8.342.047
jiwa
yang
tersebar
di
24
kabupaten/kota. Jumlah penduduk terbesar terdapat di wilayah Makassar dengan 1.408. 072 jiwa. Secara keseluruhan, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Hal ini tercermin dari angka rasio jenis kelamin sebesar 95 yang berarti terdapat 95 laki-laki pada setiap 100 perempuan. (lihat tabel)
35
2013 Penduduk Penduduk Jumlah
Wilayah
Sulawesi
Selatan
Kepulauan Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkajene Kepulauan Barru Bone Soppeng Wajo Sindereng rappang Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
Laki-laki
Perempua penduduk
(Jiwa)
n (Jiwa)
61 012.00 191
66 208.00 213
313.00 87 413.00 169
583.00 93 593.00 181
892.00 134
219.00 145
807.00
783.00 354
342.00 113
096.00 121
599.00 162
287.00 169
088.00 152
708.00 164
902.00 81 193.00 349
208.00 88 109.00 384
717.00 106
402.00 119
111.00 186
401.00 204
411.00 138
192.00 145
014.00 175
293.00 186
115.00 98 587.00 169
178.00 97 807.00 174
189.00 114
604.00 111 36
(Jiwa) 12 722.00
Rasio Jenis Kelami n 92.00
404 896.00 90.00 181 006.00 93.00 351 111.00 94.00 28 059.00
92.00
696 096.00 97.00 234 886.00 94.00 331 796.00 96.00 31 711.00
93.00
169 302.00 92.00 734 119.00 91.00 225 512.00 89.00 390 603.00 91.00 283 307.00 95.00 361 293.00 94.00 196 394.00 101.00 343 793.00 97.00 226 212.00 103.00
589.00 149
623.00 147
395.00 135
918.00 127
219.00 111
793.00 110
989.00 696
404.00 711
101.00 66 284.00 78 494.00 4 071
971.00 68 908.00 82 325.00 4 270
297 313.00 101.00 263 012.00 106.00 222 393.00 101.00 1
408
98.00 072.00 135 192.00 96.00 160 819.00 95.00 8 342 95.00 434.00 613.00 047.00 Tabel 1 : Jumlah Kepadatan Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin tahun 2013
B. Angka Pertumbuhan Penduduk
250.000
Perbandingan Jumlah Penduduk 237.641 200.132
200.000 150.000
Sulsel
100.000 50.000
Nasional 8.035
7.159
2000
2010
Sumber: BPS, Sensus Penduduk 2010
Grafik 1: Perbandingan Jumlah Penduduk Sulsel dengan Nasional Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan dapat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk nasional untuk dua periode yaitu periode tahun 1990-2000 dan periode 2000-2010. Pada periode 19902000 laju pertumbuhan penduduk nasional dibandingkan dengan Sulawesi Selatan perbedaannya sekitar 0.04 persen. Pada periode selanjutnya yaitu periode 2000-2010 justru terjadi perbedaan laju pertumbuhan yang jauh 37
yaitu sekitar 0,32 persen. Pada periode ini pula justru laju pertumbuhan penduduk nasional yang lebih besar (lihat Grafik).
Grafik 2 Laju Pertumbuhan Penduduk % Pertahun Pertumbuhan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan
sejak terakhir
dilakukan sensus penduduk tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu meningkat 1,006% pada tahun 2011 menjadi sebanyak 8.115.638
dan
pada 2012 meningkat 0,919% dibanding 2011 sehingga jumlah penduduk menjadi sebanyak 8.190.222. Total ratarata laju pertumbuhan penduduk dari 2010 ke 2012 sebesar 0,96%.
Tabel II.1: Laju Pertumbuhan Penduduk Sulsel Tahu Jumlah n 2010 8.034.776 2011 8.115.638 2012 8.190.222
Rata-Rata Pertumbuhan 1,006% 0,919%
Sumber: BPS Semester I 2013
C. Mata Pencaharian Penduduk Sulawesi Selatan pada umumnya petani seperti penduduk dari lain-lain daerah di Indonesia. Di berbagai tempat di pegunungan, di
38
pedalaman dan tempat-tempat terpencil lainnya di Sulawesi Selatan seperti di daerah orang toraja, banyak penduduk msih melakukan cocok tanam dengan teknik peladangan. Adapun pada orang Bugis dan Makassar yang tinggal di desa-desa di daerah pantai, mencari ikan merupaka n suatu mata pencaharian hidup yang penting. Memang orang Bugis dan Makassar terkenal sebagai sukubangsa
pelaut
di
Indonesia
yang
telah
mengembangkan
suatu
kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya. Kebudayaan maritim dari orang Bugis-Makassar itu tidak hanya mengembangkan perahuperahu layar dan kepandaian berlayar yang cuckup tinggi, tetapi juga meninggalkan suatu hukum niaga dalam pelayaran, yang disebut Ade’ Allopi-loping Bicaranna Pabbalu’e dan yang tertulis pada lontar oleh Amanna Gappa dalam abad ke-17. Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang Bugis dan Makassar, akibat dari kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah lampau itu. Sebelum Perang Dunia ke-II, daerah Sulawesi sealatan merupakan daerah surplus bahan makanan, yang mengexport beras dan jagung ke lain-lain tempat di Indonesia. Adapun kerajinan rumah tangga yang khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari Mandar dan wajo dan tenunan sarung Samarinda dari Bulukumba.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Lapangan Usaha, 2012-2013 (Billion Rupiah)
39
ADHB
Lapangan Usaha 1. 2.
Pertanian Pertambangan
ADHK
2012
2013
39.616,8
44.162,5
2012 15.532,
2013 16.145,
6
5
8.961,9
11.063,9
4.290,2
4.687,6
3.
danPenggalian Industri Pengolahan
19.408,1
22.559,1
8.050,0
8.703,9
4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
1.439,2
1.661,4
647,5
701,6
5.
Konstruksi Perdagangan, Hotel,
9.071,2
10.788,2
28.748,2
33.031,6
3.567,2 10.661,
3.956,9 11.661,
4
4
12.982,9
14.867,3
5.949,6
6.480,2
11.803,3
14.584,8
4.979,1
5.685,0
27.828,4 32.064,2 6.040,8 159.859, 184.783, 59.718,
6.262,4 64.284,
6. 7. 8. 9.
danRestoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan,dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
9
1
5
4
D. Budaya Khas Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks
kekinian.
Karena
pada
dasarnya,
seni
tidak
hanya
menyentuh aspek bentuk (morfologis), tapi lebih dari itu dia mampu memberikan
konstribusi
psikologis.
Disamping
memberikan
kesadaran estetis, juga mampu melahirkan kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya tidak terlepas dari sejauhmana masyarakat
kesenian (public art) mampu
mengapresiasi dan
menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan yang dituangkan dalam karya seni. Berikut beberapa kebudayaan khas Sulawesi selatan :
40
1. Rumah Adat
Rumah adat Sulawesi Selatan disebut Tongkonan. Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja di Sulawesi Selatan. Kolong rumah itu berupa kandang kerbau belang atau tedong bonga. Kerbau ini merupakan lambang kekayaan, disepan rumah tersusun tanduk tanduk kerbau,sebagai perlambang pemiliknya telah berulang kali mengadakan upacara kematian secara besar besaran. Tongkonan terdiri dari 3 ruangan yaitu ruang tamu, ruang makan, dan ruang belakang. 2. Pakaian Adat Pakaian adat Selawesi Selatan yang dipakai prianya berupa tutup kepala, baju yang disebut baju bella dada, sarung yang
41
disebut tope, keris tata ropprng (terbungkus dari emas seluruhnya) dan gelang nada yang disebut pottonaga. Sedangkan baju bodo adalah pakaian
tradisional
bagi
perempuan. Biasanya pakaian bodo memakai ikat kepala, baju lengan pendek, Tope atau sarung dengan rantainya, ikat pinggang dengan sebilah keris terselip didepan perut. Perhiasan yang dipakai adalah anting anting panjang atau bangkara a’rowe, kalung tunggal atau geno sibatu dan gelang tangan. Pakaian ini berdasarkan adat Bugis Makasar dan merupakan salah satu busana tertua di dunia.
Menurut adat Bugis, setiap warna baju bodo yang dipakai oleh perempuan
Bugis
menunjukkan
usia
ataupun
martabat
pemakainya. Warna Jingga Jingga dan merah Merah Putih
Arti dipakai oleh anak perempuan berumur 10 tahun. dipakai oleh gadis berumur 10-14 tahun. dipakai oleh perempuan berumur 17-25 tahun. dipakai oleh para pembantu dan dukun.
42
Hijau
dipakai oleh perempuan bangsawan.
Ungu
dipakai oleh para janda.
Dulu, baju bodo bisa dipakai tanpa penutup payudara. Hal ini sudah sempat diperhatikan James Brooke (yang kemudian diangkat sultan
Brunei
mengunjungi
menjadi istana
raja
Bone :
Sarawak)
tahun
“Perempuan
1840
[Bugis]
saat
dia
mengenakan
pakaian sederhana… Sehelai sarung [menutupi pinggang] hingga kaki dan baju tipis longgar dari kain muslin (kasa), memperlihatkan payudara dan leluk-lekuk dada.”Rupanya cara memakai baju bodo ini masih berlaku pada tahun 1930-an.
3. Tarian 1. Tari Paduppa Bosara Tari
Padupa
Bosara
merupakan
sebuah
tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.
2. Tari Pakarena Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan,
namun
dalam
perkembangannya tari
memasyarakat di kalangan rakyat.
43
Pakarena lebih
Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan perempuan sopan,
watak yang
setia,
lembut,
patuh
dan
hormat pada laki-laki terutama pada
suami.
Pertunjukan
Tari
Sepanjang Pakarena
selalu diiringi dengan gerakan lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian tersebut. 3. Tari Ma’badong Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum. Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong. Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati, agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk. Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja Sulawesi Selatan. 4. Tarian Pa’gellu Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat 44
ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan. 5. Tari Mabbissu Tari
Mabissu
merupakan
tarian
bissu
yang
biasanya
dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep sigeri sulawesi selatan. 6. Tari Kipas Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.
4. Senjata Tradisional Badik merupakan
senjata
tradisional
yang
sangat
terkenal di Sulawesi Selatan. Bentuknya kokoh dan cukup
mengerikan.
Senjata
terkenal
lainnya adalah peda (semacam perang), sabel, tombak, dan perisai 5. Lagu Daerah 1. Ammac Ciang Ammac ciang dendang ammac ciang dendang, ammac ciang !
45
Tallu luwara lekona Napak napak lalang bang sikontu bonena lino Mak biring kasih kibo nudendek, ma tamparang ! parang laisinu Alla mate te bom7bang Buhuleng tanna lajjunu Baku’ ku na bun tulu nakku dendek, naluluang ! Naluluang pangngurangi Alla tenamo kanang Baji baji ri matangku 2. Anak Kukan Kukanga' tunipela Tunibuang ritamparang Kunianyukan rije’ne Narappung tau maraeng Ca'di ca'di dudu in’ja Nana pelakka anrongku mama kale kale Tu’guru' je’ne matangku Aule ... sare sarengna Ikukang sayang Sare tea takucini Empo tena mate’nena
3. Anging Mamiri Anging mammiri ku pasang Pitujui tontonganna Tusarroa takkaluppa (2X) 46
E..aule... Namangngu'rangi Tutenayya...tutenayya pa'risi'na (2X) Battumi anging mammiri Anging ngerang dinging-dinging Namalantang saribuku E..aule... Mangerang nakku Nalo'lorang... nalo'lorang je'ne mata Anging mammiri ku pasang Pitujui tontonganna Tusarroa takkaluppa
4. Ati Raja Se're se'reji batara baule Ati raja nakijai panganroi baule Rajale Alla kereaminjo Ati ati ati raja Nitarima pappala'na baule Mannamo ki'minasai baule Ati raja kipanai ripalata baule Rajale Alla ta'balle tonji 47
Ati ati ati raja Kabatara tangkellai baul 5. Ganrang Pakarena Ika teri tura tea bau Adat taman io loa sayang E aule pakarenaya Pakarena ya labiriri pagaukang Ika tebu tara teang Punania pagaukang sayang E aule suku Bajina Suku Bajina punania pakarena Pura naba piurukang sayang Baju bodo kaun lolo saying E aule suku Bajina Suku Bajina punania ke anggada 6. Ma Rencong Marencong rencong kelongku marencong rencong marencong rencong Kelong nipassama riya, nakukelongang atu dendang baule Natupare pangurangi, lontaja eja menjo Owe dendanga da dum ba owe para mata bengko na 6. Upacara Adat 1.
ACCERA KALOMPONG
48
Accera
Kalompoang
merupakan
upacara adat untuk membersihkan benda-benda
pusaka
peninggalan
Kerajaan Gowa yang tersimpan di Museum
Balla
Lompoa.
upacara
ini
adalah
Inti
dari
allangiri
kalompoang, yaitu pembersihan dan penimbangan salokoa (mahkota) yang dibuat pada abad ke-14.
2.
MAPPALILI
Mappalili
adalah
upacara
mengawali musim tanam padi di sawah. Ritual ini dijalankan oleh para pendeta Bugis Kuno yang dikenal
dengan
sebutan
bissu.
Selain di Pangkep, komunitas bissu ada di Bone, Soppeng, dan Wajo. Ritual dipimpin langsung Seorang Bissu Puang Matoa.
3.
TUDUNG ADE
Upacara Tukang Ade berarti upacara duduk secara adat dengan anggota 110 orang. Maksud pengadaan upacara ini adalah: A. Memusyawarakan
hal-hal
pentingnya
menyangkut
pemerintahan atau permasalahan yang dihadapkan kerajaan untuk mencapai kesepakatan dan mufakat. Hal ini menunjukan bahwa Raja Bone bukan seorang monarki absolut melainkan praktisi demokrasi, karena Raja senantiasa melibatkan seluruh Dewan
Kerajaan
dalam
pengambilan
keputusan
yang
menyangkut kerajaan dan kepentingan rakyat. Upacara ini juga menunjukan bahwa Raja Bone adalah seorang Raja yang murah hati dan ramah terhadap bawahan, berkenan menjamu mereka 41
dengan makanan ringan khas kerajaan, serta mau menerima mereka secara adat B. Apabila kerajaan
kedatangan
tamu
resmi dari kerajaan lain dan dianggap layak untuk diterima secara adat. 4.
UPACARA ADAT MA’NENE
Salah satu keunikan budaya di
tanah
Toraja,
Selatan upacara
Sulawesi
yakni adat
pakaian leluhurnya.
adanya mengganti
mayat Upacara
para ini
dikenal dengan nama, Ma'nene. Dibilang unik dan khas, mengingat ritual Ma'nene dilakukan khusus oleh masyarakat Baruppu, di pedalaman Toraja Utara. Ritual Ma'nene dilakukan setiap 3 tahun sekali dan biasanya dilakukan pada bulan Agustus. Mengapa pada bulan tersebut? Karena upacara Ma'nene hanya boleh dilaksanakan setelah panen. Musim panen yakni jatuh pada bulan Agustus. Masyarakat adat Toraja percaya jika ritual Ma'nene tidak dilakukan sebelum masa panen, maka akan sawah-sawah dan ladang mereka akan mengalami kerusakan dengan banyaknya tikus dan ulat yang datang tibatiba.
7. Makanan khas 1. Kapurung Kapurung adalah salah satu makanan khas tradisional di Sulawesi Selatatan, khususnya masyarakat daerah Luwu (Kota 42
Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu
Timur)
Makanan
ini
terbuat dari sari atau tepung sagu. Di daerah Maluku dikenal dengan nama Papeda. Kapurung dimasak dengan campuran ikan atau
daging
ayam
dan
aneka
sayuran. Meski makanan tradisional, Kapurung mulai populer. Selain ditemukan di warung-warung khusus di Makassar juga telah
masuk
ke
beberapa
restoran,
bersanding
dengan
makanan modern.Di daerah Luwu sendiri nama Kapurung ini sering juga di sebut Pugalu.
2. Coto Makassar Coto Makassar atau Coto Mangkasara adalah makanan
tradisional
Makassar, Sulawesi Selatan. Makanan
ini
terbuat
dari
jeroan (isi perut) sapi yang direbus
dalam
waktu
yang
lama. Rebusan jeroan bercampur daging sapi ini kemudian diiris-iris lalu dibumbui dengan bumbu yang diracik secara khusus. Coto dihidangkan dalam mangkuk dan dimakan dengan ketupat dan "burasa".
3. Sop Konro Sup Konro adalah masakan sup iga sapi khas Indonesia yang berasal dari tradisi Bugis dan Makassar. Sup ini biasanya dibuat dengan bahan iga sapi atau daging sapi. Masakan berkuah 43
warna coklat kehitaman ini biasa dimakan dengan ketupat kecil yang dipotong-potong
terlebih
dahulu.
Warna gelap ini berasal dari buah kluwek
yang
hitam.
Bumbunya
akibat
memang
berwarna
relatif
digunakannya
"kuat"
ketumbar.
Konro aslinya dimasak berkuah dalam bentuk sup
yang
kaya rempah, akan tetapi kini terdapat variasi kering yang disebut "Konro bakar" yaitu iga sapi bakar dengan bumbu khas konro.
4. Jalangkote Jalangkote adalah kue yang bentuknya serupa dengan kue yang ada di Jakarta dan sejumlah daerah disebut pastel. Bedanya, kalau bahan kulit pastel umumnya tebal dan empuk, maka kulit jalangkote tipis.
Kulit
menggunakan
jalangkote bahan
dasar
terigu, telur, santan, mentega, garam, dan bahan-bahan tambahan lainnya dan dibuat tipis. Tak hanya kulit, isinya pun beda. Kalau pastel isinya bisa macam-macam seperti cokelat, susu, kacang, ikan, dan lainnya, maka jalangkote tidak. 5. Buras/Burasa' Buras/Burasa' adalah masakan khas Sulawesi Selatan. Buras mirip dengan lontong, terbuat dari beras hanya saja bentuknya agak berbeda. Buras lebih halus dengan balutan daun pisang muda, disajikan dengan taburan bumbu kelapa kering, gula, garam dan cabai. kebanyakan buras banyak di jual di pasaran. 44
Namun, Umumnya Makanan ini disajikan pada saat-saat tertentu seperti Acara Syukuran,
Pernikahan
Dan
Pada
suasana Lebaran. 6. Mie Titi Mie Titi ini adalah sejenis mie kering yang disajikan dengan kuah kental dan irisan ayam, udang, jamur, hati dan cumi. Mirip
ifumie,
hanya
mienya
sangat tipis. Tadinya nama mie titi
ini
makanan,
adalah namun
nama
jenis
ternyata
kata titi berasal dari nama panggilan pemiliknya. Mie Kering di Makassar mulai popular sejak tahun 70-an
7. Pisang Epe Pisang Epe adalah pisang mentah yang dibakar, kemudian dibuat pipih, dan dicampur dengan air gula merah. Paling enak dimakan saat masih hangat. Makanan Ini banyak di temui di sekitar Pantai Losari Makassar.
8. Suku /Etnis Mengenal kebudayaan propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan. Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 4 kelompok etnis yaitu Makassar, 45
Bugis , Mandar dan Toraja. Demikian juga dalam pemakaian bahasa
sehari-hari
ke 4
etnis
tersebut
lebih
dominan.
Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik. Namun selain itu, juga terdapat sukusuku lainnya seperti Duri, Pattinjo, Bone, Maroangin, Endekan, Pattae dan Kajang/Konjo 9. Bahasa 1) Bahasa Bugis untuk masyarakat Bone, Pinrang, Sinjai, Barru, Pangkep, Maros, Kota Pare Pare, Sidrap, Wajo, Soppeng dan Enrekang. Bahasa ini adalah bahasa yang paling banyak di pakai oleh masyarakat Sulawesi Selatan 2) Bahasa Tae' Luwu untuk daerah Tana Luwu, mulai dari Siwa, Kabupaten Wajo sampai ke Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara 3) Toraja untuk masyarakat Tana Toraja dan sekitarnya 4) Bahasa Mandar untuk suku Mandar, yang tinggal di provinsi Sulawesi Barat: Mamuju, Polewali Mandar, Majene dan Mamuju Utara. 5) Bahasa Duri Bahasa duri
adalah
salah
satu
rumpun
bahasa
Austronesia di Sulawesi Selatan yang masuk dalam kelompok dialek Massenrempulu. Di antara kelompok Bahasa Massenremplu, Bahasa Duri memilki kedekatan dengan
bahasa
Penuturnya Bambapuang,
Toraja
tersebar
di
Kabupaten
dan
bahasa
wilayah Enrekang
Tae'
Luwu.
utara
Gunung
sampai
wilayah
perbatasan Tana Toraja.
6) Bahasa Makassar untuk penduduk kota
Makassar
dan
sekitarnya,
termasuk Gowa, Sungguminasa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan sebagian Bulukumba 46
7) Bahasa Konjo terbagi menjadi dua yaitu Bahasa Konjo pesisir dan Bahasa Konjo Pegunungan, Konjo Pesisir tinggal di kawasan pesisir Bulukumba dan Sekitarnya, di sudut tenggara bagian selatan pulau Sulawesi sedangkan Konjo pegunungan tinggal di kawasan tenggara gunung Bawakaraeng. 10. Agama Mayoritas penduduk Sulawesi Selatan beragama Islam, kecuali di Kabupaten Tana Toraja dan sebagian wilayah lainnya beragama Kristen. Selain itu juga terdapat agama hindu/ budha untuk warga keturunan.
2.4 Analisis Potensi Sumber Daya Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan, begitu nama Provinisi yang berada dikawasan Indonesia Timur ini disebut banyak orang. Keakraban dan keramahan penduduknya membuat rasa penasaran mengetahui secara luas tentang daerah yang strategis ini. Karena terletak pada persimpangan jalur transportasi laut internasional, membuat daerah ini memiliki peluang besar guna memperluas jaringan perdagangan nasional dan internasional. Apalagi secara administrasi, Sulawesi Selatan memiliki luas wilayah ±45.000 km2 yang berbatasan langsung dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone, dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan. Pesatnya pembangunan yang sedang dilaksanakan di provinsi dengan jumlah penduduk sebanyak ±7.800.000 jiwa, tidak meninggalkan akar rumput daerah ini. Sulawesi Selatan, tetap tumbuh dan berkembang bersama keragaman suku penduduknya sendiri seperti, Suku Bugis, Makassar, Mandar, toraja, Duri, Pattinjo, maroangin, Endekan, Pattae, dan Kajang atau Konjo. 47
Daratan Sulawesi Selatan terdiri dari pegunungan, perbukitan, dataran tinggi, dan dataran rendah. Beberapa danau besar seperti Danau Matana, Danau Towuti, Danau Tempe, dan Danau Sindereng, menjadi bagian keindahan daerah ini. Sedangkan untuk pegunungan,Sulawesi Selatan memiliki tujuh pegunungan, salah satunya Gunung Rantemario yang terletak di Perbatasan Kabupaten Enrekang dan Lawu dengan ketinggian ±3.400 mdpl. Kehadiran Provinsi Sulawesi Selatan ditanah air ditandai dengan diterbitkannya UU No. 10 tahun 1960 yang mengesahkan terbentuknya Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Namun setelah disyahkannya UU No 13 Tahun 1964, provinisi Sulawesi Tengara berdiri sendiri. Seringin perkembangannya, Provinisi Sulawesi Selatan kembali harus melepas Kabupaten Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara dan Polewali Mandar untuk menjadi Provinisi Sulawesi Barat sesuai dengan UU No. 26 tahun 2004. Hasilnya, kini Provinsi Sulawesi Selatan hanya memiliki 23 Kabupaten dan Kota salah satunya Kabupaten Toraja Utara yang baru terbentuk pada tahun 2008 sebagai hasil dari sebuah pemekaran wilayah Kontribusi Provinsi Sulawesi Selatan bagi Nasional, tidak bisa dipandang sebelah mata. Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menyebutkan, provinsi dengan Gubernur DR. Syahrul Yasin Limpo, SH,M.Si, MH ini, telah menyumbang dua persen terhadap perekonomian nasional. Angka ini cukup baik dibanding daerah lain di wilayah Sulawesi yang hanya memberikan kontribusi kurang dari 1 persen. Hal ini memberikan gambaran bahwa Provinsi Sulawesi Selatan memiliki peranan sangat penting di dalam pertumbuhan wilayah khususnya di Kawasan Timur Indonesia.Ragam Potensi Di Sulawesi Selatan. Sama hal dengan daerah lain di Indonesia, terbitnya Undang-undang tentang Otonomi Daerah, memberikan peluang untuk membangun daerah lebih maju dan berdaya saing tinggi dengan daerah lainnya. Salah satu faktor yang digali untuk mendorong PAD adalah pemanfataan potensi yang dimiliki daerah itu sendiri. Di Sulawesi Selatan, banyak sektor yang bisa dijadikan bantalan perekonomian dan pembangunan secara menyeluruh.
48
Beberapa potensi yang dikembangkan di daerah ini meliputi Ekonomi, Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, Perikanan, Industri dan Pariwisata
Pada Bidang Ekonomi,
Mengacu pada data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007, lebih dipengaruhi sector pertanian dengan kontribusi sebesar 20.900,36 milyar rupiah. Sektor lainnya yang mempengaruhi PDRB antara lain, sektor perdagangan, restoran, hotel, dan sektor industri pengolahan. Sektor ini, diharapkan mampu menunjang sektor pertanian berorientasi pada agro industri. Sedangkan PDRB Kabupaten dan Kota yang memberikan kontribusi terbesar adalah Kota Makassar disusul Kab. Luwu Timur dan Kab. Bone.
Pada Bidang Pertanian
Provinsi Sulawesi Selatan sudah bisa membuktikan diri sebagai lumbung pangan nasional dan penghasil tanaman pangan untuk kawasan timur. Beragam varietas unggulan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan kacang-kacangan, menjadi produk unggulan yang bisa diandalkan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Hasil produksi padi yang mencapai 63 persen dari total produksi wilayah dan 10, 3 persen produksi nasional, menempatkan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah penghasil padi terbesar. Keberhasilan dalam bidang pertanian ini, ditopang dengan banyak saluran irigasi nasional di daerah ini. Berdasarkan data tahun 2006, sekitar 69 persen irigasi nasional untuk wilayah Sulawesi berada di Sulawesi Selatan. Sisanya, 16 persen berada di Sulawesi Tengah, 7 persen di Sulawesi Tenggara, 6 persen di Sulawesi Utara dan 2 persen di Gorontalo.
Pada Bidang Perkebunan
Sektor ini tetap menjadi sektor andalan bagi
Provinsi Sulawesi
Selatan. Dengan jenis komoditas yang dihasilkan seperti kelapa sawit, kelapa hibrida, kakao, kopi, lada, vanili, tebu, karet, teh, jambu mete, dan kapas, sektor perkebunan ini memberikan andil bagi peningkatan PDRB 49
Provinsi. Komiditi yang paling diunggulkan pada sektor ini, adalah kopi dan kakao. Sentra produksi kakao terdapat di Kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Wajo, Pinrang, Bone dan Sinjai. Sedangkan sentra produksi
kopi
Keberhasilan
terdapat dalam
di
sektor
Kabupaten perkebunan
Tana
Toraja
terutama
dan
Enrekang.
dalam
budidaya
tanaman kakau, Provinsi Sulawesi Selatan bersama tiga daerah lainnya di sulawesi mendapat gelar sebagai penghasil kakau karena berkontribusi sebanyak 71 persen dari produksi nasional
Pada Bidang Kehutanan
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki area hutan seluas 46, 76 persen dari daratannya. Keberadaan hutan yang merupakan sumber daya alam bagi provinsi ini dibagi ke beberapa ungsi seperti fungsi hutan lindung, hutan proiduksi dan fungsi-fungsi khusus. Potensi sumber daya hutan yang ditetapkan sebagai fungsi lindung hanya sebesar 27,13%. Jelas klondisi ini tidak proposional dalam fungsinya terutama dikaitkan dengan bentang alam Sulawesi Selatan yang dipengaruhi oleh gunung yang membentang dari selatan –utara (Gunung Lompobattang, Bawakaraeng, Latimojong, Balease, Kambuno, Rante Mario dan Rantai Kombala). Kondisi hutan di Sulawesi Selatan pada saat ini, telah mengalami penipisan sumber daya hutan baik dalam fungsi lindungnya maupun fungsi produksinya. Ini terindikasi dengan kondisi kawasan hutan yang hanya 60,27% vegetasi berhutan dan sisanya kurang lebih sebesar 17,9 merupakan lahan kritis dalam hutan. Sementara pemanfaatan sumber daya
hutan dalam fungsi produksi (ekonomi), belum memberikan
sumbangan yang berarti dalam mendongkrak perekonomian Sulawesi Selatan baik sumbangan langsungnya (0,21% dari total PDRB 2004) maupun daya dukungannya terhadap industri pengolahan bahan hasil hutan. Terjadi penurunan daya dukung sumber daya hutan terhadap lingkungan
khususnya
terhadap
Daerah
Aliran
Sungai
(DAS),
menyebabkan terjadinya erosi atau sedimentasi, banjir, longsor pada beberapa lokasi sungai dan bending atau waduk yang menimbulkan dampak lebih luas.
50
Kondisi ini menjadi salah satu masalah yang sekarang dihadapi Pemprov Sulawesi Selatan Daerah yang sangat merasakan dampak dari kondisi tersebut terjadi di sekitar DAS Jeneberang karena luas kawasan hutan yang tidak proporsional terhadap luas wilayah dengan kondisi vegetasi yang buruk, persentase lahan kritis dalam kawasan hutan yang besar dan pengaruh topografi Gunung Lompobattang dan Bawakaraeng yang mengakibatkan DAS Jeneberang rentan terhadap erosi, longsor, banjir dan pendangkalan pada bendung.
Pada Bidang Pertambangan
Salah
satu
potesi
yang
dimiliki
Sulawesi
Selatan
adalah
pertambangan dengan hasil tambang berupa emas, mangan, besi, pasir besi, granit, timah hitam dan batu nikel. Keberadaan potensi tambang ini, sangat potensial bagi perkembangan ekonomi regional yang menjadi salah satu aktor mendorong tingginya PDRB.
Pada Bidang Perikanan
Di sektor perikanan, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki beberapa garapan
dari
perikanan
laut,
darat
dan
umum.
Sektor
ini
telah
berkembang dengan komoditi perikanan ikan tuna segar dan beku, ikan kerapu, ikan kakap dan rumput laut. Khusus untuk rumput laut, saat ini Provinsi Sulawesi Selatan merupakan sentral pengembangan produksi rumput laut di Indonesia, khususnya untuk jenis glacillaria dan E Cottoni, masing-masing memberikan kontribusi 58% dan 36% terhadap produk rumput laut nasional. Namun sayang, potensi sumber daya pesisir dan laut terutama sumber daya hayati ikan dan sejenisnya telah dieksploitasi secara berlebihan baik melalui perikanan tangkap (laut) maupun budi daya ikan (tambak), sehingga terjadi penipisan sumber daya baik pesisir maupun laut. Akibatnya, daerah subur dengan sumber daya laut ini kini mengahadapi masalah berupa keterbatasan dan berkurangnya potensi tangkap yang sangat mempengaruhi kondisi sosial - ekonomi masyarakat setempat. Potensi lahan tambak telah dimanfaatkan hampir sebanding dengan potensi tersedia, sehingga tidak layak lagi dilakukan perluasan areal tambak karena akan berdampak ekologis dan akan terjadi benturan fungsi-fungsi lahan. Upaya tetap menjadikan potensio bahari sebagai aset 51
bernilai tinggi, masih bisa dilakukan dengan melakukan pengembangan ke sektor pariwisata. Tapi tetap saja, sektor ini juga dihadapkan pada kompleksitas masalah dalam pengelolaan dan eksploitasinya.
Pada Bidang Industri
Sementara di sektor indsutri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan, saat ini sedang merancang pembangunan Kawasan Industri Andalan di Kota Palopo yang akan dianggarkan dalam APBD Sulsel dan APBN 2010. Sementara pabrik cokelat di Kawasan Industri Gowa (KIWA) tepatnya di Dusun Biring Rumang, Desa Panaikang, Kecamatan Galesong yang dianggarkan pada APBD Sulsel dan APBN 2009 akan mulai beroperasi pada 2010.
Pada Bidang Pariwisata
Tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya, sektor pariwisata merupakan potensi yang dianggap mampu untuk memberikan kontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bagi Provinisi Sulawesi Selatan, beberapa objek wisata alam seperti Pulau Kayangan, Pantai Bira, Pantai Lumpus Goa Mampu, Pulau Lae Lae, Pantai Takalar, dan Taman Nasional serta Pemandian Bantimurung, merupakan daerah yang memiliki potensi cukup besar untuk menarik minat pengunjung luar dan dalam negeri. Sedangkan untuk wisata cagar budaya dan peninggalan sejarah yang dapat dikunjungi adalah Benteng Sombu Opu, Benteng Port Rotterdam, Makam Raja-Raja Tallo, Makam Pahlawan Sultan Hassanudin, Keraton Raja Gowa, Makam Raja-Raja Bugis Watang Lamuru, Tana Toraja, dan banyak lagi keindahan budaya yang bisa ditemui di daerah ini. Keunikan dan kekentalan adat, bisa dinikmati para pelancong wisata di Tana Toraja. Daerah yang merupakan daerah wisata yang sangat unik dengan tujuan wisata adalah makam para suku Toraja karena para jenazah disimpan di goa-goa batu yang tinggi. Wisata menarik lainnya adalah penguburan mayat Ramu Solo. Sebelum penyimpanan jenazah, dilakukan upacara adat yang sangat meriah yang berlangsung selama 2 –6 hari dengan melakukan beberapa tradisi seperti tarian dan adu kerbau. Trans Studio Makassar menjadi daya tarik wisata Paling anyar karena baru terbangun akhir tahun 2009. Trans Studio berlokasi di jalur 52
utama Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, sekitar 2 km barat daya atau 3 menit dari kawasan Pantai Losari. Theme Park seluas 2,7 hektar ini dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dari pusat-pusat terpenting di kota Makassar. Trans Studio, yang dikembangkan oleh PT. Trans Kalla Makassar, dibangun di atas lahan seluas lebih kurang 24 hektar di wilayah Tanjung Bunga. Di lokasi lapang ini akan hadir sebuah proyek pembangunan terpadu bertaraf dunia, yang mencakup pusat hiburan keluarga, pusat perbelanjaan, hotel dan pemukiman. Setiap unit usaha saling melengkapi dan mampu merangkul pasar yang luas. Keberadaannya di kawasan pariwisata,
yang
dekat
dengan
wilayah
pemukiman
dan
usaha,
merupakan nilai tambah. Kawasan pemukiman kelas menengah dan kelas atas, serta kawasan bisnis di Kota Mandiri Tanjung Bunga yang berada dalam satu lokasi, adalah pasar potensial yang menjanjikan. Pantai Selat Makassar yang terdapat di sebelah utara dan barat lokasi menjadi daya tarik yang menguntungkan, dan akan menjadi bagian dari konsep pembangunan secara keseluruhan.
Contoh pada bidang Pariwisata
Kawasan Metropolitan Mamminasata Bicara
daerah
Sulawesi
Selatan,
tidak
lengkap
kalau
tidak
menguupas tentang Kawasan Metropolitan Mamminasata. Kawasan yang dilatarbelakangi oleh perkembangan Kota Makassar yang sangat pesat sehingga menyatu dengan kawasan perkotaan Maros di Kab. Maros, kawasan perkotaan Sangguminasa di Kab. Gowa, dan kawasan perkotaan Takalar di kab. Takalar, merupakan kawasan yang menjadi satu kesatuan penataan ruang. Kawasan ini didasari oleh oleh satu kesatuan ekosistem, ekonomi, dan sosial budaya yang memerlukan penataan ruang terpadu dan
membutuhkan
pengembangan
pembangunan
perkotaan
nasional.
sebagai
bagian
Karenanya,
dari
kawasan
ini
sistem perlu
dikembangkan menjadi kawasan terkemuka di Kawasan Timur Indonesia yang mengandalkan potensi lokal dan wilayah sekitarnya.
53
Kawasan Metropolitan Mamminasata merupakan kawasan yang telah ditetapkan di dalam PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai kawasan Strategis Nasional (KSN). Sehingga di dalam penyusunan tata ruangnya,harus ditetapkan sebagai Perpres. Dalam penataan ruang KSN ini, komitmen daerah dirasakan cukup kuat sehingga pemerintah pusat juga harus menunjukkan komitmen yang sama terutama dalam mengawal implementasi struktur ruang dan pola ruang kawasan sesuai dengan sektor masing-masing. Pembangunan Kawasan Metropolitan Mamminasata didukung oleh JICA melalui studi banding di Curitiba, Brazil pada tahun 2005 yang memiliki kemiripan karakteristik dengan Mamminasata. Batas wilayah perencanaan Kawasan Metropolitan Mamminasata adalah
kecamatan-kecamatan
yang
bersifat
perkotaan
di
wilayah
Mamminasata, yaitu seluruh wilayah Kota Makassar, sebagian wilayah Kab. Maros Kec. Maros Baru, Turikale, Mandai, Moncongloe, Bontoa, Tanralili, Lau, Tompobulu, Bantimurung, Simbang, dan Cenrana), sebagian wilayah Kab. Gowa (Kec. Somba Opu, Bontomarannu, Pallangga, Bajeng, Parangloe, dan Bontonompo), serta seluruh wilayah Kab. Takalar. Untuk batas analisis ekologis adalah DAS Janeberang, DAS Tallo, dan DAS Maros. Beberapa proyek yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di Kawasan Metropolitan Mamminasata antara lain, jaringan jalan arteri dengan melakukan studi kelayakan Trans-Sulawesi dan Mamminasata Bypass,
jaringan
air
bersih,
pengolahan
persampahan
dengan
membangun TPA baru di Pattalassang (Gowa) dengan menggantikan TPA eksisting di Tamangapa (Makassar), serta pembangunan Center Point of Indonesia yang berlokasi di Kota Makassar. Center Point of Indonesia (CPI) CPI merupakan areal yang dibangun melalui reklamasi pantai dengan luas sebesar 200 ha yang berlokasi di Kawasan Tanjung Bunga pantai losari dengan menggunakan desain green waterfront city dan berdasarkan raperda RTRW Kota Makassar ditetapkan sebagai Kawasan Bisnis Global Terpadu. Konsep
dari
CPI
adalah
satu
titik
impuls
(akupuntur)
yang
mengakumulasikan Sembilan titik-titik keunggulan Indonesia dalam satu 54
titik yang mampu merangsang percepatan pembentukan Indonesia yang unggul. Titik itu antara lain titik epicentrum kebangkitan Indonesia baru, titik akumula si sejarah dan budaya Indonesia, titik sinergi keunggulan Indonesia, titik referensi mitigasi pesisir, titik bangkit keunggulan IPTEK Indonesia, titik picu percepatan kemajuan ekonomi KTI, titik tumbuh kota hijau Indonesia, titik kumulasi pemberdayaan masyarakat dan titik pacu pengentasan kemiskinan. Tahap pertama pembangunan CPI tahun 2009 dengan membangun center park sebagai fungsi ruang terbuka hijau seluas 16 ha. Sedangkan pembangunan yang direncanakan akan dibangun di CPI pada tahun 2011 melalui instansi Mensegneg dan Kementerian PU (Cipta Karya) adalah gedung wisma negara, gedung museum “1.000 Pahlawan Nusantara”, monumen “Dari Timur Indonesia Bangkit”, museum dan mesjid “Indonesia Rahimakumullah” yang ditargetkan selesai pada tahun 2013. Ibukota Provinsi Sulawesi selatan Makassar merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Dari tahun 1971 sampai dengan 1999. Kota Makassar dikenal dengan sebutan Ujung Pandang. Kota ini terkenal dengan pantai losarinya yang indah. Makassar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajenedi sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan. Berbagai suku bangsa tinggal di kota ini, antara lain suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, dan Tionghoa. Pantai Losari berada tepat di jantung Kota Makassar, yaitu di Jalan Penghibur, yang terletak di sebelah barat kota Makassar, Sulawesi Selatan Pantai Losari memiliki keunikan dan keistimewaan yang sangat mempesona. Salah
satu
keunikannya
adalah
para
pengunjung
dapat
menyaksikan terbit dan terbenamnya mata hari di satu posisi yang sama. Sarana Pendukung Sebagai sebuah Provinsi Sulawesi Selatan tentunya memiliki beberapa saran penduklung dalam rangka mengembangkan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Sarana pendukung tersebut antara lain adalah Bandara Hasanuddin di Makasar, Bandara Pongtiku di Tana Toraja, Bandara Andi Jemma di Masamba dan Bandara Tampa Padang di Mamuju serta memiliki Pelabuhan Awerange/Barru, Pelabuhan Sinjai, Pelabuhan 55
Makassar, Pelabuhan Palopo dan Pelabuhan Pare-Pare.Bandara Sultan Hassanudin, merupakan sarana penting yang menunjang daerah Sulawesi Selatan dalam bidang transortasi udara. Bandara ini secara resmi akti pada tanggal 26 September 2008 diresmikan oleh Bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun 2009 diharapkan runway yang baru telah rampung dan bisa digunakan. Untuk 5 tahun ke depan bandara tersebut akan diperluas lagi dengan melakukan pembangunan tahap ke 2 dimana nantinya bandara tersebut akan menjadi salah satu
bandara
terbesar
di
Indonesia
khususnya kawasan Timur Indonesia. Bandara ini berlokasi ± 30 km dari Kota
Makassar
Sementara
Pelabuhan
Soekarno
Hatta
merupakan
pelabuhan pengumpul internasional untuk kepentingan lokal di kawasan barat dan timur Indonesia. Pemerintah Kota
Makassar memberikan
prioritas utama terhadap pembangunan dan pengembangan pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar New Port (MNP), yang proses pengerjaannya dijadwalkan mulai akhir tahun 2009. Pada tahap awal disiapkan lahan seluas 250hektar yang direklamasi di pantai Buloa, dengan lahan seluas 50 hektar diantaranya diperuntukkan bagi areal pelabuhan.
Beberapa Contoh Gambaran Sumber Daya Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan:
Pada Bidang Ekonomi
56
Pada Bidang Pertanian
Pada Bidang Perkebunan
Pada Bidang Kehutanan
57
Pada Bidang Pertambangan
Pada Bidang Perikanan
Pada Bidang Industri
Pada Bidang Pariwisata
Pada Bidang Pariwisata
58
Salah Satu Kawasan Pariwisata Mamminasata
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan
116°48' - 122°36' Bujur Timur, yang berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Barat di
utara, Teluk
Bone dan Sulawesi
timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan.
Tenggara
di
Provinsi ini
terdiri dari 24 Kabupaten/Kota yaitu 21 kabupaten dan 3 kotamadya, 304 59
kecamatan, dan 2.953 desa/kelurahan, dengan luas wilayah 46.717,48 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2013 tercatat sebanyak 8.342.047. Iklim Sulawesi Selatan termasuk tropis basah. Suhu udara rata-rata 26,8°C dengan kelembaban udara 81,9 °C. sedangkan curah hujan ratarata 289
3
mm
dengan rata-rata hari hujannya 159 hari. Kecepatan angin
4 knots, tekanan udara 1011mb.
Sulawesi Selatan yang terletak pada wallacean region yang merupakan zona transisi antara benua Asia dan Australia. Tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dengan komposisi 266 jenis flora dan 200 jenis fauna sedangkan yang bersifat flora endemik misalnya, wanga, leda dan beberapa jenis anggrek, dan bersifat fauna endemik misalnya anoa, babi rusa, musang coklat Sulawesi dan kera hitam. Dengan potensi-potensi yang ada di wilayah sulawesi selatan dapat menjadikan Sulawesi Selatan sebagai pusat industri di Indonesia, melihat letak Provinsi Sulawesi Selatan yang dapat terhubung melalui jalur darat, udara, dan laut. Tambahan infrastruktur penunjang transportasi akan membuat semua visi misi Provinsi Sulawesi Selatan terwujud.
3.2 Saran Provinsi Sulawesi Selatan bisa menjadi salah satu Provinsi yang maju di Indonesia, jika semua elemen masyarakat bersatu dalam membangun wilayah ini. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus mendapat dukungan penuh dari masyarakat, begitupun kebijakan 60
yang dibuat oleh pemerintah daerah, harus dengan moto “pro rakyat” bukan justru menyengsarakan rakyat, apalagi sampai “menjual” tanah Sulawesi Selatan kepada pihak asing, ataupun oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sudah seharusnya kita sebagai masyarakat bisa memonitor kinerja para pemerintah daerah, dan mengawasi kebijakan yang mereka buat, apabila terdapat kejanggalan maka perlulah kita setidaknya untuk mengingatkan. Transparansi dalam membuat kebijakan, khususnya antara pemerintah daerah dan masyarakat Sulawesi Selatan perlu untuk dilakukan, agar masyarakat merasa tenang di wilayahnya sendiri. Tidak menutup kemungkinan dalam jangka waktu 5-10 tahun Provinsi
Sulawesi
Selatan
bisa
unggul
dalam
bidang
pariwisata,
menjadikan daerahnya sebagai pusat bisnis dan perdagangan, menarik para investor, turis domestik dan mancanegara. Tidak hanya itu, Sulawesi Selatan juga bisa memperkenalkan budaya meraka ke luar daerah, dan yang terpenting adalah bagaimana masyarakat memajukan daerah Sulawesi Selatan namun tetap menjaga kelestarian wilayah, dan budaya daerah tersebut.
61
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Selatan#Geografi http://www.sulselprov.go.id/hal-profil-provinsi-sulawesiselatan.html http://www.sulselprov.go.id/kabupaten-34-potensi.html http://zoruchis.blogspot.com/2011/08/7-makanan-khassulawesi-selatan.h http://southsulawesiarticles.blogspot.co.id/2012/09/profilsulawesi-selatan-indonesia.html https://saepuldidit30.wordpress.com/2014/11/26/keseniandan-kebudayaan-sulawesi-selatan/ http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/04/kebudayaa n-sulawesi-selatan.html http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Selatan http://sulsel.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/16 http://www.dephut.go.id/uploads/files/3d0f3024db7870550 eca6a67961b9130.pdf http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Publikasi/Artikel/BERK AH_IKLIM_YANG_BERVARIASI.bmkg#ixzz3tlyntUxI http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories /317.pdf#page=3&zoom=auto,-107,586 http://bybudimanyusuf.blogspot.co.id/2010/04/geologisulawesi-selatan.html http://rachmadyazis.blogspot.co.id/2015/05/monografiprovinsi-sulawesi-selatan.html http://www.sulselprov.go.id/kumpulanfile/RKPD20151.pdf
62