MAKALAH FISIKA FARMASI
DISPERSI KOLOIDAL DAN SIFAT-SIFATNYA
OLEH : NAMA
: ASRAWAL
NIM
: F1F212009
KELOMPOK
: I ( SATU)
ASSISTEN
: SARLAN
JURUSAN S1 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2013
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam praktek kefarmasian modern adalah sangat penting memahami teori dan teknologi sistem disperse. Meskipun aspek kuantitatif dari subyek ini perkembangannya tidak seperti aspek kuantitatif dari kimia mikromolekular, namun teori-teori yang dapat dikemukakan dalam bidang kimia koloidal sangat membantu dalam mendekati problema-problema yang masih menjadi teka-teki yang timbul dalam penyediaan dan pembuatan emulsi, suspensi, salep, serbuk, dan tablet. Pengetahuan mengenai fenomena interfasial
dan sifat-sifat
karakteristik koloid dan partikel-partikel kecil merupakan dasar untuk dapat memahami kelakuan sistem disperse farmasi(Moechtar:1989) Sistem terdispersi terdiri dari partikel-partikel kecil yang dikenal sebagai fase terdispers, terdistribusi keseluruh medium kontinu atau medium disperse. Bahan-bahan yang terdispersi bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikel partikel yang berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam millimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk menggolongkan sistem disperse berdasarkan garis tengah partikel ratarata dari bahan terdispers(Attwood: ) Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu larutan, koloid, dan suspensi. Secara sepintas perbedaan antara suspensi (sering disedbut suspensi kasar) dengan larutan (sering disebut larutan
sejati) akan tampak jelas dari homogenitasnya, tetapi akan sulit dibedakan antara larutan dengan koloid atau antara koloid dengan suspensi kasar. Sistem koloid berhubungan dengan proses – proses di alam yang mencakup berbagai bidang. Hal itu dapat kita perhatikan di dalam tubuh makhluk hidup, yaitu makanan yang kita makan (dalam ukuran besar) sebelum digunakan oleh tubuh. Namun lebih dahulu diproses sehingga berbentuk koloid. Juga protoplasma dalam sel – sel makhluk hidup merupakan suatu koloid sehingga proses – proses dalam sel melibatkan sitem koloid. I.2 Tujuan
Memberikan gambaran tentang sifat-sifat larutan koloid.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Dispersi
Sistem disperse adalah suatu sistem dimana suatu substansi(fase dispersi) terbagi dalam unit yang berlainan(tersendiri) dalam substansi lain(fase kontinu atau pembawa). Ukuran partikel dalam sistem farmasi adalah lebih dari 10 µm (1 µm = 10-6 m). Sifat dari sistem disperse koloidal telah banyak dipelajari oleh ilmuwan termasuk ilmuwan farmasi. B. Klasifikasi Sistem Dispersi
Klasifikasi sistem disperse berdasarkan ukuran partikel yaitu : 1. Dispersi molecular
Partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecildari 1 nm. Partikel tidak terlihat dalam mikroskop electron, dapat melewati ultrafiltrasi dan membrane semipermeabel, mengalami difusi cepat. Contohnya seperti larutan. Larutan adalah sistem disperse yang ukuran partikel-partikelnya sangat kecil sehingga tidak dapat dibedakan (diamati) antara partikel pendispersi
walaupun
menggunakan
mikroskop
dengan
tingkat
pembesaran yang tinggi (mikroskop ultra). Tingkatan ukuran partikel larutan adalah molekul atau ion-ion sehingga larutan merupakan campuran yang homogen dan sukar dipisahkan dengan penyaringan dan sentrifuge.
Oleh karena ukuran partikel zat terdispersi dengan medium pendispersinya hampir sama maka sifat zat terdispersi dalam larutan akan terpengaruh (berubah) dengan adanya zat terdispersi. Bila ke dalam air ditambahkan garam dapur maka air akan membeku dibawah 0 0C, semakin banyak garam yang ditambahkan semakin besar penurunan titik bekunya. 2. Dispersi kasar
Ukuran partikel lebih besar dari 0,5 µm (µ). Partikel terlihat dibawah mikroskop; tidak dapat melewati kertas saring normal atau mendialisis melalui membrane semipermeabel; partikel-partikel tidak mendifusi.. Contohnya
suspensi. Suspensi merupakan suatu sistem
disperse dengan partikel yang berukuran relative besar tersebar merata didalam
medium
pendispersinya.
Pada
umumnya
sistem
disperse
merupakan campuran heterogen. Sebagai contoh adalah endapan hasil reaksi atau pasir yang dicampur dengan air. Dalam sistem dispersi tersebut partikel-partikel terdispersi dapat diamati dengan mikroskop atau bahkan dengan mata telanjang. Suspensi merupakan sistem disperse yang tidak stabil, sehingga bila tidak diaduk secara terus menerus akan mengendap akibat gaya gravitasi bumi. Cepat lambatnya suspensi mengendap tergantung besar kecilnya ukuran partikel zat terdispersi. Semakin besar ukuran partikel tersuspensi semakin cepat proses pengendapan terjadi. Pemisahan
suspensi
dapat
dilakukan
dengan
proses
(filtrasi).Contoh suspensi adalah pengendapan Fe(OH) 3. 3. Dispersi koloid
penyaringan
Nama koloid untuk pertama kali diberikan oleh Thomas Graham pada tahun 1861. Istilah koloid berasal dari bahasa Yunani, yaitu kolla yang berarti lem dan oid yang berarti seperti. Secara harfiah, koloid dapat diartikan seperti lem. Karena, koloid diibaratkan seperti lem dalam hal kemampuan difusinya. Nilai difusi koloid sama rendahnya dengan lem. . Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll. Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut dinamakan juga dengan fasa terdispersi atau solut, sedangkan zat pelarut disebut dengan fasa pendispersi atau solvent, Contohnya larutan gula atau
larutangaram. Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gravitasi atau
gaya
lain
yang
dikenakan
kepadanya;
sehingga
tidak
terjadi
pengendapan. Secara sepintas, koloid hampir sama dengan larutan. Namun, untuk membuktikan apakah suatu campuran itu dapat digolongkan koloid atau bukan, maka diperlukan suatu alat bantu, yaitu mikroskop ultra karena ukuran Berdasarkan tabel di atas, koloid terdiri dari dua fase zat. Salah satu zat bersifat continue dan yang lain bersifat discontinue (terputus-putus). Selanjutnya, fase continue disebut sebagai medium dispersi dan zat yang berfase diskontinu disebut sebagai zat terdispersi. a. Sifat-sifat Koloid
Berikut ini merupakan sifat-sifat dari koloid antara lain sebagai berikut : 1. Efek Tyndall Cara yang paling mudah untuk membedakan suatu campuran merupakan larutan, koloid, atau suspensi adalah menggunakan sifat efek Tyndall . Jika seberkas cahaya dilewatkan melalui suatu sistem koloid, maka berkas cahaya tersebut
kelihatan dengan jelas.
Hal itu disebabkan
penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid. Gejala seperti itulah yang disebut efek Tyndall koloid. Istilah efek Tyndall didasarkan pada nama
penemunya, yaitu John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. John Tyndall berhasil menerangkan bahwa langit berwarna biru disebabkan karena penghamburan cahaya pada daerah panjang gelombang biru oleh partikel partikel oksigen dan nitrogen di udara. Berbeda jika berkas cahaya dilewatkan melalui larutan, nyatanya berkas cahaya seluruhnya dilewatkan. Akan tetapi, jika berkas cahaya tersebut dilewatkan melalui suspensi, maka berkas cahaya tersebut seluruhnya tertahan dalam suspensi tersebut. 2. Gerak Brown Dengan menggunakan mikroskop ultra (mikroskop optik yang digunakan untuk melihat partikel yang sangat kecil) partikel-partikel koloid tampak bergerak terus-menerus, gerakannya patah-patah (zig-zag), dan arahnya tidak menentu. Gerak sembarang seperti ini disebut gerak Brown. Gerak Brown ditemukan oleh seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris, Robert Brown ( 1773 – 1858), pada tahun 1827. Gerak Brown terjadi akibat adanya tumbukan yang tidak seimbang antara partikel-partikel koloid dengan molekul-molekul pendispersinya. Gerak Brown akan makin cepat, jika partikel-partikel koloid makin kecil. Gerak Brown adalah bukti dari teori kinetik molekul. 3. Elektroforesis Jika partikel-partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik, berarti partikel
koloid
tersebut
bermuatan
listrik.
Jika
sepasang
elektrode
dimasukkan ke dalam sistem koloid, partikel koloid yang bermuaran positif akan menuju elektrode negatif (katode) dan partikel koloid yang bermuatan
negatif akan menuju elektrode positif (anode). Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid. Pada sel elektroforesis, partikel-partikel koloid akan dinetralkan muatannya dan digumpalkan di bawah masing-rnasing elektrode. Di samping untuk menentukan muatan suatu partikel koloid, elektroforesis digunakan pula dalam industri, misalnya pembuatan sarung tangan dengan karet. Pada pembuatan sarung tangan ini, getah karet diendapkan pada cetakan berbentuk tangan secara elektroforesis. Elektroforesis juga digunakan untuk mengurangi pencemaran udara yang dikeluarkan melalui cerobong asap pabrik. Metode ini pertama-tama dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877 - 1948) dari Amerika Serikat. Metode ini dikenal dengan metode Cottrell . Cerobong asap pabrik dilengkapi dengan suatu pengendap listrik (pengendap Cottrell), berupa
lempengan
logam
yang
diberi
muatan
listrik
yang
akan
menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam asap buanga. 4. Absorpsi Suatu
partikel
koloid
akan
bermuatan
listrik
apabila
terjadi
penyerapan ion pada permukaan partikel koloid tersebut. Contohnya, koloid Fe(OH)
3
dalam air akan menyerap ion H
sedangkan koloid As
2
S
3
+
sehingga bermuatan positif,
akan menyerap ion-ion negatif. Kita tahu bahwa
peristiwa ketika permukaan suatu zat dapat menyerap zat lain disebut absorpsi . Berbeda dengan absorpsi pada umumnya, penyerapan yang hanya
sampai ke bagian dalam di bawah permukaan suatu zat, suatu koloid mempunyai kemampuan mengabsorpsi ion-ion. Hal itu terjadi karena koloid tersebut mempunyai permukaan yang sangat luas. Sifat absorpsi partikel partikel koloid ini dapat dimanfaatkan, antara lain sebagai berikut : a. Pemutihan gula pasir Gula pasir yang masih kotor (berwarna coklat) diputihkan dengan cara absorpsi. Gula yang masih kotor dilarutkan dalam air panas, lalu dialirkan melalui sistem koloid, berupa mineral halus berpori atau arang tulang. Kotoran gula akan diabsorpsi oleh mineral halus berpori atau arang tulang sehingga diperoleh gula berwarna putih. b. Pewarnaan serat wol, kapas, atau sutera Serat yang akan diwarnai dicampurkan dengan garam A1
2
(SO
4
) 3, lalu
dicelupkan dalam larutan zat warna. Koloid Al(OH) 3 yang terbentuk, karena A1 2 (SO 4 ) 3 terhidrolisis, akan mengabsorpsi zat warna. c. Penjernihan air Air keruh dapat dijernihkan dengan menggunakan tawas (K 2 SO 4 A1 2 (SO 4 ) 3 ) yang ditambahkan ke dalam air keruh. Koloid Al(OH)
3
yang terbentuk
akan mengabsorpsi, menggumpalkan, dan mengendapkan kotoran-kotoran dalam air. d. Obat Serbuk karbon (norit), yang dibuat dalam bentuk pil atau tablet, apabila diminum dapat menyembuhkan sakit perut dengan cara absorpsi. Dalam usus,
norit dengan air akan membentuk sistem koloid yang mampu mengabsorpsi dan membunuh bakteri-bakteri berbahaya yang menyebabkan sakit perut. e. Alat Pembersih (sabun) Membersihkan benda-benda dengan mencuci memakai sabun didasarkan pada prinsip absorpsi. Buih sabun mempunyai permukaan yang luas sehingga mampu mengemulsikan kotoran yang melekat pada benda yang dicuci. f. Koloid tanah liat mampu menyerap koloid humus Koloid tanah dapat mengabsorpsi koloid humus yang diperlukan tumbuhtumbuhan sehingga tidak terbawa oleh air hujan. 5. Koagulasi Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel koloid. Proses koagulasi ini terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid. Sistem koloid stabil bila koloid tersebut bermuatan positif atau bermuatan negatif. Jika muatan pada sistem koloid tersebut dilucuti dengan cara menetralkan muatannya, maka koloid tersebut menjadi tidak stabil lalu terkoagulasi (menggumpal). Koagulasi dengan cara menetralkan muatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut. 1) Penambahan Zat Elektrolit Jika pada suatu koloid bermuatan ditambahkan zat elektrolit, maka koloid tersebut akan terkoagulasi. Contohnya, lateks (koloid karet) bila ditambah asam asetat, maka lateks akan menggumpal. Dalam koagulasi ini ada zat elektrolit yang lebih efisien untuk mengoagulasikan koloid bermuatan, yaitu sebagai berikut.
a. Koloid bermuatan positif lebih mudah dikoagulasikan oleh elektrolit yang muatan ion negatifnya lebih besar. Contoh; koloid Fe(OH)
3
adalah koloid
bermuatan positif, lebih mudah digumpalkan oleh H 2 SO 4 daripada HC1. b. Koloid bermuatan negatif lebih mudah dikoagulasikan oleh elektrolit yang muatan ion positifnya lebih besar. Contoh; koloid As
2
S
3
adalah koloid
bermuatan negatif, lebih mudah digumpalkan oleh BaCl 2 daripada NaCl 2) Mencampurkan Koloid yang Berbeda Muatan Bila dua koloid yang berbeda muatan dicampurkan, maka kedua koloid tersebut akan terkoagulasi. Hal itu disebabkan kedua koloid saling menetralkan sehingga terjadi gumpalan. Contoh, campuran koloid Fe(OH)
3
dengan koloid As 2 S 3 . Selain koagulasi yang disebabkan adanya pelucutan muatan koloid, seperti di atas, ada lagi proses koagulasi dengan cara mekanik, yaitu melakukan pemanasan dan pengadukan terhadap suatu koloid. Contohnya, pembuatan lem kanji, sol kanji dipanaskan sampai membentuk gumpalan yang disebut 1em kanji. Di bawah ini beberapa contoh koagulasi dalam industri: a) Pembentukan delta di muara sungai. Hal ini terjadi karena koloid tanah liat akan terkoagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut. b) Penggumpalan lateks (koloid karet) dengan cara menambahkan asam asetat ke dalam lateks.
c) Sol tanah liat (berbentuk lumpur) dalam air, yang membuat air menjadi keruh, akan menggumpal jika ditambahkan tawas. Ion Al
3+
akan
menggumpalkan koloid tanah liat yang bermuatan negatif. 6. Koloid Liofilik dan Koloid Liofobik Adanya sifat absorpsi dan zat terdispersi (dengan fase padat) terhadap mediumnya (dengan fase cair), maka kita mengenal dua jenis sol, yaitu sol liofil dan sal liofob. Sol liofil ialah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengabsorpsi molekul mediumnya. Sol liofob ialah sol yang zat terdispersinya tidak menarik dan tidak mengabsorpsi molekul mediumnya. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai medium, maka kedua jenis koloid tersebut adalah sol hidrofil dan sot hidrofob. Contoh koloid hidrofil adalah kanji, protein, sabun, agar-agar, detergen, dan gelati n. Contoh koloid hidrofob adalah sol-sol sulfida, sol-sol logam, sol belerang, dan sol Fe(OH) 3 . Sol liofil lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob. Untuk menggumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak, sebab selubung molekul-molekul cairan yang berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya, pada koloid liofil, dapat kita lakukan dengan cara pengendapan atau penguraian. Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel . Koloid liofob mempunyai sifat yang berlawanan dengan koloid liofil.
7. Dialisis Untuk menghilangkan ion-ion pengganggu kestabilan koloid pada proses pembuatan koloid, dilakukan penyaringan ion-ion tersebut dengan menggunakan pengganggu
membran dengan
semipermeabel.
cara
menyaring
Proses
penghilangan
menggunakan
ion-ion
membran/selaput
semipermeabel disebut dialisis . Proses dialisis tersebut adalah sebagai berikut. Koloid dimasukkan ke dalam sebuah kantong yang terbuat dari selaput semipermeabel. Selaput ini hanya dapat melewatkan molekul-molekul air dan ion-ion, sedangkan partikel koloid tidak dapat lewat. Jika kantong berisi koloid tersebut dimasukkan ke dalam sebuah tempat berisi air yang mengalir, maka ion-ion pengganggu akan menembus selaput bersama-sama dengan air. Prinsip dialisis ini digunakan dalam proses pencucian darah orang yang ginjalnya (alat dialisis darah dalam tubuh) tidak berfungsi lagi. 8. Koloid Pelindung Untuk sistem koloid yang kurang stabil, perlu kita tambahkan suatu koloid yang dapat melindungi koloid tersebut agar tidak terkoagulasi. Koloid pelindung ini akan membungkus atau membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang dilindungi. Koloid pelindung ini sering digunakan pada sistem koloid tinta, cat, es krim, dan sebagainya; agar partikel-partikel koloidnya tidak menggumpal. Koloid pelindung yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi disebut emulgator (zat pengemulsi). Contohnya, susu yang merupakan emulsi lemak dalam air, emulgatornya adalah kasein (suatu
protein yang dikandung air susu). Sabun dan detergen juga termasuk koloid pehindung dari emulsi antara minyak dengan air. b. Cara pembuatan Koloid 1. Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat diliakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut. -
Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Contoh : pembuatan sol belerang dari reaksi kimia antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S kedalam larutan SO2. 2H2S
+ SO2
2H2O
+ 3S ( koloid )
Misalnya: - Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya dengan melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organik formaldehida HCOH; 2AuCl3 (aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l) 2Au(s) + HCOOH(aq) + 6HCl(aq) - Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan mengalirnya gas H 2S 2H2S(g) + SO2 (aq) 3S(s) + 2H2O(l).
Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air, Contoh : pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3.FeCl3 + 3H2O Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl Hidrolisis
adalah
reaksi
suatu
zat
dengan
air.
Misalnya:
- Sol Fe(OH3) dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan memanaskan larutan FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih; FeCl3
(aq)
+
3H2O(l)
Fe(OH)
3
(koloid)
+
3HCl(aq)
(Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+) - Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih; AlCl3 (aq) + 3H2O(l) Al(OH) 3 (koloid) + 3HCl(aq) - Dekomposisi Rangkap
Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan H2S 2H3AsO3 + 3H2S As2S3 (koloid) + 6H2O Misalnya: - Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-l ahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang; As2O3 (aq) + 3H2S(g) As2O3 (koloid) + 3H2O(l)
(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-) - Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer; AgNO3 (ag) + HCl(aq) AgCl (koloid) + HNO3 (aq) -
Penambahan (percikan) pelarut yang sukar larut
Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel. -
Penggantian Pelarut
Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa terdispersi yang semula larut setelah diganti pelarutanya menjadi berukuran koloid. Misalnya; -
untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang harus terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam etanol tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga belerang akan menggumpal menjadi pertikel koloid dikarenakan penurunan kelarutan belerang dalam air. Sebaliknya, kalsium asetat yang sukar larut dalam etanol, mula-mula dilarutkan terlebih dahulu dalam air, kemudianbaru dalam larutan tersebut ditambahkan etanol maka terjadi kondensasi dan terbentuklah koloid kalsium asetat.
2.CaraDispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur Bredig).
Cara Dispersi Prinsip
:
Partikel
Besar
————— ->
Partikel
Koloid
Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia: a. Cara Mekanik
Menurut cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi. Contoh : sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air. Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan untuk cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan dalam: - industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb. - Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen.
- Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna. - Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil. Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan. Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membuat system koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol bele rang. b. Cara Busur Bredik
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu atom-atom tersebut mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi cara busur ini merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi. Cara busur Bredig ini biasanya digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au, dan Pt. Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel kolid akan digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian, kedua elektrode
akan
diberi
loncatan
listrik.
Panas
yang
timbul
akan
menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel kolid. Karena logam diubah jadi partikel kolid dengan proses uap logam, maka metode ini dikategorikan sebagai metode dispersi. c. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid. Istilah peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi, yaitu proses pemecahan protein
(polipeptida)
yang
dikatalisis
oleh
enzim
peptin.
Contoh : agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan lain-lain. Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3. Cara peptisasi adalah pembuatan koloid / sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan / proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu. Contoh: -
Agar-agar
dipeptisasi
oleh
air;
karet
oleh
bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH) 3 oleh AlCl3. - Sol Fe(OH) 3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH) 33 yang baru
terbentuk dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH) 3 kemudian dikelilingi Fe+3 sehingga bermuatan positif. - Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk sistem kolid. Contohnya; gelatin dalam air. Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi system koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud adalah elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3 ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi
ion-ion Fe3+
tersebut.
Sehingga, endapan
menjadi
bermuatan positif dan memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid. Beberapa contoh lain : - Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS -
Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl
-
Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan
Al(OH)3 c. Jenis jenis koloid
Sistem dispersi koloid dapat terjadi dari dispersi zat padat, zat cair, atau zat gas ke dalam zat pendispersi dalam fase padat, cair, atau gas. Gas yang terdispersi dalam gas tidak disebut koloid karena selalu bersifat homogen (menghasilkan larutan, bukan koloid). Sistem koloid diberi nama berdasarkan fase terdispersi dan fase pendispersinya.
1)
Koloid Sol
Koloid sol merupakan koloid yang terbentuk dari fase zat terdispersi padat. Koloid sol ada tiga jenis, yaitu: a. Sol padat (padat-padat) Sol padat adalah jenis koloid dengan fase zat padat terdispersi dan fase zat pendispersi padat. Contoh sol padat adalah logam paduan, kaca berwarna, intan hitam, dan baja. b. Sol cair ( padat-cair ) Sol cair atau biasa disebut sol saja adalah jenis koloid dengan fase zat padat terdispersi dan fase zat pendispersi cair. Contoh: cat, tinta, dan kanji. c. Sol gas (padat-gas) Sol gas atau biasa disebut aerosol padat adalah jenis koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase gas. Contoh: asap dan debu. Berdasarkan sifat adsorbsi yang dimiliki oleh koloid sol, koloid sol dibedakan menjadi 2, yaitu sol liofil dan sol liofob. a. Sol Liofil Sol liofil adalah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengadsorpsi molekul mediumnya. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai mediumnya, maka disebut hidrofil.. Contoh sol hidrofil adalah kanji, protein, sabun, agar-agar, detergen, dan gelatin. b. Sol Liofob Sol liofil adalah sol yang zat terdispersinya tidak menarik dan tidak mengadsorpsi molekul mediumnya. Bila sol tersebut menggunakan air
sebagai mediumnya, maka disebut hidrofob. Contoh sol hidrofob adalah sol sulfida, sol logam, sol belerang, dan sol Fe(OH)3. Sol liofil lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulalsi jika ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan koloid liofob. Untuk mtnggumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak sebab selubung molekul-molekul cairan yang berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya dari koloid liofil dapat kita lakukan dengan cara pengendapan atau penguapan. Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel. Koloid liofob mempunyai sifat yang brelawanan dengan koloid liofil, sifat liofob: 1. Menarik dan mengadsorpsi molekul mediumnya. Tidak menarik dan tidak mengadsorpsi molekul mediumnya. 2.
Afinitas fase terdispersi terhadap medium pendispersi besar Afinitas fase terdispersi terhadap medium pendispersi kecil.
3. Jika mediumnya air disebut hidrofil Jika mediumnya air disebut hidrofob. 4. Lebih kental daripada mediumnya Medium lebih kental. 5. Tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit Terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit. 6. Lebih stabil Kurang stabil. 7. Reversibel Irreversibel.
2)
Koloid Emulsi
Koloid emulsi merupakan koloid yang terbentuk dari fase zat terdispersi cair. Koloid emulsi ada tiga jenis, yaitu: a. Emulsi padat (cair-padat). Emulsi padat atau biasa disebut gel adalah jenis koloid dengan fase zat cair terdispersi dalam fase zat pendispersi padat. Gel (dari bahasa Latin gelu membeku, dingin, es atau gelatus - membeku) adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda fase padat dan cair. Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal (seperti jelly), namun pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida (mengalir). Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat cair, namun mereka juga memiliki sifat seperti benda padat. Contoh gel adalah gelatin, agar-agar, mentega, mutiara, dan, gel rambut. Nasi merupkan salah satu contoh koloid emulsi padat. Komponen nasi adalah beras dan air. Seblum dicampur, beras merupakan fase padat dan air fase cair. Setelah dicampur melalui proses memasak, diperoleh nasi yang merupakan koloid dan fasenya padat. Dari pengertian fasek continue dan discontinue tersebut, maka fase padat merupakan fase continue dan fase cair merupakan fase discontinue. Biasanya gel memiliki sifat tiksotropi (Ing.: thyxotropy), yaitu menjadi cairan ketika digoyang, tetapi kembali memadat ketika dibiarkan tenang. Beberapa gel juga menunjukkan gejala histeresis. Dengan mengganti cairan dengan gas dimungkinkan pula untuk aerogel ('gel udara'), yang merupakan bahan dengan sifat-sifat yang khusus, seperti massa jenis rendah, luas
permukaan yang sangat besar, dan isolator panas yang sangat baik. b. Emulsi cair (cair-cair) Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak. Contohnya adalah pada susu, minyak ikan, dan santan kelapa. c. Emulsi Gas (cair-gas) Emulsi gas atau biasa disebut aerosol cair adalah jenis koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase pendispersi gas. Contoh: obat-obat insektisida (semprot), kabut, awan, dan hair spray. 3)
KoloidBuih
Koloid buih merupakan koloid yang terbentuk dari fase zat terdispersi gas. Koloid emulsi contohnya yaitu:
a. Buih padat (gas-padat)
Buih padat adalah jenis koloid dengan fase zat gas terdispersi dalam fase zat pendispersi padat. Kestabilan buih ini dapat diperoleh dari zat pembuih juga (surfaktan).
Contoh-contoh
buih
padat
yang
mungkin
kita
ketahui:
1) Roti Proses peragian yang melepas gas karbondioksida (CO2) terlibat dalam proses pembuatan roti. Zat pembuih protein gluten dari tepung kemudian akan membentuk lapisan tipis mengelilimgi gelembung-gelembung karbondioksida (CO2) untuk membentuk buih padat.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
1. Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase terdispersi) di dalam zat lain (fase pendispersi atau medium). Fase terdispersi bersifat diskontinu (terputu-putus) sedangkan medium disperse bersifat kontinu. 2. Klasifiasi sistem disperse berdasarkan ukuran partikel terdiri atas tiga bagian yaitu : disperse molecular, disperse koloid, dan disperse kasar. 3. Disperse moleculer yaitu Partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecildari 1 nm. Partikel tidak terlihat dalam mikroskop electron, dapat melewati ultrafiltrasi dan membrane semipermeabel, mengalami difusi cepat. Contohnya seperti larutan. 4. Disperse kasar yaitu ukuran partikel lebih besar dari 0,5 µm (µ). Partikel terlihat dibawah mikroskop; tidak dapat melewati kertas saring normal atau mendialisis melalui membrane semipermeabel; partikel-partikel tidak mendifusi.. Contohnya suspensi. 5. Diperse koloid yaitu suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium
pendispersi/ pemecah). Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi heterogen.
DAFTAR PUSTAKA
Martin alfred, dkk. 1993. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. UI-PRESS:Jakarta. Moechtar,1989. Farmasi Fisika.Yogyakarta :UGM Press. Purba, Michael. 2007. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI, semester 2. Jakarta: Erlangga. Parning, Horale, dan Tiopan (anggota IKAPI). 2006. Kimia 2B SMA Kelas XI Semester Kedua. Jakarta: Yudhistira. Pratiwi, Dra. D.A., dkk. 2007. Biologi SMA Jilid 2 untuk Kelas XI . Jakarta: Erlangga. Sudarmo Unggul. 2005. Kimia untuk SMA kelas XI seri SMS . Surakarta: Erlangga.