Tugas : Evaluasi Kinerja
Dibuat Oleh :
Drs. MULYADI TOWALIA NIM. 1777.01.21.2005
PROGRAM PASCA SARJANA UNVERSITAS MUSLIM INDONESIA TAHUN 2006
EVALUASI KINERJA SDM Pada era reformasi ini, pemberdayaan ekonomi di Indonesia perlu dilakukan secara profesional. Hal ini karena tahun 2003 telah diberlakukan AFTA yang menuntut bangsa Indonesia untuk siap menghadapi pasar bebas (pasar global). Konsep Global Trade Point Network (GTPN) tersebut merupakan implementasi dari konsep trade efficiency programme yang dirancang oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dengan tujuan untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan perdagangan internasional. Secara psikologis, sebenarnya pasar global terjadi oleh adanya perubahan pola kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan pola dasar tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat, sebagaimana perluasan pasar terutama dengan nilai-nilai sosial. “Pasar global merupakan suatu sikap, cara berpikir, suatu tatanan baru sebagai akibat terjadinya pertukaran secara bebas di bidang ekonomi, politik dan kebudayaan”. Menurut A. Sonny Kerap (1998 : 221) bahwa : “Pasar global sebagai pranata moral yang dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak”. Sedangkan Elashmawil dan Harris (1996 : 65) berpendapat bahwa : “Kesuksesan perdagangan pada pasar. A.
Pendekatan Psikologis dan Organisasi Pendekatan psikologi dan organisasi didasarkan pada pendapat ahli
psikologis David McClelland, Everett Hagen dan Daniel Goleman yang sampai sekarang ini pendapatnya menjadi penguat yang mendasar dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) bisnis dan pencapaian kinerja organisasi. Everett Hagen berpendapat bahwa hambatan pembangunan ekonomi pada negara berkembang termasuk Indonesia disebabkan karena sebagian besar SDM masyarakatnya tidak memiliki jiwa kreatif dan inovatif. Bahkan ada kecenderungan sebagian besar SDM masih memiliki kecerdasan emosi (EQ) yang
kurang baik. Hal inilah tampaknya menjadi salah satu penyebab lemahnya kualitas SDM di Indonesia. Bahkan Charles Schreiber menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa “Keberhasilan hidup seseorang ditentukan pendidikan formalnya hanya 15%, sedangkan 85% lagi ditentukan oleh sikap mentalnya (kepribadian). Oleh karena itu, pada abad ke-21 ini, pengusaha, pimpinan bisnis, staf dan karyawannya perlu memperbaiki dan mengembangkan kecerdasan emosi (EQ) agar pencapaian kinerja individu dan organisasi secara maksimal. B.
Pendekatan Budaya dan Agama Pendekatan kebudayaan didasarkan pada teori Weber (1958) yang
menekankan pada analisis sistem nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi. Weber berpendapat bahwa pimpinan perlu menerapkan etika Protestan dalam mengelola bisnis, sebagaimana etika Protestan merupakan kunci keberhasilan bagi pembangunan ekonomi pada masyarakat kapitalis Eropa dan Amerika. Untuk menstabilisasi ekonominya diprediksi memerlukan waktu ribuan tahun, tetapi kenyataannya hanya beberapa puluh tahun saja Jepang telah mampu menstabilisasi ekonominya dan bahkan menguasai teknologi. Etika Protestan antara lain mengajarkan orang jujur, disiplin, kerja keras, menghargai karya (kinerja), menghargai waktu evaluasi terus menerus secara kontinyu, patuh pada nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat. Penulis berpendapat bahwa pengelola SDM organisasi bisnis dan instansi pemerintah yang dilandasi pada pendekatan psikologis dan organisasi, kebudayaan serta agama diharapkan mampu menciptakan SDM bisnis yang unggul dan berhati nurani. Dengan demikian, pimpinan, pengusaha, perusahaan bisnis dan masyarakat Indonesia akan mampu mencapai kinerja maksimal.
KINERJA SDM A. Pengertian Kinerja SDM Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Defenisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriyanto (1991 : 3) adalah : “perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja perusahaan waktu (lazimnya per jam)”. Selanjutnya, defenisi kinerja karyawan menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) bahwa : “Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. B. Pengertian Evaluasi / Penilaian Kinerja Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. C. Tujuan Penilaian / Evaluasi Kinerja Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih dikemukakan Agus Sunyoto :
a.
Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan
kinerja. b.
Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga
mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. c.
Memberikan
peluang
kepada
karyawan
untuk
mendiskusikan
keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang. d.
Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,
sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. e.
Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai
dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah. Kegunaan penilaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah : a. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa. b. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya. c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan. d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan. e. Sebagai indikator untuk menemukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi. f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik. g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
h. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan. i. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. j. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description). D. Sasaran Penilaian / Evaluasi Kinerja Sasaran-sasaran dan evaluasi kinerja karyawan yang dikemukakan Agus Sunyoto (1999 : 1) sebagai berikut : a.
Membuat
analisis
kinerja
dari
waktu
yang
lalu
secara
berkesinambungan b.
Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui
audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. c.
Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan
tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku yang harus dicapai. d.
Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan
kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinannya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak. Evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari pada pelaksanaannya, yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planning-nya. Hal ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin orang-orang dalam melaksanakan kegiatan dan membina mereka sama pentingnya dan sama berharganya dengan kegiatan organisasi. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerjasama dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja
itu sendiri. Dengan demikian, pimpinan dan karyawan yang bertanggungjawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja harus pula dievaluasi secara periodik. E. Prinsip Dasar Penilaian / Evaluasi Kinerja Secara singkat dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar evaluasi kinerja sebagai berikut : a.
Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang timbul dalam pelaksanaan evaluasi kinerja. Jadi bukan sematamata menyelesaikan persoalan itu sendiri. b.
Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya dari hasil
diskusi antara karyawan dengan penyelia langsung. c.
Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan
kesan terpaksa, namun dimasukkan secara sadar ke dalam corporate planning. F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) yang merumuskan bahwa : Human Performance
: Ability x Motivation
Motivation
: Attitude x Situation
Ability
: Knowledge x Skill
Penjelasan : a. Faktor Kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi b. Faktor Motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Situasi kerja yang
dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Menurut Hendry Simamora (1995 : 500), kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a.
Faktor individual yang terdiri dari : 1)
Kemampuan dan keahlian
2)
Latar Belakang
3)
Demografi
b.
Faktor psikologis yang terdiri dari : 1)
Presepsi
2)
Attitude
3)
Personality
4)
Pembelajaran
5)
Motivasi
c.
Faktor organisasi yang terdiri dari : 1)
Sumber daya
2)
Kepemimpinan
3)
Penghargaan
4)
Struktur
5)
Job design
Menurut A. Dale Timple (1992 : 31), faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Faktor internal
dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Oleh karena itu, jenis atribut yang dibuat oleh seorang pimpinan dapat menimbulkan akibat-akibat serius dalam cara bawahan tersebut diperlukan. Caracara seorang karyawan menjelaskan kinerjanya sendiri juga mempunyai implikasi penting dalam bagaimana dia berperilaku dan berbuat di tempat kerja. Faktor-faktor penentu prestasi kerja individu adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasinya. 1.
Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang
memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. 2.
Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu
dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas. Sekalipun, jika faktor lingkungan organisasi kurang menunjang, maka bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran memadai dengan tingkat kecerdasan emosi baik, sebenarnya ia tetap berprestasi dalam bekerja. G. Aspek-Aspek Standar Pekerjaan dan Kinerja Malayu S.P Hasibuan mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai kinerja mencakup sebagai berikut : kesetiaan, hasil kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan dan tanggung jawab. Adapun aspek-aspek standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi : 1)
Proses kerja dan kondisi pekerjaan
2)
Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan
pekerjaan, 3)
Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
4)
Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
Sedangkan aspek kualitatif meliputi : 1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, 2) Tingkat kemampuan dalam bekerja, 3) Kemampuan menganalisis data / informasi, kemampuan / kegagalan menggunakan mesin / peralatan dan 4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan / keberapa konsumen). H. Manajemen Kinerja SDM Usaha kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi atau perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan. Maka dalam arti konkret untuk melakukan pekerjaan dengan baik, bagaimana prestasi kerja akan diukur, rintangan yang mengganggu kinerja dan cara untuk meminimalkan atau melenyapkan. 1.
Tujuan Pelaksanaan Manajemen Kinerja
Bagi pimpinan dan Manajer, tujuan pelaksanaan manajemen kinerja adalah : a. Menguraikan keterlibatan dalam semua hal b. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai keputusan
sendiri
dengan
memastikan
bahwa
mereka
memiliki
pengetahuan serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar. c. Adanya kesatuan pendapat dan mengurangi kesalahpahaman diantara pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggung jawab. d. Mengurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada saat dibutuhkan.
e. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya kesalahan ataupun efesiensi. Adapun bagi para pegawai, tujuan pelaksanaan manajemen kinerja adalah : a.
Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang
seharusnya mereka kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan. b.
Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk
mengembangkan keahlian dan kemampuan baru. c.
Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja
dan kebutuhan sumber daya yang memadai. d.
Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai pekerjaan dan tanggung jawab kerja mereka. 2.
Sistem Peringkat Penilaian Kinerja
a. Membantu organisasi dalam mengkoordinasikan pekerjaan unit-unit erja dan membantu menyesuaikan pekerjaan perorangan dengan tujuan yang lebih besar. b. Membantu mengidentifikasikan kendala-kendala keberhasilan
yang
mengganggu produktivitas organisasi. c. Memberikan cara mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hal-hal yang menyangkut kinerja sesuai dengan persyaratan hukum. d. Memberikan informasi yang valid, yang dapat dipergunakan untuk menentukan promosi mendiagnosis masalah-masalah yang menyingkirkan kendala sukses perorangan. e. Memberikan informasi yang tepat waktu kepada para manajer, sehingga mereka dapat mencegah timbulnya masalah. f. Membantu manajer mengkoordinasikan kerja para pegawai yang berada di bawa tanggung jawabnya.
g. Memberikan umpan balik yang berkala dan berkesinambungan yang dapat meningkatkan motivasi pegawai. h. Mencegah terjadinya kesalahan dengan menjelaskan apa yang diharapkan dari kerja dan menanamkan pemahaman serta tingkat kewenangan bersama. i. Praktis dan sederhana pelaksanaanya j. Membutuhkan pekerjaan administrasi dan birokrasi yang minimal k. Memenuhi kebutuhan manajer, karyawan dan organisasi l. Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan cukup praktis. I. Hubungan Antara Budaya Perusahaan dan Kinerja Budaya perusahaan yang disosialisasikan dengan komunikasi yang baik dapat menentukan kekuatan menyeluruh perusahaan, kinerja dan daya saing dalam jangka panjang. Bahwa pembentukan kinerja yang baik dihasilkan jika terdapat komunikasi antara seluruh karyawan sehingga membentuk internalisasi budaya perusahaan yang kuat dan dipahami sesuai dengan nilai-nilai organisasi yang dapat menimbulkan persepsi yang positif antara semua tingkatan karyawan untuk mendukung dan mempengaruhi iklim kepuasan yang berdampak pada kinerja karyawan.
HUMAN RESOURCES SCORECARD A.
Pengertian Human Resource Scorecard Human Resource Scorecard merupakan suatu metode baru dalam
pengukuran kinerja SDM dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Model pengukuran ini sangat bermanfaat bagi manajer SDM dalam memahami perbedaan antara Human Resource Doables (Kinerja SDM) yang tidak mempengaruhi implementasi strategi perusahaan. B.
Prinsip Dasar Human Resource Scorecard Prinsip
dasar
yang
harus
dipahami
terlebih
dahulu
sebelum
mengimplementasikan Human Resource Scorecard adalah : a.
Human
Resource
Scorecard
merupakan
bagian
dari
strategi
perusahaan b.
Human Resource Scorecard merupakan kombinasi dari indikator
akibat (lagging) dan sebab (leading). c.
Dasar pemikiran yang digunakan adalah “What Gets Measured, Gets
Managed, Gets Done”. Artinya, apa yang diukur itulah apa yang dapat dikelola. C.
Dimensi Pengukuran Kinerja dengan Human Resource
Scorecard Kompetensi SDM adalah kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya. Kompetensi SDM menurut hasil kajian Perrin (1990) yaitu : 1)
Memiliki kemampuan komputer (Eksekutif Lini)
2)
Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi
3)
Memiliki
kemampuan
mengantisipasi
pengaruh
perubahan 4)
Memiliki kemampuan memberikan pendidikan tentang
SDM. Contoh sebagai berikut : 1) Berapa banyak SDM yang berkualitas sangat baik yang direkrut sebagai karyawan baru ? 2) Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk pelatihan bagi karyawan baru setiap tahunnya ? 3) Bagaimana proporsi balas jasanya (merit pay)? 4) Apakah ada perbedaan pemberian balas jasa terhadap karyawan berkinerja tinggi dan berkinerja rendah ? D.
Pengukuran Human Resource System Alignment Pengukuran ini menilai sejauhmana sistem SDM memenuhi kebutuhan
implementasi strategi perusahaan. Maka ketidaksejajaran internal tidak akan terjadi. Proses pengukuran kesejajaran (alignment) merupakan proses “Top Down” yang akan mengidentifikasikan Human Resource Scorecard dan sebaliknya akan menentukan elemen tertentu dari sistem SDM. E.
Human Resource Efficiency Human Resource Efficiency merupakan refleksi bagaimana fungsi SDM
dapat membantu perusahaan untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan dengan biaya yang efisien. Hal ini tidak berarti tanpa memperhatikan hasil atau outcome, tetapi lebih merefleksikan keseimbangan. a.
Pengukuran
efesiensi
inti
(core
efficiency)
yaitu
mengukur
pengeluaran SDM yang tidak memiliki kontribusi langsung dengan implementasi strategi perusahaan yang mencakup : 1)
Biaya keuntungan (benefit cost), dan
2) F.
Biaya kesejahteraan (worker compensation). Ciri-ciri
Pengukuran
Kinerja
dengan
Sistem
Balance
Scorecard a. Merupakan suatu aspek dari strategi perusahaan b. Menetapkan ukuran kinerja melalui mekanisme komunikasi antar tingkat manajemen. c. Mengevaluasi hasil kerja secara terus menerus guna memperbaiki pengukuran kinerja pada kesempatan selanjutnya. G.
Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi, Misi dan Strategi
Perusahaan Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para manajer dan karyawan untuk mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang dapat menerjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut, sebab mereka telah mengkomunikasikan tujuan dan targetnya kepada pegawai. Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu : costumer core measurement dan customer value prepositions.
Market Share : Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.