BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jadi, apabila suatu daerah tidak memiliki kemandirian maka daerah tersebut belum dikatakan daerah yang sempurna. Dalam pembuatan makalah ini, bertujuan agar pembaca dapat mengerti atau memahami pentingnya pelaksanaan otonomi daerah. Serta dapat menganalisis hubungan otonomi daerah dengan demokratisasi. B. Pokok Masalah
1. Mengapa otonomi daerah perlu diketahui/dipelajari? 2. Apa saja Arti Penting dari Otonomi daerah ? 3. Apa yang menjadi visi-visi otonomi daerah? 4. Bagaiamana Sejarah Otonomi daerah? 5. Bagaimana Prinsip Otonomi daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 ? 6. Apa hubungan Otonomi daerah dan Demokratisasi ? C. Metode Pembahasan
1. Menjelaskan pengertian otonomi daerah. 2. Membahas Arti penting Otonomi daerah 3. Membahas visi otonomi daerah. 4. Menceritakan sejarah otonomi daerah. 5. Menjelaskan Prinsip Otonomi daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 6. Memberikan penjelasan mengenai hubungan antar otonomi daerah dan demokratisasi.
1
BAB II PEMBAHASAN Otonomi Daerah 1. Arti Otonomi Daerah
Berbagai definisi tentang desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan pengertian yang mendasar tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi desentralisasi. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Jadi, otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut maka daerah apat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari luar. Desentralisasi didefinisikan United Nations (PBB) hanya menjelaskan proses kewenangan yang diserahkan pusat kepada daerah. Proses itu melalui dua cara yaitu dengan delegasi kepada pejabat-pejabat di daerah (deconcentration) atau dengan devolution kepada badan-badan otonomi daerah. 2. Arti Penting Otonomi Daerah – Desentralisasi
Ada beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia saat ini dirasakan sangat mendesak. 1. Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain di lalaikan. 2. Pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata. 3. Kesenjangan sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu daerah dengan daerah lain sangat terasa. Pembangunan fisik di satu daerah berkembang pesat sekali, sedangkan pembangunan di banyak daerah masih lamban dan bahkan terbengkalai. Sementara lain ada alasan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus memberikan
landasan
filosofis
bagi
penyelenggaraan
pemerintah
daerah
(desentralisasi) sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut (Jose Riwu Kaho, 2001,h.8):
2
1. Dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. 2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. 3. Dari
sudut
teknik
organisatoris
pemerintahan,
alasan
mengadakan
pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan pada daerah. 4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya. 5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung dapat membantu pembangunan tersebut. 3. Visi Otonomi Daerah
1. Politik Karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentalisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang respontif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik. 2. Ekonomi Otonomi daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan. Ekonomi didaerah, dan dipihak lain terbukanya peluang bagi pemerintahan daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. 3. Sosial dan budaya Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal
3
yang dipandang kondusif dalam menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan disekitarnya. 4. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia a) Warisan Kolonial Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undangundang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap,
stadsgemeente,
dan
groepmeneenschap
yang
semuanya
menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen). Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan. b) Masa Pendudukan Jepang Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayahwilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading. c) Masa Kemerdekaan 1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 Undang-undang
Nomor
1
Tahun
1945
menitikberatkan
pada
azas
dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian
4
daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni: a. Provinsi b. Kabupaten/kota besar c. Desa/kota kecil. UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan. 2. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada t anggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni: a. Propinsi b. Kabupaten/kota besar c. Desa/kota kecil d. Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. 3. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu: a. Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya b. Daerah swatantra tingkat II c. Daerah swatantra tingkat III. UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950. 4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
5
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja. 5. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni: a. Provinsi (tingkat I) b. Kabupaten (tingkat II) c. Kecamatan (tingkat III) Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan. 6. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi: a. Provinsi/ibu kota negara b. Kabupaten/kotamadya c. Kecamatan Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. 7. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut: a. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI. 6
b. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota. c. Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi. d. Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten. Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. 8. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas. 5. PrinsipOtonomi Daerah dalam UUD No.32 Tahun 2004 A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH PUSAT Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusatmenurut UU. NO. 32 Tahun 2004 Bab.IIIPasal 10 ayat 3 meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f.
agama.
B. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi menurut UU. NO. 32 Tahun 2004 Bab.IIIPasal 13 ayat 1 meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 7
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i.
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan
administrasi
penanaman
modal
termasuk
lintas
kabupaten/kota; o. penyelenggaraan
pelayanan
dasar
lainnya
yang
belum
dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan. C. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN / KOTA Urusan
wajib
yang
menjadi
kewenangan
pemerintahan
daerah
untuk
kabupaten/kota menurut UU. NO. 32 Tahun 2004 Bab.IIIPasal 14 a yat 1 meliputi : a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i.
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 8
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan. D. Prinsip Otonomi Daerah Bab I KetentuanUmumPasal 1 Ayat 7,8,9UU. NO. 32 Tahun2004 Menegaskan Prinsip-prinsip Otonomi Daerah a. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 ayat 7 UU. NO. 32 Tahun 2004 ) b. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. (Pasal 1 ayat 8 UU. NO. 32 Tahun 2004 ) c. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. (Pasal 1 ayat 9 UU. NO. 32 Tahun 2004 ) 6. Otonomi Daerah dan Demokratisasi Eksistensi kebijakan otonomi daerah kiranya sangat penting dipahami sebagai bagian dari agenda demikratisasi kehidupan bangsa. Dengan kata lain, keberadaan kebijakan otonomi daerah tidak boleh dipandang sebagai a final destination melainkan lebih sebagai mekanisme dalam menciptakan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Mawhood merumuskan tujuan utama dari kebijakan otonomi daerah sebagai uapaya untuk mewujudkan political equality, local accountability dan local responsiveness. Prasyarat yang harus untuk mencapai tujuan tersebut adalah pemerintahan daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal teritorial of power); memiliki pendapatan daerah sendiri (local own income); memiliki badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah, dan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat daerah melalui pemilu (local leader executive by election). 9
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi pernah diungkapkan oleh Muhammad Hatta, proklamator RI dalam suatu kesempatan. Memberikan otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya auto-aktiviet tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaikai nasibnya sendiri. Konsekuensi otonomi daerah dengan demokratisasi : 1. Otonomi daerah harus dipandang keutuhan sebagai instrumen desentralisasi dalam rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa. 2. Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi pemerintahan daerah (pemda), juga bukan otonomi bagi “daerah”.
10
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Pengertian 1. Otonomi daerah merupakan kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. 2. Desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Arti penting otonomi daerah : 1. Untuk terciptanya efisien – efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. 2. Sebagai sarana pendidikan politik 3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan. 4. Stabilitas politik 5. Kesetaraan politik Visi Otonomi Daerah : 1. Dalam Segi Politik 2. Ekonomi 3. Sosial Dan Budaya Sejarah otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam : 1. Warisan Kolonial 2. Masa Pendudukan Jepang 3. Masa Kemerdekaan a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 b. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 c. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 d. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 e. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 f. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 g. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Prinsip Otonomi daerah dalam UU No.32 Tahun 2004 1. Pembagian Urusan pemerintah pusat 2. Pembagian Urusan pemerintah provinsi 11
3. Pembagian Urusan pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota Otonomi daerah dan Demokratisasi 1. Otonomi daerah harus dipandang keutuhan sebagai instrumen desentralisasi dalam rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa. 2. Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi pemerintahan daerah (pemda), juga bukan otonomi bagi “daerah”.
12