BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat meletusnya perang delapan puluh tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-1648). Pada awalnya, perang antara Belanda dan Spanyol bersifat agama karena Belanda mayoritas beragama kristen protestan sedangkan orang Spanyol beragama kristen katolik. Perang tersebut kemudian menjadi perang ekonomi dan politik. Raja philip II dari Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal Belanda pada tahun 1585 selain karena faktor tesebut juga karena adanya petunjuk jalan ke Indonesia dari Jan Huygen Van Lischoten, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis dan pernah sampai di Indonesia.
Tujuan kedatangan belanda ke indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan keuntungan yang besar, belanda berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan menjajah. Untuk melancarkan usahanya, belanda menempuh beberapa cara seperti pembentukan VOC dan pembentukan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Pada awal abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun 1816, Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa "kedua" penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830. Terdapat ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Namun pada akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh Raffles serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya membawa dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai dengan paruh pertama abad ke-19, kebijakan selain bidang perekonomian, dalam bidang pendidikan juga tidak diabaikan oleh pemerintah Hindia-Belanda, tetapi itu hanya masih berupa rencana dari pada tindakan nyata. Dalam periode itu pemerintah harus melakukan penghematan anggaran, biaya untuk menumpas Perang Dipenogoro (1825-1830), dan untuk pelaksanaan Culturstelsel.
Dalam rangka usahanya menguasai Indonesia,Belanda secara licik menjalankan politik pecah belah,sehingga kerajaan-kerajaan yang saling bertentangan itu menjadi lemah.Kesempatan inilah digunakan oleh Belanda untuk menjajah Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kedatangan bangsa asing di nusantara?
2. Bagaimana sejarah kedatangan VOC?
3. Apa saja kegiatan VOC di Indonesia?
4. Mengapa VOC dibubarkan?
5. Bagaimana sejarah lahirnya pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia?
6. Bagaimana sistem pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia?
7. Apa saja Perlawanan Rakyat terhadap pemerintahan Hindia-Belanda?
8. Apa penyebab berakhirnya sistem pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kedatangan Hindia-Belanda di Indonesia
Bangsa belanda datang ke indonesia pertama kali pada tahun 1596. Rombongan bangsa belanda yang dipimpinoleh Cornelis de Houtman dan Pieter Keyzer ini membawa empat buah kapal. Setelah menempuh perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan Belanda diNusantara.. Kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis de Houtman. Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacobvan Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman, mereka berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga parapedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten.
Tujuan kedatangan belanda ke indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan keuntungan yang besar, belanda berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan menjajah.
2.2 Sejarah Kedatangan VOC di Indonesia
VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktifitas perdagangan di Asia.Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat.Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagiaan saham.Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja,tetapi badan dagang ini istimewa karena di dukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa.Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain.Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.VOC terdiri 6 bagian (kamers),yang terdapat di Amsterdam,Miiddelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoom dan Rotterdam.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama dari pembentukan VOC adalah sebagai berikut :
1. Menguasai pelabuhan penting.
2. Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
3. Melaksanakan monopoli perdagangan di Indonesia.
4. Mengatasi persaingan antara Belanda dengan pedagang Eropa lainnya
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
2.3 Kedatangan Cornelius de Houtman di Banten
CORNELIS de Houtman (lahir di Gouda, Belanda, 2 April 1565 – Tewas di Aceh, 1599), adalah seorang penjelajah Belanda yang menemukan jalur pelayaran dari Eropa ke Nusantara dan berhasil memulai perdagangan rempah-rempah bagi Belanda. Saat kedatangan de Houtman, Kerajaan Portugis telah lebih dahulu memonopoli jalur-jalur perdagangan di Nusantara. Meski ekspedisi de Houtman banyak memakan korban jiwa di pihaknya dan bisa dikatakan gagal, namun ekspedisi de Houtman yang pertama ini merupakan kemenangan simbolis bagi pihak Belanda karena sejak saat itu kapal-kapal lainnya mulai berlayar untuk berdagang ke Timur.
Awal perjalanan
Pada tahun 1592 Cornelis de Houtman dikirim oleh para saudagar Amsterdam ke Lisboa/Lisbon, Portugal untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai keberadaan "Kepulauan Rempah-Rempah". Pada saat de Houtman kembali ke Amsterdam, penjelajah Belanda lainnya, Jan Huygen van Linschoten juga kembali dari India. Setelah mendapatkan informasi, para saudagar tersebut menyimpulkan bahwa Banten merupakan tempat yang paling tepat untuk membeli rempah-rempah. Pada 1594, mereka mendirikan perseroan Compagnie van Verre (yang berarti "Perusahaan jarak jauh"), dan pada 2 April 1595 berangkatlah ekspedisi perseroan ini di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Tercatat ada empat buah kapal yang ikut dalam ekspedisi mencari "Kepulauan Rempah-rempah" ini yaitu: Amsterdam, Hollandia, Mauritius dan Duyfken.
Ekspedisi de Houtman sudah direcoki banyak masalah sejak awal. Penyakit sariawan merebak hanya beberapa minggu setelah pelayaran dimulai akibat kurangnya makanan. Pertengkaran di antara para kapten kapal dan para pedagang menyebabkan beberapa orang terbunuh atau dipenjara di atas kapal. Di Madagaskar, di mana sebuah perhentian sesaat direncanakan, masalah lebih lanjut menyebabkan kematian lagi, dan kapal-kapalnya bertahan di sana selama enam bulan. (Teluk di Madagaskar tempat mereka berhenti kini dikenal sebagai "Kuburan Belanda").
Tiba di Tanah Jawa
Pada 27 Juni 1596, ekspedisi de Houtman tiba di Banten. Hanya 249 orang yang tersisa dari pelayaran awal. Penerimaan penduduk awalnya bersahabat, tapi setelah beberapa perilaku kasar yang ditunjukkan awak kapal Belanda, Sultan Banten, bersama dengan orang-orang Portugis yang telah datang lebih dulu di Banten, mengusir rombongan "Wong Londo" ini.
Ekspedisi de Houtman berlanjut ke utara pantai Jawa. Namun kali ini, kapalnya takluk ke pembajak. Saat tiba di Madura perilaku buruk rombongan ini berujung ke salah pengertian dan kekerasan: seorang pangeran di Madura terbunuh sehingga beberapa awak kapal Belanda ditangkap dan ditahan sehingga de Houtman membayar denda untuk melepaskannya. Kapal-kapal tersebut lalu berlayar ke Bali, dan bertemu dengan raja Bali. Mereka akhirnya berhasil memperoleh beberapa pot merica pada 26 Februari 1597.
Saat dalam perjalanan pulang ke Belanda, mereka singgah di Kepulauan St. Helena, dekat Angola untuk mengisi persediaan air dan bahan-bahan lainnya. Kedatangan mereka ini dihadang oleh kapal-kapal Portugis yang merupakan pesaing mereka.
Akhirnya pada akhir 1597, tiga dari empat kapal ekspedisi ini kembali dengan selamat ke Belanda. Dari 249 awak, hanya 87 yang berhasil kembali.
Akibat dari ekspedisi de Houtman
Meski perjalanan ini bisa dibilang gagal, namun juga dapat dianggap sebagai kemenangan bagi Belanda. Pihak Belanda sejak saat itu mulai berani berlayar untuk berdagang ke Timur terutama di tanah Nusantara. Beberapa ekspedisi memang mengalami kegagalan, sementara lainnya sukses gilang-gemilang dengan keuntungan berlimpah-limpah dari total modal ekspedisi yang dikeluarkan.
Totalnya dalam rentang waktu antara 1598 dan 1601 ada 15 ekspedisi dikirim ke Nusantara, yang melibatkan 65 kapal. Sebelum Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) didirikan pada 1602, tercatat 12 perusahaan telah melakukan ekspedisi ke Nusantara dalam masa 7 tahun, yakni: Compagnie van Verre (Perusahaan dari Jauh), De Nieuwe Compagnie (Perusahaan Baru), De Oude Compagnie (Perusahaan Lama), De Nieuwe Brabantse Compagnie (Perusahaan Brabant Baru), De Verenigde Compagnie Amsterdam (Perhimpunan Perusahaan Amsterdam), De Magelaanse Compagnie (Perusahaan Magelan), De Rotterdamse Compagnie (Perusahaan Rotterdam), De Compagnie van De Moucheron (Perusahaan De Moucheron), De Delftse Vennootschap (Perseroan Delft), De Veerse Compagnie (Perusahaan De Veer), De Middelburgse Compagnie (Perusahaan Middelburg) dan De Verenigde Zeeuwse Compagnie (Perhimpunan Perusahaan Kota Zeeuw).
Kedatangan kapal-kapal inilah yang menjadi cikal bakal penjajahan Belanda atas tanah Nusantara. Tahun 1598, Cornelis de Houtman bersama saudaranya Frederick de Houtman diutus lagi ke tanah Nusantara di mana kali ini ekspedisinya merupakan ekspedisi dalam jumlah besar. Armada-armadanya telah dipersenjatai seperti kapal perang.
Pada 1599, dua buah kapal pimpinan de Houtman yang bernama de Leeuw dan de Leeuwin berlabuh di ibukota Kerajaan Aceh. Pada awalnya kedua kapal ini mendapat sambutan baik dari pihak Aceh karena darinya diharapkan akan dapat dibangun kerjasama perdagangan yang saling menguntungkan. Dengan kedatangan Belanda tersebut berarti Aceh akan dapat menjual hasil-hasil bumi, khususnya lada kepada Belanda.
Namun dalam perkembangannya, akibat adanya hasutan dari pihak Portugis yang telah lebih dahulu berdagang dengan Kerajaan Aceh, Sultan Aceh menjadi tidak senang dengan kehadiran Belanda dan memerintahkan untuk menyerang kapal-kapal mereka. Pemimpin penyerangan adalah Laksamana Keumala Hayati. Dalam penyerangan ini, Cornelis de Houtman dan beberapa anak buahnya tewas sementara Frederick de Houtman ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Frederick de Houtman mendekam dalam tahanan Kerajaan Aceh selama 2 tahun. Selama di penjara, ia menulis buku berupa kamus Melayu-Belanda yang merupakan kamus Melayu-Belanda pertama dan tertua di Nusantara.
2.4 Kegiatan-kegiatan VOC di Indonesia
Kegiatan VOC di Indonesia mulai diorganisasi dan dimonopoli perdagangan mulai diterapkan setelah ditetapkannya gubernur jendral yang pertama yaitu Pieter Both. Pieter Both menentukan pusat kedudukan VOC di Ambon. Pilihan itu didasari pertimbanagan bahwa dari ambon kegiatan untuk menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku akan lebih mudah dilakukan. Dalam perkembangannya Pieter Both memindahkan pusat kedudukan VOC ke Jayakarta dengan alasan lebih srategis dan akan lebih mudah menyingkirkan portugis yang berkedudukan di Malaka.
Sejak tanggal 31 Mei 1691,VOC memperoleh hak penuh atas Jayakarta, dan sejak itu Jayakarta berubah menjadi Batavia. Melalui Batavia VOC memperluas pengaruhnya ke berbagai wilayah di Indonesia. Perluasan pengaruh itu disertai penerapan monopoli perdagangan. Dengan kekuatan militer dan keahlian memecah belah,sejumlah wilayah tunduk pada pengaruh VOC. Untuk menjalankan monopoli perdagangan VOC membuat peraturan sebagai berikut :
Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen hak jual-beli hanya dimiliki VOC
Panen rempah-rempah harus di jual kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
Barang kebutuhan sehari-hari seperti peralatan rumah tangga,garam,dan kain harus dibeli dari VOC dengan harga yang ditentukan VOC.
Perluasan pengaruh VOC berlangsung setelah VOC berkedudukan di Batavia. Setelah menguasai Batavia,VOC menenamkan pengaruh politik di kerajaan Banten. Kemudian,VOC bergerak ke timur dan berhasil memperlemah kerajaan mataram di Jawa Tengah melalui perjanjian Giyanti dan perjanjian Salatiga. Sedangkan Makassar,VOC berhasil menenamkan pengaruh politiknya melalui perjanjian Bongaya.
Di Maluku,VOC menenamkan pengaruh politiknya melalui perjanjian dengan penguasa setempat. Dengan itu,VOC mengadakan perjanjian untuk saling membantu menghadang pengaruh Portugis. Dengan Ternate,VOC mengadakan perjanjian dalam rangka menanamkan pengaruhnya di Selat Barat,Luhu,Kambelo, dan Ludisi yang termasuk wilayah kekuasaan VOC.
2.5 Bubarnya VOC di Indonesia
Hampir 2 abad VOC mengalami kejayaan dan berkuasa mutlak di Indonesia (abad ke-17 dan ke-18) banyak keuntungan dari monopoli perdagangan rempah-rempah dan campur tangan secara politis di berbagai wilayah.
Pada akhir abad ke-18 organisasi ini mengalami kebangkrutan,dan tanggal 31 Desember 1799 VOC di bubarkan. Bangkrutnya VOC itu ditandai oleh buruknya kondisi keuangan serikat dagang tersebut. Dengan kas yang kosong dan utang yang menumpuk,VOC kemudian tidak dapat lagi menjalankan kegiatannya. Berikut ini faktor-faktor penyebab bangkrutnya VOC :
Para pegawai VOC banyak yang melakukan korupsi.
Banyak pegawai VOC yang tidak cakap sehingga pengendalian monopoli perdagangan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
VOC banyak menanggung utang akibat peperangan yang dilakukan baik dengan rakyat Indonesia maupun dengan Inggris.
Kemrosotan moral dikalangan para penguasa akibat sistem monopoli perdagangan.
Tidak berjalannya verplichte leveranti (penyerahan wajib) dan preanger stelsel (aturan pringan) yang di maksudkan untuk mengisi kas VOC yang kosong.
Banyak prajurit VOC yang mati akibat menghadapi perlawanan rakyat.
2.6 Lahirnya Pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia
Setelah Voc dibubarkan, Kaisar Prancis Napoleon Bonaperte mengangkat saudaranya untuk dijadikan raja di Belanda. Saudaranya tersebut bernama Louis Bonaperte. Atas kehendak Louis Bonaperte, diangkatlah Herman Willem Daendels sebagai gubernur jendral di Indonesia. Tugas-tugas Daendels sebagai gubernr di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, mengatur pemerintahan di Indonesia dan membereskan keuangan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Daendels mengambil kebijakan menyangkut bidang pertahanan, pemerintahan dan keuangan.
Tindakan Daendels menjual tanah-tanah negara kepada orang-orang partikelir (swasta) dianggap telah melanggar undang-undang. Oleh karena itu, pada tahun 181 Daendels ditarik ke Eropa oleh Napoleon. Alasan yang dikemukakan oleh Napoleon adalah Daendels akan diikut sertakan dalam penyerbuan ke Rusia pada tahun 1812. Daendels kemudian digantikan oleh jansens. Akan tetapi jansens belum sempat melaksanakan tugas-tugasnya, Belanda sudah dikalahkan oleh Inggris. Pada tanggal 18 September 1811, Belanda dan Inggris menyepakati suatu Perjanjian yang disebut Kapitulasi Tuntang.
2.7 Sistem Pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia
a. Sistem Pemerintahan Desentralisasi
Pemerintahan Hindia-Belanda berupaya menggunakan sistem pemerintahan desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya. Pada dasarnya pemerintahan desentralisasi hindia-Belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan diadakannya daerah-daerah yang memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki tanggung jawab dan berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu belanda memiliki kekuasaan yang sanagt luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah. Namun kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden, yaitu suatu dewan dimana warga eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi hatinya. Inilah yang mengawali terbentukany decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang pemerintah di daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda.
b. Birokrasi Pada Masa Pemerintah Hindia-Belanda
Sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara, baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial menyadari bahwa keberadaannya tidak selalu aman. untuk itu pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani, hal ini bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan. Terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan kolonial berlangsung, yaitu mulai diperkenalkannya sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche Bestuur) yang memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi modern yang puncaknya pada ratu Belanda dan sistem administrasi tradisional (inheemche Bestuur) masih dipertahankan oleh pemerintah kolonial.
Dalam struktur pemerintahan di nusantara, Belanda menempatkan Gubernur Jenderal yang dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di batavia, setingkat wilayah propinsi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten terdapat asisen residen dan pengawas (Controleur). keberadaan asisten residen diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan dari raa hanya ditunjukkan pada saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja. bupati tidak memiliki kekuasaan yang otonom lagi, akan tetapi selalu mendapat kontrol dari pengawas yang ditunjuk pemerintah pusat. perubahan birokrasi pemerintahan tersebut mendorong Belanda untuk mengadakan perubahan hak pemakaian tanah.
Struktur administrasi pemerintah kolonial belanda di indonesia sebagai berikut. gubernur jenderal memegang kekuasaan tertinggi sebagai wakil dari Ratu Belanda yang berkedudukan di propinsi. dikabupaten diperintah oleh gubernur, sub kabupaten oleh residen, dibawahnya ada asisten residen yang mengawasi para patih dan bupati, dibawahnya ada pengawas yang bertugas mengawasi wedana dan asisten wedana.
2.8 Berakhirnya Pemerintahaan Hindia-Belanda
Sejarah panjang masa berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda sebenarnya telah mulai muncul karena diberlakukannya Politik Etis . Dengan dilakukannya Politik Etis tersebut justru mengancam kedudukan pemerintahan Hindia Belanda karena Politik Etis dapat menghadirkan lahirnya golongan terpelajar. Golongan terpelajar inilah yang mempelopori lahirnya Pergerakan Nasional, gerakan-gerakan anti penjajahan banyak bermunculan pada masa ini. Dimulai dari masa pembentukan (1908-1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij, masa radikal/nonkooperasi (1920-1930) berdiri organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) serta pada masa moderat/kooperasi (1930-1942) berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan GAPI. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.
Pihak Hindia Belanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru untuk menanggapi perkembangan tersebut. Dalam masalah politik, gerakan anti penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa. Pemerintahan Hindia Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif dalam sejarahnya pada abad XX.
Tanda-tanda runtuhnya pemerintahan Hindia Belanda semakin menguat ketika berkobar Perang Dunia II di Eropa yang ditandai dengan penyerbuan Jerman atas Polandia pada tanggal 1 September 1939, kemudian Jerman yang pada saat itu dipimpin oleh Hitler menyerbu negeri Belanda pada tanggal 10 Mei 1940 yang menyebabkan pemerintah Belanda lari ke pengasingan ke London. Pada bulan September 1940, Pakta Tiga Pihak mengesahkan persekutuan Jepang-Jerman Italia. Prancis dikalahkan oleh Jerman pada bulan Juni 1940. Pada bulan September, pemerintah Prancis di Vichy yang bekerja sama dengan pihak Jerman memperbolehkan Jepang membangun pangkalan-pangkalan militer di Indo-Cina yang merupakan jajahan Prancis. Pada saat itu pemimpin-pemimpin Jepang mulai terang-terangan tentang "pembebasan" Indonesia. Di Den Haag sebelum jatuhnya negeri Belanda dan di Batavia sesudah itu, Jepang mendesak agar Belanda memperbolehkan memasuki Indonesia seperti mereka diperbolehkan di Indocina, tetapi perundingan-perundingan itu akhirnya mengalami kegagalan pada bulan Juni 1941 dan pada bulan Juli balatentara Jepang di Indocina diperkuat. Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Kini peperangan di Asia sudah diambang pintu. Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur dan pada akhirnya pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di Hawaii), Jepang menyerang basis perang Amerika Serikat di Pearl Harbour, mereka juga menyerang Hongkong, Filipina dan Malaysia yang dilakukan oleh kekuatan kedua yaitu sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki yang mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan atau Filipina dan Malaysia tersebut yang kemudian penyerangan itu akan dilanjutkan ke Jawa.
Karena penyerangan itu pulalah negeri Belanda mengikuti jejak sekutu-sekutunya menyatakan perang terhadap Jepang. Pada tanggal 10 Januari 1942 penyerbuan Jepang ke Indonesia dimulai. Pada tanggal 15 Februari, pangkalan Inggris di Singapura juga menyerah. Pada akhir bulan Februari tepatnya tanggal 27 Februari 1942 balatentara Jepang berhasil menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa. Tanggal 28 Februari 1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa Banten, Eretan Wetan dan Kragan dan segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati, Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di sana. Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan tentara Belanda.
Kemudian pada 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan oleh pihak Jepang. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure, seluruh wilayah bekas Hindia Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Dann pada saat itulah kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia berakhir.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596-1811,dan yang kedua kalinya pada tahun 1814-1904. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Dan untuk melancarkan usahanya, Belanda menempuh beberapa cara yaitu membentuk VOC pada tahun 1902 dan membentuk pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Setelah masa penjajahan itu usai, Belanda meninggalkan kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang sebagian masih di pakai oleh Indonesia.
Indonesia pada masa pemerintahan Hindia-Belanda abad XIX sudah mengalami berbagai pergantian Gubernur Jendral tetapi yang paling menyengsarakan rakyat yaitu pada masa Gubjen, Rafles, Daendels, Van den Bosch, dan van Hogendrop. Yang menerapkan system tanam paksa, penyerahan wajib hasil pertanian, penyewaan tanah kepada rakyat, penyewaan desa pada pihak swasta dan pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan.
3.2 Analisis
Indonesia pernah merasakan dijajah oleh negara lain, seperti Portugis dan Inggris. Akan tetapi penjajahan itu tidak begitu lama. Baru setelah itu bangsa Indonesia mulai dijajah kembali oleh bangsa barat yaitu Belanda yang kurang lebih selama 300 tahun lamanya. Pada awalnya Belanda hanya ingin melakukan perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Akan tetapi melihat kondisi Indonesia yang begitu kaya akan rempah-rempah VOC berniat melakukan monopoli perdagangan. VOC merupakan persatuan dari berbagai perseroan dan disahkan dengan suatu piagam yang memberi hak khusus untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan. Jadi pada saat pemerintahan Hindia-Belanda, masyarakat sangat tertindas karena adanya sistem tanam paksa dan kerja rodi dan pemerintahan yang hanya mengntungka pemerintahan Belanda, tidak memperhatikan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Kantaprawira, Rusadi, 1999, Sistem Poloitik Indonesia: Suatu Model Pengantar, Bandung, Sinar Baru Algensindo.
Budiardjo Miriam, 2010, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wardono, Agus, 2006, Sejarah, Klaten, Viva Pakarindo.
http://forum.viva.co.id/sejarah/792426-cornelis-de-houtman-pembuka-jalan-penjajahan-belanda-di-nusantara.html
MAKALAH
KEDATANGAN BELANDA DI BANTEN
(Cornelius de Houtman)
Disusun oleh :
Amalya Permaesuri
Kelas X iis -2
SMAN I PURWADADI
Tahun Pelajaran 2014/2015