BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika kita membicarakan tentang pendidikan, kita merasa bahwa
kita sedang membicarakan permasalahan yang kompleks dan sangat luas.
Mulai dari masalah peserta didik, pendidik/guru, manajemen pendidikan,
kurikulum, fasilitas, proses belajar mengajar, dan lain sebagainya.
Salah satu masalah yang banyak dihadapi dalam dunia pendidikan kita
adalah lemahnya kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di
sekolah. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan
kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa
untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk
memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Akibatnya banyak peserta didik yang ketika
lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka
miskin aplikasi.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan bahwa
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. (UU Sisdiknas, 2003).
Sesuai fungsi pendidikan nasional tersebut terletak juga
tanggung jawab guru untuk mampu mewujudkannya melalui pelaksanaan
proses pembelajaran yang mampu bermutu dan berkualitas. Salah satu
strategi yang dapat dipergunakan guru untuk memperbaiki mutu dan
kualitas proses pembelajaran adalah dengan menerapkan strategi
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
2. Bagaimana latar belakang Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
3. Bagaimana karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
4. Apa sajakah komponen Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
5. Bagaimana sintaks Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
6. Bagaimana perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan
tradisional?
7. Apa kelebihan dan kelemahan Contextual Teaching and Learning (CTL)?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Contextual Teaching and Learning (CTL)
2. Mengetahui latar belakang Contextual Teaching and Learning (CTL)
3. Mengetahui karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
4. Mengetahui komponen Contextual Teaching and Learning (CTL)
5. Mengetahui sintaks Contextual Teaching and Learning (CTL)
6. Mengetahui perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan
tradisional
7. Mengetahui kelebihan dan kelemahan Contextual Teaching and
Learning (CTL)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang
berarti "hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)". (KUBI,
2002 : 519). Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut, ada tiga hal yang harus kita pahami.
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses
mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan
saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi
materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya
mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan
tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran CTL siswa bukan hanya sekedar mendengarkan
dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara
langsung. Melalui pengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi
secara utuh yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja,
tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Selain itu, materi
pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian
dilupakan akan tetapi segala bekal mereka dalam mengarungi kehidupan
nyata.
B. Latar Belakang Contextual Teaching and Learning (CTL)
1. Latar belakang filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme
yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh
Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran
epistemology Giambatista Vico (Suparno, 1997). Vico mengungkapkan: "
Tuhan adalah pencipta alam smesta dan manusia adalah tuan dari
ciptaannya." Mengetahui menurut Vico berarti mengetahui bagaimana
membuat sesuatu. Artinya seseorang dikatakan mengetahui manakala ia
dapat menjelaskan unsure-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh
karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang
(subyek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subyek
yang mengamati. Selanjutnya teori filsafat konstruktivisme tentang
hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar bahwa
belajar bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses mengkonstruksi
pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil "pemberian"
dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi
yang dilakukan oleh setiap individu. Pengetahuan hasil dari
pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna bagi siswa
agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka
harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini
berkembang dari kerja Piaget, Vygotzky, teori-teori pemrosesan
informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori
Bruner (Slavin dalam Nur, 2002:8)
Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki
struktur kognitif yang kemudian dinamakan skemata. Skemata terbentuk
karena pengalaman. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema
yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru
(akomodasi). Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan
itu terbentuk dalam struktur kognitif anak sangat berpengaruh terhadap
beberapa model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran
kontekstual pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan
dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil
pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang
bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak
fungsional.
2. Latar Belakang Psikologis
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan
terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut
psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut
aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan
lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan
Stimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar
melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat,
motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya
adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri
seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata
merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah
adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa
demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat
dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk
berperilaku. Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka
terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam
konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:
1) Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi
pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena
itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula
pengetahuan yang mereka peroleh.
2) Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.
Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang
dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola
bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau
performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan
mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.
3) Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan
masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan
intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara
kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
4) Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara
bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar
tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan
siswa.
5) Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang
memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning).
C. Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
Terdapat enam karakteristik penting dalam proses pembelajaran
CTL, yaitu:
1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah
ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian
pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh
yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru ini diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami
dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain
tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan
tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehingga tampak perubahan
perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk
proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
6. Bekerjasama ( collaborating ) untuk membantu siswa bekerja secara
efektif dalam kelompok, membantu mereka untuk mengerti bagaimana
berkomunikasi/berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang
ditimbulkannya (Budiningsih.2005: 79).
D. Komponen Contextual Teaching and Learning (CTL)
Komponen-komponen dari CTL (Contextual Teaching and Learning) ada 7
,antara lain :
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (Constructivism) adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldawin
dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu
terbentuk bukan hannya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) adalah proses pembelajaran didasarkan pada
pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi
hasil dari proses menemukan sendiri. Dalam model inquiry dapat
dilakukan melalui beberapa langkah sistematis, yaitu :
a. Merumuskan masalah.
b. Mengajukan hipotesis.
c. Mengumpulkan data.
d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan.
e. Membuat kesimpulan.
3. Bertanya (Quesrioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingin tahuan setiap
individu. Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berpikir.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan
materi pelajaran.
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang diinginkan.
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri.
f. Menggali pemahaman siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama
dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam
lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh
dari hasil sharing dengan orang lain, antarteman atau antarkelompok;
yang sudah tahu memberi tahu kepada yang belum tahu atau yang pernah
memiliki pengalaman membagi pengalamannya kepada orang lain. Inilah
hakekat dari masyarakat belajar yaitu masyarakat yang saling membagi.
5. Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh
setiap siswa. Proses modeling tidak sebatas dari guru saja, akan
tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL
sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoristis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru
di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan
di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas,
atau pengalaman yang baru di terima. Melalui proses refleksi,
pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang
dimilikinya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang
dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan
belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang
autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.
Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada
proses belajar bukan kepada hasil belajar.
E. Sintaks Contextual Teaching and Learning (CTL)
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas adalah
sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6 . Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
F. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
1. Pendekatan Kontekstual
Menyandarkan pada pemahaman makna.
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang
disimulasikan.
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali,
berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan
pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri yang bersifat
subyektif.
Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut
merugikan.
Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.
Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
2. Pendekatan Tradisional
Menyandarkan pada hafalan.
Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar
pada realitas kehidupan.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya
diperlukan.
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk
mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan
(kerja individual).
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan
hukuman.
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.
G. Kelebihan dan Kelemahan Contextual Teaching and Learning (CTL)
1. Kelebihan dari model pembelajaran CTL :
a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai
dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif
dalam PBM.
b. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,
memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih
kreatif
c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan
oleh guru.
e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun
kelompok.
2. Kelemahan dari model pembelajaran CTL :
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada
kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya
berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi
pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama
b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas
antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki
kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri
bagi siswa yang kurang kemampuannya
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL
ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan,
karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari
keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti
setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang
tertinggal dan mengalami kesulitan.
e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL
ini.
f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki
kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya
dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih
mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan
tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini
peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih
menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi,
mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di
lapangan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas maka dapat
disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang
menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia
kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari.
2.Terdapat enam karakteristik penting dalam proses pembelajaran CTL,
yaitu: pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activing knowledge), pembelajaran yang kontekstual adalah
belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru
(acquiring knowledge), pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge), melakukan refleksi (reflecting knowledge),dan
bekerjasama ( collaborating ).
3. Komponen-komponen dari CTL (Contextual Teaching and Learning) ada 7
,antara lain: konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry),
bertanya (Quesrioning), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), penilaian nyata
(Authentic Assessment).
4. Langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas adalah sebagai berikut :
membangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan barunya. Kemudian melaksanakan sejauh
mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic dan kembangkan sifat ingin
tahu siswa dengan bertanya, ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam
kelompok-kelompok) lalu hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan dan penilaian yang sebenarnya
dengan berbagai cara.
5. Perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional
secara umum yaitu pendekatan kontekstual lebih menekankan pada
pemahaman makna, hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian
autentik.Sedangkan pendekatan tradisional menyandarkan pada hafalan,
hasil belajar diukur melalui test/ujian saja.
6. Kelebihan pendekatan CTL secara umum yaitu pembelajaran menjadi
lebih bermakna , riil , lebih produktif serta siswa dituntut berfikir
kritis dan kreatif. Sedangkan kelemahannya yaitu kurang efisien karena
membutuhkan waktu yang lama serta peran guru tidak terlalu penting
lagi .
B. Saran
Dari makalah yang telah di buat, penulis dapat memberikan saran
sebagai berikut:
1. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya memperhatikan metode,
strategi, dan model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa mudah
memahami pelajaran/materi yang disampaikan.
2. Tidak hanya guru yang aktif dalam pembelajaran, namun siswa juga
harus aktif dalam mencari pengetahuan melalui pengalaman siswa itu
sendiri serta penerapan pada keterampilan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, C. Asri, DR. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta
Paul,Suparno.1997.Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
Yogyakarta:Kanisius
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta :Kencana
http://gakuseishinsetsu.wordpress.com/2013/03/31/model-pembelajaran-
konstektual/
//PDRTJS_settings_1036222_post_228={"id":1036222,"unique_id":"wp-post-
228 ,"title":"Model Pembelajaran Konstektual","permalink"