Makalah BIOFILM- MK BIOTEKNOLOGI Page 25
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Berkembangnya bioteknologi ini tidak lepas dari peranan mikroba. Mikroba merupakan organisme yang berukuran kecil yang tidak kasat mata Mikroba sering disebut jasad renik karena ukurannya yang kecil (kurang dari 0,1 mm), sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, umumnya hanya dapat dilihat dengan alat pembesar atau mikroskop, ada mikroba yang berukuran besar sehingga dapat dilihat tanpa alat pembesar, pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Adapun berbagai macam mikroba antara lain jamur mikroskopis, protozoa, bakteri, dan virus.
Berbicara mengenai biofilm seharusnya tidak asing lagi bagi kita semua. Biofilm terdapat di sekitar kita, baik dalam tubuh kita maupun dilingkungan sekitar kita. Biofilm merupakan kumpulan mikroorganisme yang terus tumbuh di sebuah permukaan. Contoh sederhana adalah karang yang tumbuh pada gigi kita merupakan salah satu bentuk biofilm. Biofilm adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu lingkungan kehidupan yang khusus dari sekelompok mikroorganisme, yang melekat ke suatu permukaan padat dalam lingkungan perairan. Hal ini membentuk mikro lingkungan dimana mikroorganisme dalam biofilm berbeda secara struktural maupun fungsional dengan yang hidup bebas (planktonik).
Biofilm memberi dampak kepada berbagai kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu penelitian mengenai biofilm menjadi penting. Biofilm dapat tumbuh di berbagai permukaan, termasuk batu dan air, gigi, makanan, pipa, alat-alat medis dan jaringan implant. Walaupun biofilm biasanya mengakibatkan kerugian seperti infeksi, adakalanya biofilm juga menguntungkan. Contohnya, biofilm dapat untuk memurnikan air dengan cara menguraikan senyawa-senyawa berbahaya dalam perairan. Sedangkan efek negatif biofilm diantaranya adalah kontaminasi air, makanan, gangguan terhadap alat pendistribusian panas, dan kontaminasi peralatan medis serta jaringan implant seperti infeksi jantung buatan. Dampak ini sudah menjadi perhatian banyak peneliti dari negara-negara maju seperti Amerika, Australia, Inggris terutama bidang-bidang terkait dengan mikrobiologi untuk menggali proses terjadinya biofilm, keanekaragaman spesies, faktor-faktor pemacu, akibat dan pengendalian biofilm.
Masalahnya sekarang seberapa jauh para peneliti menyadari fakta tentang biofilm sehingga akan dapat memfokuskan penelitian-penelitian terutama mikrobiologi dengan merujuk kepada fakta yang sudah ada tentang biofilm. Karena akan dapat dikacaukan oleh banyak penelitian selama ini yang berdasarkan kepada sel mikroorganisme yang planktonik terutama yang bertujuan untuk pengendalian serta pemanfaatan. Sedangkan bentuk kehidupan yang dominan dari mikroba di alam adalah dalam bentuk biofilm (lebih dari 90%). Selain itu biofilm mempunyai keunggulan dibandingkan sel planktonik dimana dia lebih tahan terhadap bahan antimikroba, temperatur, pH dan lainnya sampai beberapa ribu kali. Maka akan sangat efektif bila pengendalian dan pemanfaatan mikroba dilakukan terhadap mikro lingkungan biofilm ini. Dalam bidang bioteknologi, peranan biofilm sangat penting, sebab adanya biofilm ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari rekayasa bioteknologi.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas lebih jauh pengertian biofilm, proses pembentukannya pembentukan, peranannya dalam kehidupan manusia dan lingkungan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dikemukakan beberapa masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini, yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimanakah konsep dasar biofilm?
2. Bagaimanakah proses terbentuknya biofilm?
3. Apakah penyusun dari biofilm?
4. Apakah manfaat dan pengaplikasian dalam bioteknologi dari biofilm?
5. Apakah dampak yang ditimbulkan dari biofilm?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan tulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsep dasar biofilm.
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya biofilm.
3. Untuk mengetahui penyusun dari biofilm.
4. Untuk mengetahui manfaat dari pengaplikasian biofilm di bidang bioteknologi.
5. Untuk mengetahui dampak-dampak yang di timbulkan dari biofilm.
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan menggunakan metode telaah pustaka. Dimana kami mencari berbagai pustaka yang berhubungan dengan materi yang dikaji dan menganalisisnya untuk dijadikan bahan dalam pembuatan makalah ini. selain pustaka, kami juga mencari data melalui internet guna memperkaya bahan dalam pembuatan makalah ini.
1.5 Manfaat Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut.
Sebagai bahan diskusi dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan biofilm.
Untuk mengenal lebih lanjut dan mendalam mengenai biofilm sehingga ke depan dapat diaplikasikan dalam bioteknologi secara sederhana.
Dapat dijadikan pengetahuan tambahan dalam upaya menjadi calon guru yang professional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Biofilm
Gambar 2.1. Biofilm (secara mikroskopis)0 Bakteri yang hidup bebas (planktonik) dalam perairan di alam akan cenderung untuk melekat ( sesil ) ke berbagai macam permukaan baik abiotik maupun biotik. Pelekatan ini didukung berbagai faktor diantaranya oleh matrik ekstrasellular. Di alam, bakteri yang melekat ini jumlahnya jauh lebih besar dari yang hidup bebas (Costerton, 1995). Walaupun banyak bakteri dapat hidup dengan bebas di alam, yang sering disebut dengan istilah planktonik, tetapi terdapat pula bakteri melekat pada suatu permukaan dengan memproduksi substansi ekstraseluler polisakarida (Dearcon, 1997). Bakteri yang melekat ini akan membentuk mikro koloni, yang akan mengatur perkembangan membentuk biofilm. Pada awalnya mungkin hanya tersusun satu tipe bakteri saja, tetapi seiring perkembangannya akan tersusun beberapa tipe bakteri yang hidup dalam komunitas yang kompleks. Faktanya hampir pada setiap permukaan yang terpapar cairan dan nutrien akan ditumbuhi mikroorganisme. Contoh umum dari biofilm adalah pada gigi kita. yang mengatur perkembangan lubang gigi (dental caries) ketika bakteri seperti Streptococcus mutans menguraikan senyawa gula menjadi asam-asam organik. Biofilm juga ditemukan pada zat padat. Biofilm ditemukan pada permukaan tangki air, pipa, alat pembedahan, dimana bakteri melekat kuat. Disinfektan tidak mampu dengan mudah menembus matriks polisakarida (Dearcon, 1997).
Gambar 2.1. Biofilm (secara mikroskopis)
0
Biofilm adalah lapisan yang merupakan koloni dari konsorsium mikroba yang menempel dan menutupi suatu permukaan benda padat di lingkungan berair. Para ahli mikrobiologi memperkirakan bahwa biofilm adalah cara hidup mikroorganisme yang dominan dibandingkan dengan cara hidup melayang-layang di dalam cairan atau planktonis (Helianti, 2007). Turner (2006) menjelaskan bahwa biofilm merupakan sebuah struktur komunitas dari bakteri, algae atau jenis sel lainnya yang menghasilkan matriks polimerik dan melekat pada permukaan. Bakteri kebanyakan hidup sesil (pada suatu permukaan), membentuk komunitas kehidupan jika memungkinkan, yang dapat memberikan keuntungan lebih dibanding hidup secara planktonik. Secara fisik, keberadaan biofilm dapat dicirikan sebagai berikut (Bukhari, 2006)
Jarak ketebalan dari beberapa mikron sampai lebih dari 1000 mikron.
Permukaan tidak rata (kasar)
Spesies heterogen
Tersusun dari dua bagian, yaitu dasar biofilm dan permukaan biofilm.
Jamilah (2003) menjelaskan bahwa biofilm merupakan sebuah kumpulan yang kompleks dari mikroorganisme (bakteri) yang melekat pada substrat padat. Biofilm biasanya ditandai dengan struktur yang beranekaragam, keberagaman genetik, interaksi komunitas yang kompleks, dan matriks ektraselulernya berupa substansi polimerik.
Biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan sehingga berada dalam keadaan diam (sesil), tidah mudah lepas atau berpindah tempat (irreversible). Pelekatan ini seperti pada bakteri disertai oleh penumpukan bahan-bahan organik yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Matrik ini berupa struktur benang-benang bersilang satu sama lain yang dapat berupa perekat bagi biofilm.
Biofilm terbentuk khususnya secara cepat dalam sistem yang mengalir dimana suplai nutrisi tersedia secara teratur bagi bakteri. Pertumbuhan bakteri secara ekstensif disertai oleh sejumlah besar polimer ekstraseluller, menyebabkan pembentukan lapisan berlendir (biofilm) yang dapat dilihat dengan kasat mata pada permukaan baik biotik seperti daun dan batang tumbuhan air, kulit hewan-hewan air maupun abiotik seperti batu-batuan, bagian bawah galangan kapal serta pada tempat lainnya.
Walaupun banyak bakteri dapat tumbuh pada keadaan bebas (free-living) atau planktonik, secara umum bakteri melekat ke suatu permukaan dengan menghasilkan polisakarida ekstra seluller (EPS) atau pada beberapa kasus dengan menggunakan holdfast. Pelekatan ini menghasilkan mikro koloni, sebagai awal perkembangan biofilm yang dimulai dari satu sel tapi sering berkembang menjadi beberapa bakteri membentuk multilayers dengan matrik yang hidup pada komunitas komplek. Dalam kenyataannya, hampir semua permukaan berhubungan dengan cairan dan nutrisi akan dikoloni oleh mikroorganisme.
Contoh klasik dari biofilm adalah yang terdapat pada gigi, mengawali pembentukan gigi berlubang (dental caries) bilamana bakteri seperti Streptococcus mutan memecah gula menjadi asam-asam organik. Untuk dapat melihat biofilm lebih dekat dapat dilakukan dengan cara tidak membersihkan pipa kamar mandi seminggu atau pada bebatuan pada aliran sungai di pegunungan. Biofilm juga biasa ditemukan pada badan kapal, peralatan medis, kontak lensa (contact lenses), pipa pada industri minyak, serta saluran-saluran yang tersumbat. Selain itu, biofilm juga ditemukan di tempat-tempat (lingkungan) yang ekstrim, seperti di daerah kutub, lingkungan dengan kadar garam yang sangat tinggi, daerah beracun atau kotor, sumber air panas serta di daerah dengan kadar asam yang tinggi.
2.2 Proses Terbentuknya Biofilm
Bakteri di habitat alamiah umumnya dapat hidup dalam dua lingkungan fisik yang berbeda:
Keadaan planktonik, berfungsi secara individu dan
Keadaan diam (sesil) dimana dia melekat ke suatu permukaan membentuk biofilm dan berfungsi sebagai komunitas yang bekerjasama dengan erat.
Kepadatan populasi yang rendah adalah karakteristik umum dari komunitas planktonik pada ekosistem mikroba di alam. Keadaan oligotropik dari ekosistem ini mendapatkan ketidakcukupan masukan nutrisi untuk mendukung aktivitas mikroba. Jika kepadatan populasi rendah, kompetisi antara bakteri secara individu untuk tempat, oksigen, serta faktor-faktor pembatas lainnya hanya sedikit. Pada keadaan planktonik, kesempatan bagi induvidu untuk terpisah dari komunitas, khususnya oleh arus dalam medium berair, relatif lebih besar. Hal ini juga dialami oleh bakteri yang motil, termasuk respon kemotatis yang sesuai dengan gradien nutrisi.
Pada medium air, bakteri oligotropik tumbuh secara aktif walaupun lambat, diantaranya tidak dapat mengambil makanan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan lalu hanya bertahan pada keadaan kekurangan nutrisi. Keadaan ini memberikan beberapa kesimpulan adanya kemampuan bakteri untuk bertahan (revert) dalam keadaan diam (sesil). Seringkali kekurangan nutrisi disertai oleh mengecilnya ukuran dan respirasi endogenous, peningkatan hidrofobisitas permukaan sel dan meningkatkan pelekatan. Faktor ini membuat bakteri cenderung melekat ke permukaan padat, dimana kesempatan untuk mendapatkan nutrisi lebih tinggi.
Secara sederhana, siklus hidup bakteri biofilm dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama-tama terjadi penyisipan dari bakteri plaktonik pada suatu permukaan atau dari perpindahan atau pembelahan sel untuk menutupi suatu permukaan yang kosong. Selanjutnya bakteri ini akan memproduksi kelompok senyawa polisakarida yaitu substansi polimerik ekstraseluler (EPS) untuk perlekatan sel pada permukaan. Tahap selanjutnya adalah terjadi penambahan secara terus produksi substansi polimertik estraseluler (EPS). Selanjutnya sel bakteri akan melakukan pembelahan (reproduksi) guna memperbanyak jumlah dan mempertebal komposisi biofilm. Tahap terakhir adalah beberapa bakteri akan melakukan perpindahan untuk membentuk biofilm yang baru, sehingga lama-kelamaan jumlah biofilm akan semakan banyak dan membesar.
Proses terbentuknya biofilm dibagi menjadi 5 tahap (Maier,2009) :
Tahap pelekatan awal : pada tahap ini mikroba meleket pada permukaan benda padat dengan perantara fili (rambut halus). Contoh bakteri yang dapat melekat dan membentuk koloni adalah Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif dengan molekul sinyal utama homoserin lakton. Pelekatan awal ini disebabkan oleh hydrophobik (tidak larut air,larut diminyak) dan elektrostatik(medan listrik statik).
Tahap pelekatan permanen : mikroba semakin menempel dengan diprakarsai oleh matriks polimer ekstraseluler dengan bantuan eksopolisakarida (EPS). Contoh : pada tahap 2 P.aeruginosa akan berubah menjadi fase flagella.
Maturasi I : Terjadi penarikan pada bakteri lain membentuk polisakarida ekstraseluler dan sel bakteri terus tumbuh dan berkembang. Pada tahap ini ketebalan biofilm lebih dari 10 µm. Contoh : pada bakteri P.aeruginosa akan berubah menjadi Type IV pili flagella.
Maturasi II : Pada tahap ini ketebalan biofilm mencapai 100 mm. Bakteri yang terakumulasi membentuk beberapa lapisan. Bakteri yang ada dilapisan dalam akan lebih terlebih terlindungi dari pada bakteri yang berada pada lapisan luar. Koloni ini akan membentuk nutriennya sendiri, karena bakteri yang mati dapat menjadi nutrien bagi yang hidup.
Dispersi : Pada tahap ini biofilm yang sudah terbentuk dapat mengalami pelepasan sel secara erosi atau sloghing. Erosi terjadi secara berkala karena geseran dari cairan yang mengalir. Sloughing adalah pelepasan banyak sel yang terjadi secara acak karena adanya perubahan dalam medium pertumbuhan.
Beberapa sel pada populasi yang berbeda dari bakteri planktonik menempel ke berbagai macam permukaan. Pada medium cair yang mengalir, bakteri yang melekat memperoleh akses ke sumber nutrien yang berkelanjutan yang dibawa oleh aliran medium. Di laboratorium ditemukan bakteri yang kekurangan nutrien, setelah melekat ke permukaan, tumbuh menjadi ukuran yang normal kemudian memulai reproduksi sel. Pelekatan kontinyu dan pertumbuhan mendukung pembentukan biofilm.
Biofilm terbentuk ketika mikroba perintis mulai menempel pada suatu permukaan benda padat (plastik, bebatuan dan lain-lain) di lingkungan berair. Mikroba ini dapat berupa spesies tunggal atau bermacam spesies yang kemudian menghasilkan zat polimer yang kental dan lengket-seperti lem- ke luar sel. Inilah yang membuat mereka dapat menempel kuat pada permukaan benda padat dan saling merekatkan diri satu sama lain. Polimer yang lengket ini biasanya terdiri dari kelompok senyawa polisakarida. Polisakarida ini tidak hanya berguna untuk menempel pada suatu permukaan, tetapi juga dapat menjerat sekaligus mengkonsentrasikan zat makanan yang terkandung dalam air yang mengelilingi permukaan biofilm. Polisakarida ini juga melindungi sel mikroba dari toksik yang dapat membunuh mikroba biofilm. Karena itu dengan membuat biofilm, mikroba menjadi lebih bisa bertahan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan dari pada hidup secara planktonis. Kumpulan bakteri ini ibarat membangun masyarakat sebuah kota yang tangguh dimana kebutuhan hidup mikroba tersebut seperti energi, zat gizi, dan pertahanan tercukupi dengan saling tergantung satu sama lain. Mereka hidup saling menempel dengan tingkat kepadatan yang tinggi dan mobilitas individu yang hampir tidak ada.
Pertumbuhan biofilm ini bergantung pada substansi matriks bahan yang digunakan. Matriks bahan yang digunakan ini akan menyediakan aseptor elektron bagi mikroba untuk proses oksidasi dalam upaya menghasilkan energi. Selain itu, pembentukan biofilm ini bergantung pada keragaman/variasi jenis mikroba yang tumbuh. Biofilm dapat dibentuk dari satu jenis mikroba saja, namun secara alami hampir semua jenis biofilm terdiri dari campuran berbagai jenis mikroba. Sebagai contoh fungi, algae, yeast (ragi), amoeba, bakteri dan jenis mikroba lainnya. Semakin beragam mikroba yang tumbuh, maka biofilm yang terbentuk akan semakin cepat dan kompetitif. Bagi bakteri yang bersifat aerob akan tumbuh di bagian luar, sedangkan bakteri yang bisa tumbuh secara anaerob akan berada di lapisan bagian dalam. Semakin beragam bakteri, maka interaksi antara bakteri semakin kompleks. Demikian halnya jenis mikroba yang lain.
Biofilm akan terbentuk pada permukaan yang lembab, hal ini disebabkan mikroba dapat bertahan hidup jika mikroba tersebut mendapatkan kelembaban yang cukup. Pada prosesnya biofilm mengekskresikan suatu bahan yang licin (berlendir) pada sebuah permukaan, kemudian akan menempel dengan baik di permukaan tersebut jika keadaan minimum bakteri tersebut terpenuhi. Beberapa lokasi yang dapat dijadikan tempat hidup biofilm meliputi material alami di atas dan di bawah tanah, besi, plastik dan jaringan sel. Selama kita dapat menemukan kombinasi nutrien, air dan sebuah permukaan yang tidak mengandung senyawa beracun, disana sangat mungkin bisa temukan biofilm.
Biofilm menjaga kesatuan bentuknya dengan saling berikatan satu sama lain pada rantai molekul gula yang disebut sebagai EPS atau extracellular polymeri substance, yaitu terbentuknya polimer antar biofilm, sehingga kemungkinan untuk terlepas menjadi sulit. Karena dengan mengekskresikan EPS ini, masing-masing biofilm sangat mungkin saling mendukung untuk berkembang dalam dimensi yang kompleks dan sangat erat (utuh). Matriks yang terbentuk dengan EPS ini akan melindungi sel dan memudahkan komunikasi antar sel melalui pertukaran senyawa biokimia. Beberapa biofilm berada dalam fase cair, dimana keadaan tersebut membantu sel dalam mendistribusikan zat yang dibutuhkan dan memberi sinyal molekul pada sel. Matriks ini cukup kuat, oleh sebab itu pada kondisi-kondisi tertentu, biofilm dapat berwujud padat. Masing-masing lapisan dalam biofilm akan mempunyai ketebalan yang berbeda, hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya dan perkembangan biofilm adalah terdapat empat faktor penting, yaitu:
Material pada permukaan
Material pada permukaan memiliki efek yang sedikit atau bahkan tidak ada terhadap perkembangan biofilm. Mikroba akan dapat menempel pada suatu permukaan yang mengandung nutrient. Mikroba dapat menempel pada staenless steel atau pada permukaan plastik dengan daya yang hampir sama.
Areal Permukaan
Areal permukaan merupakan satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan biofilm.
Permukaan yang licin
Walaupun permukaan yang licin dapat menghambat pertumbuhan awal dari penyisipan bakteri, kelicinan tidak mempunyai efek yang sangat signifikan terhadap jumlah total biofilm pada suatu permukaan setelah beberapa hari.
Kecepatan aliran
Aliran yang tinggi tidak akan dapat mencegah penyisipan bakteri, tidak akan mampu menghilangkan biofilm secara keseluruhan, tetapi ketebalan biofilm akan mengalami keterbatasan.
Ketersediaan nutrisi
Sama halnya dengan makhluk hidup yang lainnya, bakteri juga memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Ketersediaan nutrisi merupakan faktor pembatas dari pertumbuhan bakteri. Biofilm yang terdapat pada daerah yang memiliki aliran (misalnya sungai atau sistem pipa), nutrisi akan diperoleh dari aliran tersebut.
2.3 Penyusun Biofilm
Secara kimia, biofilm tersusun atas polimerik ekstra seluler (EPS). EPS ini terdiri dari sebagian besar hidroksil dan kelompok karboksilat (OH-, COO-). EPS sangat penting bagi kehidupan biofilm. EPS dapat menyediakan makanan bagi biofilm, terlibat dalam mekanisme pertahanan inang, dan membantu dalam agregasi dan pelekatan permukaan. Perlindungan EPS menyebabkan biofilm untuk bertahan pada kondisi dimana sel planktonik sudah tidak mampu bertahan hidup.
Biofilm tersusun atas mikroba dan EPS (extracellular polymer substance) yang terdiri atas 50 – 90% dari total karbon organik dari biofilm itu sendiri dan dapat dinyatakan sebagai materi utama dari biofilm. EPS dapat berupa senyawa kimia utamanya polisakarida. Polisakarida yang ada bersifat netral atau disebut polyanionik khususnya EPS pada bakteri gram negatif. Kehadiran asam uronat (seperti D-Glukoronat, D-Galaktonat, Asam Manuronat) atau keton yang terikat pada piruvat, membentuk bagian anionik. Bagian ini merupakan bagian yang penting karena merupakan jalur asosiasi dari ion-ion seperti kalsium, magnesium, yang terlihat melintas berikatan dengan polimer dan menyediakan ikatan yang kuat yang terbentuk pada biofilm. Pada bakteri gram positif, seperti staphylococcus, komposisi kimia dari EPS terlihat cukup berbeda utamanya pada ion kation. Hal ini dilihat dari kondisi endapan koagulasi bakteri terdiri dari asam teichioc yang tercampur pada protein dalam kadar yang rendah.
EPS memiliki daya hidrasi yang tinggi karena dapat mengabsorbsi air dalam jumlah yang besar kedalam struktur ikatan hidrogen. EPS sebagian besar hidropobik, meskipun banyak tipe EPS dapat berupa hidropobik dan hidrofilik. EPS juga tergantung pada kondisi kelarutannya. Ada dua bagian penting dari EPS sebagai efek penanda pada biofilm. Pertama, komposisi dan struktur dari polisakarida mengindikasikan konformasi utama mereka. Sebagai contoh, beberapa bakteri EPS memiliki ikatan 1,3-β-heksosa atau 1,4-β-heksosa residu dan cenderung untuk lebih kaku, lebih sedikit deformabel, dan pada kasus-kasus tertentu sulit terlarut atau tidak dapat larut. Molekul EPS lain mungkin lebih mudah terlarut dalam air. Kedua, EPS dari biofilm secara umum tidak sama tergantung kondisi dari bakteri itu sendiri. Ikatan khusus dari lektin pada gula sederhana digunakan untuk menguji perkembangan bakteri biofilm pada organisme berbeda. Penelitian menunjukan bahwa organisme berbeda menunjukan produksi EPS yang berbeda pula serta jumlah EPS dapat meningkatkan umur biofilm itu sendiri. EPS dapat berasosiasi dengan ion metal, kation divalent dan makro melekul yang lain (seperti protein, DNA, dan lemak). Produksi EPS diketahui berasal dari kondisi nutrient pada medium pertumbuhan; ditemukannya karbon, nitrogen, potasium atau pospat dapat menghambat sintesis EPS. Perlambatan pertumbuhan bakteri juga mengubah produksi EPS. Karena EPS sifatnya yang sangat hidraktif, maka kondisi kekeringan dapat dicegah pada biofilm alami. EPS juga berkontribusi pada bagian resistensi antimikroba biofilm yang merintangi tranportasi utama dari antibiotik pada biofilm, biasanya dengan ikatan langsung pada agen pembawa.
Gambar Matriks yang terbentuk dari bakteri dan Struktur Kimia EPS
Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan permukaan yang ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor yang meliputi kelembaban permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller (exopolimer) yang terdiri dari polisakarida, faktor-faktor fisikokimia seperti interaksi muatan permukaan dan bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan tegangan permukaan serta pengkondisian permukaan. Artinya terbentuknya biofilm adalah karena adanya daya tarik antara kedua permukaan (psikokimia) dan adanya alat yang menjembatani pelekatan (matriks eksopolisakarida).
Biofilm adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan sel. Berdasarkan studi invitro, biofilm dapat menghindari serangan pertahanan inang. Sebagai contoh adalah sel fagosit sulit untuk menelan bakteri dalam bentuk biofilm. Biofilm juga lebih resisten dibandingkan dengan sel planktonik terhadap agen antibakteri. Contohnya khlorinasi biofilm sering tidak berhasil sebab biosidal hanya membunuh bakteri pada lapisan luar biofilm, sedangkan bakteri bagian dalam tetap hidup dan biofilm dapat berkembang. Penggunaan ulang agen antibakteri diantara biofilm meningkatkan resistensinya terhadap biosida.
Sel bakteri pada permukaan biofilm berbeda dari sel dengan matrik biofilm. Sifat sel yang terselubung dalam matrik dapat berubah sejalan dengan perubahan ketebalannya. Sel permukaan cenderung untuk sel permulaan biofilm muda yang aktif secara metabolisme. Sel permukaan membelah dan meningkatkan ketebalan biofilm. Oksigen yang tersedia bagi sel dalam matrik lebih sedikit oleh sebab itu mereka lebih kecil dan tumbuh dengan lambat. Bakteri akan menjadi sedikit dorman, dan menjadi aktif bila lapisan luarnya dibunuh.
Infeksi mikroba dapat terbentuk pada biomaterial yang secara total berada dalam tubuh manusia atau sebagian terbuka ke luar. Spesies E.coli, Staphylococci dan Pseudomonas diantaranya adalah penginvansi yang umum. Banyak bagian gastrointestinal (rongga pencernaan) manusia dan hewan dikoloni oleh kelompok spesifik bakteri (mikrobiota normal) memberi kesempatan terhadap biofilm alami yang memberikan sejumlah proteksi terhadap spesies patogenik. Penggunaan alat-alat prostetik dengan memasukkan ke tubuh manusia sering menyebabkan pembentukan biofilm pada permukaan alat-alat tersebut oleh Stahylococcus epidermidis, Stahylococci koagulase negatif yang lain dan bakteri Gram negatif penghuni normal kulit ini memiliki derajat pelekatan yang tinggi ke alat prostetik. Bakteri dalam biofilm terlindung dari antibiotik yang memacu biofilm secara kontinyu menyebarkan sumber infeksi ke bagian lain tubuh dengan terjadinya pelepasan (detachment) sel.
Setelah biomaterial dicangkok, baik jaringan sel atau mikroorganisme akan mengkoloninya. Jika sel jaringan mengkoloni pertama kali cangkokan kemungkinan besar akan berhasil. Jika bakteri mengkoloni pertama kali, banyak mikroorganisme dapat melekat ke permukaan cangkokan. Bakteri ini dapat mengkoloni dan memulai pembentukan biofilm. Karena resisten terhadap agen antibakteri, biofilm sering tidak dapat ditanggalkan dari peralatan medis, dengan demikian dibutuhkan operasi tambahan. Komponen biomedis yang rentan terhadap kolonisasi biofilm termasuk jantung buatan, pengganti sendi, kontak lensa, katup jantung, cangkokan gigi, intravascular catheter. Dengan kemajuan teknologi modern banyak manusia menjadi inang bagi biomaterial, dan menjadi beresiko terhadap infeksi biofilm.
2.4 Manfaat Biofilm dalam Bidang Bioteknologi
Biofilm ternyata juga bisa memberi keuntungan bagi manusia dan dapat dimanfaatkan sebagai solusi alternatif untuk stabilisasi bangunan yang berdiri di atas tekstur tanah yang rentan terhadap bencana gempa bumi. Penelitian ini dilakukan oleh para peneliti dari Lafayette College, Amerika Serikat. Biofilm yang diaplikasikan ini adalah koloni dari bakteri Flavobacterium johnsoniae yang secara alami terdapat di tanah. Bakteri ini dipilih karena bersifat non-patogenik, terdapat secara alami pada aliran (pembuangan) air tanah, tidak perlu zat nutrien tinggi, bahkan dapat menguraikan molekul makro yang banyak terdapat dalam limbah seperti kitin, dan membentuk biofilm. Penggunaan bakteri ini diharapkan dapat secara alami membentuk polimer biofilm pada lapisan tanah yang rentan terhadap gempa tempat bangunan berdiri lewat aliran air tanah.
Selain itu, manfaat dari biofilm juga dapat diaplikasikan dalam dunia industri, seperti:
Bioremediasi
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri.
Selama beberapa dekade terakhir, perhatian luas telah dibayarkan pada pengelolaan pencemaran lingkungan disebabkan oleh polutan berbahaya seperti logam berat dan berbagai senyawa xenobiotik. Biofilm terstruktur komunitas mikroba di mana sel-sel mikroba ireversibel menempel pada permukaan atau antarmuka dan menjadi tertanam dalam matriks polimer ekstraseluler zat yang diproduksi oleh sel-sel ini.
Biofilm telah ditemukan untuk menjadi cocok untuk remediasi polutan karena biomassa mikroba yang tinggi dan kemampuan untuk melumpuhkan polutan. Penelitian biofilm dalam lingkungan alam tanah, pasir, sedimen dan vegetasi lahan basah telah mengungkapkan potensi biofilm memiliki kemampuan untuk mengobati air limbah bantalan beberapa polutan. Sistem biofilm sangat cocok untuk pengobatan senyawa bandel karena biomassa mikroba yang tinggi dan kemampuan untuk melumpuhkan senyawa polutan.
Lingkungan darat dan perairan yang terkontaminasi dengan berbagai jenis polutan . Di antaranya , Jumlah hidrokarbon minyak bumi ( TPHs ) , hidrokarbon aromatik polisiklik ( PAH ) dan pestisida dari antropogenik sumber menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia. Ada contoh sukses dari penggunaan positif biofilm yang disebut biofilm menguntungkan yang menawarkan sel anggota mereka beberapa manfaat , di antaranya perlindungan lingkungan dari efek berbahaya dari polutan beracun berdiri pertama. Reaktor biofilm berbasis umumnya digunakan untuk pengobatan volume besar air limbah industri dan kota .
Bakteri seperti, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp.,Streptomyces viridans, dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan / bioemulsi yangdapat menyerap berbagai jenis logam berat seperti Cd, Cr, Pb, Cu dan Zn dari tanah yang terkontaminasi. Berbagai jenis Baccillus yang membentuk biofilm pada permukaan perairan dapatmenyerap Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, dan Zn dari dalam air. Mikroba yang membentuk film dalam ekosistem perairan juga memiliki peranan yang penting dalam bioremediasi logam seperti Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp dapat mengakumulasi Pb dari dalam perairan, Citrobacter san Rhizopus arrhizus memiliki memampuan menyerap uranium (Roane, et all. 1998).
Selain itu, biosorpsi kromium heksavalen menggunakan biofilm E. Coli didukung pada pasir karbon aktif juga dapat menghilangkan ion Cr lingkungan berair. Ilmuwan telah mengembangkan strain hasil rekayasa genetika, yaitu Escherichia coli yang bermanfaat untuk pembersihan merkuri dan logam berat lainnya. Beberapa bakteri hasil rekayasa genetika dapat mengabsorbsi merkuri secara langsung, sementara yang mengikat merkuri dari suplai air dapat tumbuh pada biofilm. Biofilm harus diganti secara periodik untuk menghilangkan bakteri yang mengandung merkuri. Hal yang sama terjadi pada sel tunggal alga yang diubah secara genetik yang mengandung gen metallothioniein dan bakteri yang disebut Cyanobakteri, yang telah menunjukkan kemampuan untuk mengabsorbsi cadmium, yaitu logam berat lain yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius pada manusia.
Biofiltrasi
Biofiltrasi adalah sebuah cara pemurnian limbah dengan bantuan bahan pengendali biologis yang sangat efektif dan tidak membahayakan perairan maupun mencemari perairan. Teknik biofiltrasi merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dikembangkan dalam upaya penyisihan polutan. Teknik ini memanfaatkan kemampuan aktifitas mikroba dalam mendegradasi/ mengeliminasi senyawa polutan. Pengembangan teknik biofiltrasi, memerlukan jenis media serta mikroba yang handal sehingga pemilihan biofilm tepat untuk digunakan dalam proses biofiltrasi. Contohnya: proses biofilter untuk menghilangkan senyawa amonia dengan menggunakan biofilm sebagai media penyangga.
Secara sederhana proses tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sumber : Said, 2006
Lapisan terluar dari media penyangga adalah lapisan tipis zona aerobik. Senyawa amonia dioksidasi dan diubah ke dalam bentuk nitrit. Sebagian dari senyawa nitrit yang ada diubah menjadi gas dinitrogen dioksida (N2O). Proses tersebut disebut nitrifikasi. Semakin lama lapisan biofilm yang tumbuh dalam media penyangga semakin tebal sehingga oksigen tidak dapat masuk sehingga terbentuk zona anaerobik. Pada zona anaerobik senyawa nitrat yang diubah menjadi nitrit kemudian dilepaskan menjadi gas Nitrogen (N2).
Bioreaktor
Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau sistem yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki. Reaksi biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan mikroorganisme atau komponen biokimia aktif (enzim) yang berasal dari mikroorganisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik. Dengan kata lain, sebuah bioreaktor adalah tempat berlangsungnya proses kimia yang melibatkan mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme.
Gambar Bioreaktor untuk skala lab (kiri) dan skala industri (tengah) dan Bagian Bioreaktor (kanan)
Sumber :
Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus atau baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tangki berfungsi untuk menampung campuran substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala laboratorium berkisar antara 1 – 30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk memompa udara, dan mencegah pembentukan gelembung oksigen. Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat dan sel. Impeller digerakkan oleh rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek pusaran air akibat agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan untuk mengontrol lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan, agitasi, foam, dan kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar oksigen, dan perubahan komposisi medium.
Dampak Negatif Dari Biofilm
1. Industri Makanan
Biofilm dikhawatirkan dalam industri makanan, dalam hal ini biofilm dapat muncul dari bahan mentah, permukaan, manusia, hewan, dan udara. Ketika makanan atau permukaan pada pabrik pemprosesan makanan terkontaminasi, bakteri dapat membentuk koloni, akhirnya membentuk biofilm. Sebagai contoh adalah papan iris yang digunakan untuk memotong daging dapat terinfeksi dengan mikroorganisme. Mikroorganisme lain dapat menempel pada mikroorganisme yang duluan melekat dan biofilm dapat terbentuk. Pembersih yang digunakan untuk mengusap papan iris dapat membunuh planktonik, bakteri yang hidup lepas, tapi terkadang tidak mampu menembus biofilm. Makanan yang bersentuhan dengan papan iris dapat terkontaminasi.
Biofilm mikroba adalah suatu lapisan tipis yang terbentuk hasil enkapsulasi mikroorganisme yang dipadatkan (agregat) dalam sebuah matrik cair yang terbentuk dari
campuran protein, asam nukleat dan polisakarida. Di dalam lapisan biofilm, mikroba
cenderung tumbuh dan berkembang dengan pesat hingga membentuk koloni terutama pada permukaan bahan yang lembab dan kaya akan nutrisi (Tarver, 2009).
Dalam industri makanan, kehadiran biofilm juga menyebabkan masalah yang potensial. Kekhawatiran terjadi bila bakteri patogen melekat pada alat pemerosesan makanan. Kalau biofilm tidak dibersihkan, organisme yang melekat dalam perkembangannya dapat terlepas dari permukaan dan mengkontaminasi produk sebelum produksi. Masalah yang ditimbulkan oleh adanya kontaminasi ini adalah terjadinya pembusukan makanan yang akan memperpendek masa simpan (shelf-life) maupun penyebaran penyakit melalui makanan (foodbom desease).
Lebih dari 60 tahun sejak kasus pertama yang dilaporkan (Zobell, 1943), biofilm
menjadi masalah yang banyak mendapat perhatian industri pangan, lingkungan maupun
biomedis (Sihorkar and Vyas, 2001; Maukonen et al., 2003). Hingga saat ini, biofilm bahkan merupakan persoalan serius yang ditemukan pada beberapa sektor industri pangan, seperti pada industri minuman bir, proses pengolahan susu, produk buah dan sayuran segar, pengolahan produk unggas dan daging (Jessen and Lammert, 2003; Somers and Wong, 2004; Chen et al., 2007). Beberapa laporan penelitian menyebutkan biofilm berperan nyata pada munculnya resistensi terhadap produk anti mikroba (Langsrud et al., 2003; Simoes et al., 2006; Simoes and Viera, 2009).
Bakteri yang berasal dari golongan Enterobacter, Lactobacillus, Listeria, Micrococcus, Streptococcus, Bacillus serta Pseudomonas umumnya banyak ditemukan
pada proses pengolahan susu (Wiedmann et al., 2000; Waak et al., 2002; Salo et al. 2006). Wong (1998) melaporkan adanya mikroba kontaminan seperti: Lactobacillus curvatus and Lactobacillus fermentum yang tertinggal pada residu susu pada pabrik pembuat keju meskipun telah dilakukan proses pencucian berulang. Bacillus spp. khususnya Bacillus cereus merupakan bakteri perusak pangan dan berkontribusi hingga 12% dari total komposisi bakteri penyusun biofilm (Sharma and Anand, 2002). B. cereus dapat menyebar ke seluruh area selama proses pengolahan pangan. Oleh karenanya kontaminasi B. Cereus seringkali tidak terlacak, terlebih spora bakteri tersebut juga tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim dan bersifat hidrofobik. B. cereus umumnya juga ditemukan pada peralatan pengolahan pangan (Lindsay et al., 2006).
Golongan bakteri lainnya, yakni : Escherichia colli O157:H7, Salmonella spp. Dan Listeria monocytogenes termasuk kelompok bakteri penyebab keracunan pangan yang mampu membentuk biofilm pada produk unggas maupun ternak, serta buah dan sayuran segar (Dewanti and Wong, 1995; Stepanovic et al., 2003; Mahmoud et al., 2008.
Salmonella spp. khususnya Salmonella enterica ternyata bisa menyebabkan terjadinya penyakit Salmonellosis. Gejala umum penyakit ini adalah terjadinya kram pada dada, diare dan demam selama kurang lebih 4-7 hari (CDC, 2008a). Ternak dan unggas biasanya mudah terinfeksi S. enterica, namun beberapa binatang lainnya seperti kucing dan tupai dapat pula menjadi media pembawa penyakit ini. Hal yang perlu diwaspadai adalah bakteri ini dapat memicu terbentuknya biofilm pada melon ketika disimpan pada 10-20 C selama 24 jam (Annous et al., 2004; Annous et al., 2005). Bahan – bahan sanitasi juga tidak efektif ketika digunakan untuk mengeluarkan atau menginaktivasi biofilm S. Enterica pada melon, khususnya ketika patogen tersebut telah tersebar pada buah selama lebih dari 24 jam (Ukuku and Sapers 2001). Namun demikian, pola pembentukan biofilm oleh Salmonella spp. dipengaruhi interaksi dinamis antara faktor pasokan nutrisi dan ketersediaan oksigen (Gerstel and Romling, 2001).
Gambar 2.4.
Tampilan fisik melon dipenuhi koloni bakteri E.colli (Mahmoud et all, 2008)
2. Sistem Perairan
Dalam suatu survei pada aliran sampah, populasi bakteri sesil (biofilm) melebihi sel planktonik sebanyak 200 unit logaritma. Kandungan nutrisi yang tinggi tersedia dalam sistem limbah, merangsang pertumbuhan biofilm. Biofilm yang melekat pada pipa logam dapat menyebabkan korosi. Potensi korosi dibangun antara permukaan logam yang tidak dikoloni dan permukaan logam yang dikoloni oleh biofilm. Perbedaan pH sekitar 1,5 unit dapat terjadi pada zona yang lebih rendah dari biofilm yang tumbuh pada permukaan metalik.
Di lingkungan laut, suksesi kerusakan secara ekologi pada permukaan benda/substrat misalnya karet, pastik, kayu, dan besi, diinisiasi oleh perlekatan secara permanen mikroba laut yang bersifat heterotrofik (Disalvo dan Daniels, dalam Atlas1975). Selanjutnya, akan diperparah oleh inveretebrata seperti cacing teredo, molusca, bernacle, polycaheta, brachopoda, sponges, dan bryozoa. Dibawah kondisi euphotik, mikroalga dan makroalga juga berperan dalam kerusakan tersebut (Sieburth dalam Atlas, 1993).
Biofilm dapat tumbuh dengan baik pada shower karena didukung oleh lingkungan yang berubah lembab dan hangat dari air yang mengalir. Biofilm juga dapat terbentuk pada bagian dalam pipa sehingga mengakibatkan penyumbatan dan korosi (http://en.wikipedia.org/wiki/Biofilm).
Pada sistem pembuangan atau pengolahan limbah, terdapat berbagai macam organisme termasuk bakteri, protozoa, dan rotifera. Biasanya sistem tersebut dilengkapai oleh penyaring. Penyaring tersebut seringkali ditutupi oleh biofilm. Bakteri yang terdapat dalam biofilm berperan dalam menangkap materi organik dan menguraikannya, sedangkan protozoa dan rotifera berperan dalam menguraikan dan membuang suspensi padat, termasuk patogen dan mikroba (http://en.wikipedia. org/wiki/Biofilm).
Gambar Berbagai dampak Biofilm bagi lingkungan perairan
3. Dampak Bagi Kesehatan
Dalam kehidupan sehari-hari biofilm banyak dijumpai di sekitar kita. Salah satu contohnya adalah karang gigi. Karang gigi biasanya adalah lapisan biofilm dari bakteri Streptococcus. Biofilm yang dapat terdiri dari multi lapisan ini menempel pada permukaan gigi dan dapat menyebabkan caries gigi. Penelitian biofilm pada gigi ini berdampak luas pada ilmu kedokteran gigi dan kesehatan mulut. Biofilm juga terdapat pada bagian tubuh manusia lainnya.
Biofilm dalam tubuh manusia biasanya menjadi masalah ketika terjadi pencangkokan organ buatan. Koloni mikroorganisme patogen dalam bentuk biofilmlah yang biasanya menyebabkan infeksi dan penolakan penanaman organ baru tersebut ke tubuh pasien. Mikroba penghuni biofilm yang menutupi permukaan organ buatan itu sulit dijangkau oleh antibiotik dan dapat menebarkan infeksi yang berujung pada penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkok. Dalam prespektif industri, biofilm juga dipandang sebagai gangguan. Sebagai contoh, biofilm yang terdapat pada pipa-pipa minyak atau saluran air dapat menyebabkan korosi pipa secara pelan tetapi pasti, sehingga menyebabkan kebocoran pipa.
Biofilm meningkat resitance Antibiotik. Dengan mikroorganisme sangat resisten terhadap pengobatan antimikroba dan gigih terikat ke permukaan. Bio film campur dalam Terapi Antibiotik Bakteri yang tumbuh dalam biofilm sangat resisten terhadap antibiotik, hingga 1.000 kali lebih tahan daripada bakteri yang sama tidak tumbuh dalam biofilm. Dalam menangani Biofilm dibutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dari Antibiotik. Biofilm adalah sangat sulit untuk diobati dengan antimikroba . Antimikroba mungkin mudah dilemahkan atau gagal untuk menembus ke dalam biofilm . Selain itu, bakteri dalam biofilm telah meningkat ( hingga 1000 kali lipat lebih tinggi ) resistensi terhadap senyawa antimikroba.
Sekitar 80% dari semua penyakit infeksi mikrobial pada manusia diketahui berhubungan dengan biofilm (http://grants.nih.gov.html). Misalnya, infeksi saluran urin, infeksi catheter, infeksi telinga tengah, pembentukan dental plaque dan gingivitis (Karatan and Watnick, 2009), terbentuknya lapisan pada lensa kontak (Imamura et al, 2008), endocarditis, infeksi cystic fibrosis, dan infeksi permanen pada sambungan prostheses dan heart valves (Lewis, 2001; Parsek and Singh, 2003). Pada hampir 80% dari seluruh pasien pengidap sinusitis kronis, ditemukan biofilm pada jaringan sampel operasinya yang ditandai dengan cilia dan sel goblet yang tidak normal (cenderung seperti hilang/lebih pendek) (Sanclement et al, 2005).
Sejumlah besar orang yang terkena infeksi biofilm yang berkembang pada perangkat medis implan dalam tubuh seperti kateter ( tabung yang digunakan untuk melakukan cairan dalam atau keluar dari tubuh ), sendi buatan , dan katup jantung mekanik.
Mikroorganisme dapat melampirkan dan mengembangkan biofilm pada komponen katup jantung mekanis dan jaringan sekitar jantung , yang mengarah ke kondisi yang dikenal sebagai katup prostetik endokarditis . Mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk kondisi ini adalah Sthaphylococcus epidermidis , S. aureus , Streptococcus spp . , Basil gram negatif , diphtheroid , enterococci , dan Candida spp . Organisme ini mungkin berasal dari kulit , peralatan seperti kateter, vena sentral,atau perawatan gigi .
Kateter urin adalah lateks atau silikon perangkat tubular , bila dimasukkan dapat dengan mudah memperoleh biofilm pada permukaan dalam atau luar. Mikroorganisme yang biasa mencemari perangkat ini dan mengembangkan biofilm adalah Sthaphylococcus epidermidis , Enterococcus faecalis , E. coli , Proteus mirabilis , P. aeruginosa , K. pneumoniae , dan organisme gram - negatif lainnya. Semakin lama kateter kemih tetap di tempat , semakin besar kecenderungan organisme untuk mengembangkan biofilm dan mengakibatkan infeksi saluran kemih.
Contoh yang paling sering mengemuka mengenai hubungan biofilm dengan penyakit gigi adalah dental caries. Polimer air ludah dan produk ekstraseluler bakteri biofilm akan membentuk dental plaque pada gigi semua jenis hewan. Gigi yang terkena dental plaque dan tidak segera dibersihkan, akan cepat mengalami tooth decay/ dental caries/ cavity yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dengan cara merusak bagian gigi yang keras seperti enamel, dentin, dan cementum sehingga terbentuk lubang pada gigi. Streptococcus mutans dan Lactobacillus merupakan dua kelompok bakteri yang berperan dalam inisiasi caries. Selain itu dental plaque akan berakibat pada gum disease yaitu gingivitis atau inflamasi pada gusi, dan periodontitis atau sakit pada jaringan periodontium yang mengelilingi dan memperkuat gigi.
Neisseria gonorrhoeae merupakan patogen manusia yg sangat spesifik, dapat membentuk biofilm pada permukaan gelas dan sel manusia. Bakteri ini. diketahui sebagai penyebab dermatitis-arthritis syndrome, penyakit conjunctivitis, pharyngitis, proctitis atau urethritis, prostatitis dan orchitis serta infeksi genital seperti pelvic inflammatory. Gejala infeksinya berbeda-beda tergantung dari bagian tubuh yang terinfeksi (Apicella et al, 2010).
Legionellosis adalah penyakit yg disebabkan oleh Legionella, biasa menginfeksi pekerja pada tower pendingin, orang yang beraktivitas di ruangan ber-AC, dan pengguna shower yang tidak didesain, dikonstruksi, dan dipelihara dengan baik sehingga tercemar oleh Legionella (Murga et al, 2001).
Biofilm juga dapat terbentuk pada permukaan dan dalam jaringan tumbuhan dan mengakibatkan penyakit tumbuhan (http://www.cs.montana. edu.htm). Contoh penyakit tumbuhan yang berhubungan dengan biofilm antara lain Citrus Canker pada jeruk, Pierce's Disease pada anggur, dan Bacterial Spot pada banyak tumbuhan termasuk tomat dan cabai (http://grants.nih.gov.html).
Gambar berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh Biofilm
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut.
Biofilm merupakan sebuah struktur komunitas dari bakteri, algae atau jenis sel lainnya yang menghasilkan matriks polimerik dan melekat pada permukaan.
Proses pembentukan biofilm dapat dibedakan menjadi tiga tahapan besar yaitu, tahap invasi, tahap kolonisasi serta tahap pertumbuhan.
Penyusun utama biofilm adalah ekstra polymeric substance (EPS) yang merupakan kelompk dari senyawa polisakarida. EPS ini di ekskresikan oleh sel yang memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan sel.
Biofilm memiliki beberapa manfaat dalam kehidupan manusia, seperti sebagai biofiltrasi, bioremediasi, biobarrier, serta bioreactor.
Selain memiliki manfaat, biofilm juga memiliki dampak negative terhadap kehidupan manusia, seperti dapat merusak makanan, penyebab pipa korosi, menganggu kesehatan manusia, serta dampak lainnya.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada para pembaca adalah senantiasa tetap menjaga kebersihan diri kita dan lingkungan dari berbagai mikroorganisme yang bersifat pathogen. Selain itu, menjaga kebersihan pangan juga sangat penting, sebab mikroorganisme bisa tumbuh di makanan.
.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, V., Miao, C., Russell, J., Crawford, dan Elena, P. I..,2009, Bacterial Extracellular Polysaccharides Involved in Biofilm Formation, Molecules journal, 2535 – 2554; doi :10.3390 / molecules 14072535, www.mdpi.com, diunduh pada tanggal 20 mei 2014
Campbell, Neil A. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga
Desouky, A.E.H., Usama, B., Abdu, O. A, Hassan, M. dan Sahar, Z., 2003, Effects of mixed nitrogen sources on biodegradation of phenol by immobilized Acinetobacter sp. strain W-17, African Journal of Biotechnology.
Joseph A. Moss, Andreas Nocker, Joe E. Lepo, and Richard A. Snyder*, 2006 , Stability and Change in Estuarine Biofilm Bacterial Community Diversity Center for Environmental Diagnostics and Bioremediation, APPLIED AND ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY, University of West Florida, Pensacola, Florida 32514, Copyright © 2006, American Society for Microbiology. All Rights Reserved.
Pelczar.1988. Microbiology an Introduction. Fourth Ed : The Benjamin Cummings Publishing Company, Inc.
Ristiati, Ni Putu. 2008. Mikrobiologi Lingkungan. Denpasar : Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Udayana
Rheinhemer, 1991. Laboratory Experiments in Microbiology. California : Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Sanny, iqbal. 2010. Peranan Bakteri dalam Kehidupan. (Online) (http://communityerosi.blogspot.com) diakses tanggal 21 Mei 2014
Suriawira U, 1995. Pangantar Mokrobiologi Umum. Bandung: Angkasa
Tim Perkamusan Ilmiah, 2005. Kamus Pintar Biologi. Surabaya: Citra Wacana
Uherek, Elmar. 2008. Siklus Belerang. http://www.atmosphere.mpg.de/ (diakses 22 Mei 2014)
Wirawan, Denny. 2011. Peran Mikroorganisme Dalam Kehidupan.(Online) (http://denny9f.blogspot.com) diakses tanggal 21 mei 2014.