FARMAKOGNOSI II FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA TUGAS MAKALAH
OLEH KELOMPOK 2 HERLINA NUR SAFITRI SULAEMAN ERNI SAFIRA UMARELLA NURHIDAYA SALUMI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2017
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGATAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB II PEMBAHASAN BAB III PENUTUP DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah s.w.t., atas berkat dan hidayah-Nyalah sehingga dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini kami buat semata-mata untuk menambah Ilmu Pengetahuan kita tentang ANTOSIANIN. Makalah ini telah penulis buat dengan usaha serta kerja keras. Oleh karena itu, kami sadar bahwa usaha dan kerja keras kami tidak akan membuat kesempurnaan makalah ini. Dengan demikian, kami sangat berharap kerja samanya untuk memberi saran dan masukan untuk makalah kami.
Makassar, 25 Mei 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sejak lama telah mengkonsumsi antosianin bersamaan dengan buah dan sayuran yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atas keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini sehingga antosianin aman untuk dikonsumsi, tidak beracun dan tidak menimbulkan mutasi gen. Beberapa penelitian di Jepang menyatakan bahwa antosianin memiliki fungsi fisiologi. Misalnya sebagai antioksidan, antikanker, dan perlindungan terhadap kerusakan hati. Antosianin juga berperan sebagai pangan fungsional, sebagai contoh “food ingredient”yang sangat berguna bagi kesehatan mata dan retina yang pertama kali dipublikasikan di Jepang pada tahun 1997. Antosianin adalah zat penyebab warna merah, orange, ungu, dan biru. Banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih atau kana, krsan, pelargonium, aster cina, buah apel, chery, anggur, stoberi, buah manggis serta umbi ubi jalar. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice, dan susu). Pigmen antosianin yang merupakan flavonoid merupakan pigmen yang paling luas dan penting karena banyak tersebar pada berbagai organ tanaman, terutama pada bunga (ditetukan hampir 30% terkandung dalam berat keringnya). Pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak antosianin adalah alkohol, etanol dan metanol, isopropanol, aseton atau dengan air (aquadest) yang dikombinasikan dengan asam, seperti asam klorida (HCL), asam aserat, asam format, atau asam askorbat. Antosianin dan beberapa flavonoid bermanfaat didunia kesehatan seperti sebagai antikarsinogen, antiinflamasi, antihepatoksik, antibakterial, antiviral, antialergenik, antitrombotik, dan sebagai perlindungan akibat kerusakan yang disebabkan oleh radiasi sinar UV dan sebagai antioksidan.
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan antosianin? 2. Bagaimana sifat kimia dan fisika dari antosianin? 3. Pada simplisia, tanaman apa sajakah yang mengandung antosianin? 4. Bagaimana cara identifikasi dari senyawa antosianin?
BAB II PEMBAHASAN
Antosianin berasal dari kata anthos (Yunani) yang berarti bunga dan kyanos (Yunani) yang berarti biru adalah pigmen yang tergolong dalam kelompok senyawa flavonoid. Flavonoid umumnya larut dalam air sehingga dapat diekstrasi dengan alkohol (Harborne, 1987). Antosianin adalah pigmen yang paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen berwarna kuat ini adalah penyebab hampir semua warna merah, ungu, dan biru dalam daun, bunga, buah, dan mungkin juga terdapat pada kulit buahnya saja, seperti pada terong, anggur, rambutan, apel. Didalam tanaman antosianin terdapat sebagai glikosida, dimana kandungan utamanya adalah sifat gulanya (seringkali glukosa, tetapi mungkin juga galaktosa, ramnosa, silosa, dan arabinosa), jumlah satuan gulanya (mono-, did an triglikosida) dan letak ikatan gula (biasanya pada 3-hidroksi, pada 3- dan 5- hidroksi) (Gross, 1987). Struktur inti dasar dari antosianin adalah fenil-2-benzo pirilium atau flavan. Inti dasar tersebut terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang mana ketiga atom karbon dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk cincin diantara dua cincin benzena (Winarno,1992). Secara kimia, antosianin merupakan hasil glikosilasi polihidroksi dan atau turunan polimetoksi dari garam 2-benzopirilium atau dikenal dengan struktur flavilium. Akibat kekurangan elektron, maka inti flavilium menjadi sangat reaktif dan hanya stabil pada keadaan asam (Harbore 1967). Terdapat delapan belas bentuk antosianin, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu sianidin, malvidin, petunidin, pelargonidin, delfinidin, dan peonidin. Struktur antosianin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin akan mempengaruhi warna antosianin jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang dominan akan meyebabkan warna merah dan relatif stabil (Jackman & Smith 1996). Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Terdapat 5 jenis gula yang biasa ditemui pada molekul antosianin, yaitu glukosa, rhamnosa, galaktosa,
xilosa, fruktosa, dan arabinosa. Dalam tanaman, antosianin biasanya berda dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida, biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula, dan triosa jika memiliki tiga molekul gula (Delgado &Vargas 2000). Sifat dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus hidroksi dan metoksi, dan sebagainya (Markakis 1982). Konsentrasi pigmen yang tinggi dalam jaringan akan menyebabkan warna merah hingga gelap, konsentrasi sedang akan mengakibatkan warna ungu, dan konsentrasi rendah akan menyebabkan warna biru (Winarno 1992). Ada beberapa hal yang mempengaruhi kestabilan antosianin, antara lain secara enzimatis dan non enzimatis. Secara enzimatis, kehadiran enzim antosianase atau polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin karena bersifat merusak antosianin. Faktor-faktor yang mempengaruhi lestabilan antosianin secara non enzimatis antara lain pengaruh pH, cahaya, dan suhu (Elbe & Schwartz 1996). Degradasi warna antosianin oleh enzim antosianase ditunjukkan oleh Huang (1995). Enzim yang diisolasi dariAspergillus niger menyebabkan degradasi warna pada pigmen antosianin dari blackberry, cyanidin-3-monoglukosida. Enzim antosianase mengkatalisa hidrolisis dari antosianin menjadi aglikon dan pecahan gula. Reaksi yang terjadi adalah cyanidin-3-monoglukosida dipecah oleh antosianase menjadi cyanidin dan glukosa. Siegel (1971) mengemukakan bahwa kestabilan antosianin berefek terhadap ketahanan warna merah pada tart chery. Untuk mempertahankan kestabilan warna, sebelum mengalami proses lebih lanjut, buah chery dibekukan terlebih dahulu dan ketika dibutuhkan, chery mengalami pemanasan terlebih dahulu untuk merusak enzim antosianase. Faktor pH mempengaruhi kestabilan warna antosianin. Menurut Markakis (1982), antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali atau netral. Pada larutan asam, antosianin bersifat stabil, pada larutan asam kuat antosianin sangat stabil. Dalam suasana asam, antosianin berwarna merah-oranye
sedangkan dalam suasana basa antosianin berwarna biru-ungu atau kadangkadang kuning (Eskin 1979). Perubahan warna tersebut terjadi karena perubahan struktur molekul antosianin akibat pengaruh pH. Daravingas dan Cain (1986) mengemukakan bahwa penurunan pH secara nyata akan memperlambat laju kerusakan antosianin yang berasal dari raspberry. Sisrunk dan Cash (1986) berusaha meningkatkan kestabilan antosianin dari sari buah arbei dengan metode penurunan pH, selanjutnya ia mengatakan bahwa metode penurunan pH merupakan metode terbaik untuk mempertahankan stabilitas warna antosianin. Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan antosianin dalam proses biosintesisnya tetapi juga mempercepat laju degradasi warna antosianin. Van Burent (1968) melaporkan bahwa asilasi, metilasi bentuk diglikosida menjadikan antosianin lebih stabil terhadap cahaya, sedangkan diglikosida yang tidak terasilasi lebih tidak stabil demikian juga dengan monoglikosida. Palamidis dan Markakis (1975) mendapatkan bahwa cahaya dapat mempengaruhi antosianin dalam minuman berkarbonat.
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN .