LAPORAN PENDAHULUAN SYOK SEPTIK
A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006) Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan
perfusi
jaringan
menjadi
tidak
adekuat
sehingga
mengganggu metabolisme sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007). Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus. Syok septik adalah penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan karena adanya bakteri dalam darah.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan
perfusi
jaringan
menjadi
tidak
adekuat
sehingga
mengganggu metabolisme sel/jaringan. Syok septikmerupakan s eptikmerupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
B.
ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme
menyerang
jaringan
tubuh,
pasien
akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler i ntravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan
tekanan nadi yang melebar.Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006) Selain itu syok juga dapat diakibatkan karena :
C.
1)
Perdarahan (syok hipovolemik)
2)
Dehidrasi (syok hipovolemik)
3)
Gagal jantung (syok kardiogenik)
4)
Trauma atau cedera berat
5)
Serangan jantung (syok kardiogenik)
6)
Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
7)
Infeksi (syok septik)
8)
Reaksi alergi (syok anafilaktik)
9)
Sindroma syok toksik.
TANDA DAN GEJALA 1)
Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2)
Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
3)
Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4)
Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
5)
Hiperventilasi dengan hipokapnia
6)
Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
7)
Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.
D.
PROGNOSA
Syok septik dapat menyebabkan kegagalan organ multipel termasuk kegagalan pernapasan dan dapat menyebabkan kematian cepat.
E.
PATOGENESIS
Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFNγ) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau repres i terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh. Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan
makrofag,
dan
kemudian
makrofag
mengekspresikan
imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya. Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa
muatan
polipeptida
spesifik
yang
berasal
dari Major
Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor ). Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage
Colony
stimulating
factor).
Limfosit
Th2
akan
mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan
reaksi
sepsis,
dapat
merusakkan
endotel
pembuluh
darah,
yang
mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah, yaitu: 1)
Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
2)
Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel
3)
Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel. Neutrofil
yang
beradhesi
dengan
endotel
akan
mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian. Untuk
mencegah
mengekspresikan
terjadinya IL-10
sebagai
sepsis sitokin
yang
berkelanjutan,
antiinflamasi
yang
Th2 akan
menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10
meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah. (Hermawan, 2007). F.
PATOFISIOLOGI SYOK SEPTIK
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ. Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung. Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007). INDIKASI
Apabila pasien dalam keadaan Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
Apabila pasien dalam keadaan nyeri tekan didaerah abdomen, periektal.
G.
Apabila pasien dalam keadaan Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
TINDAKAN SYOK SEPTIK
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi,
terapi
cairan,
vasopresor/inotropik,
dan
transfusi
bila
diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam. 1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi.Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. Oksigenasi
bertujuan
mengatasi
hipoksia
dengan
upaya
meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan. 2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid.Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor
kecukupannya
agar
tidak
kurang
ataupun
berlebih.Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat
dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen. Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl. 3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi.Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon). 4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik. 5. Disfungsi renal
Sebagai
terapi
hemodialisis
pengganti maupun
gagal
ginjal
hemofiltrasi
akut
dapat
kontinu
dilakukan (continuous
hemofiltration).Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik
dalam
filtrasi
substansi
plasma,
sedangkan
pada
hemofiltrasi
digunakan gradien tekanan hidrostatik.Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis. 6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral. 7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
H.
PENANGANAN SYOK
Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah : 1)
Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
2)
Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
3)
Periksa pernafasan korban (Breathing)
4)
Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
5)
Peninggian tungkai sekitar 10-15 0 jika ABC clear
6)
Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
7)
Lakukan
penanganan
cedera
pasien
secara
khusus
selama
menunggu bantuan medis tiba. 8)
Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit. Yang harus di perhatikan : 1)
Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk mempermudah kembalinya darah ke jantung.
2)
Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
3)
Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.
4)
Jangan diberikan apapun melalui mulut.
5)
Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
6)
Obat-obatan diberikan secara intravena.
7)
Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.
8)
Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
9)
Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika perdarahan atau hilangnya cairan terus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.
10)
Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang mengkerutkan pembuluh darah.
I.
SOP (STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR) 1)
Terapi cairan. Pemberian cairan garam berimbang harus segera diberikan pada saat ditegakkan diagnostic, syok septik pemberian cairan ini sebanyak 1-2 L selama 30-60 menit dapat memperbaiki sirkulasi tepid an produksi urin. Pemberian cairan selanjutnya tergantung pengukuran tekanan vena sentral.
2)
Obat inotropik. Dopamin sebaiknya diberikan bilamana keadaan syok tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan, tetapi tekanan vena sentral telah kembali normal. Dopamin permulaan diberikan kurang dari 5 µg/kg berat badan/menit. Dengan dosis ini diharapkan aliran darah ginjal dan mesenterik meningkat, serta memperbanyak produksi urin.
Dosis
dopamin
5-10
µg/kg
berat
badan/menit
dan
menimbulkan efek beta adrenergik. Sedangkan pada dosis > 10 µg/kg berat badan/menit, dopamine tidak efektif, dan yang menonjol adalah efek alfa adrenergic. 3)
Antibiotika. Pemberian dosis antibiotika harus lebih tinggi dari dosis biasa dan diberikan secar intravena, kombinasi pemberian 2 antibiotika spektrum … sangat dianjurkan karena dapat terjadi efek aditif dan sinergistik. Misal : kombinasi pemberian klindamisin (600 mg/ 6 jam) dengan aminoglikosida
(gentamisin atau
tobramisin 2 mg/kg berat badan/ 8 jam) sebagai terapi permukaan sebelum mendapatkan uji kepekaan bakteri. Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi: 1. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi 2. Hipotensi, oliguria, atau anuria 3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas
4. Perdarahan J.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital. 2. Laboratorium Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat. Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi. (Hermawan, 2007). K.
PENATALAKSANAAN
Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis: 1.
Stabilisasi pasien langsung Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda Vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan
ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien
hipotensif
dengan
obat
vasoaktif,
misal
dopamin,
dobutamin, dan norepinefrin. 2.
Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka
mortalitas.
Setelah
sampel
didapatkan
dari
pasien,
diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007). Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinase — resistant penicillin dengan gentamisin. a)
Golongan penicillin
Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua
b)
dosis
Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari
Golongan penicillinase — resistant penicillin
Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat diturunkan
setengahnya,
atau
menggunakan
preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).
c)
Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.
Gentamycin
Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama
7
nefrotoksiknya.
hari,
hati-hati
terhadap
efek
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan: Bakteri
Antibiotik
Dosis
Escherichia coli
Ampisilin/sefalotin
– Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam,
Klebsiella,
Gentamisin
cairan, diberikan per drip dalam 20-30
Enterobacter Proteus mirabilis Pr.
rettgeri,
morgagni,
biasanya dilarutkan dalam 50-100 ml
Ampisilin/sefalotin
Pr. Gentamisin
menit untuk menghindari flebitis. – Kloramfenikol: 6 x 0,5 g/hari iv – Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv
Pr.
vulgaris Mima-Herellea
Gentamisin
Pseudomonas
Gentamisin
Bacteroides
Kloramfenikol/klindamisin
L. KOMPLIKASI
1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa 2. Koagulasi intravascular 3. Gagal ginjal akut
M. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan. 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
3. Pola
nafas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
kelelahan
otot
pernafasan.. 4. Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif 5. Hipertermi b/d proses infeksi
N. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan. Penurunan jantung
curah b/d
respon
fisiologis otot jantung,
NOC :
NIC :
Pump Cardiac Care
Cardiac
Evaluasi adanya nyeri dada (
effectiveness
peningkatan frekuensi,
Circulation Status
dilatasi, hipertrofi atau
Vital Sign Status
peningkatan sekuncup
isi
Kriteria Hasil:
Tanda
Catat adanya disritmia jantung Catat adanya tanda dan gejala
dalam penurunan cardiac putput
Vital
normal Monitor status kardiovaskuler
rentang
darah, Monitor
(Tekanan
Nadi, respirasi) Dapat
intensitas,lokasi, durasi)
yang
status
pernafasan
menandakan
gagal
mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada Monitor
abdomen
indicator penurunan perfusi
kelelahan
edema Monitor balance cairan
Tidak
ada
paru,
perifer,
tidak ada asites
dan Monitor
adanya
perubahan
tekanan darah
Tidak ada penurunan Monitor kesadaran
sebagai
terhadap
respon efek
pasien
pengobatan
antiaritmia Atur
periode
latihan
dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan Monitor
toleransi
aktivitas
adanya
dyspneu,
pasien Monitor fatigue,
tekipneu
dan
ortopneu Anjurkan untuk menurunkan stress Vital Sign Monitoring
onitor TD, nadi, suhu, dan RR atat adanya fluktuasi tekanan darah onitor
VS
saat
pasien
berbaring, duduk, atau berdiri uskultasi
TD
pada
kedua
lengan dan bandingkan onitor
TD,
nadi,
RR,
sebelum, selama, dan setelah aktivitas onitor kualitas dari nadi onitor
adanya
pulsus
paradoksus onitor adanya pulsus alterans onitor
jumlah
dan
irama
jantung onitor bunyi jantung onitor frekuensi dan irama pernapasan onitor suara paru
onitor
pola
pernapasan
abnormal onitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit onitor sianosis perifer onitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik) dentifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot
pernafasan.. Pola Nafas tidak efektif
NOC :
Definisi
espiratory status :
:
Pertukaran
NIC : Airway Management
udara inspirasi dan/atau Ventilation ekspirasi tidak adekuat Batasan karakteristik : Penurunan
Penurunan
teknik chin lift atau jaw thrust
Respiratory status : bila perlu Airway patency
Posisikan
tekanan Vital sign Status
inspirasi/ekspirasi
udara per menit Menggunakan
otot
efektif
suara
nafas
pernafasan tambahan
bersih,
Nasal flaring
sianosis dan dyspneu
Dyspnea
(mampu
Orthopnea
mengeluarkan
Perubahan
sputum,
mampu
bernafas
dengan
penyimpangan dada
pemasangan alat jalan nafas
dan buatan yang
tidak
untuk
Identifikasi pasien perlunya
endemonstrasikan batuk
pasien
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
pertukaran
Buka jalan nafas, guanakan
ada
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan
sekret
dengan
batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat
Nafas pendek
mudah,
tidak
ada
Assumption of 3-point pursed lips) position
Tahap
nafas
yang
jalan
sangat
lama
tercekik, nafas,
diameter pernafasan
Berikan
bronkodilator
bila
paten perlu
ekspirasi (klien tidak merasa
berlangsung
Peningkatan
Lakukan suction pada mayo
enunjukkan
Pernafasan pursed-lip
adanya suara tambahan
Berikan
pelembab
udara
irama Kassa basah NaCl Lembab frekuensi dalam
anterior-posterior
rentang
sia 1-4 : < 20 atau > 30
dalam
rentang
sia 5-14 : < 14 atau >
normal
(tekanan
25
darah,
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
normal, keseimbangan. Pernafasan rata- tidak ada suara nafas Monitor respirasi dan status rata/minimal abnormal) O2 ayi : < 25 atau > 60 Tanda Tanda vital
sia > 14 : < 11 atau > 24 pernafasan) Kedalaman pernafasan ewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat ayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
kapasitas
Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien
Monitor
adanya
kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Faktor
yang
berhubungan :
Vital sign Monitoring
Hiperventilasi
Monitor
TD,
nadi,
suhu, dan RR
Deformitas tulang
dinding dada
secret trakea
hipoventilasi
vital
Kelainan
Bersihkan mulut, hidung dan
Onservasi adanya tanda tanda
Timing rasio Penurunan
nadi,
Terapi Oksigen
bentuk
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat pasien
Penurunan
berbaring, duduk, atau berdiri
energi/kelelahan
Auskultasi
Perusakan/pelemahan
TD
pada
kedua lengan dan bandingkan
muskulo-skeletal
Monitor TD, nadi, RR,
Obesitas
sebelum, selama, dan setelah
Posisi tubuh
aktivitas
Kelelahan
otot
Monitor kualitas dari
pernafasan
nadi
Hipoventilasi sindrom
Monitor frekuensi dan
Nyeri
irama pernapasan
Kecemasan
Monitor suara paru
Disfungsi
Monitor
Neuromuskuler
pernapasan abnormal
Kerusakan
Monitor suhu, warna,
persepsi/kognitif Perlukaan
pola
dan kelembaban kulit pada
Monitor sianosis perifer
jaringan syaraf tulang
Monitor
belakang
cushing triad (tekanan nadi
Imaturitas Neurologis
yang
melebar,
adanya
bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi
penyebab
dari perubahan vital sign
3.
Hipertermia tubuh behubungan dengan proses infeksi.
Hipertermia
NOC :
NIC :
Definisi : suhu tubuh naik
Thermoregulation
Fever treatment
diatas rentang normal
Kriteria Hasil :
Batasan Karakteristik: kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
Suhu tubuh dalam rentang normal Nadi dalam
dan
Monitor
suhu
sesering
mungkin Monitor IWL
RR Monitor warna dan suhu kulit
rentang Monitor tekanan darah, nadi
serangan
atau
konvulsi
normal Tidak
(kejang)
dan RR ada Monitor penurunan tingkat
kulit kemerahan
perubahan warna
pertambahan RR
kulit dan tidak ada Monitor WBC, Hb, dan Hct
takikardi
pusing,
saat disentuh tangan terasa
nyaman
kesadaran
merasa Monitor intake dan output Berikan anti piretik Berikan
hangat
pengobatan
untuk
mengatasi penyebab demam Faktor
faktor
yang
Selimuti pasien Lakukan tapid sponge
berhubungan :
Berikan cairan intravena
penyakit/ trauma peningkatan metabolisme aktivitas yang berlebih
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara
pengaruh
Berikan
medikasi/anastesi
pengobatan
mencegah ketidakmampuan/penur unan
kemampuan
untuk
terjadinya
menggigil Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2
berkeringat terpapar
untuk
dilingkungan
panas dehidrasi pakaian yang tidak tepat
jam Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu Monitor TD, nadi, dan RR Monitor warna dan suhu kulit Monitor
tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Selimuti mencegah
pasien
untuk hilangnya
kehangatan tubuh Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas Diskusikan
tentang
pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan
efek
negatif dari kedinginan Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan
dan
penanganan emergency yang diperlukan Ajarkan
indikasi
dari
hipotermi dan penanganan yang diperlukan Berikan anti piretik jika perlu Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Catat
adanya
fluktuasi tekanan darah
pasien
Monitor
VS
berbaring,
saat duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada
kedua
lengan
dan
bandingkan
Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari
nadi Monitor
frekuensi
dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor
pola
pernapasan abnormal Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit Monitor
adanya
cushing triad (tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
4.
Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif
Defisit perawatan diri
NOC:
Definisi :
Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Gangguan untuk
kemampuan
melakukan
ADL
pada diri Batasan
karakteristik
onitor
Kriteria Hasil :
untuk perawatan diri yang
: bau badan
kemempuan
klien
berpakaian,
ketidakmampuan
untuk
ketidakmampuan
untuk toileting
alat-alat
bantu
untuk
kenyamanan
kebersihan diri, berpakaian,
terhadap
berhias, toileting dan makan.
kemampuan
untuk ediakan bantuan sampai klien
melakukan ADLs Dapat
Faktor yang berhubungan : kelemahan,
onitor kebutuhan klien untuk
untuk Menyatakan
ketidakmampuan
untuk
makan,
Daily Living (ADLs)
Klien terbebas dari mandiri.
ketidakmampuan mandi,
NIC :
ADLS
kerusakan bantuan
mampu secara utuh untuk
melakukan melakukan self-care. dengan orong klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
yang
kognitif atau perceptual,
normal
sesuai
kemampuan
kerusakan neuromuskular/
yang dimiliki.
otot-otot saraf
orong
untuk
secara
mandiri,
melakukan tapi
beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. jarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya
jika
pasien
tidak
mampu untuk melakukannya. erikan aktivitas rutin seharihari sesuai kemampuan. ertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosostro,hanifa.2005.ilmu
kebidanan.bida
pustaka
sarwono.
Jakarta Ca tegor ies Contoh Makalah Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV . Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9 Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV . Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3