LAPORAN PENDAHULUAN ASMA DI IGD RSUD UNGARAN
DISUSUN OLEH: DINI DALILA AHYA ANNAS G3A014065
PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2015
A. PENGERTIAN Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.(Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611). Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan
perubahan
derajat
obstruksi
pada
jalan
napas
dan
menyebabkan
kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660). B. KLASIFIKASI Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) : Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) : Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. C. ETIOLOGI Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor predisposisi Genetik: Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi 1. Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan 2. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. 3. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 4. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. D. PATOFISIOLOGI Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap bendabenda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktorfaktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. E. MANIFESTASI KLINIK Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
F.
KOMPLIKASI Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema 6. Deformitas thoraks 7. Gagal nafas
G. PENATALAKSANAAN Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah : 1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara. 2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma 3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu: 1. Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan, Menghindari faktor pencetus, Pemberian cairan, Fisiotherapy, dan Beri O2 bila perlu. 2. Pengobatan farmakologik : Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) b. Santin (teofilin) H. PENGKAJIAN 1. Airway 1. Kaji dan pertahankan jalan napas 2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
3. Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu 4. Pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien dalam kondisi terancam kehidupannya atau pada asthma akut berat 5. Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan, yakinkan mendapat pertolongan medis secepatnya. 2. Breathing 1.
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
2.
Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
3.
Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation
4.
Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji PaO2 dan PaCO2
5.
Kaji respiratory rate
6.
Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan dokumentasikan
7.
Periksa system pernapasan – cari tanda:
8.
a. Cyanosis b. Deviasi trachea c. Kesimetrisan pergerakan dada d. Retraksi dinding dada Dengarkan adanya: a. Wheezing b. pengurangan aliran udara masuk c. silent chest
3. Circulation/Sirkulasi 1. Kaji denyut jantung dan rhytme 2. Catat tekanan darah 3. Lakukan EKG 4. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2 gram dalam 20 menit 5. Kaji intake output 6. Jika potassium rendah makan berikan potassium 4. Disability
1.
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2.
Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan pasien membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive
5. Exposure Pada saat pasien stabil dapat di tanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya. I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum 2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas 3. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
J.
INTERVENSI KEPERAWATAN DX 1 : 1. Amankan pasien ke tempat yang aman R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien 2. Kaji tingkat kesadaran pasien R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien 3. Segera minta pertolongan R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif 4. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan secret 5. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas DX 2 : 1. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien 2. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien 3. Pantau ekspansi dada pasien R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien DX 3 : 1. Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis 2. Kaji adanya tanda-tanda sianosis
DAFTAR PUSTAKA Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001 Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998 Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001 Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000 Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009.