Leukemia Limfositik Akut Mahasiswa Fakultas Kedokteran semester VI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA 2012 Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana selsel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. LLA
merupakan
leukemia
yang
paling
sering
1
terjadi
pada
anak-anak.
Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa. Di Amerika Serikat, insiden tahunan penyakit leukemia pada anak yang berumur di bawah 15 tahun adalah sekitar 4 per 100.000. Anak-anak dari semua golongan umur terkena. Pada LLA, puncak usia timbulnya penyakit adalah antara umur 3 dan 4 tahun, sedangkan pada anak dengan LMA tampak tidak ada usia puncak. Insiden LLA lebih tinggi pada anak kulit putih daripada anak kulit berwarna (rasio 1,8:1), tetapi prediksi rasial belum diperlihatkan baik untuk LMA maupun LMK di Amerika Serikat. Rasio laki-laki terhadap perempuan untuk semua jenis leukemia anak adalah 1,4:1 untuk kulit putih dan 1:1 untuk kulit hitam.
2
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut:
Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis).
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding).
Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko).
Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi). 1
Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan).
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya.
3
Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:
Keluhan utama Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien.
Riwayat penyakit sekarang Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya.
Faktor risiko dan faktor prognostik Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan. Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.
3
Pada penyakit Leukemia Limfositik Akut (LLA), hasil anamnesa yang didapatkan biasanya berupa gejala-gejala:
Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan, perdarahan dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi, hematuria dan melena.
Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi. 2
Sering demam dengan sebab yang tidak jelas.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan KGB
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
Ukuran
normal bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm
dikatakan abnormal).
Nyeri tekan umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
Konsistensi
keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan/bergerombol
beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila
digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
3
Pemeriksaan Hepar
Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar. Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol. Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus. Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat: konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan.
3
Pemeriksaan Limpa
Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan : 3
1. Limpa seperti lidah menggantung ke bawah 2. Ikut bergeerak pada pernapasan Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.
3
Pemeriksaan Tanda Vital
Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat yaitu :
Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C
Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C
Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
Rata-rata pernapasan normal pada anak :
<2 bulan : < 60/mnt
2-12 bulan : < 50/mnt
1-5 tahun : < 40/mnt
6-8 tahun : < 30
Tekanan nadi normal pada anak :
2-12 bulan: <160/mnt
1-2 tahun : < 120/ mnt
2-8 tahun : <110 / mnt
3
Pemeriksaaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
4
Jenis Pemeriksaan
Hasil yang ditemui
Complete blood count
leukositosis, anemia, trombositopenia trombositopenia
Bone Marrow Puncture
hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti
Sitokimia
Sudan black negatif , mieloperoksidase negatif
Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL) Imunoperoksidase
peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen reseptor sel T dan Ig precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy
Flowcytometry
chain, TdT
T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22 analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk
Sitogenetika
menguraikan klon maligna keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF
Pungsi lumbal
Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium pada LLA
2
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA, klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu: 1. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan apus darah tepi. Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik pada leukimia. Jumlah
leukosit
dapat
normal,meningkat,
atau
rendah
pada
saat
diagnosis.
3
Hiperleukositosis (>100.000/mm ) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 3
200.000/mm . Pada umunya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung – 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang leukosit bervariasi dari 0 – 100%. 3 1
dari 25.000/mm .
2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang. 5
Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi. Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
1
3. Imunofenotipe (dengan sitometri arus/Flow cytometry). Pemeriksaaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:
Untuk sel prekusor B: CD10 (common ALL antigen),CD19,CD79A,CD22, cytoplasmis m-heavy chain, dan TdT
Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT
Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22 Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid antigen mieloid
yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari abtigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang , dan perjalanan penyakit buruk. 4. Sitogenetik. Analisis sitogeetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. translokasi t(8;14), t(2;8) dan t(8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini meyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik.
1
5. Pemeriksaan Lainnya. 6
Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari 1
jaringan limpa akan akan terdesak seperti limfosit limfosit normal, normal, RES, granulosit granulosit dan pulp sel.
Kimia
darah,
kolesterol
hipogamaglobulinemia.
mungkin
merendah,
asam
urat
dapat
meningkat,
1
CSS, bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu leukemia meningeal.
1
Working Diagnosis Leukimia Limfositik Akut (LLA)
Penyakit ini ditandai dengan proliferasi klonal ganas prekursor sel darah putih (sel blas) yang menempati dan menghambat fungsi sumsum tulang. Sel tersebut dapat beredar dalam darah dan membentuk deposit leukemik dalam banyak jaringan. Terdapat dua kategori utama leukimia akut, yaitu leukemia akut yang limfatik dan mieloid. Dalam leukemia limfatik akut (LLA), sel blas menyerupai prekursor primitif sel asal limfoid. Dalam leukemia mieloid akut (LMA), sel blas menyerupai prekursor mieloid. Delapan puluh lima persen leukemia pada anak adalah LLA. Leukemia ini dapat terjadi selama masa kanak-kanak dengan perbandingan yang sama pada perempuan dan laki-laki. Insiden puncaknya adalah sekitar 5 tahun.
5
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Sel kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya. Pada leukemia akut gejala akan timbul dan memberat secara cepat. Gejala leukemia akut lainnya yaitu muntah, penurunan konsentrasi, kehilangan kendali otot, dan kejang. Sel leukemia juga dapat dapat berkumpul berkumpul di buah zakar zakar dan menyebabkan menyebabkan pembengkaka pembengkakan. n. Leukemia merupakan bagian dari penyakit kanker, yang mana masyarakat umum menyebutnya dengan nama Kanker Darah itu karena terjadi pada sel-sel darah. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum 7
tulang (Bone Marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah yang diantaranya adalah sel darah putih (yang berfungsi sebagai sistem imun / daya tahan tubuh terhadap infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Leukemia pada umumnya sudah muncul pada diri seseorang sejak usia dini, dimana sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih ayng berkembang tidak normal. Secara normal, sel darah putih me-reproduksi ulang bila diperlukan oleh tubuh atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan sinyal atau tanda secara teratur apabila sel darah dibutuhkan untuk be-reproduksi kembali. Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah komplit) bisa memberikan bukti bahwa seseorang menderita leukemia. Jumlah total sel darah putih bisa berkurang, normal ataupun bertambah; tetapi jumlah sel darah merah dan trombosit hampir selalu berkurang. Sel darah putih yang belum matang ( sel blast ) terlihat di dalam contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop. Biopsi sumsum tulang hampir selalu dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan jenis leukemia.
6
Differential Diagnosis Leukemia limfositik kronik (LLK)
Lebih sering pada orang dewasa sedangkan pada anak sangat jarang. LMK lebih sering ditemukan daripada LLK. Tidak jarang ditemukan LMK yang berasal dari mielosis eritremik (jenis akut) yang kemudian berubah menjadi jenis campuran sebagai eritoleukemia dan kemudian berubah lagi menjadi LMK. Gejala klinik biasanya ringan bahkan mungkin tidak tampak sakit. Kadang-kadang ditemukan secara kebetulan karena anak diperiksa darah untuk keperluan lain. Sering ditemukan gejala panas dan pucat tanpa perdarahan. Limfadenopati, hepatosplenomegali lebih nyata dibandingkan dengan leukemia akut dan merupakan gejala yang hampir selalu ditemukan. Pemeriksaan darah tepi selain menggambarkan anemia, juga yang sangat menyolok ialah jumlah leukosit sangat tinggi (100.000 – 500.000/mm3). – 500.000/mm3). Jumlah trombosit tidak terlalu rendah, biasanya masih lebih dari 100.000/mm3. Pada hitung jenis terlihat semua jenis sel dari stadium muda
8
sampai tua. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan proliferasi dari seri yang terkena. Persentase sel terbanyak dari seri ini akan menetukan diagnosis morfologis. System hemopoetik lain tidak berapa terdesak. 70-90 % dari kasus LMK menunjukkan adanya kelainan kromosom pada sediaan darah tepi dan sumsum tulang (kromosom Philadelphia). Pengobatannya ialah dengan radiasi limpa atau pemberian mileran, disamping menghindarkan infeksi sekunder. Radiasi diberikan sampai jumlah leukosit mencapai 10.00020.000/mm3. Mileran diberikan dengan dosis 0,06mg/kgbb/hari. Prognosis leukemia kronik lebih baik daripada leukemia akut. Biasanya penderita dapat 1
bertahan lebih lama; 20% lebih dari 5 tahun dan beberapa kasus sampai 20 tahun . Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)
ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit daraf perifer kurang dari 150.000/ µL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit
yang
menyebabkan
dekstruksi
prematur
trombosit
dalam
sistem
retikuloendotelial terutama di limpa. Ada dua bentuk ITP : ITP akut , sering terjadi pada anak-anak ( 2-8 thn), sembuh dalam 6 bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik menetap lebih dari 6 bulan, sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit. Patogenesis ITP kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya IgG) menyebabkan disingkirkannya trombosit secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem retikuloendotelial, khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap tempat-tempat antigen pada glikoprotein IIb-IIIa atau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam. Massa megakariosit total dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara sejajar menjadi sekitar lima kali normal. ITP akut paling sering terjadi anak. Pada sekitar 75% pasien, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan respon imun non spesisfik. Remisi spontan lazim terjadi tetapi 5-10% kasus tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan). Untungnya, angka morbiditas dan mortalitas pada ITP akut sangat rendah. Pada kasus ditemukan riwayat penyakit sebelumnya, yaitu panas disertai pilek dan diberikan penatalakasanaan amoxyllin. Dari daftar obat yang sering menyebabkan ITP
9
sebagaimana telah penulis lampirkan pada tinjauan pustaka ditemukan penicilin dan turunannya. Hal ini mengindikasikan bahwa anak tersebut kemungkinan menderita ITP yang diinduksi obat. Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan lab antara lain Hitung trombosit ( <100000/mm3), sediaan hapus darah tepi ( megatrombosit sering ditemukan ), waktu perdarahan (memanjang), waktu pembekuan (normal), aspirasi sumsum tulang ( peningkatan megakaryosit dan agranuler / tidak mengandung trombosit ), pemeriksaan Imunoglobulin ( PAIgG ). Penatalaksanaan ITP akut adalah tanpa pengobatan, jadi sembuh spontan; keadaan berat kortikosteroid ( prednison ) peroral dengan atau tanpa transfusi darah keadaan sangat gawat ( perdarahan otak) transfusi suspensi trombosit; Ig secara IV biasa dalam dosis tinggi : 0,4gr / kgBB / hr selama 5 hr. Menyebabkan blokade pd RES. Pada ITP kronik adalah pemberian kortikosteroid selama 6 bulan ( azatioprin, siklofosfamid), splenektomi jika resisten thd prednison dan obat imunosupresif. Limfoma non-Hodgkin
Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari ”) yang berada limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel N K (“natural killer ”) dalam system limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologist, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Umur median pasien limfoma non-Hodgkin adalah 50 tahun. Penyebab dari LNH yaitu abnormalitas sitogenik, seperti translokai kromosom. Infeksi virus yaitu virus Epstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, sebuah penyakit yang bisa ditemukan di Afrika dan infeksi HTLV-1 ( Human T Lymphotrophic Virus Tipe I ). ). Penyakit Hodgkin, tidak seperti limfoma non-hodgkin, jarang menembus kapsula kelenjar limfe, hal ini terbukti sewaktu dilakukan palpasi kelenjar teraba terpisah-pisah. Gejala pada sebagian besar pasien asimptomatik. Sebanyak 20% pasien dapat mengalami demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Pada pasien dengan limfoma indolen dapat terjadi adenopati selama beberapa bulan sebelum terdiagnosis, meskipun biasanya terdapat pembesaran persisten dari nodul kelenjar getah bening. Untuk ekstranodalnya, penyakit ini paling sering terjadi pada lambung, paru-paru dan tulang, yang mengakibatkan gejala karakter dari gejala pada penyakit yang biasa menyerang organ-organ tersebut.
Manifestasi Klinik
10
Anak-anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang agak konsisten. Sekitar duapertiga telah memperlihatkan gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat diagnosis ditegakkan. Gejala pertama biasanya tidak khas, dapat mempunyai riwayat infeksi saluran napas akibat virus atau suatu eksantema yang belum sembuh sempurna. Manifestasi awal yang lazim adalah anoreksia, iritabilitas, dan letargi. Kegagalan fungsi sumsum tulang yang progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan, dan demam, yaitu gambaran-gambaran yang mendesak dilakukan pemeriksaan diagnostik.
7
Gejala yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang – kadang hepatomegali serta limfadenopati. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut diatas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah terhadap leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-artikan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.
1
Klasifikasi
(FAB) , mengklasifikasikan ALL dalam 3 golongan Kelompok “French Kelompok “French American British” (FAB), yaitu : L1, L2, dan L3. Klasifikasi FAB ini dapat dipergunakan untuk meramalkan prognosa: L 1 lebih baik dari L 2, L2 lebih baik dari L3 sedangkan L3 prognosanya jelek.
Ciri-ciri fisiologis Ukuran sel
L1 Predominan, sel kecil
Kromatin nukleus
Sitoplasma
Homogen pada setiap kasus Reguler, kadang terbelah atau berlekuk Tidak terlihat, kecil, tidak jelas Sedikit
Sitoplasma basophil
Ringan atau sedang, jarang nyata
Bentuk nukleus Nukleolus
L2 Besar, ukuran heterogen Variasi heterogen pada setiap kasus Irreguler, terbelah dan sering berlekuk Tampak satu atau lebih, sering besar Variasi, sering kali berlebihan Variasi, beberapa tampak gelap
8
L3 Besar dan homogeny Berbintik-bintik halus dan homogeny Reguler, oval sampai bulat Prominen, satu atau lebih Sering kali berlebihan Sangat gelap
11
Vakuola sitoplasma
Variasi
Tabel 2. Klasifikasi LLA dan ciri-cirinya
Variasi
Sering prominen
8
Etiologi
Penyebab leukemia pada manusia tetap belum diketahui, akan tetapi beberapa faktor predisposisi yang berperan telah diketahui, termasuk faktor lingkungan dan genetik serta keadaan imunodefisiensi. Selain itu, leukemia telah diinduksi pada hewan percobaan dengan strain retrovirus yang berbeda. Adakalnya terdapat laporan tentang sekelompok anak yang menderita leukemia pada daerah geografis tertentu dan hubungan antara virus EpsteinBarr dengan limfoma Burkitt memberi kesan bahwa agen infeksius memegang peranan pada leukemia manusia. Upaya yang keras telah dilakukan untuk membangun hubungan antara virus dengan leukemia. Virus limfotropik sel T manusia (HTLV) I berhubungan dengan leukemia sel T dewasa, dan HTLV II dengan leukemia sel berambut ( hairy cell) manusia. Meskipun telah dilakukan observasi seperti ini, tidak ada bukti langsung yang menghubungkan segala virus dengan leukemia yang sering terjadi pada anak. Dewasa ini, mutasi spontan telah menjadi hipotesis sebagai penyebab utama LLA pada anak. Karena sel “target” untuk LLA, sel progenitor limfoid, memiliki kecepatan proliferasi yang tinggi dan kecenderungan yang tinggi untuk pengaturan kembali gen selama masa kanak-kanak awal, mereka lebih rentan untuk mengalami mutasi. Diperdebatkan bahwa satu, atau lebih mungkin dua, mutasi sekuensial spontan pada gen pengatur kunci dalam suatu populasi sel, yang mengalami tekanan proliferasi dapat terjadi pada frekuensi yang cukup untuk bertanggung jawab terhadap kebanyakan kasus LLA pada anak.
2
Patofisiologi
12
Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia, LLA) adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang, mengganti unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul anemia, dan dihasilkan sel darah merah dalam jumlah yang tidak mencukupi. mencukupi. Timbul perdarahan perdarahan akibat menurunnya menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga terjadi lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel-sel leukemik ke dalam organ-organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati. Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan, mampu memperbaharui secara tidak terhingga, menimbulkan prekursor hematopoietik berdiferensiasi buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih lambat daripada pasangannya yang normal. Pada studi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), perkembangan uniseluler dari neoplasma telah diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel ganas dari pasien heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka. Penentuan pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X pada perempuan heterozigot merupakan metode sensitif lain dalam pada prinsip analisis yang sama. Akumulasi sel blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga
13
mengakibatkan infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ dan menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.
2
Komplikasi
Metabolic pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara sepontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit itu dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan thd infeksi. Infeksi yang paling awal adalah bakteri. Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama remisi adalah komplikasi yang paling sering di jumpai masa lalu, namu sekarang telah jarang karena adanya kemoprofilaksis rutin dengan trimetroprim-sulfametoksasol.
2
Penatalaksanaan
1. Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tandatanda DIC dapat diberikan heparin. 2. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan. 3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit leukosit kurang kurang dari 2.000/mm3. 2.000/mm3. 4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama). 5. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel 5
6
– 10 ), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik leukemia cukup rendah (10 – 10 dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan 14
dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
1
Cara pengobatan
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut : 1. Induksi Sistemik :
a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali. b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga pengobatan c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama 1 minggu. SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai
bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid) 2. Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan : b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi 3. Rumat Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis) 4. Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan. Sistemik :
15
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian tapering off SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali 5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali – obat rumat diteruskan. dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat 6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).
1
Prognosis
Sejumlah gambaran klinis telah dikenal memiliki kepentingan prognostik pada penderita LLA. Sebagian besar memiliki arti yang dipercaya, sebelum dikenal pembagian subtipe LLA, namun identifikasi subtipe spesifik mempunyai nilai tambah. Pada umumnya, prognosis yang buruk dihubungkan dengan awitan yang timbul di bawah umur 2 tahun, atau di atas 10 tahun; Hitung leukosit lebih besar dari 100.000/mm
3
saat diagnosis; adanya massa mediastinum;
keterlibatan dini SSP; leukemia pada pasien kulit hitam. Pada semua keadaan ini, relaps sumsum tulang cenderung terjadi selama lanjutan terapi dan penderita tak mampu mencapai remisi jangka panjang selanjutnya. Identifikasi subtipe spesifik LLA memungkinkan kategori prognostik yang lebih jelas. LLA umum mempunyai prognosis yang paling baik dan ada kemungkinan dengan terapi mutakhir, sebagian besar dapat mencapai taraf kontrol jangka panjang bebas penyakit. Sebaliknya, hanya beberapa saja pederita LLA sel T yang dapat mengharapkan kontrol jangka panjang; dengan rejimen mutakhir, lama remisi (median) hanya 1 tahun. Beberapa pasien LLA sel B mempunyai respons terapi yang kurang daripada LLA sel T. Pengalaman dengan LLA subtipe nondiferensiasi amat sedikit, untuk dapat menentukan pertimbangan prognostik. Klasifikasi FAB juga dapat memberikan memberikan beberapa beberapa dugaan prognostik. prognostik. Dilihat sebagai sebagai kelompok, kelompok, pasien-pasien pasien-pasien dengan morfologi L-1 mempunyai prognosis yang lebih baik daripada kelompok morfologi L-2.
16
Pasien dengan morfologi L-3 mempunyai ciri prognosis yang buruk seperti halnya leukemia sel B dan limfoma non-Hodgkin. Saat ini, cukup banyak penderita LLA umum yang mencapai interval bebas penyakit jangka panjang setelah dihentikannya dihentikannya pengobatan. pengobatan. Ini menunjukkan menunjukkan bahwa dengan rejimen mutakhir, penderita yang mencapai remisi lengkap kontinu selama 6 tahun atau lebih hanya memiliki kemungkinan relaps yang kecil di kemudian hari.
7
Pencegahan Pencegahan kuratif atau spesifik adalah penangan yang bertujuan menyembuhkan
seorang penderita. Strategi umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi (profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan. Pencegahan suportif adalah penanganan pada penyakit lain yang menyertai leukemia,
komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi. Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi darah (trombosit), pemberian antibiotik pada infeksi (sepsis), obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial. Banyak penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan dan kematian bayi yang mendapat ASI eksklusif (hanya ASI saja) selama enam bulan, jauh lebih rendah daripada bayi yang tidak mendapat ASI. Penelitian lain dilakukan oleh tim dari University of Minnesota Cancer Center yang dimuat Journal of the National Cancer Institute. Mereka menyatakan bahwa risiko bayi yang mendapat ASI terkena leukemia turun sampai 30% bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI. Penyebab terjadinya kanker pada anak bisa jadi dipicu oleh kekurangan imunitas. Di sinilah pentingnya peran pemberian ASI yang terbukti mengandung IgA (Immunoglobulin A). Zat ini perlu untuk membantu kekebalan tubuh bayi. Penyakit leukemia tidak dapat menular. Namun disarankan untuk menghindari masuknya zat-zat kimia ke dalam tubuh, seperti debu, kapur, dan lainnya. Pencegahan leukemia adalah dengan mengkonsumsi vitamin A, C, buah-buahan segar serta sayuran yang kaya akan serat.
9
Kesimpulan
Leukemia Limfositik Akut ( LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana selsel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. 17
LLA
merupakan
leukemia
yang
paling
sering
terjadi
pada
anak-anak.
Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa. Sebagian
besar
kasus
tampaknya
tidak
memiliki
penyebab
yang
pasti.
Radiasi, bahan racun (misalnya benzena) dan beberapa obat kemoterapi diduga berperan dalam terjadinya leukemia. Kelainan kromosom juga memegang peranan dalam terjadinya leukemia akut. Faktor resiko untuk leukemia akut adalah: Sindrom Down, memiliki kakak/adik yang menderita leukemia, pemaparan oleh radiasi (penyinaran), bahan kimia dan obat. Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih, perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit. Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik
sehingga
sel
noramal
bisa
tumbuh
kembali
di
dalam
sumsum
tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal.
18
Daftar Pustaka
1. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia . Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan ke-11. Percetakan Infomedika, Jakarta: 2007. h.469-79. 2. Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20. EGC, Jakarta: 2006. h. 1397,1401. 3. Burnside, John W.Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1989. h.172-175, 282-285. 4. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia . Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009. h. 140-52. 5. Gunadi, Hartono. Leukemia akut. Dasar-dasar pediatri. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2008.h.209-10. 6. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2005. h. 150-63. 7. Behrman, E. Richard. Leukemia Limfositik Akut . Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 1992. h. 7-13. 8. Waldo, E. Nelson. Leukemia Limfoblastik Akut . Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2000. 9. Penyakit
leukemia
kanker
darah.
Diunduh
http://www.infopenyakit.com/2008/01/penyakit-leukemia-kanker-darah.html,
dari 15
April
2012.
19