BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Beriringan dengan masuk dan berkembangnya periwayatan hadits di Indonesia, terbukalah gerbang bagi kajian ulumul hadits untuk menetap dan beranak pinak di sana. Benar bahwa pada awal perkembangannya, hadits tersebut masuk melalui periwayatan bil ma’na (secara umum) dan praktik (secara khusus, seperti yang diterapkan wali songo misalnya). Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pada tahap perkembangan berikutnya orang pribumi (ulama Indonesia) mampu menghasilkan literatur-literatur sendiri disamping penggunaan literatur-titeratur ulama klasik sebagai bahan dalam pengajaran ulumul hadits. Sebutlah Muhammad Mahfuzh bin ‘Abdullah At-Tirmasi dalam karyanya Manhaj Dzaw An-Nazhar: Syarh Manzhumah ‘Ilm Al-Atsar yang diyakini sebagai karya pertama ulama Indonesia dalam bidang ulumul hadits, walaupun ditulis di Makkah. Sekalipun demikian, At-Tirmasi dalam pemetaan sejarahnya merupakan ulama hadits Indonesia era klasik, yang mana pada masa itu masih bernaung dalam dekapan pemerintah Hindia Belanda. Lantas bagaimana dengan pemerintahan Indonesia sendiri, terutama pada awal-awal kemerdekaan, adakah ulama-ulama pribumi yang meneruskan geliat literasi ulumul hadits sebagaimana lahannya sudah dibuka oleh At-Tirmasi?.
B. Rumusa Masalah 1. Bagaimana Kondisi Literasi ulumul hadits di Indonesia?. 2. Bagaimana peranan Mahmud Yunus dalan geliat literasi ulumul Hadits Indonesia?. 3. Bagaimana peranan M. Hasbi Ash-Shiddiqi dalam geliat literasi ulumul Hadits Indonesia?. 4. Bagaimana peranan Fatchur Rahman dalam geliat literasi ulumul Hadits Indonesia?.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Literatur Ulumul hadits di Indonesia Sepanjang sejarah perkembangannya, literatur
ulumul hadits yang
dihasilkan ulama Indonesia diawali oleh karya Syekh Muhammad Mahfudh bin Abdullah At-Tirmasi, yaitu Manhaj Dzawi An-Nazhr yang merupakan kitab syarh terhadap karya As-Suyuti, Manzhumah ‘Ilm Al-Atsar. Kemudian disusul ‘Ilm Mushthalah Al-Hadits karya Mahmud Yunus, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits karya M. Hasbi Ash-Shidiqqi, dan Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, lalu Ilmu Mushthalah Hadits karya A. Qadir Hasan, Pengantar Ilmu Hadits karya Muhammad Syuhudi Ismail dan karya lainnya Metodologi Penelitian Hadit, Kaidah Kesahihan Sanad Hadits, dan Hadits menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya. Selain itu telah terbit pula Ikhtishar Mushtalahul Hadits karya Fatchur Rahman, ‘Ilmu Hadits karya Utang Ranuwijaya dll. 1 Selain buku-buku diatas, terdapat pula buku-buku terjemahan dari karyakarya berbahasa Arab, seperti karya ‘Ajaj Al-Khatib (Ushul Al-Hadits), AnNawawi (At-Taqrib), Nuruddin ‘Itr (Manhaj An-Naqd), Shubhi Ash-Shalih (‘Ulum Al-Hadits), Mahmud Ath-Thahan (Taysir) dsb. Akan tetapi, untuk melihat karakteristik dari karya ulama Indonesia tetang kajian terhadap ulumul hadits, perlu penelaahan khusus terhadap karya-karya tersebut.2 Berikut akan diulas beberapa ulama Indonesia yang menyemarakkan literatur ulumul hadits di Indonesia, terutama pada pasa awal kemerdekaan.
B. Mahmud Yunus (1899-1983 M) 1. Biografi Mahmud Yunus adalah buah hati dari pasangan Yunus B. Incek dan Hafsah binti Imam Sami’un. Beliau dilahirkan pada hari sabtu tanggal 30 Ramadhan 1316 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 10 Februari 1899 Masehi di desa Sunggayang, Batusangkar, Sumatera Barat. 3 Mahmud 1
Muhammad Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulumul al-Hadits dari klasik sampai modern,(Bandung : PUSTAKA SETIA, 2004), hlm.135 2 Ibid 3 Sulaiman Ibrahim , Pendidikan dan Tafsir “Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam”, ( Jakarta: LEKAS,2011) hlm. 5
2
Yunus tumbuh dan berkembang dari keluarga sederhana yang taat beragama. Ayahnya seorang petani biasa dari suku Mandahiling dan ibunya yang biasa dipanggil dengan Posa berasal dari suku Chaniago. Walaupun dilahirkan dari keluarga yang sederhana, namun mempunyai nuansa keagamaan yang kuat. Ayah Mahmud adalah bekas pelajar surau dan mempunyai ilmu keagamaan yang cukup memadai sehingga dia diangkat menjadi Imam Nagari. Adapun Ibu Mahmud adalah seorang buta huruf karena tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah sebab pada waktu itu di desanya belum ada sekolah desa. Walaupun demikian ia dibesarkan dalam lingkungan yang Islami. Kakek Hafsyah adalah seorang ulama yang cukup dikenal, bernama Syekh Muhammad Ali yang dimasyhurkan masyarakat dengan Tuanku Kolok. Pekerjaan Hafsah sehari-hari adalah bertenun. Ia mempunyai keahlian menenun kain yang dihiasi benang emas, yaitu kain tradisional Minangkabau yang dipakai pada upacara-upacara adat.4 Pada saat Mahmud Yunus masih balita, Ayah dan Ibunya bercerai. Ia ikut Ibunya dan hanya sesekali Ayahnya menjenguknya. Itu sebabnya pada usia tujuh tahun (1906), Mahmud Yunus mulai belajar al-Quran pada sang Kakek, Engku Gading yang mendirikan sebuah Surau (semacam pesantren di Jawa).5Aktivitas-aktivitas Mahmud dalam bidang-bidang lain tidak mejadi rintangan bagi aktivitasnya dalam mengarang. Hal ini dapat dilihat dari tulisan yang dihasilkan justru pada saat aktivitasnya yang lain lebih memuncak terutama dalam bidang pendidikan. Hingga pada saat ia menjalani masa pensiun, ia tetap menulis bahkan pada tahun-tahun terakhir dari kehidupannya pa tahun (1982) masih ia sempatkan untuk selalu menulis.Awal tahun 1970 kesehatan Mahmud Yunus menurun dan bolak balik masuk rumah sakit. Tahun 1982, dia memperoleh gelar doctor honoris causa di bidang ilmu tarbiyah dari IAIN Jakarta atas karya-karyanya dan jasanya dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Pada tahun ini juga pada tanggal 16 januari, Mahmud Yunus meninggal dunia di Jakarta.6 4
Ibid Herry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet I,2006), hlm. 85-86 6 Saiful Amin Ghofur, Profil para Mufassir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hlm. 200 5
3
2. Karya dalam Ulumul Hadits Pemikkran Mahmud Yunus mengenai ulumul hadits ia tuangkan kedalam salah satu karyanya yaitu kedalam kitab “ilmu Musthalahul Hadits” yang mana dalam kitab tersebut ia membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan ulumul hadits. Dalam bukunya ”Ilmu Musthalahul Hadits” Mahmud Yunus membuat sistematika pembahasan ulum al-Hadits dalam 69 pembahasan. 7 Manhaj yang digunakan Mahmud Yunus dalam menyusun bukunya adalah memberikan penjelasan singkat seputar mushthalah dengan cara meringkas dari berbagai literaturyang terdahulu.ia menjelaskan setiap pembahasan dengan menggunakan pointer sehingga terkesan sistematis. Singkatnya, penjelasannya sangat terlihat karena hanya mencakup definisi dan keterangan seperlunya terhadap definisi dan permasalahannya. Adapun pembahasan tentang istilah-istilah hadits yang diterangkan dalam bukunya itu sangat sedikit, kurang lebih berjumlah 41 istilah, 29 yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas dan 12 yang berkaitan dengan istilah umum dan gelar ahli hadits.8
C. Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi (1904-1975 M) 1. Biografi9 Prof. Dr. Tubagus Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi lahir di Lhoksemawe, Aceh pada tanggal 10 Maret 1904. Masa kelahiran dan pertumbuhannya bersamaan dengan tumbuhnya gerakan pembaharuan pemikiran di Jawa yang merupakan semangat kebangsaan Indonesia serta anti-koloni. Sementara di Aceh, peperangan dengan Belanda kian berkecambuk. Ayah Hasbi Ash-Shiddiqi bernama Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husien ibn Muhammad Su’ud, adalah seorang ulama’ terkenal di kampungnya dan mempunyai sebuah pondok. Ibunya Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz , merupakan anak seorang Qadi Kesultanan Acheh ketika itu. Menurut salasilah, Hasbi
7
Muhammad Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulumul al-Hadits... 138 Ibid, hlm. 139 9 Herry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh Abad 20...107 8
4
ash Shiddieqy adalah berketurunan Abu Bakar al-Shiddiq (573-13/634M) yaitu khalifah yang pertama. Beliau merupakan generasi ke 37 dari Abu Bakar al-Shiddiq yang meletakkan gelaran ash Shiddieqy diakhir namanya.10 Hasbi ash-Shiddiqi mula mendapat pendidikan awalnya di pondok pengajian milik bapaknya. Beliau menuntut ilmu di berbagai pondok pengajian dari satu kota ke kota yang lain selama 20 tahun. Beliau mempelajari bahasa Arab dari gurunya yang bernama Syeikh Muhammad ibn Salim al-Kalali, seorang ulama’ berbangsa Arab. Pada tahun 1926 T.M Hasbi ash Shiddieqy berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pelajarannya di Madrasah al-Irsyad yaitu sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Soorkati (1874-1943), seorang ulama’ yang berasal dari Sudan. Di Madrasah al-Irsyad Hasbi ash Shiddieqy mengambil takhassus dalam bidang pendidikan selama 2 tahun. Pengajiannya di al-Irsyad dan gurunya Ahmad Soorkati banyak memberi didikan ke arah pembentukan pemikiran modern.11 Beliau juga pernah menuntut di Timur Tengah. Seperti ulama’ lain, ia berpendirian bahawa syariat Islam bersifat dinamik, sesuai dengan perkembangan masa dan tempat. Ruang lingkupnya mencakupi semua aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia mahupun hubungan dengan Tuhannya. Syariat Islam yang bersumberkan wahyu Allah swt, difahami oleh umat Islam melalui metode ijtihad untuk diadaptasikan setiap perkembangan yang berlaku dalam masyarakat. Ijtihad inilah yang kemudiannya melahirkan fiqh. Menurutnya, hukum fiqh yang dianuti oleh masyarakat Islam Indonesia banyak yang tidak sesuai dengan keperibadian bangsa Indonesia. Mereka terlalu berkecenderungan mengikut mazhab imam-imam tersebut. Sebagai alternatif terhadap sikap tersebut, beliau mencadangkan gagasan perumusan
kembali
fiqh
Islam
yang
berkeperibadian
Indonesia.
Menurutnya, umat Islam harus mencipta hukum fiqh yang sesuai dengan latar belakang masyarakat Indonesia. Namun begitu, tidak berarti ijtihad
10
Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam di Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009),
11
Ibid... 243
hlm. 242
5
ulama’ terdahulu harus dibuang sama sekali, tetapi harus diteliti dan dipelajari secara bebas, kritis dan terlepas dari sikap fanatik. Dengan demikian, pendapat ulama’ dari mazhab manapun, asalkan sesuai dan relevan dengan situasi masyarakat Indonesia dapat diterima dan diterapkan.12 Disebabkan kompleksnya permasalahan yang terjadi akibat daripada kemajuan,maka pendekatan yang dilakukan untuk mengatasinya tidak boleh dikhususkan hanya pada bidang-bidang tertentu sahaja. Hasbi ash Shiddieqy menawarkan gagasan ijtihad jama’i.Dianggotai bukan hanya golongan ulama’, tetapi juga terdiri dari pelbagai kalangan muslim yang lain seperti, ahli ekonomi, sarjana, budayawan, dan ahli politik yang mempunyai visi dan wawasan terhadap permasalahan umat Islam. Dalam gagasan ijtihad ini memandang metodologi pengambilan dan penetapan hukum (istinbat) yang telah dirumuskan oleh para ulama’ seperti qias, istihsan, masalah mursalah dan urf. 2. Karya dalam Ulumul Hadits13 Karya Hasbi Ash-Shiddiqi dalam materi ulumul hadits adalah Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits dan Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits. Kedua karya tersebut disusun sebagai hasil dan sekaligus bahan perkuliahan Ilmu Hadits pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada umumnya,
karya-karya
tersebut
menggunakan
pembahasan
dengan
memberikan nomor urut pada setiap judul bahasan, walaupun itu hanya sebuah judul kecil. Sedangkan materinya, ia mengulas hal-hal yang berkaitan dengan mushthalah, dengan memberikan informasi yang berupa definisi, bahkan hampir setiap definisi yang ada didefinisikan secara berbeda dari para tokoh yang ia ungkapkan. Penjelasan definisi dan materi yang terkait dengan bahasan itu biasana singkat dan jikapun ada pertangan misal dari ulama satu dengan ulama yang lain, iapun menyertakannya. Sedangkan susunan materi yang ditawarkan oleh Hasbi AshShiddiqi antara lain: a. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits
12 13
Ibid, hlm.242 Muhammad Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulumul al-Hadits...139
6
Buku ini memuat 179 bahasan yang dibagi ke dalam 6 bagian. Sesuai dengan judulnya, materi dalam buku ini menyajikan sejarah perkembangan hadits. b. Pokok-Pokok Ilmu Diroyah Hadits Buku ini hadir dalam 2 jilid. Di dalamnya menawarkan 382 pembahasan yang tertuang dalam 71 bab dan 21 bagian. Tidak seperti buku sebelumnya yang menghadirkan sejarah, materi dalam buku ini langsung menjelaskan istilah-istilah dalam ulumul hadits. Dari sedikit ulasan mengenai susunan materi dari kedua buku Hasbi AshShiddiqi tersebut dapat disimpulkan bahwa orientasi pembahasan keduan buku tersebut berbeda. D. Fatchur Rahman14 Buku Ikhtishar Musthalahul Hadits yang ditulis oleh Fatchur Rahman menjadi salah satu buku wajib bagi pelajar tingkat aliyah yang mengambil jurusan agama, dan mahasiswa di lingkungan IAIN. Fatchur Rahman menyusun bukunya dengan membagi ke dalam lima bagian yang masing-masing memiliki pembahasan dalam bentuk bab dan subbab. Adapun susunan materi yang disajikan Fatchur Rahman antara lain: 1. Bagian pertama, berisi pembahasan tentang hadits dan periode pertumbuhannya. 2. Bab ini terdiri dari 5 bab yang berisi 16 pembahasan.Bagian kedua, berisi tentang Ilmu Mushthalahul Hadits yang memuat 4 bab dan mencakup 39 pembahasan. 3. Bagian ketiga, tentang periwayatan hadits. Terbagi ke dalam lima bab ang mencakup 9 pembahasan. 4. Bagian keempat membahas tentang ilmu-ilmu hadits, dibagi ke dalam 10 bab yang mencakup 20 pembahasan. 5. Bagian ke 5, berisi tentang sejarah ringkas para imam pentakhrij hadits, yang memuat 9 tokoh yang tergolong sebagai pemilik kutub at-tis’ah.
14
Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulumul Hadits... 145
7
Kelebihan buku ini adalah penjelasan yang sederhana, mudah difahami dengan memberikan contoh-contoh yang jelas dan rinci, karena dibuat dalam bentuk diagram. Begitu pula dengan susunannya, walaupun dalam studinya ia berada di bawah bimbingan Hasbi ash-Shiddiqi tetapi metodologi penyusunan bukunya sangat jauh berbeda, sehingga wajar bila buku ii lebih diterima oleh semua kalangan, termasuk Madrasah Aliyah karena sistematika dan cara pengulasan yang mudah.
8
BAB III KESIMPULAN
Dari karya beberapa tokoh yang telah disinggung diatas dapat disimpulkan bahwa penyusunannya masih memiliki kecenderungan terhadap karya ulumul hadits periode modern (Nurudin “itr dkk), yaitu meluaskan pembahasaan masalah sejarah perkembangan hadits dan ilmu hadits. Disamping itu, penyusunannya juga banyak dilatar belakangi oleh keperluan akademis daripada kebutuhan untuk memberikan informasi yang utuh tentang ulumul hadits. Oleh sebab itu, karakteristik dari karya-kaarya ulumul hadits Indonesia lebih banyak bersifat pengantar daripada pembahasan apalagi analisis.
9
DAFTAR PUSTAKA
Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam di Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009) Herry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet I,2006) Muhammad Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulumul al-Hadits dari klasik sampai modern,(Bandung : PUSTAKA SETIA, 2004) Saiful Amin Ghofur, Profil para Mufassir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008) Sulaiman Ibrahim , Pendidikan dan Tafsir “Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam”, ( Jakarta: LEKAS,2011)
10