BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Irigasi pada umumnya adalah usaha mendatangkan air dengan membuat
bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk mengalirkan air guna keperluan
pertanian, membagi-bagikan air ke sawah-sawah atau ladang-ladang dengan
cara yang teratur dan membuang air yang tidak diperlukannya lagi, setelah
air itu digunakan dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu ilmu irigasi sangat penting untuk membuat petani atau
rakyat sekitarnya dapat memanfaatkan sumber air yang ada, sehingga petani
dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Dengan adanya irigasi ini, tanah yang semula tidak produktif akan
menjadi produktif. Bila produktivitas lahan ini tinggi maka akan
mengakibatkan terjadinya produktivitas di bidang lainnya, tentu saja
perkembangan daerah ini semakin baik.
Dari sini menuntut perencana, terutama Civil Engineering harus dapat
merencana irigasi khususnya jaringan irigasi dengan baik dan efisien,
sehingga menguntungkan semua pihak. Untuk mencapai hal tersebut maka para
calon perencana mulai sejak dini (mahasiswa) harus mengetahui ilmunya, dan
untuk aplikasinya maka mahasiswa diberikan tugas struktur perencanaan peta-
petak daerah irigasi.
2. Maksud Dan Tujuan Perencanaan
Maksud irigasi ialah untuk mencukupi kebutuhan air guna pertanian dan
tujuan irigasi tergantung dari kebutuhan untuk apa irigasi itu akan
diperlukannya.
Maksud itu dapat dibagi dalam :
1. Membasahi tanah
2. Merabuk
3. Mengatur suhu (temperatur) tanah
4. Menghindari gangguan dalam tanah
5. Kolmatase
6. Membersihkan air kotoran
7. Mempertinggi air tanah
Perencanaan peta petak daerah irigasi ini harus memenuhi tujuan dan
maksud irigasi, oleh karena itu perencanaan tugas ini dibuat dengan
peraturan atau kriteria yang telah disusun oleh instansi yang berwenang,
dengan pengarahan dosen mata kuliah irigasi.
3. Deskripsi Tugas
Lokasi Perencanaan : Sungai Banuju
Skala : 1 : 30.000
Debit aliran (a) : 1,29 lt/dt/ha
BAB II
PERENCANAAN
2.1 Pengertian Irigasi
Irigasi adalah sistem pemberian air dari bangunan utama kesaluran –
saluran baik primer, sekunder , tersier , yang kemudian air yang tidak
terpakai dialirkan kembali ke sungai.
Manfaat yang kita dapat dari irigasi adalah :
Sistem dapat menjamin sepenuhnya persediaan air untuk tanaman.
Sistem dapat menjamin waktu panen pada saat musim kering.
Menjaga suhu tanah agar tetap dingin.
Mencuci garam – garam yang berada dalam tanah.
Memperkecil resiko rembesan air tanah.
Agar tanah lebih mudah dikerjakan pada waktu membajak.
Aspek yang perlu di tinjau dalam irigasi :
a. Aspek engineering
- penyimpanan, pengangkutan,
penyimpangan selama sistem gravitasi.
- Membawa air keladang pertanian.
- Pemakaian air untuk perswahan
- Mengeringkan air kelebihan.
- Pembangkit tenaga air.
b. Aspek agricultural
- kedalaman air
- pendistribusian air
- kapasitas alir untuk tanah yang berbeda
- reklamasi tanah tandus
-
Untuk pelaksanaan proyek seringkali dipakai akronim SIDLACOM untuk
mengidentifikasi berbagai tahapan proyek.
S ( Survey
I ( Investigation
D ( Design
La ( Land acquisition
C ( Construction
O ( Operation
M ( Maintenance
Tahap perencanaan merupakan tahap pembahasan proyek pekerjaan irigasi
secara mendetail. Tahapan perencanaan ini meliputi:
2. Tahap Studi
Pada tahap studi ada tujuh persyaratan perencanaan proyek irigasi yang
akan dianalisis dan dievalusi yaitu:
1) Lokasi dan perkiraan daerah irigasi.
2) Garis besar rencana pertanian.
3) Sumber air irigasi mengenai banyaknya air yang tersedia serta perkiraan
kebutuhan air.
4) Deskripsi tentang pekerjaan baik yang sedang direncanakan maupun yang
belum.
5) Program pelaksanaan dan skala prioritas pengembangannya.
6) Terpenuhinya persyaratan dari direktorat jendral pengairan.
7) Dampaknya terhadap pembangunan sosial ekonomi dan lingkungan.
Pada tahap studi ini terdiri dari :
1. Studi awal
Merupakan tahap pencetusan ide untuk menjadikan suatu daerah menjadi
daerah irigasi, ide tersebut timbul baik dari pengamatan langsung di
apangan atau melalui analisis data.
2. Studi identifikasi
a) Identifikasi proyek dengan menentukan nama dan luas, garis besar
skema irigasi alternatif, pemberitahuan kepada instansi yang
bewenang.
b) Pekerjaan teknik dan perencanaan pertanian dilakukan di kantor atau
lapangan.
3. Studi pengenalan
a) Kelayakan teknis dari proyek yang sedang dipelajari.
b) Komponen dan aspek multisektor dirumuskan.
c) Penjelasan mengenai aspek yang belum dapat dipecahkan.
d) Penentuan ruang lingkup studi.
e) Pekerjaan lapangan dan kantor.
f) Perbandingan proyek dilihat dari perkiraan biaya dan keuntungan
yang diperoleh.
g) Pemilihan alternatif.
h) Penentuan pengukuran dan penyelidikan yang diperlukan.
4. Studi kelayakan
a) Analisis dari segi teknis dan ekonomis untuk proyek yang sedang
dirumuskan.
b) Menentukan batasan atau definisi proyek sekaligus menentapkan
prasarana.
c) Mengajukan program pelaksanaan.
d) Ketepatan yang diisyaratkan.
e) Pengukuran topografi, geoteknik dan kualitas tanah secara eksentif.
3. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dimulai setelah diambil keputusan untuk melaksanakan
proyek. Disini dibedakan menjadi dua tahap yaitu :
1. Tahap perencanaan pendahuluan
a) Pengukuran
Peta topografi
Peta tofografi ini digunakan dalam pembuatan tata letak
pendahuluan jaringan irigasi yang bersangkutan. Peta-peta
topografi dibuat dengan skala 1 : 25 000 untuk tata letak umum,
dan 1 : 5000 untuk tata letak detail.
Penelitian tentang kemampuan tanah
Penelitian kemampuan tanah dapat dilaksanakan sebelum pembuatan
tata letak pendahuluan.
b) Perencanaan pendahuluan
Pada taraf perencanaan pendahuluan akan diambil keputusan mengenai
:
Lokasi bangunan utama dan bangunan silang utama.
Tata letak jaringan.
Perencanaan petak-petak tersier.
Pemilihan tipe-tipe bangunan
Trase dan potongan memanjang saluran.
Jaringan dan bangunan pembuang.
2. Tahap perencanaan akhir
a. Pengukuran dan penyelidikan
Untuk melaksanakan perencanaan akhir sejumlah pengukuran dan
penyelidikan harus dilakukan. Kegiatan ini meliputi:
Pengukuran topografi (pengukuran trase saluran dan pengukuran
situasi bangunan-bangunan khusus).
Peyelidikan geologi teknik (geologi dan mekanika tanah).
Penyelidikan model hidrolis.
b. Perencanaan dan laporan akhir
Perencanaan akhir merupakan taraf akhir dalam perencanaan jaringan
irigasi. Dalam taraf ini gambar tata letak, saluran dan bangunan
akan dibuat detail akhir. Pada taraf ini di susul dengan perkiraan
biaya, program dan metode pelaksanaan, pembuatan dokumen tender dan
pelaksanaan.
4. Layout Saluran dan Bangunan
Peta yang menggambarkan lay-out saluran dan bangunan adalah peta yang
menggambarkan dan menunjukkan lokasi dan arah saluran, lokasi bangunan-
bangunan baik bangunan utama, bangunan pembagi maupun bangunan pelengkap,
lokasi jalan batas petak irigasi, daerah yang dapat diairi maupun tidak,
serta seluruh jaringan drainase.
Perencanaan peta petak biasanya menggunakan peta situasi skala 1 :
5.000, dibuat petak-petak yang terdiri dari:
a. Petak Tersier, yaitu kumpulan dari sawah-sawah yang menerima air irigasi
dari saluran tersier yang disadap dari saluran induk/sekunder di satu
tempat pengambilan. Hal ini dibuat untuk memp okasi seluruh daerah yang
diairi dengan membuat batas-batas daerah dan garis-garis kontir secara
lengkap. Luas satu petak tersier sedapat mungkin merata antara 50 – 100
ha dan tidak boleh lebih dari 150 ha, juga jarak sawah terjauh dari
bangunan sadap tidak boleh lebih dari 3 km. Hal ini untuk memudahkan
pengelolaan air oleh petugas dari para petani pemakai air.
b. Petak Sekunder, yaitu suatu petak yang terdiri dari kumpulan dari
beberapa petak tersier yang dapat air irigasi dari satu saluran sekunder.
Setiap petak sekunder harus mendapatkan air hanya dari satu bangunan bagi
yang terletak di saluran induk atau saluran sekunder lainnya, kecuali
pada hal-hal tertentu harus mendapatkan air irigasi suplesi dari saluran
lain.
c. Petak Primer, yaitu suatu petak gabungan dari beberapa petak tersier
yang dapat air langsung dari saluran induk dan beberapa petak sekunder.
Setiap petak primer sedapat mungkin dekat dengan bangunan utama bendung
agar tidak terlalu panjang dalam membuat saluran induknya.
d. Nomenklatur, ialah nama petunjuk (indeks) yang jelas dan singkat dari
suatu obyek, baik petak, saluran, bangunan bagi/sadap, bangunan
pelengkap, bangunan silang dan sebagainya, sehingga akan memudahkan dalam
pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan dari tiap-tiap bagian jaringan
irigasi. Syarat dalam menentukan pemberian nama antara lain, yaitu:
Sebaiknya terdiri dari satu huruf untuk menyatakan petak, saluran atau
bangunan.
Saluran induk diberi nama sesuai dengan nama sungainya atau nama kampung
terdekat.
Begitu pula untuk bangunannya, baik bangunan utama, pembagi/sadap maupun
bangunan pelengkap lainnya diberi nama sesuai dengan nama saluran di
hulunya dan diberi indeks 1, 2, 3 dan seterusnya.
Di dalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran panjang 4 cm dan lebar
1,5 cm.
Di dalam kotak diberi kode dari saluran mana kotak tesebut mendapat air
irigasi, arah salurannya (kiri atau kanan) dilihat dari arah aliran. Kotak
ini dibagi dua bagian, atas untuk nama petak tersier yang bersangkuran,
sedangkan bagian bawahnya dibagi dua pula, yaitu sebelah kiri untuk luas
areal sawah yang diairi (ha) dan sebelah kanannya untuk menunjukkan
besarnya debit yang diperlukan (l/det). Sebagai contoh dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Nomenklatur Petak Tersier
Dimana:
Ss = nama petak tersier
1 = nomor bangunan
Kn = arah petak tersier sebelah kanan
36,348 ha = luas petak sawah yang diairi
86,25m3/det = besar debit yang dibutuhkan.
Bendung
Beberapa kriteria dalam pemilihan lokasi bendung adalah sebagai
berikut:
1. Morfologi sungai yang mantap, alur sungai relatif lurus, gejala agradasi
dan degradasi seimbang, sungai tidak terlalu diam, tebing-tebingnya
stabil dan penampang relatif simetris.
2. Topografi lokasi yang baik yakni tidak memerlukan tanggul banjir/tanggul
penutup yang panjang. Akibat pengempangan sebesar-besarnya air masih
dapat tertampung pada badan sungai.
3. Kondisi geologi stabil, tidak berada pada daerah patahan, sesar,
longsor. Tanah tidak terlalu poros, namun mempunyai daya dukung yang
baik.
4. Debit air cukup besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan, namun kualitas
tetap memenuhi syarat sebagai air irigasi. Kandungan sedimen tidak boleh
terlalu tinggi (5% x debit air).
5. Karena tujuan pemebendungan adalah untuk menaikkan muka air, maka akan
sangat baik jika dapat sepenuhnya gravitasional. Namun lokasi yang
terlalu jauh akan menyebabkan saluran primer panjang.
6. Mudah mendapatkan bahan konstruksi, bahan pondasi, bahan timbunan, bahan
batu kosong, agregat untuk beton dan kondisi mekanika tanah yang baik
untuk konstruksi.
Aspek lingkungan, yaitu sedikit mungkin menimbulkan dampak negatif
seperti memindahkan penduduk, mengubah ekologi dan bentang alam. Sedangkan
elevasi mercu bendung harus ditentukan sehingga mendapatkan nilai optimal
kebutuhan pengairan, operasi bangunan pelengkap, kesempurnaan aliran menuju
dan meninggalkan bendung serta keterkaitannya dengan bangunan lain dalam
satu sistem pengaruh dinamika sungai. Data yang diperlukan untuk dapat
menentukan elevasi mercu bendung meliputi:
a. Jaringan dan petak irigasi, kebutuhan air, data hidraulik dan geometri
struktur bangunan bagi pertama, serta data hidraulik bangunan pengambilan
dan sistem pengelak sedimen.
b. Tentang pengaruh terhadap lingkungan sungai dan keterkaitan bendung yang
direncanakan dengan bangunan air yang ada di sungai dalam satu sistem
pembinaan sumberdaya sungai.
Lebih jauh, aspek fungsinya, elevasi bendung harus memperhatikan:
Memenuhi pencapaian pengaliran dalam volume, aktu dan cara pengaturan
tertentu ke seluruh wilayah pengairan yang diinginkan, dengan
memperhatikan kehilangan tinggi tekan di sistem pengelak sedimen,
bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan ukur.
Pencapaian keadaan aliran yang menguntungkan menuju sawah, pada dan
meninggalkan bendung dengan memanfaatkan pengaruh arus aliran baik (back
water) akibat pembendungan.
Perubahan kualitas dan kuantitas angkutan muatan dasar atau angkutan
muatan layang sungai sebagai fungsi tinggi pembendungan dalam kaitannya
dengan pengelakan sedimen.
Luas dan jangkauan daerah pengempangan pada berbagai debit sungai yang
mungkin terjadi serta dampak pengempangan terhadap lingkungan sungai,
desain saluran pembawa, bangunan bagi, snad trap, alat ukur, bangunan
ukur debit dan sejenisnya.
Kestabilan struktur secara keseluruhan, keadaan tanah dasar dan pondasi
biaya pembangunan.
Saluran
1. Saluran Pembawa
Dalam perencanaan saluran pembawa, beberapa kriteria yang digunakan yaitu:
Saluran induk umumnya terletak pada garis tinggi, sedangkan saluran
sekunder berupa saluran garis punggung.
Untuk saluran yang merupakan saluran punggung agar diusahakan untuk
dapat mengikuti medan lapanganan dengan memperhatikan batas
kecepatan yang diijinkan.
Agar efisien, dimensi daluran pembawa ditentukan berdasarkan
kapasitas penampang saluran yang ideal sesuai dengan kebutuhan areal
yang diairi.
Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan saluran
pembawa meliputi :
Bentuk Penampang
Bentuk penampang saluran yang umum dapat dipilih adalah penampang
persegi empat, bulat, setengah lingkaran, trapesium dan penampang lain
sesuai kebutuhan. Pertimbangan umum pemilihan bentuk penampang meliputi
segi teknik dan ekonomis baik dalam pelaksanaan konstruksi maupun
operasinya. Agar efisiensi saluran relatif tinggi, saluran berpenampang
trapesium dengan pasangan batu kali adalah bentuk saluran yang paling
optimal untuk mengalirkan air irigasi di DI Tolinggula dan DI Didingga.
Kriteri Hidrolis
Dua faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran yaitu
perbandingan kedalaman air dalam lebar dasar saluran dan kemiringan
memanjang.
Beberapa kriteria hidrolis untuk perencanaan saluran dengan
diantaranya:
Sedimentasi : kecepatan minimum yang disarankan adalah kecepatan
terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan
diameter yang diijinkan (0,006 – 0,070 mm). Untuk perencanaan saluran
irigasi yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yuang terbaik adalah
menjaga kapasitas angkutan sedimen persatuan debit masing-masing ruas
saluran disebelah hilir setidak-tidaknya konstan.
Erosi : kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan aliran
(rata-rata) maksimum yang tidak akan menimbulkan erosi di permukaan
saluran baik di dasar maupung di lereng saluran.
Kemiringan memanjang : Keadaan topografi merupakan faktor utama dalam
menentukan kemiringan memanjang saluran dan akan sebanyak mungkin
mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih. Usaha pencegahan
terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang minimum,
sedangkan untuk menjaga terjadinya erosi kecepatan maksimum aliran harus
dibatasi.
Tinggi jagaan : tinggi jagaan berfungsi untuk menaikkan muka air di
atas tinggi muka air maksimum dan mencegah kerusakan tanggul saluran.
Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncanakan bisa
disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir,
variasi ini akan bertambah dengan mebesarnya debit. Meningginya muka air
dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam saluran.
Tinggi jagaan minimum pada saluran untuk saluran primer dan sekunder
didasarkan pada besarnya debit pada masing-masing saluran seperti
tercantum dalam Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran
"Debit (m3/det) "Jagaan (m) "
"< 0,50 "0,40 "
"0,50 – 1,50 "0,50 "
"1,50 – 5,00 "0,60 "
"5,00 – 10,00 "0,75 "
"10,00 – 15,00 "0,85 "
"> 15,00 "1,00 "
Lebar tanggul : untuk keperluan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi,
maka
diperlukan tanggul sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti yang
tercantum dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Lebar Minimum Tanggul
"No. "Debit (m3/det) "Lebar Tanggul (m) "
" " "Tanpa "Dengan jalan"
" " "jalan " "
"1 "Q < 1,00 "1,00 "3,00 "
"2 "1,00 < Q < 5,00"1,50 "5,00 "
"3 "5,00 < Q < "2,00 "5,00 "
" "10,00 " " "
"4 "10,00 < Q < "3,50 "5,00 "
" "15,00 " " "
"5 "Q > 15,00 "3,50 "5,00 "
Jalan inspeksi terletak ditepi saluran petak yang diairi agar bangunan
sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit
dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,00 m atau lebih
dengan lebar perkerasan minimum 3,00 m.
2. Saluran Pembuang
Air irigasi yang tidak dipakai lagi akan dibuang ke tempat pembuangan
melalui saluran pembuang. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
perencanaan saluran pembuang adalah:
a. Dibuat pada tempat yang terendah, sehingga pembuangan dapat berjalan
dengan lancar.
b. Saluran pembuang dapat dibuat secara sejajar atau tegak lurus dengan
garis tinggi yang terletak di lembah. Saluran pembuang hendaknya
berdekatan dengan pembuang alam (sungai).
Tahapan-tahapan untuk perencanaan saluran pembuang sama dengan dipakai
dalam perencanaan saluran pembawa. Tetapi untuk menentukan dimensi saluran
pembuang debit rencana yang dipakai adalah debit pembuang atau modulus
pembuang/drainase.
Jumlah kelebihan air permukaanyang harus dikeringkan per petak disebut
modulus drainase atau modulus pembuang. Besarnya modulus ini tergantung
pada: (a) curah hujan selama periode tertentu, (b) pemberian air irigasi
pada waktu itu, (c) kebutuhan air tanaman, (d) perkolasi tanah, (e)
tampungan di sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan, (f)
luas daerah, (g) sumber kelebihan air yang lain.
Bangunan Bagi/Sadap
Bangunan bagi/sadap yang berfungsi sebagai bangunan pembagi/penyadapan
air dilengkapi dengan pintu pengatur dan bangunan pengukur debit. Agar
pengelolaan air efektif, debit harus diatur dan diukur pada hulu saluran.
Secara spesifik, pertimbangan pemilihan pembangunan bangunan ukur
didasarkan pada faktor-faktor:
Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit
Ketelitian pengukuran di lapangan
Konstruksi yang kokoh sederhana dan ekonomis
Eksploitasi dan pemeliharaan yang sederhana dan murah
Cocok dengan kondisi setempat dan mudah dioperasikan oleh petani
1. Bangunan Pengatur Muka Air
Bangunan pengatur tinggi muka air dimaksudkan untuk mengatur tinggi
muka air di saluran primer, sekunder dan tersier serta cabang-cabangnya
sehingga tercapai pada batas-batas tinggi air tertentu yang dibutuhkan. Ada
beberapa jenis bangunan pengatur seperti:
a. Pintu Sorong Pintu
Pintu Sorong Pintu sorong terbuat dari plat besi yang dapat bergerak
vertikal secara manual sepanjang batang ulit yang digunakan untuk mengatur
atau menutup sama sekali aliran air melalui bangunan.
b. Pintu Stop Log
Stop log merupakan bilah kayu sederhana yang dipasang secara mendatar
dalam satu susunan untuk menutup sama sekali atau sebagian aliran. Setiap
balok dapat dipasang dan dibuka secara manual, biasanya mempunyai lebar
antara 15 – 20 cm. Fungsi utama stop log adalah untuk menahan muka minimal
di daluran tergantung pada pengaturan air yang diinginkan. Di atas stop log
alirannya bebas, misalnya untuk tindakan drainase, atau memasukan air pada
saat pasang. Pengoperasian dilakukan sesuai dengan pengaturan jumlah blok
pada bangunan. Untuk drainase maksimum, semua blok dapat diangkat dari
bangunan, sementara untuk menahan agar muka air maksimum dengan muka air
tinggi, semua daun pintu stop log dapat dipasang.
2. Alat Ukur Debit Aliran
Di Indonesia telah digunakan berbagai tipe alat ukur yang masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Syarat utama alat ukur debit
adalah: (a) pembuatannya dibuat sederhana, (b) ketelitian pengukuran cukup
baik, (c) mudah dioperasikan oleh petugas, (d) tinggi tekanan yang tersedia
pada saluran, (e) murah biaya pemeliharaannya.
Bangunan Terjun
Bangunan terjun diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam
dari pada kemiringan maksimum saluran yang diijinkan. Bangunan terjun
mempunyai empat bagian fungsional yang masing-masing memiliki sifat-sifat
yang khas, antara lain: (a) bangunan hulu pengontrol yaitu dimana aliran
menjadi super kritis, (b) bagian pembawa ke elevasi yang lebih rendah, (c)
peredam energi, (d) bagian peralihan, dimana diperlukan perlindungan untuk
mencegah erosi.
Bangunan Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
(saluran irigasi atau pembuang) melewati jalan air lainnya (biasanya
saluran), bawah jalan atau kereta api. Bangunan gorong-gorong mempunyai
potongan melintang yang lebih kecil dari pada luas penampang basah saluran
hulu maupun hilir.
Dari jenis alirannya, gorong-gorong dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu:
a. Gorong-gorong Terbuka
Untuk saluran yang membawa air irigasi, pengalirannya merupakan
aliran bebas pada saluran terbuka, sehingga gorong-gorong sendiri umumnya
dibuat persegi dari pasangan batu kali maupun beton bertulang dan bagian
atasnya ditutup dengan plat beton bertulang. Kehilangan energi diusahakan
sekecil mungkin, sehingga kecepatan aliran dibatasi, dan diperkirakan V =
1,00 – 2,00 m/det.
b. Gorong-gorong Tertutup
Bentuk gorong-gorong pada umumnya bulat atau persegi empat.
Karena seluruh potongan melintang pada gorong-gorong tertutup ini berada
di bawah permukaan air, maka semua potongan melintang tersebut dianggap
terisi penuh air sehingga kriterianya berbeda dengan goron-gorong
terbuka. Umumnya gorong-gorong ini digunakan untuk mengalirkan saluran
pembuang yang membutuhkan kecepatan aliran lebih besar. Untuk keperluan
perencanaan diambil V = 1,50 – 3,00 m/det.
Bangunan Talang
Talang merupakan saluran buatan yang melintas dan berada di atas
permukaan lembah, saluran pembuang, saluran irigasi, sungai, jalan atau rel
kereta api atau disepanjang Bukit dan sebagainya. Air yang mengalir di
dalamnya bergerak pada kondisi permukaan bebas. Bahan yang sering digunakan
untuk konstruksi talang adalah pasangan beton, baja atau kayu.
Agar diperoleh talang yang ekonomis dalam mengalirkan air yang ada di
dalamnya, maka perlu diperhatikan persyaratan berikut:
a. Potongan melintang talang dapat ditentukan berdasarkan nilai banding
b/h, dimana b adalah lebar bangunan dan h adalah kedalaman air.
Perbandingan yang paling ekonomis berkisar 1 sampai 3.
b. Kecepatan di dalam bangunan harus lebih tinggi daripada kecepatn di
saluran biasa. Tetapi kemiringan dan kecepatan dipilih sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi aliran superkritis atau mendekati kritis.
c. Pada bagian peralihan dibuat perlu diperhatikan nilai koefisien
kehilangan energi sesuai dengan bentuk penampang yang direncanakan.
d. Diperlukan tinggi jagaan yang disesuaikan dengan besarnya debit. Tinggi
jagaan dapat diambil dari KP-03 pada saluran.
e. Penggunaan bahan diambil berdasarkan besaran bentang dan debit yang
direncanakan.
Bangunan Sipon
Sipon merupakan bangunan yang membawa air melewati bawah saluran lain
(biasanya pembuang) atau jalan. Perencanaan hidrolis sipon harus
mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan pada peralihan masuk,
kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku sipon serta
kehilangan pada peralihan keluar. Diameter minimum sipon adalah 0,60 m
untuk memungkinkan pembersihan dan inspeksi. Biasanya sipon dikombinasikan
dengan pelimpah tepat di sebelah hulu agar air tidak meluap di atas tanggul
saluran hulu. Hal lain yang perlu diperhatikan adanya penyumbatan atau
masuknya orang/binatang yang masuk secara kebetulan, maka mulut sipon
ditutup dengan kisi-kisi penyaring (trashrack).
Bangunan Pelimpah
Pangunan pelimpah dibuat untuk membuang kelebihan debit baik di
saluran maupun pada bangunan talang atau sipon. Kelebihan debit tersebut
diharapkan tidak sampai melimpas di atas tanggul, karena akan mengakibatkan
kerusakan baik pada badan tanggul maupun bangunan lainnya.
Bangunan Jembatan
Jembatan yang akan dibagun dimaksudkan adalah jembatan kendaraan yang
dipakai di jalan inspeksi, penyeberangan saluran, pembuang atau sungai,
jembatan orang (footbridge), jembatan ternak dan jembatan eksploitasi.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jembatan adalah:
a. Pembebanan, digunakan pedoman pembebanan yang ada pada bagian
Parameter Bangunan (KP-06).
b. Bangunan atas, untuk jembatan-jembatan yang bentangnya kurang dari 5
meter, dapat digunakan jembatan beton sedangkan yang lebih besar dari
5 meter, harus mengacu pada peraturan Bina Marga.
c. Ruang bebas jembatan paling tidak harus 0,30 m atau sama dengan
selisih tinggi jagaan saluran.
Trashrack (Saringan)
Kisi-kisi penyaring harus dipasang pada bukaan/lubang masuk bangunan
yang mungkin akan menjadi penyumbatan dan mengganggu kelancaran air masuk.
Kisi-kisi dibuat dari jeruji baja dan mencakup seluruh bukaan. Jeruji tegak
dipilih agar bisa dibersihkan dengan penggaruk.
5. Sistem Irigasi di Indonesia
1. Trase Saluran
Pada jaringan irigasi Trase saluran dapat dibagi dua, yaitu trase
penyusun saluran-saluran irigasi pembawa dan trase penyusun pembuangan air.
Trase penyusunan saluran-saluran irigasi pembawa
Dalam penyusunan saluran irigasi seolah-olah kita harus memperhatikan
kehematan pembiayaannya, akan tetapi berhubungan dengan formasi dan letak
geografi tanah, keadaan setempat dan lain-lain hal lagi, seringkali
terpaksa kita menetapkan susunan saluran yang memerlukan biaya tinggi,
karena dipandang dari sudut teknis tidak ada cara pemecahan soal lain yang
dapat mencukupi terhadap syarat-syarat yang diperlukannya.
Jika ada 2 cara pemecahan soal susunan saluran yang kiranya dapat
mencukupi terhadap syarat-syaratnya, maka perihal ini kita harus
mempertimbangkan terhadap soal pembiayaannya, kemungkinan
penyelenggaraanya. Kehematan pemeliharaannya berhubungan dengan panjangnya
atau letaknya saluran-saluran dan banyaknya atau besarnya bangunan-
bangunan.
Susunan saluran irigasi seharusnya terpisah dari susunan pembangunan
air. Pada keadaan yang memaksa ada kalanya saluran irigasi dialirkan ke
saluran pembuangan dan kemudian dipergunakan, selain untuk membuang air,
juga untuk penyaluran air guna mengairi sawah-sawah di sebelah hilir.
Jaring-jaring saluran itu harus mencukupi terhadap syarat untuk saluran
pembawa dan syarat-syarat untuk saluran pembuangan. Jika salah satu syarat
tidak dicukupi maka beberapa kesulitan tentu akan dialaminya. Karena itu
jika keadaan masih memungkinkan pembiayaannya tidak terlalu tinggi
janganlah merencanakan susunan saluran penyaluran dengan pembuangan.
Trase penyusunan pambuangan air
Daerah irigasi teknis membutuhkan saluran panyaluran air yang baik dan
juga susunan pembuangan air yang baik dan teratur. Pembuangan air yang
tidak baik atau tidak terpelihara akan merugikan sangat terhadap tanaman
bahkan seringkali merusak tanaman. Terutama di tanah datar harus mendapat
perhatian benar-benar terhadap kebaikan dan pemeliharaan pembuangan air
itu.
Pembuangan yang sewaktu-waktu dipasang bendung sementara untuk diambil
airnya untuk membantu penyaluran air, atau dipasang sero guna mendapat ikan
akan menimbulkan kerugian besar terhadap tanaman.
Seringkali pada waktu menyusun petak-petak tersier dengan mengambil
serokan-serokan pembuangan air sebagai batas-batasnya maka dengan
sendirinya terbentuklah susunan pembuangan air yang baik. Ukuran saluran
pembuangan didasarkan atas penghiliran air terbesar dari daerah
pengalirannya.
Adapun untuk merintis jalannya saluran adalah sebagai berikut :
1) Setelah dibuatnya petak-petak tersier dan petak-petak sekunder dalam
peta dengan skala tertentu lalu direncanakan jalannya saluran-saluran
irigasi sebagai rintisan sementara. Pada merintis saluran di peta
ikhtisar harus diperhatikan syarat-syarat berikut :
a) Letak saluran harus cukup tinggi guna mengairi seluruh daerah irigasi
dan airnya dapat mudah dibagi-bagi ke petak-petak tersier dengan
perantara bangunan-bangunan sadap.
b) Harus diusahakan jangan terletak di tanah urugan yang tinggi, juga
jangan ada di tanah galian yang dalam.
c) Carilah rintisan yang sependek-pendeknya dengan mengingat syarat-
syarat kemungkinan penyelenggaraan dan penghematan pembiayaanya.
d) Hindarkan sedapat mungkin rintisan pada tanah lunak atau tanah cadas
keras, supaya menghindarkan pengeluaran biaya guna perbaikan tanah.
e) Sedapat mungkin rintisan saluran pertama dan sekunder ditempatkan di
tepi jalan raya atau direncanakan dengan pembuatan jalan, supaya
pengangkutan bahan-bahan guna pembuatan bangunan-bangunan mudah
dilakukan dan juga memudahkan terhadap pengurusan dan pemeliharaan
saluran-saluran dan bangunan-bangunannya.
f) Karena luasnya dan susunannya dari petak-petak tersier telah
ditetapkan, maka kita dapat menghitung kekuatan dan ukuran dan saluran-
salurannya dan juga dapat ditetapkan tinggi muka air ditiap-tiap
bangunan yang didasarkan atas tinggi tanah yang akan dialirkannya.
g) Setelah rintisan sementara ditetapkan lalu dilakukan pengukuran tanah
yang lebih teliti sepanjang rintisan (trace) jalannya dan penampang-
penampang melintang dalam skala 1 : 500, 1 : 200 atau 1 : 100.
h) Sebaiknya tinggi muka air saluran induk dan sekunder seolah-olah
direncanakan di bawah tanah lapangan misalnya 0,10 sampai 0,25 m.
Supaya airnya tidak mudah hilang karena bocoran atau mudah diambil
dengan secara tidak sah. Hal ini tentunya tidak selalu mungkin.
i) Seringkali permulaan arah saluran induk mengikuti garis tinggi tanah.
Setelah saluran induk itu sampai di tempat yang tepat, maka ia
dibelokan ke punggung tanah, dan terbagi dalam dua saluran sekunder;
yang satu dari padanya mengikuti garis tinggi sedang yang lain
dibelokan ke punggung tanah yang arahnya hampir siku dengan garis
tanah.
Menurut letak saluran dapat dibedakan dalam "saluran di lereng tanah",
terkenal sebagai saluran trace dengan terjemahan saluran garis tinggi
dan "saluran di punggung tanah". Kedua saluran termaksud di atas
mempunyai sifat berlainan dan tentunya mempunyai syarat-syarat yang
berlainan pula.
j) Saluran di lereng tanah mengikuti garis tanah yang biasanya tidak
membutuhkan terjunan air, jadi tidak memerlukan pembuatan bangunan
penerjun atas saluran miring dan kecepatan alirannya dapat disesuaikan
dengan syarat formasi tanah setempat sedang tanah galiannya dapat
dipergunakan untuk membuat tanggul di sebelahnya yang tentunnya dapat
menghemat pengeluaran biaya. Di samping keuntungan tersebut di atas
terdapat beberapa kesulitan, misalnya saluran di lereng tanah biasanya
bersilangan dengan lembah-lembah tanah serokan-serokan pembangunan
atau sungai yang walaupun biasanya tidak begitu besar akan tetapi
sering sekali curam. Pada persilangan itu dibutuhkan bangunan, antara
lain gorong-gorong, talang atau sipon yang biaya penyelenggaraannya
tidak sedikit. Saluran di lereng tanah biasanya berbelok-belok dengan
sendirinya saluran itu menjadi panjang juga karena harus membuat
tanggul di lereng tanah yang biasanya harus diberi perkuatan atau
pertahanan, karena tanggul mudah longsor.
Saluran di lereng tanah menghalang-halangi air yang mengalir di
lereng tanah misalnya air hujan. Untuk menghindarkan masuknya air
hujan kedalam saluran, maka perlu dibuatnya serokan pembuang di
sebelah atasnya saluran yang sejalan dengan saluran. Air hujan
termasuk di atas sering kali tidak dapat seluruhnya dihindarkan dan
terpaksa sebagian dari air hujan itu masuk ke dalam saluran yang
biasanya benda-benda padat, misalnya koral, pasir dan tanah ke dalam
saluran yang mengakibatkan banyak endapan di saluran dan dsasar
saluran menjadi dangkal. Pada waktu hujan di saluran terdapat
penambahan banyaknya aliran yang tidak dibutuhkan guna pengairan dan
agar saluran lanjutannya tidak menjadi rusak karena kebanyakan air
maka di tempat di mana air kelebihan itu dapat dibuang, dibuatnya
bangunan guna membuang air yang kelebihan itu. Bangunan mana disebut
bangunan pelimpah atau peluap dengan atau tidak dengan alat penahan
banjir.
k) Saluran di punggung tanah tidak menemui kesukaran terhadap adanya
persilangan dengan lembah tanah serokan pembangunan atau sungai.
Saluran dapat dibuat pendek karena biasanya dapat dibuat lurus.
Pembuatan saluran pembuangan di sebelah atasnya yang sejajar dengan
saluran irigasi tidak diperlukan, jadi juga kemungkinan mendapat
tambahan air dan endapan ke dalam saluran itu tidak akan ada. Saluran
di punggung tanah dapat mengairi sawah-sawah ke kanan dan ke kiri,
jadi kesulitan yang dialami dalam pembuatan saluran di lereng tanah di
sini tidak akan dapat. Perhatian yang harus dicurahkan terhadap
pembuatan saluran itu, berhubung dengan formasi tanah, maka untuk
menurunkan muka air diperlukan pembuatan bangunan-bangunan antara lain
bendung curahan atau saluran miring. Bangunan-bangunan itu sering kali
membutuhkan biaya yang besar.
2. Petak Tersier
Daerah irigasi teknis dibagi-bagi dalam beberapa bidang tanah yang
disebut petak-petak penghabisan, petak-petak pengairan atau petak-petak
tersier dan ditetapkan tempat pengambilan air dari saluran irigasi untuk
tiap-tiap bidang tanah (petak tersier) itu.
Bentuk dari suatu petak tersier harus tertentu dan luasnya petak-petak
tersier jangan terlalu banyak perbedaan.
Luas petak tersier dapat diambil :
Di tanah datar 200 – 300 ha
Di tanah agak miring 100 – 200 ha
Di tanah perbukitan (pengunungan) 150 – 100 ha
(Perhatikan : Majalah Ing. In NI 1939 No. 1 dan 1941 No. 9 tentang besarnya
petak tersier).
Petak tersier yang besar menyulitkan pengurusan pembagian airnya dalam
petak itu, sedang petak tersier yang kecil membutuhkan banyaknya bangunan-
bangunan penyadap tersier yang menjadikan mahal dalam pembuatannya.
Petak-petak tersier untuk pengairan teknis harus mencukupi terhadap
syarat-syaratnya :
1) Harus mempunyai bentuk dan luas tertentu.
2) Jika bentuknya atau luasnya dari petak-petak tersier terlalu berbeda,
maka kehilangan airnya, jadi juga kebutuhan airnya dalam petak-petak itu
akan berbeda sekali.
3) Batas petak tersier harus jelas dan pemberian airnya harus ditetapkan di
satu tempat.
4) Dari tempat pemberian air seluruh tanah di dalam petak itu harus bisa
mendapat air.
5) Air yang telah dipergunakan dan air hujan harus dapat dibuang dengan
tidak terganggu.
6) Petak tersier harus merupakan satu bidang tanah yang tidak terpisah-
pisah.
7) Petak tersier seolah-olah harus terletak dalam satu desa, jika tidak
mungkin baru direncanakan dalam 2 sampai 3 desa.
8) Bangunan penyadap tersier (pemberian air) harus seolah-olah di
perbatasan petak tersier, jika tidak mungkin supaya letak petak itu tidak
jauh dari bangunan penyadap tersier.
3. Kapasitas Saluran
Dalam mendimensi saluran irigasi ini terlebih dahulu harus mengetahui
berapa besar debit yang akan dialirkan melewati saluran itu. Seperti telah
kita ketahui tanaman padi memerlukan air lebih banyak dari pada tanaman
tebu maupun palawija.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di daerah irigasi Pemali (yang di
jadikan pedoman sampai saat ini), maka pemakaian air untuk tanaman padi
adalah sebagai berikut :
Untuk padi dalam (rendangan).
Sebanyak 0.3 a l/det/ha guna pengolahan tanah/pembibitan yang luasnya
1/8 × sampai 1/12 × luas sawah yang akan ditanami selama ½ bulan pertama.
Selama itu hanya tempat-tempat pembibitan yang diberi air.
Sebanyak a l/det/ha guna pengolahan tanah dan menanam selama ½ bulan ke-
2, ke-3 dan ke-4.
Sebanyak 0,70 a l/det/ha guna tumbuhnya tanaman selama ½ bulan ke-5
sampai dengan ke-10.
Sesudah itu tanaman tidak memerlukan air hingga saat panen.
Satuan a merupakan kebutuhan air maksimum dalam proses penanaman. Untuk
menentukan besarnya a ini dapat dilihat dalam perhitungan water
requirement.
Sebenarnya memakai metode ini untuk menghemat penggalian saluran yang
besar. Seperti yang diketahui dalam suatu daerah irigasi kadang-kadang
luasnya sangat besar, sehingga kita tidak dapat melaksanakan penanaman
secara serentak. Adapun hal-hal yang tidak dapat melaksanakan penanaman
serentak itu, ialah keterbatasan tenaga manusia, hewan penggarap serta
mungkin pula kekurangan air yang tersedia untuk irigasi itu sendiri. Dengan
keadaan yang demikian itu, maka direncanakan penggiliran pemakaian air atau
cara rotasi secara alamiah.
Untuk itulah dalam menghitung kapasitas saluran ini kita tidak perlu
mengalikan luas areal dengan a (atau A × a), melainkan kita harus
mengalikan lagi dengan suatu faktor (koefisien) yang menurut ordinat
lengkung tegal. Lengkung kapasitas tegal ini dari 0 ha sampai 140 ha
merupakan garis lengkung, dan dari 140 ha sampai 700 ha merupakan garis
miring lurus, sedangkan untuk daerah yang lebih besar dari 700 ha merupakan
garis datar lurus dengan ordinat 0,80.
Pada perhitungan ini digunakan koefisien lengkung tegal. Dengan
demikian untuk menghitung kapasitas saluran dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Q = a x A
Keterangan :
Q = debit saluran (l/det)
a = kebutuhan air normal dari tumbuhan (l/det/ha)
A = luas daerah yang akan diairi (ha)
4. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran irigasi ini tergantung pada sistem irigasi yang
digunakan, misalnya kecepatan pada sistem irigasi permukaan akan berbeda
dengan kecepatan sistem irigasi bawah permukaan begitu pula dengan sistem
irigasi penyiraman. Hal tersebut dapat dikarenakan karena beberapa faktor
antara lain tekanan yang ditimbulkan, keadaan tofografi, kapasitas air dan
lain sebagainya.
Sehubungan dengan perbedaan tekanan, kecepatan aliran irigasi maka
kecepatan dapat dibagi menjadi dua yaitu kecepatan pada saluran terbuka dan
kecepatan pada saluran tertutup. Namun disini kita akan membahas kecepatan
yang terjadi pada saluran terbuka, dimana pada umumnya sistem irigasi di
Indonesia menggunakan saluran terbuka (sistem irigasi permukaan/surface
irrigation) dan inipun sesuai dengan tugas struktur perencanaan irigasi
yang diberikan oleh dosen mata kuliah tersebut.
Dalam aliran melalui saluran terbuka, distribusi kecepatan tergantung
pada banyak faktor pula seperti bentuk saluran, kekasaran dinding dan juga
debit aliran. Distribusi kecepatan tidak merata di setiap titik pada
tampang lintang.
Hal ini disebabkan karena sisi-sisi saluran tidak berpengaruh pada
daerah tersebut, sehingga saluran di bagian itu dapat dianggap 2 dimensi
(vertikal). apabila lebar saluran lebih besar dari 5–10 kali kedalaman
aliran yang tergantung pada kekasaran dinding. Dalam praktik, saluran dapat
dianggap sangat lebar (lebar tak terhingga) apabila lebar saluran lebih
besar dari 10 kali kedalaman.
Distribusi kecepatan pada vertikal dapat ditentukan dengan melakukan
pengukuran pada berbagai kedalaman. Semakin banyak titik pengukuran akan
memberikan hasil semakin baik. Biasanya pengukuran kecepatan dilapangan
dilakukan dengan menggunakan currentmeter. Alat ini berupa baling-baling
yang akan berputar karena adanya aliran, yang kemudian akan memberikan
hubungan antara kecepatan sudut baling-baling dengan kecepatan aliran.
Untuk keperluan praktis dan ekonomis, dimana sering diperlukan
kecepatan rerata pada vertikal, pengukuran kecepatan dilakukan hanya pada
satu atau dua titik tertentu. Kecepatan rerata dapat diuku pada 0,6 kali
kedalaman dari permukaan air, atau harga rerata dari kecepatan pada 0,2 dan
0,8 kali kedalaman. Ketentuan ini hanya berdasarkan hasil pengamatan
dilapangan dan tidak ada penjelasan secara teoritis. Besar kecepatan rerata
ini bervariasi antara 0,8 dan 0,95 kecepatan di permukaan dan biasanya
diambil sekitar 0,85.
5. Dimensi Saluran
Dalam perencanaan, semua saluran baik saluran induk, sekunder maupun
tersier direncanakan dengan konstruksi tanah atau dengan perkataan lain
salurannya adalah saluran tanah.
a. Bentuk hidraulis dan kriteria
1) Penampang saluran berbentuk trapesium.
2) Kecepatan minimum (V) = 0,25 m/det.
3) Lebar dasar minimum (b) = 0,30 m.
4) Perbandingan antara b; h; v; dan kemiringan talud (m) tergantung dari
debit.
Hal tersebut dapat dilihat hubungannya pada tabel berikut.
"Q "b/h "Kecepatan "Kemiringan talud"
" " "air "(m) "
" " "V(m/det) " "
"0,00 – 0,15"1 "0,25 – 0,30 "1:1 "
"0,15 – 0,30"1 "0,30 – 0,35 "1:1 "
"0,30 – 0,40"1,5 "0,35 – 0,40 "1:1 "
"0,40 – 0,50"1,5 "0,40 – 0,45 "1:1 "
"0,50 – 0,75"2 "0,45 – 0,50 "1:1 "
"0,75 – 1,50"2 "0,50 – 0,55 "1:1 "
"1,50 – 3,00"2,5 "0,55 – 0,60 "1:1½ "
"3,00 – 4,50"3 "0,60 – 0,65 "1:1½ "
"4,50 – 6,00"3,5 "0,65 – 0,70 "1:1½ "
"6,00 – 7,50"4 "0,70 "1:1½ "
"7,50 – 9,00"4,5 "0,70 "1:1½ "
5) Free board (W), tergantung pada debit.
"Q "F "
"(m3/det) "(m) "
"0,00 – 0,30 "0,30 "
"0,30 – 0,50 "0,40 "
"0,50 – 1,50 "0,50 "
"1,50 – 15,0 "0,60 "
6) Lebar tanggul (b)
"Saluran "W (m) "
"Induk "2,00 "
"Sekunder "1,50 "
"Tersier "0,50 "
7) Jari-jari belokan pada as saluran 3-7 kali lebar muka air
8) Kapasitas saluran ditentukan oleh luas areal (A), angka pemberian air
dan koefisien lengkung tegal.
b. Rumus saluran terbuka dengan penampang trapesium.
Q = F.V
F = (b + mh)h
O = b + 2h
R = F/O
Rumus Strickler : V = K.R.I1/2
Dimana :
Q = Debit saluran (m3/det)
F = Luas penampang basah saluran (m2)
V = Kecepatan aliran air (m/det)
O = Keliling basah saluran (m)
R = Jari-jari hidraulis (m)
K = Koefisien kekasaran strickler
Untuk nilai debit tertentu nilai K dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
"Saluran "K "
"Saluran Induk dan Sekunder Q > 10 m3/det "50 "
"Saluran Induk dan Sekunder 5 Q 10 "47,50 "
"m3/det " "
"Saluran Induk dan Sekunder Q < 5 m3/det "45 "
"Saluran muka "40,50 "
"Saluran tersier "40 "
6. Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah susunan dari bangunan air, saluran pembawa dan
pembuang, petak-petak dan jalan infeksi yang mana satu sama lain saling
berhubungan untuk dapat mengalirkan air irigasi yang dibutuhkan. Suatu
jaringan irigasi dapat kita lihat pada peta ikhtisar proyek irigasi yang
memperlihatkan:
1. Bangunan utama
Bangunan utama sebagai jumlah bangunan yang direncanakan dan dibangun
di sepanjang sungai atau aliran air. Bangunan utama dapat berupa :
Bendung atau bendung gerak.
Pengambilan bebas.
Pengambilan dari waduk.
Stasiun pompa.
2. Bangunan bagi dan sadap
Bangunan bagi dan sadap ini dapat berupa :
Bangunan bagi. Terletak disaluran primer dan sekunder pada suatu titik
cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
Bangunan sadap tersier. Berfungsi mengalirkan air dari saluran primer
atau sekunder kesaluran tersier primer.
Box tersier. Berfungsi membagi aliran untuk dua saluran tersier atau
kuarter atau lebih.
3. Bangunan pengukur atau pengatur
a) Bangunan pengukur
Berfungsi mengukur aliran dibagian hulu saluran primer, dicabang
saluran jaringan primer dan pada bangunan sadap sekunder atau tersier.
Alat – alat yang dapat digunakan adalah :
Ambang lebar
Alat ukur parshal
Alat ukur Cipoletti
Alat ukur Romijn
Alat ukur Crump de gruyter
Bangunan sadap pipa sederhana
Constan Head Orifice (CHO)
b) Pemakaian alat ukur
Di bagian hulu saluran primer
Di bagian bagi/sadap sekunder
Di bangunan sadap sekunder
4. Bangunan pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang bertujuan untuk dapat membawa
atau mengalirkan air dari ruas bagian udik kebagian hilir saluran. Aliran
ini terdiri dari :
a. Bangunan pembawa dengan aliran super kritis.
Bangunan terjun
Got miring
b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis.
Gorong-gorong
Talang
Sipon
Jembatan sipon
Flum
Saluran tertutup
Terowongan
5. Bangunan lindung
Berfungsi untuk melindungi saluran baik terhadap limpasan buangan
maupun terhadap aliran untuk irigasi.
7. Tingkat Jaringan Irigasi
Berdasarkan cara pengaturan, pengkuran aliran air dan kelengkapan
pasilitas, jaringan irigasi dibedakan kedalam tiga tingkatan yaitu :
1. Jaringan irigasi sederhana
Pada jaringan ini pembagian air tidak diukur dan diatur, dan air akan
mengalir ke selokan pembuang. Kelemahan jaringan irigasi sederhana adalah :
Terjadi pemborosan air
Terlalu banyak penyadapan karena setiap desa membuat jaringan masing-
masing
Umur dari jaringan relatif pendek.
2. Jaringan irigasi semi teknis
Pada jaringan semi teknis bendung terletak pada sungai lengkap dengan
pintu pengambilan serta bangunan pengukuran pada bagian hilir. Dan pada
jaringan ini memungkinkan untuk mengairi daerah yang agak luas.
3. Jaringan irigasi teknis
Prinsip pada jaringan teknis adalah dipisahkannya antara jaringan
irigasi dan jaringan pembuang. Saluran irigasi mengalirkan air ke petak-
petak sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah ke
selokan–selokan pembuang.
Keuntungan jaringan irigasi teknis:
a) Pemanfaatan air lebih ekonomis.
b) Banyaknya bangunan pembawa pada saluran yang mempunyai sifat hidrolis
yang sama dengan bendung, sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi.
c) Untuk mengatur sistem jaringan irigasi diperlukan organisasi yang
terpadu.
8. Saluran Irigasi
1. Jaringan irigasi utama
a) Saluan primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan
ke petak-petak tersier yang diairi.
b) Saluan sekunder membawa air dari saluran primer ke petak–petak
tersier.
c) Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air ke jaringan
irigasi primer.
d) Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak diserang petak tersier lainnya.
2. Jaringan saluran tersier
a) Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter.
b) Saluran kuarter membawa air dari blok bagi kuarter melalui bangunan
sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.
3. Saluran pembuang
a) Saluran pembuang tersier
b) Saluran pembuang utama
9. Petak Tersier, Sekunder dan Primer
1. Petak tersier
Petak tersier adalah unit tanah yang menerima air irigasi yang
dialirkan dan diukur dari bangunan sadap tersier.
2. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang ke semuanya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air
dari bangunan bagi yang terletak disaluran primer atau sekunder.
3. Petak primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer.
4. Standar tata nama
a. Daerah irigasi
Daerah irigasi diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat
atau desa penting di daerah itu atau dapat juga dengan nama sungai
yang airnya diambil untuk keperluan irigasi.
b. Jaringan irigasi
Saluran irigasi primer diberi nama sesuai dengan daerah irigasi
yang dilayani.
Saluran irigasi sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang
terletak di petak sekunder.
c. Tata warna peta
Warna biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk pembawa yang
ada dan garis putus-putus untuk jaringan yang direncanakan.
Warna merah untuk sungai dan jaringan pembuang, garis penuh untuk
jaringan pembuang yang ada, garis putus-putus untuk jaringan
pembuang yang sedang direncanakan.
Warna coklat untuk jaringan jalan.
Warna kuning untuk daerah yang tidak diairi (daerah tinggi atau
rawa-rawa).
Warna hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa atau
kampung.
Warna hitam untuk jalan kereta api,
Warna bayangan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, petak
tersier diberi warna yang lebih muda dan diberi arsir.
5. Definisi daerah irigasi
a. Daerah studi.
Daerah studi adalah daerah proyek ditambah dengan seluruh daerah
aliran sungai (DAS).
b. Daerah proyek
Daerah proyek adalah daerah dimana pelaksanaan pekerjaan
dipertimbangkan atau diusulkan.
c. Daerah irigasi total.
Daerah proyek dikurangi dengan perkampungan dan tanah-tanah yang
didirikan untuk bangunan daerah yang tidak dialiri.
d. Daerah irigasi netto
Daerah yang bisa diairi di kurangi dengan saluran-saluran irigasi dan
pembuang, jalan inspeksi, jalan setapak, tanggul dan sawah.
e. Daerah potensial.
Daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk dikembangkan.
f. Daerah fungsional.
Daerah potensial yang telah memilki jaringan irigasi yang telah
dikembangkan.
BAB III
ANALISIS PERHITUNGAN
3.1 Perencanaan Dimensi Saluran
Dasar perhitungan diambil dari buku pedoman Kriteria Perencanaan dengan
mengambil data-data yang diperlukan dalam mendimensi saluran maka dapat
diperhitungkan dimensi saluran dengan mencoba-coba ukuran b dan h.
Prosedur pengerjaan, h0 dengan cara coba-coba antara lain :
1. Andaikan kedalaman air h = h0
2. Menghitung kecepatan yang sesuai V0
V0 = k . [h0 . ( n + m ) / (n + 2 . ( 1 + m2 )]2/3 . Ia0,5
3. Hitung luas basah yang diperlukan A0
A0 = Q / V0
4. Hitung kedalaman air yang baru h1
h1 =
5. Bandingkan h1 dan h0
Jika I h1 – h0 I < 0,005, maka h1 = h rencana
Jika I h1 – h0 I > 0,005, maka h1 sebagai andaian baru dan perhitungan
lagi sampai dengan I h1 – h0 I < 0,005.
6. Hitung lebar dasar saluran b
b = n . hrencana
7. Selesai
2. Perencanaan Saluran Hidrolisis
Data yang diperlukan pada perencanaan saluran hidrolisis adalah :
a) Elevasi sawah tertinggi
Elevasi sawah tertinggi dicari untuk mendapatkan elevasi muka banjir.
b) Panjang saluran yang akan dicari
Panjang saluran digunakan untuk mendapat beda ketinggian antara
bangunan di hulu dan di hilir.
3. Perencanaan Saluran Pembawa
a) Elevasi Muka Air Rencana
Elevasi muka air yang diinginkan dalam jaringan irigasi utama
didasarkan pada elevasi muka air yang dibutuhkan pada sawah yang
diairi. Prosedurnya adalah pertama-tama menghitung tinggi muka air
yang diperlukan dibangunan sadap tersier, kemudian seluruh kehilangan
di saluran kwarter dan tesier serta bangunan dijumlahkan menjadi
tinggi muka air di sawah yang diperlukan dalam petak tersier. Elevasi
tersebut perlu ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi di
bangunan sadap tersier dan persediaan untuk variasi muka air akibat
eksploitasi jaringan utama pada muka air parsial. Secara matematis
uraian tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
P = A + a + b + c + d + e + f + g + h + z
Dimana:
P = elevasi muka air di saluran sekunder
A = elevasi sawah tertingi
a = kedalaman air di sawah (0,10 m)
b = kehilangan tinggi energi di saluran kwarter ke
sawah (0,05 m)
c = kehilangan tinggi energi di saluran tersier (0,10
m)
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di
saluran irigasi (L x I)
e = kehilangan tinggi energi di bok bagi tersier (0,10
m)
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (0,05 m),
kalau ada
h = variasi tinggi muka air (0,18*h)
z = kehilangan tinggi energi dibangunan tersier
lainnya.
b) Debit Rencana
Debit rencana saluran pembawa tergantung dari luas petak tersier
dan kebutuhan air per hektar untuk jenis pola tanam yang direncanakan.
Karena adanya perkolasi, penguapan dan faktor-faktor lainnya, maka
tidak semua air yang berasal dari sungai sampat ke petak tersier.
Untuk menghindari kekurangan air akibat faktor-faktor tersebut, maka
dipergunakan efisiensi di saluran-saluran. Adapun besar efisiensi
saluran adalah sebagai berikut:
¤ Saluran primer = 0,90
¤ Saluran sekunder = 0,90
¤ Saluran tersier = 0,80
Sehingga besar debit rencana yang melalui saluran adalah:
dimana:
Qr = debit rencana saluran (m3/det)
a = kebutuhan air (lt/det/ha)
ep = efisiensi saluran primer = 0,90
es = efisiensi saluran sekunder = 0,90
et = efisiensi saluran tersier = 0,80
Macam-macam bangunan pengukur debit:
Bangunan ukur debit adalah suatu bangunan atau suatu alat yang
berfungsi untuk mengkur debit yang masuk ke dalam saluran, dimana air
itu akan digunakan. Sifat alirannya dapat dibedakan menjadi dua macam
yakni aliran bebas dan aliran tertekan. Aliran bebas terdiri dari alat
ukur ambang lebar (tetap, romijn, dan parshal) dan alat ukur ambang
tajam. Aliran tertekan antara lain Crump de Gruijter dan Orifice.
Di Indonesia telah digunakan berbagai tipe alat ukur,
tetapi masing-masing tipe mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Syarat-
syarat yang dituntut oleh alat ukur debit antara lain :
¤ Dapat digunakan bahan setempat yang mudah
¤ Pembuatannya sedapat mungkin mudah
¤ Ketelitian pengukuran cukup baik
¤ Mudah dioperasikan oleh petugas dengan taraf pendidikan rendah
¤ Dalam suatu sistem jaringan irigasi sedapat mungkin
digunakan satu tipe alat ukur, kalau tidak mungkin dapat
digunakan dua tipe
¤ Biaya pemeliharaan tidak tinggi
¤ Semua debit harus dapat di alirkan lewat alat ukur dan
pengukuran dapat dilaksanakan dengan seksama, artinya bila
di buat kesalahan, kesalahan ini masih dalam batas-batas
tertentu (10% masih dapat di terima)
¤ Alat pembaca harus menunjukan debit atau tinggi air yang tepat
¤ Kehilangan tekanan pada debit kecil harus sekecil mungkin
¤ Alat ukur harus moduler, artinya besar debit tidak dapat di
pengaruhi oleh tinggi muka air belakang, selama air ini
tidak melampau batas tertentu
¤ Rumus pengaliran harus sederhana dengan tidak banyak
variabelnya. Koefisien kontraksinya konstan
3.4 Bangunan pengukur debit
yang lazim disebut alat ukur debit merupakan suatu alat yang
berfungsi untuk mengukur debit yang masuk ke saluran. Terdapat dua macam
alat ukur debit, pertama alat ukur untuk mengukur aliran bebas, dan kedua
adalah alat ukur untuk mengukur aliran tertekan.
Cipoletty, suatu alat ukur yang mempunyai ambang tajam, yang berbentuk
trapezium, berambang tajam.
Rumus: Q = 1,86 bh3/2
Thomson= V notch, alat ukur berbentuk segitiga, berambang tajam
Rumus : Q = 1,39 h5/2
Rechbock, suatu alat ukur berbentuk persegi panjang, ambang tajam
Rumus: Q = Ck. bh3/2
Ck = 1,78 + 0,24 h/d
Ck = koefisien kontraksi
Ambang tetap, bangunan ukur terbuat dari pasangan batu kali dengan ambang
lebar dan tetap.
Rumus: Bentuk segi empat
Q = Cd.Cv. 2/3. 2/3. g. bc. h13/2
Cd = 0,93 + 0,10 h1/L, untuk 0,1 < h1/L< 1,0
Rumus: Bentuk trapezium
Q = Cd (bc yc + m.yc2)( 2g (h1 – yc)1/2
Alat ukur Romijn, adalah alat ukur yang terbuat dari plat baja yang dapat
digerakkan ke atas dan ke bawah, alat ini dapat mengukur maksimum 900
l/det. Ada tiga jenis alat ukur Romijn ini:
1) Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan
hulu.
2) Bentuk mercu miring ke atas dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan
3) Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan.
Rumus : Q = 1,71 bh3/2
Atau : Q = Cd.Cv. 2/3. 2/3. g. bc. h13/2
Alat Ukur Crump de Gruijter, bangunan ini dibuat dari pasangan batu kali
dan daun pintunya dari kayu, dapat mengukur debit > 900 l/det.Ketelitian
pengukuran maksimum 1: 6
Rumus :
Q maks = 1,594 bh3/2
α = z/H
y maks = 0,62 H ………………… y maks > z
k = Y/H
y min > 0,02 m
Atau : Q = Cd.b.w. 2g (h1 – w)
Alat ukur Parschall, terbuat dari pasangan batu kali atau beton terdiri
dari sebuah bagian peralihan penyempitan ddengan lantai datar, leher
lantai miring ke bawah, dan peralihan perlebaran dengan miring ke atas.
Alat ukur ini terdiri dari 10 tipe. Rumus umum: Q = k. Hau
Alat ukur Orifis, suatu bangunan dari batu kali/beton yang mempunyai
tinggi yang tetap (constant head orifis = CHO) yang dikembangkan oleh
USBR
Rumus umum: Q = C.A. 2g.z
Untuk mencegah terjadinya rembesan yang berlebihan, saluran pembawa
dilapisi (lining) dengan pasangan batu kali. Untuk merencanakan potongan
saluran pembuang, aliran dianggap sebagai aliran tetap (steady flow) dan
untuk itu diterapkan rumus Strickler (Manning) berikut:
dimana:
v =Q/A=kecepatan aliran (m/det)
Q = debit rencana (m3/det)
A = luas penampang basah (m2)
R = jari-jari hidraulis (m)
K = koefisien kekasaran Strickler (m1/3/det)
I = kemiringan rencana saluran
Untuk saluran berbentuk trapesium:
A = bh + mh2
P = b + 2h 1 + m2
R = A/P
dimana:
m = kemirinan talud
n = b/h
Untuk mendapatkan lebar dasar saluran dan kedalaman air (h) digunakan
dengan cara coba-coba (trial and error) dengan langkah-langkah seperti
terlihat dalam diagram alir berikut ini:
Gambar 3.3 Bagan Alir Perhitungan Dimensi
Saluran
Tipikal penampang melintang saluran primer dan saluran sekunder yang
direncanakan dapat dipilih pada Gambar 3.4, berikut ini.
Gambar 3.4a Tipikal Penampang Saluran Primer
Gambar 3.4b Tipikal Penampang Saluran Sekunder
BAB IV
KESIMPULAN
Irigasi adalah pemanfaatan air dalam pertanian, yang fungsinya
mengairi tanaman dari masa tanam sampai masa panen. Pada daerah yang
beriklim tropis, daerah irigasi sangatlah bergantung pada curah hujan
setempat. Biasanya yang menjadi kendala adalah distribusi air yang tidak
mencukupi dan curah hujan yang terikat oleh pergantian musim, sehingga
sawah tidak dapat diairi setiap saat. Maka untuk mendapatkan pasokan air
yang cukup maka digunakan sistem pemanfaatan air atau sistem jaringan
irigasi.
Dalam laporan ini penyusun merencanakan dimensi saluran dan saluran
hidrolisis sebuah daerah irigasi. Dari hasil perhitungan didapat semakin
besar debit air maka elevasi saluran (I0) akan semakin landai sesuai dengan
grafik manning. Dan semakin besar debit air maka dimensi salurannya akan
semakin besar hal ini dikarenakan untuk mengurangi kecepatan air. Apabila
kecepatan air tidak direncanakan maka energi yang dihasilkan oleh air akan
merusak saluran itu sendiri atau lebih parahnya adalah rusaknya lahan
pertanian. Daerah irigasi Ciujung ini mengairi tiga buah desa yaitu Desa
Sedeng, Desa Mampang dan Desa Gama, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
penduduk desa tersebut dalam meningkatkan hasil pertanian mereka.
-----------------------
BBB 1 kn
86,25m3/det
36,348 ha
Pada gambar di samping menunjukan distribusi kecepatan pada tampang lintang
saluran dengan berbagai bentuk saluran, yang digambarkan garis kontur
kecepatan. Terlihat bahwa kecepatan minimum terjadi di dekat dinding batas
(dasar dan tebing) dan bertambah besar dengan jarak menuju kepermukaan. Hal
ini terjadi karena adanya gesekan antara zat cair dan tebing saluran dan
juga karena adanya gesekan dengan udara pada permukaan. Untuk saluran yang
sangat lebar, distribusi kecepatan disekitar bagian tengah lebar saluran
adalah sama.
Saluran segitiga
Saluran trapesium
Pipa
Saluran dangkal
Saluran persegi
h
b
h
h
b
1 : 3
1
3
1 : 6
pemasukan
alur pengarah
peralihan penyempitan
leher
peralihan pelebaran
H1 maks
H1 maks
2-3 H1 maks
h1
p1
papan duga
sal. hulu
sal. hilir
Gbr. Alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat
Pelat pengaku
0,5 H maks
0,5 H maks
R2 = 10
R1 = 100
L = H maks
R= 0,2 L
Pelat pengaku
Muka hilir vertikal
1,33 H maks
R= 0,2 L
L
1 : 25
1 : 25
y1
h1
p1
w
z
h2
p2
pintu dpt disetel
2p1 - 3p1
L
Peralihan penyempitan
Leher
L 150. 100. 10
0,30
0,30
0,50
1,00
L
Gambar. Alat Ukur Cipoletty
A
Detail A
v = k . R2 /3 . I1 /2
Mulai
Input Q, k, I, m, n, ho
h = ho
b = n*h; P = b+2*h*((1+m2)
R = A/P
v=k*R2/3*I1/2
A = Q/v
h1=(A/(n+m))1/2
Abs(h1-h0)<0,005
h=h1
No
Yes
Print
Q,k,I,m,n,b,h,v
Selesai