Dicelupkan kertas cakram kedalam larutan pengawet selama 10 menit lalu di kering anginkan
Disiapkan 2 cawan petri steril, dimasukan masing-masing 1 ml starter mikroba
Medium dimasukan kedalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45 C sebanyak 15 ml ditunggu hingga menjendal
Cawan diputar-putar untuk meratakan medium
Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. pengamatan dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam
Kertas cakram dimasukan kedalam cawan petri yang telah di isi medium
Medium di inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik
Kertas cakram 2 dicelupkan kedalam larutan pengawet B selama 10 menit lalu di kering anginkan
Disiapkan 2 cawan petri steril, dimasukan masing-masing 1 ml starter mikroba
Medium dimasukan kedalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45 C sebanyak 15 ml ditunggu hingga menjendal
Cawan diputar-putar untuk meratakan medium
Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. pengamatan dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam
Kertas cakram dimasukan kedalam medium (kertas cakram B diletakkan diatas kertas cakram A) yang sudah menjendal
Medium di inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik
Kertas cakram 1 dicelupkan di dalam larutan pengawet A selama 10 menit, lalu di kering anginkan
LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI PANGAN
ACARA I
PENGARUH ANTI MIKROBA TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA
Disusun oleh :
Tety Heryanti A1M013021
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor diantara nya adalah faktor intrinsik, ekstrinsik, pengolahan dan implisit.
Faktor intrinsik : sifat fisik, kimia dan struktur makanan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Meliputi : pH makanan, Aw, potensial reduksi oksidasi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa antimikroba, struktur biologi, dan tekstur.
Faktor ekstrinsik : kondisi lingkungan penyimpanan, meliputi: Suhu, kelembaban relatif (Rh), dan susunan gas.
Faktor implisit: parameter yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroba, diantara nya terdapat reaksi antagonisme sinergisme dan sintrofisme serta interaksi antar mikroba.
Faktor pengolahan : Panas, irradiasi, penggunaan senyawa pensteril, pencucian, dan penyimpanan.
Pengaruh pertumbuhan mikroba pada pangan selain dipengaruhi oleh faktor – faktor tersebut, dipengaruhi oleh adanya bahan pengawet yang terkandung di dalam nya, yaitu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Pada perkembangbiakannya mikroba dapat dihambat dengan adanya zat antimikroba yang dapat menekan laju pertumbuhan mikroba. Zat antimikroba mempunyai peranan penting selain menekan laju pertumbuhan bakteri patogen tetapi juga bakteri perusak yang sama – sama tidak diinginkan.
Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kasus food-borne illnesses dapat dilakukan dengan mengaplikasikan antimikroba pada saat proses pengolahan pangan untuk menginaktifkan ataupun untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Penggunaan rempah rempah dalam makanan, tidak hanya memberi karakteristik rasa, kepedasan, dan warna, melainkan juga memberikan aktivitas antioksidan dan antimikroba, farmaseutikal, dan nilai gizi (Thongson et. al., 2004).
Di USA, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bakteri patogen diperkirakan mencapai $ 35 milyar pada tahun 1997 (WHO, 2005). Kasus penyakit infeksi oleh bakteri patogen dan kasus kerusakan pangan, keduanya diakibatkan oleh pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan dalam bahan pangan. Oleh karena itu, penting dilakukan pengendalian terhadap pertumbuhan mikroba dalam pangan.
Tujuan
Mengetahui pengaruh antimikroba terhadap aktivitas mikroba Gram positif dan negatif.
Mengetahui pengaruh antagonisme dan sinergisme antar mikroba terhadap bakteri Gram positif dan negatif.
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba pada pangan dibedakan atas tiga golongan berdasarkan sumbernya, yaitu:
Senyawa antimikroba yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya asam pada buah – buahan dan beberapa senyawa pada rempah – rempah.
Bahan pengawet yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan pangan atau pangan olahan, misalnya: Nitrit untuk menghambat bakteri pada kornet sapi dan sosis, Garam natrium klorida untuk menghambat mikroba pada ikan asin. Asam benzoat untuk menghambat kapang dan khamir pada selai dan sari buah. Asam cuka (asam asetat) untuk mengahambat mikroba pada asinan. Asam propinoat untuk menghambat kapang pada roti dan keju. Sulfit untuk menghambat kapang dan khamir pada buah – buahan kering dan anggur.
Senyawa antimikroba yang terbentuk oleh mikroba selama proses fermentasi pangan. Asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2) dan bakteriosin adalah senyawa yang dibentuk oleh bakteri asam laktat selama pembuatan produk susu fermentasi seperti yoghurt, yakult, susu asidofilus, dan lain – lain, serta dalam pembuatan pikels dari sayur – sayuran seperti sayur asin (Sudiarto).
Bakteri pembusuk/perusak pangan adalah bakteri yang dapat memecah komponen-komponen yang ada dalam bahan pangan menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan perubahan citarasa, penampakan, rasa ataupun aroma yang tidak dapat diterima oleh konsumen. Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, baik secara infeksi ataupun intoksikasi.
Penisilin adalah senyawa antimikroba/antibiotik yang yang bekerja dengan mencegah sintesis peptidoglikan pada sel yang sedang tumbuh. Oleh karena bagian yang dipengaruhi adalah peptidoglikan, bakteri Gram positif akan menjadi lebih sensitif terhadap penisilin daripada bakteri Gram negatif karena kandungan peptidoglikannya lebih banyak.
1. Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri Gram positif, bersifat anaerobik fakultatif, dan bersifat motil karena memiliki flagela peritrik. Secara mikroskopik, Bacillus cereus berbentuk batang, mempunyai ukuran sel yang besar, sekitar 1.0-1.2 μm dengan panjang 3.0-5.0 μm. Sebagian besar strain Bacillus cereus bersifat mesofilik dan mampu tumbuh pada pangan berasam rendah pada suhu 15 C hingga 55 C. Bacillus cereus bersifat patogen meskipun sebagian besar golongan Bacillus bersifat non-patogen. Bacillus cereus dapat membentuk spora yang tahan terhadap pemanasan sehingga pemanasan tidak dapat menghilangkan Bacillus cereus secara maksimum. Bacillus cereus ditemukan pada susu pasteurisasi, daging beku, dan sayur-sayuran. Selain itu, Bacillus cereus sering menyebabkan masalah pada nasi dan nasi goreng dan menyebabkan keracunan pangan. Keracunan pangan oleh Bacillus cereus terjadi secara intoksikasi, yaitu masuknya enterotoksin yang diproduksi oleh Bacillus cereus ke dalam tubuh manusia. Gejala yang muncul adalah diare atau muntah dalam jangka waktu 2 – 16 jam setelah makanan dikonsumsi.
2. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, termasuk famili Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae merupakan bagian dari flora usus manusia dan Escherichia coli merupakan predominannya. Panjang sel Escherichia coli adalah sekitar 2.0-6.0 μm dan lebarnya 1.1-1.5 μm, bersifat motil atau non motil dengan flagela peritrikat bersifat fakultatif anaerob. Kisaran suhu untuk pertumbuhannya adalah 10- 40 C, dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 37 C. Keberadaan Escherichia coli dalam bahan pangan mengindikasikan bahwa telah terjadi kontaminasi dari feses/kotoran manusia atau hewan karena Escherichia coli secara normal ditemukan sebagai bagian dari flora usus manusia segera setelah manusia dilahirkan. Kontaminasi bakteri Escherichia coli pada makanan biasanya berasal dari kontaminasi air yang digunakan. Tidak semua Escherichia coli mampu memproduksi toksin yang dapat menyebabkan penyakit, hanya galur Enteropatogenik Escherichia coli (EEC) saja yang dapat menyebabkan penyakit. Dosis yang dapat menimbulkan gejala infeksi Escherichia coli berkisar antara 108 – 109 sel. Berdasarkan karakteristik penyakitnya, Escherichia coli dapat dibedakan menjadi Enteropatogenik Escherichia coli, Enteroinvasive Escherichia coli, Enterotoxigenic Escherichia coli, Vero Cytotoxin-Producing (Shiga Toxin producing) Escherichia coli (VTEC) (STEC), Enteroaggregative and Diffusely Adherent Escherichia coli. Gejala yang terjadi umumnya adalah diare yang kadang-kadang disertai muntah dalam jangka waktu 24 – 72 jam setelah makanan dikonsumsi.
Kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman jahe-jahean terutama dari golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak atsiri. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan Zingiberaceae ini umumnya dapat menghambat pertumbuhan patogen yang merugikan kehidupan manusia, diantaranya bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, jamur Neurospora sp, Rhizopus sp. dan Penicillium sp. (Nursal, 2006).
Ekstrak kencur dalam etanol mempunyai daya antimikroba terhadap salah satu jamur kulit. Senyawa yang terkandung dalam rimpang kencur antara lain etil sinamat, etil p-metoksi sinamat, p-metoksi tiren, kamfen, dan borneol. Dan etil p-metoksi sinamat merupakan komponen utama yang mudah untuk diisolasi dan dimurnikan (Gholib, D. 2009).
Rimpang tanaman kunyit dapat mempertahankan mutu ikan layang karena mengandung senyawa-senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil uji Total Volatil Base menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi kunyit maka nilai Total Volatil Base ikan layang semakin rendah. Ini berarti bahwa daya penghambat kunyit terhadap pertumbuhan bakteri semakin baik. (Pasaraeng, 2013).
Pengawet yang digunakan adalah asam benzoat atau sodium benzoat. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri. Efektivitas fungsi senyawa benzoat dapat bertambah jika produk yang dibuat mengandung garam dan gula pasir. Penggunaan pengawet ini diperbolehkan digunakan dalam jumlah tertentu. Pada produk makanan senyawa benzoat hanya boleh digunakan dengan kisaran konsentrasi 400-1000 mg/kg bahan (Hambali, 2007).
Asam sitrat masih berdekatan dengan vitamin C dan sama-sama merupakan pengawet alami yang baik. Kandungan asam di dalamnya berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Asam sitrat dinyatakan aman pada 99.9% populasi. Ada sebagian kecil yang alergi dengan asam sitrat, tetapi kondisi ini sangat jarang dan hampir tidak ada sama sekali (Utomo,2010).
Asam asetat dan asam laktat adalah asam organik yang aman digunakan sebagai preservatif makanan. Selain itu berdasarkan penelitian, asam organik adalah substansi antimikrobial yang digunakan dalam pangan dan oleh FDA telah diakui aman digunakan sebagai preservatif bahan makanan. Dengan penambahan preservatif diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dan mencegah kerusakan pada bahan pangan (Andriani, 2007).
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan:
Cawan petri steril
Pipet mikro
Kertas cakram
Jangka sorong
Medium NA
Escherichia coli
Bacillus cereus
Bahan yang digunakan:
Kunyit
Kencur
Jahe
Natrium benzoat 0,1%
Asam asetat 0,1%
Asam sitrat 0,1%
Akuades (kontrol)
Prosedur Kerja
Penggunaan double kertas cakram
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan single kertas cakram
Waktu Pengamatan
Bakteri
Antimikroba
Pengukuran zona bening
I
(cm)
II (cm)
III (cm)
Rata -rata (cm)
24 Jam
E. coli
Jahe
0,13
0,115
0,115
0,12
Asam sitrat
0,7
0,06
0,01
0,047
Kontrol
0
0
0
0
Kunyit
0,10
0,11
0,16
0,123
Natrium benzoat
0,04
0,03
0,01
0,026
Kontrol
0
0
0
0
Kencur
0,03
0,07
0,02
0,04
Asam asetat
0,04
0,09
0,06
0,063
Kontrol
0
0
0
0
Bacillus cereus
Jahe
0,34
0,22
0,28
0,28
Asam sitrat
0,17
0,13
0,12
0,12
Kontrol
0
0
0
0
Kunyit
0,08
0,08
0,2
0,012
Natrium benzoat
0,02
0
0
0,006
Kontrol
0
0
0
0
Kencur
0,44
0,38
0,46
0,42
Asam asetat
0,10
0,06
0,07
0,07
Kontrol
0,06
0,06
0,06
0,06
Waktu Pengamatan
Bakteri
Antimikroba
Pengukuran zona bening
I
(cm)
II (cm)
III (cm)
Rata -rata (cm)
48 Jam
E. coli
Jahe
0,13
0,155
0,115
0,12
Asam sitrat
0,04
0,06
0,01
0,047
Kontrol
0
0
0
0
Kunyit
0,14
0,14
0,05
0,11
Natrium benzoat
0,14
0,11
0,02
0,106
Kontrol
0,085
0,03
0,15
0,083
Kencur
0,08
0,04
0,03
0,05
Asam asetat
0,1
0,05
0,03
0,06
Kontrol
0,1
0,04
0,02
0,053
Bacillus cereus
Jahe
0,04
0,05
0,01
0,033
Asam sitrat
0,07
0,02
0,11
0,066
Kontrol
0,13
0,04
0,1
0,09
Kunyit
0,11
0,03
0,1
0,08
Natrium benzoat
0,03
0,04
0,07
0,04
Kontrol
0,11
0,15
0,14
0,13
Kencur
0,04
0,03
0,07
0,046
Asam asetat
0,07
0,03
0,1
0,06
Kontrol
0,07
0,03
0,09
0,063
Tabel pengamatan double kertas cakram
Waktu Pengamatan
Bakteri
Antimikroba
Pengukuran zona bening
I
(cm)
II (cm)
III (cm)
Rata -rata (cm)
24 Jam
E. coli
Kunyit + Natrium benzoat
0,09
0,10
0,14
0,11
Jahe + Asam sitrat
0,14
0,16
0,1
0,133
Kencur + Asam asetat
0,03
0,18
0,02
0,076
Bacillus cereus
Kunyit + Natrium benzoat
0,029
0,16
0,02
0,216
Jahe + Asam sitrat
0
0
0
0
Kencur + Asam asetat
0,35
0,29
0,29
0,31
48 Jam
E. coli
Kunyit + Natrium benzoat
0,12
0,06
0,1
0,093
Jahe + Asam sitrat
0,19
0,14
0,06
0,13
Kencur + Asam asetat
0,07
0,05
0,02
0,046
Bacillus cereus
Kunyit + Natrium benzoat
0,09
0,05
0,33
0,15
Jahe + Asam sitrat
0,05
0,03
0,09
0,056
Kencur + Asam asetat
0,07
0,08
0,07
0,73
Pembahasan
Pada hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa pada inkubasi selama 24 jam penggunaan single kertas cakram bahwa kunyit memiliki daya hambat yang tinggi pada bakteri E. coli dengan pengukuran zona bening rata – rata 0,123 cm sedangkan pada kencur meiliki daya hambat yang tinggi pada Bacillus cereus yaitu dengan pengukuran zona bening rata – rata 0,42 cm. Nilai pengukuran rata – rata zona bening yang rendah pada bakteri E. coli dan Bacillus cereus adalah pada antimikroba natrium benzoat yaitu 0,026 dan 0,006.
Pada inkubasi 48 jam menggunakan single kertas cakram didapatkan hasil antimikroba natrium benzoat memiliki daya hambat yang besar pada E. coli yaitu nilai rata – rata pengukuran nya adalah 0,106 cm dan pada antimikroba kunyit nilai rata – rata pengukuran zona bening nya adalah 0,08 pada Bacillus cereus. Nilai terendah pengukuran rata – rata zona bening E. coli pada antimikroba kencur adalah 0,05 cm dan pada Bacillus cereus adalah 0,033 cm dengan antimikroba jahe.
Sedangkan pada penggunaan double kertas cakram dengan waktu inkubasi 24 jam di dapatkan hasil bahwa bakteri E. Coli memiliki nilai rata – rata pengukuran zona bening yang tertinggi pada antimikroba jahe dan asam sitrat yaitu 0,133 cm dan juga pada Bacillus cereus pada antimikroba kencur dan asam asetat 0,31 cm. Nilai penggukuran rata – rata zona bening terendah pada bakteri E. Coli adalah pada antimikroba kencur dan asam asetat yaitu 0,076 cm dan pada Bacillus cereus adalah pada antimikroba jahe dan asam sitrat dengan rata-rata zona bening 0 cm.
Nilai pengukuran rata – rata zona bening pada inkubasi 48 jam didapatkan E. coli memiliki nilai rata – rata pengukuran zona bening yang tertinggi pada antimikroba jahe dan asam sitrat yaitu 0,13 cm dan pada Bacillus cereus pada antimikroba kunyit dan natrium benzoat 0,15 cm. Nilai pengukuran terendah pada waktu inkubasi 48 jam adalah pada E. Coli adalah pada antimikroba kencur dan asam asetat yaitu 0,046 cm dan pada Bacillus cereus adalah pada antimikroba jahe dan asam sitrat dengan rata-rata zona bening 0,73 cm.
E. coli dan Bacilus cereus keduanya lebih resisten terhadap natrium benzoat pada penggunaan single kertas cakram ini dibuktikan dengan rendahnya nilai pengkuran rata – rata zona bening pada waktu inkubasi 24 jam. Sedangkan pada waktu inkubasi 48 jam E. coli dan Bacillus cereus lebih resisten terhadap kencur dan jahe.
Sedangkan pada penggunaan double kertas cakram pada waktu inkubasi 24 jam E. coli lebih resisten terhadap kencur dan asam asetat sedangkan Bacillus cereus lebih resisten terhadap jahe dan asam sitrat. Dibuktikan dengan nilai pengukuran rata – rata zona bening yang kecil pada antimikroba kencur dan asam asetat E. coli lebih resisten dibandingkan dengan Bacillus cereus karena komponen dari dinding E. coli itu sendiri yang merupakan bakteri Gram negatif yang komponen peptidoglikan nya lebih kompleks.
Berdasarkan literatur (Said, 2007) kunyit memberikan efek antimikroba sehingga dapat dipakai untuk mengawetkan makanan. Minyak atsiri dalam kunyit terbukti dapat membunuh (bakterisidal) terhadap bakteri golongan Bacillus cereus Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium.
Sebagai senyawa fenolik mekanisme kerja kurkumin pada kunyit sebagai antibakteri mirip dengan persenyawaan fenol lainnya yaitu menghambat metabolisme bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel yang menyebabkan kebocoran nutrien dari sel sehingga sel bakteri mati atau terhambat pertumbuhannya (Azima, 2011).
Mekanisme penghambatan antimikroba pada asam asetat dan asam sitrat adalah terhadap nilai pKa nya yang tinggi merupakan asam yang tidak terdisosiasi (golongan asam lemah).
Berdasarkan literatur (Abdillah,2012) penghambatan mikroba oleh asam lemah ini disebabkan (1) kerusakan membran, (2) penghambatan reaksi metabolisme yang esensial, (3) stess dari homeostatis pH internal sel, (4) akumulasi anion sisa asam pada sitoplasma yang bersifat toksik, (5) menggangu sistem sintesis protein atau genetik (sintesis DNA/RNA), dan (6) kematian mikroba karena kehabisan ATP disebabkan penggunaan ATP untuk menjalankan pompa proton dengan tujuan mengeluarkan H+ dari dalam sel demi menjaga kesetimbangan homeostatis pH didalam sel.
Ekstrak segar rimpang jahe-jahean mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji dengan bervariasinya rata-rata diameter daerah bebas mikroba yang terbentuk. Hal ini disebabkan karena ekstrak segar rimpang jahe-jahean mengandung senyawa anti-mikroba (Sari, 2013).
Aktivitas senyawa etil pmetoksi sinamat pada rimpang kencur menunjukkan bahwa senyawa tersebut tidak mempunyai aktivitas sebagai antijamur (Nugraha, 2012).
PENUTUP
Kesimpulan
Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:
Pengaruh zat antimikroba pada pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh jenis mikroba baik Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri Gram negatif sifatnya lebih resisten karena komponen dari peptidoglikan nya yang lebih komlpeks dibandingkan dengan Gram positif. Efektivitas antimikroba dipengaruhi oleh sifat antimikroba tersebut dan oleh bakteri yang akan dihambat pertumbuhannya.
Interaksi sinergis antimikroba terjadi karena saling melengkapinya komponen antimikroba sehingga penghambatan mikroba semakin baik.
Saran
Untuk praktikum kedepan ya disarankan agar praktikan lebih teliti dan hati – hati dalam mengukur zona bening dan dalam melalukan setiap acara praktikum yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Abu. 2012. http://muslimbersahaja.wordpress.com/category/artikel-pangan/
Andriani, Darmono, dan Widya Kurniawati. 2007. Pengaruh asam asetat dan asam laktat sebagai antibakteri terhadap bakteri Salmonella sp. yang di isolasi dari karkas ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Universitas Pancasila Jakarta.
Arisman. 2008. Keracunan Makanan: buku ajar ilmu gizi. Buku kedokteran EGC : Jakarta
Azima. 2011. Efektifitas Kunyit Sebagai Bahan Pengawet Alami Terhadap Masa Simpan Nugget Jagung. http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/ uploads/2011/09/efektivitas-kunyit-sebagai-pengawet-alami.pdf.
Direja., Eva H. 2007. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak jintan hitam (Nigella sativa L.) terhadap bakteri patogen dan perusak pangan. [skripsi] Institut Pertanian Bogor
Gholib, D. 2009. Daya hambat ekstrak kencur terhadap Trychophyton mentgrophytes dan Cryptococcus neoformans jamur penyebab penyakit kurap pada kulit dan penyakit paru . Bull. Litro. Vol.20 No.1, 59-67.
Nugraha, Septian Alif, Kusoro Siadi, dan Sudarmin. 2012. Uji antimikroba etil p-Metoksi sinamat dari rimpang kencur terhadap Bacillus substilis. Indonesian journal of chemical science. Universitas Negeri Semarang.
Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66.
Pasareng, Erling, Jemmy Abdijulu, dan Max. R. J. Runtuwene. 2103. Pemanfaatan Rimpang Kunyit (Curcuma domesticaVal) Dalam Upaya Mempertahankan Mutu Ikan Layang (Decapterussp). Jurnal MIPA UNSRAT Online. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Said, Ahmad. 2007. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Sinar Wadja Lestari
Sari, Kartika Indah Permata, Periadnadi dan Nasril Nasir. 2013. Uji Antimikroba Ekstrak Segar Jahe-Jahean (Zingiberaceae) Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albicans. Jurnal Biologi Universitas Andalas Padang (J. Bio. UA.) 2(1) – Maret 2013 : 20-24 (ISSN : 2303-2162)
Sudiarto, Fadil. Mikrobiologi Pangan. E-books Google. http://books.google.co.id/books/about/Mikrobiologi_Pangan.html?hl=id&id=lmzKmC86v7wC diakses pada 1 Desember 2014
Thongson, C., P. M. Davidson, W. Mahakarnchanakul dan J. Weiss. 2004. Antimicrobial activity of ultrasound-assisted solvent-extracted spices. Letters in Applied Microbiology. 39:401-406.
Utomo, Eka Prasetya. 2010. https://ekoprasetya.wordpress.com/2010/05/ diakses pada 1 Desember 2014
WHO. 2005. Food safety and foodborne illness. www.who.int.com.
http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2012/11/natrium-benzoat.html diakses pada 1 Desember 2014
LAMPIRAN
Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. pengamatan dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam
Medium di inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik
Kertas cakram dimasukan kedalam cawan petri yang telah di isi medium
Cawan diputar-putar untuk meratakan medium
Medium dimasukan kedalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45 C sebanyak 15 ml ditunggu hingga menjendal
Disiapkan 2 cawan petri steril, dimasukan masing-masing 1 ml starter mikroba
Dicelupkan kertas cakram kedalam larutan pengawet selama 10 menit lalu di kering anginkan
Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. pengamatan dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam
Medium di inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik
Kertas cakram dimasukan kedalam medium (kertas cakram B diletakkan diatas kertas cakram A) yang sudah menjendal
Cawan diputar-putar untuk meratakan medium
Medium dimasukan kedalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45 C sebanyak 15 ml ditunggu hingga menjendal
Disiapkan 2 cawan petri steril, dimasukan masing-masing 1 ml starter mikroba
Kertas cakram 2 dicelupkan kedalam larutan pengawet B selama 10 menit lalu di kering anginkan
Kertas cakram 1 dicelupkan di dalam larutan pengawet A selama 10 menit, lalu di kering anginkan