BAB I PENDAHULUAN Kulit merupakan hasil samping pemotongan hewan yang telah diusahakan untuk dapat menambah pemasukan bagi negara berupa devisa yang dihasilkan dan penyerapan tenaga kerja pada industri kulit di dalam negeri. Peran serta usaha kulit dapat dilihat dengan banyaknya industri kulit yang menyebar khususnya di pulau Jawa. Kulit kelinci, merupakan salah satu komoditas dalam usaha perkulitan yang mampu menghasilkan devisa yang tinggi. Kulit kelinci memiliki penampakan yang halus, seragam, indah dan menarik membuat kulit kelinci sangat bagus untuk dilakukan penyamakan sehingga kulit berbulu akan bernilai tinggi Penyamakan adalah proses memasukkan bahan penyamak ke dalam kulit sehingga strukturnya menjadi stabil. Kulit kelinci sangat berpotensi untuk disamak khususnya samak berbulu. Kulit kelinci yang telah melalui penyamakan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan topi, baju, hiasan dinding, dan tas. Praktikum Ilmu dan Teknologi Kulit bertujuan untuk mengetahui proses penyamakan di industry penyamakan kulit, mengetahui proses penyamakan bulu kelinci, kulit sapi, dan ular, dan mengetahui kualitas kulit meliputi kemuluran, kekuatan tarik, suhu kerut, dan kerut maksimal.
1
BAB II KEGIATAN PRAKTIKUM
ACARA I KUNJUNGAN INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
Alamat Perusahaan PT Adi Satria Abadi berada di Banyakan, Sitimulyo, Piyungan , Bantul, Yogyakarta. Sejarah Singkat Industri penyamakan kulit domba dan kambing yang bahan bakunya merupakan kulit pickle. PT Adi Satria Abadi berdiri tanggal 26 Juni 1994. Awalnya jumlah karyawan yang dimiliki oleh perusahaan ini adalah 5 orang dengan kapasitas produksi 15.000 feet square per bulan. Ketika tahun lima tahun ketiga sudah mencapai 500.000 feet square tiap bulannya. Penerimaan Dan Kontrol Kualitas Bahan Baku Bahan baku yang datang kemudian langsung diseleksi. Seleksi yang dilakukan meliputi seleksi grade berdasarkan kecacatan kulit, tebal tipis kulit, dan ukuran kulit. Tahap Proses Penyamakan Kulit Proses produksi yang dilakukan oleh PT ASA meliputi 4 tahap, yaitu seleksi bahan baku, proses basah, proses kering, dan finishing. Seleksi bahan baku dilakukan dengan menyeleksi bahan baku yang datang. Proses basah meliputi metode tanning, dying, retanning, shaving, enzine, dan setter. Tanning yang dilakukan adalah dengan menggunakan krom. Shaving dilakukan dengan penipisan ukuran kulit yang di kehendaki atau menurut pemesanan. Dying yaitu pewarnaan dan peminyakan. Retanning pewarnaan untuk warna putih dengan bahan formalin. Enzine yaitu pengeringan kulit semi kering dan setter dilakukan dengan melebarkan kulit dengan sistem press. Proses kering meliputi hanging
2
atau pengeringan total, pelemasan kulit, wide stacking yaitu pelemasan kulit untuk yang berwarna putih, stacking atau pelemasan kulit, dan toggle yaitu pelebaran kulit akhir dengan di panasi. Tahap terakhir adalah finishing, kulit yang sudah jadi disimpan dalam gudang dan dilakukan pengepakan hasil akhir proses. Menurut Tanikaivelan (2004) secara umum tahapan penyamakan kulit meliputi perendaman, buang daging, penguraian protein non kolagen, pengasaman,
penyamakan,
pemerasan,
pensortiran,
pembelahan,
penyerutan, penetralan, penyamakan ulang, pewarnaan, perminyakan, perentangan, pengeringan, pengkondisian, peregangan, pengamplasan, perapihan,
dan
penyempurnaan.
Secara
keseluruhan,
tahapan
penyamakan di PT Adi Satria Abadi sudah cukup baik. Uji Kualitas Kulit Samak Kualitas samak yang dihasilkan diuji berdasarkan permintaan pelanggan. Apabila dikehendaki adanya uji kualitas, maka perusahaan akan menguji kualitas kulit tersebut. Produk Yang Dihasilkan Produk yang dihasilkan berupa kulit samak yang sudah jadi dan siap diolah menjadi berbagai macam aksesoris. Pemasaran Hingga saat ini, PT Adi Satria Abadi sudah mengekspor kulit samak ke beberapa kota besar di Indonesia. Selain itu juga diekspor ke Jepang, Hongkong, dan Vietnam.
3
ACARA II PENYAMAKAN KULIT TINJAUAN PUSTAKA Kelinci selain sebagai penghasil daging dan penghasil bibit ternak juga menghasilkan kulit dan bulu sebagai dasar kerajinan dan mainan. Kulit kelinci sebagai hasil samping memiliki nilai potensial dalam menghasilkan kulit bulu. Kulit kelinci jantan biasanya kasar dan keras, sedangkan kulit kelinci jantan yang dikebiri agak lebih lemas. Kulit kelinci muda agak lunak dan baik (Sarwono,1992). Tubuh kelinci diselubungi oleh bulu yang secara biologi dapat digunakan untuk mengurangi proses pelepasan panas (Mount,1999), namun demikian bulu yang menutupi tubuh kelinci dapat juga dimanfaatkan untuk keperluan manusia. Menurut Sarwono (1992) terdapat beberapa metode penyamakan kulit. Metode tersebut adalah metode samak krom, samak nabati, samak kombinasi, dan samak sintetis. Tahapan proses penyamakan kulit dapat digolongkan
menjadi
tiga
golongan
besar
yakni
tahap
pertama
(pretanning) yang lebih dikenal dengan Beam House Operation. Proses Beam House adalah proses untuk mempersiapkan bahan baku (raw material) berupa kulit hingga siap untuk disamak. Secara umum urutan proses Beam House kulit bulu adalah : pencucian, perendaman, buang daging, penyamakan awal dan pengasaman (Yuwono,1991). Tahap berikutnya yaitu penyamakan itu sendiri dan yang terakhir adalah penyelesaian
(finishing)
yang
meliputi
peminyakan.
4
penyamakan
ulang
dan
MATERI DAN METODE Materi Alat. Alat yang digunakan adalah pisau, cutter, baskom, gunting, dan sarung tangan. Bahan. Bahan yang digunakan adalah kulit kelinci segar yang masih ada bulunya, air, teepol 0,5%, kaporit 0,5%, Na2CO3 0,5%, formalin 3%, garam 6%, asam formiat 0,5%, H2SO4 1%, tawas 10%, sodium formiat 0,5%, dan minyak sulfat 8%.
METODE Kulit ditimbang berat awalnya untuk menentukan presentase bahan kimia. Selanjutnya adalah proses soaking, kulit direndam dalam 1000 ml air, 1 ml teepol dan 1 ml kaporit lalu diremas-remas selama 30 menit. Proses scouring dilakukan dengan merendam kulit ke dalam 600 ml air dan 1 ml Na2CO3, diremas selama 1 jam, kemudian airnya dibuang. Kulit direndam dalam 600 ml air, 6 ml formalin, 1 ml Na2CO3 selama 1,5 jam sambil diremas, airnya dibuang, lalu dicuci dengan air mengalir (furfigh tanning). Selanjutnya proses pickling dilakukan dengan menambahkan air 200 ml, diremas 15 menit, ditambah garam 12 ml, diremas 15 menit, ditambah asam formiat 1 ml, diremas 30 menit, dan ditambah H 2SO4 2 ml, diremas 1 jam, di cek pH dan direndam 1 malam. Tanning dengan menambahkan tawas 20 gram, 1 butir kuning telur, dan 2% garam, diremas selama 2 jam. Proses bastying dengan penambahan sodium formiat 1 ml, diremas 30 menit dan Na2CO3 sebanyak 1 ml, diremas 30 menit kemudian diperam satu malam. Selanjutnya netralization dengan penambahan air hangat 45°C sebanyak 300 ml dan Na2CO3 1 ml, diremas 1 jam. Proses retanning dengan menambahkan 400 ml air dan 10 gram tawas, diremas 1 jam. Proses fatliquoring dengan menambahkan 160 ml air hangat 45°C dan minyak sulfat 16 ml, diremas selama 1,5 jam. Kulit dipentang di abwah sinar matahari selama semalam.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Penyamakan Penyamakan yang digunakan saat praktikum adalah samak berbulu dengan metode samak putih. Menurut Anonim (2012) samak alum atau putih cocok untuk menyamak kulit-kulit yang mengandung sedikit bulu maupun kulit seperti kelinci, marmut, dan macan kumbang. Kulit yang dilakukan samak putih memiliki karakteristik lebih empuk dan lentur. Tetapi kulit samak putih tidak tahan terhadap air sehingga tidak cocok menjadi sepatu. Proses Penyamakan Proses penyamakan kulit sendiri mempunyai arti yaitu mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak yang stabil. Kulit kelinci dapat dipergunakan menjadi beberapa macam barang kulit, baik kulit bulunya maupun kulit jaket, kulit untuk atasan sepatu atau untuk barang kulit lainnya (Untari, 2005). Tahapan penyamakan yang dilakukan meliputi weighing, soaking, scouring, furfigh tanning, pickling, tanning, bastying, neutralization, retanning, fatliquoring, toggling, dan drying. Bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Bahan penyamak yang digunakan No. Nama proses Bahan yang digunakan Jumlah Weighing 1. Kulit segar 200 gram Soaking 2. Kulit kering Air 500% 1000 ml Teepol 0,5% 1 ml Kaporit 0,5% 1 ml Scouring 3. Kulit basah Air 300% 600 ml Na2CO3 0,5% 1 ml Furfigh tanning 4. Air 300 % 600 ml Formalin 3% 6 ml Na2CO3 0,5% 1 ml Pickling 5. Air 100% 200 ml Garam 6% 12 ml Asam formiat 0,5% 1 ml H2SO4 1% 2 ml Tanning 6. Air pikel 100% 200 ml 6
7.
Bastying
8.
Netralization
9.
Retanning
10.
Fat liquoring
Tawas 10% Kuning telur Garam 2% Sodium formiat 0,5% Na2CO3 0,5% Air 45°C 150% Na2CO3 0,5% Air 200% Tawas 5% Air 45°C 80% Minyak sulfat 8%
20 gram 1 butir 4 gram 1 ml 2 ml 300 ml 1 ml 400 ml 10 gram 160 ml 16 ml
Weighing Proses weighing merupakan proses penimbangan kulit kelinci. Tujuannya adalah untuk menentukan presentase bahan kimia yang akan digunakan. Berat kulit yang didapat saat praktikum adalah 200 gram. Selanjutnya adalah proses fleshing yaitu pembuangan lemak dan daging yang masih menempel pada kulit. Proses fleshing dilakukan untuk mempermudah masuknya bahan penyamak ke dalam kulit. Menurut Purnomo (1995) fleshing mempunyai tujuan untuk menghilangkan sisa lemak dan daging yang melekat pada kulit, karena sisa tersebut dapat menghambat masuknya zat penyamak pada kulit. Soaking Soaking dilakukan dengan merendam kulit dalam air, teepol, dan kaporit. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kesegaran kulit dan membersihkan kulit. Air berfungsi sebagai pelarut, teepol dan kaporit berfungsi sebagai antibakteri. Menurut Said (2012) tujuan dilakukannya tahap perendaman adalah mengembalikan kadar air yang hilang selama pengawetan, mengembalikan sifat-sifat kulit mentahseperti keadaan semula, dan membersihkan kulit awetan dari bahan-bahan pengawet seperti garam, darah, lemak serta sisa-sisa kotoran. Metode soaking saat praktikum sudah sesuai dengan literatur. Prinsip kerja proses perendaman adalah bahwa air yang masuk ke dalam kulit akan membasahkan kembali dan mengencerkan garam pengawet serta melarutkan protein globuler. Bila protein globuler tidak dibuang akan
7
berpengaruh terhadap proses penyamakan. Penambahan desinfektan akan menghambat pertumbuhan mikroba (Said, 2012). Kemikalia yang dipakai adalah air, bahanpembasah (wetting agent) seperti sabun, teepol dan sandocynil dan bahan antiseptik untuk mencegah pembusukan seperti klorit, cresolic acid, atau dapat juga dipakai bahan yang berfungsi sebagai pembasah dan sebagai antiseptic seperti cysmolon atau moluscal dan lain-lain (Purnama, 2001). Scouring Scouring merupakan proses perendaman kulit dalam air dan Na2CO3. Scouring berfungsi sebagai tahapan penyabunan lemak. NA2CO3 yang dipakai berfungsi untuk membuat suasana basa pada kulit agar dapat membunuh bakteri yang ada. Furfigh tanning Furfigh tanning menggunakan formalin dan Na2CO3. Tujuannya dalah untuk memperkuat bulu. Formalin akan bereaksi dengan rambutrambut sehingga rambut menjadi kuat. Metode yang dilakukan sudah sesuai literature. Menurut Purnama (2001) proses ini disebut juga dengan pre
tanning
atau
penyamakan
pendahuluandengan
tujuan
untuk
menguatkan kedudukan bulu pada kulit agar tidak mudah rontok. Kemikalia yang dipakai adalah formalin dan Na2CO3(soda abu). Pickling Pickling merupakan proses pengasaman pada kulit kelinci. Tujuan pickling adalah membuat suasana asam pada kulit sehingga bahan penyamak akan mudah bereaksi dengan protein kulit. Bahan yang digunakan adalah garam, asam formiat, dan H2SO4. Garam berfungsi untuk mencegah pembengkakan pada kulit, sedangkan asam formiat dan H2SO4 berfungsi untuk memberikan suasana asam pada kulit. pH yang dihasilkan setelah pickling adalah 2. Menurut
Jayusman
(1990)
pengasaman
berfungsi
untuk
mengasamkan kulit sampai pH tertentu sebelum proses penyamakan, jadi dilakukan penurunan pH dari 7 sampai kurang lebih pH 3. Hasil praktikum
8
belum sesuai dengan literatur. Keberhasilan pH sangat dipengaruhi oleh proses peremasan dan banyaknya H2SO4 yang ditambahkan. Tanning Tanning
merupakan
inti
dari
proses
penyamakan.,
yaitu
memasukkan bahan penyamak ke dalam kulit agar sifat kulit menjadi stabil. Menurut Purnama (2001), proses ini bertujuan untuk mengubah fibril-fibril pada kolagen kulit menjadi masak dan berikatan dengan bahan penyamak sehingga kulit menjadi stabil dan tahan terhadap pengaruh fisik, kimia dan mikrobiologis. Bahan yang dipakai adalah tawas, kuning telur, dan garam. Kuning telur berfungsi sebagai emulsifier. Menurut Untari et al., (1998) bahwa telur mempunyai lemak yang terpusat pada kuning telurnya sebesar 99 persen,
sedangkan
minyak
kelapa
mempunyai
sifat
yang
dapat
melemaskan kulit. Dengan campuran telur maka minyak kelapa akan lebih mudah teremulsi, sehingga ada persamaan atau keseimbangan pada peminyakan dengan menggunakan telur maupun dengan campuran telur dan minyak pada proses peminyakan kulit kelinci. Bastying Bastying merupakan proses pembasaan pada kulit. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan basisitas kulit agar ikatan antar kolagen dan bahan penyamak menjadi kuat. Bahan yang digunakan adalah sodium formiat dan Na2CO3. Purnama (2001) menyatakan proses ini bertujuan untuk menaikan pH menjadi basa. Kemikalia yang dipakai adalah
Na2CO3.
Dengan
naiknya
pH menjad basa maka akan
memudahkan dalam proses selanjutnya. Netralization Netralisasi bertujuan untuk menetralkan kondisi kulit bahan yang digunakan adalah air panas 45°C dan Na2CO3. Air panas berfungsi untuk mempermudah peresapan zat-zat kimia dalam kulit. Menurut Purnama (2001) Proses ini bertujuan, untuk menetralkan kulit wet blue. Asam-asam yang dinetralisir adalah asam yang terdapat diantara serat-serat kulit yang
9
belum hilang pada proses pencucian. Apabila asam tersebut tidak hilang maka
dapat
mempengaruhi
proses
peminyakan
karena
akan
mengemulsikan minyak clan pecah dipermukaan kulit. Air yang dipakai adalah air hangat 45°C ditambah dengan Na2CO3. Metode saat praktikum sudah sesuai dengan literatur. Retanning Retanning merupakan proses penyamakan ulang yang bertujuan untuk menyempurnakan proses penyamakan. Bahan yang digunakan adalah tawas. Proses ini dapat dilaksanakan maupun tidak, jika kualitas kulit dirasa sudah baik, maka tidak perlu dilakukan Menurut Purnomo (1991) penyamakan ulang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat kulit yang telah disamak agar memiliki sifat yang lebih baik. Ada beberapa jenis bahan penyamak yang dapat digunakan yaitu bahan penyamak mineral, bahan penyamak nabati dan bahan penyamak sintetik yang masingmasing bahan penyamak akan memberikan sifat-sifat tertentu pada kulit tersamaknya. Fat liquoring Fat liquoring disebut juga proses perminyakan. Tujuannya adalah untuk melemaskan dan melembutkan bulu, serta untuk memperbaiki tekstur kulit. Bahan yang digunakan adalah air hangat 45°C dan minyak sulfat. Suhu 45°C dimaksudkan agar pori-pori kulit terbuka. Menurut Said (2012) tujuan proses peminyakan adalah untuk melemaskan kulit agar lebih lunak dan mempunyai kemuluran yang tinggi dan mempertahankan kulit dari kerusakan oleh pengaruh air, karena kulit yang telah mengalami proses peminyakan, daya serap dan daya tolak terhadap molekul air sangat baik. Prinsip kerjanya bahwa minyak atau lemak dapat mengubah sifat-sifat penting antara lain kulit menjadi lebih lunak, lebih fleksibel, lebih liat, lebih mulur dan permukaan rajahnya menjadi lebih halus. Perlakuan saat praktikum sudah seseuai literature. Menurut Purnama (2001) kemikalia yang dipakai adalah minyak sulfat dan air hangat dengan suhu 45°C.
10
Toggling Kulit yang telah selesai disamak kemudian dipentang pada alat pementang. Proses ini merupakan proses tahap terakhir yaitu untuk meregangkan kulit sampai seregang-regangnya. Menurut Purnama (2001) caranya adalah kulit samak bulu yang setengah kering diregangkan pada alat peregang secara berulang-ulang sehingga kulit samak menjadi lemas. Metode saat praktikum sudah sesuai dengan literature. Drying Drying merupakan proses pengeringan. Setelah kulit dipentang, kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama semalam. Tujuannya adalah untuk mengurangi kadar air pada kulit. Menurut Said (2012) proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air kulit hingga mencapai 18 sampai 20%, baik yang mengisi kulit maupun yang terikat secara kimiawi sampai batas tertentu. Metode pengeringan yang biasa dilakukan adalah dengan system penggantungan, pementangan dan pasta.
11
ACARA III UJI KUALITAS KULIT TINJAUAN PUSTAKA Sifat-sifat kulit ialah ketahanan kulit terhadap pengaruh-pengaruh luar antara lain pengaruh mekanik, kelembaban dan suhu luar. Kekerasan kulit dan kekuatannya dipengaruhi oleh kadar air, protein fibrous, protein glubular dan lemak yang ada dalam kulit. Sifat-sifat fisik kulit juga ditentukan oleh struktur jaringan yaitu bentuk anyaman dan kepadatan berkas-berkas serabut kolagen dan komposisi kimianya. Kekuatan kulit terutama dipengaruhi oleh kekuatan kolagen, semakin bertambah umur, serabut kolagen menjadi semakin stabil, suhu kerut naik, sukar larut, dan ikatan silangnya bertambah banyak (Soeparno et al., 2001) Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran. Kekuatan tarik adalah besarnya beban yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit berukuran panjang 5 cm. Lebar 1 cm serta kecepatan penarikan 25 m per menit hingga contoh kulit tersebut putus. Bentuk anyaman, kepadatan serabut kolagen, keutuhan serabut kolagen dan sudut anyaman ikut menentukan besarnya kekuatan tarik dan kemuluran (Soeparno et al., 2001). Uji
Suhu
Kerut.
Suhu
kerut
ialah
suhu
tertentu
yang
mengakibatkan contoh kulit mengalami pengerutan. Serabut-serabut kolagen atau kulit mentah akan mengerut lebih kurang sepertiga atau seperempat dari panjang semula jika dipanaskan dalam medium air pada suhu tertentu. Pemendekan serabut kolagen disebabkan hilangnya atau berubahnya rantai ikatan silang molekul kolagen. Pengerutan lebih banyak disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen dari rantai polipeptida. Banyaknya kandungan air di dalam molekul kolagen juga memperngaruhi tinggi rendahnya suhu kerut, kandungan air yang tinggi menyebabkan suhu kerut rendah sebaliknya kandungan air yang rendah menyebabkan suhu kerut tinggi (Soeparno et al., 2001)
12
Uji Kerut Maksimal. Serabut-serabut kolagen atau kulit mentah akan mengkerut lebih kurang sepertiga atau seperempat dari panjang semula jika dipanaskan dalam medium air pada suhu tertentu. Suhu kerut tergantung
dari
besarnya
ikatan
silang
yang
terbentuk
selama
penyamakan. Pengerutan kulit selama pemanasan terjadi karena pelepasan ikatan hidrogen dari ikatannya dengan kolagen (Sumarno, 1995).
13
MATERI DAN METODE MATERI Uji Kemuluran Kulit Alat. Alat yang digunakan adalah tensile strenghth meter, jangka sorong, skin thickness micrometers, tatah untuk membuat pola, penggaris dan beban sesuai kebutuhan. Bahan. Bahan yang digunakan adalah kulit samak kelinci. Uji Kekuatan tarik Alat. Alat yang digunakan adalah tensile strenghth meter, jangka sorong, skin thickness micrometers, tatah untuk membuat pola, penggaris dan beban sesuai kebutuhan. Bahan. Bahan yang digunakan adalah kulit samak kelinci. Uji Suhu Kerut Alat. Alat yang digunakan adalah shrinkage meter, becker glass, kompor pemanas dan thermometer. Bahan. Bahan yang digunakan adalah kulit samak kelinci. Uji Kerut Maksimal Alat. Alat yang digunakan adalah shrinkagemeter, becker glass, kompor pemanas dan thermometer. Bahan. Bahan yang digunakan adalah kulit samak kelinci
Metode Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Sampel kulit dibuat sesuai pola. Sebelum diuji sampel kulit diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong pada tiga bagian. Sampel kulit kemudian dijepit pada pesawat tensile strength meter dari scooper dengan jarak antara penjepit 5 cm. skala yang menunjukkan beban maksimum dan angka pertambahan panjang diatur pada angka nol. Pesawat
dijalankan
sampai
sampel
kulit
menjadi
putus
dengan
menambah beban sedikit demi sedikit. Berat beban yang dibutuhkan
14
sampai sampel kulit menjadi putus ditimbang dan angka pertambahan panjang sampel kulit pada skala dicatat hasilnya.
11 cm Gambar 1. Sampel kulit untuk uji kekuatan tarik dan presentase kemuluran Presentase kemuluran
(panjang akhir panjang awal) 100% panjang awal
Uji Suhu Kerut Sampel kulit dibuat seperti pada gambar 2. Sampel kulit dipasang pada alat shrinkage meter, yaitu dengan menjepit pada kedua ujung sampel tersebut. Setelah suhu air pada tabung pengujian mencapai 60 oC, sampel kulit bersama penjepitnya digeser masuk ke dalam tabung sampai seluruh bagian sampel tercelup ke dalam air. Suhu air dalam tabung kemudian dinaikkan sampai 3oC setiap menit sampai sampel kulit memendek atau mengkerut. Skala pengerutan diamati, apabila tanda pada benang yang mula-mula tepat pada skala sudah bergeser ke kiri maka suhu kerut sampel kulit telah tercapai, lalu dicatat hasilnya. 7,5 cm
9cm Gambar 2. Sampel uji suhu kerut dan kerut maksimal Uji Kerut Maksimal Sampel kulit dari pengujian suhu kerut dibiarkan dalam larutan sampai suhu larutan mencapai 100oC, kemudian dididihkan dalam larutan tersebut selama 15 menit. Setelah itu sampel kulit diangkat dan diukur panjang akhir dari sampel. Kerut maksimal diukur sebagai pengerutan kulit 15
yang disebabkan oleh pemanasan dengan air mendidih selama 15 menit yang dinyatakan dalam presentase. Lalu hasil dicatat. Presentase kerut maksimal
(panjang awal panjang akhir) 100% panjang awal
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kemuluran Kulit Uji kemuluran kulit menggunakan 3 sampel dengan kulit dan perlakuan berbeda. kulit yang digunakan adalah kulit sapi, kelinci, dan ular. Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai berikut. Jenis kulit Kelinci Sapi Ular
Tabel 3.2 Hasil uji kemuluran kulit samak Jenis Penyamakan % Kemuluran kulit Samak putih 58 Samak krom 54 Samak nabati 22,8
Tabel di atas menunjukkan besarnya persen kemuluran kulit pada beberapa jenis hewan. Presentase kemuluran tertinggi adalah kulit kelinci sebesar 58% dengan metode samak putih. Selanjutnya adalah kulit sapi sebesar 54% dengan metode samak krom, dan yang memiliki presentase kemuluran paling rendah adalah kulit ular sebesar 22,8% dengan metode samak nabati. Menurut penelitian Nurdiansyah (2012), SNI untuk fur kelinci belum ada sehingga hasil penelitian mengacu pada SNI 4593-2011 tentang Kulit Jaket Domba/Kambing. Persyaratan mutu fisik kemuluran kulit domba/kambing bahan jaket maksimal 60%. Hasil praktikum sudah sesuai degan literature untuk kulit kelinci. Kulit sapi dengan metode samak krom memiliki kemuluran yang lebih tinggi daripada samak nabati, yaitu 54% untuk samak krom dan 22,8% untuk samak nabati. Hal ini sudah sesuai dengan Anwar (2002) bahwa nilai kemuluran kulit samak krom yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih tinggi. Nilai kemuluran kulit yang tinggi dapat pula disebabkan oleh hilangnya elastin mulai dari pengawetan hingga penyamakan. Kemuluran kulit dengan nilai tinggi dimungkinkan karena bahan penyamak krom yang digunakan. Fahidin dan Muslich (1999) berpendapat bahwa
17
bahan penyamak krom merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan kulit jadi yang lebih lemas dan lembut, daya tarik dan mulurnya (tensile strength) lebih tinggi dan memungkinkan hasil yang baik jika diberi warna. Menurut Nurdiansyah (2012) penggunaan dosis minyak yang tinggi menghasilkan nilai kemuluran kulit yang tinggi pula. Semakin banyak minyak yang melumasi permukaan serat kulit maka kulit menjadi semakin fleksibel dan mudah dilekukkan sehingga nilai kemuluran kulit bertambah. Oetojo (1996) yang menyatakan bahwa semakin rendah jumlah serat kulit yang dilapisi oleh emulsi minyak akan menghasilkan nilai kemuluran kulit yang rendah atau sebaliknya.
Uji Kekuatan Tarik Menurut Dewan Standardisasi Nasional (1990) kekuatan tarik adalah besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menarik kulit sampai putus. Kemuluran adalah pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus dibagi dengan panjang semula dinyatakan dalam persen. Pembentukan pola pada sampel dilakukan dengan cara ditatah. Hal ini bertujuan untuk menjaga kulit dari kerusakan. Penggunaan gunting dapat mengakibatkan struktur kulit mudah patah. Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 3.3 Hasil uji kekuatan tarik kulit samak Jenis kulit Jenis Penyamakan Kekuatan tarik (kg/cm2) Kelinci Samak putih 60 Sapi Samak krom 45,28 Ular Samak nabati 83,33 Tabel di atas menunjukkan besarnya kekuatan tarik dari yang paling tinggi adalah kulit ular, kulit kelinci dan kulit sapi. Semakin tebal kulit yang dihasilkan, kekuatan tariknya semakin kecil. Hal ini sudah sesuai dengan Mustakim dan Kurniawan (2010) kekuatan tarik akan berbeda sekali jika tebal kulitnya berbeda. Hal ini karena tebal kulit merupakan pembilang pada perhitungan besarnya kekuatan tarik dari kulit yang diukur. Jadi semakin tebal kulit samak maka nilai kekuatan tariknya akan semakin kecil 18
dan sebaliknya semakin tipis kulit maka kekuatan tariknya akan semakin besar. Menurut Purnomo (1992) semakin banyak bahan krom yang digunakan kestabilan kulit juga akan semakin tinggi. Menurut Nurdiansyah (2012) penggunaan dosis minyak yang tinggi menghasilkan nilai kekuatan tarik kulit yang rendah. Semakin banyak minyak yang digunakan pada proses fat liquoring, maka semakin banyak pula bagian permukaan serat kulit yang terlumasi minyak sehingga kulit menjadi lemas dan mudah direnggangkan. Keadaan inilah yang menyebabkan ikatan serat kulit menjadi mengendur, sehingga kemampuan kulit dalam menahan beban tarikan semakin berkurang. Uji Suhu Kerut Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut. Jenis kulit Kelinci Sapi
Tabel 2.4 Hasil uji suhu kerut kulit samak Jenis Penyamakan Suhu kerut °C Samak putih 74 Samak krom 95
Larutan yang digunakan dalam uii ini adalah aquades dan gliserin. Gliserin berfungsi untuk menaikkan titik didih. Hasil uji suhu kerut adalah 74°C untuk kulit kelinci samak dan 95°C untuk samak kulit sapi. Menurut Soeparno et al. (2001) suhu kerut standar maksimal adalah 80ºC. Hasil praktikum apabila dibandingkan dengan literatur tidak dalam kisaran normal. Menurut Fitriyanto et al. (2004) tingginya suhu kerut dipengaruhi oleh ikatan protein dengan garam dan bahan penyamak. Pengerutan kulit selama pemanasan terjadi karena pelepasan ikatan hydrogen dari ikatannya dengan kolagen. Adanya penetrasi garam menyebabkan kestabilan protein kulit terhadap panas meningkat. Hal ini yang menyebabkan kulit mempunyai suhu kerut yang tinggi.
19
Uji Kerut Maksimal Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 2.5 Hasil uji kerut maksimal kulit samak Jenis kulit Jenis Penyamakan Kerut maksimal (%) Kelinci Samak putih 63,6 Sapi Samak krom 66,7 Tabel di atas menunjukkan hasil presentase kerut maksimal yaitu untuk kulit kelinci sebesar 63,6% dan pada kulit sapi sebesar 66,7%. Menurut Soeparno et al. (2001) presentase kerut maksimal pada kulit adalah 30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua kulit samak memiliki presentase kerut maksimal di atas kisaran normal.
20
BAB III KESIMPULAN
Kunjungan Industri Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses penyamakan kulit di PT Adi Satria Abadi sudah cukup baik. Terdapat instalasi pengolahan limbah hasil penyamakan untuk mencemari lingkungan. Tahapan penyamakan kulit di PT Adi SAtria Abadi meliputi tanning,
dying,
retanning,
shaving,
enzine,
setter,
hanging
atau
pengeringan total, pelemasan kulit, wide stacking, stacking atau pelemasan kulit, toggling, dan finishing, Penyamakan Kulit Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses penyamakan kulit kelinci metode samak putih meliputi weighing, soaking, scouring, furfigh tanning, pickling, tanning, bastying, netralization, retanning, fat liquoring, toggling, dan drying. Kulit kelinci yang dihasilkan kurang bagus karena ada beberapa bagian bulu yang menggumpal. Penyebabnya adalah bulu yang terkena urin kelinci dan juga terdapat sedikit kesalahan ketika penimbangan bahan. Uji Kualitas Kulit Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa presentase kemuluran kulit secara berturut-turut adalah kulit kelinci 58%, kulit sapi 54%, kulit ular 22,8%. Faktor yang mempengaruhi kemuluran kulit adalah jenis ternak dan jumlah minyak yang ditambahkan. Besarnya kekuatan tarik kulit kelinci adalah 60 kg/cm 2, kulit sapi 45,28 kg/cm2, dan kulit ular 83,3 kg/cm2. Faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik adalah tebal kulit, penggunaan dosis minyak, dan pemakaian bahan penyamak. Suhu kerut dan presentase kulit maksimal kulit kelinci adalah 74°C dan 63,6%, sedangkan kulit sapi 95°C dan 66,7%. Faktor yang mempengaruhi adalah ikatan protein dengan garam dan bahan penyamak pada kulit.
21
DAFTAR PUSTAKA Dewan Standardisasi Nasional. 1990. SNI 06-1795-1990. Cara Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit. Departemen Perindustrian dn Perdagangan. Jakarta. Fahidin dan Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor. Fitriyanto, A.N., Suharjono T., Yuni E. 2004. Pengaruh Protease Aspergillus sp. Pada Proses Soaking Kulit Domba Lokal Terhadap Parameter Kualitas Fisik Kulit Samak. Buletin Peternakan Vol.8 No.3. Jayusman. 1990. Pengetahuan Bahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik. Yogyakarta. Mustakim, Aris S.W., A.P Kurniawan. 2010. Perbedaan Kualitas Kulit Kambing PE dan PB yang disamak Krom. Jurnal Ternak Tropika Vol.11 No.3 Nurdiansyah, D. 2012. Pengaruh Tingkat Penggunaan Minyak Ikan Tersulfit pada Proses Fat liquoring Terhadap Mutu Fisik Fur Kelinci. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung. Oetojo, B. 1996. Penggunaan Campuran Kuning Telur dan Putih Telur Untuk Perminyakan Kulit. Majalah Barang Kulit, Plastik, dan Karet. 12 (24):47-53 Purnama, R. D. 2001. Teknik Penyamakan Kulit Bulu Kelinci Rex Dengan Bahan Penyamak Krom. Temu Fungsional Non Peneliti. Bogor. Purnomo E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Said, M.I. 2012. Ilmu dan Teknologi Kulit. Hibah Penelitian Bahan Ajar. Universitas Hasanuddin. Makassar. Untari, S. 1999. Penyamakan Kulit Kelinci. BBKKP. Yogyakarta.
22
LAMPIRAN
Foto kegiatan
Gambar 1. Penerimaan bahan baku
Gambar 2. Proses tanning
Gambar 3. Proses pengamplasan
Gambar 4. Kulit yang sudah jadi
23
Perhitungan Kekuatan tarik Kulit samak krom
Kulit samak nabati
Kulit samak bulu
Persentase kemuluran kulit samak krom
Kulit samak nabati
Kulit samak bulu
24
Persentase Kerut Maksimal Kulit samak krom
Kulit samak bulu
25