4
melalui operasi dengan memasang tabung saluran ke salah satu ventrikel kemudian tabung tersebut diletakkan dibawah kulit dan dihubungkan dengan katup pengurang tekanan yang dipasang pada rongga perut. ila tekanan pada ventrikel meningkat, katup akan bekerja dan mengalirkan *S4 ke perut sehingga dapat direabsorbsi ke dalam peredaran darah "Peare, $%%=#.
*., De6%3%#% Perdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan subdural dapat berasal dari! 8uptur ridging vein yaitu vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus venosus dura mater, 8obekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau araknoid "/eagher, $%&2#.
5
Gambar >. Subdural
6
*.+ P!4o6%#%olo5% Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan "bridging veins# yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan airan erebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala+gejala akut menyerupai hematoma epidural "/eagher, $%&2#. Kebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah parietal. Sebagian keil terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik serta tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan subdural akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan, disebabkan oleh ruptur vena+vena yang berjalan diantara hemisfer bagian medial dan falksA juga pernah dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatik dari arteri perialosal karena edera kepala. Perdarahan subdural interhemisferik akan memberikan gejala klasik monoparesis pada tungkai bawah. Pada anak@anak keil perdarahan subdural di fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan karena gonangan yang hebat pada tubuh anak " shaken baby syndrome#. Balaupun perdarahan subdural jenis ini tidak patognomonis akibat penyiksaan kejam "child abused # terhadap anak, kemungkinannya tetap harus diurigai "runiardi, $%%6#. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun menair dan menarik airan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intraranial yang berangsur meningkat "runiardi, $%%6#.
Gambar &%. 3apisan subdural Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi erebral. 5ena jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengeil sehingga walaupun hanya trauma yang keil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut. Perdarahan terjadi seara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis munul. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada perdarahan subdural yang keil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma
7
yang besar biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural kronik "Sastrodiningrat, $%%=#. 'kibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh efluks dari airan likuor ke a9is spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang ukup tinggi. /eskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui mekanisme kompensasi tersebut. Komplains intrakranial mulai berkurang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang ukup besar. 'kibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. 3ebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin.
8
kemungkinan " direabsorbsi ulang, tapi menyisakan hemosiderofag dengan heme di dalamnya, dan "$# tetap demikian dan berpotensi untuk terjadi kalsifikasi "Gerard, $%%2#.
Gambar &&. patofisiologi SD< *./ M!3%6e#4!#% l%3%# Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor! beratnya edera otak yang terjadi pada saat benturan trauma dan keepatan pertambahan volume SD< "Sastrodiningrat, $%%=#. Penderita+penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda+tanda gangguan batang otak. Penderita dengan SD< yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi keelakaan "initial impact #. Keadaan berikutnya akan ditentukan oleh keepatan pertambahan hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma. SD< dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah diurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma. Stone dkk melaporkan bahwa lebih dari separuh penderita tidak
9
sadar sejak kejadian trauma, yang lain menunjukkan beberapa lucid interval "
10
melewati ruangan subdural. -erjadi perdarahan seara lambat dalam ruangan subdural. Dalam ? sampai &% hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmoti yang mampu menarik airan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel+sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma "Sjamsuhidayat, $%%6#.
Pe$er%8#!!3 hu#u# d!3 Pe3u3"!35 'danya gejala neurologis merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat keparahan dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbiara, membuka mata dan respon otot harus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi "apabila pasien sadar# tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering ditanyakan. 'pabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek ahaya pupil sangat penting dilakukan.? a. 3aboratorium. Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin, elektrolit, profil hemostasis)koagulasi. b. 4oto tengkorak. Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan adanya SD<. 4raktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara fraktur tengkorak dan SD<. ahkan fraktur sering didapatkan kontralateral terhadap SD<. . *-+San. Pemeriksaan *- san adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi pasa+trauma, karena prosesnya epat, mampu melihat seluruh jaringan otak dan seara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra+aksial dan ekstra+aksial "ullok, $%%=#. &. Perdarahan Subdural 'kut. Perdarahan subdural akut pada *-+san kepala "non kontras# tampak sebagai suatu massa hiperdens "putih# ekstra+aksial berbentuk bulan sabit sepanjang
11
bagian dalam "inner table# tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal. -erdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli. Subdural hematom berbentuk ekung dan terbatasi oleh garis sutura. (arang sekali, subdural hematom berbentuk lensa seperti epidural hematom dan biasanya unilateral. Perdarahan subdural yang sedikit " small SDH # dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width. Pergeseran garis tengah "midline shift # akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. ila tidak ada midline shift harus diurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus diurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. Perdarahan subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak sehingga merupakan proteksi terhadap ’bridging veins’ yang terdapat disana. Perdarahan subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks serebri menebal dan tidak beraturan dan sering berhubungan dengan child abused . $. Perdarahan Subdural Subakut. Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran *-. leh karena itu pemeriksaan *- dengan kontras atau /81 sering dipergunakan pada kasus perdara han subdural dalam waktu 67 @ ?$ jam setelah trauma kapitis. Pada gambaran T!weighted "#$ lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada pemeriksaan *- dengan kontras, vena+vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa "bikonveks# sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat *- generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa kontras. 2. Perdarahan Subdural Kronik. Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran *- tanpa kontras. Sekitar $%E subdural hematom kronik bersifat bilateral dan dapat menegah terjadi pergeseran garis tengah. Seringkali, hematoma subdural kronis munul sebagai lesi heterogen padat yang mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat airan antara komponen akut "hyperdense# dan kronis "hipodense#.
12
Gambar &2. *- S*'N Subdural hematoma d. /81 " "agnetic resonance imaging #. "agnetic resonance imaging "/81# sangat berguna untuk mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. 'kan tetapi *-+san mempunyai proses yang lebih epat dan akurat untuk mendiagnosa SD< sehingga lebih praktis menggunakan *-+san ketimbang /81 pada fase akut penyakit. /81 baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan *-+san. /81 lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak nonperdarahan, kontusio, dan edera a9onal difus. /81 dapat membantu mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada *-+san "ullok, $%%=#.
Gambar &6. /81 pada SD< *.2
Pe3!4!l!8#!3!!3 Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SD<, tentu kita harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. Didalam masa mempersiapkan tindakan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada pengobatan dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakrania "P-1K#. Seperti pemberian manitol %,$;gr)kg, atau furosemid &% mg intravena, dihiperventilasikan. *.2.* T%3d!8!3 T!3! Oer!#% Pada kasus perdarahan yang keil "volume 2% ataupun kurang# dilakukan tindakan konservatif. -etapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat mengalami pengapuran.
13
Servadei dkk merawat non operatif &; penderita dengan SD< akut dimana tebal hematoma F & m dan midline shift kurang dari %.; m. Dua dari penderita ini kemudian mendapat 1*< yang memerlukan tindakan operasi. -ernyata dua pertiga dari penderita ini mendapat perbaikan fungsional. *roe dkk merawat nonoperatif sejumlah penderita SD< akut dengan tekanan intrakranial "-1K# yang normal dan G*S && @ &;.
Kriteria penderita SD< dilakukan operasi adalah! a. Pasien SD< tanpa melihat G*S, dengan ketebalan H &% mm atau pergeseran midline shift H ; mm pada *-+san b. Semua pasien SD< dengan G*S F > harus dilakukan monitoring -1K . Pasien SD< dengan G*S F >, dengan ketebalan perdarahan F &% mm dan pergeeran struktur midline shift. (ika mengalami penurunan G*S H $ poin antara saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit d. Pasien SD< dengan G*S F >, dan)atau didapatkan pupil dilatasi asimetris)fi9ed e. Pasien SD< dengan G*S F >, dan)atau -1K H $% mm
14
b. 'danya tanda herniasi) lateralisasi . 'danya edera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana *- san kepala tidak bisa dilakukan "ullok, $%%=#.
Gambar &6. -indakan operatif pada SD< "Kraniotomi#
Gambar &;. urr
15
tiba, kejang, tension pneumoenephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang kembali dan terjadinya reakumulasi dari airan subdural. /aka dalam hal ini hematoma harus dikeluarkan lagi dan sumber perdarahan harus ditiadakan. Serial skening tomografi pasa kraniotomi sebaiknya juga dilakukan. *- san kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
. Positioning d. (oint /ovement 9erise Pemberian latihan pada perdarahan subarahnoid dimulai setelah $ minggu. Dilakukan seara rutin dengan waktu latihan antara 2%+=% menit yang terbagi dalam tiga sesi. Dan tiap sesi diberikan istirahat ; menit. Namun apabila pasien terlihat lelah, ada perubahan wajah dan ada peningkatan menonjol tiap latihan pada vital sign, maka dengan segera harus dihentikan.
16
e. 'ktifitas kehidupan sehari+hari)'D3 Sebagian besar penderita dapat menapai kemandirian dalam 'D3, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat antu yang disesuaikan, 'D3 dengan menggunakan satu tangan seara mandiri dapat
17
dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat+alat yang disesuaikan. Kemempuan fungsional meliputi kegiatan sehari+hari "'KS# seperti makan dan minum, menui, kebersihan diri, transfer dan ambulasi. ntuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita. &. 4eeding a# Penderita duduk stabil di kursi, kedua siku rapat di atas meja makan b# Keluarga membantu penderita memegang sendok, menyendok makanan lalu membawa ke mulut penderita kemudian kembali ke posisi semula. -erkadang pasien membutuhkan sendok khusus untuk makan sendiri jika tangan yang terkena biasa digunakan untuk makan # /elakukan berulang kali hingga penderita berpengalaman makan sendiri. $. Drinking a# Penderita duduk stabil dikursi, kedua siku rapat di atas meja makan. b# Keluarga membantu tangan penderita memegang tangkai)angkir sedemikian rupa yang berisi &)2 gelas air, dibawa ke mulut untuk di minurn, kemudian kembali ke posisi semula. # /elakukan berulang kali hingga penderita berpenga1aman minum sendiri. 2. athing a# Gunakan Peralatan mandi khusus b# Keluarga membantu memegang tangan penderita menggosok gigi sedemikian rupa sehingga bersih sesuai dengan kemampuan penderita. # Keluarga membantu memegang tangan penderita memegang gayung beris &)2 air kemudian menyiramkan beberapa kali ke tubuh penderita. d#
18
sehingga seluruh elana terpasang di perut, tangan sehat membantu tangan sakit memasang rosleting dan kaning elana hingga terpasang dengan sempurna 2# /elepas elana -angan sehat membantu tangan sakit membuka rosleting)kaning elana, penderita sedikit mengangkat pantat agar elana dapat ditarik keluar dari tubuh atas kerja sama antara tangan sehat dan tangan sakit. 3akukan berulang kali sehingga penderita berpengalaman "memakai dan melepas pakaian# =. -ransfer a# Satu tangan keluarga memegang tangan dan tangan yang lain keluarga memegang ikat pinggang)stage penderita. b# Kaki sehat penderita ditetakkan agak ke belakang, sehingga $)2 tubuh penderita saat berdiri tertumpuk pada tungkai sehat penderita, kaki sakit diletakkan agak kedepan. # Keluarga mennginstruksikan untuk menuju posisi berdiri kemudian berjalan pe1an+ pelan menuju ke kursi. ?. 3atihan /obilisasi a# 3atihan persiapan berdiri dari posisi duduk. Pasien duduk di kursi dengan telapak kaki menyentuh lantai, dengan posisi tangan saling menggenggam "yang lesi di atas# dan di depannya ada stool yang tingginya lebih rendah sedikit dari kursi pasien. -erapis memandu pasien untuk mengangkat hipnya dari kursi dan menarik lutut ke depan dengan satu tangan terapis dan membantunya untuk memindahkan berat badan dengan tangan terapis yang lain yang berada di pantat 'pabila pasien sudah mampu melakukan gerakan di atas maka tangan pasien dapat diletakkan di stool dan terapis berada di samping sisi lesi pasien dengan satu tangan menjaga siku tetap lurus dan tangan terapis yang lain di pantat agar tidak jatuh ke belakang b# 3atihan duduk ke berdiri. Pasien butuh bantuan seukupnya untuk fleksi hip dan membawa ke depan dengan spine tetap ekstensi. Pasien duduk di kursi dengan menggenggam tangan "yang lesi di atas# pada posisi sendi bahu >%% dan ekstensi siku, lalu terapis melakukan gerak pasif dengan penekanan spine lalu pasien mengangkat tangan dan melakukan gerak ekstensi punggung "terapis berada di samping sisi lesi pasien# . Setelah itu terapis melakukan gerakan dari duduk ke berdiri,dimana satu tangan terapis menyangga pada pergelangan tangan dan tangan yang lain memegang elana ) sabuk di bagian belakang pasien, lalu pasien di minta gerak membungkuk, mengayukan tangan ke atas dan gerak hip serta lutut lurus dan terapis membantu untuk mengangkat tangan pasien ke atas hingga timbul reaksi berdiri. # 3atihan weight bearing pada posisi berdiri. Pasien berdiri dan terapis berada disamping sisi lesi pasien, lalu pasien di minta untuk memindahkan kaki ke depan dan diikuti pemindahan berat badan ke depan dan ke belakang. Namun kaki sehat dulu untuk menumpu baru sisi yang lesi dan terapis tetap menjaga agar tidak jatuh ke depan pada saat kaki yang lesi ke depan dengan menguni pada lututnya. d# 3atihan berjalan. -erapis memfiksasi pada bahu pasien dan berada di depan pasien sehingga antara pasien dan terapis saling berhadapan, dan tangan pasien memegang bahu terapis . Namun sebelum berjalan terapis terlebih dahulu memberitahu kepada pasien apabila
19
saat terjadi gerakkan sendi bahu ke depan, pasien harus meluruskan sendi panggul agar tidak bergerak namun tungkai yang berada pada sisi berlawanan dengan sendi bahu yang bergerak ke depan harus bergerak ke depan "sehingga terjadi gerak kontralateral antara sendi bahu dengan tungkai#. Setelah itu dilatih jalan dengan adanya tingkattingkatan yakni pegangan terapis masih pada bahu pasien namun terapis berada di belakang pasien. Dan yang terakhir pegangan di pelvis dan posisi pasien berada di belakang *.0
o$l%8!#% *edera parenkim otak biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Pasa operasi dapat terjadi rekurensi atau masih terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahan lagi. Sebanyak sepertiga pasien mengalami kejang pasa trauma setelah edera kepala berat. 1nfeksi luka dan kebooran *S4 bisa terjadi setelah kraniotomi. /eningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial "Gerrald, $%%2# . Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi drainase, sebanyak ;,6+&>E mengalami komplikasi medis atau operasi. Komplikasi medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, te rjadi pada &=,>E kasus. Komplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom intraparenkim, atau tension pneumoephalus terjadi pada $,2E kasus "ngelhard, $%%6#. 8esidual hematom ditemukan pada >$E pasien berdasarkan gambaran *- san 6 hari pasa operasi. -indakan reoperasi untuk reakumulasi hematom dilapaorkan sekitar &$+$$E. Kejang pasa operasi dilaporkan terjadi pada 2+&%E pasien. mpiema subdural, abses otak dan meningitis telah dilaporkan terjadi pada kurang dari &E pasien setelah operasi drainase dari hematoma subdural kronis "SD<#. Pada pasien ini, timbulnya komplikasi terkait dengan anestesi, rawat inap, usia pasien, dan kondisi medis seara bersamaan "ngelhard, $%%6#.
20
,. CLINICAL PATH1A< -rauma kapitis, trauma akibat jatuh terduduk, trauma leher, aneurisma atau malformasi pembuluh darah, gangguan pembekuan darah, alkoholik, gangguan hati, penggunaan anti koagulan M: e4%d!8#e%$;!35!3 3u4r%#% 8ur!35 d!r% 8e;u4uh!3 4u;uh
laserasi pembuluh darah arteri perdarahan di ruang subdural "SD<#
mual muntah
pembesaran hematoma di subdural
/erangsang nosireseptor
Desak ruang
/edula spinalis
Penekanan jaringan otak
Sistem aktivasi retikular
suplai darah ke bagian otak lain berkurang
dema
peningkatan -1K
Pembuluh darah vena yang terletak di ruang subdural peah
M: Re#%8o 8e4%d!8e6e84%6!3 er6u#% "!r%35!3 #ere;r!l
CVA
M: Re#%8o 8e4%d!8e6e84%6!3 er6u#% "!r%35!3 #ere;r!l
Frontal
Gangguan ! penilaian ,penampilan Gangguan afekJproses pikir,fungsi motorik Kehilangan kontrol volunter
Tempora
Gangguan memori Kejang psikomotor -uli Konfabulasi "mengingat pengalaman imajiner#
Gangguan sensori persepsi pendengaran
Defisit neurologis
Pariet
Dominan
Nondomnian
'fasia "tidak mampu berbiara dan menulis# 'grafia "kehilangan kemampuan menulis# 'gnosia "tidak mampu mengenali strimuli sensori#
Gangguan sensorik bilateral
Disorientasi 'praksia "kehilangan kemampuan melakukan gerakan bertujuan# Distorsi konsep ruang
M: H!$;!4!3 8o$u3%8!#% =er;!l
Penurunan kesadaran
Oksipital
Kemampuan penglihatan berkurang dan buta M: R%#%8o %der!
M:G!355u!3 #e3#or% er#e#% e35l%h!4!3
Penurunan reflek batuk M:H!$;!4!3 $o;%l%4!# 6%#%8
M: De6%#%4 er!9!4!3 d%r%
Penumpukan sekret
M:e4%d!8e6e84%6!3 ;er#%h!3 "!l!3 3!6!#
Penurunan reflek batuk
21
-. A#uh!3 eer!9!4!3 -.* Pe358!"%!3 2.&.& 'namnesis a. 1dentitas klien menakup nama dan usia.
-ingkat 8esponsivitas
Klinis
-erjaga Sadar
Normal Dapat tidur lebih dari biasanya, sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika terbangun. /engantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang. Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dalam mengikuti perintah sederhana atau berbiara satu kata atau frase pendek. Gerak bertujuan ketika dirangsang tidak mengikuti perintah, atau berbiara koheren. Dapat berespon dengan postur seara refleks ketika distimulasi atau dapat tidak beresepon pada setiap stimulus.
3etargi Stupor
Semikomatosa Koma
8espon motorik /enurut -erlokalisasi /enghindar
8espon verbal = ; 6
rientasi ingung Kata tidak dimengerti
/embuka mata ; 6 2
Spontan -erhadap panggilan -erhadap nyeri
6 2 $
22
4leksi abnormal kstensi abnormal -idak ada
2 $ &
$ &
-idak dapat
&
b. Keadaan mum Penderita dalam kesadaran menurun atau terganggu postur tubuh mengalami ganguan akibat adanya kelemahan pada sisi tubuh sebelah atau keseluruhan lemah adanya gangguan dalam berbiara kebersihan diri kurang serta tanda+tanda vital "hipertensi# &. (reathing' Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa *heyne Stokes atau 'ta9ia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheeCing " kemungkinana karena aspirasi #, enderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. $. (lood' fek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. -ekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung "bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia#. 2. (rain. Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat idera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. ila perdarahan hebat)luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus ranialis, maka dapat terjadi! Perubahan status mental "orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemeahan masalah, pengaruh emosi)tingkah laku dan memori#A $# Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobiaA a# Perubahan pupil "respon terhadap ahaya, simetri#, deviasi pada mataA b# -erjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuhA 2# Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. 6. (ladder . Pada idera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi. ;. (owel' -erjadi penurunan fungsi penernaan! bising usus lemah, mual, muntah "mungkin proyektil#, kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan "disfagia# dan terganggunya proses eliminasi alvi. =. (one. Pasien idera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot+otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot. 2.&.2 Saraf Kranial a. Saraf Kranial 1 "olfaktorius) peniuman#! iasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi peniuman. b. Saraf Kranial 11 "optikus) penglihatan#! Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan korteks visual.
23
. Saraf Kranial 111, 15, dan 51 "okulomotorius) mengangkat kelopak mata, troklearis, dan abdusens#! 'pabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot+otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. d. Saraf Kranial 5 "trigeminus#! paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koodinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot+otot pterigoideus internus dan eksternus. e. Saraf Kranial 511 "fasialis#! persepsi pengeapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. f. Saraf Kranial 5111 "vestibulokoklearis#! tidak dietmukan tuli konduktif dan tuli perseptif. g. Saraf Kranial 1 dan "glosofaringeus dan vagus#! Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut. h. Saraf Kranial 1 "aksesoris#! tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesius. i. Saraf Kranial 11 "hipoglosus#! lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. 1ndra pengeap normal. 2.&.6 Pemeriksaan neurologis a. -anda+tanda rangsangan meningen Kaku kuduk umumnya positif, tanda kernig umumnya positif, tanda brudCinsky 1, 11, 111, 15 umumnya positif, babinsky umumnya positif. b. Pemeriksaan fungsi sensorik -erdapat gangguan penglihatan, pendengaran atau pembiaraan. 2.&.; Sistem /otorik a. 8efleks! pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan munul kembali didahului dengan refleks patologis. b. Gerakan involunter! pada umumnya kejang. 2.&.= Sistem sensorik Dapat terjadi hemihipestesi -., D%!53o#! eer!9!4!3 Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah sebagai berikut "N'ND', $%&;#. a. 8esiko ketidakefektifan perfusi jaringan erebral berhubungan dengan -ahanan pembuluh darahA perdarahan pada bagian subarahnoid otak b. Ketidakefektifan bersihan jalan berhubungan dengan penumpukan seret karena penurunan kesadaran . Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intraranial "-1K# d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berkurangnya perfusi pada area broa e. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan penurunan perfusi pada bagian oksipitalis otak f. Gangguan sensori persepsi pendengaran berhubungan dengan penurunan perfusi temporalis g.
24
j.
Ketidakseimbangan nutrisi! kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
25
-.- Re3!3! eer!9!4!3
No. D%!53o#! eer!9!4!3 Tu"u!3 r%4er%! H!#%l I34er=e3#% 8esiko ketidakefektifan Setelah dilakukan &. N*! N1* perfusi jaringan erebral asuhan selama 9$6 &. Status sirkulasi /onitor Status Neurologi berhubungan dengan ketidakefektifan &. /onitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan $. Kemampuan -ahanan pembuluh darahA perfusi jaringan reaktifitasnya kognitif perdarahan pada bagian erebral teratasi $. /onitor level kesadaran 2. Status neurologis sub arahnoid otak 2. /onitor level orientasi 6. Perfusi jaringan 6. /onitor Glasgow *oma Sale perifer
$.
26
;. /onitor tanda vital! suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi a. - =. /onitor status respirasi! level 'GD, oksimetri nadi, ekanan systole dan kedalaman, pola, laju, dan usaha napas diastole dalam ?. /onitor $ntra Cranial )ressure "1*P# dan Cerebral rentang yang )erfusion )ressure "*PP# diharapkan "sistol! 7. /onitor refleks kornea F&6% mm. /onitor tonus otot pergerakan diastole! F>% &%. *atat perubahan pasien dalam merespon stimulus mm
fisisk dan psikologis $. -ingkat nyeri 2. /anajemen nyeri /enunjukk
tingkat
2. Gunakan stategi komunikasi terapeutik untuk menggali pengalaman pasien terhadap nyeri dan ara penanganannya 6. 1dentifikasi pengetahuan pasien dan keyakinan
No. D%!53o#! eer!9!4!3 Tu"u!3 r%4er%! H!#%l I34er=e3#% 8esiko ketidakefektifan Setelah dilakukan N*! &. N1* perfusi jaringan erebral asuhan selama 9$6 &. Status sirkulasi /onitor Status Neurologi berhubungan dengan ketidakefektifan &. /onitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan $. Kemampuan -ahanan pembuluh darahA perfusi jaringan reaktifitasnya kognitif perdarahan pada bagian erebral teratasi $. /onitor level kesadaran 2. Status neurologis sub arahnoid otak 2. /onitor level orientasi 6. Perfusi jaringan 6. /onitor Glasgow *oma Sale perifer
$.
26
;. /onitor tanda vital! suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi a. - =. /onitor status respirasi! level 'GD, oksimetri nadi, ekanan systole dan kedalaman, pola, laju, dan usaha napas diastole dalam ?. /onitor $ntra Cranial )ressure "1*P# dan Cerebral rentang yang )erfusion )ressure "*PP# diharapkan "sistol! 7. /onitor refleks kornea F&6% mm. /onitor tonus otot pergerakan diastole! F>% &%. *atat perubahan pasien dalam merespon stimulus mm
fisisk dan psikologis $. -ingkat nyeri 2. /anajemen nyeri /enunjukkan
tingkat
2. Gunakan stategi komunikasi terapeutik untuk menggali pengalaman pasien terhadap nyeri dan ara penanganannya 6. 1dentifikasi pengetahuan pasien dan keyakinan tentang nyeri.
27
E=!lu!#%
valuasi keperawatan dilakukan seara sistematis dan periodik setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. valuasi keperawatan ditulis dengan format S'P dimana! S "subjektif# yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. "objektif# yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan keperawatan. ' "analisis# yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru P "planning# yaitu renana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau dimodifikasi
27
E=!lu!#%
valuasi keperawatan dilakukan seara sistematis dan periodik setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. valuasi keperawatan ditulis dengan format S'P dimana! S "subjektif# yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. "objektif# yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan keperawatan. ' "analisis# yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru P "planning# yaitu renana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau dimodifikasi
28
D%#h!r5e Pl!33%35 &. /emastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan $. /emilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan 2. /eranang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di rumah "misal kunjungan rumah oleh tim kesehatan# 6. Penunjukkan health are provider yang akan memonitor status kesehatan pasien ;. /enentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.
28
D%#h!r5e Pl!33%35 &. /emastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan $. /emilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan 2. /eranang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di rumah "misal kunjungan rumah oleh tim kesehatan# 6. Penunjukkan health are provider yang akan memonitor status kesehatan pasien ;. /enentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.