LAPORAN PENDAHULUAN POLIOMYELITIS(POLIO)
A.Definisi
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).
B. Etiologi
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu:
1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari
Klasifikasi virus
Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia : Picornaviridae
Genus : Enterovirus
Spesies : Poliovirus
C. Tanda dan gejala
Poliomelitis dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1. Poliomielitis Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.
2. Poliomielitis abortif : Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemi terutama yang diketahui kontak denga pasien poliomeilitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi . Timbul mendadak berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejela berupa malaise, anoreksia, nause, muntah nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dddan nyeri obdemen.
3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase 2 dengan nyeri otot. . Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
4. Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
a. Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
b. Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
c. Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
d. Bentuk ensefalitik: Dapat disertai dengan gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang- kadang kejang.
D. Patway
Poliovirus (PV)
Melalui mulut
.
Menginfeksi saluran usus
(berkembang biak)
Verimia virus + DC faecese beberapa minggu
sistem saraf pusat
Melemahnya otot
kelumpuhan (paralysis)
Aliran darah
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital
3. Sereblum terutama inti-inti virmis
4. Otak tengah "midbrain" terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik
E. Komplikasi
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis
F. Penatalaksanaan Askep
Untuk mencegah penularan pasien perlu dirawat diruang isolasi dengan perangkap lengkap kamar isolasi dan memerlukan pengawasan yang teliti, mengingat bahwa virus polio juga terdapat pada feses pasien, maka jika membuang feses harus betul- betul kedalam lubang WC dan disiram air sebanyak mungkin.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan bahaya terjadi kelumpuhan, gangguan psikososial, dan kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1. Bahaya terjadi kelumpuhan
Penyakit poliomielitis aka selalu menimbulkan kelumpuhan yang sarafnya terkena virus polio tersebut (kecuali yang ringan tidak). Misal jenis paralitik, kelumpuhan mengenai anggota gerak terutama kaki. Kelumpuhan tersebut akibat atrofi otot sehingga kaki terlihat kecil sebelah. Jika polio mengenai bayi dapat terjsdi kelumpuhan otot obdemen, sehingga dapat terjadi gangguan eliminasi. Untuk mengetahui bagian tubuh mana yang mengalami kelumpuhan, maka pasien perlu perawatan secara kontinu:
a. Pasien perlu istirahat ditempat tidur selama 2 minggu atau lebih, tergantung pad jenis penyakit bentuk polio.
b. Pernafasan pasien perlu diawasi secara cermat dan sering serta disediakan catatan khusus, jika pasien dirawat dengan dugaan poliomeilitis bentuk bulbar, pengamatan pernafasan dilakukan setiap ½- ¼ jam(melihat keadaan pasien.
2. Gangguan psikososial
Penyakit poliomeilitis akan meninggalkan gejala sisa berupa kelumpuhan anggota gerak terutama kaki, keadaan ini akan membuat sedih orang tua dan pasien itu sendiri karena kehilangan kemampuan tuk beraktifitas seperti anak- anak lainnya yang tidak cacat.
Orang tua akan merasa sedih mempunyai anak yang cacat, perlu dijalaskan kepada orang tua maupun anaknya bahwa aak yang cacat tubuhnya belum tentu kalah pandai dari pada anak yang lain,orang tua harus memberikan dorongan kepada anaknya agar bersikap wajar saja dan jika anak sudah sekolah tidak akan terganggu kecerdasannya asal tetapmau belajar semestinya.
Orang awam menganggap bahwa anak cacat karena disuntik, hal itu harus diterangkan bahwa kecacatan bukan karena kesalaha pengobatan tetapi memang penyakit tersebut akan demikian akibatnya, hanya kecacatan berkurang asalkan fisiotrapi dilakukan dengan semestinya.
Pengertian
Polio, kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan paralysis.
Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas, muntah dan sakit otot.
Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun sering kali sebagian tubuh menjadi lemah dan lumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat anggota gerak yang lain
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).
Jenis Polio:
Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung. Otot terasa lembek jika disentuh.
Polio Paralisis
Kurang dari 1 persen orang yang terinfeksi virus polio berkembang menjadi polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan demam. Lima sampai tujuh hari berikutnya akan muncul gejala dan tanda-tanda lain, seperti:
-Sakit kepala
-Kram otot leher dan punggung
-Sembelit/konstipasi
-Sensitif terhadap rasa raba
Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya, yaitu:
1. Polio Spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembangbiaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan motorneuron. Motorneuron tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas. Kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut, disebut quadriplegia. Anak-anak dibawah umur 5 tahun biasanya akan menderita kelumpuhan 1 tungkai, sedangkan jika terkena orang dewasa, lebih sering kelumpuhan terjadi pada kedua lengan dan tungkai.
2. Bulbar polio
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung motorneuron yang mengatur pernapasan dan saraf otak, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf otak yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar
B. Gambaran Klinis
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2. Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
4. Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
Kadang ensepalitik. Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.
Berikut fase-fase infeksi virus tersebut:
* stadium akut
Yaitu fase sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (medula spinalis) lantaran invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh (deformitas) yang menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan. Kelumpuhan ini berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit.
* stadium subakut
Yaitu fase 2 minggu sampai 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja.
* stadium konvalescent
Yaitu fase pada 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70 persen fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemulihan kekuatan otot.
* stadium kronik
Yaitu lebih dari 2 tahun. Kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat permanen.
C. Etiologi
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :
1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari
Klasifikasi virus
Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia: Picornaviridae
Genus: Enterovirus
Spesies: Poliovirus
D. Penularan
Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu:
* fekal-oral (dari tinja ke mulut)
Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat.
* oral-oral (dari mulut ke mulut)
Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita yang masuk ke mulut orang sehat lainnya.
Sebenarnya, kondisi suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus. Sebaliknya, pada keadaan beku atau suhu yang rendah justru virus dapat bertahan hidup bertahun-tahun. Ketahanan virus ini di dalam tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan adanya mikroba lain. Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularan.
Meskipun cara penularan utama adalah akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang terinfeksi, namun virus ini sebenarnya hidup di lingkungan yang terbatas. Nah, salah satu inang atau mahluk hidup perantaranya adalah manusia
secara ringkas, Cara penularannya dapat melalui :
a. Inhalasi
b. Makanan dan minuman
c. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.
Penularan melalui oral berkembambang biak diusus verimia virus+DC faecese beberapa minggu.
E. Pencegahan
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
1. Imunisasi
2. jangan masuk daerah endemis
3. jangan melakukan tindakan endemis
Tempatkan anak yang sakit di kamar terpisah, jauh dari anak-anak lainnya. Ibu harus mencuci tangan setiap kali menyentuhnya. Perlindungan terbaik terhadap polio ialah dengan memberikan vaksin polio/pemberian kekebalan.
Seorang anak yang cacat akibat polio harrus makan makanan bergizi dan melakukan gerak badan untuk memperkuat otot-ototnya. Selama tahun pertama, sebagian kekuatan dapat pulih kembali.
Bantulah anak agar belajar berjalan sebaik-baiknya, pasanglah 2 buah tiang, sebagai penyangga dan kemudian buatkan tongkat penopang.
Cegah Virus Polio dengan Vaksinasi
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi.
Kasus penyakit polio di Sukabumi, Jawa Barat,sangat mengejutkan pemerintah dan masyarakat. Penyakit yang diakibatkan infeksi virus ini jelas mencemaskan para orang tua yang punya anak balita karena begitu mengerikan dampak buruk yang bisa ditimbulkan. Sayangnya lagi, hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatannya. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi.
Virus polio (poliomyelitis) sangat menular dan tak bisa disembuhkan. Virus ini menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan sistem saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen dan kelumpuhan total dalam hitungan jam saja. Bahkan sekitar 10-15 persen mereka yang terkena polio akhirnya meninggal karena yang diserang adalah otot pernapasannya.
Virus polio terdiri atas 3 tipe (strain), yaitu tipe 1 (brunhilde), tipe 2 (lanzig) dan tipe 3 (Leon). Tipe 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi adalah yang paling ganas (paralitogenik) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Sedangkan tipe 2 paling jinak
F. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior,
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,
3. Sereblum terutama inti-inti virmis,
4. Otak tengah "midbrain" terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra,
5. Talamus dan hipotalamus,
6. Palidum dan
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
G. Komplikasi
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Lab :
Pemeriksaan darah
Cairan serebrospinal
Isolasi virus volio
2. Pemeriksaan radiology
I. Penatalaksanaan Medis
Begitu penyakit mulai timbul, kelumpuhan sering kali tidak tertangani lagi karena ketidakadaan obat yang dapat menyembuhkannya.
Antibiotika yang biasanya digunakan untuk membunuh virus juga tidak mampu berbuat banyak. Rasa sakit dapat diatasi dengan memberikan aspirin atau acetaminophen, dan mengompres dengan air hangat pada otot-otot yang sakit
1. Poliomielitis aboratif
Diberikan analgetk dan sedative
Diet adekuat
Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.
2. Poliomielitis non paralitik
Sama seperti aborif
Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap 2 – 4 jam.
3. Poliomielitis paralitik
Perawatan dirumah sakit
Istirahat total
Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
Fisioterafi
Akupuntur
Interferon
Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
Fase akut :
Analgetik untuk rasa nyeri otot.Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai..Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan tergaggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi.
Sesudah fase akut :
Kontraktur.atropi,dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.
J. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2. pemeriksaan fisik
a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky
MENDETEKSI LUMPUH LAYUH
* Bayi
- Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur.
- Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.
- Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.
* Anak besar
- Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.
- Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya.
- Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa melakukannya.
- Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali. Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan merambat pada tungkainya.
- Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
2. Hipertermi b/d proses infeksi
3. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
L. Intervensi
Dx 1 :
1.1. Kaji pola makan anak
Mengetahui intake dan output anak
1.2. Berikan makanan secara adekuat
Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang
1.3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.
1.4. Timbang berat badan
Mengetahui perkembangan anak
1.5. Berikan makanan kesukaan anak
Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak
1.6. Berikan makanan tapi sering
Mempermudah proses pencernaan
Dx 2 :
2.1. Pantau suhu tubuh
Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih
2.2. jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres
Dapat menyebabkan efek neurotoksi
2.3. hindari mengigil
2.4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit
Dapat membantu mengurangi demam
Dx 3 :
3.1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.
3.2. Auskultasi bunyi nafas
Mengetahui adanya bunyi tambahan
3.3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler
Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
3.4. Berikan tambahan oksigen
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
Dx 4 :
4.1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri
Theknik-theknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi
4.2. Libatka orang tua dalam memilih strategi
Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak
4.3. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri.
Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan
4.4. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri
Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan
4.5. Berikan analgesic sesuai indikasi.
Dx 5 :
5.1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak
Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi.
5.2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada)
Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak
5.3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti
pemasukan makanan yang tidak adekuat.
Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
5.4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman
Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.
Dx 6 :
6.1 Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas(mis.renda,sedang,
parah).
Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.
6.2 Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa
yang dipercaya.
Pasien mugkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.
6.3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.
Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat
dibatasi setelah periode yang diperpanjang.
6.4. Hidari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti " semua akan berjalan
lancar".
Harapan –harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau
kejujuran.
I Tumbuh kembang anak usia 0 -5 tahun
Penyimpangan tumbuh kembang anak harus dideteksi sejak dini, terutama sebelum anak berumur 3 tahun, agar dapat segera di intervensi (diperbaiki, Red). Apabila deteksi terlambat, yang menyebabkan penanganan terlambat sehingga penyimpangan akan sulit untuk diperbaiki
Terdapat beberapa tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan antara lain masa dalam kandungan (prenatal), masa Neonatal (0 – 28 hari), masa Bayi (<>6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas)
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2) Masa todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
- Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
- Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis
- Pengingkaran / denial
- Mulai menerima perpisahan
- Membina hubungan secara dangkal
- Anak mulai menyukai lingkungannya
3) Masa prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi agresif.
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4) Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan ;
- Meninggalkan lingkungan yang dicintai
- Meninggalkan keluarga
- Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan
5) Masa remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul ;
- Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
- Tidak kooperatif dengan petugas
- Bertanya-tanya
- Menarik diri
- Menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi ;
- Takut
- Cemas
- Perasaan sedih
- Frustasi
Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
- Marah
- Cemburu
- Benci
- Rasa bersalah
Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi
- Acuh tak acuh
- Terkesan menghindar
Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi
Fokus intervensi keperawatan adalah ;
- Menimalkan stressor
- Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
- Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
- Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara ;
- Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
- Mencegah perasaan kehilangan kontrol
- Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
- Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
- Modifikasi ruang perawatan
- Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat menyurat, bertemu teman sekolah
Mencegah perasaan kehilangan kontrol
- Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
- Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
- Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
- Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
- Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
- Menghadirkan orang tua bila mungkin
- Tunjukkan sikap empati
- Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui cerita dan gambar
- Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
- Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
- Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
- Meningkatkan kemampuan kontrol diri
- Memberi kesempatan untuk sosialisasi
- Memberi support kepada anggota
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
- Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
- Kenalkan pada pasien yang lain
- Berikan identitas pada anak
- Jelaskan aturan rumah sakit
- Laksanakan pengkajian
- Lakukan pemeriksaan fisik
Dampak hospitalisasi
Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan
Fakta-fakta tentang polio
1. Polio kebanyakan menyerang anak di bawah lima tahun
2. Di antara 200 infeksi yang menyerang tubuh, hanya satu infeksi yang bisa menembus sistem imunitas tubuh.
3. Sejak 1988, kasus polio turun drastis sebanyak 99%. Dari penelitian pada 1997 sampai dengan 2006 hanya ditemukan sebanyak 350.000 kasus polio di seluruh dunia. Penurunan ini dikarenakan seluruh lapisan masyarakat dunia bersatu untuk memberantas penyakit polio
4. Pada 2008, hanya empat negara di dunia yang masih dianggap berpotensi mengalami epidemik penyakit polio, turun dari 125 negara pada 1988. Keempat negara tersebut adalah Afghanistan, India, Nigeria, dan Pakistan
5. Kantung-kantung epidemik polio adalah India Bagian Utara, Nigera Bagian Utara, Perbatasan Afghanistan dan Pakistan
6. Jika ada satu anak yang terinfeksi virus polio, seluruh anak di dunia berisiko untuk tertular penyakit tersebut. Antara 2003 – 2005 terdapat 25 kasus polio awal yang menyebabkan WHO segera bertindak untuk menyelamatkan jutaan anak lain.
7. Pendidikan tentang bagaimana melumpuhkan virus polio memegang peranan penting dalam kesuksesan pemberantasan poli
LAPORAN PENDAHULUAN
1. DEFINISI IMUNISASI
Imunisasi adalah pemberian kekebalan pada tubuh dengan cara memasukkan antigen tertentu dalam tubuh.
DEFINISI IMUNISASI POLIO
Imunisasi polio adalah imunisasi untuk mencegah poliomielitis.
2. MACAM KEKEBALAN
1. Kekebalan Aktif
- Dibuat tubuh sendiri akibat antigen.
- Berlangsung lama – adanya memori imunologik.
- Misal : Imunisasi penyakit secara alami.
2. Kekebalan Pasif
- Dari luar tubuh
- Tidak lama
- Misal : Kekebalan janin yang didapat dari ibunya.
RESPON IMUN ADA 2 :
Primer
a. Proses imun pada paparan pertama kali dengan antigen.
b. Waktu antigen masuk sampai timbul anti bodi lebih lama daripada respon imun sekunder.
c. Antibodi berupa 1 gm.
d. Titer lebih rendah daripada respon imun sekunder.
Sekunder
a. Untuk memberi respon adekuat.
b. Waktu antigen masuk sampai timbul antibody lebih cepat daripada respon imun primer.
c. Antibodi berupa 1 gs.
d. Titer lebih tinggi daripada respon imun primer.
e. Perlu imunisasi berulang untuk protektif dan mendapatkan antibody yang tinggi.
B. ETIOLOGI IMUNISASI
a. Punya keinginan mendapat kekebalan tubuh yang maximal.
b. Keinginan untuk mencegah penyakit tertentu.
c. Keinginan untuk menghilangkan penyakit tertentu.
5. JENIS VAKSIN POLIO
2. Vaksin Salk
a. Virus dimatikan
b. Diberikan secara suntikan
3. Vaksin Sabin
a. Virus dilemahkan
b. Diberikan dalam bentuk pil/ cairan
c. Interval pemberian 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan.
d. Dibagi menjadi 3:
1) Vaksin yang dapat tidak aktif dengan pemanasan
- Repikasi dini
- Respon imun protektif
2) Vaksin yang digunakan segera
- Dipakai dalam 6 bulan
- Disimpan dalam suhu 2-8 0C
3) Vaksin dalam jangka lama
- + 2 tahun
- Disimpan dalam suhu 20 0C
6. EFEK SAMPING IMUNISASI POLIO
4. Diare
Penanganan : Beri oralit
5. Kejang
Jarang terjadi
6. Kelumpuhan
Jarang terjadi
7. KONTRA INDIKASI
a. Diare berat
b. Defiensi umum
Karena imunosupresan Kortikosteroid selama kehamilan
Kemoteraphy
C. INTERNAL IMUNISASI POLIO
a. Imunisasi Polio I : Segera setelah bayi lahir
b. Imunisasi Polio II : Usia 2 bulan
c. Imunisasi Polio III : Usia 4 bulan
d. Imunisasi Polio IV : Usia 18 bulan – 2 tahun
e. Imunisasi Polio V : SD kelas I (usia 5 tahun)
8. FAKTOR KEBERHASILAN IMUNISASI
f. Status imunitas tubuh
g. Faktor vaksin, meliputi:
1. Kualitas : - Kadaluarsa atau belum
- Cara penyimpanan – suhu antara 2-8 0C
2. Kuantitas : - Dosis – 2 tetes per oral
- Jumlah atau jarak pemberian – polio : 4 x pemberian
c. Faktor genetik
Daftar Pustaka
Fakultas kedokteran universitas indonesia, kapita selecta kedokteran jilid 2, jakarta, media acucaliptus, 2000.
Dirjen PPM dan PIO, modul latihan petugas imunisasi. Depkes RI. Jakarta: 1992.
George. Imunisasi dalam praktek. Jakarta. Hipocrates. 1992.
ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK
Tanggal masuk : 14-5-2008
Jam : 08.00 WIB
Tanggal pengkajian 14-5-2008
Jam : 08.00 WIB
Diagnosa masuk : Bayi sehat usia 4 bulan dengan imunisasi polio
I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. IDENTITAS (BIODATA)
a. Anak
Nama anak : An. Randika
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin :
Anak ke : 1
Pendidikan : -
b. Ibu
Nama : Ny Yuningsih
Umur : 24 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Penghasilan : -
Alamat : Ds.Jambu
cAyah
Nama : Tn. Rudi
Umur : 26 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Penghasilan : Rp 1.000.000,00/ bulan
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Penyakit Dahulu
- Penyakit waktu kecil : sakit batuk pilek biasa
- Pernah MRS : tidak pernah
- Alergi : tidak pernah
- Imunisasi : BCG, DPT1, DPT2, Polio1,
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan utama : tidak ada keluhan,waktunya imunisasi
- Tindakan pertama : dibawa ke tempat pelayanan kesehatan
c. Riwayat Penyakit Keluarga
- Penyakit keturunan : tidak ada baik dari ayah atau ibu
- Penyakit menular : tidak ada
d. Riwayat Antenatal
- Keluhan selama hamil : mual muntah pada awal kehamilan
- ANC : di BPS, teratur
- TT : 8x
e. Riwayat Natal
- Umur kehamilan : 9 bln
- Jenis persalinan : spontan
- Ditolong oleh : bidan
- Keadaan bayi : bayi lahir sehat
- Penyakit saar persalinan : tidak ada
f. Riwayat Neonatal
- Kondisi bayi : baik
- BB waktu lahir : 2800 gram
- TB waktu lahir : 48 cm
g. Riwayat Gizi
- Pemberian ASI : sewaktu-waktu bila bayi haus/ tanpa dijadwal
- Pemberian MPASI : belum
- Makan sehari-hari : belum
h. Riwayat Psikososial
- Yang mengasuh : orangtua
- Hub dengan keluarga : baik
- Hub dengan lingkungan sekitar : baik
i. Riwayat Tumbuh Kembang
- Mengangkat kepala : 2 bulan
- Tengkurap : 2 bulan
- Duduk : 4 bulan
- Gigi tumbuh pertama : belum dapat
- Merangkak : belum dapat
- Berdiri : belum dapat
- Berjalan dituntun : belum dapat
- Berjalan berpegangan : belum dapat
- Berjalan sendiri : belum dapat
- Berbicara : belum dapat
- Tidak ngompol : belum dapat
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmetis
Tanda vital : Nadi : 140 x/mnt
Suhu : 36 0C
RR : 30 x/mnt
BB sekarang : 6800 grm
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : warna rambut hitam, kulit kepala bersih
Muka : tidak pucat dan tidak oedema
Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, kelopak mata tidak oedema, sklera tidak ikterus
Hidung : tidak ada sekret dan polip
Mulut : tidak ada stomatitis, lidah bersih, gusi tidak epulis
Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar thyroid
Dada : simetris, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi
Perut : tidak ada kembung dan nyeri tekan
Genetalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : simetris, tidak oedema
Kulit : turgor baik
3. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Motorik kasar : duduk berpegangan
Motorik halus : mengambil mainan dengan tangan kanan
Bahasa : bersuara ma...ma...
4. Pemeriksaan Laboratorium : tidak dilakukan
5. Pemeriksaan Penunjang Lain : tidak dilakukan
II. INTERPRETASI DATA
Tgl/Jam
Dx/Mslh/Kbthn
Data Dasar
14-5- 2009
08.00 WIB
Dx: Bayi sehat usia 4 bulan dengan
Ds
:
- Ibu mengatakan sekarang jadwalnya imunisasi polio
imunisasi polio
- Ibu mengatakan anaknya sehat dan tidak sakit apapun
Do
:
- KU : baik
- Kesadaran : composmentis
- TTV:
N :
140 x/mnt
S :
36 0C
RR :
30 x/mnt
- BB : 6,8kg
-
III. INTERVENSI
Tgl/Jam
Dx/Mslh/Kbthn
Intervensi
Rasional
14-5- 2009
08.05
Dx:Bayi sehat usia 4 bulan
Dengan imunisasi
Tujuan :
Untuk mencegah penya- kit polio
WIB
polio
Kriteria :
Bayi tidak terkena penyakit polio
Intervensi :
1. Jelaskan manfaat imunisasi polio pada ibu
1. Mengetahui manfaat imunisasi polio sehingga ibu lebih kooperatif dan membantu program imunisasi
2. Jelaskan pada ibu tentang prosedur pemberian imunisasi polio
2. Dengan infor masi tenyang prosedur pemberian imunisasi polio ibu dapat merasa tenang
3. Siapkan bayi untuk pemberian imunisasi
3. Mempermudah pemberian imunisasi oleh petugas kesehatan
4. Berikan imunisasi sesuai prosedur
4. Bayi tidak sakit dan vaksin dapat masuk secara maksimal
5. Catat pada KMS
5. Bukti pemberian imunisasi polio dan mempermudah pemberian pelayanan berikutnya
IV. IMPLEMENTASI
Tgl/Jam
Dx/Mslh/Kbthn
Implementasi
14-5-2009
Jam 08.10
WIB
Dx: Bayi sehat usia 4 bulan dengan
Imunisasi polio
1. menjelaskan manfaat imunisasi polio pada ibu
- imunisasi polio mencegah penyakit polio
2. Menjelaskan pada ibutentang prosedur pemberian imunisasi polioyaitu diberikan secara oral sebayak 2 tetes
- diare tidak ada
3. menyiapkan bayi untuk pemberian imunisasi polio
- menganjurkan ibu untuk menggendong bayinya dan petugas kesehatan membuka mulut bayi
4. memberikan vaksin polio sesuai prosedur
- pipet plastik jangan menempel pada lidah/ bibir
- pastikan 2 tetes vaksin polio masuk ke dalam mulut
- bila diludahkan beri 2 tetes lagi
5. mencatat tanggal pemberian imunisasi polio selanjutnya pada KMS yaiyu pada tgl 14-5-2009
V. EVALUASI
Tgl/Jam
Dx/Mslh/Kbthn
Evaluasi
14-5-2009
Jam 08.15
WIB
Dx: : Bayi sehat usia 4 bulan dengan
Imunisasi polio
S
:
- Ibu mengatakan sudah paham dengan manfaat dan efek samping dari imunisasi polio
- Ibu mengatakan bayinya telah mendapatkan imunisasi polio IV
O
:
- Vaksin polio telah diberikan
- Dalam KMS tertulis, imunisasi polio IV tanggal 4-45-2009
A
:
: Bayi sehat usia 8 bulan dengan
Imunisasi polio
P
:
- Anjurkan ibu untuk tidak memberi susu selama 30menit setelah pemberian imunisasi polio
A. Defenisi
Imunisasi berasal dari kata imunne yang artinya kebal, sehingga imunisasi dapat di definisikan sebagai suatu pencegahan dengan cara sengaja memberikan perlindungan (kekebalan) kepada seseorang dengan cara memasukkan vaksin kedalam tubuh. Dengan pemberian vaksin ini diharapkan bila orang tersebut terpapar dengan kuman atau agen penyakit akan membrikan reaksi sehingga orang tersebut tidak menjadi sakit atau sakitnya ringan sehingga tidak sampai menimbulkan kecacatan atau tidak sampai meninggal.
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh,2008).
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya (Atikah,2010).
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010)
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada penyakit tertentu. (Alimul, 2009).
Daftar Imunisasi Yang Diharuskan di Indonesia
No
Vaksin
Pemberian Vaksin
Selang Waktu Pemberian
Umur
1.
2.
3.
4.
5.
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis
1x
3x (DPT I, II, III)
4x (Polio I, II, III, IV)
1x
3x (HB I, II, III)
-
4 minggu
4 minggu
-
1-2 : 4 minggu
2-3 : 5 bulan
0-11 bulan
2-11 bulan
2-11 bulan
9-11 bulan
2-11 bulan
(Drs, Suryanah, 1996)
B. Tujuan Imunisasi
1. Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati, 2010)
2. Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009).
C. Manfaat Imunisasi
1. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. (Proverawati, 2010).
D. Jenis-jenis imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:
1. Imunisasi aktif
Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.
2. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Atikah,2010).
E. Macam-macam imunisasi
1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCGmenimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin, tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier (Ranuh,2008).
2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi (Departemen Kesehatan RI,2006)
3. Vaksin hepatitis B
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorph) menggunakan teknologi DNA rekombinan
4. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)
Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus poliomyelitis tipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dibiakkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
5. Vaksin Campak
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus strain dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Imunisasi
1. Status imun penjamu
a. Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio)
b. Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.
c. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.
d. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi.
e. Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
f. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.
2. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
3. Kualitas vaksin
a. Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
b. Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten)
c. Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak merangsang sel imunokompeten.
d. Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen; 2.Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang; 3.Mengaktifkan sel imunokompeten)
e. Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
f. Kandungan vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG.; 4.Vaksin mati : pertusis.; 5.Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.; 6.Ajuvan : persenyawaan aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.).
G. Faktor Yang Dapat Merusak Vaksin Dan Komposisi Vaksin
1. Panas dapat merusak semua vaksin.
2. Sinar matahari dapat merusak BCG.
3. Pembekuan toxoid.
4. Desinfeksi / antiseptik : sabun. (Marimbi, 2010)
H. Tatacara Pemberian Imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut:
a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
b. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
c. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
d. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan.
e. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
f. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
g. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
h. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.
i. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.
j. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:
a) Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
b) Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
c) Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M.
d) Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
e) Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan.
1. Penyimpanan
Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku.
2. Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
3. Pembersihan Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
4. Pemberian Suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal.
5. Teknik dan Ukuran Jarum
a. Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.
b. Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
c. Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam.
d. Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :
a) Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.
b) Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.
c) Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm.
6. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o. pada suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o akan mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.
7. Tempat Suntikan yang Dianjurkan
a. Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
b. Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat.
c. Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid.
8. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
a. Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan.
b. Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah :
a) Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal.
b) Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat.
c) Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal.
d) Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang menahun.
e) Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
9. Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
a. Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.
b. Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar.
c. Lokasi suntikan pada vastus lateralis :
a) Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.
b) Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut.
c) Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas).
d) Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut.
10. Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
a. Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion dari insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o mengarah pada akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep.
b. Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya.
c. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh.
d. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil.
e. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko penetrasi saraf.
11. Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)
Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama.
Jarum atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda (multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain.
12. Penyuntikan Subkutan
Perhatian untuk suntikan subkutan :
a. Arah jarum 45o terhadap kulit.
b. Cubit tebal untuk suntikan subkutan.
c. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.
d. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
13. Penyuntikan Intramuscular
Perhatian untuk penyuntikan intramuskular :
a. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
b. Suntik dengan arah jarum 45o-60o, lakukan dengan cepat.
c. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukkan.
d. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru.
e. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
14. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama
a. Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio.
b. Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda. (IDAI, 2008).
I. Jadwal Imunisasi
1. BCG
a. Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.
b. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun).
c. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
d. Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya.
e. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2. Hepatitis B
a. Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.
b. Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal, interval imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
c. Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3 yang masih rendah.
d. Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian.
3. DPT
a. Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan.
b. Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
c. Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV.
4. Polio
a. Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan 3. (1.OPV, hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.)
b. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
c. Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
d. OPV diberikan 2 tetes per-oral.
e. IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).
5. Campak
Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan dalam, pada umur 9 bulan. (IDAI, 2008)
J. Kontraindikasi Imunisasi
1. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38oC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.
2. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
3. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat. (Proverawati, 2010).
K. Mitos-Mitos Imunisasi
1. Usia dan pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pemberian imunisasi akibat kurangnya pemahaman terhadap imunisasi. Dan di masyarakat sering terdengar pendapat yang salah mengenai imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan atau penolakan imunisasi mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, anggapan imunisasi sebagai intervensi pemerintah.
2. Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar tentang imunisasi. (IDAI, 2008)
Mitos-mitos imunisasi yang sering dijumpai :
a. Vaksin MMR (meales, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis.
Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hamper bersamaaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh faktor genetik, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak.
b. Terlalu banyak vaksin akan membebani system imun.
Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respon terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setia hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi.
c. Lebih baik memberi natural infeksi dibandingkan dengan vaksinasi.
Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat.
d. Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit tersebut.
Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100%. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa sembuh jauh lebih besar.
e. Imunisasi dapat menyebabkan penyakit yang seharusnya dicegah dengan vaksin tersebut.
Hal ini tidak benar, mustahil anak memperoleh penyakit dari imunisasi yang dibuat dari kuman mati atau dilemahkan. Imunisasi yang dibuat dari kuman hidup dan dilemahkan termasuk imunisasi campak, Gabak (rubella), gondong, cacar air, BCG dan polio.
f. Imunisasi sepertinya tidak efektif 100%, sia-sia saja anak diberlakukan imunisasi.
Fakta : jarang ada keberhasilan 100% di dunia kesehatan. Namun, kini imunisasi yang diberikan 85-99% berhasil merangsang tubuh membuat antibodi. Lebih baik bayi menangis 1 menit karena disuntik imunisasi daripada anak meninggal karena difteri, tetanus, campak atau penyakit lain dalam kategori imunisasi.
g. Mungkin anak akan menderita reaksi terhadap imunisasi yang menyakiti.
Reaksi umum terhadap imunisasi ringan saja seperti demam, kemerahan dan rasa sakit pada tempat suntikan, ruam ringan. Jarang sekali terjadi kejang-kejang atau reaksi alergi berat.
h. Anak tidak perlu imunisasi asalkan dia sehat, aktif, dan makan cukup banyak yang bergizi.
Imunisasi diberikan untuk menjaga anak tetap sehat, bukan memberi sehat. Tujuan imunisasi adalah melindungi tubuh sebelum diserang penyakit. Saat yang paling tepat memberikan vaksin adalah saat anak sehat.
i. Pada seri vaksinasi, apabila seri satu kali terlambat, seri harus dimulai lagi dari semula.
Hal ini tidak benar. Kalau anak tidak diberi vaksinasi pada saat dijadwalkan, memang dia kurang dilindungi terhadap penyakit. Akan tetapi seri vaksinasi tidak perlu diulang dari semula. Vaksinasi yang terlambat diberi saja dan jadwal dimulai lagi dari tahap itu, bukan dari semula.
Oleh karena itu, jangn langsung percaya terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi, sebaiknya cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau berkonsultasi dengan dokter. (Proverawati, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian.Jakarta:Rineka Cipta.
Dinkes Jombang.2007. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Dasar.Jombang:Dinkes Jombang.
Dinkes Jombang, SE.2010.Laporan UCI Kumulatif Tahun 2010 Kabupaten Jombang.Jombang:Dinkes Jombang.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani.2005.Konseling dan Terapi Dengan Anak dan Orang Tua.Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).
Hidayat, A. Aziz Alimul.2009.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul.2010.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.Jakarta:Salemba Medika.
IDAI.2008.Pedoman Imunisasi Di Indonesia.Jakarta:Satgas Imunisasi.
Kumala, Poppy.1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland.Jakarta:EGC
Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
1. Latar Belakang
Imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus-menerus, meyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan. Salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah poliomielitis. Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari 3 virus yang berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis = AFP).
Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) adalah Pekan di mana setiap balita termasuk bayi baru lahir yang bertempat tinggal di Indonesia diimunisasi dengan vaksin polio, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi polio secara serentak terhadap semua sasaran akan mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio liar.
Dengan pemberian serentak kepada seluruh balita di Indonesia terjadi penekanan serentak terhadap berkembang biaknya virus polio liar apabila masuk ke dalam usus. Di alam bebas, virus akan bertahan hanya selama 48 jam. Oleh karena itu pemberian serentak pada seluruh balita merupakan kunci keberhasilan memutuskan rantai penularan.
2. Pengertian
Imunisasi polio adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio adalah suatu penyakit radang yang menyerang syaraf yang menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Penularan penyakit polio ini melalui tinja orang yang terinfeksi, percikan ludah penderita, ataupun makanan dan minuman yang dicemari. Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak.
a. Polio Dasar
Imunisasi polio adalah pemberian vaksin untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali dengan jarak tidak kurang dari 4 minggu (polio I, II, III dan IV). Umur pemberian 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, sebanyak 4 kali, untuk mencegah penularan polio yang menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai dan atau lengan.
Bila pada suntikan DPI pertama, ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.
b. Polio Ulang
imunisasi ulangan, diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio ke IV, kemudian saat masuk sekolah (5-6 tahun), dan saat akan meninggalkan sekolah dasar (12 tahun).
Pemberian imunisasi ulang perlu tetap diberikan seandainya seorang anak pernah terjangkit polio. Karena mungkin saja anak yang menderita polio itu terjangkit virus polio tipe I. artinya, apabila penyakitnya telah sembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe I, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus polio tipe II dan III. Karena itu untuk mendapat kekebalan terhadap ketiga virus tersebut perlu diberikan imunisasi ulang polio.
3. Macam Vaksin Polio
a. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari. Hasil penelitian Gendro Wahyuhono (2001) pada 604 anak di Metro Kabupaten Lampung menunjukkan bahwa imunisasi polio efektif setelah anak mendapatkan imunisasi 3 kali dosis, di mana persentase anak yang mempunyai antibodi tripel positif meningkat setelah anak mendapat imunisasi 3 kali dosis yaitu, 96,6 %.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.
b. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Di Indonesia yang digunakan adalah OPV, karena lebih aman. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula, bila dalam 10 menit dimuntahkan, maka pemberian sesuai dosisnya harus diulang. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare berat.
Dosis ke-1 : saat lahir / saat pulang dari rumah sakit (bulan pertama)
Dosis ke-2 : usia 2 bulan
Dosis ke-3 : usia 4 bulan
Dosis ke-4 : usia 6 bulan
Dosis ke-5 : usia 18 bulan
Dosis ke-6 : usia 5 tahun
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertingi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan.
4. Cara Kerja Imunisasi Polio
Cara kerja vaksin polio, yaitu dengan inaktifasi. Vaksin lain dibuat dengan cara menggunakan bakteri atau virus yang sudah di inaktifasi. Vaksin polio dibuat dengan cara ini. Vaksin ini umumnya lebih aman dari vaksin hidup karena organisme penyebab penyakit tidak dapat bermutasi kembali menyebabkan penyakit setelah organisme tersebut dimatikan.
Selama vaksinasi, vaksin yang mengandung virus, bakteri atau organisme lain yang telah mati disuntikkan ke dalam tubuh (kiri). Vaksin kemudian merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi untuk melawan organisme tersebut (tengah). Lain waktu saat organisme tersebut kembali menyerang tubuh, antibodi dari sistem kekebalan akan menyerang dan akan menghentikan infeksi.
Hasil kekebalan yang disebabkan oleh vaksin didapat setelah menerima vaksin. Vaksin memicu kemampuan sistem kekebalan berjuang melawan infeksi dengan tanpa kontak langsung dengan kuman yang menghasilkan penyakit. Vaksin berisi kuman yang telah dimatikan, kalau diberikan kepada orang sehat, vaksin akan memicu respon kekebalan tubuh. Vaksin memaksa tubuh berpikir bahwa sedang diserang oleh organisme spesifik, dan sistem kekebalan bekerja untuk memusnahkan penyerbu dan mencegahnya menginfeksi lagi.
Jika terekspos terhadap penyakit saat telah divaksin, kuman yang menyerbu akan menghadapi antibodi. Kekebalan anda berkembang mengikuti vaksinasi mirip kekebalan yang diperoleh dari infeksi alami.
Beberapa dosis vaksin mungkin diperlukan untuk jawaban kebal yang penuh. Beberapa orang gagal mendapatkan kekebalan penuh saat dosis pertama vaksin tetapi memberi hasil pada dosis lanjutan.
5. Teknik Pemberian Imunisasi Polio
a. Jumlah Pemberian:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi.
b. Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
c. Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah Indonesia, yang digunakan adalah OPV
d. Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
e. Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
f. Kontra Indikasi:
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan demikian pula pada anak yang menderita gangguan kekebalan (defisiensi imun) tidak diberikan. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan imunisasi polio bisa diberikan seperti biasanya.
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 38 derajat celcius), muntah atau diare, penyakit kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
6. Kesimpulan
Imunisasi polio adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio adalah suatu penyakit radang yang menyerang syaraf yang menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Cara kerja vaksin polio, yaitu dengan inaktifasi. Vaksin lain dibuat dengan cara menggunakan bakteri atau virus yang sudah di inaktifasi.
di Indonesia yang sering digunakan adalah vaksin OPV. Vaksin polio ini diberikan sebanyak 2 tetes(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula, bila dalam 10 menit dimuntahkan, maka pemberian sesuai dosisnya harus diulang
Jumlah pemberian vaksin bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi.
7. Saran
Sampai saat ini penyakit Polio tidak ada obatnya. Penyakit ini hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin Polio yang diberikan kepada anak balita beberapa kali akan melindungi anak-anak dari serangan virus Polio.
TINJAUAN KASUS
Asuhan Kebidanan
Pada Bayi Nyonya "Y" Dengan Imunisasi Polio
Di Puskesmas XXX
Tanggal masuk : 12-06-2012
Jam : 10.00 WIB
Tanggal pengkajian : 12-06-2012
Jam : 10.00 WIB
Diagnosa masuk : Bayi sehat usia 4 bulan dengan imunisasi polio
I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. IDENTITAS (BIODATA)
a. Anak
Nama anak : An. Randika
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : (perempuan)
Anak ke : 1
Pendidikan : -
b. Ibu
Nama : Ny Yuningsih
Umur : 24 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Ds.Jambu
c. Ayah
Nama : Tn. Rudi
Umur : 26 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Penyakit Dahulu
- Penyakit waktu kecil : sakit batuk pilek biasa
- Pernah MRS : tidak pernah
- Alergi : tidak pernah
- Imunisasi : BCG, DPT1, DPT2, Polio1, 2
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan utama : tidak ada keluhan,waktunya imunisasi
- Tindakan pertama : dibawa ke tempat pelayanan kesehatan
c. Riwayat Penyakit Keluarga
- Penyakit keturunan : tidak ada baik dari ayah atau ibu
- Penyakit menular : tidak ada
d. Riwayat Antenatal
- Keluhan selama hamil : mual muntah pada awal kehamilan
- ANC : di BPS, teratur
- TT : 8x
e. Riwayat Natal
- Umur kehamilan : 9 bln
- Jenis persalinan : spontan
- Ditolong oleh : bidan
- Keadaan bayi : bayi lahir sehat
- Penyakit saar persalinan: tidak ada
f. Riwayat Neonatal
- Kondisi bayi : baik
- BB waktu lahir : 2800 gram
- TB waktu lahir : 48 cm
g. Riwayat Gizi
- Pemberian ASI : sewaktu-waktu bila bayi haus/ tanpa dijadwal
- Pemberian MPASI : belum
- Makan sehari-hari : belum
h. Riwayat Psikososial
- Yang mengasuh : orangtua
- Hub dengan keluarga : baik
- Hub dengan lingkungan sekitar : baik
i. Riwayat Tumbuh Kembang
- Mengangkat kepala : 2 bulan
- Tengkurap : 2 bulan
- Duduk : 4 bulan
- Gigi tumbuh pertama : belum dapat
- Merangkak : belum dapat
- Berdiri : belum dapat
- Berjalan dituntun : belum dapat
- Berjalan berpegangan : belum dapat
- Berjalan sendiri : belum dapat
- Berbicara : belum dapat
- Tidak ngompol : belum dapat
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmetis
Tanda vital : Nadi : 140 x/mnt
Suhu : 36 0C
RR : 30 x/mnt
BB sekarang : 6800 grm
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : warna rambut hitam, kulit kepala bersih
Muka : tidak pucat dan tidak oedema
Mata : simetris,konjungtiva tidak anemis, kelopak mata tidak oedema, sklera tidak ikterus
Hidung : tidak ada sekret dan polip
Mulut : tidak ada stomatitis, lidah bersih, gusi tidak epulis
Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar thyroid
Dada : simetris, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi
Perut : tidak ada kembung dan nyeri tekan
Genetalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : simetris, tidak oedema
Kulit : turgor baik
3. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Motorik kasar : duduk berpegangan
Motorik halus : mengambil mainan dengan tangan kanan
Bahasa : bersuara ma...ma...
4. Pemeriksaan Laboratorium : tidak dilakukan
5. Pemeriksaan Penunjang Lain : tidak dilakukan
II. IDENTIVIKASI DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN
Tanggal/Jam : 12-06-2012/ 10:00 WIB
Dx : Bayi usia 4 bulan dengan imunisasi polio
Ds : Ibu mengatakan sekarang jadwalnya imunisasi polio, anaknya sehat dan tidak sakit
Do : KU : baik
Kesadaran : composmentis
TTV : N : 140x/mnt
S : 360 C
RR : 30x/mnt
BB : 6,8 kg
Masalah : tidak ada
Kebutuhan : HE tentang imunisasi polio, nutrisi dan ASI eksklusif
III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL
Tidak ada
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Tidak ada
V. INTERVENSI
Intervensi
Rasional
Tujuan :
Untuk mencegah penya- kit polio
Kriteria :
Bayi tidak terkena penyakit polio
Intervensi :
1. Jelaskan manfaat imunisasi polio pada ibu
2. Jelaskan pada ibu tentang prosedur pemberian imunisasi polio
3. Siapkan bayi untuk pemberian imunisasi
4. Berikan imunisasi sesuai prosedur
5. Catat pada KMS
1. Mengetahui manfaat imunisasi polio sehingga ibu lebih kooperatif dan membantu program imunisasi
2. Dengan infor masi tenyang prosedur pemberian imunisasi polio ibu dapat merasa tenang
3. Mempermudah pemberian imunisasi oleh petugas kesehatan
4. Bayi tidak sakit dan vaksin dapat masuk secara maksimal
5. Bukti pemberian imunisasi polio dan mempermudah pemberian pelayanan berikutnya
VI. IMPLEMENTASI
1. menjelaskan manfaat imunisasi polio pada ibu
imunisasi polio mencegah penyakit polio
2. Menjelaskan pada ibu tentang prosedur pemberian imunisasi polio yaitu diberikan secara oral sebayak 2 tetes, dan efek samping yang dimungkinkan yaitu diare
3. menyiapkan bayi untuk pemberian imunisasi polio
menganjurkan ibu untuk menggendong bayinya dan petugas kesehatan membuka mulut bayi
4. memberikan vaksin polio sesuai prosedur
- pipet plastik jangan menempel pada lidah/ bibir
- pastikan 2 tetes vaksin polio masuk ke dalam mulut
- bila diludahkan beri 2 tetes lagi
5. mencatat tanggal pemberian imunisasi polio selanjutnya pada KMS yaiyu pada tgl 12-06-2012
VII. EVALUASI
Tgl/Jam
Dx/Mslh/Kbthn
Evaluasi
12-06-2012
Jam 10.40
WIB
Dx: : Bayi sehat usia 4 bulan dengan
Imunisasi polio
S
:
- Ibu mengatakan sudah paham dengan manfaat dan efek samping dari imunisasi polio
- Ibu mengatakan bayinya telah mendapatkan imunisasi polio IV
O
:
- Vaksin polio telah diberikan
- Dalam KMS tertulis, imunisasi polio IV tanggal 4-45-2009
A
:
: Bayi sehat usia 8 bulan dengan
Imunisasi polio
P
:
- Anjurkan ibu untuk tidak memberi susu selama 30menit setelah pemberian imunisasi polio
A. LATAR BELAKANG
Program imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective dan telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Dengan program ini, Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Selain itu dengan telah diperluasnya program imunisasi menjadi Program Pengembangan Imunisasi sejak tahun 1977, berbagai PD3I sudah dapat ditekan.
Upaya imunisasi perlu ditingkatkan untuk mencapai tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang tingi sehingga PD3I dapat dibasmi, dieliminasi atau dikendalikan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi dapat semakin efektif, bermutu dan efisien.
Tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Campak, Polio dan Hepatitis B. Dengaupaya tahun 1995, tidak ditemukan lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). Hal ini sejalan dengan upaya dunia untuk membasmi polio di dunia dengan Program Eradikasi Polio (ERAPO).
Berdasarkan revolusi sidang World Healthy Assembly pada tahun 1992. Maka pada tahun 1992 WHO merekomendasikan pemberian imunisasi Hepatitis B bagi semua bayi didaerah endemis tertinggi. Pada tahun 1997 WHO merekomendasikan agar imunisasi Hepatitis B diintegrasikan ke dalam program imunisasi rutin.
Virus Hepatitis B (HBV) merupakan penyebab utama dari Hepatitis kronik dan akut maupun kanker hati. Penyebaran penyakit universal dengan tingkat endemisitas yang tinggi di RRC, Asia Tenggara, Sub Sahara afrika, Lembah amazon dan sebagian pulau di Pasifik.di daerah ini 5-30 % penduduk menderita penyakit kronik dan mengidap virus dalam tubuhnya (carrier) dimana hampir seluruhnya mengalami infeksi pada saat lahir atau berusia balita.
Dalam multi years plan 2002-2007 program imunisasi telah digariskan bahwa kegiatan program imunisasi perlu diarahkan untuk efektivitas, efisiensi serta kualitas pelaksanaan seperti tela diketahui pencegahan Hepatitis B yang efektif di Indonesia adalah dengan memberikan dosis pertama usia 0-7 hari karena tinginya angka transmisi Hepatitis B secara vertikal di Indonesia.
Berkat kemajuan teknologi pembuatan vaksin, telah dimunkinkan vaksin DPT dan Hepatitis B dikombinasikan dalam satu preparat tunggal (DPT/Hb Combo). Berdasarkan hasil penelitian dengan berbagai dosis dan berdasarkan rekomendasi dari para ahli dipilah kombinasi DPTdenga dosis Hepatitis B 5 ug (DPT/Hb 5 Combo). Dengan adanya pemberian DPT Hb Combo tersebut pemberian imunisasi menjadi lebih sederhana dan menghasilkan tingkat cakupan yang setara antara Hb dan DPT. (Universitas Sumatra Utara 2004)
Di dalam rencana jangka panjang program imunisasi untuk tahun 2002-2006 Multi Years Plan ditetapakan bahwa introduksi vaksin DPT/Hb akan dimulai implementasi dalam program imunisasi secara bertahap. Tahapan tersebut dimulai dari pada tahun 2004 yang mencakup ± 20 % dari jumlah sasaran, pada tahun 2005 mencakup 50 % dari jumlah sasaran dan untuk tahun 2006 diharapakan telah mencapai 100 %. Tahap awal dimulai pada bulan September 2004 di tiga provinsi dengan infrastruktur yang lebih berpengalaman yaitu Jawa Timur, NTB, DIY dan Bangka Belitung yang mempunyai nilai historis yaitu daerah pilot project dimulainya imunisasi pada tahun 1973.
BAB II
LANDASAN TEORI
IMUNISASI
A. PENGERTIAN
Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. (Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga, 1998 : 47)
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kekebalan tubuh manusia terhadap penyakit tertentu. (Kebidanan Komunitas : 164)
B. JENIS-JENIS KEKEBALAN
1. Kekebalan aktif
Adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekebalan aktif dibagi dalam 2 jenis antara lain :
- Aktif alamiah
Dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami / sembuh dari suatu penyakit.
- Aktif buatan
Kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin (imunisasi)
2. Kekebalan pasif
Adalah tubuh anak tidak membuat zat anti bodi sendiri tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolak, sehingga proses cepat tetapi tidak bertahan lama. Kekebalan pasif dibagi dalam 2 jenis antara lain :
- Pasif alamiah atau pasif bawaan
Yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir, misalnya difteri, morbili dan tetanus.
- Pasif buatan
Kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat penolak. Misalnya pemberian vaksinasi ATS (Anti Tetanus Serum)
(Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga, 1998 : 47-48)
C. Tujuan
Tujuan dari pemberian imunisasi adalah ;
1. Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu
2. Apabila terjadi penyakit, tidak akan terlalu parah
3. Mencegah geja;a yang dapat menyebabkan cacat dan kematian
(Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga : 48)
D. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD31)
- Jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31) adalah :
a. Difteri
b. Pertusis
c. Tetanus
d. Tuberkulosis
e. Campak
f. Poliomielitis
g. Hepatitis B
- Gejala penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31)
1. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri "corynebacterium diphterine" Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian.
2. Pertusis
Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri "Bordetella Pertusis). Penyebab pertusis adalah melalui percikan ludah (droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin.
Gejala penyakit ini adalah pilek, mata merah, bersin demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah "Pneumonia Bacterialis" yang dapat menyebabkan kematian.
3. Tetenus
Adalah penyebab yang disebabkan oleh "Clostridium tetani" yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam.
Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek (sneking) antara 3-28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian.
4. Tuberkulosis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh "Mycobacterium Tuberculosa" (disebut juga batuk darah). Penyakit ini menyebar melalui pernafasan, lewat bersin atau batuk, gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam. Gejala selanjutnya adalah batuk terus-menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberkulosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian.
5. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus mixovirus viri dae maesles. Disebarkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek konjungtivis (mata merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki.
Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran nafas (pneumania)
6. Poliomielitis
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3.
Secara klinis penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flakid paralysis = AFP)
Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kumpulan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kemudian bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi.
7. Hepatitis B
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penularan penyakit adalah secara horizontal yaitu dari darah dan melalui hubungan seksual. Sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan.
Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada dalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urin menjadi kuning, kotoran menjadi pucat, warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan pengerasan hati, kanker hati dan menimbulkan kematian.
(Pelatihan safe injection, unicef. 2005 : 2-3)
E. Klasifikasi Vaksin
Vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi / anak yang disebut antigen. (Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga : 47)
Jenis vaksin yang digunakan di Indonesia banyak macamnya pada dasarnya vaksin dibuat dari :
a. Vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan seperti :
1. Virus campak dalam vaksin campak
2. Virus polio dalam jenis sabin pada vaksin polio
3. Kuman TBC dalam vaksin BCG
b. Vaksin dari kuman yang dimatikan seperti
1. Bakteri pertusis dalam DPT
2. Virus polio jenis salk dalam vaksin polio
c. Vaksin dari racun / toksin kuman yang dilemahkan :
1. Racun kuman seperti toxoid (++) diptheria toxoid dalam DPT
d. Vaksin yang terbuat dari protein khusus kuman :
1. Vaksin yang dibuat dari protein seperti Hepatitis B.
Untuk menggunakan vaksin, beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
a. Persyaratan pemberian vaksin
1. Pada bayi dan anak yang sehat
2. Pada bayi yang sedang sakit
- Sakit keras
- Dalam masa tunas suatu penyakit
- Definisi immunologi
3. Vaksin harus baik, disimpan dalam lemari es dan belum lewat masa berlakunya.
4. Memberikan imunisasi dengan teknik yang tepat
5. Mengetahui jadwal vaksinasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang diterima
6. Meneliti jenis vaksin yang akan diberikan
7. Memperhatikan dosis yang akan diberikan
Cara pengambilan vaksin dan penyuntikannya, pengambilan vaksin harus hati-hati dengan cara sebagai berikut :
1. Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet
2. Tutup karet didesinfeksi dengan desinfektan
3. Ambil jarum yang steril dengan spuitnya untuk menghisap vaksin ke dalam spuit
4. Kulit yang akan disuntik didesinfektan, kemudian dibersihkan dengan kapas air hangat baru dilakukan penyuntikan
(Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga, 1993 : 48-49)
F. Jenis dan Sifat Vaksin
Penggolongan vaksin
Vaksin dapat digolongkan menurut sensitivitas terhadap suhu. Ada 2 golongan, yaitu :
a. Vaksin yang sensitif terhadap beku (freeze sensitive : FS) yaitu : vaksin DPT, DT, TT, Hepatitis B dan DPT – HB
b. Vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat Sensitive: HS) yaitu : Vaksin campak, polio dan BCG
Jenis-jenis vaksin
Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia adalah :
a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
- Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis
- Cara pemberian dan dosis :
1. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml)
2. Dosis pemberian : 0,05 ml, sebanyak 1 kali
3. Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan atas (Insertio Muslulus Deltoideus) dengan menggunakan ADS 0,05 ml
4. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam
- Kontra Indikasi
1. Adanya penyakit kulit yang berat / menahun, seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya.
2. Mereka yang sedang menderita TBC
- Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi postula, kemudian pecah menjadi luka, luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut, kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
b. Vaksin DPT
- Diskripsi Vaksin jerap DPT (dipteri, pertusis, tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetenus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah dinaktivasi.
- Indikasi Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadapdifteri, pertusis dan tetanus
- Cara pemberian dan dosis
1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
2. Disuntikan secara intramuskuler dengan pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis
3. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan)
- Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontra indikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua dan meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT
- Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan pada tempat penyuntikan, kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan merancau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
c. Vaksin TT
- Diskripsi
Vaksin jerap TT (Tetanus Toxoid) adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml. Vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi. (Vademeeum Bio Karma, Januari 2002)
- Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus
- Cara pemberian dan dosis
1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
2. Untuk mencegah tetanus / tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikan secara intra muskuler atau subkutan dalam dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat dan kelima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ketiga dan keempat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.
- Kontra indikas : Gejala-gejala beratkarena dosis pertama TT
- Efek samping Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala demam.
d. Vaksin DT
- Diskipsi :Vaksin jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang mengandung loxoid difteri dan tetanus yang telah dimurnikan. (Vademacum Bio farma, Januari 20020)
- Indikasi : Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus
- Cara pemberian dan dosis
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen, Disuntikkan secara IM atau SC dalam dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak di bawah 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin TD
- Kontra indikasi : Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT
- Efek samping : Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam
e. Vaksin polio
- Diskripsi : Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal keras dan distabilkan dengan sukrosa.
- Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis
- Cara pemberian dan dosis
1. Diberikan secara oral (melalui mulut) 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu
2. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru
- Kontra indikasi : Pada individu yang menderita "immune deficiency" tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan misalnya sedang menderita diare, maka ulangan dapat diberikan setelah sembuha.
- Efek samping : Pada umumnya tidak terdapat efek samping, efek samping berupa poralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000 ; Bull WHO 66 : 1988)
f. Vaksin campak
- Diskrips : Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan, setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin (vademeceum biofarma, Januari 2002)
- Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak
- Cara pemberian dan dosis :
1. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut
2. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah catch-up campaign campak pada anak sekolah dasar kelas 5-6.
- Kontra indikasi : Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma
- Efek samping
Hingga 15% px dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
g. Vaksin hepatitis B
- Diskripsi : Adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktifasikan dan bersifat non-infeclous, berasal dari HBs Ag yang dihasilkan dalam sel ragi (hansenula Polymerpha) menggunakan teknologi DNA recombinan (Vademecum bio farma, Jan 2002)
- Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B
- Cara pemberian dan dosis
1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
2. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian suntikan secara IM sebaiknya pada anterolateral paha
3. Pemberian sebanyak 3 dosis
4. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan)
- Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap komponen vaksin sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada pasien penderita infeksi berat yang disertai kejang.
- Efek samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Jadwal Pemberian Imunisasi
Vaksin
Pemberian imunisasi
Selang waktu Pemb.
Umur
Keterangan
BCG
DDT
Polio
Campak
Hep. B
1 x
3 x (DDT 1,2,3)
4 x (Pol 1,2,3,4)
1 x
3 x (hep. 1,2,3)
-
4 minggu
4 minggu
-
4 minggu
0 – 11 bln
2 – 11 bln
0 – 11 bln
9 – 11 bln
0 – 11 bln
Untuk bayi yang lahir di rumah sakit/puskesmas HB, BCG dan polio dapat segera diberikan
(Modul latihan petugas imunisasi, edisi 7, 2000. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Def Kes dan Kesehatan Sosial R.I Jakarta : 13)
Alternatif I
Umur
Antigen
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
HB I, BCG, Polio 1
HB 2, DPT, polio 2
HB 3, DPT 2, polio 3
DPT 3, polio 4
Campak
Alternatif II
Umur
Antigen
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
BCG, Polio I, DPT I
HB I, Polio 2, DPT 2
HB 2, Polio 3, DPT 3
HB 3, Polio 4, Campak
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI "S" UMUR 3 BULAN 1 MINGGU
DENGAN IMUNISASI POLIO II DAN DPT HB COMBO I
I. SUBYEKTIF
A. IDENTITAS BALITA
Nama Anak : An."S"
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/Umur : 27-8-2012 3 bulan 1 minggu
Agama : Islam
Anak ke : V (LIMA)
Alamat : Plemahan - sumobito
B. IDENTITAS ORANG TUA
Nama ibu : Tn."M"
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : tani
Alamat : Plemahan-sumobito
Nama Ayah : Ny."M"
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Alamat : Plemahan-sumobito
C. Alasan Kunjungan Saat Ini
Ibu mengatakan ingin mengimunisasikan anaknya sesuai jadwal yang ditentukan pada hari sekarang yakni DPT Hb Combo 1 dan Polio 2.
D. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan datang ke posyandu " sedap malam " untk mengimunisasikan DPT Hb Combo dan Polio, saat ini bayinya telah berumur 3 bulan 1 minggu dalam keadaan sehat, tidak menderita sakit apapun misalnya batuk, pilek, panas dan tidak memiliki kejang sebelumnya.
b. Riwayat kesehatan yang Lalu
Ibu mengatakan bahwa bayinya tdak pernah dirawat dirumah sakit sejak lahir.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan bahwa dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti asma, jantung, kencing manis dan penyakit menular seperti demam berdarah, TBC, Hepatitis.
1) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Hamil ke-
UK
Persalinan
Bayi
Nifas
Jenis
Penolong
Tempat
BB/PP
Seks
Keadaan
Laktasi
1
38
SPT
BIDAN
BPM
2700/50
P
NORMAL
ASI
2
38
SPT
BIDAN
BPM
2800/49
L
NORMAL
ASI
3
38
SPT
BIDAN
BPM
2800/50
L
NORMAL
ASI
4
ABORTUS
5
38
SPT
BIDAN
BPM
3360/50
L
NORMAL
ASI
2) Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi
Tanggal Pemberian
I
II
III
IV
Hb Uniject
BCG
DPT Hb Combo
Polio
Campak
30-08-2012
08-10-2012
04-12-2012
08-10-2012
04-12-2012
3) Pola Aktifitas Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Ibu mengatakan bayinya mendapat ASI Eksklusif sampai sekarang (umur 3 bulan 1 minggu). Bayi diberikan ASI Eksklusif setiap bayi menangis/haus dan setiap 2 jam sekali pada siang hari serta 3 jam sekali pada malam hari.
b. Pola Istirahat
Ibu mengatakan bayinya :
Tidur Siang : Pukul 08.00-10.00 WIB (2 jam)
Pukul 12.00-15.00 WIB (3 jam)
Pukul 16.30-18.30 WIB (2 jam)
Tidur Malam : Pukul 20.30-04.30 WIB (8 jam)
Kadang terbangun bila lapar, BAB dan BAK.
c. Pola Eliminasi
BAB : 2x/hari
Wana kuning, konsistensi lunak, bau khas, tidak ada keluhan.
BAK : 9-10x/hari
Warna kuning, jernih, bau khas, tidak ada keluhan.
d. Pola Personal Hygiene
Ibu mengatakan bahwa bayinya :
Mandi 2x/hari (pagi dan sore).
Keramas 1x/hari (setiap sore).
Ganti baju 2x/hari (setiap selesai mandi/setiap pakaian basah dan kotor karena BAB dan BAK).
Potong kuku 1x/minggu.
e. Pola Aktifitas
Ibu mengatakan bahwa bayinya bergerak aktif, menangis setiap lapar, BAB dan BAK serta tertawa dan merespon saat diajak bicara/bermain.
4) Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan
BB saat lahir : 3360 gram
BB umur 1 bulan : 4000 gram
BB umur 2 bulan : 5300 gram
BB umur 3 bulan : 6300 gram
b. Perkembangan
Motorik kasar : Tengkurap, mengangkat kepala.
Motorik halus : Kepala menoleh ke kiri dan ke kanan.
Bahasa : Merespon terhadap suara (tertawa, teriak).
Psikososial : Melihat dan menutup wajah.
Mulai mengenal ibunya (keluarga).
II. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran Umum : Baik
Kesadaran : Composmetis
BB : 6300 gram
PB : 61 cm
LD : 42 cm
LK : 36 cm
Tanda- tanda Vital :
1. Nadi : 112 x/menit
2. Suhu : 36,9° C
3. RR : 42 x/menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kepala : Bentuk kepala bulat, Simetris, Rambut lurus, hitam, pendek, Tidak ada benjolan, Kulit kepala bersih
Mata : Simetris, Konjungtiva merah muda, Pupil +, Kornea jernih, Skelera putih, Tidak ada strabismus
Muka : Bentuk muka oval, Simetris, tidak pucat.
Hidung : Simetris dan tidak ada sekret, Hygiene hidung baik, Tidak adanya polip
Mulut dan gigi : Simetris, Bibir lembab, Tidak stomatitis, Tidak ada labio khisis, Tidak ada palato khisis, Gigi belum tumbuh
Telinga : Bentuk telinga normal dan simetris, Tidak ada serumen, Hygine telinga baik
Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid dan kelenjar limfe
Dada : Tidak ada tarikan dinding dada, Tidak ada benjolan/luka
Abdomen : Simetris, Tidak ada pembesaran abdomen
Anus : Bersih, Tidak ada atresia ani
Genetalia : Jenis kelamin laki-laki, Belum tumbuh rambut penis, 2 Testis turun dalam skrotum, Tidak ada pembengkakan pada glands dan batang penis, Belum tampak preputium karena belum dikhitan
Muskuloskletal : Normal, Tidak ada kelainan/patah tulang
Kulit : Warna kemerahan, Tidak ada bekas luka
Eksteremitas atas : Simetris, Tidak ada kelainan gerak, Tidak ada oedem, Gerak aktif
Ekremitas bawah : Simetris, Tidak ada kelainan gerak, Tidak ada oedem, Gerak aktif
b. Auskultasi
Dada : *Jantung : Normal
*Paru-paru : Tidak terdengar ronchi dan wheezing
Abdomen : Bising usus normal
c. Perkusi
Abdomen : Timpani
d. Palpasi
Kepala : Tidak ada benjolan, Tidak ada nyeri tekan
Leher : Tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfe, Tidak ada nyeri tekan
Dada : Tidak ada nyeri tekan, Tidak ada benjolan
Abdomen : Tidak ada pembesaran hepar (hematospenomegali)
III. ASSASMENT
1. Diagnosa : By."T " umur 3 bulan 1 minggu dengan imunisasi polio II dan DPT Hb I.
Do : -Keadaan umum : Baik
-Kesadaran : Composmetis
-Tanda-tanda vital :
Nadi : 112x/menit
Suhu : 36,9°C
RR : 42x/menit
BB : 6300 gram
PB : 61 cm
LD : 42 cm
LK : 36 cm
2. Masalah : -
3. Kebutuhan
Konseling efek imunisasi
Konseling terapi obat
IV. PENATALAKSANAAN
1. Melakukan Pendekatan Terapeuitik Dengan Komunikasi Kepada Ibu Dan Keluarga Sehingga Terjalin Kerjasama Yang Baik.
Respon : klien dan keluarga koperatif
2. Menjelaskan Hasil Pemeriksaan Yang Telah Dilakukan Kepada Ibu Dan Keluarga,
Nadi :112x/menit
Suhu : 36,9°C
RR : 42x/menit
BB : 6300 gram
PB : 61 cm
LD : 42 cm
LK : 42 cm : 42 cmLK : 36 c
Respon : ibu mengerti dan mengetahui keadaan bayi nya saat ini
3. Menjelaskan Kepada Ibu Mengenai Imunisasi Polio Dan Imunisasi DPT Hb Combo.
Manfaat : 1) Mencegah penyakit polio
2) Mencegah penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus
Cara pemberian : 1) Melalui mulut dengan tetes
2) Melalui paha luar dengan IM
Dosis : 1) 2 tetes untuk polio
2) 0,5 cc untuk HB combo dan DPT
Umur pemberian : 1) 1-9 bulan polio
2) 2-9 bulan HB combo dan DPT
Selang waktu : 1) 4 minggu
2) 4 minggu
Sebanyak : 1) 4 kali
2) 3kali
Efek samping : 1) Tidak ada efek samping
2) Panas
Respon : ibu mengerti penjelasan yang di berikan oleh petugas kesehatan dan faham atas efek samping yang akan terjadi setelah imunisasi.
4. Melakukan Persetujuan Kepada Ibu Dan Keluarga Agar Mengizinkan Untuk Dilakukan Imunisasi Polio Dan DPT Hb Combo
Respon : ibu menyetujui anaknya untuk dilakukan imunisasi polio dan HB combo
5. Melakukan persiapan dan perasat imunisasi
*Imunisasi DPT Hb Combo
Ambil spuit dan vial vaksin DPT Hb Combo, kemudian ambil vaksin dengan dosis 0,5 cc. Anjurkan ibu untuk menidurkan bayinya dengan posisi yang nyaman. Kemudian anjurkan ibu untuk memegangi anaknya agar saat penyuntikan tidak bergerak. Kemudian ambil spuit dan kapas yang beralkohol kemudian suntikkan pada paha luar kanan dengan cara IM.
*Imunisasi Polio
Ambil vaksin, kemudian anjurkan ibu untuk mengatur atau digendong bayinya dengan posisi yang nyaman sehingga pemberian polio dapat dilakukan dengan tepat. Dengan dosis 2 tetes melalui mulut.
Respon : ibu menggendong bayinya dengan nyaman, bayi menangis pada saat pemberian imunisasi baik polio dan HB Combo
6. Memberikan obat antipiuretik untuk mencegah efek panas yang ditimbulkan dari suntikan DPT Hb Combo. Paracetamol dengan aturan 3 x ½.
Respon :ibu mengerti dan mau memberikan obatnya sesuai instruksi petugas kesehatan.
7. Menganjurkan ibu untuk membawa kembali bayinya ke Posyandu untuk mendapatkan imunisasi campak pada usia genap 9 bulan.
Respon : ibu mengerti.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan Asuhan Kebidanan Pada By."T" Umur 3 Bulan 1 Minggu Dengan Imunisasi Polio 2 Dan DPT Hb Combo 1 Di Posyandu Sedap Malam I Di Plemahan Sumobito Jombang pada tanggal 4-12-2012 diperoleh data :
Dalam pengkajian kasus Pada By."T" Umur 3 Bulan 1 Minggu Dengan Imunisasi Polio 2 Dan DPT Hb Combo 1 Di Posyandu Sedap Malam I Jombang didapatkan data subyektif dan obyektif melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang digunakan untuk merumuskan diagnosa dan masalah.
Dalam pengkajian kasus Pada By."T" Umur 3 Bulan 1 Minggu Dengan Imunisasi Polio 2 Dan DPT Hb Combo 1 Di Posyandu Sedap Malam I Jombang lakukan pendekatan pada klien dan keluarga. Memberitahu kepada ibu bahwa bayinya dalam keadaan sehat dengan hasil pemeriksaan:
-Keadaan umum : Baik
-Kesadaran : Composmetis
-Tanda-tanda vital :
Nadi : 112x/menit
Suhu : 36,9°C
RR : 42x/menit
BB : 6300 gram
PB : 61 cm
LD : 42 cm
LK : 36 cm
Telah dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan teori.
B. Saran
Bagi Mahasiswa
Sebagai pelaksana untuk memberikan Asuhan Kebidanan hendaknya mahasiswa terus menambah pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan ketrampilan sehingga mampu memberikan asuhan kebidana secara optimal.
Bagi Lahan Praktek
Dalam mencapai tingkat kesehatan diperlukan tempat memadai atas sarana dan prasarana yang lengkap sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat dengan mengutamakan profesionalisme.
Bagi Institusi
Sebaiknya lebih banyak menyediakan literatur, agar penyusun asuhan kebidanan lebih mudah dan dalam menyelesaikan tugasnya.
Bagi Klien
Agar mereka mengetahui masalah apa saja yang berkaitan dengan jenis, cara kerja, efektifitasnya dan keuntungan dari imunisasi Polio dan DPT Hb Conbo sehingga mudah bekerjasama dengan mengatasi setiap permasalahn yang mungkin terjadi