LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA BERENCANA (KB)
Mata Kuliah : Keperawatan Maternitas
OLEH: I MADE NURESTU APRINATA
(PO7120014004)
I GUSTI PUTU EDY HERMAWAN
(PO7120014005)
P. AYU SAGITA ASTARI
(PO7120014019)
KADEK RIRIN DWIJAYANTI
(PO7120014010)
LUH DE DIAH JENITRI
(PO7120014025)
KADEK PANDE MEKA PRABA SWARI
(PO7120014032)
I MADE OKTA SURIAWAN
(PO7120014033)
II.1 / DIII KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN 2015/2016 KONSEP KEPERAWATAN IBU
DENGAN MASALAH REPRODUKSI PMS
1. Penyakit Menular Seksual
Definisi Penyakit menular seksual dikenal dengan nama “venereal “venereal diseases”, diseases”, berarti penyakit Dewi Cinta menurut versi Yunani. Dalam penelitian lebih lanjut dijumpai bahwa makin bertambah penyakit yang timbul akibat hubungan seksual sehingga nama penyakit kelamin (veneral disease) berubah menjadi Sexually Transmitted Disease (STD) yang dalam bahasa Indonesia menjadi penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang menyebar dari orang ke orang melalui kontak seksual, termasuk seks oral, seks anal dan berbagi mainan seks. Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak antara alat kelamin dari satu orang dan alat kelamin, anus, mulut atau mata orang lain. Menurut Katrina Smith (2005), Penyakit Menular Seksual adalah sekelompok infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kebanyakan PMS dapat ditularkan melalui hubungan seksual antara penis, vagina, anus dan/atau mulut. PMS adalah salah satu penyakit menular yang paling umum di Amerika Serikat. Lebih dari 15 juta orang Amerika didiagnosis dengan STD setiap tahun.Ada banyak PMS yang berbeda, tetapi yang paling umum di Amerika Serikat adalah virus herpes simpleks tipe II (herpes kelamin), klamidia, gonore, sifilis, HIV dan kutil kelamin. Beberapa infeksi yang dapat ditularkan melalui hubungan se ks, seperti virus hepatitis B. Meskipun dapat dicegah dan diobati, penyakit menular seksual merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat besar. Pada tahun 1997 menurut Institute of Medicine menyatakan bahwa penyakit menular seksual (PMS) menjadi epidemi dari luar biasa bagi kesehatan dan mempengaruhi konsekuensi ekonomi di Amerika Serikat. Sementara itu, pada umumnya PMS sulit untuk dilacak untuk didata karena sebagian besar orang dengan infeksi ini melakukan tidak memiliki gejala dan tidak terdiagnosis. Epidemi semakin besar dengan setiap infeksi baru yang terjadi, daripada yang telah diketahui dan diobati. Jika tidak segera diobati maka penyakit menular seksual dapat
DENGAN MASALAH REPRODUKSI PMS
1. Penyakit Menular Seksual
Definisi Penyakit menular seksual dikenal dengan nama “venereal “venereal diseases”, diseases”, berarti penyakit Dewi Cinta menurut versi Yunani. Dalam penelitian lebih lanjut dijumpai bahwa makin bertambah penyakit yang timbul akibat hubungan seksual sehingga nama penyakit kelamin (veneral disease) berubah menjadi Sexually Transmitted Disease (STD) yang dalam bahasa Indonesia menjadi penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang menyebar dari orang ke orang melalui kontak seksual, termasuk seks oral, seks anal dan berbagi mainan seks. Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak antara alat kelamin dari satu orang dan alat kelamin, anus, mulut atau mata orang lain. Menurut Katrina Smith (2005), Penyakit Menular Seksual adalah sekelompok infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kebanyakan PMS dapat ditularkan melalui hubungan seksual antara penis, vagina, anus dan/atau mulut. PMS adalah salah satu penyakit menular yang paling umum di Amerika Serikat. Lebih dari 15 juta orang Amerika didiagnosis dengan STD setiap tahun.Ada banyak PMS yang berbeda, tetapi yang paling umum di Amerika Serikat adalah virus herpes simpleks tipe II (herpes kelamin), klamidia, gonore, sifilis, HIV dan kutil kelamin. Beberapa infeksi yang dapat ditularkan melalui hubungan se ks, seperti virus hepatitis B. Meskipun dapat dicegah dan diobati, penyakit menular seksual merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat besar. Pada tahun 1997 menurut Institute of Medicine menyatakan bahwa penyakit menular seksual (PMS) menjadi epidemi dari luar biasa bagi kesehatan dan mempengaruhi konsekuensi ekonomi di Amerika Serikat. Sementara itu, pada umumnya PMS sulit untuk dilacak untuk didata karena sebagian besar orang dengan infeksi ini melakukan tidak memiliki gejala dan tidak terdiagnosis. Epidemi semakin besar dengan setiap infeksi baru yang terjadi, daripada yang telah diketahui dan diobati. Jika tidak segera diobati maka penyakit menular seksual dapat
semakin berbahaya akibatnya. Akan terjadi komplikasi klinis yang sering ireversibel dan mahal pengobatannya, seperti masalah kesehatan reproduksi, masalah kesehatan janin dan perinatal, dan kanker. 2. Etiologi
1. Penyakit Menular Seksual Yang Disebabkan Oleh Organisme dan Bakteri a. Gonorea Gonorea merupakan penyakit menular yang paling sering di jumpai di berbagai Negara yang lebih maju. Rerata di Negara-negara ini adalah 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Negara yang kurang maju. (Linda, 2008). Penyakit ini disebabkanoleh
Organisme
gonokokus
(gonokokus,
GC)
adalah
bakteri
diplokokus berbentuk kacang-kacang merah, yang bersifat patogen pada epitel. Lokasi infeksi yang umum mencakup : Orofaring, Konjungtiva mata, Uretra pria, Salurang reproduksi wanita. GC menetap dalam vagina hingga menstruasi, saat kanalis
serviks
terbuka,
dan
kemudian
naik
ke
uterus
serta
tuba
falopii.RektumPenyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing k encing nanah. Penyakit ini menyerang organ seks dan organ kemih. Selain itu akan menyerang selaput lendir mulut, mata, anus, dan beberapa bagian organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan gonococcus. Kokus gram negative yang menyebabkan penyakit ini yaitu Neisseria Gonorrhoeae.Komplikasi local akibat gonorea jarang terjadi pada pria, walaupun dapat terjadi striktur uretra, epididimitis, dan prostratitis. (Linda, 2008). Pada wanita, konsekwensi kesehatan yang paling penting akibat infeksi gonorrhea adalah kerusakan tuba fallopi yang berkaitan dengan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik (tuba) dan infertilitas. (Linda, 2008) b. Sifilis Sifilis dikenal juga dengan sebutan “raja singa”. Penyakit ini sangat berbahaya. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (seperti baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah kuman treponema pallidum. Kuman ini menyerang organ-organ penting tubuh lainnya seperti selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut. (Ajen Dianawati, 2003). Sifilis congenital terjadi melalui penularan
vertical dari ibu kepada janinnya. Bayi yang terkena mungkin menunjukkan gambaran khas, yang mencakup ruam generalisata, limfadenopati, dan hepatitis. (Ensiklopedia Keperawatan, 2008). Gejala umum yang timbul pada sifilis yaitu adanya luka atau koreng, jumlah biasanya satu, bulat atau, lonjong, dasar bersih, teraba kenyal sampai keras, tidak ada rasa nyeri pada penekanan. Kelenjar getah bening di lipat paha bagian dalam membesar, kenyal, juga tidak nyeri pada penekanan. (Depkes RI, 2008). Sifilis memiliki dua stadium, dini dan lanjut. Tahap dini ditandai oleh syanker (lesi primer) di tempat kuman masuk ke dalam tubuh, yang sembuh dalam waktu sekitar 1 bulan, dan mungkin diikuti oleh penyakit generalisata (sifilis sekunder) yang ditandai oleh ruam kulit, demam, pembesaran kelenjar limfe generalisata, dan ulkus mukosa (snail track). Tahap lanjut (terjadi bertahun-tahun kemudian setelah tahap dini) menunjukkan lesi kulit dan organ dalam (guma), neurosifilis (tabes dorsalis dan paralisis generalisata pada gangguan jiwa), atau sifilis kardiovaskuler (mis. Aneurisma aorta). (Ensilopedia Keperawatan, 2008) c. Klamidia Penyakit ini disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Masa tanpa gejala berlangsung 7 - 21 hari.Klamidia berasal dari kata Chlamydia, sejenis organisme mikroskopik yang dapat menyebabkan infeksi pada leher rahim, saluran indung telur, dan dan saluran kencing. Gejala yang banyak dijumpai pada penderita penyakit ini adalah keluarnya cairan dari vagina yang berwarna kuning, disertai rasa panas seperti terbakar ketika kencing. Karena organisme ini dapat menetap selama bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Ia juga akan merusak organ reproduksi penderita dengan atau tanpa merasakan gejala apa pun. d. Chancroid Penyakit ini diawali dengan benjolan-benjolan kecil yang muncul disekitar genetalia atau anus, 4-5 hari setelah kontak dengan penderita. Benjolan itu akhirnya akan terbuka dan mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Borok chancroid pada pria biasanya sangat menyakitkan, sedangkan pada wanita tidak menimbulkan rasa sakit (Rosari, 2006). Chancroid adalah sejenis bakteri yang
menyerang kulit kelamin dan menyebabkan luka kecil bernanah. Jika luka ini pecah, bakteri akan menjalar kearah pubik dan kelamin. e. Granula inguinale Penyakit ini sama dengan chancroid, yaitu disebabkan oleh bakteri. Bagian yang terserang biasanya permukaan kulit penis, bibir vagina, klitoris, dan anus, akan berubah membentuk jaringan berisi cairan yang mengeluarkan bau tidak sedap selanjutnya akan terjadi pembesaran yang bersifat permanen atau terlihat sesekali pada penis, klitoris, dan kandung pelir. Penderita bisa kehilangan berat badan, kemudian meninggal dunia. Penyakit ini tidak memperlihatkan gejala-gejala awal, Memasuki masa 3 bulan, barulah terlihat adanya infeksi yang sangat berbahaya dan dapat ditularkan kepada orang lain.
2. Penyakit Menular Seksual Yang Disebabkan Oleh Virus a. Herpes Genital Herpes genital adalah Penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes simplex dengan masa tenggang 4 - 7 hari sesudah virus masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks.Herpes termasuk jenis penyakit biasa, disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus herpes terbagi 2 macam, yaitu herpes 1 dan herpes 2. Perbedaan diantaranya adalah kebagian mana virus tersebut menyerang. Herpes 1 menyerang dan menginfeksi bagian mulut dan bibir, sedangkar herpes 2 atau disebut genital herpes menyerang dan menginfeksi bagian seksual (penis atau vagina).Gejala klinis herpes ini yaitu : -
Herpes Genital Pertama. Diawali dengan bintil – lentingan – luka / erosi berkelompok, di atas dasar kemerahan, sangat nyeri, pembesaran kelenjar lipat paha, kenyal, dan disertai gejala sistemik.
-
Herpes Genital Kambuhan
-
Timbul bila ada factor pencetus (daya tahan menurun, faktor stress pikiran, senggama berlebihan, kelelahan dan lain-lain). Umumnya lesi tidak sebanyak dan seberat pada lesi primer. (Depkes, 2008)
Virus herpes ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa diberikan untuk genital herpes adalah Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya.
b. Viral Hepatitis Terdapat sejumlah jenis radang hati atau hepatitis. Penyebabnya adalah virus dan sering ditularkan secara seksual. Jenis yang terutama adalah hepatitis A, B, C dan D. (Hutapea, 2003). c. Lymphogranuloma venereum Penyakit ini biasa disingkat LGV, disebabkan oleh virus dan dapat mempengaruhi seluruh organ tubuh. Penyakit ini sangat berbahaya karena antibiotic tidak dapat menanggulanginya. Gejala awalnya berupa luka kecil yang tidak biasa terjadi di sekitar organ seksual selama 3 minggu. Dua minggu kemudian, luka tersebut membengkak sebesar telur yang menyebar di bagian pangkal paha. Perubahan lain yang timbul akan semakin bertambah parah seperti penderita akan mengalami kelumpuhan jika infeksi mulai menyebar melalui kelenjar getah bening (pangkal paha) menuju anus.
3. Penyakit Menular Seksual Yang Disebabkan Oleh Parasit a. Trichomoniasis Trichomoniasis atau trich adalah suatu infeksi vagina yang disebabkan oleh suatu parasit atau suatu protozoa (hewan bersel tunggal) yang disebut trichomonas vaginalis. Gejalanya meliputi perasaan gatal dan terbakar di daerah kemaluan, disertai dengan keluarnya cairan berwarna putih seperti busa atau juga kuning kehijauan yang berbau busuk. Sewaktu bersetubuh atau kencing sering terasa agak nyeri di vagina. Namun sekitar 50% dari wanita yang mengidapnya tidak menunjukkan gejala apa-apa.
b. Pediculosis Pediculosis adalah terdapatnya kutu pada bulu-bulu di daerah kemaluan. Kutu pubis ini diberi julukan crabs karena bentuknya yang mirip kepiting seperti di bawah mikroskop. Parasit ini juga dapat dilihat dengan mata telanjang. Parasit ini menempel pada rambut dan dapat hidup dengan cara mengisap darah, sehingga menimbulkan gatal-gatal. Masa hidupnya singkat, hanya sekitar satu bulan. Tetapi kutu ini dapat tumbuh subur dan bertelur berkali-kali sebelum mati (Hutapea, 2003).
3. Patofisiologi
Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang didapat melalui kontak seksual. Organisme penyebabnya yang tinggal dalam darah atau cairan tubuh, meliputi virus, mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan parasit-parasit kecil (misalnya Phthirus pubis, scabies). Sebagian organisme yang terlibat hanya ditemukan di saluran genital (reproduksi) saja tetapi yang lainnya juga ditemukan di dalam organ tubuh lain. Di samping itu, seringkali berbagai PMS timbul secara bersama-sama dan jika salah satu ditemukan, adanya PMS lainnnya harus dicurigai. Terdapat rentang keintiman kontak tubuh yang dapat menularkan PMS termasuk berciuman, hubungan seksual, hubungan seksual melalui anus, kuninglingus, anilingus, felasio, dan kontak mulut atau genital dengan payudara. Menurut Somelus (2008), Cara lain seseorang dapat tertular PMS juga melalui :
Darah
Dari tansfusi darah yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bersama, atau benda tajam lainnya ke bagian tubuh untuk menggunakan obat atau membuat tato.
Ibu hamil kepada bayinya
Penularan selama kehamilan, selama proses kelahiran. Setelah lahir, HIV bisa menular melalui menyusui.
Sentuhan
Herpes dapat menular melalui sentuhan karena penyakit herpes ini biasanya terdapat luka-luka yang dapat menular bila kita tersentuh, memakai handuk yang lembab yang dipakai oleh orang penderita herpes.
Tato dan tindik
Pembuatan tato di badan, tindik, atau penggunaan narkoba memberi sumbangan besar dalam penularan HIV/AIDS. Sejak 2001, pemakaian jarum suntik yang tidak aman menduduki angka lebih dari 51 % cara penularan HIV/AIDS. 4. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes Laboratium Jika terdapat tanda-tanda dan gejala saat ini yang menunjukkan bahwa seorang lakilaki memiliki PMS, tes laboratorium dapat mengidentifikasi penyebabnya dan mendeteksi infeksi mungkin terjadi setelah ada kontak dengan seorang yang memiliki penyakit ini.
Tes darah
Tes darah dapat mengkonfirmasi diagnosis terjangkitnya HIV atau stadium sifilis.
Sampel urin
Beberapa PMS dapat dikonfirmasikan dengan sampel urin.
Sampel cairan
Jika seorang laki-laki memiliki luka genital aktif, pengujian cairan dan sampel dari luka dapat dilakukan untuk mendiagnosa jenis dari infeksi. Tes laboratorium material dari luka genital atau debit yang paling umum digunakan untuk mendiagnosa bakteri dan beberapa virus PMS pada tahap awal. 2. Skrining Pengujian untuk suatu penyakit pada seseorang laki-laki yang tidak memiliki gejala disebut skrining. Terdapat beberapa pengecualian untuk dilakukan tes ini, skrining kebanyakan bukan merupakan bagian rutin dari perawatan kesehatan.
Setiap orang Tes skrining yang disarankan untuk semua orang berusia 13 sampai 64 tahun adalah tes darah atau air liur untuk Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus
yang menyebabkan AIDS. Di Amerika Serikat sebagian besar menawarkan tes HIV yang cepat dengan hasil yang dapat langsung diketahui pada hari itu juga.
Orang dengan HIV Jika seorang laki-laki memiliki HIV, secara signifikan dapat meningkatkan risiko terkena PMS. Para ahli merekomendasikan untuk orang dengan HIV melakukan tes sifilis, gonore, klamidia dan herpes. Perempuan yang ditularkan laki-laki dengan HIV dapat memicu kanker serviks yang ganas, sehingga mereka harus melakukan tes dua kali setahun untuk melihat adanya HPV. Beberapa ahli juga merekomendasikan skrining HPV rutin kepada laki-laki yang terinfeksi HIV karena dapat berisiko kanker dubur jika terjadi kontak secara anal.
5. Penatalaksaan
Penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri, umumnya lebih mudah untuk diobati. Infeksi virus dapat dirawat, namun tidak selalu dapat disembuhkan. Pada wanita hamil dan memiliki penyakit menular seksual akibat ditularkan oleh suaminya, pengobatan yang tepat dapat mencegah atau mengurangi risiko penularan infeksi pada bayi. Pengobatan biasanya diberikan tergantung pada infeksinya, yang diantaranya meliputi antibiotik dan antivirus. Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus (case management ) ataupun penanganan berdasarkan sindrom ( syndrome management ). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom. Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme penyebabnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007).
Pada masa kehamilan, berikan antibiotika seperti : a) Ampisilin 2 gram IV dosis awal, lanjutkan dengan 3 x 1 gram per oral selama 7 hari. b) Ampisilin + Sulbaktan 2,25 gram oral dosis tunggal. c) Spektinomisin 2 gram IM dosis tunggal. d) Seftriakson 500 mg IM dosis tunggal.
Masa nifas, berikan antibiotika seperti : a) Xiprofloksasin 1 gram dosis tunggal. b) Trimethroprim + Sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5 kaplet dosis tunggal.
Oftalmia neonatorum (konjungtivitis) : a) Garamisin tetes mata 3 x 2 tetes. b) Antibiotika – Ampisilin 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Amoksisilin + asam klamtanat 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Seftriakson 50 mg/ kgBB IM dosis tunggal.
Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya.
2. Pengobatan sifilis:
penisilin,
sefalosporin,
termasuk
eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001).)
sefaloridin,
tetrasiklin,
Menerapkan prinsip pencegahan
infeksi pada persalinan, Menerapkan prinsip pencegahan infeksi pada penggunaan instrument, Pemberian antibiotika, misal : Benzalin pensilin 4,8 juta unit IM setiap minggu dengan 4x pemberian; Dofsisiklin 200 mg oral dosis awal, dilanjutkan 2×100 mg oral hingga 20 hari; Sefriakson 500 mg IM selama 10 hari, Sebelum pemberian terapi pada bayi dengan dugaan/ terbukti menderita sifilis kongenital, maka dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis dan uji serologik tiap bulan sampai negatif. Berikan antibiotik : Benzalin pensilin 200.000 IU/ kgBB per minggu hingga 4x pemberian; Sefriakson 50 mg/ kg BB dosis tunggal (per hari 10 hari), Lakukan konseling preventif, pengobatan tuntas dan asuhan mandiri, Memastikan pengobatan lengkap dan kontrol terjadwal, Pantau lesi kronik atau gejala neurologik yang menyertai. 3. Pengobatan herpes genital : asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et al, 2003), Lakukan pemeriksaan serologi (STS), Atasi nyeri dan demam dengan parasetamol 3 x 500 mg, Bersihkan lesi dengan larutan antiseptic dan kompres dengan air hangat,
Keringkan dan oleskan acyclovir 5% topikal setelah nyeri berkurang, Berikan acyclovir tablet 200 mg tiap 4 jam, Rawat inap bila terjadi demam tinggi, nyeri hebat, retensi urin, konvulsi, neurosis, reaksi neurologik lokal, ketuban pecah dini maupun partus prematurus, Berikan pengobatan pada pasangan berupa acyclovir oral selama 7 hari.Bila terpaksa partus pervaginam, hindari transmisi ke bayi atau penolong. 4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al., 2003).
Doksisiklin per oral 2x sehari selama 7 hari.
Asitromisin dengan pemberian dosis tunggal (kontraindikasi untuk ibu hamil, gunakan eritromisin, amoksilin, azitromisin).
Lakukan follow-up pada penderita dengan : a) Apakah obat yang diberikan sudah diminum sesuai anjuran. b) Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati. c) Jangan melakukan hubungan seks, bila pengobatan belum selesai. d) Lakukan periksa ulang 3-4 bulan setelah selesai pengobatan.
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003). Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004), resisten antibiotika menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah sakit, dan biaya akan lebih mahal. 6. Komplikasi
Pengobatan yang tepat dapat membantu mencegah komplikasi beberapa PMS. Karena menurut pengalaman bahwa banyak orang di tahap awal PMS tanpa gejala, skrining untuk PMS sangat penting dalam mencegah komplikasi. Komplikasi yang mungkin antara lain : 1. Luka atau benjolan di manapun pada tubuh 2. Luka pada alat kelamin 3. Bintil merah pada kulit 4. Nyeri selama hubungan seksual 5. Nyeri skrotum, kemerahan dan bengkak
6. Nyeri panggul 7. Abses pada selakangan 8. Radang mata 9. Radang sendi 10. Penyakit radang panggul 11. Infertilitas 12. Kanker lain, termasuk limfoma terkait HIV dan HPV terkait kanker dubur 13. Infeksi oportunistik yang terjadi dalam lanjutan HIV Suatu studi epidemiologi menggambarkan bahwa pasien dengan infeksi menular seksual lebih rentan terhadap HIV. Infeksi menular seksual juga diimplikasikan sebagai faktor yang memfasilitasi penyebaran HIV (WHO,2004). 7. Prognosis
Kebanyakan PMS merespon dengan baik terhadap pengobatan. Namun, banyak pasien mengembangkan episode berulang dari PMS karena pasangan seks mereka tidak diobati atau karena mereka terus terkena PMS melalui hubungan seks tanpa kondom. Untuk membantu menghindari penyakit yang sama lagi, semua pasangan seks juga harus diobati baik laki-laki ataupun wanita. a. Sifilis Prognosis pada ibu hamil dengan sifilis buruk, jika tidak dilakukan dengan penanganan yang tepat akan berdampak buruk baik si Ibu maupun untuk janin yang dikandungnya. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir. Di mana virus Troponema Pallidum masuk secara hematogen melalui placenta ( UK 10 minggu ), sehingga janin yang terinfeksi dapat mati atau abortus, lahir mati atterm ( IUFD ), dan lahir hidup dengan tanda- tanda sifilis kongenital.Herpes kelamin tidak dapat disembuhkan, karena virus tetap aktif dalam saraf untuk sepanjang hidup pasien. Namun, banyak orang tidak melihat ada masalah setelah infeksi awal, dan banyak orang bahkan tidak menyadari ketika mereka pertama kali terinfeksi. Pada pasien dengan virus herpes simpleks tipe II, terapi antiviral dapat berhasil menekan episode berulang dari ulkus di alat kelamin, tetapi tidak akan menyingkirkan virus.
b. Gonoroe Bayi yang terkena gonoroe akan menjadi buta, pembengkakan pada kedua kelopak mata dan matanya mengeluarkan nanah. Selain itu penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis, sepsis, pada bayi yang terinfeksi pada proses persalinan c. HIV tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan hati-hati perawatan medis, pemantauan dan pengobatan, kebanyakan orang dengan HIV hidup selama bertahun-tahun dengan gejala minimal atau bahkan tidak ada gejala. 8. Pengkajian
1. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan,pendidikan, status perkawinan,alamat, Tgl MRS, dll.
2. Keluhan utama Biasanya nyeri (saat kencing).
3. Riwayat Penyakit Dahulu Tanyakan apakah px pernah menderita penyakit berat(sinovitis,artritis).
4. Riwayat Penyakit Sekarang P = Tanyakan penyebab terjadinyainfeksi? Q = Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut. R = Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar ? S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan. T = Kapan keluhan dirasakan ?
5. Riwayat Kesehatan Keluarga Tanyakan pada px apakah ada anggota keluarga px yang mender itapenyakit yang sama seperti yang diderita px sekarang.
6. Pemeriksaan Fisik a) Tingkat Kesadaran
·
GCS
·
TTV
b)Pengkajian Persistem ·
Sistem IntegumenBiasanya terjadi inflamasi jaringan sekitaruretra, genitalesions dan skin rashes.
·
Sistem Kardiovaskuler Kaji apakah bunyi jantung normal/ mengalamigangguan.
·
Sistem Pernafasan Amati pola pernafasannya Auskultasi paru
·
Paru Kaji far ing, apakah ada peradangan / otak.
·
Sistem Penginderaan Kajikonjungtiva, apakah ada peradangan /tidak.
·
Sistem Pencernaan Kaji mulut dan tenggorokan termasuk toksil. Apakah terdapat diare /tidak.
·
Sistem Perkemihan Biasanya px mengalami disuria dan kadang-kadang ujung uretra disertai darah.
·
SistemMuskuluskeletal Biasanya px tidak mengalami kesulitan bergerak.
·
Anus Biasanya pasien mengalami inf lam as i jaringan akibat infeksi.
7. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari 1. Kebutuhan Nutrisi Kaji intake dan output nutrisi dan cairan. (Biasanya kebutuhan nutr isi tidak terganggu). 2.
Kebutuhan Eliminasi Kajifrekuensi, warna, dan bau urin (isak).
3. Kebutuhan Aktivitas Klien dengan GO bias anya aktivitasnya tidak begitu terganggu. 4. Kebutuhan Kebersihan diri a.
Kaji berapa kali mandi, gosok gigi, mencuci rambut dan memotong kuku.
b.
Klien dengan GO harus selalu menjaga kebersihan dan kesehatan diri.
8. Psikososial dan Spiritual 1.
Psikologis Biasanya px merasa gelisah dan distress adanya ketakutan.
2. Sosial Biasanya px merasa kesepian dan takut di tolak dalam pergaulan. 3. Spiritual Bagaimana ibadah px selama sakit
14. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Penularan Infeksi yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sifat menular penyakit dan laporan tentang perilaku beresiko tinggi 2. Ketakutan yang berhubungan dengan karakteristik kondisi dan implikasinya pada gaya hidup 3. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses inflamasi 4. Isolasi Sosial yang berhubungan dengan rasa takut akan menularkan penolakan diri 5. Resiko
ketidakefektifan
penatalakasananaan
program
terapeutik
yang
berhubungan dengan kurang pengetahuan tenatang kondisi, bentuk penularan, konsekuensi infeksi berulang, dan pencegahan kekambuhan 6. Hipertermi yang berhubungan dengan proses inflamasi 7. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan proses inflamasi 15. Intervensi
1. Resiko penularan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit Tujuan keperawatan : klien menjadi tahu tentang sifat penularan dari gonore KH: Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain Intervensi keperawatan : 1. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang bahaya penyakit menular, pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan 2. Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan 3. Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat menghindarinya. 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan inflamasi jaringan. Tanda-tanda : -
Merintih dan terengah-engah.
-
Gelisah dan memejamkan mata.
-
Tidur satu arah dengan posisi tertentu.
Kriteria Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri berkurang / hilang. Intervensi 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi intensitas (skala 1 – 10) frekuensi dan waktu. Rasional :Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan tanda-tanda perkembangan komplikasi. 2. Dorong pengungkapan perasaan Rasional :Mengurangi rasa takut dan ansietas sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit. 3. Berikan tindakan kenyamanan misal : perubahan posisi tubuh. Rasional :Meningkatkan relaksasi / menurunkan tegangan otot. 4. Dorong penggunaan teknik relaksasi misalnya : Bimbingn imajinasi, visualisasi latihan nafas dalam. Rasional :Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
5. Kolaborasi dengan tenaga medis dan pemberian analgesik. Rasional :Mempercepat proses penyembuhan. 3. Nyeri berhubungan dengan reaksi inflamasi Tujuan perawatan : nyeri berkurang atau hilang KH: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan: -
Mengenali faktor penyebab
-
Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
-
Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
-
Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Intervensi Keperawatan : a) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, , durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri. b) Observasi
isyarat-isyarat
non
verbal
dari
ketidaknyamanan,
khususnya
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif. c) Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri d) Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga e) Kolaborasi dalam pemberikan analgesik sesuai anjuran 4. Dx : Isolasi sosial yang berhubungan dengan rasa takut akan penolakan diri. Tanda-Tanda : -
Tampak depresi, cemas, atau marah.
-
Ketidak mampuan untuk konsentrasi dan membuat keputusan tak berguna.
Kriteria Hasil : Setelah
dilakukan
tindakan
asuhan
keperawatan
klien
diharapkan
dapat
mengekspresikan kesedihannya. Intervensi : a. Anjurkan px untuk ikut serta dalamaktivitas yang disukai. Rasional :Membantu Pasien menemukan kesenangan dan makna beraktivitas. b. Anjurkan pasien untuk kontak dengan orang yang tidak menolaknya. Rasional :Memberikan pasien kesempatan untuk membina hubungan saling percaya dan berbagi perasaan. c. Luangkan waktu bersama pasien saat hadirnya orang pendukung.
Rasional :Kehadiran perawat dapat membantu memodalisasi nilai pasien dan memberikan model peran bagi orang lain bagaimana berinteraksi. d. Ajarkan px tentang transmisi bakteri. Rasional :Mengurangi rasa takut kontak umum dan kebutuhan isolasi. 5. Dx : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Tujuan Kepertawatan : Suhu badan klien dalam keadaan normal 36,5 C – 37,5 C KH: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan: -
Suhu dalam rentang normal
-
Nadi dan RR dalam rentang normal
-
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
IntervensiKeperawatan : a) Monitor vital sign b) Monitor suhu minimal 2 jam c)
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
d) Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh e)
Kompres klien pada lipat paha dan aksila
f) Berikan antipiretik bila perlu 6. Dx: Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan keperawatan : pola eliminasi tidak terganggu lagi KH: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien dapat: a) Urin akan menjadi kontinens b) Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah, warna urin dalam rentang yang diharapkan dan pengeluaran urin tanpa disertai nyeri Intervensi keperawatan : a) Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna dengan tepat. b) Pantau spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis. c) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala inferksi saluran kemih. d)
Sarankan pasien untuk minum sebanyak 3000 cc per hari.
e) Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan.
Daftar Pustaka Chlamydia Dan Gonorea.Harahap, M, 1984. Diamond, Jared (1997). , Guns Kuman dan Baja . New York: WW Norton. p.210. ISBN 848306667X . Farci P (2003). "Delta hepatitis: pembaruan.". J Hepatol 39 (Suppl 1): S212-9. DOI : 10.1016/S0168-8278 (03) 00331-3 . PMID 14708706 . Gilbert MT, Rambaut A, Wlasiuk G, Leptospira TJ, Pitchenik AE, Worobey M (November 2007). "Munculnya HIV / AIDS di Amerika dan di luar" . Proc. Natl.Acad. Sci. Amerika Serikat 104 (47): 18566-70. DOI :10.1073/pnas.0705329104 . PMID 17978186 . PMC 2141817 .Diakses 20 Maret 2010 . K, Berman S (2006). Workowski pedoman pengobatan penyakit menular seksual , 2006." . MMWR Recomm Rep 55 (RR-11): 1-94. PMID 16888612 . Prayetni. 1996. Asuhan Keperawatan Ibu dengan Gangguan Sistem Reproduksi. Jakarta. Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Keluarga berencana dan Kesehatan Reproduksi Berwawasan Jender. 2003. Mary-Ann Shafer, Anna-Barbara Moscicki (2006). Infeksi Menular Seksual , 2006. . hal 1-8. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan. Jakarta.Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.Sarwono, 2000. Shukla N, Polandia M (2004). " Hepatitis B infeksi virus:-infeksi dengan hepatitis, virus hepatitis C D, virus dan manusia. Immunodeficiency virus co".Clin Liver Dis 8 (2): 445-60, viii. DOI : 10.1016/j.cld.2004.02.005 . PMID 15481349 . Wilkinson D, Ramjee G, M Tholandi, Rutherford G (2002). " Nonoxynol-9 untuk mencegah akuisisi vagina dari infeksi menular seksual oleh perempuan dari laki-laki" . Cochrane Database Syst Rev (4): CD003939. DOI :10.1002/14651858.CD003939 . PMID 12519623
Zakiah, 2014. Asuhan Keperawatan Menular Seksual. Diakses http://web.unair.ac.id.html pada 8 Februari 2016 pukul 21.00 WITA Konsep Keperawatan Ibu dengan Masalah Reproduksi : Infeksi 1. Pengertian
Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolism kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. Masalah reproduksi yang berkaitan dengan infeksi pada ibu adalah masalah infeksi saluran reproduksi. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) adalah masuk dan berkembangbiaknya kuman penyebab infeksi kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa bakteri, jamur, virus dan parasit. Beberapa infeksi yang terjadi dapat menyebabkan ketidak suburan, seperti chancroid, herpes: dan sipilis dapatkan kemungkinan lebih besar (Lande, 1993). Penyakit-penyakit infeksi pada organ reproduksi bila tidak diobati dengan sempurna, akan menimbulkan komplikasi berupa penyakit radang panggul (PRP) dan bisa berdampak kemadulan, gangguan pada kehamilan (abortus, lahir prematur) atau bahkan menyebabkan bayi lahir cacat, serta kemungkinan terjadinya kanker leher rahim. Menurut penelitian Prof Sumapradja, sekitar 42 persen penyebab kemandulan pada perempuan adalah akibat, dari faktor saluran telur (tuba), karena adanya infeksi saluran telur (komplikasi ISR) sehingga menyebabkan perlengketan atau penyumbatan saluran telur, hingga sel telur dan sperm menjadi sulit bertemu. Jenis infeksi saluran reproduksi, yaitu :
ISR endogen Timbul akibat dari pertumbuhan tidak normal organisme yang seharusnya tumbuh normal di dalam vagina dan dihubungkan dengan persalinan prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR)
ISR Iatrogenik Infeksi yang sudah ada di saluran reproduksi ba gian bawah menyebar melalui mulut rahim hingga ke saluran reproduksi bagian atas
Jenis infeksi saluran reproduksi yang banyak berkaitan dengan lingkup maternitas adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas (infeksi panggul). Infeksi pelvis adalah suatu istilah umum
bagi infeksi genital yang telah menyebar ke dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita -- seperti rahim, tuba falopi dan/atau ovarium.
2. Etiologi
Infeksi panggul berawal dari infeksi pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita infeksi panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).
3. Faktor Resiko
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda berkecenderungan untuk bergantiganti pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat melindungi masuknya bakteri melalui serviks (seperti gonorea), namun wanita muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga tidak dapat memproteksi masuknya bakteri. Faktor risiko lainnya adalah: 1) Riwayat infeksi panggul sebelumnya 2) Pasangan seksual berganti-ganti, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30 hari 3) Wanita dengan infeksi oleh kuman penyebab PMS 4) Menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan 5) Penggunaan IUD (spiral) meningkatkan risiko penyakit radang panggul. Risiko tertinggi adalah saat pemasangan spiral dan 3 minggu setelah pemasangan terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reprodu ksi sebelumnya.
4. Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital atas endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterina (salpingitis), ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterina (parametritis) dan peritoneum pelvis (peritonitis). Organisme dapat menyebar ke dan di seluruh pelvis dengan salah satu dari lima cara. 1) Interlumen Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kira-kira 99%) terjadi akibat masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme ini adalah N. gonorrhoeae, C. Tracomatis, Streptococcus agalatiae, sitomegalovirus dan virus herpes simpleks. 2) Limfatik Infeksi purpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan denngan IUD menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi Myoplasma non purpuralis. 3) Hematogen Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit tertentu (misalnya tuberkulosis) dan jarang terjadi di Amerika Serikat. 4) Intraperitoneum Infeksi intraabdomen (misalnya apndisitis, divertikulitis) dan kecelakaan intra abdomen (misalnya virkus atau ulkus denganperforasi) dapat menyebabkan infeksi yang mengenai sistem genetalia interna. 5) Kontak langsung Infeksi pasca pembedahan ginekologi terjadi akibat penyebaran infeksi setempat dari daerah infeksi dan nekrosis jaringan. Terjadinya radang panggul di pengaruhi beberapa faktor yang memegang peranan, yaitu: a) Terganggunya barier fisiologik Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia eksterna, akan mengalami hambatan.
b) Diostium uteri internum di kornu tuba Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman-kuman pada endometrium turut terbuang. c) Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman – kuman dihambat secara : mekanik, biokemik dan imunologik. Pada keadaan tertentu, barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR): a) Adanya organisme yang berperang sebagai vector. Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba fallopi. Beberapa kuman pathogen misalnya E coli dapat melekat pada trikomonas vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba fallopi dan menimbulkan peradangan di tempat tersebut. Spermatozoa juga terbukti berperan sebagai vektor untuk kuman – kuman N gonerea, ureaplasma ureolitik, C trakomatis dan banyak kuman – kuman aerobik dan anaerobik lainnya. b) Aktivitas seksual Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi utrerus yang dapat menarik spermatozoa dan kuman – kuman memasuki kanalis servikalis. c) Peristiwa Haid Radang panggul akibat N gonorea mempunyai hubungan dengan siklus haid. Peristiwa haid yang siklik, berperan pentig dalam terjadinya radang panggul gonore. Periode yang paling rawan terjadinya infeksi panggul adalah pada minggu pertama setelah haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya kuman – kuman N gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami gejala – gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering juga disebut sebagai ”Febril Menses”. 5. Tanda dan gejala
Gejala paling sering dialami adalah nyeri pada perut dan panggul. Nyeri ini umumnya nyeri tumpul dan terus-menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi terakhir, dan diperparah dengan gerakan, aktivitas, atau sanggama. Nyeri karena radang panggul biasanya kurang dari 7 hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini terkadang tidak mengalami gejala sama sekali.
Keluhan lain adalah mual, nyeri berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam, nyeri saat sanggama, menggigil, demam tinggi, sakit kepala, malaise, nafsu makan berkurang, nyeri perut bagian bawah dan daerah panggul, dan sekret vagina yang pu rulen. Biasanya infeksi akan menyambut tuba fallopi. Tuba yang tersumbat biasa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan. Infeksi bisa menyebar ke strukstur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium – ovarium panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis. 6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke kiri. b) Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat dengan adanya infeksi. c) Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia. d) Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab. e) Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis. 7. Dampak Negatif ISR
Dampak negatif ISR sangat serius, terutama bagi perempuan, antara lain (Buzsa, 1999): a) Komplikasi kehamilan b) Penyakit Radang Panggul (PRP) yang dapat berkem-bang dan menyebabkan kemandulan, kehamilan di luar kandungan, serta rasa sakit yang berkepan-jangan. c) Meningkatkan risiko penularan HIV. d) Banyak ISR yang gejala dan tanda-tandanya tidak dirasakan, terutama pada perempuan, hingga ter-lambat untuk menghin-dari kerusakan pada organ reproduksi.
e) 30-70% kasus Human Papilloma Virus (HPV) berakhir dengan kanker mulut rahim (serviks) yang merupakan kanker ter-banyak yang ditemukan pada perempuan, yaitu 370.000 kasus baru tiap tahunnya, dan 80% di antaranya di negara berkembang.
8. Pengkajian a) Biodata b) Riwayat penyakit dahulu : KET, Abortus Septikus, Endometriosis. c) Riwayat penyakit sekarang : Metroragia, Menoragia. d) Pemeriksaan fisik
Suhu tinggi disertai takikardia Nyeri suprasimfasis terasa lebih menonjol daripada nyeri di kuadran atas abdomen. Rasa nyeri biasanya bilateral. Bila terasa nyeri hanya uniteral, diagnosis radang panggul akan sulit dirtegakkan.
Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi reburn tenderness”, nyeri tekan dan kekakuan otot sebelah bawah.
Tergantung dari berat dan lamanya peradangan, radang panggul dapat pula disertai gejala ileus paralitik.
Dapat disetai Manoragia, Metroragia.
e) Pemeriksaan penunjang
Periksa darah lengkap : Hb, Ht, dan jenisnya, LED.
Urinalisis
Tes kehamilan
USG panggul
9. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada reagulasi temperatur. b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sepsis akibat infeksi. c) Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual. d) Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada pelvis. e) Resiko terhadap infeksi (sepsis) b/d kontak dengan mikroorganisme.
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
10. Intervensi
1) Diagnosa : Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada reagulasi temperature
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi Rasional 1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil/diaforesis Suhu 38,9° - 41,1° C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering mendahului puncak suhu. 2) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi. Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Dapat membantu mengurangi demam. 3) Kolaborasi Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol). Digunakan
untuk
mengurangi
demam
dengan
aksi
sentralnya
pada
hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi. Berikan selimut pendingin Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5° – 40° 40° C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak. 2) Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sepsis akibat infeksi.
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-tanda vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat kesadaran umum, haluaran urinarius individu yang sesuai dan bising usus a ktif.
Intervensi Rasional
1) Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktivitas perawatan. Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi O2, maksimalkan efektivitas dari perfusi jaringan. 2) Pantau
kecenderungan
pada
tekanan
darah,
mencatat
perkembangan
hipotensi,dan perubahan pada tekanan denyut. Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah, menstimulasi pelepasan, atau aktivasi dari substansi hormonal maupun kimiawi yang umumnya menghasilkan vasodilatasi perifer, penurunan tahapan vaskuler sistemik dan hipovolemia relatif. 3) Pantau frekuensi dan irama jantung. Bila terjadi takikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem saraf simpatis untuk menekankan respon dan untuk menggantikan kerusakan pada hipovolumia relatif dan hipertensi. 4) Perhatikan kualitas/kekuatan dari denyut perifer Pada awal nadi cepat/kuat karena peningkatan curah jantung. Nadi dapat menjadi lemah/lambat karena hipotensi terus menerus, penurunan curah jantung, vasokonstriksi perifer jika terjadi status syok. 5) Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari endotoksin pada pusat pernafasan di dalam otak, dan juga perkembangan hipoksia, stres dan demam. Pernafasan dapat menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut. 6) Catat haluaran urin setiap jam dan bertat jenisnya. Penurunan haluara urin dengan peningkatan berat jenis akan mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal yang dihubungkan dengan perpindahan cairan dan vasokonstriksi selektif. 7) Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkakan jaringan lokal, eritema. Stasis vena dan proses infeksi dapat menyebabkan perkembangan trombosis. 8) Catat efek obat-obatan, dan pantau tanda-tanda keracunan Dosis antibiotik masif sering dipesankan. Hal ini memiliki efek toksik berlebihan bila perfusi hepar/ ginjal terganggu.
9) Kolaborasi Berikan cairan parenteral Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi. 10) Pantau pemeriksaan laboratorium. Perkembangan asidosis respiratorik dan metabolik merefleksikan kehilangan mekanisme kompensasi, misalnya penurunan perfusi ginjal dan akumulasi asam laktat. 3) Diagnosa : Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual.
Kriteria hasil : Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual.
Intervensi Rasional 1) Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual Mengetahui masalah-masalah seksual yang d ialami. 2) Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual. Menemukan permasalahan seksual yang sebenarnya. 3) Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual. Memberikan konseling aktivitas seksual yang baik dan benar.
4) Diagnosa : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada pelvis.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunan sumber-sumber nyeri.
Intervensi Rasional 1) Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal. Obat-obat analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. 2) Ajarkan teknik relaksasi. Bisa untuk mengontrol rasa nyeri. 3) Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien. Usaha terapeutik, memotivasi semangat klien. 4) Berikan privasi selama prosedur tindakan. Menjaga harga diri klien.
5) Diagnosa : Resiko terhadap infeksi (sepsis) b/d kontak dengan mikroorganisme.
Kriteria hasil : Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar, bebas dari proses infeksi nasokomial selama perawatan dan memperlihatkan pengetahuan
tentang fakor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.
Intervensi Rasional 1) Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia. Mengurangi resiko infeksi. 2) Amati
terhadap
manefestasi
kliniks
infeksi
Mengetahui
tanda-tanda
komplikasi yang terjadi. 3) Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko pada
kekuatan
penularan
dari
infeksi.
Mengurangi
infeksi
silang
(nosokomial). 4) Terafi antimikroba sesuai order dokter. Obat-obat antimikroba dengan dosis yang sesuai dan sesuai dengan indikasi. 6) Diagnosa : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria hasil : Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis, mampu menunjukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dari tindakan dan pasien ikut serta dalam program pengobatan.
Intervensi Rasional 1) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Mengetahui kemungkinankemungkinan yang akan terjadi. 2) Berikan informasi mengenai terafi obat-obatan, interaksi, efek samping dan pentingnya pada program. 3) Klien bisa mengerti dan mau melakukan sesuai dengan anjuran demi keberhasilan pengobatan. 4) Tinjau faktor-faktor resiko individual dan bentuk penularan/tempat masuk infeksi. Mengurangi infeksi nosokomial. 5) Tinjau perlunya pribadi dan kebersihan lingkungan. Mengurangi komplikasi penyakit.
11. Implementasi dan Evaluasi
Disesuaikan dengan intervensi dan waktu yang ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Genekologi, 1981. Genekologi. Bandung: fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Bobak, 2005. Buku ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta:
Doengoes, Marilyn. E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta. EGC.
Glasier, Anna, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC, 2005.
Rustam, 1976. Sinopsis Obstetri. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Scott, R. James, Danford, Buku Saku Obstetri dan Genetalia. Jakarta : Widya Medika, 2002
A. PENGERTIAN 1. HIV Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan
menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007). Human
immunodeficiency
virus
(HIV)
adalah
penyebab
acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ). HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007). Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006). HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai
infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006). B. ETIOLOGI Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005). C. PATOFISIOLOGI Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat doublestranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
D. TANDA DAN GEJALA Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi): 1.
2.
Gejala mayor: a.
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b.
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c.
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d.
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e.
Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala minor: a.
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b.
Dermatitis generalisata
c.
Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d.
Kandidias orofaringeal
e.
Herpes simpleks kronis progresif
f.
Limfadenopati generalisata
g.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h.
Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase. 1. Fase awal Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek. 3. Fase akhir Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya. 1. Fase akut Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri. 2. Fase asimptomatik Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah. 3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. E. CARA PENULARAN HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006) 1. Seksual Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. 2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV. 3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan. 4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan. 5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV 6. Penularan dari ibu ke anak 7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI. 8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
9. Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000). 10. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000). Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain: 1. Kontak fisik Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular. 2. Memakai milik penderita 3. Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular. 4. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya. 5. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV. kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008). Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010). G. KOMPLIKASI Komplikasi primer : a. MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder b. Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati ) c. Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV d. Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
H. PENCEGAHAN Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia pada satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan ABC. Terdapat
cara-cara
yang
efektif
untuk
motivasikan
masyarakat
dalam
mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000). Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994). Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995). Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jub ah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan
tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011). I.
PENATALAKSANA MEDIS 1) Obat – obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan: a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC). b. Non – nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel – sel. Obat – obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva). c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan. 2) Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira – kira 25% – 35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat – obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14 – 28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC) b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2 – 3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari. 3) Post – exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual
maupun
terinfeksi
occupational.
Dihubungankan
dengan
permulaan
pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat – obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman. 4) Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel -sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005). 5) Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obatobat. 2. Penampilan umum : pucat dan kelaparan 3. Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur. 4. Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, epsitaksis. 5. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia. 6. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. 7. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi. 8. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif. 9. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning. 10. Genital : lesi atau eksudat pada genital. 11. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif. K. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus 2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri, kecemasan 3. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi 4. Nyeri b.d agen injury biologis 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis 6. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi 7. Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan 8. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik 9. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi, imonusupresi , ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh primer 10. Kelelahan b.d anemia, status penyakit 11. Tidak
efektifnya
mekanisme
koping
mengaktualisasi diri 12. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
keluarga
b.d
kemampuan
dalam
L. INTERVENSI KEPERAWATAN NO DIAGNOSA
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN 1.
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
NOC :
NIC :
Respiratory status : Ventilation
Airway suction
Respiratory status : Airway patency Definisi : Ketidakmampuan
Respiration Control
suctioning
untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
kebersihan jalan nafas.
ada sianosis dan dyspneu (mampu
Batasan Karakteristik :
mengeluarkan
-
bernafas dengan mudah, tidak ada
suara nafas -
Orthopneu, Cyanosis
-
Kelainan suara nafas
sputum,
klien
dan
Minta klien nafas dalam sebelum
Berikan O2 dengan menggunakan
pursed lips)
nasal untuk memfasilitasi suksion
Menunjukkan jalan nafas yang
nasotrakeal
irama nafas, frekuensi pernafasan
-
Kesulitan berbicara
dalam rentang normal, tidak ada
-
Batuk, tidak efekotif /
suara nafas abnormal)
Mata melebar
mencegah
-
Produksi sputum,
menghambat jalan nafas
factor
yang
Gunakan
alat
yang
steril
sitiap
melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
Mampu mengidentifikasikan dan
-
dalam
setelah
kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
dapat
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara
Gelisah -
pada
suction dilakukan.
paten (klien tidak merasa tercekik,
Informasikan
keluarga tentang suctioning
mampu
(rales, wheezing)
tidak ada
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
mempertahankan
Dispneu, Penurunan
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
melakukan suksion
Perubahan frekuensi
dan irama nafas
Hentikan
suksion
dan
berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2,
Faktor-faktor yang
dll.
berhubungan: Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi
Airway Management
tertahan, banyaknya mukus,
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Gelisah -
melakukan suksion
Perubahan frekuensi
dan irama nafas
Hentikan
suksion
dan
berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2,
Faktor-faktor yang
dll.
berhubungan: Obstruksi jalan nafas :
Airway Management
spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus,
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
2.
Pola Nafas tidak efektif
NOC :
NIC :
Respiratory status : Ventilation
Definisi : Pertukaran udara
Respiratory status : Airway patency
inspirasi dan/atau ekspirasi
Vital sign Status
tidak adekuat
Batasan karakteristik : o
o
Penurunan
o
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
sputum,
mampu
inspirasi/ekspirasi
mengeluarkan
Penurunan
bernafas dengan mudah, tidak ada
pertukaran udara per
pursed lips)
menit Menggunakan
otot
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
Nasal flaring
rentang normal, tidak ada suara nafas
o
Dyspnea
abnormal)
o
Orthopnea
o
Perubahan
frekuensi
pernafasan
dalam
(tekanan
darah,
nadi,
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Tanda Tanda vital dalam rentang normal
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
ventilasi
Menunjukkan jalan nafas yang paten
pernafasan tambahan o
suara nafas yang bersih, tidak ada
tekanan
Airway Management
atau jaw thrust
Kriteria Hasil :
Monitor respirasi dan status O2
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
2.
Pola Nafas tidak efektif
NOC :
NIC :
Respiratory status : Ventilation
Definisi : Pertukaran udara
Respiratory status : Airway patency
inspirasi dan/atau ekspirasi
Vital sign Status
tidak adekuat
Batasan karakteristik : o
o
Penurunan
o
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
sputum,
mampu
inspirasi/ekspirasi
mengeluarkan
Penurunan
bernafas dengan mudah, tidak ada
pertukaran udara per
pursed lips)
menit
Menggunakan
otot
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
Nasal flaring
rentang normal, tidak ada suara nafas
o
Dyspnea
abnormal)
o
Orthopnea
o
Perubahan
o
o
Nafas pendek Assumption
of
Pernafasan
3-
pursed-
lip o
Tahap
ekspirasi
berlangsung
sangat
lama o
dalam
darah,
nadi,
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Pernafasan
rata-
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
pernafasan)
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
> 30
Usia 5-14 : < 14 atau
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
> 25
Usia > 14 : < 11 atau
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
> 24 Kedalaman
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Vital sign Monitoring
o
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
anterior-
rata/minimal
memaksimalkan
oksigenasi
posterior
untuk
(tekanan
pasien
jalan nafas buatan
Peningkatan diameter
o
pernafasan
Posisikan
Terapi Oksigen
point position o
Tanda Tanda vital dalam rentang normal
penyimpangan dada
frekuensi
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
ventilasi
Menunjukkan jalan nafas yang paten
pernafasan tambahan o
suara nafas yang bersih, tidak ada
tekanan
Airway Management
atau jaw thrust
Kriteria Hasil :
Monitor respirasi dan status O2
Monitor kualitas dari nadi
o
o
Nafas pendek
Terapi Oksigen
Assumption
of
3-
point position o
Pernafasan
pursed-
lip o
Tahap
ekspirasi
berlangsung
sangat
lama o
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
Peningkatan diameter
oksigenasi anterior-
posterior o
Vital sign Monitoring
Pernafasan
rata-
rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
> 30
Usia 5-14 : < 14 atau
bandingkan
> 25
Usia > 14 : < 11 atau
Kedalaman pernafasan
Dewasa
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
> 24 o
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan,
volume
suara paru
tidalnya 500 ml saat
Monitor pola pernapasan abnormal
istirahat
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
Bayi
volume
tidalnya 6-8 ml/Kg o
Timing rasio
yang
o
Penurunan kapasitas
sistolik)
vital
Faktor
yang
berhubungan : o
Penurunan energi/kelela han
o
Posisi tubuh
o
Kelelahan otot pernafasan
o
Nyeri Kecemasan
Kerusakan
,
melebar,
bradikardi,
peningkatan
Dewasa
volume
suara paru
tidalnya 500 ml saat
Monitor pola pernapasan abnormal
istirahat
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
Bayi
volume
tidalnya 6-8 ml/Kg o
Timing rasio
yang
o
Penurunan kapasitas
sistolik)
melebar,
bradikardi,
peningkatan
vital
Faktor
yang
berhubungan : Penurunan
o
energi/kelela han o
Posisi tubuh
o
Kelelahan otot pernafasan
o
Nyeri
,
Kecemasan Kerusakan
persepsi/kognitif
3.
Hipertermia
NOC : Thermoregulation
NIC :
Kriteria Hasil : Definisi : suhu tubuh naik
diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
Monitor suhu sesering mungkin
Nadi dan RR dalam rentang normal
Monitor IWL
Tidak ada perubahan warna kulit
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan
dan
diatas
nyaman
normal
Suhu tubuh dalam rentang normal
kenaikan suhu tubuh rentang
serangan
atau
konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
saat disentuh tangan
Fever treatment
tidak
ada
pusing,
merasa
faktor
berhubungan :
penyakit
peningkat an
yang
untuk
mengatasi
penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan
terasa hangat
Faktor
pengobatan
pengobatan
terjadinya menggigil
untuk
mencegah
3.
Hipertermia
NOC : Thermoregulation
NIC :
Kriteria Hasil : Definisi : suhu tubuh naik
diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
Monitor suhu sesering mungkin
Nadi dan RR dalam rentang normal
Monitor IWL
Tidak ada perubahan warna kulit
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan
dan
diatas
nyaman
normal
Suhu tubuh dalam rentang normal
kenaikan suhu tubuh rentang
serangan
atau
konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
saat disentuh tangan
Fever treatment
tidak
ada
pusing,
merasa
faktor
berhubungan :
penyakit
peningkat an metabolis
yang
untuk
mengatasi
penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan
terasa hangat
Faktor
pengobatan
pengobatan
untuk
mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
me
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
dehidrasi
Rencanakan
monitoring
suhu
secara
kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor
tanda-tanda
hipertermi
dan
hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan
pada
pasien
cara
mencegah
keletihan akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
Beritahukan
tentang
indikasi
terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
Ajarkan
indikasi
dari
penanganan yang diperlukan
hipotermi
dan
me
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
dehidrasi
Rencanakan
monitoring
suhu
secara
kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor
tanda-tanda
hipertermi
dan
hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan
pada
pasien
cara
mencegah
keletihan akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
Beritahukan
tentang
indikasi
terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
Ajarkan
indikasi
dari
hipotermi
dan
penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring o
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
o
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
o
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
o
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
o
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
o
Monitor kualitas dari nadi
o
Monitor
frekuensi
dan
irama
pernapasan o
Monitor suara paru
o
Monitor pola pernapasan abnormal
o
Monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit o
Monitor sianosis perifer
o
Monitor
adanya
(tekanan
nadi
cushing yang
triad
melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital
Vital sign Monitoring o
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
o
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
o
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
o
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
o
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
o
Monitor kualitas dari nadi
o
Monitor
frekuensi
dan
irama
pernapasan o
Monitor suara paru
o
Monitor pola pernapasan abnormal
o
Monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit o
Monitor sianosis perifer
o
Monitor
adanya
(tekanan
nadi
cushing yang
triad
melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4.
Nyeri
NOC :
Pain Level,
tidak
Pain control,
dan
Comfort level
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
Kriteria Hasil :
durasi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu
presipitasi
Definisi : Sensori
yang
menyenangkan pengalaman
emosional
yang muncul secara aktual atau
potensial
kerusakan
jaringan
adanya
Internasional):
mampu
reaksi
dan
faktor
nonverbal
dari
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dengan menggunakan manajemen
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
intensitasnya
dari
nyeri
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
diantisipasi
dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang
Mampu mengenali nyeri (skala,
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
intensitas,
masa lampau
frekuensi
dan
tanda
nyeri)
dari 6 bulan.
secara
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Tanda vital dalam rentang normal
Batasan karakteristik : Laporan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Observasi
kualitas
secara
mengetahui pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari bantuan)
frekuensi,
nyeri
ketidaknyamanan
tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
pengkajian
atau
ringan sampai berat yang dapat
nyeri,
Lakukan
mendadak
serangan pelan
menggunakan
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
Pain Management
penyebab
atau
menggambarkan
NIC :
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
4.
Nyeri
NOC :
Pain Level,
tidak
Pain control,
dan
Comfort level
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
Kriteria Hasil :
durasi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu
presipitasi
Definisi : Sensori
yang
menyenangkan pengalaman
emosional
yang muncul secara aktual atau
potensial
kerusakan
jaringan
adanya
Internasional):
mampu
reaksi
dan
faktor
nonverbal
dari
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dengan menggunakan manajemen
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
intensitasnya
dari
nyeri
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
diantisipasi
dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang
Mampu mengenali nyeri (skala,
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
intensitas,
masa lampau
frekuensi
dan
tanda
nyeri)
dari 6 bulan.
verbal
atau
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Tanda vital dalam rentang normal
Batasan karakteristik : Laporan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Observasi
kualitas
secara
mengetahui pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari bantuan)
frekuensi,
nyeri
ketidaknyamanan
tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
pengkajian
atau
ringan sampai berat yang dapat
nyeri,
Lakukan
mendadak
serangan pelan
menggunakan
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
Pain Management
penyebab
atau
menggambarkan
NIC :
pencahayaan dan kebisingan
secara
Kurangi faktor presipitasi nyeri
non
Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
verbal
(farmakologi, non farmakologi dan inter
Fakta dari observasi
personal)
Posisi antalgic untuk
Kaji
tipe
dan
sumber
nyeri
untuk
menentukan intervensi
menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Tingkah
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan
laku
berhati-hati
Muka topeng
Gangguan
tidur
sulit
gerakan
atau
dokter
jika
ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
(mata sayu, tampak capek,
dengan
Monitor
penerimaan
pasien
tentang
manajemen nyeri
kacau,
menyeringai)
Terfokus pada diri
sendiri
Fokus
Analgesic Administration
derajat nyeri sebelum pemberian obat
menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan
proses
berpikir,
penurunan interaksi
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih
analgesik
yang
diperlukan
atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
verbal
(farmakologi, non farmakologi dan inter
Fakta dari observasi
personal)
Posisi antalgic untuk
Kaji
tipe
dan
sumber
nyeri
untuk
menentukan intervensi
menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Tingkah
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan
laku
berhati-hati
Muka topeng
Gangguan
tidur
sulit
gerakan
atau
dokter
jika
ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
(mata sayu, tampak capek,
dengan
Monitor
penerimaan
pasien
tentang
manajemen nyeri
kacau,
menyeringai)
Terfokus pada diri
sendiri
Fokus
Analgesic Administration
derajat nyeri sebelum pemberian obat
menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan
proses
berpikir,
penurunan interaksi
Cek riwayat alergi
Pilih
laku
jalan-jalan,
dan/atau
aktivitas,
aktivitas
berulang-
nadi
dan
dilatasi pupil) Perubahan autonomic
dalam
tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah
laku
ekspresif (contoh : gelisah,
merintih,
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
tekanan perubahan
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
pengobatan nyeri secara teratur
autonom
(seperti diaphoresis,
ulang)
nafas,
atau
dan dosis optimal
menemui orang lain
darah,
diperlukan
dan beratnya nyeri
distraksi, contoh :
perubahan
yang
lebih dari satu
Tingkah
Respon
analgesik
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lingkungan)
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
dengan orang dan
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Tingkah
laku
dan beratnya nyeri
distraksi, contoh :
jalan-jalan,
aktivitas,
aktivitas
berulang-
Respon
(seperti diaphoresis,
darah,
nadi
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
tekanan
perubahan
nafas,
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
autonom
perubahan
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
ulang)
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
menemui orang lain dan/atau
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
dan
dilatasi pupil)
Perubahan autonomic
dalam
tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah
laku
ekspresif (contoh : gelisah,
merintih,
menangis, waspada,
iritabel,
nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan nafsu
dalam
makan
dan
minum
Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi, fisik) 5.
Ketidakseimbangan nutrisi
NOC :
NIC :
kurang
- Nutritional Status : food and Fluid
Nutrition Management
dari
kebutuhan
tubuh
Intake
Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi
- Nutritional Status : nutrient Intake
Kolaborasi
tidak
- Weight control
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Kriteria Hasil :
dibutuhkan pasien.
cukup
keperluan
untuk
metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik :
Berat badan 20 %
Dilaporkan adanya
sesuai dengan tujuan
atau lebih di bawah ideal
Adanya peningkatan berat badan
Berat badan ideal sesuai dengan
Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
ahli
gizi
untuk
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
tinggi badan
dengan
Anjurkan
pasien
untuk
protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
meningkatkan
iritabel,
nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan nafsu
dalam
makan
dan
minum
Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi, fisik) 5.
Ketidakseimbangan nutrisi
NOC :
NIC :
kurang
- Nutritional Status : food and Fluid
Nutrition Management
dari
kebutuhan
tubuh
Intake
Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi
- Nutritional Status : nutrient Intake
Kolaborasi
tidak
- Weight control
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Kriteria Hasil :
dibutuhkan pasien.
cukup
keperluan
untuk
metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik :
Berat badan 20 %
ideal
Dilaporkan adanya
yang
makanan
kurang
dari
Daily Allowance)
Membran dan
mukosa
konjungtiva
pucat
Kelemahan yang
otot
Berat badan ideal sesuai dengan
Mampumengidentifikasi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Menunjukkan peningkatan fungsi
Tidak
terjadi
untuk
meningkatkan
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
penurunan
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
berat
badan yang berarti
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
digunakan
nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring o
h
o
inflamasi
Mudah kenyang,
pasien
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
o
pada rongga mulut
Anjurkan
menelan/mengunya
Luka,
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
Berikan substansi gula
untuk
untuk
pengecapan dari menelan
gizi
protein dan vitamin C
kebutuhan nutrisi
RDA (Recomended
ahli
Fe
tinggi badan
intake
sesuai dengan tujuan
atau lebih di bawah
Adanya peningkatan berat badan
dengan
merasa
BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
o
sesaat
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
setelah mengunyah
o
Monitor lingkungan selama makan
makanan
o
Jadwalkan pengobatan
Dilaporkan fakta
atau adanya
dan tindakan tidak
selama jam makan o
Monitor
kulit
kering
kekurangan
pigmentasi
makanan
Monitor turgor kulit
dan
perubahan
yang
kurang
dari
RDA (Recomended Daily Allowance)
Membran dan
mukosa
konjungtiva
pucat
Kelemahan yang
otot
Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
Tidak
terjadi
penurunan
dikonsultasikan dengan ahli gizi) berat
badan yang berarti
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
digunakan
nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring
menelan/mengunya
o
h
o
Luka,
inflamasi
o
pada rongga mulut
Mudah
merasa
kenyang,
o
Monitor lingkungan selama makan
makanan
o
Jadwalkan pengobatan
Dilaporkan
atau adanya
o
kulit
kering
dan
perubahan
pigmentasi o
Monitor turgor kulit
Dilaporkan adanya
o
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
sensasi
Perasaan
mengunyah
makanan Miskonsepsi Kehilangan dengan
mudah patah o
Monitor mual dan muntah
o
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
o
Monitor makanan kesukaan
o
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
o
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
BB
makanan
cukup
o
Monitor kalori dan intake nuntrisi
o
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Keengganan untuk o
makan Kram
pada
abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri
abdominal
dengan atau tanpa patologi
Monitor
makanan
untuk
dan tindakan tidak
selama jam makan
ketidakmampuan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama
o
rasa
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
setelah mengunyah
perubahan
Monitor adanya penurunan berat badan
makan
kekurangan
BB pasien dalam batas normal
dilakukan
sesaat
fakta
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
untuk
Berikan makanan yang terpilih ( sudah
Kurang
berminat
terhadap makanan
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
perubahan
sensasi
mudah patah
rasa
Perasaan
o
Monitor mual dan muntah
o
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
ketidakmampuan untuk
mengunyah
makanan
Miskonsepsi Kehilangan dengan
o
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
o
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
makanan
o
Monitor kalori dan intake nuntrisi
o
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Keengganan untuk o
makan
Monitor makanan kesukaan
BB
cukup
o
Kram
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
pada
abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri
abdominal
dengan atau tanpa patologi
Kurang
berminat
terhadap makanan
Pembuluh
darah
kapiler mulai rapuh
Diare
dan
atau
steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
Suara
usus
hiperaktif
Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor-faktor
yang
berhubungan : Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat
gizi
dengan
berhubungan
faktor
biologis,
psikologis atau ekonomi. 6.
Kurang kurangnya
Pengetahuanb.d paparan
atau
NOC :
NIC :
Knowledge : disease process
Teaching : disease Process
Diare
dan
atau
steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
Suara
usus
hiperaktif
Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor-faktor
yang
berhubungan : Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat
gizi
dengan
berhubungan
faktor
biologis,
psikologis atau ekonomi. 6.
Kurang
Pengetahuanb.d
NOC :
NIC :
-
Knowledge : disease process
Teaching : disease Process
-
Kowledge : health Behavior
1.Berikan
Kriteria Hasil :
pengetahuan pasien tentang proses penyakit
Pasien dan keluarga menyatakan
yang spesifik
pemahaman
penyakit,
2.Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
kognitif sehubungan dengan
kondisi, prognosis dan program
bagaimana hal ini berhubungan dengan
topic spesifik.
pengobatan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
kurangnya
paparan
atau
informasi
Definisi : Tidak
adanya
kurangnya
atau
informasi
Batasankarakteristik:
Pasien
dan
tentang
keluarga
memverbalisasikan adanya
melaksanakan
masalah, ketidakakuratan
dijelaskan secara benar
mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai.
Pasien
dan
menjelaskan
Faktor yang berhubungan :
mampu
prosedur
keluarga kembali
yang
penilaian
tentang
tingkat
tepat. 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
mampu apa
yang
tepat 4.Gambarkan proses penyakit, dengan cara
dijelaskan perawat/tim kesehatan
yang tepat
lainnya
5.Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
keterbatasan
kognitif,
dengna cara yang tepat
interpretasi
terhadap
6.Sediakan informasi pada pasien tentang
informasi
yang
salah,
kondisi, dengan cara yang tepat
kurangnya keinginan untuk
7. Hindari harapan yang kosong
mencari
8.Sediakan bagi keluarga informasi tentang
informasi,
tidak
mengetahui sumber-sumber
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
informasi.
9.Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
Definisi :
Kriteria Hasil :
pengetahuan pasien tentang proses penyakit
Pasien dan keluarga menyatakan
yang spesifik
pemahaman
penyakit,
2.Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
kognitif sehubungan dengan
kondisi, prognosis dan program
bagaimana hal ini berhubungan dengan
topic spesifik.
pengobatan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
Tidak
adanya
kurangnya
atau
informasi
Batasankarakteristik:
Pasien
tentang
dan
keluarga
memverbalisasikan adanya
melaksanakan
masalah, ketidakakuratan
dijelaskan secara benar
mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai.
Pasien
menjelaskan
Faktor yang berhubungan :
prosedur
dan
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
yang
muncul pada penyakit, dengan cara yang
keluarga kembali
tepat.
mampu
tepat
mampu apa
4.Gambarkan proses penyakit, dengan cara
yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
yang tepat
lainnya
5.Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
keterbatasan
kognitif,
dengna cara yang tepat
interpretasi
terhadap
6.Sediakan informasi pada pasien tentang
informasi
yang
salah,
kondisi, dengan cara yang tepat
kurangnya keinginan untuk
7. Hindari harapan yang kosong
mencari
8.Sediakan bagi keluarga informasi tentang
informasi,
tidak
mengetahui sumber-sumber
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
informasi.
9.Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10.Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan 11.Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12.Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13.Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 14.Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk
melaporkan
pada
pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 7.
Defisit Volume Cairan Definisi :
NOC:
Penurunan intravaskuler,
cairan
interstisial,
Hydration Nutritional Status : Food and Fluid Intake
mengarah
Kriteria Hasil :
dehidrasi,
kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
Fluid management
Fluid balance
dan/atau intrasellular. Ini ke
NIC :
1. Mempertahankan
-
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
-
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
urine
status
hidrasi
(
kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
output
darah ortostatik ), jika diperlukan
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
Monitor
-
Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
10.Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan 11.Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12.Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13.Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 14.Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk
melaporkan
pada
pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 7.
Defisit Volume Cairan
NOC:
Definisi :
Penurunan intravaskuler,
cairan
interstisial,
NIC : Fluid management
Fluid balance Hydration Nutritional Status : Food and Fluid
dan/atau intrasellular. Ini
Intake
mengarah
Kriteria Hasil :
ke
dehidrasi,
kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
-
Haus
-
Penurunan
-
-
-
Pertahankan catatan intake dan output yang
1. Mempertahankan
urine
-
kulit
baik,
kulit/lidah
membran mukosa lembab, tidak
Membran
ada rasa haus yang berlebihan
-
Monitor vital sign
-
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
mukosa/kulit kering
-
Monitor status nutrisi
Peningkatan
-
Berikan cairan
nadi,
-
Berikan diuretik sesuai interuksi
penurunan tekanan
-
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
darah,
-
Dorong masukan oral
-
Berikan
penurunan
nadi Pengisian
Perubahan
vena
status
-
Temperatur meningkat
-
Hematokrit
sesuai
Dorong keluarga untuk membantu pasien
-
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
-
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
urine
meningkat -
nesogatrik
makan
mental Konsentrasi
penggantian
output
menurun
-
Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
Kolaborasi pemberian cairan IV
volume/tekanan
-
kelembaban
-
denyut
-
(
)
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, turgor
hidrasi
retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin
dalam batas normal
Elastisitas
status
darah ortostatik ), jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
turgor
Monitor
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
output
sesuai dengan usia dan BB, BJ
Batasan Karakteristik :
Kelemahan
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
akurat.
urine normal, HT normal
-
-
tubuh
muncul meburuk -
Atur kemungkinan tranfusi
-
Persiapan untuk tranfusi
-
Kelemahan
-
Haus
-
Penurunan
-
-
dalam batas normal
)
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, turgor
Elastisitas
turgor
kulit
baik,
kulit/lidah
membran mukosa lembab, tidak
Membran
ada rasa haus yang berlebihan
-
Monitor vital sign
-
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
-
Kolaborasi pemberian cairan IV
mukosa/kulit kering
-
Monitor status nutrisi
Peningkatan
-
Berikan cairan
nadi,
-
Berikan diuretik sesuai interuksi
penurunan tekanan
-
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
darah,
-
Dorong masukan oral
-
Berikan
denyut
penurunan
volume/tekanan nadi -
Pengisian
vena
-
Perubahan
status
Konsentrasi
Dorong keluarga untuk membantu pasien
-
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
-
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
urine
muncul meburuk
meningkat -
sesuai
makan
mental -
nesogatrik
output
menurun -
penggantian
Temperatur
tubuh
-
Atur kemungkinan tranfusi
-
Persiapan untuk tranfusi
meningkat -
Hematokrit meninggi
-
Kehilangan badan
berat seketika
(kecuali pada third spacing) Faktor-faktor
yang
berhubungan: -
Kehilangan volume cairan secara aktif
-
Kegagalan mekanisme pengaturan
8.
Kerusakan intergritas kulit
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous
Definisi : Perubahan pada
Membranes
epidermis dan dermis
Kriteria Hasil :
Batasan karakteristik: -
Gangguan
pada
bagian tubuh -
-
Kerusakan
-
untuk
menggunakan
-
Hindari kerutan padaa tempat tidur
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
-
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
-
3. Perfusi jarigan baik
Gangguan
4. Menunjukkan pemahaman dalam kulit
pasien
1. Integritas kulit yang baik bisa
temperatur, hidrasi, pigmentasi) lapisa
Anjurkan
pakaian yang longgar
kulit (dermis)
permukaan
NIC : Pressure Management
proses
perbaikan
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
kulit
dan
-
Monitor kulit akan adanya kemerahan
-
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
-
Kehilangan badan
berat seketika
(kecuali pada third spacing) Faktor-faktor
yang
berhubungan: -
Kehilangan volume cairan secara aktif
-
Kegagalan mekanisme pengaturan
8.
Kerusakan intergritas kulit
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous
Definisi : Perubahan pada
Membranes
epidermis dan dermis
Kriteria Hasil :
Batasan karakteristik: -
Gangguan
pada
bagian tubuh -
-
lapisa
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
-
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
hipotermia -
Substansi kimia
-
Kelembaban udara
-
Faktor
:
perbaikan
-
alat dapat
menimbulkan luka, tekanan, restraint) -
Immobilitas fisik
-
Radiasi
-
Usia yang ekstrim
-
Kelembaban kulit
-
Obat-obatan
Internal : status
metabolic -
Tulang menonjol
-
Defisit imunologi
-
Faktor
yang
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
kulit
terjadinya
dan
-
Monitor kulit akan adanya kemerahan
-
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
sedera
berulang
derah yang tertekan
-
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dan
-
Monitor status nutrisi pasien
mempertahankan kelembaban kulit
-
Memandikan pasien dengan sabun dan air
5. Mampu
melindungi
dan perawatan alami
mekanik
yang
Perubahan
proses mencegah
Eksternal :Hipertermia atau
menggunakan
Hindari kerutan padaa tempat tidur
4. Menunjukkan pemahaman dalam
Faktor yang berhubungan :
untuk
-
Gangguan
(epidermis)
pasien
1. Integritas kulit yang baik bisa
3. Perfusi jarigan baik
kulit
Anjurkan
pakaian yang longgar
kulit (dermis)
permukaan
-
-
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Kerusakan
(misalnya
NIC : Pressure Management
kulit
hangat
Faktor yang berhubungan :
berulang
Eksternal :Hipertermia atau
Substansi kimia
-
Kelembaban udara
-
Faktor
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dan
-
Monitor status nutrisi pasien
mempertahankan kelembaban kulit
-
Memandikan pasien dengan sabun dan air
5. Mampu
hipotermia -
melindungi
kulit
dan perawatan alami
hangat
mekanik
(misalnya
:
yang
alat dapat
menimbulkan luka, tekanan, restraint) -
Immobilitas fisik
-
Radiasi
-
Usia yang ekstrim
-
Kelembaban kulit
-
Obat-obatan
Internal : -
Perubahan
status
metabolic -
Tulang menonjol
-
Defisit imunologi
-
Faktor
yang
berhubungan dengan
perkembangan -
Perubahan sensasi
-
Perubahan nutrisi
status (obesitas,
kekurusan) -
Perubahan
status
cairan -
Perubahan pigmentasi
-
Perubahan sirkulasi
-
Perubahan
turgor
(elastisitas kulit) 9.
Resiko factor
infeksi
dengan NOC :
resiko
Infasif,
prosedur
-
Immune Status
malnutrisi,
-
Knowledge : Infection control
,
-
Risk control
imonusupresi ketidakadekuatan buatan
,
imun
tidak
adekuat
pertahanan
sekunder
(penurunan
Hb,
Leukopenia,
NIC :
penekanan
Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit,factor yang
Infection Control (Kontrol infeksi) -
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
-
Pertahankan teknik isolasi
-
Batasi pengunjung bila perlu
-
Instruksikan
pada
pengunjung
untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
perkembangan -
Perubahan sensasi
-
Perubahan nutrisi
status (obesitas,
kekurusan) -
Perubahan
status
cairan -
Perubahan pigmentasi
-
Perubahan sirkulasi
-
Perubahan
turgor
(elastisitas kulit) 9.
Resiko
infeksi
factor
dengan NOC :
resiko
Infasif,
prosedur
-
Immune Status
malnutrisi,
-
Knowledge : Infection control
,
-
Risk control
imonusupresi ketidakadekuatan buatan
,
imun
tidak
adekuat
pertahanan
sekunder
(penurunan
Hb,
Leukopenia, respon
NIC :
penekanan
inflamasi),
Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-
-
Pertahankan teknik isolasi
-
Batasi pengunjung bila perlu
-
Instruksikan
adekuat pertahanan tubuh
sertapenatalaksanaannya, 3. Menunjukkan kemampuan untuk
:
Peningkatan
resiko masuknya organisme patogen
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
-
-
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
-
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Faktor-faktor resiko :
Pertahankan
lingkungan
aseptik
Prosedur Infasif
-
Ketidakcukupan untuk
-
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
-
menghindari
Gunakan
kateter
intermiten
-
Tingkatkan intake nutrisi
-
Trauma
-
Berikan terapi antibiotik bila perlu
-
Kerusakan
jaringan
peningkatan
paparan lingkungan Ruptur
-
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) -
membran
amnion -
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
-
Monitor hitung granulosit, WBC
-
Monitor kerentanan terhadap infeksi
(imunosupresan)
-
Batasi pengunjung
Malnutrisi
-
Sharing
Agen
untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
paparan pathogen
-
selama
pemasangan alat
-
dan
untuk
tangan
-
pengetahuan
pengunjung
berkunjung meninggalkan pasien
mencegah timbulnya infeksi Definisi
pada
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
penyakit,factor yang mempengaruhi penularan
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Mendeskripsikan proses penularan
tidak
primer
Infection Control (Kontrol infeksi)
farmasi
pengunjung
terhadap
penyakit
adekuat pertahanan tubuh primer
sertapenatalaksanaannya, 3. Menunjukkan kemampuan untuk
tangan -
mencegah timbulnya infeksi Definisi
:
Peningkatan
resiko masuknya organisme patogen
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
tindakan kperawtan -
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
-
Faktor-faktor resiko :
Pertahankan
lingkungan
aseptik
Prosedur Infasif
-
Ketidakcukupan
-
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
untuk
-
menghindari
Gunakan
kateter
intermiten
-
Tingkatkan intake nutrisi
-
Trauma
-
Berikan terapi antibiotik bila perlu
-
Kerusakan
jaringan
peningkatan
paparan lingkungan -
Ruptur
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) -
membran
amnion
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
-
Monitor hitung granulosit, WBC
-
Monitor kerentanan terhadap infeksi
(imunosupresan)
-
Batasi pengunjung
-
Malnutrisi
-
Sharing
-
Peningkatan paparan
-
Agen
farmasi
lingkungan
-
terhadap
penyakit
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko.
-
Imonusupresi
-
Ketidakadekuatan
-
imum buatan Tidak
Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area epidema
adekuat
Inspeksi
kulit
dan
membran
mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
pertahanan sekunder
-
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
(penurunan
-
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
-
Dorong masukan cairan
-
Dorong istirahat
-
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
Hb,
Leukopenia, penekanan
respon
inflamasi) -
pengunjung
menular
pathogen
-
untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
paparan pathogen
dan
selama
pemasangan alat
-
pengetahuan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Tidak
adekuat
pertahanan
tubuh
sesuai resep -
primer (kulit tidak utuh,
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
trauma
-
Ajarkan cara menghindari infeksi
jaringan, penurunan
-
Laporkan kecurigaan infeksi
kerja
-
silia,
tubuh
statis,
perubahan pH,
cairan
sekresi perubahan
peristaltik)
Laporkan kultur positif
lingkungan
-
pathogen
beresiko.
-
Imonusupresi
-
Ketidakadekuatan
-
Tidak
adekuat
Inspeksi
kulit
dan
membran
mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
pertahanan sekunder
-
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
(penurunan
-
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
-
Dorong masukan cairan
-
Dorong istirahat
-
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
Hb,
Leukopenia, penekanan
respon
inflamasi) -
Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area epidema
imum buatan -
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
Tidak
adekuat
pertahanan
sesuai resep
tubuh
-
primer (kulit tidak utuh,
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
trauma
-
Ajarkan cara menghindari infeksi
jaringan, penurunan
-
Laporkan kecurigaan infeksi
kerja
-
silia,
cairan
tubuh
Laporkan kultur positif
statis,
perubahan pH,
sekresi perubahan
peristaltik) -
10.
Penyakit kronik
Inkontinensia Bowel
NOC:
NIC :
Definisi :
-
Bowel elimination
Perubahan kebiasaan dalam
-
Fluid Balance
eliminasi
ditandai
-
Hydration
dengan pengeluaran produk
-
Electrolyte and Acid base Balance
bowel
BAB yang tidak semestinya Batasan karakteristik :
1. Feses
ketidakmampuan
menunda
defekasi,
ketidakmampuan
menahan
defekasi,
kulit
perianal
Tekanan
abdominal
tinggi,
diare
kelemahan
tonus
yang
-
Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare
berbentuk,
BAB
sehari
-
2. Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
Instruksikan pasien/keluarga untukmencatat warna, jumlah, frekuenai dan konsistensi dari feses
-
Evaluasi intake makanan yang masuk
3. Tidak mengalami diare
-
Identifikasi factor penyebab dari diare
4. Menjelaskan penyebab diare dan
-
Monitor tanda dan gejala diare
rasional tendakan
-
Observasi turgor kulit secara rutin
Mempertahankan turgor kulit
-
Ukur diare/keluaran BAB
-
Hubungi dokter jika ada kenanikan bising
5.
kronis, otot,
Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
sekali- tiga hari
kemerahan, urgency Faktor yang berhubungan :
-
Kriteria Hasil :
Produk BAB lunak, fecal odor,
Diarhea Management
usus -
Instruksikan
pasien
untukmakan
rendah
imobilisasi,
serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika
ketidakmampuan
memungkinkan
mengosongkan
bowel,
-
Instruksikan untuk menghindari laksative
kehilangan kontrol spinkter
-
Ajarkan tehnik menurunkan stress
10.
Inkontinensia Bowel
NOC:
NIC :
Definisi :
-
Bowel elimination
Perubahan kebiasaan dalam
-
Fluid Balance
eliminasi
ditandai
-
Hydration
dengan pengeluaran produk
-
Electrolyte and Acid base Balance
bowel
BAB yang tidak semestinya Batasan karakteristik :
1. Feses
ketidakmampuan
menunda
defekasi,
ketidakmampuan
menahan
defekasi,
kulit
perianal
Tekanan
abdominal
tinggi,
diare
kelemahan
-
Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare
berbentuk,
BAB
sehari
-
Instruksikan pasien/keluarga untukmencatat warna, jumlah, frekuenai dan konsistensi
2. Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
dari feses -
Evaluasi intake makanan yang masuk
3. Tidak mengalami diare
-
Identifikasi factor penyebab dari diare
4. Menjelaskan penyebab diare dan
-
Monitor tanda dan gejala diare
rasional tendakan
-
Observasi turgor kulit secara rutin
Mempertahankan turgor kulit
-
Ukur diare/keluaran BAB
-
Hubungi dokter jika ada kenanikan bising
5.
yang kronis,
tonus
Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
sekali- tiga hari
kemerahan, urgency Faktor yang berhubungan :
-
Kriteria Hasil :
Produk BAB lunak, fecal odor,
Diarhea Management
usus
otot,
-
Instruksikan
pasien
untukmakan
rendah
imobilisasi,
serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika
ketidakmampuan
memungkinkan
mengosongkan
bowel,
-
Instruksikan untuk menghindari laksative
kehilangan kontrol spinkter
-
Ajarkan tehnik menurunkan stress
rectal, deficit selfcare dalam
-
Monitor persiapan makanan yang aman
eliminasi 11.
Kelelahan Definisi
NOC : :
NIC :
penurunan
-
Endurance
kapasitas fisik dan mental
-
Concentration
sesuai tingkat kemampuan
-
Energy conservation
kerja
-
Nutritional status : energy
Batasan Karakteristik : Penurunan
konsentrasi,
penurunan
libido,
penurunan
penampilan,
tidak
tertarik
terhadap
lingkungan,
Energy Management -
melakukan aktivitas -
Kriteria Hasil : peningkatan
-
energi dan merasa lebih baik. penggunaan
energi
-
untuk mengatasi kelelahan
untuk
mengungkapkan
Kaji
adanya
factor
yang
menyebabkan
Monitor
nutrisi
dan
sumber
energi
tangadekuat
ketidakmampuan
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
mempertahankan
tingkat
aktivitas
seperti
biasanya, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas, ketidakmampuan menyimpan energi bahkan setelah tidur, peningkatan keinginan
anal
kelelahan
-
fisik
Dorong
perasaan terhadap keterbatasan
1. Memverbalisasikan
2. Menjelaskan
Observasi adanya pembatasan klien dalam
beristirahat,
-
Monitor respon kardivaskuler
terhadap
aktivitas -
Monitor
pola
tidur
tidur/istirahat pasien
dan
lamanya
eliminasi 11.
Kelelahan
NOC :
Definisi
:
NIC :
penurunan
-
Endurance
kapasitas fisik dan mental
-
Concentration
sesuai tingkat kemampuan
-
Energy conservation
kerja
-
Nutritional status : energy
Batasan Karakteristik : konsentrasi,
penurunan
libido,
penurunan
penampilan,
tertarik
-
-
Dorong
anal
untuk
mengungkapkan
perasaan terhadap keterbatasan
1. Memverbalisasikan
peningkatan
-
energi dan merasa lebih baik. 2. Menjelaskan
terhadap
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil :
Penurunan
tidak
Energy Management
penggunaan
Kaji
adanya
factor
yang
menyebabkan
kelelahan energi
-
untuk mengatasi kelelahan
Monitor
nutrisi
dan
sumber
energi
tangadekuat
lingkungan,
-
ketidakmampuan
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
mempertahankan
tingkat
aktivitas
seperti
fisik
-
Monitor respon kardivaskuler
terhadap
aktivitas
biasanya, ketidakmampuan
-
mempertahankan rutinitas,
Monitor
pola
tidur
dan
lamanya
tidur/istirahat pasien
ketidakmampuan menyimpan energi bahkan setelah tidur, peningkatan keinginan
beristirahat,
letargi, penurunan energi,
capai, Faktor yang berhubungan : Psikologi : anemia, status penyakit,
malnutrisi,
kondisi fisik yang menurun, 12.
Tidak
efektif
keluarga dengan
koping
berhubungan cemas
keadaan
tentang
yang
Keluarga
atau
orang
penting
lain
mempertahankan : suport
sistem
orang perubahan
dan
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein adaptasi
terhadap
akan kebutuhannya dengan
dicintai.
kriteria pasien dan keluarga berinteraksi
Definisi :
dengan cara yang konstruktif
Pengelolaan menyesuaikan efektif
dalam diri
yang
anggota keluarga
dengan petugas kesehatan, dalam
meningkatkan
kesehatan dan pertumbuhan
Batasan karakteristik : Menunjukkan
keinginan
untuk berhubungan dengan
Coping Enhancement
dan perawatannya 2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal 3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
capai, Faktor yang berhubungan : Psikologi : anemia, status penyakit,
malnutrisi,
kondisi fisik yang menurun, 12.
Tidak
efektif
keluarga
koping
berhubungan
dengan
cemas
keadaan
tentang
yang
Keluarga
atau
orang
penting
lain
mempertahankan : suport
sistem
orang perubahan
dan
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein adaptasi
terhadap
akan kebutuhannya dengan
dicintai.
kriteria pasien dan keluarga berinteraksi
Definisi :
dengan cara yang konstruktif
Pengelolaan
dan perawatannya 2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal 3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit
dalam
menyesuaikan efektif
Coping Enhancement
diri
dan transmisinya.
yang
anggota keluarga
dengan petugas kesehatan, dalam
meningkatkan
kesehatan dan pertumbuhan
Batasan karakteristik : Menunjukkan
keinginan
untuk berhubungan dengan orang lain yang mempunyai
permasalahan yang sama, anggota keluarga mampu menjelaskan dampak dari krisis petumbuhan Factor yang berhubungan : kemampuan
dalam
mengaktualisasi diri 13.
Defisit perawatan diri b/d NOC : kelemahan fisik
-
Definisi :
NIC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Gangguan
kemampuan
-
Kriteria Hasil : 1. Klien terbebas dari bau badan
diri
2. Menyatakan kenyamanan terhadap karakteristik
ketidakmampuan mandi,
untuk
ketidakmampuan
untuk
berpakaian,
ketidakmampuan makan,
:
kemampuan
untuk
-
berhias, toileting dan makan. -
3. Dapat melakukan ADLS dengan
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
-
untuk
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
ketidakmampuan
untuk toileting
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
melakukan
ADLs
bantuan
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
untuk melakukan ADL pada
Batasan
Self Care assistane : ADLs
yang dimiliki. -
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
permasalahan yang sama, anggota keluarga mampu menjelaskan dampak dari krisis petumbuhan Factor yang berhubungan : kemampuan
dalam
mengaktualisasi diri 13.
Defisit perawatan diri b/d NOC : kelemahan fisik
-
Definisi :
NIC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Gangguan
kemampuan
-
Kriteria Hasil : 1. Klien terbebas dari bau badan
diri
2. Menyatakan kenyamanan terhadap karakteristik
ketidakmampuan mandi,
:
untuk
ketidakmampuan
untuk
berpakaian,
ketidakmampuan makan,
kemampuan
untuk
-
berhias, toileting dan makan. -
3. Dapat melakukan ADLS dengan
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
-
untuk
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
ketidakmampuan
untuk toileting
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
melakukan
ADLs
bantuan
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
untuk melakukan ADL pada
Batasan
Self Care assistane : ADLs
yang dimiliki. -
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
Faktor yang berhubungan :
kelemahan, kognitif kerusakan
kerusakan
atau
melakukannya.
-
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
perceptual,
kemandirian, untuk memberikan bantuan
neuromuskular/
hanya jika pasien tidak mampu untuk
otot-otot saraf
melakukannya. -
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
-
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
kelemahan, kognitif
kerusakan
atau
kerusakan
-
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
perceptual,
kemandirian, untuk memberikan bantuan
neuromuskular/
hanya jika pasien tidak mampu untuk
otot-otot saraf
melakukannya. -
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
-
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Setiono,
Wiwing.
2015.
Laporan
Pendahuluan
HIV-
AIDS.http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-hivaids.html#.Vrpf2dKrS00. Diakses tanggal 8 Februari 2016, pukul 17.15 WITA Yuliani,
Ulfa.
2013.
Aporan
PendahuluanAskep
HIV.
http://1b-ulfayuliani-
hiv.blogspot.co.id/2013/12/laporan-pendahuluan-hiv.html. Diakses tanggal 8 Februari 2016, pukul 17.15 WITA Reyza.2014. Laporan Pendahuluan askep HIVAIDS.http://reyzapare.blogspot.co.id/2014/02/laporan-pendahuluan-askep-hivaids.html. Diakses tanggal 8 Februari 2016, pukul 17.15 WITA