BAB I KONSEP DASAR FIBROSARKOMA
A. Definisi
Fibrosarkoma adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel mesenkim, dimana secara histologi sel yang dominan adalah sel fibroblas. Pembelahan sel yang tidak terkontrol dapat menginvasi jaringan lokal serta dapat bermetastas e jauh ke bagian tubuh yang lain.1
B. Etiologi
Penyebab pasti dari fibrosarkoma belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang sering berkontribusi seperti : 1. Faktor Radiasi. Menyebabkan adanya perubahan genetik oleh karena hilangnya alel, poin mutasi, dan translokasi kromosom. 2. Fraktur Tulang dan operasi patah tulang Dapat menimbulkan fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma merupakan keganasan yang sering terjadi terutama akibat paparan radiasi. Sebagian besar kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun dengan proporsi jumlah laki-laki yang lebih dominan terkena. Seseorang dengan riwayat riwayat infark tulang atau iradiasi merupakan faktor risiko pada fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma pada grade yang tinggi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadi metastasis dan kekambuhan lokal.2
C. Patofisiologi
Fibrosarkoma dapat terjadi akibat pengaruh paparan radiasi dari lingkungan yang mengakibatkan terjadinya translokasi kromosom pada sekitar 90% kasus. x-radiation dan x-radiation dan gamma radiation radiation paling berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Ionisasi radiasi menyebabkan terjadinya perubahan genetik yang meliputi mutasi gen, mutasi mini-satellit ( perubahan jumlah DNA sequences), sequences), formasi mikronukleus ( tanda kehilangan atau kerusakan kromosom), aberasi kromosomal (struktur dan jumlahnya), perubahan ploidi (jumlah dan susunan kromosom), DNA stand st and breaks dan instabilitas kromosom. Ionisasi radiasi mempengaruhi semua fase dalam siklus sel, namun fase G2 merupakan yang paling sensitif.
Sepanjang hidup sel pada sumsum tulang, mukosa usus, epitelium testikular seminuferus, folikel ovarium rentan mengalami trauma dan sebagai akibatnya akan selalu mengalami proses mitosis. Radiasi selama proses mitosis mengakibatkan aberasi kromosomal. Tingkat kerusakan bergantung pada intensitas, durasi, dan kumulatif dari radiasi. DNA dapat mengalami kerusakan secara langsung maupun tidak langsung melalui interaksi dengan reactive products yang berupa radikal bebas. Pengamatan terhadap kerusakan DNA diduga sebagai hasil perbaikan DNA atau sebagai akibat dari replikasi yang salah. Perubahan ekspresi gen memicu timbulnya suatu tumor. Sebagai akibat paparan x-radiation dan gamma radiation sangat kuat berkorelasi terhadap timbulnya keganasan atau kanker. Kerusakan DNA yang dimanifestasikan dalam bentuk translokasi kromosom gene COL1A1 pada kromosom 17 dan gen platelet-derived growth factor B pada kromosom 22 mengakibatkan terjadinya keganasan pada jaringan fibrous. Perubahan fibrosarkoma dicirikan dengan pertumbuhan pola herringbone yang nampak pada klasik fibrosarkoma.3,4
D. Pathway
E. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala pada fibrosarkoma pada awal mulanya sering tidak tampak atau tanpa dirasakan namun biasanya terjadi :
1. Nyeri 2. Teraba suatu benjolan 3. Pada lesi yang besar terjadi peregangan pada kulit dan nampak mengkilat berwarna keunguan. 4. Pada massa yang sangat besar terjadi pelebaran pembuluh darah vena.5 Tanda dan gejala pada fibrosarkoma sulit dibedakan dari tumor lainnya sehingga diperlukan pemerikasaan jaringan dengan mikroskop sehingga didapatkan grade dan staging dari fibrosarkoma.
Tabel 1. Grading (Derajat Keganasan) TNM two – grade System Low – grade
Three – grade System
Four – grade system
Grade I
Grade I Grade II
High – grade
Grade II
Grade III
Grade III
Grade IV
Tabel 2. Stage Grouping Stage IA
T1a
N0, Nx
M0
Low
T1b
N0, Nx
M0
grade
T2a
N0, Nx
M0
T2b
N0, Nx
M0
T1a
N0, Nx
M0
High
T1b
N0, Nx
M0
Grade
Stage IIB
T2a
N0, Nx
M0
Stage IIIB
T2b
N0, Nx
M0
Stage IV
Any T
N 1
M0
Any
Any T
Any N
M1
grade
Stage IB
Stage IIA
Any grade
Keterangan : 1
Primary Tumor
Tx
Primary tumor canot be assessed
T0
No evidence of primary tumor
T1
Tumor 5 cm or less in greatest dimension
T1a
Superficial tumor
T1b
Deep tumor
T2
Tumor more than 5 cm in greatest dimension
T2a
Superficial tumor
T2b
Deep tumor
N
Regional Lymph Nodes
Nx
Regional lymph nodes cannot be assessed
N0
No regional lymph node metastasis
N1
Regional lymph node metastasis
M
Distant metastasis
Mx
Distant metastasis cannot be assessed
M0
No distant metastasis
M1
Distant metastasis
F. Diagnosis Banding
1. Mallignant fibrous histiocytoma Malignant fibrous histiocytoma (MFH) merupakan sarkoma jaringan lunak yang banyak ditemukan terutama pada ekstremitas, yaitu 70%-75%. MFH berupa massa kelenjar tumor jaringan lunak, besar, dan tidak nyeri. 6 2. Giant cell tumor Giant cell tumor merupakan tumor yang agresif tetapi merupakan tumor jinak pada metafisis atau epifisis pada tulang panjang. 3. Osteolytic osteosarcoma Osteolytic osteosarcoma adalah keganasan yang paling umum dari tulang belakang multiple myeloma, kasusnya terjadi sekitar 50% di sekitar lutut.
G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis Pasien biasanya datang dengan keluhan terdapat benjolan, dan hal-hal yang perlu digali adalah sebagai berikut : a.
Kapan benjolan tersebut mulai muncul?
b.
Bagaimana sifat pertumbuhannya, apakah cepat atau lambat?
c.
Keluhan penekanan pada jaringan sekitar
2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik yang perlu dicari adalah: a.
Lokasi tumor
b.
Deskripsi tumor, meliputi: 1) Batas tegas atau tidak 2) Ukurannya 3) Permukaannya 4) Konsistensinya 5) Nyeri tekan atau tidak 6) Kelejar getah bening regional apakah teraba atau tidak 5
3.Pemeriksaan Penunjang a. Foto Rontgen Pada foto rontgen biasanya tampak massa isodens berlatar belakang bayangan otot. Selain itu juga bisa menunjukkan reaksi tulang akibat invasi tumor jaringan lunak seperti destruksi, reaksi periosteal atau remodeling tulang.7 b. Ultrasonografi Pada pemeriksaan tumor jaringan lunak, ultrasonografi memiliki dua peran utama yaitu dapat membedakan tumor kistik atau padat dan mengukur besarnya tumor.7 c. CT-scan Pada kasus fibrosarkoma pemeriksaan CT-scan biasanya digunakan untuk mendeteksi klasifikasi dan osifikasi serta melihat metastase tumor di tempat lain. d.
MRI MRI merupakan modalitas diagnostik terbaik untuk mendeteksi, karakterisasi, dan menentukan stadium tumor. MRI mampu membedakan jaringan tumor dengan otot di sekitarnya dan dapat menilai bagian yang terkena pada komponen neurovaskuler yang penting dalam limb salvage surgery. MRI juga bisa digunakan untuk mengarahkan biopsi, merencanakan teknik operasi, mengevaluasi respon kemoterapi, penentuan ulang stadium, dan evaluasi jangka panjang terjadinya kekambuhan lokal. 7
e.
Histopatologi
Pemerikaan histopatologi dilakukan dengan melakukan biopsi. Biopsi terbuka meliputi incisi dan eksisi. Incisi dilakukan bila ukuran tumor lebih dari 3cm sementara pemeriksaan eksisi dilakukan jika ukuran tumor kurang dari 3cm. Biopsi tertutup meliputi core biopsy / Tru-cut biopsy dan biopsi aspirasi jarum halus. 7 Pada gambaran histologi fibrosarkoma memiliki pola pertumbuhan fascicula sel berbentuk fusiform ataupun spindle. Batas antar sel nampak tidak jelas dengan sedikit sitoplasma dan serabut kolagen membentuk anyaman paralel. Histologi grading terutama berdasarkan derajat selularitas, diferensiasi sel, gambaran mitotik dan jumlah kolagen yang dihasilkan oleh sel nekrosisnya.4 Pada grade rendah nampak sel spindle yang beraturan dalam fasikula dengan selularitas rendah sampai sedang dan nampak seperti herringbone. Terdapat nuklear pleomorfisme derajat rendah dan jarang bermitosis dan nampak stroma kolagen. Pada grade tinggi terlihat nuclear pleomorfisme yang tajam, selularitas lebih luas, dan mitosis atypical . Nukleus dapat berbentuk spindle, oval atau bulat. Penampilan histologi fibrosarkoma grade tinggi mirip dengan tumor lainn ya seperti malignant fibrous histiocytoma, liposarcoma atau synovial sarcoma.
H. Penatalaksanaan
Surgical resection dengan wide margins adalah penatalaksanaan yang biasa dilakukan. Pada fibrosarkoma dengan low grade operasi biasanya adekuat, meskipun kekambuhan lokal terjadi dalam 11% pada pasien. Sedangkan pada fibrosarkoma dengan high grade sering membutuhkan preoperatif atau anjuvant chemotherapi setelah operasi untuk memenuhi kelangsungan hidup. Dalam penatalaksanaan fibrosarkoma pada ekstremitas kadang diperlukan amputasi untuk menciptakan margin yang aman tetapi dengan pertimbangan berupa : a.
Massa jaringan lunak luas dan atau dengan adanya keterlibatan kulit
b. Keterlibatan arteri atau nervus utama c.
Keterlibatan tulang yang luas yang mengharuskan whole bone resection
d. Rekuren tumor yang sebelumnya sudah di radiasi adjuvant. Pendekatan baru pada fibrosarkoma yaitu pengangkatan dengan pembedahan dengan mengisolasi dan disambung ke sirkuit ekstrakorporal dengan pengaturan suhu dan oksigenasi. Dalam hal ini toksisitas dapat dihindari karena adanya isolasi. 8,9
I.
Pencegahan
Salah satu yang bisa dilakukan yaitu dengan menghindari faktor risiko seperti radiasi yang menyebabkan adanya perubahan genetik.
J.
Prognosis
Pada penderita fibrosarkoma dengan lesi medula high grade harapan hidup selama 5 tahun mendekati 30% sedangkan pada penderita fibrosarkoma di permukaaan tubuh dan derajat rendah harapan hidup selama 5 tahun ke depan 50-80%. 1 Faktor lain yang berhubungan dengan usia harapan hidup yang buruk adalah usia >40 tahun, tumor primer di axial skeleton, lesi eksentris, dan stadium penyakit saat ditemukan. Tidak ada data kondusif yang dapat membedakan antara tumor primer dan tumor skunder.1
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN FIBROSARKOMA
A. Pengkajian
1. Identitas pasien Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan lain-lain. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh.Keluhan utama pasien fibrosarkoma daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan sering dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah tersebut. b. Riwayat Penyakit Sekarang Perlu ditanyakan kapan terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya, keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar, dan ketuhan yang berhubungan dengan metastasis jauh. c. Riwayat Penyakit Dahulu Ditanyakan riwayat kesehatan klien, tertama untuk penyakit – penyakit yang dapat memperberat kondisinya saat ini, misalnya memiliki DM. Dapatkan juga informasi sejak mulai kapan dan bagaimana riwayat pengobatannya. d. Riwayat Penyakit Keluarga Ditanyakan apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama ataupun menderita tumor atau kanker jenis yang lain. Ditanyakan juga penyakit – penyakit menular dan menurun yang diderita oleh keluarga yang lain seperti hipertensi, DM, Gangguan Jantung, Astma, TBC, dll. 3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan tandatanda metastasis pada paru, hati dan tulang. 2. Pemeriksaan status lokalis meliputi: a.
Tumor primer:
Lokasi tumor
Ukuran tumor
Batas tumor, tegas atau tidak
Konsistensi dan mobilitas
Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik/sensorik dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain -lain sesuai dengan lokasi lesi.
b. Metastasis regional: Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.
4. Pengkajian Fungsional Pengkajian selanjutnya adalah untuk mengkaji kebutuhan klien dapat menggunakan dasar kebutuhan manusia berdsarkan Henderson atau dengan adaptasi dari Calista Roy.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
2.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
3.
Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi seluruhnya. Kriteria Hasil : a.
Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol.
b. Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat. c.
Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya.
d. Skala nyeri 0-2. Intervensi: 1. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien. 2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut). R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka. 3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka. R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri. 4. Berikan lingkungan yang tenang. R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress. 5.
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri. R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan amputasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya. Kriteria Hasil : a. Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan. b. Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas. c. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas. d. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal. Intervensi : 1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut. R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional). 2.
Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ). R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam
mengurangi isolasi sosial. 3. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak. R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan. 4. Bantu pasien dalam perawatan diri. R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh. 5. Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan mineral. R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB. 6. Kolaborasi dengan bagian fisioterapi. R / : Untuk menentukan program latihan.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan integritas jaringan teratasi seluruhnya. Kriteria Hasil : Klien menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut. Intervensi : 1. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna ukuran, dan bau. R / : Mengetahui seberapa parah luka pasien dan penanganan yang tepat. 2. Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan. R / : Menunjang proses penyembukan pada kulit dengan tepat. 3. Oleskan salep sesuai dengan lesi. R / : Menunjang proses penyembuhan lesi sesuai dengan jenisnya. 4. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka. R / : Agar tidak terjadi cedera tambahan pada luka. 5. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase. R / : Mencegah infeksi pada luka.
6. Periksa luka setiap kali ganti balutan. R / : Meminimalisasi resiko infeksi dan mengobservasi proses penyembuhan luka.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resi ko infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil : a. Tidak ada tanda-tanda Infeksi, b. Leukosit dalam batas normal, dan c. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi : 1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa. R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi. 2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka. R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi. 3. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptic R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang. 4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka. R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis. 5. Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.
D. Implementasi
Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam rumah sakit.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi merupakan kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien, perawat dan tim kesehatan lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana yang telah dipecahkan yang perlu dikaji ulang rencana kembali dilaksanakan dan rencana evaluasi kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Cance, L. Mc. Kathrya, Sue E. Huether, Valentina L. Brashers, et al. 2010. Fibrosarcoma. Pathophysiology The Biologic for Disease in Adultd and Children. 6th Edition. Canada: Mosby Elsevier. Cance, L.Mc. Kathrya, Sue E. Huether, Valentina L. Brashers, et al. 2010. Ionizing Radiation. Pathophysiology The Biologic for Disease in Adultd and Children. 6th Edition. Canada: Mosby Elsevier. Devita, Vincent T, Samuel Hellman, Steven A. Rosenberg. 1987. Malignant Bone Tumor. Cancer Principles & Practice of Oncology. 5th Edition. United State of America: Lippincott-Raven Publishers.
Krygier, Jeffrey. E, Valerae Lewis. 2009. Fibrosarcoma of Bone: Review of A Rare Primary Malignancy of Bone. San Jose.
Meyers, Steven. P. 2008. Fibrosarcoma, MRI of Bone and Soft Tissue Tumors and Tumorlik Lessions: Differential Diagnosis and Atlas. Germany: Thieme.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2007. Tumor Jaringan Lunak. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Sriwibowo, Kun. 2005. Akurasi Biopsi Aspirasi Jarum Halus sebagai Sarana dalam Menegakkan diagnosa Neoplasma Ganas Jaringan Lunak. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Wong, Sandra L. 2008. Diagnosis and Management of Desmoid Tumors and Fibrosarcoma. Journal of Surgical Oncology. Vol 97. Michigan: University of Michigan. W. Moreland, Larry. 2004. Fibrosarcoma. Reumatology & Immunology Theraphy. Newyork: Sprinser.