LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR OTAK (ASTROCYTOMA)
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi
Tumor intrakranial (termasuk lesi desak ruang) besifat jinak maupun ganas, timbul dalam otak, meningen, dan tengkorak. Tumor otak berasal dari jaringan neuronal, jaringan otak penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak, dan jaringan perkembangan residual, atau dapat bermetastasis dari karsinoma sistemik. Metastasis otak disebabkan oleh keganasan, sistemik dari kanker paru, payudara, melanoma, limfoma, dan colon. colon. (Sylvia A. Price. 2006)
Sebuah tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang didalam tengkorak. Tumor – tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk ke dalam jaringan (Smeltzer and Bare. 2002)
Tumor otak adalah neoplasma pada bagian intracranial SSP. Tumor otak primer berasal dari otak, sedangkan tumor otak sekunder merupakan pindahan dari tempat asal lain.( Tucker, susan martin, dkk.2007 )
2. Klasifikasi
Berdasatkan lokasinya, tumor otak dapat di klasifikasikan sebagai berikut : a. Tumor intradural 1) Ekstramedular a) Cleurofibroma b) Meningioma 2) Intramedular a) Apendymoma b) Astrocytoma c) Oligodendroglioma d) Hemangioblastoma 1
b. Tumor ekstradural Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, tiroid, paru – paru, ginjal dan lambung.
3. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu : a. Trauma Kendati kontroversi, kejadian cedera kepala diduga berperan pada terjadinya meningioma. Perubahan jaringan meningeal setelah kejadian cedera kepala terbentuk saat fase penyembuhan sebagai akibat terjadinya inflamasi dan pelepasan growth factor. b. Virus Pada beberapa percobaan laboratorium ditemukan bahwa inokulasi beberapa virus pada hewan percobaan dapat memicu terjadi tumor saraf pusat. Pada pemeriksaan imunositokimia meningioma ditemukan antigen Papovavirus, pada penelitian lain virus Polioma (SV40) yang merupakan subgrup Papovavirus dapat menyebabkan suatu tumor SSP. c. Radiasi Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi. d. Genetik Frekuensi meningioma diduga berkorelasi dengan Neurofibromatosis tipe 2. Analisa gen menemukan peran kromosom 22 dalam mengkoding protein Merlin – suatu protein supresor-, pada meningioma dan NF-2 terdapat abnormalitas pada kromosom ini. e. Hormonal Meningioma pada beberapa literatur dilaporkan berkembang lebih cepat pada fase siklus menstruasi, kehamilan dan berkorelasi dengan kejadian karsinoma mamae. 2
4. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut dan dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak, menimbulkan peningkatan volume intracranial dan meningkatkan TIK. Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari ataupunn berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi menurunkan volume darah intrakranial, menurunkan volume CSS, menurunkan kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan mengakibatkan herniasi unkus serebellum. Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif,
hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan.(
Batticaca, Fransisca.B. 2008)
3
5. Manifestasi Klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi umumnya berjalan progresif. Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa : a. Gejala umum tumor otak : 1) Nyeri Kepala Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat hebat sekali. Biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas, yang biasanya menyebabkan peningkatan TIK yaitu batuk, membungkuk dan mengejan. 2) Muntah Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual. 3) Kejang Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih
dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2%
penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila: a) Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun b) Mengalami post iktal paralisis c) Mengalami status epilepsi d) Resisten terhadap obat-obat epilepsi e) Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain f) Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma. 4) Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun 4
lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma. b. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi: 1) Lobus frontal a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia 2) Lobus parietal a) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s 3) Lobus temporal a) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi b) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese c) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism 4) Lobus oksipital a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan b) Gangguan
penglihatan
yang
permulaan
bersifat
quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia 5) Tumor di ventrikel ke III Tumor
biasanya
bertangkai
sehingga
pada
pergerakan
kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
5
6) Tumor di cerebello pontin angie a) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma b) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran c) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel 7) Tumor Hipotalamus a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe b) Gangguan
fungsi
perkembangan
hipotalamus
seksuil
pada
menyebabkan anak-anak,
gejala:
gangguan
amenorrhoe,dwarfism,
gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan 8) Tumor di cerebelum a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi disertai dengan papil udem b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal 9) Tumor fosa posterior a) Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus,
biasanya
merupakan
gejala
awal
dari
medulloblastoma.
6. Pemeriksaan Diagnostic
Untuk membantu menentukan jejas yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan seperti : a. Pencitraan CT bertujuan untuk memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah, ukuran dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya edema serebral sekunder dan juga untuk memberikan informasi tentang ventrikulkar. b. MRI bertujuan untuk membantu dalam mendiagnosis tumor otak. Ini juga digunakan untuk menghasilkan deteksi jejas yang kecil dan juga untuk membantu dalam mendeteksi tumor tumor di dalam batang otak dan daerah hipofisis dimana tulang mengganggu dalam gambaran yang menggunakan CT. c. Biopsi stereotaktik sebagai alat dengan bantuan computer (tiga dimensi) yang berfungsi untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar dasar pengobatan dan informasi prognosis. 6
d. Angiografi, memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral. e. Elektroensefalogram (EEG) dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. f.
Penelitian sitologis pada cairan serebrospinal(CSF) dapat dilakukan untuk mendeteksi sel sel ganas, karena tumor tumor pada system saraf pusat mampu menggusur sel sel ke dalam cairan serebrospinal.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah : a. Edema Serebral Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik). b. Hidrosefalus Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa. c. Herniasi Otak Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli. d. Epilepsi e. Metastase ketempat lain
8. Penatalaksanaan
a. Medis 1) Pembedahan Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang tidak dapat direseksi. 2) Radiotherapi Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal.Adapun efek samping : kerusakan kulit di
7
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan. 3) Chemotherapy Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam.
Pada
tumor-tumor
tertentu
seperti
meduloblastoma
dan
astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif.Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit. 4) Manipulasi hormonal. Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase 5) Terapi Steroid Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung terhadap tumor.
b. Keperawatan Perawatan pre operasi pada pasien yang dilakukan pembedahan intra cranial adalah : 1) Mengkaji keadaan neurologi dan psikologi pasien 2) Memberi dukungan pasien dan keluarga untuk mengurangi perasaan perasaan takut yang dialami. 3) Memberitahu prosedur tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pasien dan mengurangi perasaan takut. 4) Menyiapkan lokasi pembedahan, yaitu: kepala dengan menggunakan shampo antiseptik dan mencukur daerah kepala. 5) Menyiapkan
keluarga
untuk
penampilan
pasien
pembedahan, meliputi : a) Baluatan kepala b) Edema dan ecchymosis yang biasanya terjadi dimuka c) Menurunnya status mental sementara
8
yang
dilakukan
Perawatan post operasi, meliputi : 1) Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30 menit untuk 4 - 6 jam pertama setelah pembedahan dan kemudian setiap jam. Jika kondisi stabil pada 24 jam frekuensi pemeriksaan dapat diturunkan setiap 2 samapai 4 jam sekali. 2) Monitor adanya cardiac arrhytmia pada pembedahan fossa posterior akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 3) Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500 cc / hari. 4) Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas. 5) Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam. 6) Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran balik dari kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher. 7) Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar. 8) Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti : pemeriksaan darah lengkap, serum elektroit dan osmolaritas, PT, PTT, analisa gas darah. 9) Memberikan
obat-obatan
sebagaimana
program,
misalnya
antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor, kortikosteroid. 10) Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.
9
:
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Data Demografi Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. b. Riwayat Sakit dan Kesehatan 1) Keluhan utama Biasanya klien mengeluh nyeri kepala 2) Riwayat penyakit saat ini Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia. 3) Riwayat penyakit dahulu Klien pernah mengalami pembedahan kepala 4) Riwayat penyakit keluarga Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala. 5)
Pengkajian psiko-sosio-spirituab Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
6) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System ) Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tandatanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone). a) Pernafasan B1 (breath) -
Bentuk dada : normal
-
Pola napas : tidak teratur
-
Suara napas : normal
-
Sesak napas : ya 10
-
Batuk : tidak
-
Retraksi otot bantu napas ; ya
-
Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
b) Kardiovaskular B2 (blood) -
Irama jantung : irregular
-
Nyeri dada : tidak
-
Bunyi jantung ; normal
-
Akral : hangat
-
Nadi : Bradikardi
-
Tekanana darah Meningkat
c) Persyarafan B3 (brain) -
Penglihatan (mata) : penurunan penglihatan, hilangnya keta jaman atau diplopia.
-
Pendengaran (telinga) : terganggu bila mengenai lobus temporal
-
Penciuman (hidung) : mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
-
Pengecapan (lidah) :ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
-
Afasia :kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
-
Ekstremitas :kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
-
GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1- 6 tergantung responnya yaitu : Eye (respon membuka mata) (4) : Spontan (3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon 11
Verbal (respon verbal) (5) : Orientasi baik (4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulangulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) (2) : Suara tanpa arti (mengerang) (1) : Tidak ada respon Motor (respon motorik) (6) : Mengikuti perintah (5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : Tidak ada respon
-
Perkemihan B4 (bladder)
Kebersihan : bersih
Bentuk alat kelamin : normal
Uretra : normal
Produksi urin: normal
Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan : menurun
Porsi makan : setengah
Mulut : bersih
Mukosa : lembap
12
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
Kondisi tubuh: kelelahan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri. b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata. c. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. d. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi. f.
Perubahan persepsi sensori perseptual berhubungan dengan kerusakan traktus sensori dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi
g. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi
3. Intervensi
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri. Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil. Kriteria hasil : -
Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg
-
Menunjukkan tingkat kesadaran normal
-
Orientasi pasien baik
-
RR 16-20x/menit
- Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
13
Intervensi Rasional -
Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK
Kaji perubahan tingkat kesadaran, orientasi, memori, periksa nilai GCS
Kaji tanda vital dan bandingkan dengan keadaan sebelumnya
Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola pernapasan, ukuran dan reaksi pupil, pergerakan otot
Kaji adanya nyeri kepala, mual, muntah, papila edema, diplopia kejang
-
Ukur, cegah, dan turunkan TIK
Pertahankan posisi dengan meninggikan bagian kepala 15-30 0, hindari posisi telungkup atau fleksi tungkai secara berlebihan
Monitor analisa gas darah, pertahankan PaCO2 35-45 mmHg, PaO2 >80mmHg
-
Kolaborasi dalam pemberian oksigen
Hindari faktor yang dapat meningkatkan TIK
Istirahatkan pasien, hindari tindakan keperawatan yang dapat mengganggu tidur pasien
Berikan sedative atau analgetik dengan kolaboratif.
Mengetahui fungsi retikuler aktivasi sistem dalam batang otak, tingkat kesadaran memberikan gambaran adanya perubahan TIK
Mengetahui keadaan umum pasien, karena pada stadium awal tanda vital tidak berkolerasi langsung dengan kemunduran status neurologi
Respon pupil dapat melihat keutuhan fungsi batang otak dan pons
Merupakan tanda peningkatan TIK
Peninggian bagian kepala akan mempercepat aliran darah balik dari otak, posisi fleksi tungkai akan meninggikan tekanan intraabomen atau intratorakal yang akan mempengaruhi aliran darah balik dari otak
Menurunnya CO2 menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
Memenuhi kebutuhan oksigen
14
Keadaan istirahat mengurangi kebutuhan oksigen
Mengurangi peningkatan TIK
b. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien Kriteria hasil : -
Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
-
Klien tidak merasa kesakitan.
Intervensi Rasional -
Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan. (Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan)
-
Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul. (Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan)
-
Berikan kompres dingin pada kepala ( Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi )
-
Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi (Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan )
-
Kolaborasi analgesic (Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang )
-
Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis,
perubahan
tanda
vital.
(Merupakan
indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami ) c. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik. Tujuan : Diagnosa tidak menjadi masalah aktual Kriteria hasil :
15
-
Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
-
Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba yang berhubungan dengan ortostatik.
-
Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak yang tiba-tiba.
-
Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing.
Intervensi Rasional -
Kaji tekanan darah pasien saat pasien mengadakan perubahan posisi tubuh (Untuk mengetahui pasien mengakami hipotensi ortostatik ataukah tidak)
-
Diskusikan dengan klien tentang fisiologi hipotensi ortostatik (Untuk menambah pengetahuan klien tentang hipotensi ortostatik)
-
Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi hipotensi ortostatik (Melatih kemampuan klien dan memberikan rasa nyaman ketika mengalami hipotensi ortostatik)K
d. Kerusakan komunikasi verbal b.d efek afasia pada ekspresi atau intepretasi. Tujuan : Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima. Kriteria Hasil : -
Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.
-
Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
-
Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi Rasional : -
Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik. (Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak n yata)
-
Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek. (Menilai kemampuan menulis dan kekurangan dalam membaca yang benar yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik)
16
-
Berika metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi). (Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/ deficit yang mendasarinya)
-
Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang.
Gunakan
pertanyaan
terbuka
dengan
jawaban
“ya/tidak”
selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih komplek sesuai dengan respon pasien. (Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu) e. Perubahan persepsi sensori perseptual berhubungan dengan kerusakan traktus sensori dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi. Tujuan : Pasien mampu menetapkan dan menguji realitas serta menyingkirkan kesalahan persepsi sensori. Kriteria hasil : -
Pasien dapat mengenali kerusakan sensori
-
Pasien dapat mengidentifikasi prilaku yang dapat mengkompensasi kekurangan
-
Pasien dapat mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan sensori dan potensial terhadap penyimpangan.
Intervensi Rasional : -
Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi perubahan sensasi.
-
Berikan rangsang taktil, sentuh pasien pada area dengan sensori utuh, missal : bahu, wajah, kepala.
-
Berikan tidur tanpa gangguan dan periode istirahat.
-
Pertahankan adanya respons emosional berlebihan, perubahan proses berpikir, misal : disorientasi, berpikir kacau. 1. Dapat membantu menurunkan ansietas tentang ketidaktahuan dan mencegah cedera.
-
Menyentuh menyampaikan perhatian dan memenuhi kenutuhan fisiologis dan psikologis normal.
-
Menurunkan kelebihan beban sensori, meningkatkan orientasi dan kemampuan koping, dan membantu dalam menciptakan kembali pola tidur alamiah.
17
-
Indikasi kerusakan traktus sensori dan stress psikologis, memerlukan pengkajian dan intervensi lebih lanjut.
f.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat Kriteria hasil : -
Antropometri: berat badan tidak turun (stabil)
-
Biokimia:
albumin
normal
dewasa
(3,5-5,0)
g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl) -
Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
-
Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
Intervensi Rasional -
Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi: penurunan berat badan, tandatanda anemia, tanda vital (Menentukan adanya kekurangan nutrisi pasien)
-
Monitor intake nutrisi pasien (Salah satu efek kemoterapi dan radioterapi adalah tidak nafsu makan)
-
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering (Mengurangi mual dan terpenuhinya kebutuhan nutrisi)
-
Timbang berat badan 3 hari sekali (Berat badan salah satu indikator kebutuhan nutrisi)
-
Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin (Menentukan status nutrisi)
-
Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik (Mengurangi mual dan muntah untuk meningkatkan intake makanan)
18
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan System Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer and Bare.2002.“Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8”. Jakarta : EGC
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto
Tucker, Susan Marti dkk. 2007. Standart Keperawatan Pasien Perencanaan Kolaborasi & Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis NANDA, intervensi NIC, criteria hasil NOC. Jakarta : EGC
19