LAPORAN PENDAHULUAN
DEATH LIMB DAN ANEMIA Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Pendahuluan Profesi Ners
MALANG
Oleh: HERLINDA DWI NINGRUM 105070204111004
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
Acute Limb Ischemia A. Definisi Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai kritis.
B. Etiologi dan Klasifikasi Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI: 1. Trombosis Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal. 2. Emboli Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat. KLASIFIKASI Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu : Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak diperlukan.
Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan dari kerusakan. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan. Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut :
Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan
pada pemeriksaan doppler signal audible. Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbulklaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi
oklusi dan penyebab oklusi. Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti
revaskularisasi atau embolektomi. Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang
permanen,
irreversible,
kelemahan
ekstremitas,
kehilangan
sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi. Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi: 1. Onset a. Acute : kurang dari 14 hari b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari Severity 3. Incomplit : tidak dapat ditangani 4. Complit : dapat ditangani 5. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
Kategori Klinis Iskemik Tungkai dan Lengan Akut Temuan DESCKRIPSI/PROGNOSI KATEGORI HILANGNYA KELEMAHA S SENSORIS N OTOT I. Dapat Tidak memberikan bertahan ancaman dengan segera
Tanda Doppler ARTERI
VENA
Tidak ada
Tidak ada
Terdengar Terdengar
Minimal (ibu jari) atau tidak ada
Tidak ada
(Sering) tidak Terdengar terdengar
II. Menganca m Secara Dapat tertolong perlahan ditangani segera a.
jika
Melebihi ibu (Biasanya) Dapat tertolong dengan jari, nyeri Ringan, berat Tidak Terdengar revskularisasi segera pada saat terdengar istirahat
Segera b.
Hilangnya sejumlah besar III. Tidak Kelumpuhan jaringan atau kerusakan Anastesi dapat yang berat saraf yang tidak dapat yang dalam diperbaiki (kaku) dihindari secara permanen
Tidak Tidak terdengar terdengar
Modified from Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, et al: Recommended standards for reports dealing with lower extremity ischemia: Revised version. J Vasc Surg 26:517, 1997
C. Faktor Resiko Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor resiko untuk penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan faktor resiko non tradisional 1.
2.
Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah) a.
Usia
b.
Merokok
c.
Diabetes Melitus
d.
Hiperlipidemia
e.
Hipertensi Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a.
Ras/etnis
b.
Inflamasi
c.
Gagal ginjal kronik
d.
Genetik
e.
Hiperkoagulasi
D. Manifestasi Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu: 1. Pain (nyeri) 2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas), 3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas), 4. Pallor (pucat), 5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi), 6.Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
E. Patofisiologi
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.
F. Pemeriksaan diagnostic
1.
Anamnesis Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada
ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan. 2.
Pemeriksaan fisik Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI
dengan yang normal)
Pulsasi Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan
pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.
Lokasi Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta.
Warna dan temperatur Harus
dilakukan
pemeriksaan
terhadap
abnormalitas warna
dan
temperatur. Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin
khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.
Kehilangan fungsi sensoris Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas
atau parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
Kehilangan fungsi motorik Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.
H.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah: 1.
Faktor Risiko Kardiovaskular
Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular. Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard.
Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah.
2.
Pemeriksaan Tungkai
Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.
3.
Exercise challange
·
Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang
hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan 4. ·
Ankle-Brachial Pressure Index Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan
menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal. 5.
Waveform assesment Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan
pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan. 6.
Duplex Imaging Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan
pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-flow Doppler,
dan
pulse
Doppler
velocity
profiles.
Pencitraan
grey-scale
akan
menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa. 7.
Angiografi Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan
arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan"
gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam. Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras. 8.
Computed Tomography Angiography Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-
scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CTscan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.
9.
Magnetic Resonance Angiography Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat
kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup prostesis metal.
G. Penatalaksanaan medis a. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera direvaskularisasi
b. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik. c. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan. d. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada. Terapi : 1.
Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2.
Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3.
Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4.
Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter,
dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol. 6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin
dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana. 7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase. 8. Terapi ALI
merupakan
suatu
keadaan
yang
darurat
untuk
meminimalisasikan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi. 9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuan darah. Namun,pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan embolus lain
H. Asuhan Keperawatan KASUS : Pasien tn. AZ berusia 20 tahun, dirawat ruang perawatan jantung RS harpan kita. Pasien mengeluh nyeri pada daerah paha kaki kanannnya sejak 2 hari yang lalu, pasien mengatan sulit untuk berjalan atau ke kamar mandi karena sakit. Dari anamnesa, pasien sudah dirawat dengan VSD lama dan direncanakan untuk operasi tetapi masih nunggu giliran. Pada pengkajian, pulsasi arteri femoralis teraba sangat lemah dan ada sedikit benjolan pada area tersebut. Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba dibandingkan kaki sebelahnya. Kaki mulai pucat dan di dingin. Pemeriksaan duplex sonography fermolaris menunjukan acut limb ischemic stadium 1. Pengkajian : Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada daerah paha kaki kanannnya sejak 2 hari yang lalu, pasien mengatan sulit untuk berjalan atau ke kamar mandi karena sakit.
Saat pengkajian : Pada pengkajian, pulsasi arteri femoralis teraba sangat lemah dan ada sedikit benjolan pada area tersebut. Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba dibandingkan kaki sebelahnya. Kaki mulai pucat dan di dingin. Pemeriksaan duplex sonography fermolaris menunjukan acut limb ischemic stadium 1. Data Fokus Data Subjektif Klien mengatakan nyeri pada daerah paha kaki kanannya sejak 2 hari yang lalu Klien mengatakan sulit untuk berjalan atau kekamar mandi karena sakitnya Data tambahan :
Data Objektif Pasien sudah dirawat dengan VSD lama dan direncanakan untuk operasi tetapi masih menunggu giliran Pulsasi arteri femolaris teraba sangat lemah dan ada sedikit penonjolan pada area tersebut Perabaan pada dorsalis pedis sangat lemah bahkan hampir tidak teraba disbanding kaki sebelahnya Kaki mulai pucat dan dingin Pemeriksaan dopplex sonography femolaris menunjukan acut limb ischemic stadum 1 Data tambahan : Klien tampak kehilangan sensori motorik pada ekstremitas Skala nyeri 7-9
Analisa Data No Data focus . 1 Ds 1 : Klien mengatakan nyeri pada daerah paha kaki kanannya sejak 2 hari yang lalu
Masalah keperawatan
Etiologi
Ketidaknyamanan nyeri ( akut )
Penurunan sirkulasi arteri
Ketidakefektifan perfusi jaringan
Penurunan aliran darah
Do 1 : Terdapat sedikit penonjolan pada area arteri pemoralis Pulsasi arteri pemolaris teraba sangat lemah Skala nyeri hebat ( 7-9 ) 2
Ds 2 : Klien mengatakan nyeri pada daerah paha kaki kanannya sejak 2 hari yang lalu
Do 2 : Klien sudah dirawat dengan VSD lama dan direncanakan untuk operasi tetapi masih menunggu giliran Pulsasi arteri femolaris teraba sangat lemah Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba disbanding sebelahnya Pemeriksaan duplex sonography femolaris menunjukan acut limb ischemic stadium 1 3
Ds 3 : Klien mengatakan sulit untuk berjalan untuk kekamar mandi karena sakitnya Klien mengatakan nyeri pada paha kanannya sejak 2 hari yang lalu
Intoleran aktifitas
Nyeri dan kelemahan umum
Do 3 : Kaki mulai pucat dan dingin Klien tampak kehilangan sensori motorik pada ekstremitas
Diagnosa No Diagnosa . 1 Ketidaknyamanan nyeri ( akut ) bd penurunan sirkulasi arteri dd nyeri pada daerah paha kanannya sejak 2 hari yang lalu
D.
Tanggal ditemukan
Tanggal teratasi
12 april 2013
14 april 2013
2
Ketidakefektifan perfusi jaringan bd penurunan aliran darah dd Pulsasi arteri femolaris teraba sangat lemah, Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba disbanding sebelahnya
12 april 2013
14 april 2013
3
Intoleran aktifitas bd nyeri, kelemahan umum dd klien sulit untuk berjalan kekamar mandi kerana sakitnya
12 april 2013
14 april 2013
Intervensi No No. Tujuan dan KH . Dx 1 1 Tujuan :
Intervensi Mandiri :
Rasional Mandiri :
Paraf
Paraf
Setelah dilakukan 1. Pantau TTV 1. tindakan 2. Kaji derajat keperawatan 2 x 24 kitaknyamanan nyeri, jam masalah nyeri catat perilaku 2. dapat teratasi melindungi ekstremitas palpasi kaki dengan hati-hati Kh : 3. Pertahankan tirah Rasa nyeri baring selama fase akut berkurang Tingkatkan Arteri femolaris4. ekstremitas yang sakit tidak lemah 5. Dorong klien untuk Tidak ada sering mengubah posisi penonjolan pada 3. arteri femolaris Kolaborasi : 1. Berikan obat sesuai indikasi ( analgesic ) 2. Lakukan kompres panas pada ekstremitas4. sesuai indikasi
Mengetahui perubahan kondisi klien Derajat nyeri secara langsung berhubungan sdengan luasnya kekurangan sirkulasi, proses inflamsi, derajat hipoksia, dan edema luas sehubungan dengan terbentuknya thrombus Penurunan ketidaknyamanan ehubungan dengan traksi otot dan gerakan Mendorong aliran balik vena untuk memudahkan sirkulasi, menurunkan sirkulasi pembentukan statis/edema 5. Mencegah kelemahan otot, membantu meminimalkan spasme otot Kolaborasi : Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan tegangnya otot 2. Penyebab vasodilatasi yang meningkatkan sirkulasi, merilekskan otot 1.
2
2
Tujuan : Setelah dilakukan 1. tindakan asuhan keperawatan 2x24 jam masalah kerusakan perfusi jaringan dapat teratasi
Mandiri : Lihat ekstermitas 1. untuk warna kulit, perubahan suhu, juga edema ( dari lipat paha sampai telapak kaki ), catat simetrisitas betis, ukur dan catat lingkaran2. betis, laporkan
Mandiri : Kemerahan, panas, nyeri dan edema local adalah karakteristik infiamasi surperfisial pucat dan dingin pada ekstermitas. Tindakan ini dilakukan untuk
Kh : TTV kembali normal Warna kulit tidak 2. pucat Menunjukan perbaikan perfusi 3. yang dibuktikan oleh adanya nadi perifer/ sama Tidak ada 4. penonjolan
kemajuan proksimal proses infiamasi, penyebaran nyeri Lakukan latihan aktif dan pasif sementara di tempat tidur Peningkatan klien untuk menghindari penyilang kaki atau hiperfleksi lutut 3. Anjurkan klien untuk menghindari pijatan atau urut pada ekstermitas yang sakit
meningkatkan aliran balik vena dari ekstermitas yang lebih rendah dan menurunkan stasis vena, juga memperbaiki tonus, oot umum atau renggangan Pembatas fiik terhadap sirkulasi mengganggu aliran darah dan meningkatkan stasis vena pada pelvis 4. Aktifitas ini Kolaborasi : berpotensial 1. Lakukan kompres memecahkan atau hangat basah atau panas pada ekstermitas menyebarkan thrombus, yang sakit bila menyebabkan diindikasikan embolisasi dan meningkatkan resiko komplikasi 1.
3
3
Tujuan : Setelah dilakukan 1. tidakan asuhan keperawatan 2x24jam masalah 2. intoleransi aktivitas teratasi KH: 3. Klien bisa berjalan seperti 4. semula Paha kiri klien tidak terasa nyeri 5.
Mandiri : Monitor keterbatasan1. aktivitas, kelemahan saat aktivitas Bantu klien dalam 2. melakukan aktivitas sendiri Catat TTV sebelum 3. dan sesudah aktivitas Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas 4. Berikan pendidikan kesehatan tentang : -perubahan gaya hidup5. untuk menyimpan energy -penggunaan alat abntu
Kolaborasi : Dapat diberikan untuk meningkatkan vasolidatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema lokal Mandiri : Merencanakan intervensi dengan tepat Klien dapat memilih dan merencanakan sendiri Mengkaji sejauh mana pembedaan peningkatkan selama aktivitas Membantu mengembalikan energy Meningkatkan pengetahuan dalam perawatan diri
pergerakan
Kolaborasi : 1. Meningkatkan kerja sama tim dan Kolaborasi : perawatan holistic 1. Kolaborasi dengan Metabolism dokter dan fisioterapi 2. membutuhkan energy 2. Berikan dioet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet IMPLEMENTASI No No Implementasi . . Dx 1 1 1. Pantau TTV 1. 2. Kaji derajat kitaknyamanan nyeri, catat perilaku melindungi ekstremitas palpasi kaki dengan hati-hati 2. 3. Pertahankan tirah baring selama3. fase akut 4. Dorong klien untuk sering 4. mengubah posisi 2
2 1.
Lihat ekstermitas untuk warna 1. kulit, perubahan suhu, juga edema ( dari lipat paha sampai telapak 2. kaki ), catat simetrisitas betis, ukur dan catat lingkaran betis, laporkan3. kemajuan proksimal proses infiamasi, penyebaran nyeri 4. 2. Lakukan latihan aktif dan pasif sementara di tempat tidur 3. Meningkatan klien untuk menghindari penyilang kaki atau hiperfleksi lutut 4. Anjurkan klien untuk menghindari pijatan atau urut pada ekstermitas yang sakit
3
3 1. 2. 3. 4. 5.
Monitor keterbatasan aktivitas, 1. kelemahan saat aktivitas Bantu klien dalam melakukan 2. aktivitas sendiri Catat TTV sebelum dan sesudah3. aktivitas 4. Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas 5. Berikan pendidikan kesehatan tentang :
Hasil TD = 120 / 80 mmHg N = 60 – 100 X/menit RR = 12-24 X/menit S = 35-36 C Rasa nyeri hilang Klien dapat empertahankan posisi tirah baring Klien tidak merasa lemah
Edema hilang, klien sudah tidak pucat Klien dapat mengikuti pergerakan aktif dan pasif Aliran Sirkulasi darah klien lancar Tidak terjadi penyebaran komplikasi pada embolis
Klien tidak merasa lemah saat beraktifitas Klien dapat beraktifitas tanpa bantuan TTV klien dapat terpantau Klien tidak merasa keletihan setelah beraktifitas Klien dapat mengetahui tentang perubahan gaya hidup untuk menyimpan energy
Paraf
-perubahan gaya hidup untuk menyimpan energy -penggunaan alat abntu pergerakan
EVALUASI No Tanggal . 1
Diagnosa Ketidaknyamanan nyeri ( akut ) bd penurunan sirkulasi arteri dd nyeri pada daerah paha kanannya sejak 2 hari yang lalu
Evaluasi S= Klien mengatakan “ sudah tidak nyeri pada daerah paha kaki kanannya ” O= penonjolan pada area arteri pemoralissudah tidak ada tidak terdapat nyeri tekan A = Masalah Teratasi P = Intervensi Dihentikan
2
Ketidakefektifan perfusi jaringan bd penurunan aliran darah dd Pulsasi arteri femolaris teraba sangat lemah, Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba dibanding sebelahnya
S= Klien mengatakan “ sudah tidak nyeri pada daerah paha kaki kanannya ” O= Pulsasi arteri femolaris sudah teraba A = Masalah Teratasi P = Intervensi Dihentikan
3
Intoleran aktifitas bd nyeri, kelemahan umum dd klien sulit untuk berjalan kekamar mandi kerana sakitnya
S= Klien mengatakan“sudah bisa berjalan untuk beraktifitas” O= Klien bisa beraktiftas tanpa bantuan A = Masalah Teratasi P = Intervensi Dihentikan
Paraf
ANEMIA A. Definisi Anemia adalah suatu penurunan dari normal terhadap eritrosit, jumlah haemoglobin dan hematokrit yang disebabkan oleh perdarahan, berkurangnya produksi eritrosit atau peningkatan penghancuran sel darah merah. (Sharon Mantik Lewis, 2000). Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar Hb dan Ht di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000). Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin atau jumlah eritrosit lebih rendah dari keadaan normal yaitu bila Hb berkurang dari 14 g/dl dan hematokrit kurang dari 41% pada pria atau Hb kurang dari 12 g/dl dan hematokrit kurang dari 37% pada wanita. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000, hal. 547). Klasifikasi anemia : 1)
Anemia mikrositik hipokrom Adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun di bawah tingkat
normal (dewasa pria : 13,5-18 g/dl; wanita : 12-16 g/dl). Besi diperlukan untuk sintesa hemoglobin). 2)
Anemia makrositik
a. Anemia defisiensi Vit. B12 (pernisiosa) Kekurangan vitamin B12 akibat gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun. b. Anemia defisiensi asam folat Penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorbsi terjadi di saluran cerna. c. Anemia karena perdarahan.
d. Anemia hemolitik Terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari) baik sementara maupun terus-menerus). e. Anemia aplastik. Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel darah.
B. Etiologi 1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah) 2. Perdarahan 3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker) 4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu: 1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. 2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi. 3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya. 4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia. 5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12. 7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah. 8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
C. Manifestasi
Kulit (pucat, kuning, pruritus)
Mata (ikterik, konjungtiva dan sklera, penglihatan kabur)
Mulut (glositis, rasa tidak enak di mulut)
Kardiovaskuler (takikardia, peningkatan tekanan darah, murmur sistolik, intermittent claudication, nyeri, CHF, MCI)
Paru-paru (tachypnea, orthopnea, dyspnea)
Saraf (sakit kepala, pusing, penurunan aktivitas)
Sistem pencernaan (anorexia, hepatomegali, splenomegali, gangguan menelan)
Muskuloskeletal (nyeri pada tulang)]
Umum (sensitif terhadap dingin, penurunan berat badan dan mudah mengantuk).
D. Patofisiologi Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis)
segera
direfleksikan
dengan
peningkatan
bilirubin
plasma
(konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Kesimpulan
mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia ↓
viskositas darah menurun ↓ resistensi aliran darah perifer ↓ penurunan transport O2 ke jaringan ↓ hipoksia, pucat, lemah ↓ beban jantung meningkat ↓ kerja jantung meningkat ↓ payah jantung
E. Pemeriksaan diagnostic 1. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial. 2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum 3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
F. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1.
Anemia aplastik:
Transplantasi sumsum tulang Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG) 2.
Anemia pada penyakit ginjal
Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat Ketersediaan eritropoetin rekombinan 3.
Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat. 4.
Anemia pada defisiensi besi
Dicari penyebab defisiensi besi Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus. 5.
Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1.1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Ø Adanya kelelahan, sakit kepala, adanya keluhan kedinginan. Ø Riwayat perdarahan, misalnya ulcus, haemoroid, penyakit ginjal, penyakit hati, Ca, infeksi kronis, adanya angina. Ø Adanya riwayat pengobatan. Ø Riwayat terkena zat kimia, seperti radiasi. Ø Kaji riwayat keturunan seperti anemia thalasemia. 1.2. Pola nutrisi metabolik Ø Penurunan BB. Ø Kurang nafsu makan. Ø Mual muntah. Ø Adanya gangguan dalam mulut, tidak selera makan. Ø Kelainan rasa pengecapan. 1.3. Pola eliminasi Ø Adanya konstipasi dan diare. Ø Adanya kembung, peningkatan peristaltik usus. Ø Penurunan pengeluaran urine. Ø Adanya perdarahan di feses dan urine. 1.4. Pola aktivitas dan latihan Ø Adanya kelelahan dan toleransi beraktifitas. Ø Kelemahan, kelelahan, malaise. Ø Penurunan latihan. Ø Kebutuhan istirahat dan tidur bertambah. 1.5. Pola persepsi kognitif Ø Adanya sakit kepala, pusing. Ø Ada rasa baal di tangan dan kaki. Ø Operasi besar seperti splenectomi, pengangkatan prostat. Ø Nyeri dada dan tulang. Ø Adanya gangguan penglihatan dan pendengaran. Ø Gatal-gatal. Ø Hipersensitif terhadap dingin. 1.6. Pola reproduksi dan seksualitas Ø Adanya penurunan libido. Ø Perubahan siklus menstruasi menorhagia, amenorhoe. Ø Impoten. Ø Metrokhagia. Ø Perdarahan pada sebelum dan sesudah partus. 2. Diagnosa Keperawatan 2.1. Hypoxemia b.d kekurangan oksigen dalam sel darah merah. 2.2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia. 2.3. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d hypoxemia jaringan, bed rest, imobilisasi. 2.4. Ketidakmampuan merawat diri b.d kelemahan dan kelelahan karena penurunan oksigen dalam darah. 2.5. Perubahan pola eliminasi : konstipasi atau diare b.d perubahan intake dan perubahan dalam digestif efek samping obat.
2.6.
Risiko tinggi infeksi b.d pertahanan sekunder yang tidak adekuat seperti
penurunan Hb, leucopeni. 3. Perencanaan 3.1. Hypoxemia b.d kekurangan oksigen dalam sel darah merah. Hasil yang diharapkan : · Oksigen dalam sel darah merah terpenuhi. · Tidak terjadi cyanosis. Rencana Tindakan : · Berikan posisi semifowler. R/ Meningkatkan ekspansi paru. · Monitor dan catat tanda hypoxemia seperti kelemahan, kelelahan, dam confusi. R/ Mengetahui lebih dini tanda hypoxemia dan menolong memberi intervensselanjutnya. ·
Kaji konjungtiva dan tanda-tanda cyanosis. R/ Untuk mengetahui tanda-tanda kekurangan oksigen.
·
Kaji pernapasan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. R/ Kemungkinan timbulnya dispnea dan tachipnea. · Berikan oksigen sesuai program medik. R/ Meningkatkan suplai oksigen karena hipoksia. · Monitor AGD. R/ Penurunan pH dan tanda hipoksemia. · Monitor Hb. R/ Menentukan kapasitas anemia. · Ajarkan teknik relaksasi dan napas efektif. R/ Mengurangi dispnea. 3.2. Kekurangan nutrisi b.d anoreksia tidak nafsu makan. Hasil yang diharapkan : · Pasien mampu menghabiskan makanan 1 porsi. · Tidak terjadi penurunan berat badan. · Tidak terjadi dehidrasi. Rencana Tindakan : · Jaga higiene mulut sesudah dan sebelum makan. R/ Memberi rasa nyaman dan meningkatkan nafsu makan. · Observasi kelainan di lidah, mulut dan oesofagus. R/ Stomatitis dan glositis dan kemungkinan terjadi anemia. · Beri diit lunak pada kelainan mulut. R/ Untuk mencegah iritasi lebih lanjut. · Beri vitamin dan mineral sesuai pesan dokter. R/ Untuk meningkatkan absorbsi dan metabolisme. · Ajarkan pasien tentang diet dan hubungan diet dan hubungan dengan penyakitnya. R/ Meningkatkan kooperatif pasien untuk menaati diet. · Catat porsi makan yang dihabiskan. R/ Memberi masukan dan jumlah kalori. · Timbang berat badan tiap hari. R/ Perubahan berat badan membantu perubahan nutrisi.
3.3.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d hypoxemia jaringan, bedrest,
imobilisasi. Hasil yang diharapkan : · Kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Rencana Tindakan : · Kaji kulit pasien terhadap adanya kemerahan dan indurasi. R/
Penekanan pada daerah tertentu akan menghambat sirkulasi dan hypoxemia
jaringan. · Kaji kebersihan kulit. R/ Mencegah infeksi. · Berikan posisi selang seling tiap 2 jam. R/ Memperlancar sirkulasi darah dan mencegah penekanan. · Ajarkan latihan ROM R/ Merangsang sirkulasi. 3.4. Ketidakmampuan merawat diri b.d kelemahan, kelelahan karena penurunan oksigen di dalam darah. Hasil yang diharapkan : · Pasien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi. · Kelelahan, kelemahan tidak terjadi lagi. Rencana Tindakan : · Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas harian tanpa ada keluhan, kelemahan, fatigue, kesulitan beraktifitas. R/ Intervensi selanjutnya. · Dekatkan kebutuhan pasien seperti air, tissue, bel. R/ Mengurangi kebutuhan pasien sesuai tingkat kemampuan pasien. · Anjurkan pasien untuk mobilisasi secara bertahap. R/ Membantu mempercepat pasien kooperatif. · Ubah posisi pasien secara bertahap dan monitor dizziness. R/ Indikasi dari hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan nausea/muntah, resiko perlukaan. 3.5. Perubahan pola eliminasi : konstipasi/diare b.d penurunan intake, perubahan dalam digestif efek samping obat. Hasil yang diharapkan : · Pola eliminasi normal. · Konstipasi tidak terjadi. Rencana Tindakan : · Observasi feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. R/ Mengidentifikasi penyebab atau faktor yang menunjang intervensi selanjutnya. · Auskultasi bising usus. R/ Bising usus meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi. · Monitor dan laporkan intake output per oral. R/ Dapat menunjukkan dehidrasi, kehilangan cairan berlebihan atau tambahan dalam mengidentifikasi defisiensi. · Konsultasi dengan ahli diet untuk pemberian diet seimbang tinggi serat. R/ Makanan tinggi serat mempertahankan enzim pencernaan dan penyerapan cairan.
3.6. Resiko tinggi b.d pertahanan sekunder yang tidak adekuat seperti Hb, leukopeni. Hasil yang diharapkan : Infeksi tidak terjadi. Rencana Tindakan : Kembangkan cara mencuci tangan yang benar dalam memberikan perawatan kepada pasien. R/ Mencegah infeksi silang. · Pertahankan tehnik aseptik sesuai dengan prosedur atau pengobatan luka. R/ Mengurangi resiko infeksi bakterial. · Berikan perawatan kulit, mulut dan perianal secara teliti dan cermat. R/ Mengurangi resiko kerusakan integritas kulit atau jaringan dan infeksi. · Monitor temperatur atau suhu, catat bila ada kedinginan, takikardia. R/ Akibat dari infeksi yang membutuhkan tindakan. 4. Perencanaan Pulang Perencanaan pulang pada pasien yang anemia adalah : 4.1. Pemeliharaan nutrisi yang adekuat yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seperti mengandung asam folat dan vitamin B12 contoh : sayur-sayuran berwarna hijau; bayam, tempe, hati, ginjal, atau suplemen tambahan dan lain sebagainya. 4.2. Istirahat dan toleransi terhadap aktivitas. 4.3. Mencegah adanya komplikasi dengan segera minta bantuan kesehatan terdekat.
DAFTAR PUSTAKA IA- Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook For Nurses Cambridge University Press, Cambridge. Doengoes, Marilyn E. etc 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta Wahlberg E, etc 2007. Emergency Vascular Surgery : a Pratical Guid. Springer-Verlag, Berlin Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition. Lippincott, Philadelpia. R10041/9434.html. MD Consuld : Peripheral Artery Disease : Comprehensive version : Patient Education.
Anthony, Catherine Parker (1976). Structure of Function of the Body. (Fifth edition). USA. CV. Mosby Company. Brunner and Suddarth’s (2000). Text book of Medical Surgical Nursing. (Ninth edition). USA. Lippincott Williams and Wilkins. Doengoes, M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi ketiga). Jakarta: EGC. Lewis, S.M. et.al (2000). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems. (Fifth edition). USA. Mosby inc. Mansjoer, A. et. al (1999). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi ketiga). Jakarta. Media Aesculapius.