KETERGANTUNGAN KETERGANTUNGAN LAJU REAKSI PADA TEMPERATUR
I.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk menunjukkan menunjukkan pengaruh perubahan perubahan temperatur pada laju reaksi. 2. Untuk memperlihatkan kegunaan pengukuran-pengukuran volume-volume gas guna mengikuti kinetika penguraian katalitik H 2O2. 3. Untu Untuk k reak reaksi si:: Fe3+ / H+ H2O2 (aq)
H2O (l)
+
½ O2 (g)
Sehingga dapat diketahui a. orde re reaksi b. tetapan laju (k) dan waktu paruh (t1/2) pada temperatur tertentu. c. peng pengaru aruh h tempe temperat ratur ur terh terhad adap ap k. d. tena tenaga ga akti aktiva vasi si (Ea) (Ea) dan dan fakto faktorr pra-e pra-eks kspo pone nens nsia iall (A) (A) untu untuk k peng pengur urai aian an katalitik H2O2.
II.
DASAR TEORI
Dala Dalam m kine kineti tika ka kimi kimiaa dije dijela lask skan an peng pengar aruh uh laju laju reak reaksi si terh terhad adap ap kons konsen entr trasi asi reak reakta tan n dan dan meng menget etah ahui ui meka mekani nism smee suat suatu u reak reaksi si berd berdasa asark rkan an pengetahuan tentang laju reaksi yang diperoleh berdasarkan eksperimen. Selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan akan terurai sedangkan molekul produk akan terbentuk sehingga dapat diamati proses suatu reaksi melalui penurunan konsentrasi reaktan atau peningkatan konsentrasi produk. Sehingga kecepatan reaksi dapat dimonitor dari perubahan konsentrasi reaktan dan produk. Untuk reaksi stokiometri sederhana seperti: A
B
Maka Maka untu untuk k meng mengun ungk gkap apka kan n kecep kecepat atan an reak reaksi si dalam dalam kont kontek ekss peru peruba baha han n konsentrasi antara reaktan atau produk adalah:
V = −
∆[ A] ∆t
=
∆[ B ] ∆t
Kecepatan pembentukan produk tidak memerlukan tanda minus (-) karena ∆[ B ] bernilai positif. Untuk suatu reaksi umum yaitu: aA
+ bB
cC + dD
persamaan diatas merupakan persamaan perubahan laju konsentrasi setiap unsurn unsurnya ya dibagi dibagi dengan dengan koefisi koefisienn ennya ya dalam dalam keadaa keadaan n setimba setimbang. ng. Adapun Adapun laju laju reaksi dari persamaan tersebut dapat dinyatakan dengan: V = −
1 ∆[ A]
a ∆t
= −
1 ∆[ B ]
b ∆t
=
1 ∆ [ C ]
c ∆t
=
1 ∆[ D ]
d ∆t
Penentuan laju reaksi dapat diukur dengan menggunakan gelombang cahaya yang akan diserap oleh salah satu reaktan atau produk sehingga panjang gelombang tertentu sebanding dengan konsentrasinya. Dalam suatu reaksi kimia, hampir semua kecepatan reaksi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: 1. Sifa Sifatt Kimi Kimia a dari dari Rea Reakt ktan an
Perbeda Perbedaan an reakti reaktivit vitas as kimia kimia merupa merupakan kan faktor faktor utama utama yang yang menent menentuka ukan n kecepa kecepatan tan reaksi. reaksi. Beberap Beberapaa reaksi reaksi kimia kimia dapat dapat berlan berlangsu gsungs ngseca ecara ra cepat, cepat, namun reaksi yang lain dapat berlangsung berlangsung sangat lambat. lambat. Sebagai Sebagai contoh, contoh, reaksi logam natrium dengan air berlangsung berlangsung sangat cepa tetapi reaksi logam besi dengan uap air membentuk karat berlangsung cukup cukup lambat. Nilai konstanta kecepatan tergantung pada sifat reaktan. Jika konstanta kecepa kecepatan tan (k) besar besar maka maka reaksi reaksi berlan berlangsu gsung ng cepat cepat sehing sehingga ga waktu waktu yang yang diperlukan oleh reaktan berubah menjadi produk berlangsung singkat. Reaksireaksi ionik biasanya berlangsung cepat sedangkan reaksi yang melibatkan ikatan kovalen biasanya lebih lambat. 2. Kemamp Kemampuan uan Rea Reakta ktan n Berint Berinter eraks aksii
Keba Kebany nyak akan an reak reaksi si meli meliba batk tkan an dua dua reak reakta tan n atau atau lebi lebih. h. Agar Agar reak reaksi si berlangsung, reaktan-reaktan harus mampu berinteraksi satu dengan yang lainnya. Umumnya reaksi yang dilangsungkan dalam fase cair (larutan) dan fase gas berlangsung lebih cepat terjadi. Hal ini dikarenakan dalam keadaan
cair atau gas, partikel-partikel reaktan dapat bertumbukan dengan mudah dengan yang lainnya. 3. Konsentrasi Reaktan
Kecepatan reaksi, baik reaksi homogen maupun reaksi heterogen dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan. 4. Temperatur Sistem
Semua reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat pada temperatur sistem yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi temperatur maka semakin cepat gerakan partikel-partikel penyusun reaktan, maka semakin besar peluang partikel-partikel tersebut bertumbukan. 5. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang dapat menambah kecepatan reaksi kimia dengan cara menurunkan energi aktivasi. Katalis akan menambah kecepatan suatu reaksi tanpa mengalami perubahan pada akhir reaksi Katalis dapat membentuk senyawa intermediet tetapidia akan dibebaskan kembali pada akhir reaksi. Dalam suatu reaksi kimia terdapat suatu Hukum Kecepatan Reaksi dimana dalam hukum tersebut dinyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi berhubungan dengan konsentrasi zat-zat yang terlibat. Dalam reaksi: aA
+ bB
cC + dD
Untuk menghitung kecepatan reaksinya dapat digunakan rumus: V = k [ A] [ B ] X
Y
Dimana k merupakan konstanta kecepatan. Persamaan diatas dikenal dengan Hukum Kecepatan Reaksi yang menghubungkan kecepatan suatu reaksi dengan
konstanta kecepatan dan konsentrasi reaktan. Adapun kegunaan Hukum Kecepatan Reaksi ini jika telah diketahui nilai k, x dan y maka kecepatan reaksi dari konsentrasi A dan B dapat dihitung. Jumlah semua pangkat yang ada pada semua konsentrasi dalam Hukum Kecepatan Reaksi disebut Orde Reaksi. Orde reaksi ini menggambarkan bentuk matematik dimana hasil percobaan dapat ditunjukkan dan orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen. Jeni-jenis orde reaksi yaitu: 1. Reaksi Orde Satu
Suatu reaksi berorde satu dapat dinyatakan dengan: A
produk
Sehingga V = −
∆ [ A]
= k [ A]
∆ t
Waktu paruh (t1/2) suatu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi awalnya. Untuk reaksi berordo satu, nilai waktu paruhnya adalah: t 1 / 2 =
A x ln 0 k At 1
Jika konsentrasi At = ½ A0 maka : t 1 / 2 = t 1 / 2 = t 1 / 2 =
A0 x ln k 1 / 2 A0 1
1
k
x ln 2
0,693
k
2. Reaksi Orde Dua
Reaksi berorde dua memiliki dua tipe yaitu: a. Reaksi umum : A
produk
Maka: V = −
∆ [ A] ∆ t
= k [ A]
2
Dan nilai waktu paruh untuk reaksi jenis ini adalah: 1
t 1 / 2 =
k . A0
b. Reaksi umum: A + B
produk
Maka : V = − V
=
∆[ A] ∆t
[ ][ ]
k A B
= −
∆[ B ] ∆t
3. Reaksi Orde Nol
Untuk reaksi ini jarang ditemukan. Secara matematis hukum kecepatan reaksi berorde nol ini adalah: V = k [ A]
0
V = k
Dalam reaksi penguraian katalitik H2O2 sebagai berikut: Fe3+ / H+ H2O2 (aq)
H2O (l)
+
½ O2 (g)
Suatu cara yang gampang untuk mengukur laju reaksi ini adalah dengan memantau volume oksigen yang timbul dengan waktu. Sehingga akan diperoleh persamaan laju sebagai berikut: laju = −
d [ H 2O2 ] dt
Pada temperatur tertentu, laju reaksi ini dapat dinyatakan dengan: laju ∞ [ H 2 O2 ] atau
n
laju = k [ H 2O2 ]
(1)
n
(2)
Jika kedua persamaan diatas digabung maka diperoleh: laju = −
d [ H 2 O2 ] dt
= k [ H 2 O2 ]
Yang jika diintegralkan akan memberikan hasil:
[ H 2 O2 ] t
=
[ H 2 O2 ] 0 e
−
kt
Dalam percobaan ini, kita tidak akan mengukur [ H 2 O 2 ] tetapi yang diukur adalah volume oksigen yang dikeluarkan (pada tekanan atmosfer dan temperatur kamar) pada waktu yang bervariasi selama reaksi. Volume oksigen yang timbul pada sembarang waktu adalah berbanding lurus dengan banyaknya jumlah mol H 2O2 yang terurai waku reaksi. Jadi jika V
∞
adalah volume oksigen
yang dihasilkan pada waktu tak hingga maka : V
dan
∞
[ H 2 O 2 ] 0
( V ∞ −V t ) ∞ [ H 2 O2 ] t
(seluruh H2O2 telah terurai pada waktu tak hingga)
maka akan diperoleh persamaan: ( V ∞ −V t ) = V t
=
V
∞
−
V ∞ e
V e
−
−kt
kt
∞
(3)
Jadi jika volume oksigen yang dihasilkan itu (Vt) diukur pada waktu yang bervariasi selama percobaan maka data dapat dicocokkan dengan relasi dalam persamaan (3)memakai prosedur ’nonlinear least squares” yang nonlinear sehingga memberikan nilai V ∞ yang terbalik dan juga nilai k pada temperatur reaksi. Jika reaksi dilaksanakan pada temperatur yang bervariasi maka akan dapat diamati bahwa tetapan kecepatan (k) untuk reaksi akan bervariasi pula. Untuk reaksi-reaksi yang sederhana, hubungan tetapan kecepatan (k) dengan waktu dapat dirumuskan dengan: k = A e –Ea/RT dimana :
A
= faktor pra-eksponensial
Ea
= energi aktivasi (kJ/mol)
R
= konstanta gas (8,314 J/mol K)
T
= temperatur absolut
e
= bilangan dasar logaritma (2,7183)
Persamaan diatas dikenal dengan persamaan Arrhenius. Jika persamaan tersebut ditulis dalam bentuk logaritma maka diperoleh: ln k =
Ea R
x
1
T
+ ln A
Dengan demikian maka tetapan-tetapan empiris Ea dan A dapat diperoleh dari slope dan intersep garis grafik nilai-nilai konstanta kecepatan (k) pada berbagai temperatur.
III. ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat •
Pengaduk magnetik
•
Pemanas
•
Labu reaksi 100 mL
•
Buret gas
•
Pipet volume 25 mL dan 2 mL
•
Termometer
•
Bola hisap
•
Gelas beker
3.2. Bahan •
Larutan hidrogen peroksida (H 2O2)
•
Ferri klorida 0,5 M
•
Aquadest
IV. CARA KERJA 1. Peralatan disusun seperti gambar dibawah ini.
2. Ke dalam labu reaksi ditambahkan 25 mL larutan Fe3+ dan dibiarkan beberapa menit sehingga sistem berada dalam kesetimbangan termal dengan badnya. 3. Kran pada bagian atas labu reaksi dibiarkan terbuka dan reservoir diatur sehingga buret gas menunjukkan nol 4. Ke dalam labu reaksi ditambahkan secepatnya sebanyak 2 mL larutan H2O2 20% volume, sumbat ditutup kembali dan kran ditutup. 5. Pemanas dihidupkan kemudian suhu diatur pada posisi 60
0
C dengan
menggunakan pengatur suhu dan diukur dengan termometer. Suhu dijaga agar tetap konstan. 6. Larutan harus diaduk agak cepat dan pada laju yang tetap selama percobaan. 7. Stopwatch (jam) dihidupkan dan diamati gelembung yang timbul pada buret gas. Volume gas yang timbul dicatat setelah 1, 2, 5, 10, 15, 20 menit dan seterusnya sampai tidak terjadi perubahan volume oksigen lagi. 8. Ulangi percobaan dengan perlakuan yang sama untuk suhu 70 oC
V. DATA PENGAMATAN •
Pembuatan Larutan FeCl 3 0,5 M Diketahui
: volume larutan = 250 mL = 0,25 L Mr FeCl3
= 162,21 g/mol
Ditanya
: massa FeCl3 yang harus ditimbang = . . . . . . ?
Jawab
: M
=
mol volume
Mol FeCl3 = M FeCl3 x volume larutan = 0,5 M x 0,25 L = 0,125 mol
Massa FeCl3 = mol FeCl3 x Mr FeCl3 = 0,125 mol x 162,21 g/mol = 20,276 gram
Jadi, FeCl3 yang harus ditimbang untuk membuat larutan FeCl 3 0,5 M sebanyak 250 mL adalah 20,276 gram.
Percobaan I •
Suhu selama percobaan : 600 C
•
Pengamatan volume gelembung gas dengan waktu yang bervarias i Waktu (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Volume O2 (mL) 0 0 1 2,5 2,8 3,0 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Percobaan II •
Suhu selama percobaan : 700 C
Waktu (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 VI. PERHITUNGAN
Volume O2 (mL) 8,5 9 10 12 15 15,5 16 16 16 16,5 17 17
A. Penentuan Konstanta Laju (k) Untuk suhu : 600 C V
∞
−
V t
=
V
∞
e
−
kt
∞ −Vt = V ∞
V
e
−kt
V ∞ − Vt = −kt V ∞ V ∞
ln
ln1 −
= −kt V ∞ Vt
Nilai k pada menit ke-1 : V∞
Diketahui
= 3,5 mL
Vt
= 0 mL
Ditanya
: k
= . . . . . . .?
Jawab
: ln1 −
= −kt V ∞
= −k .1 3,5
ln1 −
Vt
0
ln (1 − 0 ) ln(1)
= −k
= −k
0 = -k k = 0 Jadi nilai k pada menit ke-1 adalah 0 Maka dengan cara yang sama dapat dihitung nilai konstanta laju (k) pada menit-menit selanjutnya yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. t
Vt
V∞
(menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
(mL) 0 0 1 2,5 2,8 3,0 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
(mL) 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Untuk Suhu : 70 0 C V
∞
−
V t
=
V
∞
e
kt
−
Vt V ∞
0 0 0,2857 0,7143 0,8 0,8571 1 1 1 1 1
1 − Vt V ∞ 1 1 0,7143 0,2857 0,2 0,1429 0 0 0 0 0
ln 1 −
Vt
∞
V
0 0 -0,3364 -1,2528 -1,6094 -1,9456
∞ ∞ ∞ ∞ ∞
k
0 0 0,1121 0,3132 0,3218 0,3243
∞ ∞ ∞ ∞ ∞
∞ −Vt = V ∞
V
e
−kt
V ∞ − Vt = −kt V ∞ V ∞
ln
ln1 −
= −kt V ∞ Vt
Nilai k pada menit ke-1 Diketahui
: V∞
= 17 mL
Vt
= 8,5 mL
Ditanya
: k
= . . . . . . .?
Jawab
: ln1 −
ln1 −
= −kt V ∞ Vt
8,5 17
ln (1 − 0,5) ln( 0,5)
= −k .1 = −k
= −k
-0,6931 = -k k = 0,6931 Jadi nilai k pada menit ke-1 adalah 0,6931 Maka dengan cara yang sama dapat dihitung nilai konstanta laju (k) pada menit-menit selanjutnya yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. t
Vt
V∞
(menit)
(mL)
(mL)
1
8,5
17
0,5000
0,5000
-0,6931
0,6931
2
9
17
0,5294
0,4706
-0,7537
0,3768
3
10
17
0,5882
0,4118
-0,8872
0,2957
4
12
17
0,7059
0,2941
-1,2238
0,3059
5
15
17
0,8823
0,1177
-2,1396
0,4279
6
15,5
17
0,9118
0,0882
-2,4281
0,4047
7
16
17
0,9412
0,0588
-2,8336
0,4048
8
16
17
0,9412
0,0588
-2,8336
0,3542
9
16,5
17
0,9706
0,0296
-3,5199
0,3911
10
17
17
1
0
∞
∞
Vt V ∞
1 − Vt V ∞
ln 1 −
V ∞ Vt
K
11
17
17
1
0
∞
∞
12
17
17
1
0
∞
∞
B. Penentuan Persamaan Regresi Linear Untuk suhu : 60 0 C
x (waktu)
y (nilai k)
x2
y2
xy
1
0
1
0
0
2
0
4
0
0
3
0,1121
9
0,0126
0,3363
4
0,3132
16
0,0981
1,2528
5
0,3218
25
0,1035
1,6090
6
0,3243
36
0,1052
1,9458
7
∞
49
∞
∞
8
∞
64
∞
∞
9
∞
81
∞
∞
10
∞
100
∞
∞
11
∞
121
∞
∞
∑ x = 66
∑y =
∑ x = 506
2
1,0714 −
x
=
−
∑ x
=
n ∑ y
y
=
b =
n
= =
=
= 6
11
11
∑xy =
5,1439
66
1,0714
∑ y 2 = 0,3194
= 0,0974
n ∑ xy − ∑ x ∑ y n ∑ x 2 − ( ∑ x ) 2 (11 x 5,1439) − (66 x1,0714) 11 x 506 − (66) 2 56,5829 − 70,7124 5566 − 4356
−14,1295
=
1210
= - 0,0117
y
=
b x
−
−
+a
a = y − b x
= 0,0974 – (-0,0117 x 6) = 0,0974 + 0,0702 = 0,1676 Jadi, persamaan regresi linearnya adalah: y = bx + a
y = -0,0117x + 0,1676
Untuk suhu : 70 0c
x (waktu)
y (nilai k)
x2
y2
xy
1
0,6931
1
0,4804
0,6931
2
0,3768
4
0.1419
0,7536
3
0,2957
9
0,0874
0,8871
4
0,3059
16
0,0936
1,2236
5
0,4279
25
0,1831
2,1395
6
0,4047
36
0,1637
2,4282
7
0,4048
49
0,1639
2,8336
8
0,3542
64
0,1254
2,8336
9
0,3911
81
0,1529
3,5199
10
100
11
∞ ∞
121
∞ ∞
∞ ∞
12
∞
144
∞
∞
∑ x = 78
∑y =
∑ x = 650
2
3,6542 −
x
=
−
y
=
∑ x n ∑ y
n
=
=
78 12
3,6542 12
∑ y 2 = 1,5923
∑xy =
17,3122 = 6,5
= 0,3045
n ∑ xy − ∑ x ∑ y
b =
n ∑ x 2 − ( ∑ x ) 2 (12 x17,3122) − (78 x3,6542)
=
12 x 650 − (78) 2 207,7464 − 285,0276
=
7800 − 6084
− 77,2812
=
1716
= - 0,0450
y
=
b x
−
−
+a
a = y − b x
= 0,3045 – (-0,0450 x 6,5) = 0,3045 + 0,2925 = 0,5970 Jadi, persamaan regresi linearnya adalah:
y = bx + a
y = -0,0450x + 0,5970
C. Penentuan Harga Waktu Paruh (t 1/2) Reaksi penguraian katalitik H2O2 : Fe3+ / H+ H2O2 (aq)
laju = −
H2O (l)
d [ H 2 O2 ] dt
= k [ H 2 O2 ]
Jadi reaksi ini termasuk Reaksi Orde Satu Maka:
t 1 / 2 =
A x ln 0 k At 1
Jika konsentrasi At = ½ A0 : t 1 / 2 = t 1 / 2 =
A0 x ln k 1 / 2 A0 1
1
k
x ln 2
+
½ O2 (g)
t 1 / 2 =
0,693
k
Untuk suhu : 60 0 C
Nilai waktu paruh pada menit ke-1 t 1 / 2 = t 1 / 2 =
0,693
k 0,693 0
= 0,693 detik = 0,0115 menit Dengan cara yang sama didapatkan nilai k dan harga waktu paruhnya dapat dilihat pada tabel berikut: t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
K 0 0 0,1121 0,3132 0,3218 0,3243
∞ ∞ ∞ ∞ ∞
T ½ (menit) 0,0115 0,0115 0,1030 0,0369 0,0359 0,0356 0 0 0 0 0
Untuk suhu : 70 0 C
Nilai waktu paruh pada menit ke-1 t 1 / 2 = t 1 / 2
0,693
k 0,693
=
0,6931
= 0,9998 detik = 0,0167 menit Dengan cara yang sama didapatkan nilai k dan harga waktu paruhnya dapat dilihat pada tabel berikut: t (menit) 1 2
K 0,6931 0,3768
T ½ (menit) 0,0167 0,0306
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0,2957 0,3059 0,4279 0,4047 0,4048 0,3542 0,3911
∞ ∞ ∞
0,0390 0,0377 0,0269 0,0285 0,0285 0,0326 0,0295 0 0 0
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran volume gas oksigen yang terurai (dikeluarkan) pada tekanan atmosfer dan temperatur kamar karena konsentrasi H2O2 tidak dapat langsung diukur. Dari reaksi penguraian katalitik H2O2 akan diketahui orde reaksi, konstanta laju (k) dan waktu paruh pada temperatur tertentu. Dalam pengukuran laju reaksi penguraian hidrogen peroksida (H 2O2) ini digunakan larutan ferri klorida (FeCl 3) 0,5 M. Untuk membuat larutan tersebut, ditimbang sebanyak 20,276 gram dan diencerkan dalam labu 100 mL. Selanjutnya sebanyak 25 mL Larutan Fe3+ digunakan untuk percobaan. Larutan tersebut dimasukkan dalam labu reaksi beserta larutan hidrogen peroksida (H 2O2) sebanyak 2 mL. Selanjutnya dilakukan pemanasan larutan dan larutan diaduk dengan menggunakan
pengaduk
magnetik
yang
berfungsi
untuk
mempercepat
berlangsungnya reaksi dan mempercepat homogenisasi larutan. Selain itu pemanasan yang dilakukan saat percobaan juga mempercepat reaksi penguraian katalitik hidrogen peroksida. Selama percobaan, diamati gelembung gas yang timbul dengan waktu yang bervariasi sampai diperoleh volume yang konstan. Untuk percobaan yang kami lakukan dilakukan pengamatan gelembung gas sampai waktu 11 menit untuk percobaan pertama dengan suhu 60 0c karena pada waktu tersebut telah diperoleh volume gas oksigen yang konstan yaitu sebesar 3,5 mL. sedangkan untuk percobaan kedua pengamatan dilakukan sampai menit ke 12, dan pada suhu tetap 70 0c yang menghasilkan volume gas oksigen konstan yaitu 17 mL. Adapun nilai volume gas oksigen yang konstan tersebut kemungkinan menunjukkan penguraian hidrogen peroksida telah selesai sehingga tidak dihasilkan gelembung gas lagi.
Dari hasil pengamatan volume gelembung gas yang timbul terhadap waktu diketahui bahwa semakin lama waktu yang diperlukan dalam reaksi penguraian hidrogen peroksida maka volume gas oksigen yang terurai juga semakin banyak. Dalam literatur dijelaskan bahwa dengan kenaikan temperatur maka pembentukan volume oksigen juga semakin meningkat. Selain itu penggunaan katalis juga dapat mempercepat laju reaksi dimana dalam percobaan ini dipergunakan katalis Fe 3+ yang berasal dari larutan FeCl 3.Adapun dari data yang diperoleh tersebut dipergunakan untuk menentukan nilai konstanta laju (k) dan waktu paruh reaksi penguraian katalitik hidrogen peroksida. Dari nilai konstanta laju (k) tersebut juga dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai waktu paruh dari reaksi penguraian katalitik hidrogen peroksida dengan waktu yang bervariasi. terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat percobaan ini diantaranya: 1. Alat yang dipakai tidak dilengkapi dengan termostat sehingga temperatur harus diatur sendiri dengan menggunakan temperatur biasa. 2. terdapat range perbedaan yang cukup besar antara percobaan pertama dengan suhu 600 C dan 70 0 C dalam hasil gas oksigen yang dihasilkan. hal ini dikarenakan pada percobaan pertama katup aliran udara tidak cepat-cepat ditutup, hal inilah yang membuat sejumlah gas oksigen tidak tertampung yang menyebabkan gas yang tertampung menjadi sedikit.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan diatas dapat dibuat beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Laju suatu reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur. 2. Laju suatu reaksi berbanding lurus dengan temperatur dimana semakin tinggi temperatur yang dipergunakan maka laju reaksi akan semakin cepat, demikian pula sebaliknya. 3. Jumlah volume hidrogen peroksida (H 2O2) yang terurai sebanding dengan jumlah perubahan volume oksigen.
4. Reaksi penguraian katalitik hidrogen peroksida (H2O2) termasuk reaksi orde satu. 5. Waktu paruh reaksi penguraian katalitik hidrogen peroksida (H 2O2) tidak dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan. 6. Keadaan tak hingga merupakan keadaan dimana volume oksigen yang terbentuk dari reaksi penguraian sudah mencapai nilai konstan (tidak mengalami perubahan pada waktu yang cukup lama).
DAFTAR PUSTAKA
Bird, Tony, 1993, Kimia Fisika untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.
Dogra, S dan S.K Dogra, 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Gede Bawa, I.G.A, dkk, 2005, Kimia Dasar II, Jurusan Kimia FMIPA Udayana, Bukit Jimbaran.
Sastrohamidjojo, H, 2001, Kimia Dasar, Edisi ke-2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina Aksara, Yogyakarta.
Tim Laboratorium Kimia Fisika, 2012, Penuntun Praktikum Kimia Fisika III, Jurusan Kimia F.MIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
LAMPIRAN
A.
Jawaban Pertanyaan
1. Pada percobaan ini hanya digunakan satu jenis temperatur yaitu pada 60 0 C saja sehingga laju reaksi yang menjadi dua kalinya tidak dapat ditentukan. Dalam penentuan tersebut diperlukan nilai temperatur awal dan temperatur akhir. 2.
Cara yang dapat digunakan untuk menaikkan laju penguraian hidrogen peroksida selain menaikkan temperatur adalah: a.
Dengan menambah konsentrasi hidrogen peroksida sehingga volume
oksigen yang terbentuk semakin banyak sehingga laju penguraian akan semakin cepat. b. 3.
Dengan menggunakan katalis yang sesuai.
Diketahui
: V O2 = 30 mL = 0,03 L T
= 25 0C
R
= 0,082 L atm/mol K
= 298 K
Ditanya
: mol (n) H2O2 = . . . . . . ?
Jawab
: PV = n.R.T
n
=
PV RT
=
1atmx 0,03 L 0,082 Latm / molKx 298 K
=
0,03atmL 24,436 atmL / mo l
= 1,23 x 10 -3 mol
Jadi mol H2O2 yang terurai sebanyak 1,23 x 10 -3 mol