BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
LAPORAN KASUS MEI, 2017
DEMAM DENGUE DAN DEMAM TYPHOID
Oleh : MOCH. FARDHAN RAMADYAH 10542 0396 12
Pembimbing : dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa: Nama
: MOCH. FARDHAN RAMADYAH
NIM
: 10542 0396 12
Judul Laporan Kasus
: DEMAM DENGUE DAN DEMAM TYPHOID
Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Makassar, Mei 2017 Pembimbing,
(dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD)
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa: Nama
: MOCH. FARDHAN RAMADYAH
NIM
: 10542 0396 12
Judul Laporan Kasus
: DEMAM DENGUE DAN DEMAM TYPHOID
Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Makassar, Mei 2017 Pembimbing,
(dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD)
ii
KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan judul “ DEMAM DENGUE DAN DEMAM TYPHOID ini dapat terselesaikan. ”
Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang yang sesungguhnya. Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan dengan selesainya laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan laporan kasus ini. Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis secara khususnya. Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat Wassalamu Alaikum WR.WB.
Makassar, Mei 2017 Penulis
ii
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama
: Tn. I
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki
3. Usia
: 28 tahun
4. Alamat
: Asmil Armed 6-105
5. Status
: Menikah
6. Pekerjaan
: Tentara
7. Suku
: Bali
8. Tanggal MRS
: 16 Mei 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
: Demam
Anamnesis terpimpin
:
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu, demam naik turun, dan menggigil. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah dan nyeri uluhati. BAB Biasa, BAK Lancar RPS : Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada,
C. KEADAAN UMUM
Sakit
(Ringan/Sedang/Berat)
Kesadaran
(Composmentis/Uncomposmentis)
Hygiene
(Buruk/Sedang/Baik)
Status Gizi
(Underweight/Normal/Overweight/Obesitas
I/Obesitas
Tanda vital :
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit reguler,kuat angkat
Pernapasan
: 24x/menit, Tipe : Thoracoabdominal
Suhu
: 38,5oC (axilla)
3
1. Kepala
Bentuk kepala
: Normocephali
Rambut
: Hitam, tebal, tidak rontok
Simetris
: Kiri - Kanan
Deformitas
: -
2. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : -
3.
4.
5.
6.
7.
Konjungtiva
: Anemis (-/-),
Sklera
: Ikterus (-/-), perdarahan (-)
Pupil
: Bulat Isokor kiri-kanan
Telinga
Pendengaran
: Dalam batas normal
Nyeri tekan
: (-/-)
Hidung
Bentuk
: Simetris
Perdarahan
: -
Mulut
Bibir
: Kering (-), pecah-pecah, sianosis (-),
Lidah kotor
: (-)
Caries gigi
: -
Leher
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
DVS
: R-4 cm
Kulit
Hiperpigmentasi
:-
Ikterus
:-
Petekhie
:-
Sianosis
:-
Pucat
:-
4
8.
Thorax
Inspeksi
: Dada simetris kiri – kanan, Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: Vocal fremitus sama kiri – kanan
Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
9.
Cor
Inspeksi
: Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus cordis tidak teraba
Perkusi
: Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan, Batas kiri Batas atas
Auskultasi
: ICS V linea midclavicularis kiri, : ICS II linea parasternalis kanan
: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop (-)
10. Abdomen
Inspeksi
: Datar, simetris, mengikuti gerak napas, tidak ada tanda- radang, benjolan (-), caput medusae (-)
Palpasi
: Nyeri tekan epigastrium (+)
Lien
: Tidak teraba
Ginjal
: Tidak teraba
Perkusi
: Thympani, asites (-)
Auskultasi
: Peristaltik (+) kesan normal
11. Punggung
Tampak dalam batas normal Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang 12. Genitalia
Tidak dievaluasi 13. Ekstremitas atas dan bawah
Pitting edema kedua extremitas inferior (-)
5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium 16 Mei 2017 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia) Hasil
Nilai Normal
WBC
2,04 x 103/uL
4.000 – 10.000/mm 3
RBC
5,71 x 106/uL
4,5 – 5,5 x 10 6/mm3
HGB
15,5 g/dL
14,0 – 17,4 g/dL
PLT
114 x 10 3/uL
150.000-450.000 sel/mm 3
Darah Rutin
DDR (Malaria) Negatif
Negatif
Anti Dengue
IgG
Reaktif
Negatif
IgM
Non Reaktif
Negatif
S. Typhi O
1/40
Non Reaktif
S. Paratyphi AO
1/40
Non Reaktif
Widal Test
S. Paratyphi BO Non Reaktif
Non Reaktif
S. Typhi H
Non Reaktif
1/160
S. Paratyphi AH Non Reaktif
Non Reaktif
S. Paratyphi BH Non Reaktif
Non Reaktif
19 Mei 2017 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia) Hasil
Nilai Normal
WBC
5,49 x 103/uL
4.000 – 10.000/mm 3
RBC
6,07 x 106/uL
4,5 – 5,5 x 10 6/mm3
HGB
16,5 g/dL
14,0 – 17,4 g/dL
PLT
48 x 103/uL
150.000-450.000 sel/mm 3
Darah Rutin
6
20 Mei 2017 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia) Hasil
Nilai Normal
WBC
5,85 x 103/uL
4.000 – 10.000/mm 3
RBC
6,02 x 106/uL
4,5 – 5,5 x 10 6/mm3
HGB
16,1 g/dL
14,0 – 17,4 g/dL
PLT
76 x 103/uL
150.000-450.000 sel/mm 3
Darah Rutin
E. DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis Demam Dengue dan Demam Tyhpoid F.
PLANNING Pengobatan :
-
IVFD RL 16 tpm
-
Inj. Cefotaxim 1gr/12jam/iv
-
Paracetamol 4x500 mg
-
Santagesic amp/TGC/KP
- Neurodex 1x1 -
Methylprednisolon 16mg 1x1
-
Levofloxacin 500mg 1x1
G. PROGNOSIS
Dubia et bonam
7
H. FOLLOW UP PASIEN
Tanggal/ TTV
Perjalanan Penyakit
Instruksi Dokter
16/05/2017
S: Pasien masuk RS dengan
P/ Rawat interna
TD: 120/70 mmHg
keluhan demam yang dialami
-IVFD RL 20 tpm
N : 80x/menit
sejak ± 4 hari yang lalu,
-Inj.
P : 24x/menit
demam
S : 38 °C
menggigil
naik (+),
turun
(+),
mual
(+),
muntah (+), nyeri uluhati (+). BAB: Biasa BAK: lancar
Hasil Lab.
O: SS/GC/CM
Darah Rutin 3
WBC 2,04 x 10 /uL
anemis (-), ikterus (-), sianosis
RBC 5,71 x 10 6/uL
(-)
HGB 15,5 g/dL
Cefotaxim
1gr/iv -Ondansentron amp//iv -PCT tab 3x1 Periksa: - Lab. Fungsi Hati
Paru : BP: vesikuler,
PLT 114 x 10 3/uL*
BT : Rh -/-, Wh -/-, Cor : BJ I/II murni, regular Abdomen :
DDR (Malaria)
Negatif
Peristaltik
(+)
kesan
normal Anti Dengue
Lien tidak teraba
IgG (Reaktif)**
Massa Tumor (-)
IgM (Non Reaktif)
Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan regio
Widal Test
abdomen lainnya (-),
S. Typhi O 1/40
Ekstremitas: edema -/-
S.
Paratyphi
AO
1/40
A: Demam thyfoid
S. Typhi H 1/160**
8
17/05/2017
S: Demam (+), menggigil (-), ,
TD: 120/70 mmHg
pusing (+) nyeri ulu hati (+),
N: 80x/menit
Mual (+), muntah (-) ,
P:20x/menit
BAB: Biasa, BAK: lancar,
S: 38,5 °C
P/ - IVFD RL 16 tpm
- Cefotaxim 1gr/12j/iv -Santagesic
O: SS/GC/CM
amp/TGC/KP
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
-PCT 500mg 4x1 Periksa:
Paru : BP: vesikuler,
- IgM
BT : Rh -/-, Wh -/-,
- DDR
Cor : BJ I/II murni, regular Abdomen : Peristaltik
(+)
kesan
normal Lien tidak teraba Massa Tumor (-) Nyeri Tekan epigastrium (+), nyeri tekan regio abdomen lainnya (-), Ekstremitas: edema -/-
A: Demam Typhoid 18/05/2017
S: Demam (+), menggigil (-)
TD: 120/80 mmHg
Mual
N : 80x/menit
BAB: biasa, BAK: lancar,
P : 20/menit S : 36,9 °C
(+),
muntah
(-),
O:SS/GC/CM anemis (-) ikterus (-) sianosis (-
P/ - IVFD RL 16 tpm
- Cefotaxim 1gr/12j/iv -Santagesic amp/TGC/KP -PCT 500mg 4x1
) Paru : BP: vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-, Cor : BJ I/II murni, regular
- Neurodex 1x1 -Methylprednisolon 16mg 1x1
9
Abdomen : peristaltik (+)
Periksa
kesan normal
Darah rutin
Lien tidak teraba Massa Tumor (-) Nyeri Tekan epigastrium (-), nyeri tekan regio abdomen lainnya (-), Ekstremitas: edema -/-, A: Abses Hepar 19/05/2017 TD: 110/80 mmHg N : 84x/menit P : 20s/menit S : 36,6 °C
Darah Rutin
S: Keluhan tidak ada
P/ - IVFD RL 16 tpm
BAB: biasa, kuning. BAK: lancar, warna kuning.
- Cefotaxim
O: SS/GC/CM anemis (-) ikterus (-) sianosis (-) Paru : BP: vesikuler,
-Santagesic
BT : Rh -/-, Wh -/-, Cor : BJ I/II murni, regular
RBC 6,07 x 10 6/uL
Abdomen : Peristaltik
PLT 48 x 10 3/uL**
normal
amp/TGC/KP -PCT 500mg 4x1 - Neurodex 1x1
WBC 5,49 x 103/uL
HGB 16,5 g/dL
1gr/12j/iv
- Methylpredni solon
(+)
kesan
16mg
1x1
Lien tidak teraba Massa Tumor (-) Nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri
tekan
regio
abdomen lainnya (-), Ekstremitas: edema -/A: Demam Typhoid Dengue Fever
10
20/05/2017 TD: 120/80 mmHg N : 82x/menit P : 20s/menit S : 36,7 °C
Darah Rutin
S: Keluhan tidak ada
P/ - IVFD RL 16 tpm
BAB: biasa, kuning. BAK: lancar, warna kuning.
- Cefotaxim
O: SS/GC/CM anemis (-) ikterus (-) sianosis (-) Paru : BP: vesikuler,
-Santagesic
BT : Rh -/-, Wh -/-, Cor : BJ I/II murni, regular
RBC 6,02 x 10 6/uL
Abdomen : Peristaltik
PLT 76 x 10 3/uL
normal
amp/TGC/KP -PCT 500mg 4x1 - Neurodex 1x1
WBC 5,85 x 10 3/uL
HGB 16,1 g/dL
1gr/12j/iv
- Methylprednisolo n 16mg 1x1
(+)
kesan
Lien tidak teraba Massa Tumor (-) Nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri
tekan
regio
abdomen lainnya (-), Ekstremitas: edema -/A: Demam Typhoid Dengue Fever 21/05/2017 TD: 110/80 mmHg N : 84x/menit P : 20s/menit S : 36,6 °C
S: Keluhan tidak ada BAB: biasa, kuning. BAK: lancar, warna kuning. O: SS/GC/CM anemis (-) ikterus (-) sianosis (-) Paru : BP: vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-, Cor : BJ I/II murni, regular Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal Lien tidak teraba
P/ - PCT 500mg 4x1
- Neurodex 1x1 - Methylprednisolo n 16mg 1x1 - Levofloxacin 500mg 1x1
Massa Tumor (-)
11
Nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri
tekan
regio
abdomen lainnya (-), Ekstremitas: edema -/A: Demam Typhoid Dengue Fever
I.
RESUME
Pasien laki-laki berusia 28 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan Demam yang dialami sejak ± 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam di rasakan naik turun dan pasien merasa menggigil. Mual dan muntah juga dikeluhkan pasien dan nyeri uluhati. Batuk tidak ada. Sesak tidak ada. Nafsu makan berkurang, BAB Biasa, BAK lancar berwarna kuning. Riwayat Demam sebelumnya (-). Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup, dan kesadaran composmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80x/menit dan regular, suhu 38,5
0
C, pernapasan 24 x/menit. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan epigastrium (+), lien tidak teraba, massa tumor (-). Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Mei 2017 pada pemeriksaan Darah Rutin didapatkan ada leukopenia (WBC 2,04 x 103/uL), dan Trombositopenia
(PLT 114 x 103/uL), DDR (Malaria) Negatif, Anti Dengue IgG (Reaktif), IgM (Non Reaktif), Widal Test S. Typhi O 1/40, S. Paratyphi AO 1/40, S. Typhi H 1/160.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis dari pasien ini adalah Demam Typhoid dan Dengue Fever.
12
Pada pasien ini didiagnosis Demam Dengue berdasarkan : Anamnesis
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam, mual dan muntah. Demam naik turun. Keluhan lain seperti sakit telinga atau keluar cairan dari telinga, sariawan, sakit menelan, mencret , ataupun kejang disangkal oleh pasien. Buang air besar dan buang
air kecil tidak ada gangguan. Nafsu makan pasien berkurang. Sebelum mengalami demam, pasien tidak melakukan perjalanan ke luar kota .
Pemeriksaan
Dari hasil pemeriksaan fisik, suhu tubuh pasien : 38,5º
Fisik
Celcius (pada hari ke-5 sejak mulai demam di rumah), ada nyeri tekan pada epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 16 Mei 2017 : Leukositopenia (WBC 2,04 x 103/uL) Trombositopenia (PLT 114 x 10 3/uL) DDR (Malaria) Anti Dengue
Negatif IgG (Reaktif)
Tanggal 19 Mei 2017 : Trombositopenia (PLT 48 x 103/uL)
Tanggal 20 Mei 2017 : Trombositopenia (PLT 76 x 103/uL)
13
Sedangkan, Diagnosa Demam Tifoid didapatkan atas dasar : Anamnesis
Pasien mengeluh adanya demam 4 hari sebelum masuk rumah sakit, mual, muntah, nyeri ulu hati serta nafsu makan berkurang.
Pemeriksaan
Nyeri tekan (+) pada epigastrium
Fisik Pemeriksaan Penunjang
16 Mei 2017 Widal Test
S. Typhi O 1/40 S. Paratyphi AO 1/40 S. Typhi H 1/160
Positif
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEMAM BERDARAH DENGUE Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali fatal. DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu : 1. Silent dengue atau Undifferentiated fever 2. Demam dengue klasik 3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever) 4. Dengue Shock Syndrome (DSS).
15
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. -
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu nai k pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari.
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.
Spektrum Klinis DD dan DBD Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut -
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni hingga periode demam berakhir
16
-
Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
-
Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat.
Demam Berdarah Dengue
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Kasus DBD ditandai 4 manifestasi klinis yaitu : -
Demam tinggi
-
Perdarahan terutama perdarahan kulit
-
Hepatomegali
-
Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi. Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.
17
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak gelisah. Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria
18
WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga cat atan medis dapat dibuat lebih tepat. Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi. Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah : Kriteria klinis : -
Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus sel ama 2-7 hari
-
Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
-
Pembesaran hati
-
Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium : -
Trombositopenia (100.000/ l atau kurang)
-
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%.
Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah : -
Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar. -
Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain. -
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
19
-
Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/ul biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. 2. Pencitraan pencitraan 2.1 Pemeriksaan rontgen dada Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
20
Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue 2.2. Pencitraan Ultrasonografis Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeri ksaan USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV.
3. Pemeriksaan Serologi. Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu : -
Uji hambatan hemaglitinasi
-
Uji Netralisasi
-
Uji fiksasi komplemen
-
Uji Hemadsorpsi Immunosorben
-
Uji Elisa Anti Dengue Ig M
-
Tes Dengue Blot.
21
Pemeriksaan rapid sero diagnostic test Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3. Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4 akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian menurun dalam kadar rendah seumur hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.
Respon imun terhadap infeksi dengue Respon imun terhadap infeksi dengue : Antibodi Ig M : -
Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi
-
Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer singkat
1
Antibodi Ig G : -
Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala
-
Meningkat pada infeksi primer
-
Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G anti dengue.
Perjalanan penyakit infeksi virus dengue Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok 2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan 3. Edema paru, akibat over loading cairan.
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
2
Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit
Penatalaksanaan Demam Dengue Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi : -
Tirah baring selama fase demam akut
-
Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40º C, sebaiknya diberikan parasetamol
-
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami nyeri yang parah
-
Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih atau muntah.
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan
3
adanya kehilangan cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok. Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma. Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik Pada
syok
berat
(lebih
dari
60
menit)
pasca
resusitasi
kristaloid
(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi. 2
4
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut
Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
5
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht
6
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%
7
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue
Kriteria memulangkan pasien : 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 2. Nafsu makan membaik 3. Tampak perbaikan secara klinis 4. Hematokrit stabil 8
5. Tiga hari setelah syok teratasi 6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml 7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).
DEMAM TIFOID Defenisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever . Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid. 2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. 3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
9
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Patogenesis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
Gejala Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : a. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
10
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. b. Ganguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. c. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam. b. Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
11
Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik. c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis g.Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sa kit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu : a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi
pada
wanita
hamil,
ibu
menyusui,
demam,
sedang
mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun. b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved ). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat
12
suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama. c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.
Untuk
mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Biakan darah merupakan baku emas diagnosis penyakit ini. Masalahnya usaha ini tidak selalu berhasil dengan baik karena berbagai faktor yang bisa mempengaruhi penemuan kuman dari spesimen klinis tersebut. Uji WIDAL tunggal yang banyak digunakan ternyata kurang bermakna, teknik DNA probe dan PCR yang juga memiliki nilai diagnostik tinggi saat ini hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian. Sedangkan metode ELISA dengan bahan antigen yang lebih murni dan akurasi deteksi yang lebih baik dari WIDAL masih memerlukan peralatan bantu serta EISA Reader. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium yang sensitif, spesifik, praktis dan tidak mahal bilamana gejala klinis tidak khas. Cara Baru Deteksi Demam Tifoid
Berdasarkan prinsip deteksi antibodi lgM spesifik salmonella typhi dalam serum dengan cara Inhibition Magnetic Binding Immunoassay(IMBI) menggunakan V shape Reaction Wells, Tubex TF memberikan alternatif solusi deteksi dini Demam Tifoid kepada klinisi terutama menghadapi masalah kecepatan, kehandalan dan kenyamanan diagnosis.
13
Definisi dan Prinsip TUBEX TF Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif 10 menit untuk
deteksi Demam Tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi lgM tersebut dalam menghambat (inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel lateks magnetik (reagen warna coklat) dan monoklonal antibodi berlabel lateks warna (reagen warna biru), selanjutnya ikatan inhibasi tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnetik. Tingkat inhibasi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi lgM S. Typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.
Dasar konsep antibodi lgM spesifik terhadap salmonella typhi digunakan sebagai marker penanda TUBEX TF menurut beberapa peneliti: o
kadar ketiga kelas immunoglobin anti Lipopolisakarida (lgA, lgG dan lgM) lebih tinggi pada pasien tifoid dibandingkan kontirol;pengujian lgM
14
antipolisakarida memberikan hasil yang berbeda bermakna antara tifoid dan non tifoid. o
Dalam diagnosis serologis Demam Tifoid, deteksi antibodi lgM adalah lebih baik karena tidak hanya meningkat lebih awal tetapi juga lebih cepat menurun sesuai dengan fase akut infeksi, sedangkan antibodi lgG tetap bertahan pada fase penyembuhan.
o
TUBEX TF mendeteksi antibodi lgM dan bukan lgG. Hal ini membuat sangat bernilai dalam menunjang diagnosa akut.
15
BAB III KESIMPULAN
Demam berdarah dengue dan tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab utama demam berdarah dengue adalah infeksi virus dengue yang bersifat self limiting sehingga tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Sedangkan pemakaian antibiotika pada kasus ini ditujukan untuk infeksi oleh Bakteri Salmonella typhii yang diberikan setelah mendapat konfirmasi hasil Tes Tubex TF yang positif. Masalah utama demam berdarah dengue berkaitan dengan risiko terjadinya dehidrasi hingga syok. Upaya rehidrasi menggunakan cairan rehidrasi oral merupakan satu-satunya pendekatan terapi yang paling dianjurkan. Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemberian makanan atau nutrisi yang cukup selama perawatan dan mengobati penyakit penyerta.
16