14
PENENTUAN KADAR PARASETAMOL SEDIAAN TABLET DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
TUJUAN
1.1 Melakukan penetapan kadar parasetamol dari tablet parasetamol dengan metode analisis HPLC
1.2 Melakukan validasi data dari metode analisis yang digunakan pada penetapan kadar
II. DASAR TEORI
2.1 Parasetamol
Parasetamol (C8H9NO2) atau asetaminofen berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Kelarutannya larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N serta mudah larut dalam etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol memiliki khasiat sebagai analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1995).
Gambar 1. Rumus Struktur Paracetamol
(Sumber: Moffat et al., 2005)
Absorbansi parasetamol pada max 245 nm dalam larutan asam adalah sebesar 668a sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar 715a pada max 257 nm. Identifikasi: Sistem HD—k 0.1; sistem HW—k 0.32; sistem HX—RI 264; sistem HY—RI 241; sistem HZ—waktu retensi 1.9 menit; sistem HAA—waktu retensi 5.6 menit; sistem HAM—waktu retensi 2.0 menit; sistem HAX—waktu retensi 4.8 menit; sistem HAY—waktu retensi 3.7 menit (Moffat et al., 2005).
2.2 High Performance Liquid Chromatography HPLC
High performance liquid chromatography (HPLC) atau yang sering disebut kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah jenis kromatografi yang penggunaannya paling luas. Kegunaan umum HPLC adalah untuk pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif senyawa obat dalam sediaan farmasetika. Disamping itu, HPLC juga digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar serta senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012). Kegunaan HPLC antara lain:
- Untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis
- Analisis ketidakmurnian (impurities)
- Analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non volatile)
- Penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion
- Isolasi dan pemurnian senyawa
- Pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama
- Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah yang sekelumit (trace element), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
2.3 Parameter HPLC
Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu kromatogram adalah Resolusi (Rs), Faktor Retensi (k), Faktor selektifitas (α), Efisiensi dan jumlah lempeng teoritis (N).
Resolusi (Rs)
Hal yang terpenting dari HPLC adalah mengoptimasi resolusi dalam waktu yang minimum. Nilai resolusi yang melebihi 1,5 diantara dua puncak akan memberikan nilai pemisahan yang baik. Resolusi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya: Selectivity, Effieciency, dan Retention.
Faktor Retensi (k)
Faktor retensi adalah waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu komponen dari dalam kolom kromatografi. Nilai k yang tinggi mengindikasikan sampel memerlukan waktu dalam berinteraksi dengan fase diam terlebih dahulu hingga keluar dari kolom saat tepat dalam konsentrasi maksimum.
Faktor selektifitas (α)
Selektifitas merupakan kemampuan instrumen dalam mengenali senyawa-senyawa dalam campuran untuk mendapat selektifitas yang maksimum diperlukan interaksi yang sesuai (partisi, adsorpsi, size exclusion, atau ion exchange). Apabila kedua senyawa memiliki k atau nilai α = 1 kedua senyawa tidak dapat dipisahkan. akibat waktu retensinya identik. Agar terjadi pemisahan yang baik maka nilai selektivitas (α) harus lebih besar daripada 1, semakin besar nilai α maka pemisahannya akan semakin baik. Nilai α dapat diubah-ubah dengan cara, mengubah fasa gerak (misalnya dengan memperbesar polaritas), mengubah fasa diam, mengubah temperatur karena pada umumnya kenaikan temperatur akan memperkecil waktu retensi, dan mengubah bentuk komponen
Efisiensi
Efisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan hasil yang diinginkan dengan memuaskan dan dalam waktu yang singkat. Hasil yang idel kolom yang efisien akan menghasilkan puncak yang tajam. Efisiensi sangat dipengaruhi oleh kapasitas dari kolom.
Lempeng teoritis (N)
Merupakan parameter yang menghitung efisiensi kromatografi. Menyatakan jumlah peristiwa partisi yang dialami oleh analit pada setiap saat yang dibawa oleh fase gerak selama elusi. Dimana semakin besar harga N akan memberikan puncak yang lebih efisien.
(Crawford, 2011)
2.4 Instrumen
Gambar 1. Skema Alat HPLC
Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Putra, 2004).
Injektor (Injector)
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan:
Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.
Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).
Kolom (Column)
Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 - 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 - 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm (Putra, 2004).
d. Detektor
Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
Detektor spektrofotometri UV-Vis
Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi UV dan sinar tampak pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai struktur atau gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang terukur.
Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias atau refraktometer diferensial adalah suatu detektor universal yang memberi tanggap pada setiap zat terlarut, asalkan indeks biasnya jauh berbeda dengan indeks bias fase gerak. Kelemahan utamanya adalah bahwa indeks bias ini peka terhadap suhu. Karena itu suhu fase gerak, kolom, dan detektor harus dikendalikan dengan seksama, bila pengukuran yang cermat dilakukan pada kepekaan tinggi.
Detektor Elektrokimia
Banyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi atau direduksi secara elektrokimia pada elektrode yang cocok. Arus yang dihasilkan pada proses ini dapat diperkuat untuk menghasilkan tenaga yang sesuai. Meskipun detektor elektrokimia cukup peka, namun ada pula kelemahannya. Adanya timbrungan listrik dan goncangan arus juga harus diperhatikan.
Detektor Photodiode-Array (PDA)
Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190-400) dapat ditampilkan. Dengan demikian, PDA memberikan banyak lebih banyak informasi komposisi sampel disbanding dengan detector UV-Vis. Dengan detektor ini, juga diperoleh spectrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem KCKT yang digunakan. Dan akhirnya dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan membandingkan antara spectra analit dengan spectra senyawa yang sudah diketahui.
Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada detektor PDA ini dapat ditampilkan sebagai plot 3 dimensi absorbansi, panjang gelombang, dan waktu sehingga data ini dapat dimanipulasi dan diplotkan kembali pada layar (monitor) lalu dibandingkan dengan data 3 dimensi senyawa lain dari perpustakaan data yang ada di sistem komputernya sehingga bisa digunakan untuk tujuan identifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.5 Metode Validasi
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman,2007).
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi ketika :
a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.
c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu.
d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar dua metode, seperti antara metode baru dan metode baku.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
Linierity (Linieritas)
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (r) (Gandjar dan Rohman, 2012).
Kisaran (Range)
Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen utama (mayor), maka konsentrasi baku harus diukur di dekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit yang diharapkan. Suatu strategi yang baik adalah mengukur baku dengan kisaran 25, 50, 75, 100, 125, dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman, 2012).
Sebagaimana telah direkomendasikan ICH, kisaran umum yang digunakan untuk uji potensi senyawa obat atau produk obat adalah ±20% dari target atau nominal konsentrasi; sementara untuk uji keseragaman kadar adalah ±20% dari target atau nominal konsentrasi (Gandjar dan Rohman, 2012).
Stabilitas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa sampel dan larutan standar yang disiapkan sesuai dengan metode masing-masing adalah stabil setidaknya selama durasi normal urutan analitis (itu adalah rekomendasi biasanya untuk melakukan stabilitas larutan pada 24, 48, dan 72 jam). Kriteria dapat ditentukan selama tahap pengembangan metode jika pengencer cocok untuk sampel persiapan dan pengencer tidak bereaksi dengan aktif dan / atau eksipien dalam matriks (Kazekevich dan LoBrutto, 2007).
Kekasaran
Definisi dalam hal ketidakrataan diberikan oleh USP adalah sebagai berikut: "Kekasaran dari metode analisis adalah tingkat kemampuan untuk memproduksi hasil tes yang diperoleh oleh analisisis dari sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium yang berbeda, analisis instrumen yang berbeda berbeda, hari yang berbeda, dll. Ketidakrataan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh pada hasil tes dari variabel operasional dan lingkungan dari metode analisis. Kekasaran adalah ukuran kemampuan untuk memproduksi hasil tes dalam kondisi normal kondisi operasional yang diharapkan dari laboratorium - laboratorium ke dan dari Analis ke analis". Praktis berbicara, kekasaran. adalah nama lain untuk presisi menengah, di mana dua analis, dari dua laboratorium yang berbeda, pada dua hari yang berbeda, menggunakan instrumentasi yang berbeda, jumlah kolom banyak, reagen, pelarut, dan bahan kimia, ikuti metode uji identik dengan menguji sampel identik (Kazekevich dan LoBrutto, 2007).
Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) yaitu memasukkan analit ke dalam matriks blanko atau metode penambahan baku (standard additionmethod) yaitu penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit (Harmita, 2004).
Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atauketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek (Harmita, 2004).
Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi (Harmita, 2004).
LOD dan LOQ
Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. LOD dan LOQ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
LOQ=10 (SDS)
LOD= 3 Syxb , LOQ= 10 Syxb
(Harmita, 2004)
ALAT DAN BAHAN
Alat
Timbangan analitik
Batang pengaduk
Sendok tanduk
Beaker glass
Erlenmeyer
Labu ukur
Pipet ukur
Mortir dan stamper
Botol vial
Bulb filler
Pipet tetes
Kertas perkamen
Membran filter
Alat ultrasonik
Syringe
HPLC dengan kolom reversed phase C18
Bahan
Tablet sampel (Pamol)
Serbuk baku parasetamol
Metanol dan air (70:30 v/v)
PROSEDUR KERJA
Pembuatan Larutan Standar Parasetamol 100 µg/mL dari larutan Stok Paracetamol 1 mg/mL
Diketahui : Konsentrasi larutan stok (M1) = 1 mg/mL
Konsentrasi larutan yang dibuat = 100 µg/mL
Volume larutan yang dibuat (V2) = 10 mL
Ditanya : Volume larutan stok yang diambil (V1)....?
Jawab :
V1 = 1 mL
Pembuatan Larutan Stok Parasetamol
Parasetamol ditimbang menggunakan beaker glass sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan dengan sedikit metanol dan air (70:30 v/v). Larutan ini kemudian dimasukan kedalam labu ukur 50 mL. Setelah itu ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas. Larutan ini digojog homogen. Larutan ini memiliki konsentrasi sebesar 1 mg/mL. Larutan stok ini dipipet sebanyak 1 mL kemudian dimasukan kedalam labu ukur 10 mL. setelah itu ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas. Larutan kerja yang dimiliki memiliki konsentrasi parasetamol sebesar 100 µg/mL (godze, 2009).
4.2 Pembuatan Seri Larutan Standar Parasetamol
Larutan kerja parasetamol 100 µg/mL dipipet masing-masing 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL untuk dimasukan kedalam labu ukur 10 mL. Setelah itu metanol dan air (70:30 v/v) ditambahkan pada setiap labu ukur tersebut sampai tanda batas, kemudian digojog homogen. Larutan seri parasetamol yang yang dihasilkan masing-masing sebesar 5 µg/mL; 10 µg/mL; 15 µg/mL; 20 µg/mL; 25 µg/mL.
Larutan standar seri volume 0,5 mL
100 µg/mL × 0,5 mL = M2× 10 mL
M2 = 5 µg/mL
Larutan standar seri volume 1 mL
100 µg/mL × 1 mL = M2× 10 mL
M2 = 10 µg/mL
Larutan standar seri volume 1,5 mL
100 µg/mL × 1,5 mL = M2× 10 mL
M2 = 15 µg/mL
Larutan standar seri volume 2 mL
100 µg/mL × 2 mL = M2× 10 mL
M2 = 20 µg/mL
Larutan standar seri volume 2,5 mL
100 µg/mL × 2,5 mL = M2× 10 mL
M2 = 25 µg/mL
4.3 Pembuatan Larutan Sampel
Tablet parasetamol sebanyak 3 buah digerus menggunakan stamper dan mortir. Kemudian serbuk yang dihasilkan ditimbang sehingga diperoleh serbuk yang ekivalen dengan 100 mg parasetamol. Serbuk tablet ini kemudian dimasukan ke dalam beaker glass, setelah itu serbuk ini dilarutkan menggunakan metanol dan air (70:30 v/v) sebanyak 20 mL. Larutan ini kemudian dimasukan kedalam labu ukur 100 mL. Setelah itu metanol dan air (70:30 v/v) ditambahkan kedalam labu ukur tersebut sampai tanda batas. Larutan digojog homogen sehingga diperoleh sampel larutan parasetamol dengan konsentrasi 1 mg/mL. Larutan sampel parasetamol 1 mg/mL kemudian diencerkan menjadi 100 µg/mL.Larutan sampel ini dipipert sebanyak 10 mL ke dalam labu 100 mL. Setelah itu metanol dan air (70:30 v/v) ditambahkan pada labu ukur tersebut hingga tanda batas dan larutan digojog homogen. Larutan sampel 100 µg/mL kemudian diencerkan menjadi 15 µg/mL. Larutan sampel 100 µg/mL dipipet sebanyak 1,5 mL lalu dimasukan ke dalam labu ukur labu 10 mL. Setelah itu metanol dan air (70:30 v/v) ditambahkan kedalam labu tersebut sampai tanda batas. Larutan digojog homogen sehingga diperoleh larutan sampel parasetamol dengan konsentrasi 15 µg/mL.
Penyiapan sampel
Perhitungan:
Dik : kadar parasetamol dalam tablet = 500 mg
massa serbuk 20 tablet = ..... mg
massa parasetamol yang diinginkan = 100 mg
Dit : massa serbuk parasetamol yang setara dengan 100 mg serbuk
parasetamol = ...?
Jawab :
Kadar parasetamol dalam 3 tablet = 3 × 500 mg
= 1500 mg
Massa yang setara 100 mg parasetamol =
= .... mg
Sejumlah serbuk sampel yang setara dengan 100 mg kadar parasetamol dibuat dengan volume 100 mL.
Perhitungan :
Dik : Massa paracetamol = 100 mg
Volume paracetamol = 100 mL
Dit : C paracetamol = …?
Jawab : C = =
= 1mg/mL
= 1000 µg/mL
Dibuat konsentrasi larutan sampel paracetamol 100 μg/mL
Perhitungan :
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x 10 mL = M2 x 100 mL
M2 =
M2 = 100 µg/mL
Dari konsentrasi 100 µg/mL sampel diencerkan kembali sampai 15 µg/mL
M1 x V1 = M2 x V2
100 µg/mL x V1 = 15 µg/mL x 10 mL
V1 =
V1 = 1,5 mL
4.4 Pengkondisian Kolom HPLC
Larutan pencuci kolom (metanol dan air (70:30 v/v)) difiltrasi melalui membran. Metanol dan air (70:30 v/v) sebanyak 10 L kemudian diinjeksi ke alat melalui selang pelarut dengan kecepatan alir 1 mL/menit. Metanol dan air (70:30 v/v) akan secara otomatis didegassing dalam instrumen.
4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan seri parasetamol konsentrasi terendah difiltrasi sebanyak 20 L diinjeksikan pada injektor HPLC (godze, 2009). Setelah itu larutan seri di-scan pada 200 nm - 300 nm. Panjang gelombang maksimum yang sudah diperoleh kemudian digunakan sebagai panjang gelombang dalam pengukuran nilai AUC untuk setiap larutan seri lainnya. Masing-masing AUC yang akan didapat dicatat sebagai bahan pembuatan kurva kalibrasi parasetamol y = bx + a, dengan y = AUC dan x = konsentrasi (µg/mL).
4.6 Penetapan Kadar Parasetamol
Setiap larutan sampel parasetamol difiltrasi kemudian sebanyak 20 L larutan sampel ini diinjeksikan pada injektor HPLC. Larutan di-scan pada panjang gelombang maksimum parasetamol yang sudah diperoleh sebelumnya. Masing-masing AUC yang akan didapat dicatat sebagai bahan penetapan kadar dengan cara mensubstitusikan nilai AUC ke dalam kurva kalibrasi parasetamol yang sudah diperoleh sebelumnya. Setelah itu ditentukan nilai perolehan kembali kadar parasetamol terhadap kadar pada kemasan sampel (godze, 2009).
Validasi Metode analisis
Penetuan akurasi metode analisis
Data AUC yang diperoleh dimasukan kedalam persamaan regresi linier. Dihitung presentasi perolehan kembali (recorvery).
Penentuan Presisi metode analisis
Dihitung dengan menggunakan data penentuan akurasi metode analisis. Dihitung dengan menggunakan persamaan :
RSD=SDX (rata-rat) x 100 %
Penentuan nilai nilai LOD dan LOQ
Dibuat 5 variasi larutan parasetamol dengan konsentrasi yang berbeda. Ditentukan nilai absorbansi dari kelima variasi parasetamol. Dibuat persamaan regresi liniernya, y = bx + a dengan y adalah absorbansi dari kelima variasi konsetrasi larutan parasetamol dan x adalah konsentrasi larutan parasetamol. Ditentukan nilai y" yaitu nilai absorbansi suatu konsentrasi larutan parasetamol setelah dimasukkan kedalam persamaan liniernya. Ditentukan selisih dari y-y" dan kuadrat dari selisih y-y". Ditentukan nilai simpangan baku residual (Sy/x) dengan rumus :
Ditentukan nilai LOD dan LOQ dari larutan parasetamol dengan persamaan :
LOD = (3 x Sy/x) / b
LOQ = (10 x Sy/x) / b
V. SKEMA KERJA
Larutan pencuci kolom (metanol dan air (70:30 v/v)) difiltrasi melalui membran5.1 Pengkondisian Kolom HPLC
Larutan pencuci kolom (metanol dan air (70:30 v/v)) difiltrasi melalui membran
Metanol dan air (70:30 v/v) difiltrasi.
Metanol dan air (70:30 v/v) difiltrasi.
Diinjeksikan metanol dan air (70:30 v/v) sebanyak 10 L ke alat melalui selang pelarut dengan kecepatan alir 1 mL/menit.
Diinjeksikan metanol dan air (70:30 v/v) sebanyak 10 L ke alat melalui selang pelarut dengan kecepatan alir 1 mL/menit.
Ditimbang parasetamol menggunakan beaker glass sebanyak 50 mg.5.2 Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 100 µg/mL
Ditimbang parasetamol menggunakan beaker glass sebanyak 50 mg.
Dilarutkan dengan sedikit metanol dan air (70:30 v/v), dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL.
Dilarutkan dengan sedikit metanol dan air (70:30 v/v), dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas, digojog hingga homogen.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas, digojog hingga homogen.
Dipipet sebanyak 1 mL, dimasukan kedalam labu ukur 10 mL.
Dipipet sebanyak 1 mL, dimasukan kedalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas.
Digojog hingga homogen.
Digojog hingga homogen.
5.3 Pembuatan Seri Larutan Standar Parasetamol 5 µg/mL; 10 µg/mL; 15 µg/mL; 20 µg/mL; 25 µg/mL
Larutan stok parasetamol 100 µg/mLdipipet 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL.
Larutan stok parasetamol 100 µg/mLdipipet 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) hingga tanda batas.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) hingga tanda batas.
Digojog hingga homogen.
Digojog hingga homogen.
Digerus tablet parasetamol sebanyak 3 buah menggunakan stamper dan mortir.5.4 Pembuatan Larutan Sampel 1 mg/mL
Digerus tablet parasetamol sebanyak 3 buah menggunakan stamper dan mortir.
Ditimbang serbuk mengandung sebanyak 100 mg parasetamol.
Ditimbang serbuk mengandung sebanyak 100 mg parasetamol.
Dimasukan ke dalam beaker glass, setelah itu serbuk ini dilarutkan dengan metanol dan air (70:30 v/v), dimasukan kedalam labu ukur 100 mL.
Dimasukan ke dalam beaker glass, setelah itu serbuk ini dilarutkan dengan metanol dan air (70:30 v/v), dimasukan kedalam labu ukur 100 mL.
Ditambahkan pelarut hingga tanda batas kemudian digojog hingga homogen.
Ditambahkan pelarut hingga tanda batas kemudian digojog hingga homogen.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) ke dalam labu ukur sampai tanda batas.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) ke dalam labu ukur sampai tanda batas.
Digojog hingga homogen.
Digojog hingga homogen.
5.4.1 Pengenceran Larutan Sampel 1 mg/mL menjadi 100 µg/mL
Dipipet larutan parasetamol 1 mg/mL sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Dipipet larutan parasetamol 1 mg/mL sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) hingga tanda batas.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) hingga tanda batas.
Digojog homogen.
Digojog homogen.
5.4.2 Pengenceran Larutan Sampel 100 µg menjadi 15 µg/mL
Dipipet larutan sampel 100 µg/mL sebanyak 1,5 mL, dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL.
Dipipet larutan sampel 100 µg/mL sebanyak 1,5 mL, dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas.
Ditambahkan metanol dan air (70:30 v/v) sampai tanda batas.
Digojog hingga homogen.
Digojog hingga homogen.
Diulangi sebanyak 2 kali.
Diulangi sebanyak 2 kali.
5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Diinjeksikan larutan seri parasetamol konsentrasi terendah diinjeksikan ke membran (difiltrasi) sebanyak 20 L pada injektor HPLC.
Diinjeksikan larutan seri parasetamol konsentrasi terendah diinjeksikan ke membran (difiltrasi) sebanyak 20 L pada injektor HPLC.
Larutan seri di-scan pada panjang gelombang 200 nm-300 nm.
Larutan seri di-scan pada panjang gelombang 200 nm-300 nm.
Ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
Ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
Larutan standar lain diukur pada panjang gelombang maksimum.
Larutan standar lain diukur pada panjang gelombang maksimum.
Dibuat kurva kalibrasi standar parasetamol dan persamaan regresi linier y = bx + a, y = AUC dan x = kadar sampel (µg/mL).
Dibuat kurva kalibrasi standar parasetamol dan persamaan regresi linier
y = bx + a, y = AUC dan x = kadar sampel (µg/mL).
Setiap larutan sampel parasetamol di-degassing dan difiltrasi.5.6 Penetapan Kadar Parasetamol
Setiap larutan sampel parasetamol di-degassing dan difiltrasi.
Diinjeksikan sebanyak 20 L larutan sampel pada injektor HPLC.
Diinjeksikan sebanyak 20 L larutan sampel pada injektor HPLC.
Larutan discan pada panjang gelombang maksimum parasetamol yang sudah diperoleh sebelumnya.
Larutan discan pada panjang gelombang maksimum parasetamol yang sudah diperoleh sebelumnya.
Masing-masing AUC yang akan didapat dicatat sebagai bahan penetapan kadar dengan cara mensubstitusikan nilai AUC ke dalam kurva kalibrasi parasetamolyang sudah diperoleh sebelumnya.
Masing-masing AUC yang akan didapat dicatat sebagai bahan penetapan kadar dengan cara mensubstitusikan nilai AUC ke dalam kurva kalibrasi parasetamolyang sudah diperoleh sebelumnya.
Ditentukan nilai perolehan kembali kadar parasetamol terhadap kadar pada kemasan sampel.
Ditentukan nilai perolehan kembali kadar parasetamol terhadap kadar pada kemasan sampel.
Validasi Metode analisis
Penetuan akurasi metode analisis
Data AUC yang diperoleh dimasukan kedalam persamaan regresi linier
Data AUC yang diperoleh dimasukan kedalam persamaan regresi linier
Dihitung presentasi perolehan kembali (recorvery).
Dihitung presentasi perolehan kembali (recorvery).
Penentuan Presisi metode anlaisis
Dihitung dengan menggunakan data penentuan akurasi metode analisis dan pennetuan kadar sempel PCT
Dihitung dengan menggunakan data penentuan akurasi metode analisis dan pennetuan kadar sempel PCT
Dihitung dengan menggunakan persamaan :
Dihitung dengan menggunakan persamaan :
Penentuan nilai nilai LOD dan LOQ
Dibuat persamaan regresi linier 5 larutan seri konsentrasi, y = bx + a dengan y adalah absorbansi dari kelima variasi konsetrasi larutan parasetamol dan x adalah konsentrasi larutan parasetamol
Dibuat persamaan regresi linier 5 larutan seri konsentrasi, y = bx + a dengan y adalah absorbansi dari kelima variasi konsetrasi larutan parasetamol dan x adalah konsentrasi larutan parasetamol
Ditentukan nilai y" yaitu nilai absorbansi suatu konsentrasi larutan parasetamol setelah dimasukkan kedalam persamaan liniernya
Ditentukan nilai y" yaitu nilai absorbansi suatu konsentrasi larutan parasetamol setelah dimasukkan kedalam persamaan liniernya
Ditentukan selisih dari y-y" dan kuadrat dari selisih y-y"
Ditentukan selisih dari y-y" dan kuadrat dari selisih y-y"
Ditentukan nilai simpangan baku residual (Sy/x) dengan rumus :
Ditentukan nilai simpangan baku residual (Sy/x) dengan rumus :
Ditentukan nilai LOD dan LOQ dari larutan parasetamol dengan persamaan:LOD = (3 x Sy/x) / b ; LOQ = (10 x Sy/x) / b
Ditentukan nilai LOD dan LOQ dari larutan parasetamol dengan persamaan:
LOD = (3 x Sy/x) / b ; LOQ = (10 x Sy/x) / b
HASIL PENGAMATAN
Bobot Masing-Masing Tablet
6.1.1 Sampel A
Tablet
Bobot
Tablet 1
Tablet 2
Tablet 3
Bobot total
0,7254 gram
0,7222 gram
0,7265 gram
2,1741gram
6.1.2 Sampel B
Tablet
Bobot
Tablet 1
Tablet 2
Tablet 3
Bobot total
0,7217 gram
0,7196 gram
0,7192 gram
2,1605 gram
6.1.3 Sampel C
Tablet
Bobot
Tablet 1
Tablet 2
Tablet 3
Bobot total
0,7189 gram
0,7204 gram
0,7115 gram
2,1508 gram
Data AUC dan waktu retensi
Bahan
AUC
Waktu Retensi
Standar 1 (5 µg/ml)
Standar 2 (10 µg/ml)
Standar 3 (15 µg/ml)
Standar 4 (20 µg/ml)
Standar 5 (25µg/ml)
Sampel A
Sampel B
Sampel C
639368
1214010
1734344
2332255
2708478
1737360
2152647
1623583
1,569
1,581
1,579
1,586
1,581
1,571
1,582
1,594
Spektrum
Standar 1 (5 µg/ml)
6.3.2 Standar 2 (10 µg/ml)
6.3.3 Standar 3 (15 µg/ml)
6.3.4 Standar 4 (20 µg/ml)
6.3.5 Standar 5 (25µg/ml)
6.3.6 Sampel A
6.3.7 Sampel B
6.3.8 Sampel C
ANALISIS DATA
Larutan Standar
Bahan
AUC
Waktu Retensi
Standar 1 (5 µg/ml)
Standar 2 (10 µg/ml)
Standar 3 (15 µg/ml)
Standar 4 (20 µg/ml)
Standar 5 (25µg/ml)
Sampel A
Sampel B
Sampel C
639368
1214010
1734344
2332255
2708478
1737360
2152647
1623583
1,569
1,581
1,579
1,586
1,581
1,571
1,582
1,594
Dari data diatas, dapat ditentukan persamaan regresi linear dari larutan standar seri konsentrasi.
Bahan
AUC
Standar 1 (5 µg/ml)
Standar 2 (10 µg/ml)
Standar 3 (15 µg/ml)
Standar 4 (20 µg/ml)
Standar 5 (25µg/ml)
639368
1214010
1734344
2332255
2708478
Regresi linear yang diperoleh:
y = 105129,3x + 148751,5 R² = 0,997
Sampel
Bahan
AUC
Waktu Retensi
Sampel A
Sampel B
Sampel C
1737360
2152647
1623583
1,571
1,582
1,594
Perhitungan kadar sampel:
Sampel A
Diketahui: y = 105129,3x + 148751,5
AUC1 = 1737360
Ditanya : Konsentrasi= ......μg/mL
Jawab :
y = 105129,3x + 148751,5
1737360 = 105129,3x + 148751,5
105129,3x = 1588608,5
x = 15,11 μg/mL
Sampel B
Diketahui: y = 105129,3x + 148751,5
AUC2 = 2152647
Ditanya : Konsentrasi= ......μg/mL
Jawab :
y = 105129,3x + 148751,5
2152647 = 105129,3x + 148751,5
105129,3x = 2003895,5
x = 19,06 μg/mL
Sampel C
Diketahui: y = 105129,3x + 148751,5
AUC3 = 1623583
Ditanya : Konsentrasi= ......μg/mL
Jawab :
y = 105129,3x + 148751,5
1623583 = 105129,3x + 148751,5
105129,3x = 1474831,5
x = 14,02 μg/mL
Perhitungan Konversi Sampel
Sampel A
Diketahui : Kadar sampel A = 15,11 μg/mL
Kadar sampel primer = 1 mg/mL
Volume sampel primer = 100 mL
Kadar sampel sekunder = 15 μg /mL
Ditanya : kadar sampel= ......mg
Jawab :
Konversi dari kadar sampel (µg/ml) sebanding 1000 µg/ml
Konversi sebanding 100 mg sampel
1,0073 mg/ml 100 ml = 100,73 mg
Jadi, untuk sampel A kadar sampel 15,11 μg/mL setara 100,73 mg
Sampel B
Diketahui : Kadar sampel B = 19,06 μg/mL
Kadar sampel primer = 1 mg/mL
Volume sampel primer = 100 mL
Kadar sampel sekunder = 15 μg /mL
Ditanya : kadar sampel= ......mg
Jawab :
Konversi dari kadar sampel (µg/ml) sebanding 1000 µg/ml
Konversi sebanding 100 mg sampel
1,2706 mg/ml 100 ml = 127,06 mg
Jadi, untuk sampel B kadar sampel 19,06 μg/mL setara 127,06 mg
Sampel C
Diketahui : Kadar sampel C = 14,02 μg/mL
Kadar sampel primer = 1 mg/mL
Volume sampel primer = 100 mL
Kadar sampel sekunder = 15 μg /mL
Ditanya : kadar sampel= ......mg
Jawab :
Konversi dari kadar sampel (µg/ml) sebanding 1000 µg/ml
Konversi sebanding 100 mg sampel
0,9346 mg/ml 100 ml = 93,46 mg
Jadi, untuk sampel C kadar sampel 14,02 μg/mL setara 93,46 mg
Perhitungan kadar paracetamol dalam sampel
Kadar rata- rata =
=
= 107,08 mg
-
100,73 mg
107,08 mg
-6,35
40,32
127,06 mg
107,08 mg
19,98
399,20
93,46 mg
107,08 mg
-13,62
185,50
625,02
Standar Deviasi =
=
RSD = 100 x SDx rata-rata
= (100 x 17,67)/107,08
= 16,51 %
Kadar Paracetamol dalam sampel =x ± SD
= 107,08 mg ± 17,67 mg
Perhitungan Kadar Paracetamol dalam Tablet
Sampel A
Diketahui : Kandungan parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100 mg
Kandungan paracetamol diperoleh (ks) =100,73 mg
Kandungan parasetamol 3 tablet secara teoritis= 1500 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet secara teoritis= 500 mg
Ditanya : Kandungan parasetamol 1 tablet dari analisis = ...?
Jawab :
Kandungan parasetamol 3 tablet =
=
= 1510,95 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet =
= 503,65 mg
Sampel B
Diketahui : Kandungan parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100 mg
Kandungan paracetamol diperoleh (ks) =127,06 mg
Kandungan parasetamol 3 tablet secara teoritis= 1500 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet secara teoritis= 500 mg
Ditanya : Kandungan parasetamol 1 tablet dari analisis = ...?
Jawab :
Kandungan parasetamol 3 tablet =
=
= 1905,9 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet =
= 635,3 mg
Sampel C
Diketahui : Kandungan parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100 mg
Kandungan paracetamol diperoleh (ks) = 93,46 mg
Kandungan parasetamol 3 tablet secara teoritis= 1500 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet secara teoritis= 500 mg
Ditanya : Kandungan parasetamol 1 tablet dari analisis = ...?
Jawab :
Kandungan parasetamol 3 tablet =
=
= 1401,9 mg
Kandungan parasetamol 1 tablet =
= 467,3 mg
Perhitungan Perolehan Kembali
Sampel A
Diketahui : Massa parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100 mg
Massa sampel yang diperoleh (ks)= 100,73 mg
Ditanya : Perolehan kembali = ...?
Jawab :
% perolehan kembali =
= = 100,73 %
Sampel B
Diketahui : Massa parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100 mg
Massa sampel yang diperoleh (ks)= 127,06 mg
Ditanya : Perolehan kembali = ...?
Jawab :
% perolehan kembali =
= = 127,06 %
Sampel C
Diketahui : Massa parasetamol 1 tablet yang diambil (ka)= 100 mg
Massa sampel yang diperoleh (ks)= 93,46 mg
Ditanya : Perolehan kembali = ...?
Jawab :
% perolehan kembali =
= = 93,46 %
Perhitungan perolehan kembali rata-rata
% perolehan kembali rata- rata =
=
= 107,08%
Perhitungan LOD dan LOQ
Diketahui :
Konsentrasi standar 1 = 5 μg/mL
Konsentrasi standar 2 = 10 μg/mL
Konsentrasi standar 3 = 15 μg/mL
Konsentrasi standar 4 = 20 μg/mL
Konsentrasi standar 5 = 25 μg/mL
AUC standar 1 = 639368
AUC standar 2 = 1214010
AUC standar 3 = 1734344
AUC standar 4 = 2332255
AUC standar 5 = 2708478
Ditanya : Nilai AUC dalam persamaan (y") = .....?
Jawab :
AUC 1
y = 105129,3x + 148751,5
y" = 105129,3(5) + 148751,5
= 674398
AUC 2
y = 105129,3x + 148751,5
y" = 105129,3(10) + 148751,5
= 1200044,5
AUC 3
y = 105129,3x + 148751,5
y" = 105129,3(15) + 148751,5
= 1725691
AUC 4
y = 105129,3x + 148751,5
y" = 105129,3(20) + 148751,5
= 2251337,5
AUC 5
y = 105129,3x + 148751,5
y" = 105129,3(25) + 148751,5
= 2776984
7.8 Simpangan Baku (SD)
Diketahui :
C (μg)
y
y"
y-y"
(y-y")2
5
639368
674398
-35030
1227100900
10
1214010
1200044,5
13965,5
195035190
15
1734344
1725691
8653
74874409
20
2332255
2251337,5
80917,5
6547641806
25
2708478
2776984
-68506
4693072036
Σ (y-y")2
12737724342
Ditanya : Nilai Simpangan Baku ( ) = .........?
Jawab :
=
=
= 112861,5
7.9 LOD dan LOQ
Diketahui : = 112861,5
Dari persamaan y= 105129,3x + 148751,5 diketahui b =105129,3
Ditanya : LOD dan LOQ = ......?
Jawab :
LOD =
LOD =
LOD = 3,22 µg/mL
LOQ =
LOQ =
LOQ = 10,735 µg/mL
VIII. PEMBAHASAN
Praktikum Analisis Farmasi II pada kesempatan kali ini dilakukan analisis kuantitatif penetapan kadar Parasetamol dalam sediaan tablet dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
Prinsip dari metode ini pada umumnya sama dengan metode kromatografi, yaitu didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi solut yang dipengaruhi oleh perbedaan afinitas solut terhadap fase gerak dan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007). Metode HPLC ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi, karena sederhana, dan kepekaannya tinggi (Munson, 1984).
Instrumen HPLC memiliki 2 jenis kolom berdasarkan jenis fase gerak dan fase diam yang digunakan, yaitu kolom normal phase dan kolom reverse phase. Dalam praktikum ini digunakan instrumen HPLC dengan jenis kolom reverse phase. Kolom reverse phase kolom yang fase diamnya bersifat nonpolar sedangkan fase geraknya bersifat polar, kebalikan dari fase normal. Fase diam nonpolar yang paling banyak digunakan adalah jenis C18, C8, dan C2 (Mulja dan Suharman, 1995).
Fase diam yang digunakan pada kolom reverse phase HPLC pada praktikum ini adalah C18. Penggunaan kolom reverse phase karena parasetamol merupakan senyawa polar sehingga parasetamol mampu dipisahkan oleh kolom reverse phase karena kolom reverse phase memiliki gugus oktadesil silika (ODS atau C18) yang mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007). Selain itu, kolom C18 memiliki jumlah C yang banyak sehingga mengakibat sifat fase diam ini cenderung bersifat non polar, akibatnya pemisahan terhadap parasetamol akan semakin baik. Selain itu dengan kolom reverse phase, fase gerak yang digunakan bersifat polar. Fase gerak yang digunakan pada kolom reverse phase HPLC adalah metanol-air yang memiliki drajat pro-analisis. Sehingga, dalam penggunaannya pada metode HPLC harus disaring terlebih dahulu dengan pompa vakum yang berisi membran filter untuk menyaring pengotor-pengotor bahkan yang berukuran mikro dari fase gerak. Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat menyebabkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007). Pemilihan metanol-air sebagai fase gerak karena metanol-air merupakan pelarut universal yang dapat mengelusi senyawa-senyawa yang bersifat polar, hal ini disebabkan karena struktur dari metanol memiliki susunan unik dimana gugus OH dan metil berdeketan menjadikkan metanol bersifat semipolar, sehingga bila dipakai sebagai fase gerak, metanol mampu mengelusi senyawa baik yang polar maupun nonpolar. Selain itu metanol memenuhi persyaratan sebagai fase gerak yaitu murni, tidak terdapat kontaminan (karena metanol telah disaring sebelum digunakan), tidak bereaksi dengan wadah (packing), dapat melarutkan sampel, memiliki visikositas rendah, tidak merusak sampel, dan seperti yang telah dibahan di atas salah satu syarat suatu fase gerak adalah diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable price). Air merupakan pelarut universal yang bersifat polar, reasonable price. Sehingga dikombinasikan dengan metanol untuk dapat memperoleh hasil pemisahan yang efisien.
Sebelum dilakukan proses analisis parasetamol dengan metode HPLC. Pertama-tama dilakukan pengkondisian kolom. Pengkondisian kolom HPLC meliputi pengaturan tekanan kolom, laju alir fase gerak, serta pencucian kolom dengan menggunakan metanol-air. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan kepekaan kolom dan menghindari pengotor atau sisa analit yang masih tertahan pada kolom pada analisis sebelumnya agar tidak mengganggu analisis dan merusak kolom. Setelah dilakukan pengkondisian kolom. Selanjutnya dilakukan analisis sampel.
Fase gerak maupun larutan yang dianalisis dialirkan dengan menggunakan sistem pompa. Pompa dibutuhkan untuk mengalirkan fase gerak dengan tekanan sehingga dapat mengalir secara terus menerus melalui kolom secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Proses elusi dilakukan dengan cara isokratik diamana elusi dengan menggunakan komposisi fase gerak yang sama tanpa ada perubahan perbandingan fase gerak yang digunakan.
Semua larutan sebelum dialirkan ke sistem harus disaring terlebih dahulu dengan membran filter dengan tujuan yang sama seperti saat menyaring fase gerak yaitu untuk menyaring pengotor-pengotor bahkan yang berukuran mikro dari pelarut. Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat menyebabkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007).
Injeksi larutan standar dan sampel ke dalam HPLC harus dilakukan dengan hati-hati dan dijaga agar tidak ada gas yang terinjeksikan sebab adanya gas dapat menimbulkan gelembung dan pengumpulan gas pada komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Sehingga hasil analisisnya tidak baik.
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop). Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Sampel yang melewati keluk ini adalah 20 µL. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada saat praktikum larutan standar dan sampel-sampel cair disuntikan sebesar 40 µL. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi cairan yang mungkin tertinggal saat diinjeksikan, sehingga sampel yang masuk tidak kurang dari 20 µL. Larutan standar yang pertama dielusi adalah larutan standar dengan konsentrasi terkecil untuk mengantisipasi jika ada larutan yang tertinggal saat elusi. Dimana bila kita mengukur dari konsentrasi yang paling besar, kemungkinan adanya sisa konsentrasi dari larutan ini lebih besar. Sehingga akan mempengaruhi konsentrasi larutan yang lebih kecil yang diukur selanjutnya. Kemungkinan jika konsentrasi larutan yang tertinggal tadi ikut terbaca maka AUC yang dihasilkan oleh larutan dengan konsentrasi yang lebih kecil, menjadi lebih besar dibandingkan dengan AUC larutan dengan konsentrasi lebih tinggi.
Detektor yang digunakan pada HPLC ini adalah detektor photodiode array (PDA). Detektor ini merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan dapat ditampilkan. Dengan detektor ini akan diperoleh spektrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem HPLC yang digunakan. Dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak (similiarity factor) dengan membandingkan antara spektra analit dengan spektra senyawa yang sudah diketahui atau berada dalam library HPLC (Gandjar dan Rohman, 2007).
Setelah pengkondisian alat dilakukan pembuatan larutan standar eksternal parasetamol dengan konsentrasi 5 µg/mL; 10 µg/mL; 15 µg/mL; 20 µg/mL; 25 µg/mL. Rentang ini dipilih karena kadar sampel yang akan dianalisis berkisar 15 µg/ml. Suatu strategi yang baik adalah mengukur baku dengan kisaran 25, 50, 75, 100, 125 dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sebelum diinjeksikan, larutan standar disaring terlebih dahulu. Perlu diperhatikan pada saat penyuntikan larutan ke dalam injektor tidak boleh terdapat gelembung pada syringe karena dapat mengganggu pengamatan dan gas dapat menimbulkan gelembung dan pengumpulan gas pada komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.
Untuk analisis kuantitatif penetapan kadar Parasetamol dalam sediaan tablet dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Dibuat 3 buah sampel dengan cara sembilan (9) buah tablet dengan kandungan parasetamol 500 mg ditimbang. Dan bobot masing-masing tablet ditimbang. Selanjutnya 3 tablet digerus dan ditimbang bobotnya setara dengan 100 mg parasetamol. Hal ini dilakukan 3 kali. Untuk sampel 1, 2 dan 3. Selanjutnya serbuk yang telah ditimbang setara dengan 100 mg parasetamol. Dilarutkan dengan metanol-air, dan dilakukan pengenceran agar diperoleh konsentrasi masing-masing sebesar 15 µg/mL.
Sebelum dilakukan penginjeksian sampel, terlebih dahulu dilakukan penginjeksian larutan standar eksternal parasetamol dengan kosentrasi 5 µg/mL; 10 µg/mL; 15 µg/mL; 20 µg/mL; 25 µg/mL. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap nilai AUC, diperoleh data yang menunjukan bahwa pada larutan standar parasetamol 5 µg/mL diperoleh nilai AUC sebesar 639368 dengan waktu retensi 1,569. Pada larutan standar parasetamol 10 µg/mL diperoleh nilai AUC sebesar 1214010 dengan waktu retensi 1,581. Pada larutan standar parasetamol 15 µg/mL diperoleh nilai AUC sebesar 1734344 dengan waktu retensi 1,579. Pada larutan standar parasetamol 20 µg/mL diperoleh nilai AUC sebesar 2332255 dengan waktu retensi 1,586. Pada larutan standar parasetamol 25 µg/mL diperoleh nilai AUC sebesar 2708478 dengan waktu retensi 1,581. Larutan standar eksternal ini akan digunakan untuk membuat persamaan regresi linier dan dapat dibuat kurva kalibrasi sebagai berikut :
Dari semua larutan standar yang diukur diperoleh persamaan regresi dengan menggunakan kelima larutan standar yaitu konsentrasi diperoleh nilai korelasi (R2) yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,997. Berdasarkan perhitungan diperoleh persamaan regresi y = 105129,3 + 148751,5 dengan y = AUC dan x = kadar sampel (µg/ml). Persamaan ini sudah memenuhi parameter linieritas sehingga dengan persamaan linier ini, maka dapat digunakan untuk menentukan kadar parasetamol sampel.
Setelah diperoleh persamaan regresi linier dari larutan standar eksternal parasetamol. Selanjutnya dilakukan penginjeksian sampel. Elusi dari masing-masing berkisar antara 1,582 menit. Penginjeksian sampel dilakukan sebanyak 3 kali untuk memperoleh keseksamaan.
Uji kualiatif adanya parasetamol dalam tablet dilakukan dengan cara mencocokan batas spektrum yang diperoleh dengan spektrum standar parasetamol yang telah tersedia. Berikut adalah spektrum dari ketiga sampel yang diinjeksikan :
Gambar 2. Spektrum sampel A
Gambar 3. Spektrum Sampel B
Gambar 4. Spektrum Sampel C
Secara kuantitatif berdasarkan perhitungan diperoleh kadar sampel rata-rata dari 3 kali penyuntikan adalah 107,08 mg. Kadar yang diperoleh dari hasil analsis adalah 535,41 mg dengan perolehan kembali sebesar 107,08%.
Hasil yang diperoleh melebihi 100 % dari kadar sebenarnya. Hal ini kemungkinan karena ketidaktepatan pemipetan pada saat pembuatan larutan sampel.
Setelah penetapan kadar parasetamol dilanjutkan dengan menetapkan batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ) dari suatu sampel paracetamol. LOD dan LOQ merupakan dua di antara 8 parameter yang menentukan validitas suatu metode analis (Gandjar & Rohman, 2007). Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi (LOD) sebesar 3,22 µg/mL dan batas kuantisasi (LOQ) sebesar 10,735 µg/mL. Hal ini menunjukan bahwa jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko adalah 3,22 µg/mL. Dan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama adalah 10,735 µg/mL.
KESIMPULAN
Kadar parasetamol yang diperoleh 535,41 mg dengan perolehan kembali sebesar 107,08%. Dan dari validasi metode diketahui jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko adalah 3,22 µg/mL. Dan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama adalah 10,735 µg/mL.
y = 105129,3x + 148751,5
R² = 0,997
y = 105129,3x + 148751,5
R² = 0,997