LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI ANALISIS MIKROSKOPIS, HISTOKIMIA DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS HERBA Simplisia Phyllanthi Herba (Phyllanthus niruri)
Disusun oleh: 1
3 4 5 6 7 8
Nastiti Ken Zuraida 2 Prana Wijayanti
(152210101146)
(152210101147) Achmad Syarifudin (152210101148) Atika Najma Furaida (152210101149) Shafira Putri Pertiwi (152210101150) Lelyta Septiandini (152210101151) Rosyidah (152210101152) Febrina Icha Isabellita (152210101153) 9 Dwi Aftianingsih (152210101131)
BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2016
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah farmakognosi tentang uji histokimia dan uji KLT dengan lancar dan tepat waktu sesuai yang telah diprogramkan. Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber wawasan bagi pembaca agar mengetahui hal-hal yang menyangkut uji histokimia dan uji KLT. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kami mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat kekurangan baik dari segi penyajian tulisan, gambar maupun penjelasan mengenai objek yang diangkat, karena sesungguhnya tidak ada manusia yang sempurna. Untuk itu, apabila ada kritik dan saran mohon disampaikan kepada kami, sesungguhnya itu dapat menjadi acuan untuk memperbaiki makalah kami yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I.................................................................................................
PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1.2 Rumusan Masalah
.......................................................................................................
1.3 Tujuan......................................................................................... BAB II TINJAUAN
PUSTAKA............................................................................................
2.1 Simplisia......................................................................................
2.2 Phyllanthi Herba............................................................................
2.3 Histokimia.................................................................................... 2.4 Kromatografi
Lapis Tipis......................................................................................... BAB III METODOLOGI
PENELITIAN....................................................................................... 3.1
Alat dan Bahan 8
3.2
Cara Kerja 9
BAB IV HASIL
PENGAMATAN.................................................................................... 4.1 Hasil Pengamatan
Histokimia......................................................................................... 4.2 Hasil Pengamatan
KLT................................................................................................. BAB V PEMBAHASAN
..........................................................................................................
3
BAB VI PENUTUP................................................................................ 6.1
Kesimpulan 16
6.2 Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................
4
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani yaitu Pharmakon yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat. Dalam farmakognosi, yang menjadi pembelajaran utama adalah bahan alam yaitu tumbuhan. Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia mempunyai spesifikasi yaitu informasi komposisi (jenis & kadar) senyawa kandungan. Salah satu tanaman yang dapat dipakai sebagai obat adalah Herba Meniran ( Phyllanthi Herba). Herba meniran ( Phyllanthi Herba) merupakan salah satu tanaman obat yang sudah lama digunakan dalam pengobatan tradisional penyakit hati, anti kanker, antidiabetes dll. Meniran dan manfaatnya yang beragam ini berkaitan erat dengan zat atau senyawa yang dikandugnya. Pada makalah kali ini, kami akan membahas tentang hasil praktikum uji histokimia dan KLT terhadap Phillanthi Herba. Uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman Phyllanthi Herba. Sedangkan kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Uji kandungan ini sangat bermanfaat, karena kita dapat menentukan kandungan kimia apa saja yang terdapat pada simplisia tersebut sehingga memudahkan kita dalam membuat suatu sediaan yang sesuai. Selain itu juga bermanfaat untuk membuat sediaan yang dapat memberikan efek terapi yang optimum sesuai dengan kandungan kimia yang ada pada simplisia tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana cara pemeriksaaan atau pengidentidikasian herba meniran (Phyllanthi Herba) Farmakognostik meliputi pemeriksaan analisis mikroskopis, analisis histokimia, dan analisis senyawa identitas dengan metode KLT ?
1
1.3 Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi fragmen-fragmen spesifik serbuk herba 2. Mahasiswa dapat mengindentifikasi serbuk herba dengan penambahan reagen kimia 3. Mahasiswa mampu menganalisis senyawa identitas serbuk herba dengan metode KLT 1.4 Manfaat Mahasiswa dapat mengetahui bahan-bahan alam dalam hal ini tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu obat tradisional ataupun modern dan lebih dapat mengenal karakteristik dengan analisis mikroskopis, histokimia, dan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (FI edisi III). Simplisia terbagi menjadi tiga bagian yakni : 1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman (eksudat tanaman adalah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum merupakan zat kimia murni). 2. Simplisia hewani yaitu simpisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni (Ditjen POM,1979). Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk meperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak
perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi yang
bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan uraian mikroskopis serta identifikasi kimia berdasrakan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya (Anonim, 1995). Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian mikroskopik, dan pengujian histokimia.
2.2 Phyllanthi Herba 2.2.1. Klasifikasi 3
Kingdom
: Plantae
Subkingdm
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Phyllanthus
Spesies
: Phyllanthus niruri L.
2.2.2 Morfologi
Meniran (Phyllanthus niruri) adalah tanaman semusim, tumbuh tegak, bercabang-cabang, dan tingginya antara 30cm-50cm. Batang tanaman meniran (Phyllanthus niruri) ini memiliki batang yang berbentuk bulat berbatang basah dengan tinggi kurang dari 50cm, berwarna hijau, diameternya ± 3 mm. Daun tanaman ini memiliki daun majemuk, tata letak daunnya berseling ( Deccussate ), bentuk daun bulat telur (ovale), ujung daunnya tumpul, pangkalnya membulat, memiliki tepi daun yang rata ( entire ), memiliki anak daun 15-24, memiliki panjang ± 1,5 cm, lebar ± 7 mm, dan berwarna hijau. Daun meniran ini termasuk pada tipe daun yang tidak lengkap yaitu pada bagian daun bertangkai karena tanaman ini hanya memiliki tangkai dan beberapa heliaan daun. Bunga tanaman ini memiliki bunga tunggal yang terdapat pada ketiak daun menghadap ke arah bawah, menggantung dan berwarna putih. Memiliki daun kelopak yang berbentuk
4
bintang, benang sari dan putik tidak terlihat jelas, mahkota bunga kecil dan berwarna putih. Buah tanaman ini memiliki buah yang berbentuk kotak, bulat pipih dan licin, diameter ± 2mm dan berwarna hijau. Biji tanaman ini memiliki biji yang kecil, keras dan berbentuk ginjal serta berwarna coklat. Akar tanaman ini memiliki akar tunggang yang berwarna putih. 2.2.3 Kandungan Kimia dan Khasiat Tanaman Meniran sangat kaya akan berbagai kandungan kimia, antara lain: phyllanthin, hypophyllanthin, niranthin, nirtetrali, nirurin, nirurinetin, norsecurinine, phyllanthenol, phyllnirurin, phylltetrin, quercitrin, quercetin, ricinoleic acid, rutin, salicylic acid methyl ester, garlic acid, ascorbic acid, hinokinin, hydroxy niranthin, isolintetralin, dan isoquercetin. Senyawa lain yang terkandung dalam Meniran adalah beta-d-xylopyranoside dan beta-sitosteroy. Senyawa lain yang baru ditemukan adalah seco-4-hidroksilintetralin, secoisoarisiresinol trimetil eter, hidroksinirantin, dibenzilbutirolakton, nirfilin, dan neolignan. Akar dan daun Meniran kaya akan senyawa flavonoid, antara lain phyllanthin, hypophyllanthin, qeurcetrin, isoquercetin, astragalin, dan rutin. Minyak bijinya mengandung beberapa asam lemak seperti asam ricinoleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Bagian tanaman meniran yang bisa dimanfaatkan sebagai obat yaitu pada bagian akar (radix), batang dan daun (folium), bunga (flos), aerial atau bagian herba. Herba dan akar digunakan untuk penyakit radang, infeksi saluran kencing, serta untuk merangsang keluarnya air seni (diureticum), untuk penyebuhan diare, busung air, infeksi saluran pencernaan, dan penyakit yang disebabkan karena gangguan
fungsi
hati.
Buahnya
berasa
pahit
digunakan
untuk
luka
dan scabies. Akar segar digunakan untuk pengobatan penyakit kuning. Dapat digunakan untuk penambah nafsu makan dan obat anti demam. Meniran banyak disalahgunakan sebagai obat penggugur kandungan, dan pada pemakaian berlebih dari Phyllanthi Herba dapat menyebabkan impoten.
5
2.3 Histokimia Histokimia merupakan cabang ilmu histologi mengenai susunan dan perubahan yang terjadi di jaringan manusia,tumbuhan dan hewan. Dalam praktikum kali ini, uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik, zat – zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang spesifik pula sehingga mudah dideteksi. (Anonim,1987) 2.4 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, diantaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagidengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah:
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.H al tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawadalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
6
mempunyaikepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasadiam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam,sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangikepolaran eluen, dan sebaliknya.(Anomim:2013) Pada Kromatografi Lapis Tipis ini, zat penyerap merupakan serbuk halusyang dilapiskan pada lempeng kaca, plastic atau logam secara merata, umumnyadigunakan lempeng kaca. Lempeng yang umumnya dapat dianggap sebagai kolomkromatografi terbuka dan permisahan yang tercapai dapat didasarkan padaabsorbs, partisi atau kombinasi kedua efek, tergantung dan jenis zat penyangga,cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan. Kromatografi Lapis Tipis(KLT) dengen lapis tipis penukar ion dapatdigunakan
untuk
pemisahan
senyawa
polar. Perkiraan
identifikasi
diperolehdengan pengemetn bercak dengen Rf yang identik den ukuran hampir samadengan menotolkan zat uji dan bakupembanding pada lempeng yang sama.Perbandingan visual ukuran bercak yang dapat digunakan untuk memperkirakankadar secara semikuantitatif.(Anonim:1995)
7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1. Alat dan bahan identifikasi Histokimia Alat : 1. Pipet tetes 2. Batang pengaduk 3. Plat tetes Bahan : 1. Simpisia Phyllanthi Herba 2. Reagen asam sulfat P 3. Reagen natrium hidroksida 5% 4. Reagen kaliun hidroksida 5% 5. Reagen amoniak 25% 6. Reagen feri klorida 5% 3.1.2. Alat dan bahan identifikasi Kromatografi Lapis Tipis Alat : 1. Chamber 2. Plat KLT silicia gel GF 254 3. Kertas saring 4. Botol timbang 5. Tabung reaksi 6. Neraca analitik 7. Sinar uv 366 nm 8. Penggaris, pensil 9. Corong kaca 10. Pipet ukur 11. Ball filler 12. Mikro pipet 13. Labu ukur Bahan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Simpisia Phyllanthi Herba Fase gerak (Kloroform:metanol:air) 80:12:2 Fase diam (silika gel 60F 254) Penampak noda :Alumunium klorida 5% Pembanding : Kuersetin 0,5% Warna noda : Sitroborat
Preparasi lempeng Silika gel 60
F254
:
8
Membuat garis berjarak 1 cm di bagian atas dan bawah lempeng. Garis atas digunakan sebagai batas eluansi sedangakan garis yang di bawah di beri tanda garis 1 cm tiap titik untuk menotolkan sampel. 3.2 Cara Kerja 3.2.2. Analisis Histokimia Phyllanthi Herba 1. Ambil simpisia phyllanthi herba timbang sebanyak 2 mg 2. Masukkan dalam plat tetes (replikasi 5x) 3. Tambahkan reagen (asam sulfat P, natrium hidroksida 5%,kalium hidroksida 5%, amonia 25%, feri klorida 5%) pada masing masing simpisia 4. Aduk menggunakan batang pengaduk pada masing-masing simplisia 5. Gunakan kertas label untuk menandai nama reagen simplisia pada plat tetes 6. Amati perubahan warna pada masing- masing simplisia. 3.2.3. Analisis Senyawa Identitas dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) 1. Menimbang 500 mg serbuk Phyllanthi Herba, masukkan ke dalam tabung 2. 3. 4. 5.
reaksi Tambahkan dengan 10 ml metanol Homogenkan dengan ultrasonik selama ± 10 menit Saring dengan menggunakan kertas saring Masukkan hasil saringan ke dalam labu ukur 10 ml, ad dengan metanol
hingga tepat tanda 6. Masukkan cairan dari labu ukur ke vial 7. Pipet dengan menggunakan mikropipet kemudian totolkan (2,5 totolan/ 5µl) pada lempeng Silika gel 60
F254
8. Pipet kloroform sebanyak 10 ml, metanol 2,5 ml dan air 0,25 ml 9. Masukkan pada erlenmeyer dan homogenkan 10. Masukkan ke dalam Chamber 11. Biarkan eluen jenuh kemudian masukkan lempeng KLT yang telah diberi totolan standar dan analit ke chamber. 12. Setelah dieluasi, kemudian dikeringkan dan dilihat di bawah sinar UV 366 nm serta dilakukan penandaan terhadap noda 13. Semprot lempeng KLT dengan sitroborat dan amati warna nodanya
9
14. Hitung Rf
10
BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Hasil Pengamatan Histokimia Nama reagen
Hasil pengamatan
Asam sulfat P
Hitam (+)
Natrium hidroksida 5%
Coklat muda (+)
Kalium hidroksida 5%
Coklat (+)
Amonia 25%
Coklat tua (+)
Feri klorida 5%
Hijau violet (+)
4.2 Hasil Pengamatan KLT Studi pustaka a. Larutan
Hasil pemeriksaan a. Larutan pembanding :
pembanding :
Kuersetin 0,5%
Kuersetin 0,5%
dalam metanol
dalam metanol atau filantin 1% dalam metanol b. Volume penotolan : Totolkan 1 mikroliter pembanding dan 10 mikroliter larutan uji. Fase gerak : Kloroform-Metanolair (40:10:1) c. Fase diam : Silika gel 60 F254 d. Penampak noda : alumunium klorida
b. Volume penotolan : Totolkan 2 mikroliter pembanding dan 10 mikroliter larutan uji. c. Fase gerak : Kloroform-Metanolair (12,8:1,9:0,3) d. Fase diam : Silika gel 60 F254 e. Penampak noda : alumunium klorida 5% dalam methanol dan sinar UV 366 nm
5% dalam methanol dan amati pada UV 366 nm; atau
f. Warna noda : Orange g. 11
sitroborat, panaskan
h. Rf standar : Tidak
lempeng pada 100o C
tampak i. Rf analit : 0,6875.
selama 5-10 menit dan amati pada UV 366 nm. e. Warna noda : Biru muda/biru laut atau kuning (sitroborat) f. Rf : ± 0,30.
12
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Uji Histokimia Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dalam praktikum histokimia Phyllanthi Herba, didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut (penambahan masing-masing reagen pada Phyllanti Herba) : Reagen Asam Sulfat Pekat Pada awalnya, ±2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian ditetesi beberapa asam sulfat. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi perubahan warna hitam. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Dalam literatur disebutkan bahwa akan terjadi perubahan warna hijau apabila ditambah asam sulfat pekat. Asam sulfat pekat adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya triterpen dan steroid. Jadi berdasarkan hasil percobaan, Phyllanti Herba yang diamati tidak mengandung triterpen dan steroid. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang – kurangnya empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormone kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun – tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan. (Harbrone.J.B,1987) Reagen NaOH 5% Pada awalnya, ±2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian ditetesi beberapa NaOH 5%. Diaduk dan ternyata menghasilkan coklat tua. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat apabila ditambah NaOH 5%.
13
NaOH 5% adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya kuinon. Jadi Phyllanti herba positif mengandung kuinon. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon – karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroklisasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol. Untuk memastikan adanya adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, reaksi warna sederhan masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanwarna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara (Harbone.J.B, 1987) Reagen KOH 5% Pada awalnya, ±2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian ditetesi beberapa KOH 5%. Diaduk dan ternyata menghasilkan warna coklat. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat apabila ditambah KOH 5%. Reagen Ammonia 25 % Pada awalnya, ±2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian ditetesi beberapa ammonia 25%. Diaduk dan ternyata menghasilkan warna coklat muda. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna coklat apabila ditambah amonia 25%. Amonia 25% adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya alkaloid. Jadi Phyllanti herba positif mengandung alkaloid dan kumarin. Reagen FeCl2 5% Pada awalnya, ±2 mg Phyllanti herba ditaruh di plat tetes kemudian ditetesi beberapa FeCl2 5%. Diaduk dan ternyata menghasilkan warna hijau
14
violet. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi perubahan warna hijau violet apabila ditambah FeCl3 5%. Reagen FeCl3 ini berfungsi untuk mendeteksi adanya tanin. Jadi Phyllanti herba positif mengandung tanin. Namun terdapat perbedaan antara data yang kami dapat dari literatur dengan data yang didapat setelah praktikum. Ketika Phyllanti Herba ditetesi dengan asam sulfat pekat, warna yang dihasilkan adalah hitam dimana pada literatur dinyatakan warna yang dihasilkan adalah hijau. Perbedaan yang terjadi pada penambahan reagen asam sulfat pekat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kontaminasi dari reagen serta dapat pula disebabkan oleh kontaminan dari sampel. Sehingga reaksi warna yang diharapkan tidak dapat timbul. 5.2 Pembahasan Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembanngan secara menurun (descending) (Rohman, 2007). Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini adalah gel silica yang memiliki mekanisme adsorbsi. Gel silica dapat digunakan pada senyawasenyawa yang mengandung asam amino, hidrokarbon, vitamin, dan alkaloid. Kebanyakan fase diam dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas permukaannya. Eluen adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak 15
digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silica. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina. Fase gerak yang digunakan pada pratikum kali ini adalah Kloroform : Metanol : Air dengan perbandingan 12,8 : 1,9 : 0,3. Berdasarkan hasil pengamatan pada Kromatografi lapis tipis, jarak tempuh analit ke larutan standar ialah 5,5 cm sehingga diperoleh nilai Rf analit sebesar 0,6875. Hal ini berarti bahwa kandungan kuersetin dari sampel Phyllanti Herba yang diuji sebesar 0,6875%. Nilai ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan literatur yang mengatakan bahwa nilai Rf simplisia Phyllanti Herba adalah ±0,30 dihitung sebagai kuersetin. Sedangkan nilai Rf standar dalam praktikum kali ini tidak dapat diketahui karena noda dari larutan standart sama sekali tidak tampak pada sinar UV. Hal ini bisa disebabkan karena penotolan standart yang kurang banyak atau eluen yang digunakan tidak cocok. Dalam kasus ini, praktikan juga sulit untuk menentukan penyebab mengapa nilai Rf analit berbeda jauh dengan nilai Rf teoritis karena tidak adanya nilai Rf standart sebagai pembanding. Perolehan nilai Rf analit yang berbeda jauh dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : 1 Suhu ruangan. 2 Eluen sudah tidak jenuh dan terkontaminasi. Mengingat pada 3 4 5
praktikum kali ini kami menggunakan eluen dari shift sebelumnya. Penotolan yang kurang tepat atau terkena tangan. Ketidaktelitian saat pengenceran. Proses homogenisasi yang kurang.
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Uji histokimia menunjukkan bahwa Phyllanti Herba mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, dan tannin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel positif serbuk Phyllanti Herba. 16
2. Berdasarkan hasil uji KLT nilai Rf analit adalah 0,6875. Nilai ini berbeda dengan nilai Rf teoritis yaitu 0,30. Hal ini dapat disebabkan oleh eluen yang sudah tidak jenuh atau penotolan terkena tangan praktikan. Namun analit yang dianalisis positif mengandung kuersetin karena warna noda orange kekuningan sesuai dengan teoritis. 6.2 Saran 1. Praktikan perlu memastikan lagi apakah lempeng KLT sudah diberi larutan standart dan juga perlu diperhatikan eluen yang digunakan apakah masih jenuh. 2. Sebelum praktikum, praktikan seharusnya memahami apa-apa saja yang akan dilakukan pada saat praktikum agar praktikum berjalan dengan lancar.
17
DAFTAR PUSTAKA Adhyatma, 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Anonim.1987. Analisis Obat Tradisional. 2 – 3. Jakarta : Depkes RI Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta : Departemen Kesahatan Republik Indonesia Anonim. 1978. Materia Medika Indonesia Jilid II. Jakarta : Departemen Kesahatan Republik (Hal 44-45) Gunawan, Didik, Mulyani.2004. Ilmu Obat Alam (Farmokognosi) jilid I. Penebar swadaya. Jakarta .Pp. 140 Tjitrosoepomo, G., 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
18
LAMPIRAN
Gambar 1. Hasil Uji Histokimia
Gambar 2. Analit Phyllanti Herba
Gambar 3. Hasil Pengamatan KLT
19
Image 1 Hasil Uji KLT