BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Bauksit (Inggris:bauxite) adalah biji utama aluminium terdiri dari hydrous aluminium oksida dan aluminium hidroksida yakni dari mineral gibbsite Al (OH) 3, boehmite γ-ALO (OH), dan diaspore α-ALO (OH), bersama-sama dengan oksida besi goethite dan bijih besi, mineral tanah liat kaolinit dan sejumlah kecil anatase Tio 2. Pertama kali ditemukan pada tahun 1821 oleh geolog bernama Pierre Berthier pemberian nama sama dengan nama desa Les Baux di selatan Perancis. Lihat gambar 1.1. Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3 .3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 – 65%, SiO2 1 – 12%, Fe2O3 2 – 25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 – 36%. Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan memungkinkan pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin) yang berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu. Di Indonesia bauksit ditemukan di Pulau Bintan dan sekitarnya, Pulau Bangka dan Kalimantan Barat. Sampai saat ini penambangan bauksit di Pulau Bintan satu-satunya yang terbesar di Indonesia. Beberapa tempat antara lain:
-
Sumatera Utara
: Kota Pinang (kandungan Al2O3 = 15,05 – 58,10%).
-
Riau
: Pulau Bulan, Pulau Bintan (kandungan SiO2 = 4,9%, Fe2O3 = 10,2%, TiO2 = 0,8%, Al2O3 = 54,4%), Pulau Lobang
Laporan StudI Kelayakan Eksploitasi Dan Produksi
Halaman - 1
(kepulauan Riau), Pulau Kijang (kandungan SiO2 = 2,5%, Fe2O3 = 2,5%, TiO2 = 0,25%, Al2O3 = 61,5%, H2O = 33%), merupakan akhir pelapukan lateritic setempat, selain ditempat tersebut terdapat juga diwilayah lain yaitu, Galang, Wacokek, Tanah Merah,dan daerah searang.
-
Kalimantan Barat
: Tayan
Menukung,
Sandai,
Pantus,
Balai
Berkuah,
Kendawangan dan Munggu Besar.
-
Bangka Belitung
:
Sigembir.
Gambar 1.1. Bauksit (Al2O3.nH2O)
Untuk mengusahakan produksi bijih bauksit harus melalui tahapan-tahapan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan diimplementasikan dengan kebijakankebijakan pemerintah setempat. Studi kelayakan ini mencoba untuk memberikan gambaran investasi baik yang bersifat teknis, non-teknis dan ekonomi secara garis besar.
Laporan StudI Kelayakan Eksploitasi Dan Produksi
Halaman - 2
BAB III GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN
3.1.
GEOLOGI
3.1.1. GEOMORFOLOGI
Berdasarkan pada ketinggian dan relief, maka bentangan alam Pulau Bintan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu : a. Batuan perbukitan bergelombang dengan relief sedang dicirikan dengan bentuk punggung-punggung bukit dengan kemiringan lereng (Slope) antara 10 o sampai 40o dan ketinggian > 50 meter. b. Satuan perbukitan bergelombang dengan relief rendah dicirikan dengan bukit-bukit yang bergelombang dengan kemiringan lereng < 10 o dan ketinggian < 50 meter. c. Satuan daratan, satuan morfologi ini merupakan bentuk permukaan yang relief datar. Berdasarkan atas tingkatan erosi sungai daerah Pulau Bintan dalam kondisi stadia yang tua. Hal ini dicirikan dengan adanya: a. Aliran Sungai yang Laminer, warna air sungai yang jernih menandakan bahwa erosi tidak aktif lagi tidak adanya jeram. b. Adanya satuan morfologi perbukitan bergelombang dengan realife rendah yang banyak dijumpai dengan penyebaran yang cukup luas. 3.1.2. STRUKTUR
Dengan adanya perlipatan yang intensif pada batuan yang berumur Trias serta perlipatan yang sedang pada batuan termuda di daerah ini yang berupa batuan klastik (kelompok batu pasir arkose dan serpih) berumur tersier bawah, kemungkinan struktur yang terdapat adalah patahan, perlipatan ketidak selarasan.
Laporan StudI Kelayakan Eksploitasi Dan Produksi
Halaman - 3
Van Bemmelen telah melakukan sayatan AB pada peta Geologi yang dibuat dengan arah sayatan Tenggara mulai dari Gunung Lengkuas hingga pulau Babi dan sayatan kearah Barat Daya mulai dari pulau Babi hingga pulau Telang. 3.1.3. STRATIGRAFI
Berdasarkan penyelidikan diketahui bahwa umur pada formasi yang didapatkan di Pulau Bintan berdasarkan atas korelasi dengan formasi-formasi yang ada di Malaysia
dan
Singapura serta Kalimantan Barat yang sudah diketahui umurnya sehingga dapat di asumsi tersebut diatas, maka dapat diketahui Stratgrafi Pulau Bintan sebagai berikut: a. Sebagian batuan-batuan di daerah ini adalah berumur Trias. b. Intrusi yang bersifat granitis berumur post Trias. c. Kelompok batuan pasir arkose dan serpih berumur tersiar bawah. Dari uraian diatas dapat diketahui susunan stratigrafinya dimana hubungan antara ketiga kelompok batuan tersebut kemungkinan adalah tidak selaras, antara kelompok batuan yang berumur Trias dengan kelompok yang bersifat granitis dimana kelompok yang bersifat granitis mengintrusi kelompok batuan yang tua. Kelompok batuan yang muda dengan kelompok yang bersifat granitis adanya silang waktu zaman kapur. 3.2.
GENESA ENDAPAN BAUKSIT
Alumina dapat bersumber dari batuan primer (Magnetik dan Hidrotermal) maupun dari batuan sekunder (Pelapukan dan Metamorfosa). Namun
secara luas yang berada
dipermukaan bumi ini berasal dari batuan sekunder hasil proses pelapukan dan pelindian.
a. Magnetik Alumina yang bersumber dari proses magnetik dijumpai dalam bentuk batuan yang kaya akan kandungan alumina yang disebut dengan alumina-rich rock. Sebagai contoh adalah mineral anortosite [(Na,K)ALSi3 O8] dan mineral nefelin [Na3 Kal4 Si4 O16] pada batuan syenit yang mengandung lebih dari 20 % Al2 O3. Sumber Alumina di ASSR yang potensial dan telah dilakukan penambangan adalah bersumber dari proses magnetik. Laporan StudI Kelayakan Eksploitasi Dan Produksi
Halaman - 4
b. Hidrotermal Alumina produk alterasi hidrotermal dari trasit (trachyte) dan riolit (Rhyolite) pada beberpa daerah vulkanik misalnya mineral alunit (Kal3 (SO4)2 (OH6) mengandung sampai 75 % Al2 O3 dan dapat ditambang sebagai sumber Alumina. c. Metamorfosa Alumina yang bersumber dari proses metamorfose adalah sumber alumina yang tidak ekonomis. Saat ini masih dalam penelitian ekstraksi yang lebih maju. Diharapkan dimasa mendatang akan menjadi alumina yang potensial dan bernilai ekonomis. d. Pelapukan Alumina yang bersumber dari proses pelapukan dijumpai sebagai cebakan residual dan disebut sebagai bauksit. Terbentuk oleh pelapukan feldspartik atau batuan yang mengandung nefelin. Bauksit adalah suatu campuran bahan-bahan yang kaya akan hidrat oksida alumunim, dari bahan-bahan tersebut dapat diambil logam alumuniam secara ekonomis. Istilah Bauksit dikaitkan dengan laterit. Laterit adalah suatu bahan yang berupa konkresi berwarna kemerahan, bersifat porous, menutupi sebagian besar daeah tropis dan subtropis, merupakan lapisan yang kaya akan Alumunium dan besi. Sehingga warnanya menjadi agak muda, kekuning-kuningan sampai keputih-putihan, dapat bertekstur oolitik dan pisolitik maka laterit semacam ini dinamakan aluminous atau laterit bauksit. Perhatikan gambar 3.1. peta geologi pulau bintan.
Laporan StudI Kelayakan Eksploitasi Dan Produksi
Halaman - 5