LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK DIGESTIVE PEMERIKSAAN TOTAL PROTEIN (Metode Biuret)
Disusun oleh : KELOMPOK 1 :
Dera Fakhrunnisa Fakhrunnis a
G1A009020
Ayu Astrini N.P.S
G1A009037
Purindri Maharani
G1A009050
Noviana
G1A009083
Maulana Rizqi Y
G1A009089
Pramasanti Hera K
G1A009102
Nurtika
G1A009105
Aris Wibowo
G1A009108
Hafidh Riza P
G1A009127
Anggia Puspitasari
G1A008058
Affan Sodiq
G1A007033
Asisten : Yuditya Dwi Cahya L
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO
2011
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PEMERIKSAAN TOTAL PROTEIN
Oleh : Kelompok I : Dera Fakhrunnisa
G1A009020
Ayu Astrini N.P.S
G1A009037
Purindri Maharani
G1A009050
Noviana
G1A009083
Maulana Rizqi Y
G1A009089
Pramasanti Hera K
G1A009102
Nurtika
G1A009105
Aris Wibowo
G1A009108
Hafidh Riza P
G1A009127
Anggia Puspitasari
G1A008058
Affan Sodiq
G1A007033
Disusun untuk memenuhi tugas Praktikum Biokimia Blok Digestive Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Diterima dan disahkan Purwokerto, Juni 2011
Asisten,
Yuditya Dwi Cahya L NIM. G1A008024
BAB I PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Pemeriksaan Total Protein (Metode Biuret)
B. Tanggal Praktikum
Jum’at, 24 Juni 2011
C. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan total protein dalam darah dengan metode biuret. 2. Mahasiswa dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan total protein pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal. 3. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi/penyakit apa saja yang berkaitan dengan kadar total protein abnormal dalam darah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Struktur Protein
Protein merupakan polimer L-α-amino. Suatu asam amino adalah senyawa yang mengandung gugus amino dan gugus karboksil. Pada asam amino α -amino, kedua gugus ini terikat pada atom karbon yang sama, yang dinamakan sebagai karbon-α. karbon-α setiap asam amino juga berikatan dengan atom H dan berbagai pengganti, dinamakan gugus R atau rantai samping (Murray, 2003). Terdapat 20 asam amino yang lazim didapat dan membentuk protein. Sembilan belas asam amino hanya berbeda pada rantai samping R atau karboksil yang terikat pada karbon-α. Yang kedua puluh, yaitu prolin berbeda pada rantai sampingnya yang merupakan struktur cincin yang mengandung nitrogen amino. Berikut ini adalah 20 asam amino yang membentuk protein (Murray, 2003).
Gambar 1. Tabel asam amino (sumber: biokimia harper, Murray, 2003)
Ikatan peptide merupakan polimer tak bercabang. Selama polimerisasi gugus α- bereaksi dengan α- karboksil dari asam amino lainnya membentuk ikatan amida yang dikenal sebagai ikatan peptide. Karena alasan ini protein juga dinamakan polipeptida (Murray, 2003). Rantai polipeptida dapat dianggap memiliki 2 komponen, yaitu rangka monoton berulang, dimana karbon-α dan ikatan peptide saling bergantian; dan berbagai rantai samping yang berupa asam amino yang terikat pada karbon- α. Semua gugus α-amino, kecuali α-amino yang terdapat pada asam amino pertama dan semua gugus α-karboksil, kecuali yang terletak pada asam amino terakhir berperanan dalam ikatan peptide. Jadi setiap rantai protein hanya mempunyai satu
gugus α-amino bebas dan satu gugus α-karboksil bebas, masing-masing pada N dan C terminal (Murray, 2003). Meskipun adanya pembatasan rotasi yang ditimbulkan oleh polaritas ikatan peptide, rantai polipeptida mempunyai fleksibelitas yang besar. Karena karbon- α dari setiap residu asam amino yang berdekatan dihubungkan ke atom yang berdekatan dalam rantai oleh ikatan tunggal. Rantai bebas memutar sekitar dua pertiga ikatan yang membentuk tulang punggungnya. Karena konformasi bebas ini rantai polipeptida mampu melipat menjadi berbagai bentuk. Dalam lingkungan alamiahnya, setiap protein cenderung hanya mengambil satu konformasi, dan dinamakan konformasi asli. Bentuk lipatan protein ditentukan oleh pembatasan dan tarik menarik. Rigiditas ikatan peptide
dan rintangan antara rantai smaping
mencegah rantai polipeptida mengambil bentuk konformasi tertentu. Konformasi yang diambil adalah bentuk dimana jumlah ikatan nonkovalen maksimal yang dibentuk oleh protein dan pelarut dimana protein dit emukan (Murray, 2003). Terdapat 4 tingkat struktur protein, yaitu primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Struktur primer protein adalah urutan linear asam amino dan terminal N sampai terminal C. struktur primer protein menentukan identitas. Tubuh manusia mengandung beribu-ribu spesies protein, seperti hemoglobin, pembawa oksigen dalam darah, dan tripsin, suatu ezim pencernaan yang dihasilkan oleh pancreas. Masing-masing spesies protein berbeda berbeda dari protein lainnya dalam struktur primernya. Sebaliknya semua molekul spesies protein tertentu mempunyai struktur primerb yang sama. Struktur primer juga menentukan pelipatan polipeptida. Jadi struktur primer menentukan struktur sekunder, tersier, dan kuartener protein (Murray, 2003).
Struktur sekunder terdiri atas gambaran lipatan lokal dalam suatu bagian rantai polipeptida. Struktur sekunder terutama distabilkan oleh ikatan H yang terdapat antara gugus NH dan CO dari rantai peptide. Suatu polipeptida cenderung membentuk struktur sekunder karena regularitas rangka rantai dan karena struktur sekunder membuat maksimal jumlah ikatan H yang dapat dibentuk. Pada protein tertentu, lebih dari 60 % residu asam amino berperanan dalam 2 jenis struktur sekunder, heliks, pleated sheets, dan reverse turn. Struktur tersier adalah pelipatan secara keseluruhan suatu rantai polipeptida. Sedangkan struktur kuartener adalah susunan polipeptida bersama-sama dalam kompleks ranai multiple (Murray, 2003). B.
Pembentukan Protein
Sebagian besar protein plasma darah kecuali faktor Von Willebrand dan immunoglobulin di metabolisme di hati. Selain membentuk protein dari asam-asam amino yang tersedia, hepatosit mengatur perubahan asam amino, menguraikan protein endogen dan eksogen dan mengubah metabolit-metabolit protein yang sudah ‘aus’ seperti ammonia menjadi urea yang diekskresikan (Sacher, 2004). Asam-asam amino diperlukan untuk membentuk protein. Sebagian harus dipasok dari makanan (asam amino essensial) karena tidak dapat dibentuk ditubuh. Sisanya adalah asam amino non essensial yang berasal dari makanan. Asam amino yang berasal dari pencernaan protein makanan dan glukosa yang berasal dari pencernaan karbohidrat diserap melalui vena porta hepatica. Hati memiliki peran mengatur konsentrasi berbagai metabolit larut air dalam darah (Murray,2009). Kadar asam amino didalam darah merupakan hasil langsung dari masukan diet, katabolisme protein jaringan dan sintesis asam amino. Ada 2 sumber energy utama katabolisme asam amino, yaitu deaminasi oksidatif dan transaminasi (Sabiston,1994).
Pencernaan protein dimulai di lambung. Di lambung HCL akan menguraikan protein (denaturasi protein) dan akan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin lalu menguraikan protein menjadi polipeptida kecil dan beberapa asam amino bebas. Di usus halus polipeptida akan diuraikan menjadi asam amino dengan enzim pancreas dan intestinal. Setelah itu, asam amino akan diserap oleh dinding usus, lalu diangkut ke sel dimana asam amino tersebut dilepaskan ke dalam darah (Wang et al, 2007). Kelebihan protein tidak akan disimpan dalam tubuh melainkan akan dirombak dalam hati (protein akan mencapai hati dalam bentuk yang paling sederhana yaitu asam amino) menjadi senyawa yang mengandung unsur N, seperti NH3 dan NH4OH serta senyawa yang tidak mengandung unsur N, proses ini dinamakan deaminasi. Senyawa-senyawa tersebut merupakan substansi beracun yang akan disintesis menjadi urea di hati, karena hati mempunyai enzim arginase. Urea diangkut dengan zat-zat sisa lainnya ke ginjal untuk dikeluarkan bersama dengan urin. Senyawa yang tidak mengandung unsur N akan disintesis kembali (Wang et al, 2007). Selain itu hati juga memproses asam amino sehingga bisa diubah dan dipakai sebagai sumber energy. Hati juga mensintesis protein plasma seperti alpha dan betha globulin, albumin, fibrinogen dan protrombin (Wang et al, 2007).
C. Fungsi Protein
1.
Pengikatan Banyak protein tubuh yang berikatan dengan molekul lain dank arena itu berperanan sebagai molekul karier. 2 protein sejenis, yaitu hemoglobin dan
mioglobin berikatan dengan oksigen dan memerantari penyimpanan dan transport energy (Murray, 2003). 2.
Katalisis. Pada kebanyakan reaksi secara in vivo dikatalisis oleh golongan protein yang dinamakan enzim. Model keadaan bagaimana reaksi ini berlangnsung disebut sebagai keadaan transisi. Selama reaksi kimia, molekul yang bereaksi bertabrakan dan masuk ke keadaan transisi, yaitu gabungan molekul-molekul perantara yang mengadaka reaksi antara reaktan dan produk. Keadaan transisi berlangsung singkat dan dengan cepat pecah menjadi produk atau rekatan (Murray, 2003).
D. Jenis Protein Endogen
Protein endogen adalah protein yang bisa dihasilkan oleh tubuh, protein endogen memiliki beberapa sifat produksi yaitu : 1.
Protein yang diproduksi secara konstitutif (diproduksi pada kondisi normal) Antara lain enzim, hormone, dan albumin.
2.
Protein yang diproduksi secara induktif (diproduksi jika ada stimulus) Antara lain antibodi, sitokin, faktor pertumbuhan dan enzim
3.
Protein yang diproduksi kontitutif dan induktif Antara lain hormone, enzim, dan albumin (Chen et al, 2005).
E. Hiperalbumin dan Hipoalbumin
Albumin (69 kDa) adalah protein utama yang terdapat dalam plasma manusia dan membentuk sekitar 60% protein plasma total. 40% albumin terdapat dalam plasma, dan 60% lainnya terdapat di ekstrasel. Hepar menghasilkan sekitar
12 gram albumin per hari, yang berarti bahwa sekitar 25% dari seluruh sintesis protein terjadi di hepar. Karena massa molekul albumin yang realtif rendah yaitu 69 kDa, dan konsentrasinya yang tinggi, albumin diperkirakan menentukan sekitar 7580% tekanan osmotic plasma pada manusia. (Murray,2009). Banyak keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan ataupun peningkatan kadar albumin dalam darah. Beberapa mekanisme yang berbeda dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar albumin atau hipoalbuminemia. Mungkin penyebab tersering hipoalbuminemia ini adalah berkurangnya produksi albumin oleh hati (Ronald, 2000). Pada gangguan hati yang parah, seperti pada sirosis, yang bisa disebabkan oleh konsumsi alcohol, penyakit hati yang berupa hepatitis kronis, ataupun gangguan penimbunan besi dapat menyebabkan terganggunya fungsi sel-sel parenkim hati yang mensistesi protein, sehingga terjadi penurunan sintesis protein yaitu albumin (Ronald, 2000).
.
BAB III METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat a. 1 buah rak tabung b. 1 buah spuit ukuran 3 cc c. 1 buah tourniquet d. 1 buah eppendorf e. Sentrifugator f.
2 buah tabung reaksi
g. 1 buah kuvet h. 1 buah mikropipet ukuran 10-100µl i.
1 buah makropipet ukuran 100-1000µl
j.
1 buah blue tip
k. 1 buah yellow tip l.
Spektrofotometer (λ = 546 nm, nilai faktor 19)
2. Bahan a. 20 µl serum darah b. Reagen Biuret
B. Cara Kerja
1. Persiapan sampel : a. Diambil darah probandus sebanyak 3cc dengan menggunakan spuit. b. Darah di masukkan kedalam eppendorf dan disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit kemudian diambil plasmanya untuk sampel. 2. Sampel (serum) sebanyak 20 µ l kemudian dicampur dengan reagen biuret sebanyak 1000 µl. 3. Campuran diinkubasi selama 10 menit dalam suhu ruangan, kemudian diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm dan nilai faktor 19.
C. Nilai Normal
Bayi
: 4,6-7,0 gr/dl
3 tahun s.d dewasa : 6,6-8,7 gr/dl
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Nama Probandus : Affan Sodiq Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 21 tahun
Dimasukkan
Darah 3 cc
Plasma 10 µl
Disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm
Reagen biuret 1000 µl
Campuran
Setelah plasma dicampur dengan Reagen biuret maka campuran harus 0
diinkubasi selama 10 menit dengan suhu 25 C dan kemudian langsung diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm nilai faktor 19,0. Setelah dilakukan pengukuran hasil total protein plasma probandus adalah 8,1 gr/dl.
B. Pembahasan
Praktikum diawali dengan pengambilan sampel darah sebanyak 3 cc pada probandus di vena mediana cubiti. Darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam vacum med yang telah diisi EDTA dengan cara memasukkan jarum spuit ke dalam vacum med, darah akan otomatis terhisap ke dalam vacuum med. EDTA berfungsi sebagai anti koagulan. Darah dalam vacum med lalu disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm sehingga dapat diperoleh plasma pada bagian supernatan.
Supernatan Natan Working reagen yang digunakan adalah reagen biuret. Working reagen diambil 1000 µl untuk dicampur dengan 20 µl plasma kemudian diinkubasi selama 10 menit dan diperiksa menggunakan spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan adalah 546 nm. Metode spektrofotometer yang digunakan adalah metode kinetik, hal ini dikarenakan reaksi yang diperiksa merupakan reaksi enzimatis. Pemeriksaan dengan metode ini dilakukan untuk mengetahui kadar total protein di dalam darah, berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan bahwa kadar total prorein darah probandus 8,1 mg/dl. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa kadar total protein probandus masih dalam batas normal, yaitu 6,6 – 8,7 untuk anak usia 3 tahun dan untuk dewasa. Namun dalam melakukan praktikum mungkin ada beberapa kesalahan-kesalahan diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor di bawah ini :
1. Faktor Praktikan Faktor praktikan merupakan kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan praktikan selama pengukuran. Misalnya, dalam pengambilan reagen serta plama darah serta kesalahan pengukuran bahan-bahan praktikum lain, dan lain sebagainya. 2. Faktor Alat-alat yang Digunakan Dari segi alat-alat praktikum, tidak menutup kemungkinan adanya alat-alat yang sudah mengalami kerusakan. Selain itu, dapat pula terjadi bahwa alat sudah tidak akurat dalam menunjukkan hasil. Misalnya kondisi spektrofotometer yang sudah rusak, sehingga mempengaruhi hasil pengukuran kadar total protein. Namun secara umum, apabila semua prosedur sudah dijalankan dengan benar dan alat sudah teruji dalam keadaan baik, maka hasil pengukuran tersebut merupakan hasil pengukuran yang benar.
C. Aplikasi Klinis
1. Hepatitis akut Hepatitis viral akut disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya virus A,B,C,D, dan E mungkin juga F, disamping juga disebabkan oleh virus lainnya seperti virus mononucleosis infeksiosua, demam kuning, cacar air, sitomegali, herpes zoster, morbili dan demam berdarah. Pada keadaan hepatitis akut tanpa komplikasi, derajat kerusakan sel parenkimnya relative ringan akan tetapi peradangan sel yang terjadi berat. Pada keadaan akut transaminasi bias meningkat sampai 2000 unit/L sedangkan fosfatase alkali dan γ-GT hanya sedikit meningkat.
Kolinesterase akan menurun sedikit pada minggu ke-2 dan ke-4 untuk kemudian akan meningkat kembali pada masa penyembuhan (Sanityoso, 2006). Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu : a. Hepatitis B akut yang khas b. Hepatitis Fulminan c. Hepatitis Subklinik 2. Diare osmotik Diare osmotik terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya absorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotik yang mendesak cairan kedalam lumen intestinal. Peningkatan volume cairan lumen tersebut meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi, nutrien dan obat sebagai cairan yang aggal dicerna dan diabsorbsi. Pada umumnya penyebab diare osmotic adalah malabsorbsi lemak atau karbohidrat. Malabsorbsi protein secara klinik sulit diketahui namun dapat menyebabkan malnutrisi atau berakibat kepada defisiensi spesifik asam amino. Variasi kelainan
ini dihubungkan dengan malabsorbsi dan maldigesti (Sutadi,
2003). Maldigesti intraluminal terjadi oleh karena insufisiensi eksoktrin pancreas jika kapasitas sekresi berkurang sampai 90%. Keadaan ini terjadi pada pankreatitis kronik, obstruksi duktus pancreas, somastostaninoma, kolestasis dan bacterial overgrowth. Diare osmotik dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik terhadap makanan tertentu seperti buah, gula/manisan, permen karet, makanan diet dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak diabsorbsi seperti sorbitol atau fruktosa. Kelainan congenital spesifik seperti tidak adanya hidrolase karbohidrat
atau defisiensi lactase pada laktosa intolerans dapat juga menyebabkan diare kronik.
Malabsorbsi
mukosa
terjadi
pada
celiac
sprue
atau
enteropati
sensitiveglutein. Pasien dengan celiac sprue memiliki presentasi atipik yaitu gangguan pertumbuhan, otot kecil, distensi abdomen, defisiensi besi, retardasi dan anoreksia. Pada tropical sprue ditandai dengan malabsorbsi dan perubahan histologik usushalus berupa atrofi villus, hiperplasia kripta, kerusakan epitel permukaan dan infiltrasi mononuclear ke lamina propria (Sutadi, 2003). Malabsorbsi
Intestinal
(Whipp;e’s
Disease)
disebabkan
tropehyma
whippeli, umumnya terjadi pada usia dewasa. Manisfestasi berupa artralgia, demam, menggigil, hipotensi, limfadenopati dan keterlibatan system saraf.A betalipoproteinemia disebabkan karena tidak adanya Apo B akibat defekformassi kilomikron. Pada anak-anak dengan kelainan ini ditandai dengan steatore, sel darah merah akantositik, ataksia, pigmentosa retinitis. Steatore disebabkan juga oleh Giardia, Isospora, Strogyloides dan kompleks mycobacterium avium. Steatore yang disebabkan oleh obet terjadi kerusakan pada enterosit misalnya kolkisine, neomisin dan
paraaminosalisilic
acid.
Limpangiektasia
menyebabkan
protein
losingenterophaty dengan steatorea, tetapi absorbsi karbohidrat tetap baik misalnya pada post mukosal obstruction of lymphatic channels. Penyakit ini dapat congenital atau didapat misalnya trauma, limfoma, karsinoma atau penyakit whipple. Reseksi intestinal yang luas dapat menyebabkan short bowel syndrome berupa steatore akibat tidak adekuatnya absorbsi, menurunnya transit time, dan menurunnya pool garam empedu. Faktor lain yang mungkin mendukung diare dan short bowel syndrome adalah efek osmotic cairan non absorbsi, hipersekresi gasterdan beberapa penyebab dari pertumbuhan bakteri (Sutadi, 2003).
BAB V KESIMPULAN
1) Protein merupakan polimer L-α-amino yang dibentuk oleh sekitar 20 asam amino yang berikatan satu sama lain melalui ikatan peptide. 2) Asam amino yang merupakan pembentuk protein diproses di dalam hati agar bisa diubah dan dipakai sebagai sumber energi, selain itu hati juga mensintesis protein plasma seperti alpha dan betha globulin, albumin, fibrinogen dan protrombin. 3) Fungsi protein adalah untuk pengikatan dan katalisis. 4) Jenis – jenis protein endogen diantaranya adalah
protein yang diproduksi secara
konstitutif, protein yang diproduksi secara induktif dan protein yang diproduksi kontitutif dan induktif. 5) Hasil pemeriksaan total protein probandus dengan menggunakan spektrofotometer dengan nilai faktor 19,0 dan panjang gelombang 546 nm adalah berada dalam kisaran normal. 6) Aplikasi klinis yang berhubungan dengan total protein dalam darah yaitu diantaranya hepatitis akut dan diare osmotik
DAFTAR PUSTAKA
Ascalbiass. 2010. Buku Panduan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok Digestive. Purwokerto: Laboratorim Biokimia Kedokteran FKIK Unsoed: 13 - 15.
Chen, Xei et al. 2005. Endogenous Protein Kinase Inhibitor Terminates Immediate-early Gene Expression Induced by cAMP-dependent Protein Kinase. (PKA) Signaling. The
Journal of Biochemical Chemistry. vol 28 ; 2700 – 2707.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 895-905.
Murray, Robert K.,Granner, Darly K., Mayes, Peter A., Rodwell, Victor W. 2003. Harper’s Ilustrated Biochemistry. London: Lange Medical Books/ McGraw-Hill.
Murray,K Robert . 2009 . Biokimia Harper Edisi 27 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson. 2000. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium edisi 11. Jakarta: EGC. 311-313
Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 73. Sanityoso, Andri. 2006. Hepatitis Virus Akut, Hepatobilier dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK-UI.
Sutadi, S.M. 2003. Diare Osmotik : Diare Kronik . Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
Wang, wei et al. 2007. Excess Capacity of the Iron Regulatory Protein System. The Journal of Biochemical Chemistry. vol 282 ; 24650 – 24659