mmutar ring sehingga jarum berwarna hitam menunjukan angka 0
menyesuaikan skala dengan metode rockwell
melakukan preload dengan memutar poros dudukan benda uji searah jarum jam
melakukan pembebanan dengan memutar tuas 10 - 15 detik
menggunakan beban yang sesuai (melihat buku manual alat)
preparasi sampel( amplas dan poles)
memasang indentor
mengembalikan tuas beban ke posisi semula
membaca nilai kekerasan material pada dial
melepaskan benda uji dengan memutar poros dudukan benda uji berlawanan jarum jam
melanjutkan pengujian untuk material lain
Tujuan Praktikum
Menguasai beberapa metode pegujian yang umum dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan suatu logam.
Menjelaskan makna nilai kekerasan material dalam lingkungan ilmu metalurgi dan il-ilmu terapan lainnya.
Menjelaskan perbedaan antara pengujian kekerasan dengan metode gores, pantulan dan indentasi.
Menjelaskan kekhususan pengujian kekerasan dengan metode Brinell, Vickers, Knoop, dan Rockwell serta cara mengkonversi nilai kekerasan
Mengaplikasikan beberapa formulasi dasar untuk memperoleh nilai kekerasan material dengan uji Brinell dan Vickers.
Menjelaskan adanya perbedaan nilai kekerasan pada daerah – daerah pengelasan.
Dasar Teori
Kekerasan material dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap gaya penekan dari material lain yang lebih keras dalam skala yang terlokalisasi. Untuk mengetahui nilai kekerasan material maka dilakukan uji kekerasan. Pengujian kekerasan yang terdahulu adalah uji kekerasan dengan menggunakan skala Mohs, berdasarkan skala kemampuan material untuk menggores material lain (dari 1=talk dampai dengan 10=intan ). Namun, kini terdapat bermacam-macam metode yaitu metode pantulan yang memanfaatkan hilangnya energi potensial, metode elektromagnetik, metode indentasi makro ( Brinell, Vickers dan Rockwell ) hingga kekerasan skala nano.
Kekerasan suatu material dapat didefiniskan sebagai ketahan suatu material terhadap gaya penekan dari material yang lebih keras dalam skala yang terlokalisasi. Melalui prinsip ini, uji kekerasan dikembangkan. Pengujian kekerasan terbagi menjadi macrohardness, microhardness, dan nanohardness.
Uji kekerasan makro adalah metode yang paling banyak digunakan untuk pengukuran kekerasan rutin cepat. Kekuatan indentasi dalam uji kekerasan makro berada pada kisaran 50N – 30000N
Uji kekerasan mikro menggunakan piramida berlian kecil sebagai indentor dengan kekuatan pada kisaran 10gf – 1000gf. Berlaku pada kekerasan pelapis, permukaan, atau dari fasa yang berbeda dalam material multi fasa
Uji kekerasan nano menggunakan pembebanan kecil sekitar 1 nano-Newton
Uji kekerasan dilakukan berdasarkan prinsip sifat ketahanan suatu material terhadap gaya penekan dari maetrial lain yang lebih keras dalam sekala yang terlokalisasi. Metode yang digunakan dalam uji kekerasan yaitu :
Metode Goresan
Pengujian ini memanfaatkan nilai kekerasan mineral (menggunakan skala Mohs). Mekanisme metode goresan ini dilakukan dengan cara mengukur kemampuan suatu material dengan menggoreskan material uji dengan material lainnya sebagai pembanding. Data yang diperoleh berupa kedalaman atau lebar goresan pada material uji dan kemudian membandingkan secara kualitatif dengan material pembandingnya.
Metode Pantulan (Rebound)
Pengujian ini memanfaatkan hilangnya energi potensial. Mekanismenya yaitu dengan mengguankan alat Scleroscope yang dapat mengukur tinggi pantulan suatu pemukul yang memiliki beban tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu material maka akan semakin tinggi pantulannya.
Metode Indentasi
Mekanisme pengujian ini dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Berdasarkan prinsip kerjanya metode indentasi diklasifikasikan sebagai berikut:
Metode Brinell
Mekanisme pengujian ini menggunakan indentor berbentuk bola yang terbuat dari baja yang diperkeras (hard steel ball) atau karbida tungsten yang memiliki diameter D = 10mm dengan beban (sebesar 500,1500, atau 3000 kg) dan waktu indentasi tertentu. Data yang diperoleh berupa diameter jejak berbentuk setengah bola dengan permukaan lingkaran bulat, yang dihitung dengan menggunakan mikroskop khusus pengukur jejak. Nilai kekerasan suatu material dapat dihitung dengan rumus :
BHN=2PπD(D-D2- D2
P : beban (kg)
D : diameter indentor (mm)
D : diameter jejak (mm)
Prinsip Indentansi Brinell terbagi menjadi dua langkah :
Indentor menyentuh permukaan spesimen secara tegak lurus tanpa shock, getaran atau overshoot kemudian aplikasikan beban sampai waktu tertentu.
Diameter indentasi diukur dan dilakukan minimal 2 kali, kemudian mencari rata-rata diameter.
Gambar 1. Prinsip Indentansi Metode Brinell
Pengujian Brinell tidak memerlukan surface preparation yang khusus karena Uji Brinell tidak terlalu terpengaruh oleh kekasaran dan goresan pada permukaan spesimen. Pada polimer yang terlalu elastis, BHN dapat bernilai tak hingga jika tidak ada jejak yang dihasilkan.
Metode Rockwell
Metode ini tidak mengukur diameter jejak yang dihasilkan, tetapi uji kekerasan dengan pembacaan langsung. Prinsip pengujian metode Rockwell yaitu dengan melakukan pembebanan secara dua tahap. Tahap pertama adalah pembebanan minor untuk menentukan titik awal dan tahap kedua adalah pembebanan mayor. Pada setiap pembebanan diperlukan waktu tunggu (dwell time) dengan rentang waktu yang berbeda. Nilai kekerasan dapat dihitung dari kedalaman (h) penetrasi dari indentor.
Skala Rockwell terbagi 2 kategori yaitu Regular Rockwell Scales ( digunakan untuk level beban yang lebih berat) dan Superficial Rockwell Scale. Indentor yang digunakan pada metode Rockwell berbentuk kerucut dengan sudut 120o dari intan dengan diameter 1/16 inch atau bola baja berdiameter 1/8 inch. Beban yang digunakan bervariasi 60, 100, dan 150. Jenis indentor dan beban menentukan skala kekerasan yang digunakan. Dibawah ini merupakan daftar indentor Rockwell:
Metode Vickers
Prinsip pada metode ini sama dengan metode Brinell, tetapi jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal karena indentor yang digunakan berupa intan berbentuk piramida dengan sudut 136o. Nilai kekerasan dengan metode Vickers dapat dihitung dengan :
VHN= 1,854 Pd2
Dimana d adalah panjang diagonal rata-rata jejak berbentuk bujur sangkar.
Indentor yang berbentuk piramida sangat menguntungkan untuk memeriksa bahan-bahan dengan kekerasan tinggi.Selain itu, geometri jejak yang dihasillkan tidak terpengaruh oleh besarnya beban sehingga beban tidak perlu di kontrol secara ketat. Selain pada skala makro, metode vickers dapat digunakan pada skala mikro, dengan pembebanan sangat rendah, yaitu 1-1000 gram.
Gambar 2. Indentor Piramid pada Metode Vickers
Gambar 3. Jejak pada Metode Vickers
Gambar 4. Tipe-tipe lekukan piramid intan: (a) lekukan yang sempurna, (b) lekukan bantal jarum, (c) lekukan berbetuk tong (Dieter, 1987)
Metode Knoop
Merupakan salah satu metode microhardness yang digunakan saat benda uji bersifat getas ataumemiliki ketebalan tipis. Sebelum dilakukan pengujian perlu dilakukan polishing (diamond/Al2O3) karena sangat sensitif terhadap kondisi permukaan. Nilai kekerasan knoop adalah pembebanan dibagi dengan luas penampang yang terdeformasi permanen. Jejak yang dihasilkan sekitar 0.01 mm- 0.1 mm dan beban yang digunakan sebesar 5gr – 5 kg. Permukaan benda uji harus benar-benar halus.
KHN= 14,2 Pl2
Gambar 5. Knoop Indenter
Aplikasi pengujian kekerasan:
Mengkarakterisasi Anisotropi
Kekerasan dari material polikristalin bergantung pada arah kristalografi, pada pengujian knoop kekerasan di tiap orientasi dapat diketahui
Memprediksi Machineability Spesimen
Kekerasan mempengaruhi sifat mampu mesin dari sebuah material. Jika terlalu keras maka mesin akan mudah rusak dan aus. Jika terlalu lunak deformasi dipermukaan akan terlihat buruk dan dibutuhkan energi lebih besar karena banyaknya dispasi energi dalam bentuk panas
Identifikasi Fasa
Nilai kekerasa mikrostruktur akan membantu mempersempit kemumgkinan fasa yang sedang diidentifikasi
Memprediksi Sifat Mekanis Lainnya
TSMPa=3.45 ×HB TS=0.189 HV-1.38Dapat mengetahui kekuatan tarik dan titik luluh.
TSMPa=3.45 ×HB
TS=0.189 HV-1.38
Pengaruh kekerasan pada Heat Affected Zone
Pada proses welding terdapat tiga daerah utama yaitu fusion zone, HAZ dan Base Material. Ketiganya, memiliki mikrostruktur dan sifat mekanis yang berbeda karena perbedaan efek dari perbedaan temperatur.
Gambar 6. Heat Affected Zone
HAZ merupakan bagian dari base metal yang tidak melebur pada saat proses pengelasan, tetapi sifat mekaniknya terpengaruh oleh panas. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kekerasan dan sifat pada material sehingga mudah terjadinya failure pada daerah tersebut. Sedangkan pada baja jenis SS ketika dilakukan pengelasan akan cenderung mengalami sensitisasi.
Pada daerah pengelasan, efek pengerasan dari work hardening akan berkurang akibat pelelehan, kemudia pada HAZ terdapat pengurangan kekerasan akibat rekristalisasi dan grain growth. Selain itu, pengurangan kekerasan juga tergantung jarak antara fusion zone dengan base materialnya. Semakin dekat daerah pengelasan dengan base material maka pengurangan nilai kekerasan akan semakin besar karena efek grain growth yang semakin besar.
Pada daerah HAZ terjadi coarse grain dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan base metal ,yang jaraknya lebih jauh dengan fusion zone. Hal ini karena HAZ mengalami kenaikan temperatur seiring dengan mendekatnya jarak dengan fusion zone sehingga menyebabkan adanya grain grwoth pada daerah ini. Selain itu pada daerah fusion zone grain yang terbentuk berupa collumnar grain . Hal ini disebabkan adanya pendinginan yang cepat ke arah luar terhadap daerah pengelasan.
Teori tambahan
TMCP adalah Thermo Mechanical Control Process. TMCP merupakan metode pengontrolan secara mikrostruktural dengan cara memadukan proses rolling dan cooling. Thermo-Mechanical Control Process ini dilakukan dengan dua proses, yaitu:
Proses thermal (panas)
Proses panas ini dilakukan dengan cara memanaskan dan atau mendinginkan suatu material agar menjadi lebih keras atau lebih lunak
Proses mechanical (mekanik)
Sedangkan proses mekanik dilakukan dengan cara memberikan penempaan (forging), pengerolan (rolling), atau pemotongan (cutting).
Prinsip yang digunakan TMCP, yaitu pengerasan material melalui beberapa cara seperti penghalusan/pengecilan ukuran butir dan menambah jumlahnya. Ukuran butir dapat mempengaruhi sifat mekanis suatu material. Salah satunya adalah sifat kekerasan. Ukuran butir yang kecil dengan jumlah yang banyak akan menghambat pergerakan dislokasi, yang kemudian material menjadi sulit untuk berdeformasi, sehingga kekerasan material pun akan meningkat.
Sumber: https://id.scribd.com/doc/138306044/metalography (diakses pada 2 september pukul 21.00)
Alat dan Bahan
1. Hoytom macrohardness tester (metode Brinell dan Rockwell)
2. Sampel uji keras
Skema Proses Pengujian
preparasi sampel( amplas dan poles)
memasang indentor
menggunakan beban yang sesuai (melihat buku manual alat)
mmutar ring sehingga jarum berwarna hitam menunjukan angka 0
menyesuaikan skala dengan metode rockwell
melakukan preload dengan memutar poros dudukan benda uji searah jarum jam
melakukan pembebanan dengan memutar tuas 10 - 15 detik
mengembalikan tuas beban ke posisi semula
membaca nilai kekerasan material pada dial
melepaskan benda uji dengan memutar poros dudukan benda uji berlawanan jarum jam
melanjutkan pengujian untuk material lain