LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN SDR.A DENGAN CLOSE FRAKTUR MANUS (D) INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT KRISTEN MOJOWARNO JOMBANG
OLEH: JONATHAN CHRISTOFER RIWU RATU 2012.01.013
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH SURABAYA 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan penyertaan-Nya kami selaku kelompok dapat menyelesaikan tugas “Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien Sdr. A dengan Close Fraktur Manus (D) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang”. Tugas ini disusun sebagai salah satu persyaratan tugas Lab. Klinik Keperawatn Gawat Darurat. Dalam penyusunan tugas ini, penulis mendapatkan banyak pengarahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Pandeirot M. Nancye, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.J selaku Ketua STIKES William Booth Surabaya,
2.
Hendro Djoko Tjahjono, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Kepala Prodi S1 Keperawatan STIKES William Booth Surabaya dan juga sebagai pembimbing dalam proses pembuatan tugas Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
3.
Pramasti Ratri, Amd.,Kep. selaku Kepala Ruangan Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang.
4.
Para Perawat dan Petugas kesehatan lain di Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang yang telah banyak membantu dalam membimbing penulis dalam melaksanakan praktik klinik. Dalam menyelesaikan tugas ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Terima kasih banyak, Tuhan Memberkati.
Surabaya, 12 Februari 2016 Jonathan Christofer Riwu R.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... i KATA PENGANTAR............................................................................... ii DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
BAB 1 – PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................... 2
1.3
Tujuan ............................................................................................ 3
BAB 2 – TINJAUAN TEORI 2.1
Definisi Fraktur ............................................................................. 4
2.2
Klasifikasi....................................................................................... 4
2.3
Etiologi............................................................................................ 6
2.4
Patofisiologi.................................................................................... 6
2.5
Manifestasi Klinis .......................................................................... 7
2.6
Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 7
2.7
Komplikasi ..................................................................................... 7
2.8
Penatalaksanaan Medis ................................................................ 8
2.9
Asuhan Keperawatan secara Teori ............................................. 9
BAB 3 – TINJAUAN KASUS 3.1
Tinjauan Kasus.............................................................................. 16
3.2
Diagnosa Keperawatan ................................................................. 22
3.3
Intervensi Keperawatan ............................................................... 23
3.4
Implementasi Keperawatan ......................................................... 25
3.5
Evaluasi Keperawatan .................................................................. 27
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | iii
BAB 4 – PEMBAHASAN 4.1
Pembahasan ................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 31 LAMPIRAN
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kemajuan kehidupan di masyarakat telah banyak mengalami perubahan, salah satunya pada bidang transportasi. Banyak perusahaan transportasi yang menawarkan produk-produk kendaraan bermotor kepada masyarakat. Di Indonesia, dimana penduduk golongan menengah kebawah berjumlah lebih banyak dibanding penduduk golongan ekonomi menengah keatas, lebih memilih atau menyukai kendaraan pribadi jenis sepeda motor. Hal ini membuat jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan kian banyak. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor ini menurut data kepolisian juga berdampak pada banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan merupakan pembunuh nomor 3 di Indonesia (Dephub, 2010). Selain kematian, kecelakaan dapat menimbulkan dampak lain yaitu fraktur yang dapat menjadi kecacatan apabila tidak ditangani secara tepat dan cepat. Ropyanto (2011) menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh dunia, atau 3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya (Depkes, 2007 dan WHO, 2011). Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengna jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan terbesar di Asia Tenggara. Fraktur ekstremitas bawah memiliki frekuensi sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan. Hasil tim survei Depkes RI (2007) didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, dan 15% mengalami stres psikologis bahkan depresi, serta 10% mengalami kesemmbuhan dengan baik. Data yang penulis dapatkan watu praktik lab klinik di unit gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang pada tanggal 9 Maret sampai 22 Maret 2015 menunjukkan bahwa dari 512 klien yang datang ke UGD, sebanyak 8 klien datang dengan kasus fraktur, dimana kasus CF (close fracture) menempati urutan pertama, yaitu sebanyak 5 kasus (CF Klavikula 3 orang, CF Radius 1/3 Distal Sinistra 1 orang, dan CF manus (D) 1 orang).
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|1
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi (Smeltzer, 2001). Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Peran perawat dalam melakukan tindakan keperawatan pada kasus fraktur adalah melalui tindakan keperawatan yang telah direncanakan secara cepat dan tepat mengingat kasus fraktur dapat menjadi berat dan berujung pada perdarahan apabila tidak segera ditangani. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain baik dalam tindakan pemberian obat-obatan untuk mengatasi masalah sekunder yang muncul akibat fraktur, dan juga perencanaan untuk proses rehabilitasi dapat dilakukan, agar perawatan yang diberikan dapat berjalan dengan komprehensif dan maksimal demi kesembuhan klien yang dirawat.
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|2
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut. 1.2.1 Bagaimana karakteristik klien dengna diagnosa Close Fracture Manus (D) di Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang? 1.2.2 Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Close Fracture Manus (D) ? 1.2.3 Apa saja intervensi yang dapat dilakukan pada klien dengan Close Fracture Manus (D) ? 1.2.4 Bagaimana pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan Close Fracture Manus (D) ? 1.2.5 Bagaimana evaluasi yang dapat dilakukan setelah melakukan tindakan keperawatan ?
1.3
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan adalah sebagai berikut. 1.3.1 Mampu mengetahui karakteristik klien dengan diagnosa Close Fracture Manus (D). 1.3.2 Mampu mendiagnosa klien dengan Close Fracture Manus (D). 1.3.3 Mampu mengintervensi klien dengan diagnosa Close Fracture Manus (D). 1.3.4 Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa Close Fracture Manus (D). 1.3.5 Selaku mahasiswa mampu mengetahui cara mendiagnosa dan intervensi apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani klien dengan diagnosa Close Fracture Manus (D).
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|3
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1
Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim (Brunner & Sudarth, 2002). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
2.2
Klasifikasi
2.2.1 Berdasarkan tempat Fraktur Humerus, Tibia, Klavikula, Ulna, Radius, dst. 2.2.2 Berdasarkan komplit dah ketidak komplitan fraktur a.
Fraktur komplit, yaitu garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang. 2.2.3 Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah a.
Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c.
Fraktur multipel, garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
2.2.4 Berdasarkan posisi fragmen a.
Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|4
b. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen tulang. 2.2.5 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) a.
Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan duni aluar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0, fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak, 2) Tingkat 1, fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan, 3) Tingkat 2, fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan, dan 4) Tingkat 3, cedera berat dengna kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartemen.
b. Fraktur terbuka (open/compound fracture), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu: 1) Grade I, luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm, 2) Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan luak yang ekstensi, dan 3) Grade III, sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif. 2.2.6 Berdasarkan posisi Fraktur a.
fraktur 1/3 proksimal
b. fraktur 1/3 medial c.
fraktur 1/3 distal
2.2.7 Fraktur Kelelahan Fraktur yang terjadi akibat tekanan yang berulang-ulang. 2.2.8 Fraktur Patologis Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|5
2.3
Etiologi
2.3.1 Trauma langsung/ direct trauma Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat diman bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan dan pukulan yang mengkaibatkan patah tulang). 2.3.2 Trauma tidak langsung/ indirect trauma Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan. 2.3.3 Trauma ringan Terjadi bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari yang biasanya disebut dengan fraktur patologis. 2.3.4 Kekerasan akibat tarikan otot Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, dan penarikan.
2.4
Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekatan dan gaya begas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematom di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur dibagi menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik; tekanan dari luar yanga bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor intrinsik; kapasitas absorbsi, tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan tulang.
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|6
2.5
Manifestasi Klinis
2.5.1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2.5.2 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot. 2.5.3 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontrasksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Framgmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 – 5 cm. 2.5.4 Saat ekstremitas diperiksa secara palpasi, teraba adanya krepitasi yang terjadi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. 2.5.5 Pembengkakkan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikut fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
2.6
Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 X-ray, untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. 2.6.2 Bone scans, Tomogram atau MRI scans. 2.6.3 Arteriogram, dlakukan bila ada kerusakan vaskuler. 2.6.4 CCT, apabila diduga terjadi kerusakan otot. 2.6.5
2.7
Pemeriksaan darah lengkap.
Komplikasi
2.7.1 Komplikasi awal, seperti kerusakan arteri, sindrom kompartemen, emboli lemak, infeksi, avaskuler nekrosis, shock, dan osteomyelitis. 2.7.2 Komplikasi dalam waktu lama, seperti delayed union, non-union, dan malunion pada proses penyatuan tulang.
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|7
2.8
Penatalaksanaan Medis Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada kasus
fraktur, yaitu: 2.8.1 Menghilangkan rasa nyeri Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena adanya luka di sekitar jaringan tulang yang patah. Untuk mengaurangi nyeri tersebut, dapat diberika obat penghilang rasa nyeri dan dengan teknik imobilisasi, yang dapat dicapai dengan cara pemsangan gips atau bidai. 2.8.2 Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih baik seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi internal, atau fiksasi eksternal tergantung dari dari jenis frakturnya sendiri. 2.8.3 Penyatuan Tulang Kembali Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna daam waktu 6 bulan. Namun terkadang
terdapat
gangguan
dalam
penyatuan
tulang,
sehingga
dibutuhkan graft tulang. 2.8.4 Mengembalikan Fungsi Seperti Semula Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendiri. Maka dari itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin dengan menggunakan alat bantu mobilisasi seperti walker, cruck, dan lainnya.
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|8
2.9
Asuhan Keperawatan secara Teori
2.9.1 Pengkajian Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan.
Riwayat penyakit a.
Riwayat penyakit sekarang Dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa berupa kronologi terjadinya penyakit sehingga bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
b. Riwayat penyakit dahulu Dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit tertentu seperti Paget’s atau Ca tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk disambung. Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis
akut
maupun
kroni
dan
menghambat
proses
penyembuhan tulang. c.
Riwayat penyakit keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
Pemeriksaan Fisik (Review of Systems) a.
B1 – Breath (Pernafasan) MEmperhatikan pola nafas klien. Pola nafas yang cepat dan ireguler mengindikasikan klien merasakan nyeri pada angota bagian tubuhnya.
b. B2 – Blood (Kardiovaskuler)
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darura t|9
Memperhatikan irama dan frekuensi denyut jantung, reguler/ireguler. Perabaan denyut nadi perifer untuk mengindikasikan kemungkinan adanya perdarahan didalam dekat jaringan yang mengalami fraktur, sehingga nadi teraba cepat namun lemah. c.
B3 – Brain (Perkemihan) Tingkat kesadaran klien dapat dikaji lewat pertanyaan-pertanyaan seperti nama dan alamat klien, dan menentukan nilai GCS klien.
d. B4 – Bladder (Perkemihan) Memeriksan jumlah, warna, dan karaktersitik urine. Ada atau tidaknya distensi kandung kemih. e.
B5 – Bowel (Pencernaan) Penilaian apda rongga mulut, ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah menunjukkan adanya dehidrasi. Ada atau tidaknya bising usus. Ada atau tidaknya distensi abdomen.
f.
B6 – Bone (Muskuloskeletal) Perhatikan warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. Kebiruan menunjukkan sianosis, kemerahan menunjukkan adanya infeksi atau perdarahan. Warna kulit pucat menandakan klien memiliki kadar Hemoglobin (Hb) yang rendah. Mengkaji rentang gerak dan kekuatan ekstremitas klien, dan juga melihat integritas atau keutuhan kulit klien.
2.9.2 Diagnosa Keperawatan a.
Resiko trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur).
b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, trauma pada jaringan lunak, stres, dan cemas. c.
Resiko terjadi disfungsi neuromuskular periferal b/d trauma jaringan, edema, adanya trombus, hipovolemia dan terhambatnya aliran darah.
d. Resiko terjadi gangguan pertukaran gas b/d gangguan peredaran darah/ emboli lemak dan perubahan membran alveolar. e.
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskular, nyeri, restrictive therapy, dan imobilisasi.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 10
f.
Resiko terjadi gangguan integritas kulit/ jaringan yang berhubungan dengan adanya fraktur, pemasangan gips/ traksi dan gangguan sirkulasi.
g. Resiko terjadi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer (rusak kulit/ jaringan, prosedur invasif, traksi tulang).
2.9.3 Perencanaan Keperawatan a.
Resiko terjadi trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur) Hasil yang diharapkan: 1) Mempertahankan stabilisasi dan alignment fraktur, 2) Mendemonstrasikan mekanika tubuh untuk mempertahankan stabilitas posisi tubuh, dan 3) Menunjukkan pertumbuhan valus yang baru pada bagan fraktur. Rencana Tindakan: 1) Anjurkan bed-rest dengan memberikan penyangga saat mencoba menggerakkan
bagian
yang
fraktur.
R/
Meningkatkan
kemampuan, mereduksi kemungkinan pengobatan. 2) Letakkan klien pada tempat tidur ortopedis. R/ Kelembutan dan kelenturan alas dapat mempengaruhi bentuk gips yang basah. 3) Beri penyangga pada fraktur dengan bantal, pertahankan posisi netral dengan menahan bagian yang fraktur dengan bantalan pasir, bidai, trochanter-roll, dan papan kaki. R/ Mencegah penakanan sehingga menghindari deformitas pada gips. 4) Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema. R/ Bidai digunakan untuk memberikan imobilisasi ada fraktur dan untuk mencegah terjadinya bengkak pada jaringan. Edema akan hilang dengan pemberian bidai. 5) Pertahankan posisi dan integritas dari traksi. R/ Tarikan pada traksi dilakukan pada tulang panjang yang fraktur dan kemudian menjadikan otot tegang sehingga memudahkan alignment.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 11
6) Follow-up pemeriksaan X-ray. R/ Mengetahui proses tumbuhnya calus untuk menentukan tingkat aktivitas dan memerlukan perubahan atau tambahan terapi. 7) Pertahankan fisioterapi jika perlu. R/ Membantu menguatkan pertumbuhan tulang dalam penyembuhan.
b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, traksi/imobilisasi karena penggunaan alat, stres dan kecemasan. Hasil yang diharapkan: 1) Klien mengerti penyebab nyeri, 2) Klien mampu mengontrol nyeri, dan 3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Rencana tindakan: 1) Lakukan imobilisasi (bed-rest, gips, bidai dan traksi). R/ Mengurangi nyeri dan mencegah perubahan posisi tulang serta luka pada jaringan. 2) Tinggikan dan sangga daerah luka. R/ Meningkatkan aliran vena, mengurangi edema dan mengurangi nyeri. 3) Tinggikan bagian depan tempat tidur. R/
Memberikan rasa
nyaman. 4) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam. R/ Meningkatkan kemampuan mengurangi rasa nyeri. 5) Lakukan
latihan
range
of
motion.
R/
Mempertahankan
kemampuan otot dan menghindari pembengkakan pada jaringan yanag luka. 6) Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai terapi. R/ Meningkatkan relaksasi otot dan menekan rangsangan nyeri. 7) Evaluasi rasa nyeri, lokasi, dan karakteristik, termasuk intensitas. Perhatikan juga rasa nyeri non-verbal (tanda vital, emosi, pergerakan/ perilaku). R/ Monitor keefektifan intervensi, tingkat kecemasan dapat menunjukkan reaksi dari nyeri.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 12
c.
Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound fracture, pemasangan traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan imobilisasi fisik. Hasil yang diharapkan:
Rencana tindakan: 1) Periksa kulit sekitar luka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna kulit. R/ Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan
masalah-masalah
yang
mungkin
disebabkan
oleh
penggunaakn traksi dan terbentuknya edema. 2) Masase kulit dan tempat yang menonjol, menjaga alat tenun tetap kering, memberikan alas yang lembut pada siku dan tumit. R/ Mengurangi penekanan pada daerah yang beresiko lecet dan rusak. 3) Ubah posisi selang-seling sesuai indikasi. R/ Mengurangi penekanan yang terus menerus pada posisi tertentu. 4) Kaji posisi splint ring traksi. R/ salah posisi akan menyebabkan kerusakan kulit. 5) Pakai bed-matras/ air-matras. R/ Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh, dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.
2.9.4 Implementasi Keperawatan Merupakan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh klien, perawat secara mandiri, atau bekerjasama dengan tim kesehatan lain. Dalam hal ini perawat adalah sebagai perencana dan pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan
pelayanan
perawatan
dengan
menggunakan
proses
keperawatan.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 13
2.9.5 Evaluasi Keperawatan Merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktivitas berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) dan melibatkan klien/ keluarga. Evaluasi bertujuan untuk menilai efektivitas rencana dan strategi asuhan keperawatan. Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu: a.
Masalah teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. c.
Masalah belum teratasi, jika klien sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 14
WOC
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 15
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1
Pengkajian 3.1.1 Identitas Klien Nama Klien
: Sdr. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM
: 020868
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Mojokerto
Agama
: Islam
Umur
: 24 tahun
Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Dx. Medis
: Close Fracture Manus (D)
3.1.2 Alasan MRS Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) Sepeda Motor dengan Truk 1 jam sebelumnya (jam 09.00 WIB). Klien dibawa ke UGD RSK Mojowarno oleh warga setempat. Klien mengatakan sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak Truk. Didapatkan hasil TTV: Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/menit, Suhu 36,5OC, RR 24x/menit, dan GCS e3 v5 m6 (total 14). Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm. Terdapat perdarahan pada luka robekan. terdapat bengkak berwarna merah kebiruan pada kulit sekitar luka. Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala dan lengan dengan VAS 4 (skala 1 – 10).
3.1.3 TTV Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: 36,5oC
RR
: 24 x/menit
BB
: 60 Kg
TB
: 174 cm
G-C-S
: 14 (E3 – V5 – M6)
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 16
3.1.4 Pengkajian Gawat Darurat Sistem
Diagnosa Keperawatan Jalan nafas Airway (jalan napas) tidak efektif Sumbatan: Benda asing Sputum
Darah Lidah
Pola nafas Breathing (pernapasan) tidak efektif Produktif
Nonproduktif Nyeri dada
Ekspansi paru menurun
Pola nafas
Tindakan Keperawatan
Hasil/ Evaluasi
Monitor Pernafasan Auskultasi suara nafas
RR: 24x/ menit
Bantu klien mengatur posisi Kolaborasi broncho-dilator
vesikuler pada lapang paru, bentuk dada normal Posisi: sim Klien dipasang O2 nasal volume 2 lpm Pola nafas klien efektif
Kaji frekuensi, suara nafas, kedalaman, ekspansi paru.
Kaji penggunaan otot bantu nafas Auskultasi suara nafas, catat adanya suara abnormal
Bantu mengatur posisi klien seperti semifowler normal dan reguler
RR: 24x/ menit, suara nafas: normal vesikuler, ekspansi paru normal dan simetris antara dada kanan dan dada kiri TIdak terdapat penggunaan otot bantu pernapasan Suara nafas: leher; trakeal, ICS 2; bronchovesikuler lapang paru; vesikuler posisi klien: sim
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 17
Sesak nafas Frekuensi teratur tidak teratur apnoe Bunyi nafas wheezing Ronchii Coarce Crackles Fine Crackles Dyspnoe saat Gangguan perfusi jaringan Aktivitas
Tanpa aktivitas Dengan alat tambahan
24x/ menit v -
Auskultasi suara jantung, catat adanya suara tambahan Observasi tingkat kesadaran Observasi suhu tubuh, warna kulit/ mukosa
Ukur pengeluaran urine Palpasi nadi perifer: frekuensi, kekuatan, dan kelenturan Atur posisi klien sesuai dengan daerah yang mengalami gangguan perfusi Kolaborasi: Pemeriksaan laboratorium, pemberian obatobatan
S1 dan S2 tunggal
GCS: 14 (E3-V5-M6) Suhu 36,5oC warna kulit: kemerahan warna mukosa: merah muda Urine dalam kantong urine 100cc Nadi: reguler lemah HR: 84x/ menit
posisi: sim
terlampir
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 18
Circulation (Sirkulasi) nadi Karotis
Gangguan sirkulasi palpasi nadi karotis, frekuensi, kekuatan, dan keteraturan Observasi adanya sianosis Observasi daerah ekstremitas Observasi adanya edema
Kaki tangan dingin mimisan epistaksis edema gemetaran kesemutan nyeri dada CRT (Capillary Refill Time) Fluid (cairan dan elektrolit) Turgor Mukosa mulut BAB BAK
Intoksikasi
Rate: 84x/ menit reguler
Hematom pada daerah sekitar mata dan pipi kanan Terdapat luka robekan pada pelipis kiri ±3cm, dan pada jari kelingking kanan ±4cm, dengan dalam ±0,5cm. Perdarahan (+), Luka tampak kotor dan terdapat darah yang mengering pada kulit sekitar luka 2-3 detik
baik lembab
Resiko penyebaran Toksin
Klien terpasang kateter urine 16 fr, urine dalam kantong urine 100cc -
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 19
keseluruh tubuh GCS Berikan pengaman tempat tidur, observasi respon perilaku Neurosensorik Spasme otot
Parastesia
Perubahan pergerakan Kerusakan jaringan, vulnus
13 – 15 (E3-V5-M6) Brankart terpasang pagar, klien tampak lemah, klien kooperatif
Resiko tinggi trauma Kaji adanya twitching pada kaki/ tangan/ otot wajah Pasang pengaman tempat tidur Suction dengan kateter yang lembut Istirahatkan klien selama fase akut
Krepitasi
Cegah perluasan kerusakan jaringan dan kemungkinan terjadinya infeksi rawat luka dengan teknik aseptik
Fraktura
Kolaborasi pemberian obat
-
-
-
Terdapat luka robekan pada pelipis kiri ±3cm, dan pada jari kelingking kanan ±4cm, dengan dalam ±0,5cm. Perdarahan (+), Luka tampak kotor dan terdapat darah yang mengering pada kulit sekitar luka Klien dilakukan hacthing pada bagian robekan pelipis kiri dengan benang seide/silk 4-0, diberi salep ikamicetin (chlorampenicol) dan dibalut kasa terlampir
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 20
Integumen
Gangguan integritas kulit
Luka bakar Nyeri
Catat durasi, intensitas, penyebaran nyeri
Klien mengatakan nyeri pada bagian kepala dan lengan dengan VAS 4 (skala 1 – 10)
3.1.5 Terapi Obat-obatan Waktu
Nama Obat
10.00
Ranitidin
Dosis dan Cara Pemberian 50 mg i.v. bolus
Keterangan
10.25
Ketorolac
10 mg i.v. bolus
Obat Analgesik
10.30
Tetagam
1 ml (250 iu) i.m
Serum anti Tetanus
10.35
Ceftriaxone
2 gr i.v. bolus
Antibiotik
11.00
Ikamicetin 2% topikal (salep) (Chlorampenicol)
Obat tukak lambung dan duodenum akut
Antibiotik
3.1.6 Hasil Foto Rontgen Jenis Pemeriksaan Skull Manus (D) (AP-Lateral)
Hasil COR Susp. Close Fracture Manus (D)
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 21
3.1.7 Analisa Data Data Ds: - Klien mengatakan sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak Truk. - Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan.
Etiologi Kecelakaan lalu lintas
Do: - Terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan dalam ± 0,5 cm. - VAS nyeri 4 (skala 1 – 10)
Pelepasan mediatormediator nyeri (prostaglandin, sitokinin, neurotrofin, serotonin, adenosin, cannabinoid, histamin, leukotrin, dan kinin)
Trauma jaringan tubuh
Masalah Gangguan rasa nyaman: Nyeri
Terputusnya kontinuitas jaringan
Hantaran impuls nyeri ke sistem saraf pusat
Respon Nyeri
Nyeri
3.2
Diagnosa Keperawatan Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1 – 10).
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 22
3.3
Intervensi Keperawatan Tanggal
: 14 Maret 2015
Diagnosa Keperawatan : Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1 – 10). Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang, Kriteria Hasil 1. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang. 2. Klien tidak gelisah 3. Klien mengidentifikas i aktivitas yang dapat mengurangi nyeri. 4. VAS nyeri turun menjadi 1-2 (skala 1 – 10)
Rencana dan Rasional 1. Kaji intensitas dan skala nyeri. R/ Nyeri merupakan respon subjektif yg dapat dikaji dengan menggunakan skala. 2. Berikan klien posisi semifowler. R/ Posisi dengan kepala lebih tinggi dapat memperlambat aliran darah dan cairan ke kepala sehingga dapat mempertahankan tekanan intrakranial dalam abtas normal sehingga mencegah nyeri bertambah kuat. 3. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam. R/ Memfokuskan perhatian klein pada kontrol nafas sehingga dapat mengurangi fokus perhatian pada nyeri sehingga dapat dirasa berkurang. 4. Observasi ROM (Range of Movement) klien, minta klien menggerakkan anggota gerak/ekstremitasnya yang tidak terdapat kecurigaan fraktur semaksimal mungkin mulai dari daerah distal ke proksimal (jari-jari kemudian ke lengan), tanyakan apabila klien merasa sudah maksimal/ merasa nyeri. R/ ROM menentukan lokasi dan batasan gerak klien serta nyeri yang dirasakan 5. Anjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan rontgen daerah kepala dan bagian tubuh lain yang tampak mengalami deformitas, curiga memar CF, atau teraba nyeri. R/ Hasil rontgen menunjukkan kondisi tulang/ bagian dalam tubuh klien apabila dicurigai terdapat close fracture tambahan selain yang nampak saat melakukan inspeksi, sehingga dapat diintervensi lebih lanjut untuk meminimalkan nyeri yang dirasakan klien.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 23
6. Lakukan pembidaian sementara pada bagian ekstremitas yang tampak mengalami deformitas, memar curiga CF dan nyeri apabila dilakukan perabaan/palpasi. R/ Pembidaian meminimalkan pergerakan pada daerah ekstremitas tersebut sehingga meminimalkan rasa nyeri yang muncul. 7. Lakukan tindakan hacthing pada jaringan kulit yang robek. R/ Meminimalkan resiko bertambah lebarnya robeka kulit akibat pergerakan sehingga meminimalkan respon nyeri. 8. Kolaborasi pemberian obat analgetik i.v R/ Analgesik per i.v. memberikan respon anti-nyeri yang lebih cepat.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 24
3.4
Implementasi Keperawatan Tanggal
: 14 Maret 2015
Diagnosa Keperawatan : Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1 – 10). Waktu 10.00
Tindakan dan Respon Klien Ttd. Klien dipindahkan dari mobil pick-up ke brankart Jr pasien. R/ Pemindahan klien ke brankar dibantu pengantar.
10.00
Memberikan Inform Consent kepada keluarga klien/ Jr pengantar untuk ditanda tangani mengenai persetujuan tindakan yang dilakukan terhadap klien. R/ Sebagai pernyataan tertulis persetujuan keluarga/ pengantar klien terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap klien.
10.00
Melepas pakaian klien secara keseluruhan untuk Jr memudahkan dalam melakukan pemeriksaan fisik terhadap luka, memar, jejas, dan deformitas. R/ Klien diam saja dan tampak meringis kesakitan, namun pakaian berhasil dibuka seluruhnya dan diganti dengan pakaian dan selimut pasien untuk menutupi tubuh klien.
10.00
Menanyakan nama dan alamat klien dengan nada agak Jr keras, serta meminta klien untuk melihat bagaimana kesadaran dan GCS klien. R/ Klien berespon dengan menyebut nama dan alamat dengan pelan, dan mencoba mengangkat tangan kiri. GCS 14 (E3-V5M6) kesadaran compos mentis.
10.00
Membersihkan tubuh klien dengan kompres/ Jr membasuh luka sekitar dari darah dan kotoran/ debu. R/ Klien kooperatif dan tampak meringis kesakitan saat dibersihkan.
10.05
Melakukan teknik hacthing pada bagian pelipis kiri Jr dan jari kelingking kanan klien diawali dengan pemberian injeksi lidocain 2 mg untuk anestesi lokal
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 25
daerah yang akan dilakukan hacthing. R/ Klien kooperatif saat dilakukan hatching. perdarahan 5 cc. 10.05
Melakukan pemasangan infus dengan cairan D5 ½ NS Jr dan pemasangan O2 nasal 3lpm untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis klien serta penggantian cairan tubuh yang keluar lewat perdarahan.
10.05
Melakukan pemasangan DK (Douwer Kateter/ Foley Jr Kateter) ukuran 16 fr untuk memfasilitasi klien dalam eliminasi urine karena klien tirah baring dan tidak dianjurkan bergerak untuk meminimalkan nyeri. R/ Klien kooperatif.
10.10
Menganjurkan klien untuk jangan terlalu banyak Jr bergerak dengan tujuan meminimalkan nyeri. R/ Klien menyetujui dengan menjawab “ya” dengan pelan.
10.15
Mengobservasi TTV klien. R/ Tekanan darah 130/80 Jr mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu: 36oC.
10.25
Memasukkan obat ranitidin dan ketorolac 10 mg per Jr i.v. catheter (bolus). R/ Klien muntah bercampur isi lambung, air, dan darah, cairan berwarna merah ±400 cc ditampung di wadah.
10.30
Memasukkan obat Tetagam 250 iu (1 ml) per i.m. R/ Jr Klien kooperatif dan tidak tampak gelisah.
11.00
Memasukkan obat injeksi antibiotik Ceftriaxone 2 gr Jr (10 ml) per i.v. bolus sebagai antibiotik profilaksis karena tubuh klien terdapat luka robek, untuk meminimalkan terjadinya infeksi. R/ Klien kooperatif.
12.30
Klien dibawa ke ruang rontgen untuk foto skull dan Jr manus (D). R/ Hasil foto skull: COR, foto manus (D) AP-Lateral: Susp. CF Manus (D).
12.40
Klien dilakukan pembidaian pada bagian telapak Jr tangan kanan hingga jari keseluruhan untuk meminimalkan pergerakan dan nyeri. R/ Klien maun dan kooperatif saat dilakukan tindakan.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 26
3.5
Evaluasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan Waktu Gangguan rasa nyaman: 13.00 Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1 – 10).
Evaluasi S : - Klien mengatakan nyeri yang dirasakan telah berkurang. O : - Klien tampak tenang namun sesekali meringis kesakitan dengan VAS 2 (skala 1-10). - Hasil pengukuran TTV: Suhu 36OC, Nadi: 84x/menit, Tekanan darah: 130/80 mmHg, dan RR 20x/menit. - Klien tidak gelisah dan tampak tenang. A : Masalah teratasi P : Hentikan intervensi
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 27
BAB 4 PEMBAHASAN
Pada penjabaran karakteristik yang biasa ditemukan pada kasus klien dengan fraktur adalah rasa nyeri. Pada teori, data-data yang ditemukan berupa peningkatan frekuensi dan pola napas dengan irama yang ireguler, yang menandakan adanya rasa nyeri yang dirasakan klien. Ada atau tidaknya perdarahan dalam jaringan tulang yang mengalami fraktur dapat diketahui lewat perabaan nadi yang teraba cepat namun lemah. Memperhatikan kondisi kulit serta rentang gerak klien dilakukan untuk mengkaji kodisi sirkuler klien; dan kekuatan ekstremitas klien pasca fraktur. Pada kasus nyata, data-data yang ditemukan pada klien Sdr. A adalah seagai berikut. Nilai hasil pemeriksaan TTV awal: Tekanan Darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/m, Suhu 36,5oC, dan RR 24 x/m, GCS: e 3 v 5 m 6 dengan total 14. Terdapat kemerahan pada daerah kulit sekitar mata dan pipi kanan. Terdapat luka robekan pada pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking kanan ± 4 cm dengan dalam ±0,5 cm. Terdapat perdarahan minimal pada daerah robekan luka, dan kondisi klien tampak lemah. Klien mengungkapkan merasa nyeri pada bagian kepala dan lengan kanan dengan nilai VAS 4 (Skala 1 – 10). Dari karakteristik data yang didapat pada pengkajian kasus nyata terhadap teori, terdapat kesenjangan berupa hasil pemeriksaan TTV, dimana pada kasus nyata TTV yang didapat pada keempat aspek tampak dalam batas normal. Hal ini menurut penulis diakibatkan oleh kondisi klien yang kondisi perdarahannya minimal, hanya terlokalisir pada daerah robekan luka di daerah pelipis saja, dan tampak darah yang keluar cepat berhenti (< 7 menit) sehingga kurang begitu mempengaruhi volume darah dalam tubuh sehingga hasil pemeriksaan Tekanan Darah didapatkan hasil yang normal. Nilai nadi yang normal pada klien mendukung kondisi klien yang tampak tenang dan minim pergerakan, sebagai toleransi terhadap intensitas nyeri yang dirasakan. Hal ini disebabkan karena begitu klien datang, klien segera ditangani dengan cepat, salah satunya dengan pemberian obat analgesik sehingga respon klien terhadap nyeri dapat diblokir dan nilai nadi yang didapat dalam batas normal.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 28
Diagnosa fokus yang diprioritaskan penulis dalam melakukan perawatan kepada klien Sdr. A adalah diagnosa keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri, karena kasus fraktur; yang merupakan kejadian dimana terputusnya kontinuitas jaringan, dimanifestasikan secara nyata lewat keluhan nyeri, sehingga dalam perawatan atau tindakan yang dilakukan di ruang unit gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang, manajemen terhadap nyeri dan evaluasi skala nyeri menjadi penting untuk mengetahui bahwa fraktur yang dialami klien tidak bergeser atau bertambah buruk, sehingga dapat dilakukan tindakan lebih lanjut untuk mengkoreksi struktur anatomis tulang yang mengalami fraktur. Intervensi keperawatan yang terdapat pada teori yang berfokus pada manajemen penanganan nyeri adalah tindakan edukatif seperti pengenalan tentang penyebab nyeri, melakukan bedrest, mengatur posisi bed untuk meningkatkan kenyamanan, teknik relaksasi, latihan ROM (Range of Movement), tindakan kolaboratif berupa pemberian obat-obatan anti nyeri, serta evaluasi mengenai rasa nyeri klien baik secara verbal maupun non verbal. Pada kasus nyata, intervensi yang dibuat adalah mengkaji intensitas dan skala nyeri, memberikan posisi semifowler, menganjurkan klien teknik relaksasi nafas dalam, observasi Range of Movement, menganjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan X-ray/ Rontgen, melakukan pembidaian sementara pada bagian ekstremitas yang tampak mengalami deformitas dan nyeri apabila dilakukan perabaan, melakukan tindakan Hacthing, dan kolaborasi untuk pemberian obat-obatan. Intervensi fokus keperawatan yaitu mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam masih menjadi pilihan karena masih dianggap cukup efektif dalam mengalihkan rasa nyeri akut yang diderita klien. Intervensi pemberian posisi semifowler pada teori dan kasus nyata tampak memiliki perbedaan yaitu alasan secara rasional, dimana pada teori posisi semifowler lebih ditekankan pada pemberian rasa nyaman saja, namun pada kasus nyata, intervensi yang diberikan bertujuan agar dapat memperlambat laju aliran darah dan cairan ke otak, sehingga mencegah nyeri bertambah kuat, mengingat perbedaan latar belakang penyebab dimana kasus nyata klien dengan fraktur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 29
Terdapat beberapa intervensi yang tidak diimplementasikan pada implementasi keperawatan yang dilakukan terhadap klien Sdr. A, yaitu pemberian posisi semifowler, karena keterbatasan waktu dan alat, dimana pada saat itu, klien menggunakan brankar yang tidak memiliki fungsi mengelevasi bagian kepala dan bantal segitiga yang biasa dipergunakan untuk memberikan klien posisi semifowler apabila menggunakan brankar, sedang dipergunakan oleh klien lain di ruangan itu. Implementasi pada klien dilakukan dengan cepat namun tetap memperhatikan ketepatan dalam melakukan tindakan, dan tindakan yang difokuskan adalah tindakan yangbertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dahulu, yaitu pemasangan infus, selang O2 nasal dengan volume 3 liter/menit, dan pemasangan DK (Douer Kateter) untuk memfasilitasi klien dalam Buang air kecil. Untuk implementasi yang berfokus pada manajemen nyeri adalah imobolisasi sementara sampai diketahui bagian mana yang mengalami fraktur lewat pemeriksaan rontgen, dan setelah itu melakukan pembidaian dengan tujuan untuk lebih meminimalkan pergerakan terhadap bagian yang mengalami deformitas. Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada klien Sdr. A adalah bahwa masalah gangguan rasa nyaman nyeri klien telah teratasi, dimana seluruh kriteria hasil yang ditetapkan lewat intervensi sebelumnya telah terpenuhi seperti ungkapan klien mengenai rasa nyeri yang dirasakan telah berkurang, data objektif berupa pengamatan bahwa klien tampak tenang dengan VAS 2 (skala 1 – 10), hasil pengukuran keempat aspek TTTV dalam batas normal, klien tidak gelisah dan tampak tenang.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 30
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta: EGC. Doengoes, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta: EGC. IAI. 2012. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia. Vol.47 – 2012 s/d 2013 ISSN 0854-4492. Jakarta: Isfi Penerbitan. Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4. Jakarta: Media Aesculapicus. Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta: EGC. Wilkinson, M. Judith, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosisi Keperawatan; Diagnosisi NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil HOC. Ed.9. Jakarta: EGC
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 31