LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN Pengendalian Bahan Pencemar Menggunakan “Constracture Wetlend”
Oleh :
Jenly Haurissa 2015-30-054
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN PERIKANAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN UNIVERSITAS PAPUA MANOKWARI 2017
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Istilah lahan basah mempunyai arti yang berbeda bagi berbagai orang. Saat ini
terdapat kira-kita lebih 100 definisi mengenai lahan basah yang dipergunakan di dunia (Dugan, 1990). Batsan atau definisi tersebut dibagian menjadi dua kelompok yaitu definisi luas dan sempit. Lahan basah pertama kali diperkenalkan dalam Konvensi Ramsar. Konvensi Ramsar merupakan Konvensi untuk Lahan Basah yang mempunyai Kepentingan Internasional Terutama sebagai Habitat Burung Air. “Ramsar” sendiri adalah nama sebuah kota di Iran tempat Konvensi dilangsungkan untuk pertama kalinya pada tahun 1971. Konvensi Ramsar adalah salah satu perjanjian Pemerintah yang menyediakan kerangka kerja sama Internasional dalam Konvensi Lahan Basah. Lahan Basah menurut Konvensi Ramsar merupakan definisi yang luas, yaitu : “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, perairan ; alami atau buatan ; tetap atau sementara ; dengan air yang tergenang atau mengalir ; tawar, payau, atau asin ; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut. Definisi tersebut mencakup daratan terumbu karang dan padang lamun didaerah pesisir, dataran lumpur, hutan bakau, muara, sungai, rawa air tawar, hutan rawa, dan danau, juga rawa dan danau beragam. Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pemebentuknya dikuasai air dan proses serta cirinya terutama dikendalikkan oleh air. Suatu lahan basah adalah suatau tempat yang cukup selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus (Maltby, 1986). Lahan basah ditakrifkan (defaine) berdasarkan 3 parameter, yaitu Hidrologi, vegetasi hidroponik, dan tanah hidrik. (Cassel, 1997). Lahan basah mencakup suatu rentangan luas habitat, pantai dan laut yang memiliki sejumlah tampakan sama. Konvensi Ramsar 1971 menakrifan lahan basah yang penting secara internasional sebagai berikut (Dugan 1900).
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 1
Lahan basah adalah wilayah rawa, lahan gambut dan air, baik alami maupun buatan, bersifat tetap atau sementara, berair ladung (stagnat static) atau mengalir dan bersifat tawar, payau, atau asin, mencakup wilayah air laut yang di dalamnnya pada waktu surut tidak lebih dari pada enam meter. Salah satu lahan basah yang dapat dimanfaatkan adalah lahan basah buatan. Saat ini lahan basah bisa digunakan dan dimanipulasi dalam mengendalikan pencemaran dengan sistem Biofilter. 1.2
Tujuan
Mempelajari persiapan pengendalian air limbah dengan sistem Lahan Basah Buatan (LBB)
Mempelajari
&
mengamati
pemeliharaan
tanaman
percobaan/uji
dengan
memadukan tanaman vetiver, eceng gondok dan scrippus sp. sebagai tanaman air (aqua plants) sebagai media penyerap dan menghilangkan bahan pencemar dengan sistem Lahan Basah Buatan (LBB).
Menganalisis efektivitas sistem lahan basah buatan sebagai alternatif sistem dalam menghilangkan bahan pencemar yang berasal dari limbah pakan dan korotan ikan lele.
1.3
Manfaat
LBB sebagai solusi sistem pengendali pencemran pada suatu lingkungan perairan
Diharapakn dari hasil praktikum dapat memberikan informasi alternative dan permodelan pengendalian pencemran pada suatu bidang usaha perikanan .
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 2
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian & Proses Pembentukan Constructed Wetland Ekosistem lahan basah merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, seluruh kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung dapat dipastikan selalu terkait dengan keberadaan lahan basah. Indonesia memiliki lahan basah yang sangat luas dengan jenis-jenis yang sangat beragam, baikyang alami maupun yang buatan. Keseluruhan jenis lahan basah tersebut memiliki karakteristik masing-masing, sehingga pengetahuan mengenai masing-masing karakteristik lahan basah tersebut sangat diperlukan dalam pengelolaannya. Ekosistem-ekosistem lahan basah buatan merupakan kelompok ekosistem yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pengelolaannya, karena ekosistem-ekosistem lahan basah buatan ini memiliki posisi yang cukup dilematis dibandingkan ekosistem-ekosistem lahan basah alami. Pembangunan lahan basah buatan di satu sisi memang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu, sementara disisi lain pembangunan lahan basah buatan dengan mengkonversi yangalami, dapat menjadi penyebab berkurangnya (atau bahkan hilangnya) fungsi dan nilai (manfaat) lahan basah alami. kosistem-ekosistem lahan basah merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Seluruh bagian kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung dapat dipastikan selalu terkait dengan keberadaan lahan basah mulai dari penyedia air minum, habitat berbagai jenis makhluk, penyedia bahanpangan, pengendali banjir, sampai penjaga kondisi iklim global. Berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar; lahan basah secara garis besar dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu: lahan basah pesisir, lahanbasah daratan, dan lahan basah buatan. Lahan basah buatan (human-made wetlands) adalah suatu ekosistem lahan basah yang terbentuk akibat intervensi manusia, baik secara sengaja atau pun tidak sengaja. Lahan basah buatan yang pembentukannya disengaja, biasanya dibuat untuk memenuhi berbagai kepentingan tertentu misalnya, untuk meningkatkan produksi lahan pertanian dan perikanan, pembangkit tenaga listrik, sumber air, atau untuk meningkatkan keindahan bentang alam bagi keperluan pariwisata. Sedangkan lahan basah buatan yang pembentukannya tidak Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 3
disengaja umumnya memiliki tujuan pemanfaatan yang kurang jelas ;misalnya genangan air yang terbentuk di lahan-lahan bekas kegiatan tambang. Dalam perkembangannya, lahan basah buatan dapat mengalami suksesi sehingga tampak seperti ekosistem alami (Wibowo dkk., 1996). Keberadaan lahan basah buatan dapat memberikan pengaruh yang baik dan dapat pula memberikan pengaruh yang buruk bagi lingkungan sekitar. Pembangunan lahan basah buatan sebagai ekosistem baru dapat mencegah kepunahan serta meningkatkan populasi suatu jenis flora atau fauna. Sebagai contoh pembangunan kolam atau situ dapat memberikan kesempatan bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan air seperti teratai, kiambang, ikan, dan katak untuk hidup dan berkembang biak. Disisi lain tidak sedikit pula pembangunan
lahan
basah
buatan
telah
menyebabkan
hilangnya
habitat
dan
keanekaragaman jenis flora fauna didalamnya, salah satu contoh adalah pembangunan tambak yang menjadi penyebab hilangnya hutan mangrove dan berbagai jenis biota di dalamnya. 2.3 Klasifikasi Constructed Wetland A. Klasifikasi Habitat constructed wetland buatan berdasarkan sistem klasifikasi Ramsar (Ramsar Convention on Wetlands The, 2004) : 1. Kolam budidaya organisme air (misalnya: ikan dan udang). 2. Kolam : termasuk kolam-kolam pertanian, kolam bibit, dantangki-tangki air berukuran kecil (umumnya di bawah 8 Ha). 3. Lahan teririgasi; termasuk saluran irigasi dan sawah. 4. Lahan pertanian yang tergenang air secara musiman; termasukpadang rumput berumput basah yang dikelola secara intensif. 5. Lahan eksploitasi garam, meliputi ladang penguapan dan pendulangan garam. 6. Area penampungan air; misalnya: bendungan/waduk, bendung,dan tandon. 7. Lubang/kolam di area pertambangan; yaitu lubang/kolam yangterbentuk akibat kegiatan pertambangan (misalnya: pertambangan batu, kerikil, dan batu bara). 8. Area pengolahan air limbah; meliputi saluran pembuangan air limbah, kolam sedimentasi, kolamoksidasi, dsb. Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 4
9. Kanal, saluran drainase, dan parit. 10. Karst (gua kapur) dan sistem-sistem hidrologis sub-terranean (sistem di bawah permukaan tanah) lainnya yang terbentuk akibat intervensi manusia. A. Berikut adalah Peta Distribusi Wetland di Dunia
Gambar. Peta distribusi Wetland di dunia Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan, maupun (di Indonesia) sebagai wilayah transmigrasi. Mengingat nilainya yang tinggi itu, di banyak negara lahan-lahan basah ini diawasi dengan ketat penggunaannya serta dimasukkan ke dalam program-program konservasi dan rancangan pelestarian keanekaragaman hayati misalnya Biodiversity Action Plan. B. Ciri-ciri Constructed Wetland Lahan basah dicirikan oleh muka air tanah yang relatif dangkal, dekat dengan permukaan tanah, pada waktu yang cukup lama sepanjang tahun untuk menumbuhkan hidrofita, yakni tetumbuhan yang khas tumbuh di wilayah basah.
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 5
Gambar. Sistematik kerja lahan basah (Wetlands) Seluruh lahan basah memiliki dua karakteristik yang sama: air atau es dan bumi.
6% dari permukaan planet kita terdiri dari lahan basah.
Setengah darinya terdapat peatsoils; air tanah organik mengandung.
Lahan basah menyimpan sumber daya permukaan air tawar dunia. Meskipun hanya 0,01% dari semua air dari planet kita, sangat penting bagi kelangsungan hidup kita.
Lahan basah menyimpan karbon lebih dari dua kali jumlah di semua hutan dunia. Kehilangan lahan basah akan menyebabkan bencana iklim karena melepaskan karbon.
2.4
Lahan basah adalah daerah terkaya dalam artian keanekaragaman hayati. Lahan Basah Buatan (Kolam) Kolam merupakan lahan basah buatan yang umumnya dibangun bagi kegiatan
budidaya perairan, khususnya ikan air tawar. Selain untuk keperluan budidaya perairan, ada juga kolam yang sengaja di bangun sebagai wadah koleksi berbagai jenis tanaman air, seperti kolam koleksi tanaman air yang terdapat di Kebun Raya Bogor. Pada buku ini pembahasan hanya dibatasi pada kolam air tawar yang dimanfaatkan untuk keperluan budidaya komoditas perikanan. Kegiatan budidaya perikanan dengan membangun kolamkolam sudah dimulai sejak lama;di P. Jawa kegiatan budidaya perikanan diperkirakan sudah berlangsung sejak tahun 1400 (Whitten et al.,1999). Awalnya kegiatan budidaya ikan dilakukan secara sederhana dengan membangun kolam di belakangrumah untuk mencukupi Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 6
kebutuhan pangan sendiri. Namun tingginya permintaan ikan air tawar memacu perkembangan teknik budidaya untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal. Saat ini kegiatan budidayaikan di kolam merupakan salah satu usaha dan mata pencaharian yang menguntungkan masyarakat. Keberhasilan budidaya ikan di kolam sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu faktor teknis dan sosial-ekonomis disekitar kolam. Faktor teknis antara lain topografi, jenis tanah, kuantitas dan kualitas air, serta faktor pengadaan benih dan pakan ikan; sedangkan faktor sosial ekonomi menyangkut masalah tenaga kerja dan kondisi masyarakat disekitar bangunan kolam. 2.4.1
Definisi Kolam Kolam merupakan lahan yang dibuat untuk menampung air dalam jumlah tertentu
sehingga dapat dipergunakan untuk pemeliharaan ikan dan atauhewan air lainnya. Berdasarkan pengertian teknis (Susanto, 1992), kolam merupakan suatu perairan buatan yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya, dan target produksinya. Kolam selain sebagai media hidup ikan juga harus dapat berfungsi sebagai sumber makanan alami bagi ikan, artinya kolam harus berpotensi untuk dapat menumbuhkan makanan alami. 2.5
Fungsi dan Manfaat Kolam Kolam bagi manusia memiliki beberapa fungsi dan manfaat baik secarae konomis
maupun ekologis. Kolam antara lain berfungsi sebagai penghasil sumber daya hayati, sumber plasma nutfah, sumber penghasilan masyarakat, dan sarana rekreasi. Fungsi Ekologis Kolam
Habitat hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan air Kolam umumnya sengaja dibangun sebagai media hidup ikan dan atau hewan
air budidaya lainnya. Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan, lingkungan kolam harus dimanipulasi sedemikian rupa sehingga menyerupai habitat asli. Oleh karenaitu, selain sebagai habitat ikan, kolam juga merupakan habitat bagi Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 7
berbagai jenis plankton (fitoplankton dan zooplankton), benthos (misalnya: cacing dan siput), neuston (misalnya: nyamuk, laba-laba, dan capung), dan tumbuhan air (misalnya Hidrylla, Eceng gondok, dan Teratai.). Secara umum kondisi ekologis kolam serupa dengan ekosistem perairan tergenang lainnya, namun karena ditujukan bagi kegiatan budidaya maka keanekaragaman hewan dan tumbuhan di kolam jauh lebih terbatas dibandingkan ekosistem perairan tergenang yang bersifat alami. 2.6
Tipe dan Constructed Wetland
a. Rawa Lahan basah rawa-rawa berada di cekungan yang membuat air tergenang ketika ketinggian airnya belum dapat mengatasi wilayah hilir. Tumbuhan rawa yang paling banyak adalah tumbuhan air yang merambat seperti enceng gondok. Pepohonan umumnya dapat tumbuh dengan baik di air. Misalnya nipah, api-api, dan bakau. Ikan dan udang banyak menghuni rawa. Sementara itu monyet ekor panjang meramaikan dedahanan. Binatang liar lain seperti harimau, tapir, badak dan banteng banyak ditemui disana. Burung pemakan ikan dan bangau menjadi penghuni tetap. Namun burung migran kerap mampir sebelum melanjutkan perjalanan antar benua untuk mencari iklim yang sesuai bagi mereka.
Gambar. Daera\h Lahan BAssah Rawa-rawa
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 8
b. Payau Selain adanya lahan basah yang airnya tergenang atau mengalirnya hanya sewaktuwaktu maka, ada lagi lahan basah berair mengalir. Lahan basah demikian kita kenal sepanjang aliran sungai mulai dari hulu sampai muaranya. Di hulu, badan sungai itu masih sempit dan berbatu. Airnya tawar dan lajunya deras. Tumbuhan yang umum adalah lumut dan pakis. Tetapi mendekati muara, badan sungai melebar dan air menjadi payau. Laju air melambat sehingga tumbuhan air sempat tumbuh. Danau termasuk ke dalam lahan basah alami berair tawar yang ada di daratan sumber airnya ada di sekitarnya dan biasanya mengalir ke hilir melalui sungai-sungai.
Gambar. Hutan Payau Bakau c. Gambut Hutan gambut merupakan jenis hutan rawa yang relatif tergenang sepanjang tahun, dengan karakteristik kondisi tanah yang mempunyai tingkat keasaman yang sangat ekstrem dimana pH tanah selalu di bawah angka 3, sehingga secara alami flora yang tumbuh di hutan gambut adalah jenis flora yang khas dan toleran terhadap keasaman tanah yang tinggi, secara awam hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas tanah gambut. Hutan rawa gambut di Indonesia adalah rumah bagi berbagai macam spesies tumbuhan dan hewan. Pohon-pohon besar yang menjulang mencapai ketinggian lebih dari 70 meter diselingi dengan tumbuhan palem, tumbuhan merambat dan vegetasi semak belukar yang padat. Sungai air hitam mengalir perlahan mencari jalannya melalui hutan yang luas tersebut. Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 9
Inilah habitat yang membentuk wilayah yang tak terjelajahi dengan banyak sekali spesies alam liar di dalamnya.
Gambar. Hutan rawa Gambut Hutan rawa gambut terdiri dari beberapa jenis vegetasi. Dari arah sungai menuju ke tengah kubah gambut terdapat perubahan yang berlanjut dalam komposisi spesies dan struktur hutan. Sungai-sungai tersebut didominasi oleh rerumputan apung dan tumbuhan palem yang berduri dan melilit, yang dapat menghalangi sungai tersebut, membuat sulit bahkan tidak bisa untuk diarungi. Tumbuhan palem dan beraneka ragam pohon besar seperti Terentang, Pulai dan Meranti mendominasi di sekitar sungai. Keragaman tersebut mulai berkurang dengan jelas terlihat menuju area deposit gambut yang lebih dalam di sekitar pusat dari kubah gambut tersebut. Salah satu species khas di rawa gambut adalah Ramin, yang merupakan jenis pohon yang bernilai komersial tinggi. Hanya ada sedikit spesies yang tahan terhadap kondisi pasokan unsur hara yang amat sedikit dan juga simpanan air yang hampir selalu konstan di bagian hutan ini. Pertumbuhan pohon-pohon pun amat terhambat. Di beberapa wilayah, pepohonan tumbuh tidak lebih dari ketinggian 10 hingga 15 meter.
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 10
d. Riparian Menurut Sitanala Arsyad (2006) dalam “Konservasi Tanah dan Air”. Tumbuhan berupa pohonan, rumputan dan semak-semak atau campuran berbagai bentuk dan jenis vegetasi yang ditanam sepanjang tepi kiri dan kanan sungai disebut riparian buffers strips atau filter strips yang dalam Bahasa Indonesianya adalah strip penyangga riparian atau penyangga riparian atau strip filter. Secara umum digunakan jalur hijau sungai. Riparian buffers strips Penyangga riparian berfungsi untuk menjaga kelestarian fungsi sungai dengan cara menahan atau menangkap tanah (lumpur) yang tererosi serta unsur-unsur hara dan bahan kimia termasuk pestisida yang terbawa., dari lahan di bagian kiri dan kanan sungai agar tidak sampai masuk ke sungai. Penyangga riparian juga menstabilkan tebing sungai. Pohonan yang ditanam di sepanjang sungai juga lebih mendinginkan air sungai yang menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan berbagai jenis binatang air.
Gambar. Riparian buffers strips Tabel 1. Deskripsi tipe desain LBB-AAP.
2.7 Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 11
Deskripsi Tumbuhan/Tanaman Uji A. Tanaman Uji Rumput Vetiver Rumput Vetiver (Vetiveria zizanioides, L.) Rumput vetiver adalah tanaman tropis sejenis rumput-rumputan berukuran besar yang memiliki banyak keistimewaan, di Indonesia dikenal sebagai akar wangi (Vetiveria zizanioides L). Biasa digunakan dalam stabilitas lereng atau tebing jalan.
Bentuk Fisik Rumput Vetiver 1. Memiliki batang yang kaku 2. Akar tumbuh menembus tanah mencapai 2-4 m 3. Tidak menghasilkan bunga dan biji 4. Tumbuhannya tegak dengan tinggi 1,5 – 2,5 m 5. Akarnya sering disebut “kolom hidup” 6. Akan membentuk pagar juka ditanama secara berdekatan. Vetiver juga merupakan tanaman ramah lingkungan karena sifatnya yang non
invasive. Vetiver juga memiliki tingkat toleransi tinggi terhadap k andungan logam berat, persen pengurangan yang tinggi untuk N dan P dari pencemar air * amper * , serta COD, N, dan P pada air lindi yang berasal dari sampah * amper* (Truong dkk. 2008; Truong & Loch 2004; Vimala & Kataria 2004; Truong & Hart 2001). Menurut Vimala (2004), vetiver mampu bertahan hidup di daerah tergenang dan daerah bersalinitas moderat. Truong dkk. (2008) menyatakan bahwa rumput vetiver ini mamputumbuh di wetland area dan efektif mengurangi air limbah. Rumput vetiver (C. zizanioides, L) adalah tumbuhan yang berasal dari India dan secara tradisional telah digunakan untuk perlindungan kontur (lereng). Rumput vetiver sebelumnya dikenal dengan nama Vetiveria Total 20 zizanioides yang kemudian reklasifikasi ulang menjadi C. zizanioides, L. Sistemvetiver ini membutuhkan biaya yang murah dan terbukti sangat efektif yangmenawarkan solusi lingkungan (Truong dkk. 2009).
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 12
Kasifikasi Rumput Vetiver /Akar Wangi Rumput Akar Wangi
Klasifikasi ilmiah Kingdom : Plantae : Magnoliophyta Divisi : Liliopsida Kelas : Poales Ordo : Poaceae Famili : Chrysopogon Genus Spesies :C. zizanioides Nama binomial
Chrysopogon zizanioides (L.) Roberty
Spesies V. zizanioides
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Akar wangi atau narwastu (serai wangi, rumput akar wangi, vetiver, Chrysopogon zizanioides.Vetiveria zizanioides, Andropogon zizanioides) adalah sejenis rumput yang berasal dari India. Tumbuhan ini dapat tumbuh sepanjang tahun, dan dikenal orang sejak lama sebagai sumber wangi-wangian. Tumbuhan ini termasuk dalam * amper Poaceae, dan masih sekeluarga dengan serai atau padi. Akarnya yang dikeringkan secara tradisional dikenal sebagai pengharum lemari penyimpan pakaian atau barang-barang penting, seperti batik dan keris. Aroma wangi ini berasal dari minyak atsiri yang dihasilkan pada bagian akar. Tumbuhan ini merupakan komoditas perdagangan minor walaupun cukup luas penggunaan minyaknya dalam amper wangi-wangian. B.
Tanaman Uji Eceng Gondok
Tanamana Eceng Gondok (Eichonia crassipes)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 13
Eceng gondok merupakan tumbuhhan yang hidup di air, termasuk dalam family pontederiaceae. Tanaman ini memiliki bunga yang indah berwarna ungu muda (lila). Daunnya berbentuk bulat telur dan berwarna hijau segar dan mengkilat bila di terpa sinar matahari. Daun-daun tersebut ditopang oleh tangkai berbentuk silindris memanjang yang kadang-kadangsampai mencapai satu meter dengan diameter 1-2 cm. tangkai daunnya berisi serat yang kuat serta lemas serta mengandung banyak air. Eceng gondok tumbuh mengapung diatas permukaan air, tumbuh dengan menghisap air dan menguapkannyan kembali melalui tanaman yang tertimpa sinar matahari melalui proses evaporasi. Oleh karenannya selama hidupnya senantiasa diperlukan sinar matahari (Aniek, 2003). Ecenga gondok hidup tingginya sekitar 0.4 – 1.5 meter. Tidak mempunyai batang daunnya tunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkal daunnya sedikit meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunga eceng gondok termasuk kelompok bunga yang majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak dann beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut (Lail, 2008). Eceng gondok dapat hidup bebas mengapung diatas permukaan air dan berakar didasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Kemampuannya tanaman ini banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk mengolah air buangan liimbah, karena efektifitas tanaman ini mampu mengolah air buangan limbah domestic dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BO, partikel suspense secra biokimia namun berlangsung agak lambat dan mampuh menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, karena kemampuan menyerap logam persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua (Widianto, 1997).
Habitat Eceng Gondok Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang
lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan ketersediaan, pH, dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung bahan organisk yang tinggi, terutama yang kaya Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 14
akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.
Mampuh Membersihkan Polutan Berat Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia
berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam * amper* (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen. Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida.
Klasifikasi Tumbuhan Eceng Gondok Eceng gondok (E. crassipes S.) Klasifikasi ilmiah
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Commelinales
Famili
: Pontederiaceae
Genus
: Eichhornia
Spesies
: E. crassipes (Mart) Solms
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 15
C. Tanaman Uji Rumput Srcipus spp. Scripus adalah genus spesies tumbuhan air, seperti rumput pada family Cyperaceae Umummnya dikenal dengan nama klub-rush atau bulrush (lihat juga bulatan untuk genera tanaman lain yang disebut namanya). Nama umum lainnya adalah (deergrass) atau rumputrumputan. Mereka memiliki daun seperti rumput, dan kelompok spikelet kecil, sering berwarna coklat. Beberapa spesies (misalnya S. lacustris ) dapat mencapai ketinggian 3 m, sementara yang lain (misalnya S. supinus ) jauh lebih kecil, hanya mencapai 20-30 cm. Genus ini memiliki distribusi yangkosmopolitan, ditemukan di setiap benua kecuali benua Afrika dan Antartika. Banyak spesies yang umum ditemukan di lahan basah dan dapat menghasilkan tegakan tanaman yang lebat, di sepanjang sungai, di delta pesisir dan dikolam dan lubang. Banjir merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi distribusinya, kekeringan, penggalian es, kebakaran dan salinitas juga mempengaruhi kelimpahannya. Rumput dalam genus ini dapat bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti banjir yang berkepanjangan, atau kekeringan, seperti benih yang terkubur. Spesies Scirpus sering ditanam untuk menghambat erosi pada tanah dan menyediakan habitat satwa liar lainnya. Scripus spp. juga digunakan dalam beberapa pengobatan herbalrimpang tanaman dikumpulkan di musim gugur dan musim dingin dan dikeringkan dibawah sinar matahari sebelum digunakan.Tak terhitung taksonomi genus itu rumit, dan sedang dikaji oleh ahli botani. Studi terbaru oleh ahli taksonomi dari Cyperaceae telah menghasilkan penciptaan beberapa genera baru, termasuk genera Schoenoplectus dan Bolboschoenus yang lain (termasuk Blysmus, Isolepis, Nomochloa, dan Scirpoides) juga telah digunakan. Pada satu titik genus ini memiliki 300 spesies, namun banyak spesies yang pernah ditugaskan padanya sekarang telah dipindahkan, dan sekarang memiliki sekitar 120 spesies.
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 16
Klasifikasi Scripus spp. Scripus spp.
Klasifikasi Ilmiah Kingdom : Plantae Divisi
: Angiosperms
Kelas
: Monocots
Ordo
: Poales
Famili
: Cyperaceae
Genus:
: Scripus spp. L.
2.6
(Sumber : Foto Dokumentasi Pribadi)
Deskripsi Sumber Limbah Sumber limbah berasal dari budidaya perikanan yaitu budidaya ikan lele, dimana
sebanyak 1000 ekor ikan lele berukuran ±7-12 cm di budidayakan dalam suatu bak induk. Secara intensif di berikan pakan yakni berupa pellet. Selama kurun waktu beberapa pekan dihsilkan limbah yang berasal dari sisah pakan (tidak dimakan habis) oleh ikan ditambah kotoran dari ikan lele yang dikeluarkan sisa metabolism ikan dalam menyerap nutrisi dari pakan sebanyak 30% yang dimanfaatkan sebagai energi sedangkan sisanya sebanyak 70% adalah kotoran (limbah) yang di buang/dikeluarkan dari sistem saluran pencernaan ikan lele.
Morfologi Ikan Lele 1. Secara umum, ikan lele mempunyai bentuk tubuh yang bulat dan memanjang. 2. Kulitnya licin, berlendir, namun tidak bersisik. 3. Tubuhnya memiliki warna yang berbeda untuk setiap jenis lele. Tiap-tiap lele mempunyai warna khas yang membalut tubuhnya. 4. Ikan lele memiliki ukuran mulut yang relatif lebar dan hampir membelah setengah dari lebar kepalanya. 5. Memiliki kumis yang terletak di area sekitar mulutnya. Kumis ini pula yang menyebabkan ikan lele sering disebut catfish. Kumis ini memiliki fungsi sebagai alat untuk meraba pada saat mencari makan atau bergerak biasa. Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 17
6. Sebagai alat bantu untuk berenang, ikan lele juga mempunyai 3 buah sirip tunggal, yaitu sirip dubur, sirip ekor, dan sirip punggung. 7. Ikan lele juga mempuyai dua buah sirip yang berpasangan, yaitu sirip perut dan sirip dada. Disamping digunakan sebagai alat bantu berenang, sirip juga memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh ikan lele saat diam atau tidak bergerak. 8. Pada bagian sirip dada terdapat sirip yang runcing dan keras yang disebut patil yang digunakan sebagai senjata.
Klasifiaksi Ikan Lele Klasifikasi ilmiah
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Siluriformes
Famili
: Clariidae
Genus
: Clariasspp.Scopoli, 1777 (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 18
III. 3.1
METODOLOGI PRAKTIKUM
Lokasi & Waktu Pelaaksanaan Praktikum Lokasi Praktikum di laksanakan di Halaman Lab. Basah Universitas Papua Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pelaksanaan praktikum di laksanakan setiap hari kamis setiap minggunya.
3.2 Alat & Bahan Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksaan praktikum untuk (Perlengkapan Lahan Basah Buatan). Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan. Soulder Mistar/penggaris Spidol Permanent Scripus sp. Air pada kolam pemeliharaan 1000 ekor Juvenil ikan Lele
Alat & Bahan Sterofom Tipis (Ukuran Persegi panjang) Bio ball Rumput Vetiver Eceng Gondok Spidol Batu koral
Berikut adalah atal dan bahan yang digunakan dalam Pengukuran Kualitas Air (Pengukuran Parameter Kualitas Air Limbah). Tabel 2. Alat yang digunakann dalam pengukuran parameter kualitas air limbah. Alat Termometer DO Meter pH Meter 2 Kelas Piala Stopwatch
Kegunaan Mengkur Suhu Air Limbah Mengukur Kadar Oksigen Limbah Menmgukur nilai Ph air limbah Membandingkan kejernihan air limbah selama 3 pekan masa pengujian/perlakuan Alat bantu mengukur kecepatan debit air limbah yang masuk ke Bak Kontrol/ (LBB)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 19
3.3
Modul Praktikum Persiapan Pengendalian Air Limbah Sistem Lahan Basah Buatan (LBB)
Penyediaan Stok Bibit (Nurseries Privide Stock)
Perbanyakan Stock Bibit (Vetiver, Eceng Gondok &Scrippus sp.)
Pemeliharaan Tanaman Percobaan/Uji dalam Sistem Lahan Basah Buatan (LBB/APP)
Adaptasi Tanaman Pada Sistem LBB-APP
Pengukuran Pertumbuhan Tanaman Uji (Secara Bertahap)
Aklimasi Tanaman Percobaan
Pengukuran Parameter Kualitas air Limbah pada LBB-APP
Gambar. Bagan Alir Praktikum Pemeliharaan tanaman Uji dalam Sistem Lahan Basah Buatan (LBB)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 20
3.4
Alur Pengerjaan Pemeliharaan Tanaman Percobaan/Uji dalam Sistem Lahan Basah Buatan (LBB/APP) Penyiapan Alat & Bahan
1.Proses Pengukuran Pertumbuhan Tanman Uji Vetiver selama beberapa pekan
8. Pengukuran Parameter Kualitas air Limbah Pada setiap LBB meliputi : DO, pH, dan Suhu & Kejernihan Air Limbah.
2. Penebaran Bahan sedimen (Batu, Pasir, Koral dan Pengaliran Air Limbah pada Bak LBB 1,2,3 & 4.
7. Mengukur Pertumbuhan Tanaman Uji Vetiver Pada LBB dan Pertambahan tunas pada Tanaman Uji eceng gondok
9. Masih Pengukuran Parameter kualitas air secara berkala & pengukuran Pertumbuhan tanaman uji pada LBB-AAP.
3. Proses Pemindahan Tanaman Uji pada Bak LBB-AAP yang Sudah Siap dengan Air Limbah.
6. Pengukuran dan pengontrolan secara berkala LBB dan Tanaman uji masih dilakukan.
10. Dokumentasi aktifitas Pengukuran Parameter kualitas air limbah dan Pertumbuhan Tanaman uji serta sumber limbah.
4. Pengontrolan Tanaman Uji dan debit Air Limbah setiap Minggu.
5. Pengontrolan secara berkala pada Aliran Air limbah, Pertumbuhan Tanaman uji
11. Pengambilan sampel air limbah pada setiap Bak LBB untuk Pengukuran Kualitas air limbah meliputi : Nitrat, Phosphat TDS, TSS & Amoniak di Lab. (Dilakukan oleh alhi Kualitas Air di Laboratorium Kualitas Air).
Gambar. Bagan Alir Praktikum Pengendalian Pencemaran dengan Sistem Lahan Basah Buatan (LBB-APP) untuk fase Pemeliharaan Tanaman Uji serta Pengukuran Parameter Fisis Air Limbah.
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 21
IV.
HASIL & PEMBAHASAN
4.1 Hasil (KEL. 1) Pengukuran Pertumbuhan Tanaman Uji Vetiver (Ronde 2) Berikut adalah Tabel angka pertumbuhan & pertambahan biomassa daun pada tanaman uji, berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 1 bulan dengan pengukuran tanaman uji sekali dalam seminggu.
Tabel 1. Pekan ke-4 (Kamis, 30 Maret 2017) No. Tanaman
Pertumbuhan & Pertambahan Massa Daun Tanaman Uji, Rumput Vetiver (C. zizanioides, L)
Vetiver
Panjang Daun (cm)
Daun Tumbuhan
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
Tm.1
20,3
70,4
38,6
13,4
47,8
25,3
52,9
45,7
Tm.2
64,2
41,7
68,7
34,9
42,2
-
-
-
Tm.3 (1)
39,5
76,8
45
24,6
54
62,3
-
-
12,7
19,7
20,5
22,7
20,8
19,2
5,1
-
Tm.4
10,3
63,1
68,9
28,8
58
74,7
-
-
Tm.5 (1)
19,9
33,2
67,4
36,8
56,2
25,7
9,5
-
35,1
56,8
62,6
45,9
61,5
59,6
-
-
11,7
31
59, 2
39,8
62,9
76
-
-
6,3
28,5
51,6
73,2
42,8
25
38,5
-
15
55
41,5
56,5
54,1
53,5
29,8
21,5
31
33
24
45,8
39,5
23,9
20,2
55,8
Tm.(2)
Tm.(2) Tm.6 Tm. (2) Tm.7 Tunas
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 22
Tabel 2. Pekan ke-5 (Kamis, 06 April 2017)
No. Tanaman
Pertumbuhan & Pertambahan Massa Daun Tanaman Uji, Rumput Vetiver (C. zizanioides, L)
Vetiver
Panjang Daun (cm)
Daun
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
Tm.1
32
96
55
23,1
66
34,8
60,8
57,5
Tm.2
80
50,7
79,5
45,3
62,6
-
-
-
Tm.3 (1)
60
69,2
58
37,3
69
70
-
-
19,4
28,1
27,5
30,7
20,8
18
7,2
-
T.4
16,4
81,1
78,3
39,2
64
90
-
-
Tm.5 (1)
19,7
45,5
72,5
44
77,5
21
21,3
-
46,8
66,4
79,4
54,2
72,5
77,2
-
-
16,3
39,6
74,9
56,5
76,5
89
-
9,5
37,6
64,6
50,2
52,8
18
34,5
-
19
57,5
71,8
84,5
62,9
73,8
48,4
32,7
43
54,1
48
78,8
56,5
32,9
41,2
68,4
Tanaman
Tm.(2)
Tm.(2) Tm.6 (1) Tm.(2) Tm.7 (1) Tm.(2)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 23
Tabel 3. Pekan ke-6 (Kamis, 13 April 2017) No. Tanaman
Pertumbuhan & Pertambahan Massa Daun Tanaman Uji Rumput Vetiver (C. zizanioides, L)
Vetiver
Panjang Daun (cm)
Daun
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
Tm.1
31
92,5
56,4
67,3
82,3
41,6
70,4
67,8
Tm.2
46
63,3
79
76,4
79
-
-
-
Tm.3 (1)
60
67,5
32
48,2
70,2
37,4
-
-
28,4
41,1
38,5
42,7
39,7
31
13,6
-
T.4
76,3
81,3
63
40
91,5
48,5
-
-
Tm.5 (1)
79,5
45,1
70,5
23
46,2
77,8
32,3
-
67,5
77,5
49
73,9
71,3
76,5
-
-
75
77
71,5
30
53,4
90
-
-
9,9
37,3
38,4
22
47,3
24
42
-
38,7
61,5
58,4
22,1
4320,4
63
58,5
41,2
58
63
64
35,2
69
54
37
65,8
Tanaman
Tm.(2)
Tm.(2) Tm.6 (1) Tm.(2) Tm.7 (1) Tm.(2)
Tabel 4. Pekan ke-7 (Kamis 20 April 2017) No. Tanaman
Pertumbuhan Pertambahan Massa Daun Tanaman Uji Rumput Vetiver (C. zizanioides, L)
Vetiver
Panjang Daun (cm)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 24
Daun
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
Tm.1
52
84,3
62,7
75,9
97,7
66,1
92,5
73,8
Tm.2
37,8
78,1
90.3
87,2
86,3
-
-
-
Tm.3 (1)
67,2
78,5
49,6
58,3
79,6
46,7
-
-
42,5
62,4
41,6
53,7
47,9
44,1
27,6
-
Tm.4
82,3
90.2
56,7
29,8
93,7
59,4
-
-
Tm.5 (1)
87,4
65,8
83,6
43
56,6
82,9
39,5
-
54,1
83,7
60,1
80,4
62,8
81,5
-
-
81,7
79
85,7
42
68,4
97,3
-
-
16,9
46,5
48,1
37,3
58,6
38
55,1
-
49
75,7
64,9
33,1
42,4
71
64,7
73,5
67,5
83,6
71
47,3
77,6
68,4
52
80,9
Tanaman
Tm.(2)
Tm.(2) Tm.6 (1) Tm.(2) Tm.7 (1) Tm.(2)
Pengukuran Tinggi, Panjang & Lebar dalam Bak (LBB) pada masing-masing bak. (Bak LBB Kelompok-1) BAK LBB KELOMPOK I.
Tinggi
(T)
47,7 cm
Lebar
(L)
84,6 cm
Panjang (P)
179,8 cm
Tabel 5. Pekan ke-8 (Kamis 27 April 2017) No. Tanaman
Pertumbuhan Pertambahan Massa Daun Tanaman Uji Rumput Vetiver (C. zizanioides, L)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 25
Vetiver Daun
Panjang Daun (cm) D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
Tm.1
38,7
93,6
79,7
45
98,6
31,9
78,3
62,5
Tm.2
46,6
85,8
43,4
72,8
82
-
-
-
62
69,9
72,3
63,4
73,4
71,2
-
-
11,4
40,1
39,5
37,7
29,8
24
10,2
-
80,6
80,8
59,7
83,3
89,5
48,4
-
-
45
72,1
60,2
69,5
65,5
78,4
28,6
-
67,5
51,3
29,7
69,9
75
82,7
-
-
15
38,3
73,1
76,6
88,7
42
-
-
9,5
37,4
72,4
50,3
74,5
52,6
23,4
-
35
53
66,7
64,4
57,4
23,9
35,6
31,8
64,3
85,2
73,7
67,2
69,2
62,4
58,5
26,9
Tanaman
Tm.3 (1)
Tm.(2) Tm.4 Tm.5 (1)
Tm.(2) Tm.6 (1) Tm.(2) Tm.7 (1) Tm.(2)
Keterangan :
-
Tidak terdapat pertumbuhan daun
Tm. 1-7 = Tanaman 1 – Tanaman 7 Tm (1) = Tanaman ke-1 Tm (2) = Tanaman ke-2 (Tiap pot terdapat 1-2 tanaman uji yang tumbuh)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 26
Data Kelompok 2. 4.2. Mengamati Pertumbuhan Akar Wangi Pengukuran pertumbuhan Kamis, 4-05-2017 Tabel. 6.Pertumbuhan Tanaman Uji
No 1.
2.
3.
4.
5.
Pertumbuhan A. 22 CM B. 21 cm C. 17 cm D. 15.5 cm E. 19.8 cm A. 28.3 cm B. 26.4 cm C. 17.3 cm D. 22.cm E. 12 cm A. 18.5 cm B. 20.7 cm C. 21.4 cm D. 19.5 cm E. 17.8 cm A. 17.4 cm B. 21.9 cm C. 17.4 cm D. 14.5 cm E. 16.7 cm A. 20.6 cm B. 19.8 cm C. 18.1 cm D. 19.6 cm E. 17.4 cm
Parameter kualitas Air. 1. Derajat keasaman (pH air) PH pada LBB bagian ujung PH pada LBB bagian tengah PH pada LBB bagian akhri 2. Suhu Suhu Pada LBB ujung Suhu pada LBB tengah Suhu pada LBB akhir
Tunas baru A. 26 cm B. 26 cm C. 7.4 cm D. – E. – A. 36.4 cm B. 9.5 cm C. 27.2 cm D. 40.3 cm E. 13.8 cm A. 23 cm B. 23.5 cm C. 23.2 cm D. 32.1 cm E. – A. 23.1 cm B. – C. 15.1 cm D. 20.8 cm E. – A. 44.5 cm B. 38.4 cm C. 26.2 cm D. 15.3 cm E. 16.4 cm
: 7,6 ppt : 7,6 ppt : 7,7 ppt : 20o C : 20o C : 20o C
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 27
3. Kelarutan oksigen (dissolved oxygen (DO) DO pada LBB bagian ujung : 1,4 ppm DO pada LBB bagian tengah : 1,6 ppm DO pada LBB bagian akhir : 1,6 ppm Pengukuran pertumbuhan Kamis, 11-05-2017 Tabel 7. Pertumbuhan Tanaman Uji
No 1.
2.
3.
4.
5.
Pertumbuhan A. 38 CM B. 35 cm C. 31cm D. 28,5cm E. 38,5 cm A. 46,5cm B. 33 cm C. 27,5 cm D. 43cm E. 27 cm A. 33,5 cm B. 35 cm C. 39 cm D. 30 cm E. 36,3 cm A. 32,5 cm B. 46 cm C. 31 cm D. 28,5 cm E. 26 cm A. 39 cm B. 36 cm C. 35,8 cm D. 48 cm E. 30,5 cm
4. Derajat keasaman (pH air) PH pada LBB bagian ujung PH pada LBB bagian tengah PH pada LBB bagian akhri 5. Suhu Suhu Pada LBB ujung Suhu pada LBB tengah Suhu pada LBB akhir
Tunas baru A. 49cm B. 42,5 cm C. 39cm D. 24 E. – A. 55cm B. 47,5 cm C. 42 cm D. 59cm E. 39 cm A. 21,5 cm B. 31 cm C. 26 cm D. 36 cm E. 40,5 cm A. 31 cm B. 41 cm C. 44 cm D. 40,3 cm E. 23,3 cm A. 59,3 cm B. 59 cm C. 36 cm D. 45,6 cm E. 34,5 cm
: 7,4 ppt : 7,6 ppt : 7,9 ppt : 27o C : 27o C : 27o C
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 28
6. Kelarutan oksigen (dissolved oxygen /DO) DO pada LBB bagian ujung : 4,4 ppm DO pada LBB bagian tengah : 4,0 ppm DO pada LBB bagian akhir : 3,7 ppm Pengukuran pertumbuhan Kamis 18-05-2017 Tabel 8. Pertumbuhan Tanaman uji No Pertumbuhan Tunas baru 1. A. 56,3CM A.15 Helai B. 43 cm B. 4 Helai C. 39,8 cm C. 4 Helai D. 37,8 cm D. 5 Helai E. 51 cm E. 2. A. 50 cm A. 11 Helai B. 71 cm B. 7 Helai C. 39,8 cm C. 15 Helai D. 52,5 cm D.13 Helai E. 35,5 cm E. 10 Helai 3. A. 38,9 cm A. 4 Helai B. 40 cm B. 5 Helai C. 40 cm C. 14 Helai D. 36,8 cm D. 5 Helai E. 50 cm E. 7 Helai 4. A. 41,2 cm A. 15 Helai B. 34,4 cm B. 1 Helai C. 40 cm C.8 Helai D. 40 cm D. 5 Helai E. 25,3 cm E. 5 Helai 5. A. 53 cm A. 13 Helai B. 43,9 cm B. 6 Helai C. 40,4 cm C. 13 Helai D. 61,5 cm D. 3 Helai E. 37,5 cm E. 11 Helai 7. Derajat keasaman (pH air) PH pada LBB bagian ujung : 7,54 ppt PH pada LBB bagian tengah : 7,46 ppt PH pada LBB bagian akhri : 7,3 ppt
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 29
8. Suhu Suhu Pada LBB ujung Suhu pada LBB tengah Suhu pada LBB akhir
: 28o C : 28o C : 28o C
9. Kelarutan oksigen (dissolved oxygen (DO) DO pada LBB bagian ujung : 0 ppm DO pada LBB bagian tengah : 0 ppm DO pada LBB bagian akhir : 0 ppm Pengukuran pertumbuhan Kamis 25-05-2017
No 1.
2.
3.
4.
5.
Pertumbuhan A. 63 CM B. 51 cm C. 43 cm D. 42,5 cm E. 59,5 cm A. 55 cm B. 74 cm C. 46,5 cm D. 53 cm E. 38,5 cm A. 40 cm B. 47 cm C. 46 cm D. 37,5 cm E. 51 cm A. 44,5 cm B. 58,5 cm C. 42 cm D. 42,9 cm E. 40 cm A. 61 cm B. 44,5 cm C. 42 cm D. 62 cm E. 41,5 cm
Tunas baru A. 16bHelai B. 6 Helai C. 5 Helai D. 6 Helai E. 2 Helai A. 11 Helai B. 7 Helai C. 15 Helai D. 13 Helai E. 11 Helai A. 5 Helai B. 5 Helai C. 14 Helai D. 5 Helai E. 13 Helai A.15 Helai B. 8 Helai C. 8 Helai D. 5 Helai E. 5 Helai A. 16 Helai B. 12 Helai C. 13 Helai D. 20 Helai E. 11 Helai
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 30
10. Derajat keasaman (pH air) PH pada LBB bagian ujung : 7,58 ppt PH pada LBB bagian tengah : 7,61 ppt PH pada LBB bagian akhri : 7,78 ppt 11. Suhu Suhu Pada LBB ujung : 27,8 o C Suhu pada LBB tengah : 28,1o C Suhu pada LBB akhir : 28,4o C 12. Kelarutan oksigen (dissolved oxygen (DO) DO pada LBB bagian ujung : 1,02 ppm DO pada LBB bagian tengah : 0,94 ppm DO pada LBB bagian akhir : 0,63 ppm Pengukuran pertumbuhan Kamis 1-06-2017
No 1.
2.
3.
4.
5.
Pertumbuhan A. 85,5 CM B. 57,5 cm C. 44 cm D. 54,5 cm E. 60,5 cm A. 56 cm B. 75 cm C. 51,4 cm D. 54 cm E. 52,5 cm A. 41 cm B. 48 cm C. 49 cm D. 52 cm E. 57,6 cm A. 45 cm B. 59 cm C. 44,5 cm D. 44 cm E. 53 cm A. 66,5 cm B. 46 cm C. 45 cm D. 63,5 cm E. 44,5 cm
Tunas baru A. 17 Helai B. 7 Helai C. 9 Helai D. 6 Helai E. 5 Helai A. 21 Helai B. 9 Helai C. 18 Helai D. 16 Helai E. 13 Helai A. 6 Helai B. 10 Helai C. 20 Helai D. 5 Helai E. 15 Helai A.19 Helai B. 8 Helai C. 11 Helai D. 8 Helai E. 5 Helai A. 29 Helai B. 14 Helai C. 16 Helai D. 20 Helai E. 13 Helai
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 31
13. Derajat keasaman (pH air) PH pada LBB bagian ujung : 7,58 ppt PH pada LBB bagian tengah : 7,61 ppt PH pada LBB bagian akhri : 7,78 ppt 14. Suhu Suhu Pada LBB ujung : 27,8 o C Suhu pada LBB tengah : 28,1o C Suhu pada LBB akhir : 28,4o C 15. Kelarutan oksigen (dissolved oxygen (DO) DO pada LBB bagian ujung : 1,02 ppm DO pada LBB bagian tengah : 0,94 ppm DO pada LBB bagian akhir : 0,63 ppm
4.3
Menghitung Debit Air Pada Bak bioremediasi 3 Diketahui : a. Ukuran weatland buatan/lahan basah (LBB) : panjang/L = 178 cm = 1,78 m lebar/w = 90 cm = 0,9 m t = 1 hari = 86.400 detik b. ukuran tinggi substrat pada LBB (dm) = 10 cm = 0,1 m c. ukuran tinggi muka air pada LBB (dw) = 30 cm = 0,3 m d. budidaya ikan lele dengan padat tebar = 1000 ekor penyelesaian : d = dm × n + dw = ( 0,1 × 0,7 ) + 0,3) m = 0,37 m
Q=
Q=
= = 6,86041667×10-6×1000 = 0,00686 × 60 menit = 0,4116 = 400 ml/menit
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 32
Sumber Air Limbah 1. Budidaya ikan lele dengan padat tebar 1000 ekor 2. Pakan yang diberikan 5% dari biomassa ( bobot total ) 3. Bobot rata rata = 1,62 Biomassa= bobot rata rata × padat tebar = 1,62 gram/ekor × 1000 ekor = 1620 gram Kebutuhan pakan/ hari = 5% × biomassa = 5% × 1620 gram = 81 gram Data Kelompok 4. Pengukuran tanaman pada minggu 1 ( 9 Maret 2017) No. Pertumbuhan Dan Pertunasan Tanaman Uji Rumput Vetiver Tanaman Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman Vetiver 4A 4B 4C 4D 4E 4F 4G
Pertumbuhan Minggu 1 20 cm 20 cm 20 cm 20 cm 20 cm 20 cm 20 cm
Pertunasan Minggu 1 -
Pertumbuhan Helaian Daun -
Pengukuran tanaman pada minggu ke 2 (16 Maret 2017) No. Pertumbuhan Dan PertunasanTanaman Uji Rumput Vetiver Tanaman Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman Vetiver 4A 4B 4C 4D 4E 4F 4G
Pertumbuhan Minggu 2 7 cm 1.5 cm 2.3 cm 14.2 cm 9 cm 8.22 cm 1 cm
Pertunasan Minggu 2 -
Pertumbuhan HelaianDaun 1 helai 1 helai 2 helai 1 helai 2 helai 2 helai 1 helai
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 33
Pengukuran tanaman pada minggu ke 4 (30 Maret 2017) Catatan : Ada Tambahan 1 TanamanRetiver No. Tanaman Vetiver 4A
4B
4C 4D 4E 4F 4G 4H 4I
Pertumbuhan Dan Pertunasan TanamanUjiRumputVetiver Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman Pertumbuhan Minggu 4 28.7 cm 37.3 cm 22.5 cm 31.2 cm 28.4 cm 18.2 cm 14.5 cm 7.2 cm 5.7 cm 8.3 cm 52.2 cm 30.6 cm 24 cm 33.9 cm 29.4 cm 11.4 cm 32.1 cm 32.1 cm 33.3 cm 31.3 cm 25 cm 16.5 cm 12.9 cm 3.6 cm
Pertunasan Minggu 4 4 cm 31.3 cm 25 cm 19.9 cm 4.1 cm -
Pertumbuhan Helaian Daun 3 helaidaun
4 helai (P) dan 5 helai (T)
3 helai 3 helai 3 helai 2 helai 2 helai 2 helai 3 helai
Pengukuran tanaman pada minggu 5 (5 April 2017) No. Pertumbuhan Dan Pertunasan Tanaman Uji Rumput Vetiver Tanaman Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman Vetiver
Pertumbuhan Minggu 5
Pertunasan Minggu 5
Pertumbuhan Helaian Daun
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 34
4A 4B
49.3 cm 34.4 cm (daun layu 2.6 cm) 30 cm 37.1 cm 37 cm 22.2 cm 15 cm
4C 4D 4E 4F 4G
17.8 cm 13 cm 12.8 cm 60.7 cm 31 cm 39.6 cm 43.3 cm 33.5 cm 21.3 cm 36.5 cm 35.5 cm 50 cm 37 cm
7.6 cm 36.7 cm 30 cm 21 cm 7.6 cm 3 cm 5.4 -
25 cm 22 cm Pengukuran tanaman pada minggu 6 (13 April 2017)
4H
No. Tanaman Vetiver
4A
4B
3 helaidaun 4 helai (P) dan 6 helai (T)
3 helai 3 helai 3 helai 2 helai 2 helai 2 helai
Pertumbuhan Dan PertunasanTanamanUjiRumputVetiver DenganMengukurPanjangCagak (cm) Tanaman Pertumbuhan Minggu 6 66 cm 35 cm (daunlayu 2.6 cm) 39cm 55 cm 43 cm 40 cm 18 cm
Pertunasan Minggu 6 26.3cm 56 cm 52.3 cm 39.1cm 26.3 cm
Pertumbuhan Helaian Daun 3 helaidaun
4 helai (P) dan 5 helai (T)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 35
4C
4D 4E
4F 4G 4H
11 cm 51.1 cm 45.2cm 23.1cm 62.5 cm 52.2 cm 62.5 cm 31.2 cm 78.5 cm 58.5 cm 39.1 cm 21.6 cm 81.3 cm 5.4 cm 49 cm 36.7 cm 72.5cm 7.8 cm70.5 cm 77 cm 13.5 cm 48 cm Pengukuran tanaman cyrpus yang pertama
No. Tanaman
3 helai
3 helai 3 helai
2 helai 2 helai 2 helai
Pertumbuhan Dan Pertunasan Tanaman Uji tanaman cyrpus Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman
Cyrpus
Pertumbuhan Pertumbuhan Helaian Daun Minggu 1 Tanaman A 15.5 cm 3 Tanaman B 29.5 cm 3 Tanaman C 22 cm 3 Tanaman D 6 cm 4 Pengukuran Tanaman Minggu Ke 7 (20 April 2017) No. Tanaman Vetiver 4A
4B
Pertumbuhan Dan Pertunasan TanamanUjiRumputVetiver Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman Pertumbuhan Minggu 7 65 cm 88 cm 31 cm 61.7 cm 52.5 cm 47 cm
Pertunasan Minggu 7 16 cm 36.7 cm 30 cm
Pertumbuhan Helaian Daun 3 helaidaun 4 helai (P) dan 5 helai (T)
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 36
36.1 cm
4C
4D
4E 4F 4G 4H
68.5 cm 58.5 cm 31 cm 25.5 cm 64 cm 52 cm 32 cm 31 cm 77 cm 51 cm 38.5 cm 64 cm 63 cm 82 cm 58.6 cm 60 cm 39 cm PengukuranTanamanSripuskedua
No. Tanaman
21 cm 19 cm 12.5 cm 5.4 -
3 helai
3 helai 3 helai 2 helai 2 helai 2 helai
Pertumbuhan Dan Pertunasan Tanaman Uji tanaman cyrpus Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman
Cyrpus
Pertumbuhan Pertumbuhan Helaian Minggu 2 Daun Tanaman A 22 cm 3 Tanaman B 48 cm 3 Tanaman C 41 cm 3 Tanaman D 79 cm 4 Pengukuran Tanaman Minggu Ke 8 (27 April 2017) No. Tanaman Vetiver 4A
Pertumbuhan Dan PertunasanTanaman Uji Rumput Vetiver Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman Pertumbuhan Minggu 8 68 cm 89 cm 55 cm
Pertunasan Minggu 8 31.5 -
Pertumbuhan Helaian Daun 3 helaidaun
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 37
4B
4C
4D
4E
4F
4G
4H
55 cm ( daun layu 4.7 cm) 55 cm 53 cm 2.6 cm (daun layu 2.6)
86 cm 60 cm 46.9 cm 26 cm 78.5 cm 65.5 cm 69 cm 41 cm 110.5 cm 83.5 cm 62 cm 39.2 cm 80.5 cm 89.5cm 65 cm 24.3 cm 28 cm 89.5 cm 90cm 79.2 cm 54 cm 22 cm 48.6 cm 76 cm 63.5 cm 31.5
28.7bcm 46.5 cm 46.5 cm 37 cm 28.7 cm 15 cm 4 cm 4 cm 11 cm 11 cm 5.5 -
-
16 cm -
4 helai (P) dan 8helai (T)
4helai
4helai(P) dan 2 (T)
5 helai
5helai (P) dan 1 (T)
5 helai
2 helai
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 38
Pengukuran Tanaman Cyrpus ketiga No. Tanaman
Pertumbuhan Dan Pertunasan Tanaman Ujitanaman cyrpus Dengan Mengukur Panjang Cagak (cm) Tanaman
Cyrpus
Pertumbuhan Pertumbuhan Minggu 3 Helaian Daun Tanaman A 18 cm (daun layu 4 cm) 3 Tanaman B 58 cm 3 Tanaman C 50 cm 3 Tanaman D 86 cm 4 Menghitung laju pertumbuhan ecenggondok (perhitungan lakukan setiap 2 minggu sekali) PertumbuhanTiapminggu Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat Minggu ke lima
Pertumbuhantanamanujiecenggondokdalambak (jumlahecenggondok) 25 Eceng Gondok 84 Eceng Gondok 105 Eceng Gondok 148 Eceng Gondok 205 Eceng Gondok Ujikualitasair :
4
Mei 2017
Suhu : 31 DO : 2.8 pH: 8.2
Kualitas air di bakbesar
Kualitas air di bakkecil Suhu : 29 DO: 2.1 pH bagian Ujung : 7.6 pH bagian Tengah 7.7 pH bagian Akhir : 7.6
Jam 10.00 WIT 11/5/2017 Kualitas air di bak besar Suhu : 28 DO Ujung : 5.8
Kualitas air di kolamikan DO : 6.6 DO : 5.5 DO : 6.8
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 39
DO tengah : 8.3 DO akhir : 8.3 pH pH ujung : 7.5 pH tengah : 7.2 pH akhir : 7.2 1 juni 2017 Kualitas air di bak besar Suhuawal : 27,7 Suhutengah : 27,5 Suhuakhir : 27,5 pH awal : 7,33 pH tengah : 7,26 pH akhir : 7,24 DO awal : 0 DO Tengah :0.43 DO akhir : 0 18 mei 2017 Kualitas air di bakbesar Suhuawal : 29 Suhutengah :29 Suhuakhir : 29 pH depan : 7.1 pH tengah : 7.3 pH akhir : 7.3 DO awal, tengah, akhir : 0
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 40
4.4
Pengukuran Parameter Fisik Air limbah meliputi : Suhu, oksigen terlarut & potensial hydrogen (pH) Waktu Pengukuran : 11.03 WIT ; Cuaca : Panas Terik ± 30-35°C (Siang Hari)
Parameter
Bak Kontrol LBB Ke-
I
Nilai Parameter (Rata-rata)
Suhu DO pH
29 °C 2,6 8,4 ‰
II
Suhu DO pH
29°C 1,6 7,7‰
III
Suhu DO pH
29°C 2,2 7,9‰
Suhu
29°C
DO pH
2,1 7,6‰
Suhu
30°C
DO
3,16
pH
7,8‰
Suhu
31°C
IV Bak Induk I (Sumber Limbah)
Bak Induk II
DO
2,8
pH
8,2‰
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 41
Konstructure Wetland
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 42
PENUTUP 5.1 Kesimpulan A.
Praktikum pengendalian pencemaran dilakukan dengan beberapa tahap yaitu :
1. Membersiapkan media sementara untuk pertumbuuhan benih/bibit tumbuhan uji 2. Pembuatan LBB-AAP (Constructed wetland) selama beberapa minggu. 3. Mempersiapkan sediment pada dasar LBB yaitu : pasir, batu kerikil dan koral 4. Mengukur pertumbuhan daun, pertambahan tunas tumbuhan uji vetiver, dan cyperus 5. Pengukuran Kualitas air awal 6. Pemindahan tanaman uji setelah beberapa minggu 7. Selanjutan pengamatan dan monitoring peforma pertumbuhan tumbuhan uji dalam menyerap limbah atau bahan oragaik 8. Pengukuran tanaman uji pada tipa bak 9. Pengambilan sampel air untuk uji lab. B. LBB-AAP dengan tanaman rumput vetiver (C. zizanioides, L) mampuh menyerap bahan organic yang terdapat dalam bak penampung limbah pencemar sehingga dapat diterapkan untuk pengolahan air limbah budidaya perikanan serta solusi untuk mengatasi pencerana dalam perairan dalam suatu industri dengan kondisi salinitas mesohaline. Data serapan rumput vetiver (C. zizanioides, L) dalam sistem LBB-AAP terhadap pencemar NO3 -, NH4 + dan PO4 3- belum diketahui. Namun dalam pengamatan di lapangan dapat di simpulkan Tumbuhan Vetiver dan eceng gondok mampuh menjadi media pengendali pencemaran. Secara umum, kinerja meningkat dengan meningkatnya umur rumput vetiver (C. zizanioides, L). LBB-AAP dengan sistem hidroponik menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan dengan tipe Emergent maupun kombinasi hidroponik-Emergent.
LAMPIRAN 1. Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 43
(a)
(b)
(c )
(d)
Gambar. (a) Proses pembuatan LBB, (b) Proses pemuatan bahan sediment, (c) Proses Pemindahan Pasir, Koral & Batu ke dalam LBB. (d) Proses Pemindahan Tumbuhan Uji ke dalam LBB.
Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 44
LAMPIRAN 2.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar. (a) Potret LBB yang sudah jadi, (b) Debit aliran air pada Bak Kontrol, (c) Pengukuran Parameter kualitas air limbah dan pengukuran debit air limbah, (d) Pengukuran tertambahan biomasa daun (pertumbuhan) daun pada tanaman uji, (e) Jenis tanaman uji yang digunakan, (f) Tanaman Uji yang digunkan. Wetland Constracture |PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN MSP-2017 45