Laporan Penyiapan
GRAND DESIGN Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman 2011
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jl. Raden Patah I No. 1, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Telepon/Fax (021) 72799056, (021) 7245751, (021)7226601(sentral) www.kemenpera.go.id
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) merupakan sektor penting dalam pembangunan karakter dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebagai sebuah product, wujud rumah merupakan sintesis antar rantai produksi material, pencapaian teknologi, serta daya dukung lingkungan sebagai penyedia bahan mentah maupun tapak hunian;; sebagai sebuah process, pembangunan perumahan dipengaruhi oleh kemampuan pembiayaan individu serta faktor pembentuk daya beli yang bersifat makro. Faktor yang mempengaruhi suplai perumahan1 sedemikian kompleks sehingga, dengan struktur kelembagaan Indonesia saat ini, membutuhkan kordinasi antar sektor/ Kementerian/ Lembaga. Efektivitas kordinasi inter-sektoral program PKP ini seyogianya bermula sejak fase perencanaan hingga implementasi sedemikian sehingga dapat memperkecil kesenjangan konsep dengan implementasinya, menihilkan benturan antar peraturan, mereduksi konflik kewenangan dan multi-tafsir implementasi kebijakan. Berdasar pada harapan tersebut, dengan memperhatikan karakteristik penanganan persoalan perumahan yang cenderung jangka panjang2, mempertimbangkan sistem perencanaan pembangunan Nasional, maka suatu Grand Design PKP dinilai berpotensi menjadi landasan penanganan persoalan PKP yang terencana, sistematis dan berkesinambungan. Upaya formulasi Grand Design PKP ini dimulai dari tahap penyiapan yang memuat kegiatan kajian teknis, inventarisasi aspirasi dan informasi sektoral, lalu dimatangkan melalui konsensus yang hasil-hasilnya terumuskan dalam Laporan Penyiapan Grand Design bidang Perumahan dan Permukiman ini. Sebagai suatu langkah mula pengembangan dokumen yang representatif dan strategis maka ketepatan isu, visi, strategi memainkan peran penting sehingga penyempurnaannya membutuhkan dukungan informasi yang kontinu. Oleh karena itu, laporan ini diproyeksikan menjadi modal awal yang akan melalui berbagai tahap konsolidasi mengingat komprehensivitas isu yang hendak ditangani, jangkauan waktu yang hendak dikelola, variasi stakeholders 1
Lima faktor penentu harga rumah yakni harga tanah, biaya prasarana jalan, biaya bangunan, harga dana, dan perizinan. Lihat: Komarudin, 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. hal. 347, Jakarta: Yayasan REI – PT. Rakasindo. Pada tingkat Nasional maupun Daerah, 5 faktor tersebut ditangani oleh Kementerian/Lembaga yang berlainan;; ini merupakan dasar kebutuhan pengembangan platform inter-sektoral agar pasokan mampu mengimbangi kebutuhan perumahan. 2 Tenor dalam penyediaan perumahan formal pada umumnya berlangsung selama 15 tahun.
1/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
yang terlibat, maupun dinamika variabel yang mendeterminasi backlog dan kualitas perumahan. 1.2. Tujuan Dan Sasaran 1.2.1. Tujuan Grand Design PKP bertujuan memberi arah kebijakan pencapaian sasaran pembangunan bidang PKP dan menjadi pedoman penyusunan roadmap tahun 2015- 2019, 2020-2024 di lingkungan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Dunia Usaha. 1.2.2. Sasaran Sasaran umum Grand Design PKP diarahkan untuk meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan bidang PKP, penyediaan sistem pembiayaan jangka panjang yang mampu diakses oleh berbagai tipe kelompok penerima manfaat, pengembangan produk perumahan yang terjangkau dan berwawasan lingkungan dalam upaya mewujudkan reduksi backlog, peningkatan kualitas bermukim, serta pengentasan kawasan kumuh. 1.3. Pengertian Grand design terdiri atas 2 kata yakni (i) grand yang berarti hal yang paling penting, besar, menjadi induk3, serta (ii) design yang berarti suatu skema pengaturan (sinonim dari designing), sesuatu yang ditujukan sebagai pedoman untuk melaksanakan sesuatu lainnya (sinonim dari blueprint), suatu anticipated outcome yang ingin dicapai (sinonim dari aim).4 Secara praktikal, grand design kerap diterjemahkan/diimplementasikan sebagai rencana induk5 atau kerangka utama6. Sebagai sebuah rencana induk maka grand design merujuk pada dokumen pembangunan Nasional serta memuat visi, arah kebijakan, visi dan misi, tujuan dan sasaran, sasaran 5 tahunan (roadmap)7;; rencana induk ini bertujuan untuk memberikan arah kebijakan8 pelaksanaan selama kurun waktu tertentu secara efektif, efisien, 3
Sonny Harry B. Harmadi, 2011, Desain Induk Kependudukan, slide 4, Jakarta: Lembaga Demografi FEUI. Ibid. 5 Suratman Woro, Sudibyakto, Suyono, 30 Agustus 2003, ”Penyusunan Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kasus: SWS Bengawan Solo” Prosiding Lokakarya Nasional ”Menuju Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Berbasis Ekosistem untuk Mereduksi Potensi Konflik Antar Daerah”, Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM. Anonim, Mei-Juni 2011, Reformasi Birokrasi Ditjen Bina Marga, Slide 15, Jakarta. Anonim, 19 April 2011, Grand Design Program, Kegiatan 2011 dan Konsep PHBK, slide 5, Jakarta: Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan 6 Anonim, 2009 a, Petunjuk Teknis Penyusunan Standar Biaya Khusus Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran 2009, hal. 6, Jakarta. 7 Adaptasi dari Gambar 4. Kerangka Pikir Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.Lampiran Perpres RI No. 81 Tahun 2010 Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, hal 12. 8 Anonim, 19 April 2011, Op. cit., slide 8. 4
2/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan.9 Sebagai kerangka utama maka grand design merupakan gambaran umum secara menyeluruh tentang program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan dimaksudkan untuk memberikan arah kebijakan dan keterkaitan antara kegiatan, sub kegiatan dengan program-program yang telah ditetapkan.10 Memberi arah kebijakan, pedoman K/L dalam perencanaan pembangunan, rujukan penyusunan roadmap merupakan sejumlah ciri grand design yang telah berjalan selama ini. 1.4. Kedudukan Selain dilatarbelakangi oleh kebutuhan terhadap kesamaan persepsi, suatu grand design juga diperlukan untuk menyelesaikan sejumlah hal seperti kesenjangan tataran konsep maupun implementasinya, benturan antar peraturan, perbedaan pendapat, konflik kewenangan, multi-tafsir implementasi kebijakan. Guna mencapai tujuan tersebut serta posisinya yang menjadi acuan antar K/L maka grand design diharapkan pula menjadi bagian dari aturan perundang-undangan.11 Adapun kedudukan Grand Design dalam kaitannya dengan berbagai dokumen perencanaan pembangunan lainnya [RPJPN 2005-2025 (UU No.17 Tahun 2007), RPJMN 2010-2014 (Perpres No.5 Tahun 2010)] dapat ditampilkan sebagai berikut:
Gambar 1-1. Kedudukan/Keterkaitan Grand Design 12 dengan Dokumen Perencanaan Pembangunan
9
Lampiran Perpres Presiden RI No. 81 Tahun 2010 Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, hal 12 Anonim, 2009 a, Op.cit., hal. 8. Anonim, 2009 b, Grand Design Desentralisasi Fiskal, hal.5, Jakarta: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan 12 Adaptasi terhadap diagram kedudukan Grand Design Reformasi Birokrasi dengan RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 2010- 2014, 2015-2019, 2020-20254 . Lihat: Lampiran Perpres Presiden RI No. 81 Tahun 2010 Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, hal 12 10 11
3/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Grand Design merupakan rancangan induk yang diderivasi mengacu kepada RPJPN (UU No.17 Tahun 2007) serta minimum dikukuhkan melalui Peraturan Presiden13;; bilamana suatu Grand Design diproyeksikan untuk menjadi acuan K/L sekaligus Pemerintah Daerah maka kedudukan Grand Design dapat berada di atas RPJMN (ditetapkan oleh Peraturan Presiden14). Adapun roadmap merupakan bentuk operasionalisasi Grand Design selama 5 tahun dalam mencapai suatu tahap maupun beralih ke tahap lainnya;; roadmap bersifat living document15 dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri agar dapat memiliki fleksibilitas dalam mengadaptasi berbagai dinamika penyelenggaraan pemerintahan pada masanya. Sebagaimana disajikan secara ideal dalam Gambar I-1, dapat dijelaskan bahwa dokumen Roadmap PKP mendapat pengaruh langsung dari Grand Design PKP sedangkan RPJMN menginternalisasi Grand Design PKP melalui Roadmap PKP. Terkait dengan penyiapan Grand Design PKP yang direncanakan pada lingkup waktu 2015-2025 maka secara praktikal, Roadmap PKP 2015-2014 merupakan operasionalisasi Grand Design PKP pada periode 2015-2019 yang akan menjadi rujukan penyusunan RPJMN 2020-2024;; Roadmap PKP 2015-2019 hingga 2020-2024 akan mengalami pemutakhiran sesuai dengan hasil pelaksanaan RPJMN, Roadmap PKP periode sebelumnya, serta dinamika penyelenggaraan pemerintahan. 1.5. Ruang Lingkup Ruang lingkup Grand Design PKP mencakup (i) lingkup jangkauan waktu, yakni memberi arah penyelenggaraan bidang PKP untuk kurun waktu 2015-2025, (ii) lingkup sistem perencanaan yakni merupakan acuan perencanaan bagi dokumen roadmap PKP dan RPJMN, serta (iii) lingkup pemangku kepentingan, yakni mengintegrasikan segenap upaya dan mendistribusikan peran Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Dunia Usaha. 13
Ibid., hal 4. Terdapat pula pendapat yang menyatakan bahwa bentuk hukum formal Grand Design ini sebaiknya tidak lebih rendah dari Undang-Undang. Lihat: Anonim, 2009 b, Op.cit., hal. 5. Adapun hirarki legislasi Indonesia, dari yang tertinggi hingga terendah, sebagai berikut: Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan daerah. 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 19 menyebutkan bahwa RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden Paling Lambat 3 (Tiga) Bulan Setelah Presiden Dilantik 15 Living document diartikan sebagai dokumen yang harus mengalami revisi atau mengalami pemutakhiran seiring dengan perubahan yang terjadi.
4/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
1.6. Metode 1.6.1. Jalur Formulasi Berdasar kedudukan grand design terlihat bahwa RPJPN berperan sebagai rujukan utama sumber derivasi. Selain itu ditemukan pula dokumen yang berperan sebagai pedoman terkait penyelenggaraan perumahan dan permukiman, yakni Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP)16. Sementara itu terdapat fakta bahwa sejumlah pelaku pembangunan non-Pemerintah secara independen mengimplementasikan strategi yang berdampak positif bagi penerima manfaat bidang PKP meski tanpa merujuk pada dokumen bidang PKP yang dihasilkan Pemerintah (Lampiran 1). Pada sisi lain, sejumlah program PKP yang telah diselenggarakan Pemerintah sejak periode 2004-2009 juga memiliki kontribusi yang signifikan dalam upaya memenuhi kebutuhan bidang PKP (Lampiran 2). Pertimbangan terhadap kondisi tersebut serta kebutuhan untuk memperkecil gap/inkoherensi yang terdapat dalam dokumen kebijakan perumahan dan permukiman kemudian memunculkan strategi formulasi Grand Design PKP menjadi 3 jalur (Gambar 1-2) yakni: (i) jalur kajian dokumen kebijakan,(ii) jalur kajian praktik unggulan dan pembelajaran, (iii) jalur kajian akademik. Sebagaimana tertera pada gambar 1-2, proses formulasi tersebut dimulai melalui jalur kajian dokumen kebijakan yang diarahkan guna menelaah dokumen RPJPN dan KSNPP (Lampiran 3) sehingga isu, visi, dan strategi bidang PKP, yang akan menjadi sumber derivasi, dapat teridentifikasi. Selanjutnya, praktik unggulan dan pembelajaran bidang PKP yang dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah (Lampiran 4) dikaji untuk mencermati tentang efektivitas program eksisting terhadap penyelesaian persoalan bidang PKP yang telah dideksripsikan dalam dokumen RPJPN dan KSNPP. 16
“Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) merupakan arahan bagi Instansi terkait dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi program penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan tetap mengacu pada Propenas dan Propeda.” “Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) digunakan sebagai pedoman untuk penyiapan pengaturan dan rencana penyelenggaraan perumahan dan permukiman baik di Pusat maupun di Daerah sesuai kondisi dan potensi setempat.” Lihat: Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua BKP4N, No. 217/KPTS/M/2002 tanggal 13 Mei 2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP), Bagian Pertama, hal iii, Jakarta: Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah. “Maksud. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) ini dimaksudkan sebagai pedoman di dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, dan kegiatan yang berada dan atau terkait di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, maupun bagi Masyarakat dan Dunia Usaha.” “Tujuan. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan sektor perumahan dan permukiman melalui peningkatan keterpaduan yang efektif di dalam penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan, baik di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, maupun oleh Masyarakat dan Dunia Usaha.” Lihat: Ibid., Bagian Kedua, hal 2.
5/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Gambar 1-2. Kedudukan dan Keterkaitan Jalur Formulasi Grand Design PKP
Pada sisi lain, jalur kajian akademik (Lampiran 5) dibangun untuk (i) mengurai kompleksitas persoalan bidang PKP ke dalam komponen dan faktor pembentuk rumah/perumahan, serta (ii) memberi alur logika yang koheren atas derivasi di tingkat dokumen grand design. Penetapan isu dilakukan melalui analisis korelasi antara tren faktor pembentuk komponen rumah dengan tren realisasi program pemerintah. Sementara visi dibentuk melalui hasil kajian dokumen kebijakan yang didukung verifikasi atas realisasi program yang tengah berjalan. Adapun strategi dikembangkan berdasar preseden praktik unggulan dan pembelajaran untuk mengatasi kesenjangan antara kondisi faktual dengan kondisi ideal yang diharapkan. Hasil-hasil yang diperoleh dari 3 jalur kajian tersebut pada hakikatnya bersifat teknokratis. Oleh karena itu, forum konsultasi/Focussed Group Discussion (FGD) diselenggarakan untuk memverifikasi hasil kajian lalu menghasilkan konsensus yang menjadi materi dasar Grand Design PKP. 1.6.2. Pemangku Kepentingan Identifikasi pemangku kepentingan penyusunan Grand Design PKP didasarkan pada kesesuaian tugas pokok dan fungsi kelembagaan, rekam jejak dan kompetensi terhadap pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Pada akhirnya teridentifikasi 33 pemangku kepentingan yang menjadi mitra inti dalam forum 6/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
konsensus, yaitu: 5 peserta dari Kementerian Perumahan Rakyat, 11 peserta dari Kementerian/Lembaga tingkat Pusat, 14 dari Lembaga Profesi, Swasta, LSM, serta 3 peserta Perguruan Tinggi (Lampiran 6). 1.6.3. Metode Focused Group Discussion (FGD) FGD dilaksanakan dengan mendistribusikan peserta berdasar kedekatan lingkup kelembagaan dan kontribusi ke dalam 4 (empat) kelompok isu strategis, yakni: a. Kelompok I membahas isu 1 “Sinergitas manajemen penyelenggaraan perumahan dan permukiman melalui keterpaduan antar kementerian/lembaga, relasi pusat dan daerah, interaksi desa-kota”. b. Kelompok II membahas isu 2 “Sistem pembiayaan, desain skema pembiayaan dan kelembagaan keuangan bidang perumahandan permukiman”. c. Kelompok
III
membahas
isu
3
“Penyediaan
lahan,
pengendalian
harga,penggunaan, alih fungsi dan redistribusi kepemilikanlahan“. d. Kelompok IV membahas isu 4 “Pembangunan perumahan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan” dan isu 5 “Pengembangan teknologi dan material lokal untuk peningkatan kualitas rumah, Prasarana Sarana Utilitas (PSU) dan infrastruktur permukiman”. 1.6.4. Pengembangan Roadmap Pengembangan pentahapan implementasi (roadmap) Grand Design PKP dilakukan melalui kombinasi antara (i) derivasi atas periodisasi RPJPN 2005–2025, yakni periode 2005-2009, 2010-2014, 2015-2019, 2020-2024, (ii) hasil FGD yang mengamanatkan tema pokok “akselerasi pemenuhan kebutuhan perumahan, transformasi konteks perumahan ke dalam welfare state dan multi-moda penyediaan perumahan17” serta (iii) teori perubahan organisasi. Akibat penyiapan Grand Design PKP bermula pada tahun 2011, dengan proyeksi penyempurnaan 2 tahun, maka roadmap secara praktikal akan dialokasikan pada periode 2015-2019, 2020-2024 (Lampiran 7). 17
Multi moda penyediaan perumahan merupakan suatu proses dan cara-cara tertentu dalam penyediaan perumahan sedemikian sehingga tujuan penyediaan dapat dicapai. Hal ini dilakukan melalui pemahaman terhadap pelaku dalam suatu moda (upaya penguasaan dan pengelolaan sumberdaya) untuk kemudian mengambil keputusan dan melakukan serangkaian aksi menghasilkan produk perumahan dan permukiman. Lihat: M. Jehansyah Siregar, “Multi-moda Penyediaan Perumahan Rakyat” dalam Ismet Belgawan Harun, Editor, 2010, Realita dan Visi ke Depan Perumahan dan Permukiman di Indonesia, hal. 170, Bandung: Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB).
7/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
1.7. Sistematika Dokumen ini terbagi dalam 5 (lima) bagian utama, yaitu BAB I
Pendahuluan Bab ini memuat latarbelakang, tujuan dan sasaran, pengertian, kedudukan, ruang lingkup, dan metode Grand Design.
Bab II
Hasil Kajian Dokumen Bab ini mendeskripsikan sejumlah temuan yang merupakan hasil dari kajian dokumen kebijakan, praktik unggulan dan pembelajaran, maupun kajian akademik menjelang forum konsensus penyiapan Grand Design PKP.
Bab III
Visi dan Isu Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PKP) Bagian ini menjabarkan visi dan isu Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang diharapkan menjadi rujukan berbagai pemangku kepentingan di Pusat maupun Daerah.
Bab IV Strategi Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Bab ini menguraikan sejumlah strategi Nasional yang diharapkan dapat terinternalisasi dalam penjabaran operasional di berbagai dokumen pembangunan sesuai penahapan yang direncanakan Bab V
Peta Jalan (Roadmap) Bagian ini merupakan penahapan implementasi Grand Design PKP sesuai periode tertentu, yakni 2015-2019, 2020-2024. Selain penahapan yang bersifat umum sebagai derivasi RPJPN 2005-2025, terdapat pula penahapan akselerasi yang diproyeksikan sebagai upaya percepatan pemenuhan kebutuhan perumahan dan kawasan permukiman.
8/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
BAB II HASIL KAJIAN DOKUMEN
Ketiadaan Grand Design PKP yang menjadi acuan lintas sektor dan merespon intensifikasi persoalan backlog perumahan, UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, strategi multi-moda penyediaan perumahan, serta aspirasi akelerasi pemenuhan kebutuhan menyebabkan penurunan keterjangkauan terhadap perumahan, ketidakjelasan distribusi peran sehingga memicu konflik di level penerima-manfaat dan penurunan kualitas perumahan. Suatu Grand Design PKP yang dikembangkan melalui pendekatan teknokratis dan konsensus, diformulasi melalui partisipasi pemangku kepentingan PKP, serta didukung oleh komitmen implementasi merupakan pencapaian yang diharapkan;; melalui kondisi tersebut kesenjangan antara konsep dan implementasi dapat direduksi;; konflik di tingkat penerima-manfaat, akibat multi-tafsir implementasi kebijakan,dapat dieliminasi. Pendekatan teknokratis penyusunan Grand Design PKP diupayakan melalui konsolidasi berbagai jalur kajian (kajian dokumen kebijakan, praktik unggulan dan kajian akademik) atas pertimbangan bahwa pembangunan perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan berlandaskan beragam panduan yang memiliki nilai solutifnya masing-masing. 2.1. Kajian Dokumen Kebijakan Grand Design PKP secara struktural merupakan derivasi dari RPJPN 2005–2025;; memperhatikan bahwa terdapat pula dokumen KSNPP yang berperan sebagai acuan pemangku kepentingan perumahan dan permukiman maka format analisis kebijakan akan berfokus pada kedua dokumen tersebut (Lampiran 3). Sejumlah informasi yang teridentifikasi dalam proses kajian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Pada domain visi, RPJPN 2005–2025 memfokuskan pada pembiayaan jangka panjang, kelengkapan prasarana-sarana pendukung dan pengurangan permukiman kumuh. Sementara, KSNPP memfokuskan pada rumah layak dan terjangkau. Pada domain isu, dua isu (suplai dan reformasi intersektoral) dalam RPJPN dikembangkan ke dalam tiga isu KSNPP, yang relatif lebih kompleks. Sebagai ilustrasi: isu suplai dalam RPJPN diterjemahkan oleh KSNPP sebagai isu kesenjangan pelayanan yang muncul akibat keterbatasan peluang untuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan dalam pembangunan perumahan;; sedangkan isu reformasi intersektoral dimaknai sebagai isu manajemen pembangunan yang dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja dalam tata pemerintahan. Isu-isu perumahan dan permukiman dalam KSNPP adalah sebagai berikut: (i) isu
9/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
kesenjangan pelayanan muncul karena terbatasnya peluang untuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan di bidang perumahan dan permukiman, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah;; (ii) isu lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman umumnya muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali;; (iii) isu manajemen pembangunan muncul umumnya karena dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk perumahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan. 18 Pada domain strategi, RPJPN secara tersamar melekatkan strategi ke dalam tiga arah kebijakan (penyelenggaraan perumahan yang berkelanjutan, membangkitkan pembiayaan non-Pemerintah, serta keseimbangan lingkungan hidup);; KSNPP mengembangkan strateginya dalam bentuk pengembangan aspek regulasi, pemenuhan kebutuhan rumah layak dan terjangkau, serta perwujudan lingkungan permukiman yang berkelanjutan. 2.2. Praktik Unggulan dan Pembelajaran 2.2.1. Praktik Unggulan Secara umum, praktik unggulan penerapan kebijakan dan metode pembangunan perumahan dan kawasan permukiman memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut: pada aspek pembiayaan dan kelembagaan, masyarakat yang terkategori non bankable pada dasarnya mampu diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan melalui kombinasi dana bergulir (revolving fund) berbasis tabungan, kredit, dan dana donor yang disalurkan kepada penerima-manfaat dalam format kelompok. mutu bangunan, PSU, penyediaan lahan yang terjangkau, serta harga konstruksi atau keterjangkauan harga rumah merupakan faktor penting dalam pembangunan perumahan;; percepatan implementasi program dapat dilakukan melalui kantor pelayanan satu atap19 yang menyederhanakan proses perizinan serta mengurangi inefisiensi ekonomi biaya tinggi (Lampiran 4). Metode ini layak dikembangkan di berbagai 18
Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah no. 217/KPTS/M/2002 tentang KSNPP. Hal 13. Contoh badan pelayanan terpadu satu atap ialah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) serta Multi Donor Fund (MDF) untuk pasca bencana gempa-tsunami di Aceh-Nias dan Java Reconstruction Fund (JRF) untuk pasca gempa di Yogyakarta dan Klaten-Jawa Tengah.
19
10/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
daerah, khususnya yang terdampak bencana, karena menguntungkan bagi MBM dan MBR di perkotaan. Selain itu terdapat manfaat berupa waktu pengurusan singkat, administrasi sederhana, biaya murah, serta tepat sasaran. 2.2.2. Pembelajaran Pembelajaran atas penerapan kebijakan dan metode pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dalam penyelenggaraan perumahan mencatat sejumlah hal (Lampiran 4), yakni: Aspek sosial-budaya penerima manfaat merupakan penentu pemerimaan sebuah program. Skema pembiayaan perbaikan rumah yang diluncurkan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) melalui lembaga keuangan mikro (LKM) bank dan non-bank ternyata dipersepsi secara berbeda oleh MBR di Kota Palu, Sulawesi Tengah dan Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Calon penerima manfaat, terutama para pekerja informal, telah memiliki cara pandang positif terhadap LKM non-bank (seperti: bank perkreditan rakyat (BPR), badan kredit desa (BKD), baitul mal wal-attanwil (BMT) dan koperasi) yang pelayanannya jemput-bola (pick up services) dan ramah sesuai kondisi sosial-ekonomi nasabahnya. Dengan demikian di daerah-daerah tertentu, masyarakat lebih memilih LKM non-bank daripada bank formal. Kriteria layak bank (bankable) bagi MBR calon pemanfaat program perumahan patut dikaji ulang, mengingat MBR pada umumnya bermasalah secara legalitas. Perlu terobosan kebijakan yang tidak semata-mata aman (prudence) bagi lembaga keuangan maupun pemerintah, namun semestinya juga aman (safe) dan terjangkau bagi pemanfaat demi berlangsungnya program PKP yang berkelanjutan. Perubahan kriteria tentang kenaikan batas penghasilan pokok20 pada program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)21 merupakan revisi yang patut diapresiasi dalam upaya mendorong perbankan dan pengembang perumahan untuk berperan lebih banyak dalam penyelenggaraan perumahan bagi MBR. 20
Batas penghasilan pokok maksimal MBR untuk Rumah Sejahtera tapak berubah dari Rp2,5 juta per bulan menjadi Rp.3,5 juta per bulan, dan untuk Rumah Sejahtera susun berubah dari Rp. 4,5 juta per bulan menjadi Rp. 5,5 juta per bulan. Suku bunga tetap (fixed rate) kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP turun dari 8,15-9,85 persen menjadi 7,25 persen, jangka waktu pinjaman (tenor) 15 tahun, perbandingan sumber dana penyertaan pemerintah dan bank menjadi 50:50 (semula 60:40). Nilai KPR maksimal rumah tapak menjadi Rp63 juta (semula Rp80 juta) dan Rp126 juta untuk rumah susun (semula Rp135 juta), luas lantai rumah tapak minimal 36 meter-persegi (semula hanya sampai dengan 36 meter-persegi). 21 Permenpera Nomor 4 Tahun 2012 dan Permenpera Nomor 5 Tahun 2012.
11/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
2.3. Kajian Akademik Kompleksitas persoalan dan keterkaitan antar komponen dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman membutuhkan penelusuran-ulang agar rantai reaksi yang berujung pada upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dapat dipetakan. Kajian akademik mengidentifikasi sejumlah komponen inti yang memformulasi eksistensi rumah beserta infrastrukturnya, yakni (i) lahan dan Prasarana, Sarana, Utilitas (PSU) dengan faktor determinan berupa ketersediaan lahan yang sesuai, dukungan aspek legal tata- ruang terhadap tata-guna lahan perumahan, nilai strategis lahan, harga lahan untuk perumahan, serta perizinan, (ii) daya beli dengan faktor determinan berupa pola konsumsi, ketersediaan alokasi dana untuk rumah, sistem pembiayaan perumahan dan (iii) bangunan rumah denganfaktor determinan berupa ketersediaan material, teknologi pembangunan rumah, serta desain dan standardisasi rumah (Lampiran 5). Beberapa hal yang terdapat dalam kajian akademik tersebut (lahan dan PSU, ketersediaan lahan, aspek legal tata-guna lahan perumahan, harga lahan, perizinan, daya beli, sistem pembiayaan, material , teknologi dan standarisasi bangunan rumah) telah menjadi pengetahuan umum sebagaimana tercatat dan ditanggapi dalam berbagai dokumen kebijakan PKP pra Grand Design PKP 2012. Terdapat pula sejumlah hal baru yang kiranya dapat menjadi informasi komplementer dalam perumusan upaya yang diperlukan demi ketepatan perencanaan perumahan, meliputi: Perumahan dan kawasan permukiman di Indonesia selalu berada dalam salah satu siklus kebencanaan (tanggap darurat, rehabilitasi-rekonstruksi, kesiapsiagaan) yang berimplikasi pada kebutuhan untuk menginternalisasi manajemen dan prinsip penanganan bencanadalam perencanaan kawasan permukiman. Secara khusus, prinsip build back better pada tahap rekonstruksi akan menyebabkan kebutuhan lahan baru akibat relokasi bila lokasi eksisting tak lagi mampu mendukung fungsi permukiman;; solusi yang selama ini berkembang, seperti land banking, sosialisasi bermukim di hunian vertikal, teknologi rumah ramah bencana agaknya akan semakin diperlukan di masa mendatang seiring tren kebencanaan yang terus meningkat. Nilai pendapatan/pola pengeluaran keluargadan inflasi perlu ditangani secara integral dalam sistem pembiayaan perumahan. Hal ini terkait dengan kriteria alokasi 30% dari pendapatan sebagai prasyarat akses kredit formal perumahan. Upaya penanganan hal ini dipengaruhi oleh pembinaan pola konsumsi yang efisien serta sejauhmana Pemerintah Daerah memperbaiki iklim investasinya yang berujung pada peningkatan daya saing dan upah minimum. Oleh karena itu, suatu pedoman pengelolaan komponen daya beli secara inter-sektoral yang terpadu dalam sistem pembiayaan
12/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
perumahan seyogianya dikembangkan sebagai upaya penyelenggaraan pembiayaan perumahan yang berkelanjutan. UN-Habitat mendefinisikan hunian yang memadai (adequate shelter) sebagai hunian yang memiliki karakteristik minimum sebagai berikut: privasi, ruang (space) yang memadai, aksesibilitas, keamanan, jaminan kepemilikan (security of tenure), stabilitas dan durabilitas struktural, kecukupan pencahayaan, pemanas dan ventilasi, dukungan infrastruktur-dasar (air, sanitasi dan manajemen limbah), lingkungan dan faktor-terkait-kesehatan yang berkualitas, aksesibilitas lokasi ke tempat kerja dan fasilitas dasar, serta keterjangkauan biaya untuk mewujudkan kritera-kriteria tersebut di atas. Berdasar deskripsi tersebut maka teknologi perumahan, pembangunan berwawasan lingkungan, tata ruang dan sistem pembiayaan memiliki konektivitas yang sebaiknya dikonsolidasikan dalam setiap penyelenggaraan pembangunan perumahan. 13/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
BAB III VISI DAN ISU PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN (PKP) 3.1. Visi Sebagaimana kedudukan Grand Design dalam konstelasi dokumen perencanaan pembangunan Nasional (Gambar 1-1) seyogyanya visi Grand Design PKP diderivasi dari RPJPN (2005-2025), yakni “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur“22. Visi pembangunan Nasional tersebut ditempuh melalui 8 misi, diantaranya misi ke 5 “Mewujudkan
pemerataan
pembangunan
dan
berkeadilan”23
yang
ukuran
pencapaiannya (20 tahun) berupa “Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh“(Lampiran 8). Berdasar hal tersebut dapat diformulasikan bahwa visi Grand Design PKP yaitu setiap keluarga Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sesuai dengan kriteria teknis, administratif, tata ruang dan ekologis. 3.2. Isu 3.2.1. Sinergitas Manajemen Upaya pemenuhan backlog perumahan, mengurangi luasan permukiman kumuh dan sistem penyelenggaraan perumahan yang berkelanjutan terletak pada sinergitas manajemen melalui keterpaduan antar Kementerian/Lembaga, relasi Pusat-Daerah dan interaksi Desa-Kota (Lampiran 9). Isu ini merupakan implikasi atas persoalan pembagian peran antar lembaga dan integrasi implementasi yang belum terselesaikan, keragaman produk perumahan yang memicu konflik di tingkat penerima manfaat, serta kapasitas Pemerintah Daerah yang belum optimum. Ilustrasi yang terkait dengan isu sinergitas ini dapat dideskripsikan melalui hal-hal sebagai berikut: (i) permasalahan pasokan: kesenjangan antara kebutuhan dan kemampuan pasokan yang mencapai 800.000 unit/tahun ditambah backlog yang mencapai lebih dari 8.600.000 unit sementara kemampuan pasokan rata-‐rata hanya 22
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005–2025, hal. 36 23 Ibid., hal 39. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah;; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah;; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis;; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi;; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.
14/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
100.000 unit/tahun;; (ii) kurangnya dukungan Pemda;; adanya rusunami yang disegel dan didenda oleh Pemda menunjukkan kurangnya perhatian dan koordinasi antar kebijakan Pemerintah24;; (iii) kurangnya dukungan infrastruktur vital, yaitu listrik dan air bersih menjadi permasalahan pembangunan sebagaimana laporan dari REI dan APERSI mencatat bahwa ada lebih dari 100.000 rumah RSH yang terbangun namun belum tersambung listrik;; (iv) layanan publik biaya tinggi, yang mencakup biaya-‐biaya pengurusan ijin pembangunan, pengurusan sertifikat, pengurusan kredit, pengurusan bantuan uang muka yang dirasakan masih berbelit danwaktu yang kurang menentu.25 3.2.2. Keterjangkauan Perumahan Isu ini merupakan implikasi atas produk dan skema pembiayaan perumahan yang belum dikembangkan sepenuhnya berdasar pada keragaman karakteristik kelompok sasaran (multi moda) serta pengendalian faktor pembentuk harga rumah (ketersediaan lahan, biaya infrastruktur, nilai subsidi, material, perizinan) yang masih terkendala regulasi dan kordinasi kelembagaan (Lampiran 9). Selain faktor tersebut, keterjangkauan perumahan turut dipengaruhi oleh penghasilan, pola konsumsi dan inflasi yang membutuhkan penanganan di tingkat ekonomi regional serta tergantung pada daya saing Daerah. Ilustrasi yang terkait dengan isu tersebut dideskripsikan melalui hal-hal sebagai berikut: (i) marjin RSH dan Rusunami masih kurang menarik animo pengembang, karena kurang atraktif dibandingkan marjin properti mewah, sedangkan proses bisnisnya menghadapi kesulitan yang hampir sama;; (ii) daya beli Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) terus terkikis dan sangat bergantung pada ketersediaan KPR (pembeli RSH via KPR mencapai 95%);; (iii) keterbatasan modal pengembang RSH, khusunya untuk pengadahan lahan yang membutuhkan modal yang cukup besar sementara sekitar 80% pengembang RSH masuk dalam kategori UKM;; (iv) beban pajak dan retribusi yang berlebihan, yang terdiri dari BPHTB (5%), APPKD, PBB, kompensasi makam, retribusi IMB, PPN jasa konstruksi (10%), PPh 1% dan beban-‐beban lainnya;; (v) pengadaan lahan skala besar belum bisa terealisasikan karena belum ada kebijakan pemerintah, belum ada kelembagaan yang menangani
24
Terbitnya Pergub DKI Jakarta No. 27/2009 sebagai revisi atas Pergub No.136/2007 terlalu lama (10 bulan), sementara pengembang sudah mulai kegiatan konstruksinya dan pemasaran sehingga konsumen sudah membayar uang muka dan akadkredit indent. Oleh karena itu penghentian pembangunan karena penyegelan dapat berdampak negatif pada konsumen karena waktu penyelesaian yang tidak tepat, kehilangan kepercayaan, mengundurkan diri dan peralatan serta bahan bangunan dan juga tenaga kerja terpaksa tidak dapat difungsikan. Lihat: Faisal Basri, dkk., 2009, RoadmapPembangunanEkonomi Indonesia2009 – 2014, hal 104, Jakarta: Kamar Dagang dan Industri Nasional (KADIN). 25 Ibid.
15/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
dan belum tersedianya anggaran khusus;; (vi) ketersediaan lahan yang sesuai untuk fungsi perumahan di perkotaan dan perdesaan semakin menyusut.26 3.2.3. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan mencakup perencanaan, pengembangan teknologi, material dan pengelolaan yang memenuhi kriteria keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya alam, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan sosial (Lampiran 9). Isu ini merupakan implikasi atas alokasi lahan dan infrastruktur yang menekan daya dukung lingkungan, pengembangan material bangunan yang tidak berbasis sumberdaya lokal, inefisiensi sistem konstruksi sehingga menghasilkan limbah yang tak sepenuhnya tertangani lewat reuse dan recycle, serta kebutuhan mengatasi penurunan kualitas lingkungan perumahan. Ilustrasi yang terkait dengan isu tersebut dapat dideskripsikan melalui hal-hal sebagai berikut: (i) inefisiensi dana dan material dalam pembangunan perumahan akibat ketiadaan standardisasi komponen rumah27, (ii) amanat Undang-undang mengenai pemenuhan kriteria teknis, ekologis, administrati28 dalam pembangunan perumahan belum sepenuhnya diimplementasikan;; namun demikian terdapat kecenderungan umum yang mengindikasikan perbaikan situasi sebagaimana terlihat dari Jumlah Rumah Tidak Layak Huni mengalami tren menurun29 demikian pula halnya dengan Jumlah Rumah Rentan Tidak Layak Huni30. 26
Analisis proyeksi berdasar Variabel Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Lokasi/ Letak Rumah di daerah rawan bencana 2001-2029 mengindikasikan kecenderungan peningkatan (tren perkotaan + 153%, tren perdesaan +323%) yang berarti bahwa kuantitas lahan yang sesuai (suitable) dengan fungsi perumahan semakin menyusut. 27 Pada Pelita IV nilai yang terbuang sekitar Rp. 450 Milyar. Lihat: Komarudin, 1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, hal. 348, Jakarta: Yayasan REI – PT. Rakasindo. 28 Penjelasan Pasal 34, UU 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menyatakan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman selalu diusahakan dengan memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan teknologi, industri, bahan bangunan, jasa konstruksi dan rancang bangun yang sesuai dengan lingkungan dan sejauh mungkin menggunakan bahan bangunan lokal secara bijaksana dan hemat energi serta sejauh mungkin menggunakan tenaga kerja setempat. Lihat: Ibid., hal. 359 Pasal 26, ayat 1, UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis. Pasal 32, ayat 2, UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Pasal 32, ayat 3, UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa industri bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia. 29 Berdasar data BPS, analisis tren periode 2008-2029 terhadap variabel Rumah Tidak Layak Hunimenghasilkan nilai tren- 148.72 yang mengindikasikan bahwa teknologi (sanitasi dan sumber energi listrik) yang berkembang telah mampu diakses kelompok sasaran. 30 Berdasar data BPS, analisis tren periode 2008-2029terhadap variabel Rumah Rentan Tidak Layak Hunimenghasilkan nilai tren -262.30yang mengindikasikan bahwa pengembangan material (lantai) telah mampu diakses oleh kelompok sasaran.
16/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
BAB IV STRATEGI PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN Strategi PKP ini diharapkan menjadi muatan yang terinternalisasi dalam penjabaran operasional di berbagai dokumen resmi pemerintah yang secara struktural merujuk pada Grand Design PKP sesuai penahapan yang direncanakan. Selain itu, berbagai pemangku kepentingan, baik di Pusat maupun di Daerah, seyogianya mampu mengakomodasi, menyesuaikan dan menerjemahkan substansinya seiring pencapaian kapasitas kelembagaan pada tahap tersebut. Selanjutnya strategi Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) meliputi: Srategi 1. Pengembangan pusat data dan informasi yang dirujuk oleh pemangku kepentingan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pada berbagai tingkat penyelenggaraan PKP, baik di Pusat maupun Daerah. Strategi ini Realisasi strategi ini diharapkan memunculkan komunikasi antar berbagai pemangku kepentingan dan mendorong efektivitas kordinasi antar lembaga Pemerintah seiring prakarsa pihak swasta serta masyarakat untuk turut mengatasi kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan.
Gambar 4-1. Keterkaitan Strategi Pengembangan Pusat Data dan Informasi PKP dengan Penyelesaian Isu Sinergitas Manajemen
17/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Penggunaan konsep, variabel, dan indikator output-outcome pemrograman yang terstandardisasi dalam suatu sistem data dan informasi PKP merupakan prakondisi atas upaya mengintegrasikan potensi kontribusi pemangku kepentingan PKP. Konsensus atas sejumlah konsep dasar ((backlog, kelompok sasaran, permukiman kumuh, hunian layak) akan terjembatani melalui pencermatan dan analisis terhadap data yang dipaparkan dalam forum antar pemangku-kepentingan menjelang internalisasi hasil-hasilnya ke dalam program internal masing-masing lembaga;; hal ini akan menjadi landasan sinergi perencanaan-implementasi-pengawasan-evaluasi para penyelenggara bidang PKP. Pencapaian atas kondisi tersebut akan memperjelas konsep, peran, moda penyediaan PKP, dan jenis kontribusi yang dapat diberikan oleh Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat. Seiring hal tersebut, melalui penetapan target pencapaian dan realisasi yang transparan maka komitmen para penyelenggara bidang PKP akan terpantau oleh kelompok sasaran sehingga mendorong peningkatan peran pelaku pembangunan PKP [I-6]. Pararel terhadap strategi tersebut, kebutuhan terhadap penjaminan kualitas bidang PKP tentu menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan yang beragam kapasitasnya;; peningkatan status dokumen teknis perencanaan- implementasi-pengawasan-evaluasi ke tahap Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi solusi logis sekaligus memperkuat komunikasi dan sinergi yang telah dibina mengingat bahwa proses penetapan SNI selalu menyertakan tahap konsensus dan jajak pendapat kepada para pelaku kepentingan. 31 Dampak ikutan dari informasi yang terakses oleh publik tersebut ialah peluang untuk turut melakukan pengawasan terhadap ketepatan-sasaran bantuan PKP [I-7]. Publik akan mampu mengidentifikasi siapa (regulator, operator, penerima manfaat) yang berperan dalam program tersebut sekaligus mencermati mutu realisasinya. Oleh karena itu, pengembangan pusat data dan informasi bidang PKP ini seyogianya dibangun secara hirarkis dari level administratif Desa sehingga membentuk jaringan di level Nasional;; interkonektivitas data 31
Proses dan tahapan perumusan SNI telah mengikuti prosedur secara berurutan, yaitu: (1) pencermatan kebutuhan SPM melalui diagram pohon (family tree);; (2) kajian naskah akademik;; (3) kajian subpantek (rapat teknis dan konsensus);; (4) pemutakhiran pantek dalam bentuk RSNI maupun pedoman;; (5) jajak pendapat (public hearing) terhadap stakeholder terkait;; (6) proses penetapan ke BSN;; dan (7) pemberlakuan SNI. Lihat: Agus Taufik Mulyono, 2009, “ Capaian Program Standardisasi Bidang Bahan Konstruksi Bangunan Dan Rekayasa Sipil Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Ke-PU-an (2004 - 2008)”, Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009, hal. 3, Jakarta.
18/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
dibutuhkan untuk memahami dinamika interaksi Desa-Kota sedangkan konsistensi data di berbagai level sangat diperlukan sebagai justifikasi pengambilan keputusan yang verifikatif. Selanjutnya, data (numerik dan spasial) dan program PKP yang terkomunikasikan ke ranah publik akan mempermudah: (i) percepatan
proses
identifikasi
berbagai
kesenjangan
dalam
penyelenggaraan PKP melalui umpanbalik ke dalam sistem informasi PKP;; (ii) memperluas potensi dukungan yang dibutuhkan (penelitian, sistem informasi, dan pendidikan [I-2]) yang pelaksanaan dan pengembangannya membutuhkan justifikasi data yang kontinu. Dukungan tersebut termasuk pula adopsi SNI dan sertifikasi kompetensi bidang PKP yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penyelenggara dalam membangun dan mengelola berbagai moda PKP [I-1], khususnya Kawasan Siap Bangun [III- 6], sehingga berbagai persoalan yang menyertai siklus proyek dan usia produk PKP dapat diupayakan solusinya secara terencana. Selain solusi konvensional, solusi alternatif penyediaan perumahan juga perlu dieksplorasi;; karakter kelembagaan, ekonomi, budaya masyarakat perdesaan diperkirakan mampu menjadi obyek penelitian yang berpotensi melahirkan pola-alternatif pemberdayaan [I-4] di luar skema formal yang telah berkembang. Pada tahap normal/siapsiaga maupun rehabilitasi- rekonstruksi kebencanaan maka peningkatan kapasitas ke taraf profesionalisme dalam penyediaan lahan, pemberdayaan kelompok sasaran di tahap operasional-pemeliharaan, dan peremajaan produk PKP menjadi faktor yang berkontribusi dalam reduksi backlog perumahan [I-3]. (iii) memperjelas perencanaan dan proyeksi tataguna lahan PKP sehingga efektivitas tata ruang meningkat [I-8] seiring manfaat praktisnya, yakni menjadi panduan investasi dan kepastian hukum pembangunan bidang PKP. Tata ruang yang diimplementasikan secara konsisten serta didukung penegakan hukum merupakan unsur penting dalam perencanaan dan alokasi spasial bidang PKP karena melaluinya penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) secara implisit dapat mereduksi deviasi dalam perencanaan manajemen lahan (redistribusi kepemilikan lahan [III-2], pengendalian harga lahan [III-5], penyediaan lahan perumahan [I-9, III-4]) maupun alokasi PSU dan infrastruktur wilayah [I-5]. 19/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Srategi 2. Penguatan sistem pembiayaan perumahan jangka panjang. Penyelenggaraan pembiayaan perumahan jangka panjang dapat berlangsung apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu (i) sumber dana jangka panjang, (ii) dasar hukum pembiayaan berupa undang-undang, (iii) inflasi yang terkendali, serta (iv) pengelolaan secara profesional. Sumber pembiayaan jangka panjang dapat berasal dari (i) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), (ii) dana yang dibentuk dan dimiliki oleh negara melalui penerbitan obligasi (investment grade), (iii) dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui penerbitan surat berharga32. Pemenuhan terhadap syarat-syarat tersebut akan mampu membentuk lembaga pembiayaan sektor perumahan [II-9] yang berperan signifikan terutama terkait mekanisme penyampaian (delivery mechanism) dana kepada kelompok sasaran (target group).
Gambar 4-2. Keterkaitan Strategi Penguatan Sistem Pembiayaan Perumahan Jangka Panjang dengan Penyelesaian Isu Keterjangkauan Perumahan
Salah satu produk pembiayaan jangka panjang ialah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang diselenggarakan sejak tahun 2010. Penerapan suku bunga tetap (fixed rate) dalam FLPP merupakan solusi pengelolaan subsidi bunga yang berkelanjutan [II-3]. Sementara, stabilitas tersebut bisa mengatasi dampak inflasi terhadap penghasilan masyarakat
32
Darmin Nasution, 9 Desember 2011, “Mewujudkan Keseimbangan yang Efisien Menuju Pertumbuhan yang Berkesinambungan”, dalam Kompas, 20 September, Bank Infrastruktur: Kuncinya pada Pembiayaan Jangka Panjang.
20/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
sehingga mobilisasi tabungan masyarakat untuk perumahan [II-4] tetap memiliki peran karena nilai uang yang relatif tetap selama tenor yang direncanakan. Upaya memperluas akses MBR terhadap FLPP dilakukan melalui revisi atas sejumlah persyaratan FLPP, yakni kriteria sasaran penerima kredit, nilai maksimum kredit, dan harga maksimum rumah33. Meskipun demikian, FLPP tetap dipandang belum cukup terjangkau MBR selama masih mensyaratkan uang muka, peminat FLPP harus memenuhi kriteria layak-bank (bankable)34, dan tipe rumah sederhana sehat tidak boleh kurang dari 36 meterpersegi (Tipe 36)35. Prinsip kehati-hatian (prudent), dalam bentuk kriteria bankable, yang kerap menjadi kendala pengembangan skema alternatif pembangunan perumahan sebenarnya dapat diwujudkan dalam format penyaluran melalui kelembagaan berbasis komunitas dan pembentukan kelompok penerima-manfaat yang menganut sistem responsibilitas kolektif atau tanggung renteng (collegial liability).36 Kombinasi antara sistem tersebut dan ketersediaan dana jangka panjang akan membuka potensi diversifikasi skema kredit perumahan [II-2] sesuai dengan beragamnya kelompok sasaran dan aspek peubah (variable) lainnya seperti lokasi, jenis produk pembiayaan maupun kemampubayaran (payment capacity)37. Diversifikasi skema kredit perumahan merupakan dukungan langsung bagi penerima-manfaat yang kawasan hunian produktif [II-5], komunitas perdesaan, dan kalangan berpenghasilan rendah (MBR) [II-7];; akses ini diharapkan mampu meningkatkan keterjangkauan harga rumah [II-1] serta mengurangi pengalihan aset pertanian sebagai sumber pendanaan perumahan sedemikian sehingga mengurangi alih fungsi lahan pertanian [III-3]. Variasi skema pembiayaan dan multi moda penyediaan perumahan merupakan potensi untuk memperluas lingkup dukungan swasta terhadap pembiayaan perumahan [II-8] karena 33
Permenpera Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pengadaan Perumahan melalui Kredit/ Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera dengan Dukungan FLPP dan Permenpera Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Perumahan melalui Kredit/ Pembiayaan Pemilikan rumah dengan Dukungan FLPP. 34 Uang muka yang disyaratkan dalam FLPP merupakan kendala utama bagi MBR yang pada umumnya tidak layak bank (non bankable). Selain itu, sekitar 43.000 unit rumah dengan luas kurang dari 36 meterpersegi yang dibangun pengembang anggota APERSI tidak bisa dipasarkan sebagai dampak UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang PKP. Lihat: Kompas, 27 Maret 2012. 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Pasal 22 Ayat 3;; 36 Program PNPM Mandiri Perkotaan menyalurkan dana pembangunan melalui Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM)/ Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada individu berkategori miskin yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Prinsip kehati-hatian (prudent), sebagaimana berlaku pada skema penyaluran formal, diimplementasikan melalui, antara lain: uji kelayakan peminjam, analisis 5C (character, condition, capacity, capital dan collateral) terhadap pinjaman anggota KSM, serta adopsi Loan at Risk (LAR) dan Portfolio at Risk (PAR) sebagai indikator kinerja pinjaman bergulir. Lihat: Anonim, 2008, Pinjaman Bergulir, hal 14-24, Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. 37 Bank BTN mengantisipasi proyek perumahan di bawah Tipe 36 yang terlanjur dibangun melalui suku bunga pinjaman tetap (fixed rate) 8,5 persen dengan jangka waktu (tenor) dua tahun, selanjutnya diberlakukan suku bunga komersial. Lihat: Kompas, 27 Maret 2012.
21/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
ketersediaan sejumlah alternatif produk selain produk konvensional;; peluang ini diharapkan pula dipergunakan pihak swasta untuk ikut berperan dalam pengendalian harga lahan [III-5] karena lahan merupakan komponen integral dalam penyediaan perumahan tersebut. Ketersediaan pembiayaan jangka panjang, keterjangkauan harga rumah, dan pengendalian harga lahan merupakan bentuk perpaduan yang menjadi solusi bagi pembiayaan kawasan siap bangun [II-6]. Keselarasan antara pembangunan perumahan, konservasi, dan produktivitas ekonomi akan memperbesar potensi penyelenggaraan kawasan siap bangun dan kawasan hunian yang memperhatikan aspek kearifan lokal [V-1]. Internalisasi sejak dini atas prinsip tersebut ke dalam dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) akan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial [II-10]. Srategi 3. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) di berbagai tahap pembangunan perumahan. Amanat untuk menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) telah diutarakan secara eksplisit dalam UU Nomor 1 Tahun 201138. Pada bidang PKP, pencantuman ayat tersebut merupakan kemajuan penting dalam upaya mempertegas peran penting SNI dan dukungan penguatan terhadap berbagai regulasi [IV-1] sebagaimana telah diupayakan pula oleh Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi maupun Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam jangka pendek, pengembangan dan penelitian material untuk peningkatan kualitas rumah dan PSU [V-5] akan terpacu untuk memenuhi persyaratan tersebut. Pada jangka menengah-panjang, memenuhi kriteria SNI berarti menjadi bagian dari mewujudkan tujuan standardisasi nasional yakni pelestarian fungsi lingkungan hidup.39 Sebagai fokus implementasi, industri bahan bangunan yang sesuai dengan SNI akan mengadopsi proses produksi ramah lingkungan dan menjadi simpul yang menarik rantai produksi tautan- suplai (backward linkage) untuk bertransformasi ke dalam sistem yang 38
Pasal 32, ayat 3: Industri bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia. 39 Tujuan standardisasi Nasional ialah meningkatkan perlindungan kepada konsumen, perilaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup. Lihat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Bab III, Tujuan Standardisasi Nasional, Pasal 3
22/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
berkelanjutan pula. Pemenuhan terhadap tuntutan tersebut, optimasi dengan variabel ekonomi, sekaligus suplai end-product yang bermutu akan mendorong pengembangan penelitian dan implementasi teknologi untuk peningkatan kualitas rumah dan PSU [V-6].
Gambar 4-3. Keterkaitan Strategi Penerapan SNI dengan Penyelesaian Isu Pembangunan Berkelanjutan
Seiring dengan peningkatan potensi implementasi SNI, misal SNI mengenai konservasi energi40, maka wawasan dan praktik pembangunan berkelanjutan akan terinternalisasi dalam penyelenggaraan bidang PKP sedemikian sehingga akan menjadi determinan atas perencanaan baru maupun restrukturisasi produk- produk PKP. Praktik berbasis pembangunan berkelanjutan secara inheren bersandar pada teknologi ramah lingkungan atau green technology. Penetapan kewajiban implementasi teknologi ini akan memicu eksistensi pasokan dan permintaan yang selanjutnya menghasilkan pasar yang berupaya memenuhi tren tersebut. Skema kredit teknologi yang diusung lembaga keuangan akan terdorong untuk muncul41 sebagai bagian dari transformasi pasar menuju green development. Pada tahap inilah, inovasi teknis akan terakselerasi bersamaan 40
SK SNI T-14-1993-03 tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung dan SNI 03-6389- 2000 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung. International Finance Corporation (IFC) merupakan lembaga keuangan yang muncul seiring dengan pengembangan Peraturan Gubernur DKI tentang Bangunan Hijau.
41
23/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
dengan ketersediaan dana [IV-2] domestik maupun internasional. Dampak lanjutan yang dihasilkan pencapaian tersebut ialah penyelenggaraan kawasan siap bangun dan kawasan hunian yang memperhatikan aspek kearifan lokal [V- 1], peningkatan kualitas Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) melalui penerapan teknologi dan material yang berwawasan lingkungan [V-2], peningkatan kualitas dan ketersediaan PSU melalui penerapan teknologi dan material yang berwawasan lingkungan [V-3]. Pada sisi lain, karakteristik kebencanaan di Indonesia telah lama menjadi faktor pembentuk
keberadaan
standardisasi
yang
diorientasikan
untuk
mengakomodasi kriteria keselamatan, keamanan, maupun kesehatan. Sejalan dengan strategi pengembangan sistem data dan informasi PKP yang dapat diakses publik maka perencanaan kesesuaian lahan (land suitability) berbasis kebencanaan, land banking, dan poyeksi alokasi pemukiman-kembali (resettlement) dapat dipersiapkan sejak dini. Keseluruhan proses dan produk tersebut membutuhkan konsensus berbagai pihak dan standarisasi prosedur implementasi agar tidak menimbulkan konflik antar pemangku kepentingan. Produk SNI, khususnya dalam format pedoman, merupakan solusi untuk mendukung pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial [V-4]. Pada akhirnya, dalam rangka memperkecil kesenjangan implementasi (kompetensi sumberdaya manusia, komitmen, kehandalan alat uji) maka pengembangan SNI perlu didukung pengembangan perangkat hukum [IV-3] yang dapat dibangun berdasar praktik unggulan Internasional (misal: pola council dan rating system) maupun kearifan lokal (misal: pengaturan jadual eksploitasi bahan mentah untuk konstruksi bangunan). Pada fase awal, pola tersebut dapat bersifat sukarela (voluntary);; bila cukup teruji kehandalannya maka praktik unggulan tersebut dapat diadopsi ke dalam regulasi Pemerintah yang skala pengaturannya lebih luas dan lebih mengikat (mandatory). Sejalan dengan manfaat yang dirasakan oleh berbagai pemangku kepentingan PKP, pengembangan perangkat hukum berpotensi besar dan merupakan bagian integral untuk mendukung pembangunan perumahan berwawasan lingkungan [IV-3] . 24/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
BAB V PETA JALAN (ROADMAP) 5.1. Periode 2010-2014 Penahapan RPJPN 2005–2025 periode II (2010-2014) berfokus pada memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian42. Berdasar hal ini maka derivasi arah Grand Design PKP berupa pemantapan penataanulang aspek teknis dan kelembagaan penyelenggaraan PKP;; pentahapan yang dilakukan mencakup: Penahapan Umum: Pengembangan visi dan pengomunikasian visi kepada pemangku kepentingan, yakni penyiapan materi Grand Design PKP melalui pendekatan teknokratis dan konsensus lalu mematangkannya melalui proses partisipatif seiring peningkatan komitmen implementasi berbagai pemangku kepentingan. Konsolidasi pemangku kepentinganuntuk meningkatkan kinerja internal dan kordinasi inter-sektoral, yakni meningkatkan pemenuhan kebutuhan PKP melalui penataan internal kelembagaan serta kerjasama antar lembaga. Penahapan Akselerasi43: Pengembangan pusat data dan informasi PKP, yakni melakukan standardisasi terminologi, metode survey dan sampling, serta data sharing terkait bidang PKP sebagai langkah untuk melakukan pemetaan menyeluruh dan dukungan teknis terhadapmulti moda penyediaan perumahan. Aktivasi pembahasan PKP di kantor Wakil Presiden, yakni meningkatkan tema PKP ke level konteks welfare state44 yang menetapkan pemenuhan perumahan sebagai bagian dari kriteria kesejahteraan rakyat.
42
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005–2025, hal. 93. 43 KADIN juga mengidentifikasi kebutuhan akselerasi ini, sebagaimana usulan untuk melakukan akselerasi pembebasan lahan dan akselerasi pembangunan infrastruktur pada tahun ke III (2012) dan akselerasi pembangunan pada tahunke IV (2013) dan V (2014). Lihat: Faisal Basri, et.al, 2009, Op. cit., hal 106 44 Welfare state atau negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Negara kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayanan- pelayanan sosial bagi seluruh penduduk – orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara adil dan berkelanjutan. Lihat: Edi Suharto, 2006, Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos, hal. 6-7, Jakarta.
25/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Desain platform/pedoman kolaborasi inter-sektor, yakni acuan teknis mengenai distribusi peran, bentuk intervensi, serta tata laksana lainnya sebagai upaya peningkatan integrasi, efektivitas, serta mereduksi konflik di level penerima-manfaat. Revitalisasi dan reposisi lembaga kordinasi/ pokja/Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N), yakni menghidupkan kembali berbagai bentuk kordinasi yang relevan sebagai modal untuk pembentukan kelembagaan yang sesuai dengan transformasi posisi PKP ke dalam konteks welfare state. 5.2. Periode 2015-2019 Penahapan RPJPN 2005–2025 periode III (2015-2019) berfokus pada memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.45 Berdasar hal ini maka derivasi arah Grand Design PKP berupa pemantapan berbagai aspek (teknis, kelembagaan, pembiayaan dan regulasi) penyelenggaraan PKP. Penahapan Umum: Pemanfaatan pusat data dan informasi PKP sebagai mitra-kerja dalam proses perencanaan internal dan inter-sektoral, yakni penggunaan rujukan databaseyang sama sebagai dasar proses penyusunan perencanaan maupun evaluasi pencapaian internal maupun antar lembaga. Distribusi peran pemangku kepentinganPKP yang semakin jelas seiring peningkatan efektivitas kordinasi implementasi program. Revisi dan pengembangan regulasi untuk meningkatkan kemampuan implementasi nyata bidang PKP, yakni pengakajian-ulang terhadap berbagai regulasi yang menjadi kendala pemenuhan kebutuhan PKP serta mengembangkan regulasi yang berkontribusi terhadap upaya memperkecil kesenjangan antara konsep normatif dengan operasionalisasi. Pengembangan aspek pembiayaan Public-Private Partnership46 dan dukungan terhadap pembiayaan swadaya, yakni mengembangkan terobosan dalam penyediaan sumber pembiayaan PKP melalui kemitraan dengan swasta maupun 45
Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005–2025, hal. 94. 46 KADIN mengemukakan program pelaksanaan PPP pada setiap kawasan pengembangan sebagai usulan program di tahun ke IV (2013) dan V (2014). Lihat: Faisal Basri, et.al, 2009, Op. cit., hal 106
26/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
komunitas;; khusus swadaya maka suatu sistem dukungan pembiayaan yang sesuai karakteristik bankable. Pengembangan proyek perintis PKP di Kota-kota Besar Indonesia,47 yakni pembangunan proyek perintis yang mengintegrasikan berbagai moda perumahan dalam satu kawasan seiring dengan dukungan Pemerintah Daerah, pihak swasta, maupun masyarakat yang;; proyek perintis ini diarahkan sebagai strategi pemenuhan backlog perumahan. 5.3. Periode 2020-2024 Penahapan RPJPN 2005–2025 periode IV (2020-2024) berfokus pada mewujudkan masyarakat yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.48 Berdasar hal ini maka derivasi arah Grand Design PKP berupa perkuatan berbagai aspek menuju sistem yang berkelanjutan. Penahapan Umum: Evaluasi pencapaian jangka panjang, yakni memapankan sistem yang efektif serta merevisi/menyempurnakan sistem yang kurang berdampak positif. Konsolidasi untuk menghadapi tahap pertumbuhan mendatang, yakni menghimpun pemangku kepentingan PKP untuk bekerjasama - sesuai peran, fungsi dan kapasitasnya - mengelola dinamika yang akan muncul.
47
KADIN mengemukakan studi pembangunan wilayah di 10 Kota Besar sebagai usulan program di tahun ke IV (2013) dan V (2014). Lihat: Faisal Basri, et.al, 2009, Op. cit., hal 106 48 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005–2025, hal. 96.
27/ 28
Draft Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Gambar 5-1. Tahapan Roadmap
28/ 28
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN
Lampiran _0/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 1 PELAKU PKP INDEPENDEN Nama Lembaga 1
Program Kerja Terkait Perumahan dan Kawasan Permukiman
Tahun
Sasaran Kegiatan
(1) bermitra dengan Pemerintah Indonesia (MDF merupakan 2005-2012 Penyediaan perumahan berikut infrastruktur dan PSU penyumbang utama bagirekonstruksi dan rehabilitasi bagi penduduk terdampak bencana secara sinergi infrastrukturskala besar di Aceh dan Nias USD227,04juta);; dengan kebijakan dan program Pemerintah RI;; World Bank dan Asian (2) Program sertifkasi tanah bebas-biaya untuk lahan 2005-2008 Penyediaan lahan perumahan bagi penduduk terdampak 2 Development Bank perumahan dan kawasan permukiman pasca bencana di bencana yang berketetapan hukum;; Aceh dan Nias periode 2005-2008 (Land Acquisition Program, LARAS);; Asian Development (1) Asian Development Bank: Earthquake and Tsunami 2005-2012 Penyelenggaraan perumahan yang mengedepankan 3 4 Bank dan World Bank Emergency Support Project (ETESP) 2005-2009 (Grant kearifan lokal bagi penduduk terdampak bencana gempa 5 INO-0002) ;; dibawah koordinasi bumi-tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2) Asian Development Bank:Japan Fund for Poverty Reduction Badan Rehabilitasi dan dan Sumatera Utara;; (Grant 9074-INO), Seismically Upgraded Housing in Rekonstruksi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam and North Sumatera 2006- 6 2009 ;; 7 (3) World Bank : Multi Donor Fund for Aceh and Nias 2005- 2012;; 8 World Bank Java Relief Fund : 2006-2008 Perbaikan dan pembangunan rumah yang menyertakan aspek kearifan lokal bagi penduduk terdampak bencana gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah;; 9 Asian Development Bank Water Supply Sector Project ;; 2001 Adopsi model penyediaan air bersih yang dikelola masyarakat untuk menjangkau mereka yang tidak 10 mendapatkan pasokan air memadai ;; 11 Asian Development Bank (1) Roadmap for Development ;; 2007-2011 pemberdayaan ekonomi melalui penyediaan PSU dan infrastruktur;; 12 Multi Donor Fund : (2) Projek Pemulihan Masyarakat Pasca Bencana di Aceh dan 2005-2011 Keberhasilan proyek pemulihan masyarakat MDF: Nias;; pendekatan berbasismasyarakat berhasil guna pada Multi Donor Fund
1
Multi Donor Fund, 2011, Laporan Kemajuan per Desember 2011: Kemitraan untuk Mencapai Keberlanjutan, hal.19. Asian Development Bank, 2010, Project Report: Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP). Ibid. 4 World Bank, 2008, Multi Donor Fund (MDF): Investing in Institution, Sustaining Reconstruction and Economic Recovery, Four Years After the Tsunami. 5 Asian Development Bank, 2010, Project Report: Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP). 6 Asian Development Bank, 2010, Project Report: Japan Fund for Poverty Reduction (9074-INO), Seismicallay Upgraded Housing in Nanggroe Aceh Darussalam and North Sumatera. 7 World Bank. 2010, Multi Donor Fund (MDF): Progress Report. 8 World Bank. 2009, Project Report: Java Relief Fund. 9 Asian Development Bank, 2001, Project Audit Report: Water Supply Sector Project (Loan 1069-INO). 10 Ibid., Appendix 1, p.2. 11 Asian Development Bank, 2012, Mid-term Review of the IMT-GT Roadmap for Development 2007-2011. 12 Multi Donor Fund, 2011, Op. cit. 2 3
Lampiran _1/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Nama Lembaga
Program Kerja Terkait Perumahan dan Kawasan Permukiman
Asian Development Bank
(3) Neighborhood Upgrading Shelter Sector Project (NUSSP) bekerja sama dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Perumahan dan 13 Permukiman dan PT Permodalan Nasional Madani (Loan 2072/2073-INO);;
(4) Pro-Poor Planning and Budgeting, TA-4762, Project Code 39063;; 15 (5) Bengkulu Regional Development Program (BRDP) ;; 16 (6) PNPM Mandiri PISEW ;;
World Bank World Bank Asian Development 17 Bank
Asian Development Bank
Asian Development Bank
Asian Development 18 Bank Asian Development Bank
(7) Metropolitan Sanitation Management and Health, Asian Development Bank: Project Code 39071;; (8) Supporting Water Operators Partnerships Project Code 44090, TA-7739;; (9) Water Supply Sector Project (10) Flood Management in Selected River Basins, Asian Development Bank: Project Code 35182, MFF: Multi- tranche Financing Facility - Flood Management in Selected River Basins Proposed, for approval in 2012 (11) Regional Roads Development, Asian Development Bank: Project Code 39071 & 38479;; (12) Infrastructure Financing Facility Project Code 42109 Loan- 2516;; (13) Polytechnic Development ProjectTA-7453, Loan;; (14) Urban Sanitation and Rural Infrastucture Support to PNPM Mandiri Project, Asian Development Bank (Loan 2768 - 19 INO), ;;
Tahun
Sasaran Kegiatan
situasipascabencana;; 2003-2010 Aksesbilitas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)/miskin untuk pemenuhan kebutuhan perbaikan 14 rumah ;; Skema pembiayaan (delivery mechanism) bagi MBR untuk perbaikan rumah melalui Lembaga Keuangan Mikro dan perbankan;; Skema pembiayaan (delivery mechanism) bagi MBR;; 2002-2004 Mobilisasi tabungan masyarakat untuk perumahan;; 2009 Pendampingan alih teknologi guna tercapainya menentukan mutu pekerjaan pembangunan dan perbaikan perumahan;; 2012-2014 Sanitasi, pengelolaan air dan kesehatan masyarakat urban;; 2012-2014 Penanggulangan bencana banjir;;
Pembangunan jalan dan infrastruktur;;
Dukungan penelitian, sistem informasi dan pendidikan dalam pembangunan;; Pembangunan infrastruktur dan sanitasi melalui PNPM 20 Mandiri ;;
13
Asian Development Bank, 2011, Project Report: Neighborhood Upgrading Shelter Sector Project (NUSSP). Asian Development Bank, 2004, Program Kredit Mikro Perbaikan Rumah”, PT Permodalan Nasional Madani bekerja sama dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Perumahan danPermukiman, Bab 8, Kesimpulan, H.36. 15 World Bank-CGAP, 2004, Bengkulu Regional Development Project. 16 Bank Dunia, 2009, PNPM Mandiri News Letter, Edisi V 2009: PNPM Mandiri PISEW. 17 Asian Development Bank, 2001, Op. cit. 18 Asian Development Bank, 2010, Envisions an Indonesia, Regional disparity in infrastructure, hal 31, in collaboration with International Labour Organizations (ILO) and Islamic Development Bank (IDB): National Long-Term Development Plan 2005–2025 19 Asian Development Bank, 2011, Project Loan 2768-INO. Urban Sanitation and Rural Infrastucture Support to PNPM Mandiri Project. 20 Ibid. 14
Lampiran _2/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Nama Lembaga
Program Kerja Terkait Perumahan dan Kawasan Permukiman
Asian Development Bank
(15) Support Trade, Energy Financing ;;Loan-2619: Java-Bali Electricity Distribution Performance Improvement Project (16) Financing Integrated Settlements Development Project, Project Code 37473, TA-4368: Loan;; (17) Strengthening Indonesia's Economic Early Warning System, Project Code 42212 TA-7338;; (18) Secondary Mortgage Facility, Project Code 39427, TA- 4715;; (19) Sustainable Livelihood Development for the Poor Coastal and Small Island Communities Project,Grant-9049, Project Code 32176;; (20) Sustainable Aquaculture Development for Food Security and Poverty Reduction, Loan-2285, TA-4148;; (21) Participatory Irrigation Sector Project, Project Code 32359 Loan-2064/2065;; (22) Preparing ADB Support for PNPM in Rural Areas (formerly Second Community and Local Government Support)TA- 4683, Project Code 35183 & 38385;; (23) Pembiayaan berasal dari tabungan komunitas (minimal 12 KK sebagai prasyarat), cicilan rumah dan NGO (sumber dana dari Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah, donor, 23 dan swasta) (24) Pembiayaan perumahan bersifat bergulir (1 cicilan rumah 24 untuk 1 rumah yang lain) (25) Tabungan bersama dengan ketentuan menabung untuk 1 25 rumah akan memperoleh pinjaman 2 rumah. (26) Pembiayaan tersebut untuk membangun rumah dan toilet 26 bersama
Habitat for Humanity
21
Tahun
Sasaran Kegiatan
2012-2014 Penyediaan pinjaman guna mendukung pengadaan listrik;; Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan 22 pasar perumahan (pasar primer dan pasar sekunder) ;;
Pembangunan infrastruktur permukiman perdesaan skala kawasan agropolitan dan tepi pantai;;
Pembangunan infrastruktur permukiman perdesaan;;
1999- Nov 2007
Pembangunan rumah secara berkelompokdan bersifat bergulir
1999- Nov 2007 1999- Nov 2007 1999- Nov 2007
Pembangunan rumah secara berkelompokdan bersifat bergulir Pembangunan rumah secara berkelompokdan bersifat bergulir Pembangunan perumahan dan toilet bersama
21
Asian Development Bank, 2011, ADB $200 Million Loans to Support Trade, Energy Financing in Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum, Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman, Strategi (2). 23 Habitat for Humanity Indonesia – Yogyakarta, 1999- Nov 2007, Program Regular: Save and Build, Habitat for Humanity Indonesia – Yogyakarta. 24 Ibid 25 Ibid 26 Ibid 22
Lampiran _3/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 2 PROGRAM PKP TAHUN 2004-2009 DARI PEMERINTAH Lampiran 2.1. Bangkim – Pengembangan Infrastruktur Permukiman Perdesaan;; Skala Kawasan;; Agropolitan
Nama Program
Deskripsi
Dasar Hukum Latar Belakang Tujuan dan Sasaran
Lingkup Program
Lokasi Implementasi
Sumber Pembiayaan Kelembagaan
Target dan Pencapaian
Pembangunan Infrastruktur Permukiman Perdesaan Skala Kawasan;; Agropolitan Kawasan agropolitan merupakan kawasan yang memiliki satu atau lebih pusat kegiatan di wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keuangan satuan 27 sistem permukiman dan sistem agrobisnis (UU No 26 tahun 2007). UU No 26 tahun 2007 Mendorong serta mempercepat pembangunan kawasan perdesaan yang berbasis kerakyatan sehingga berdaya saing, berkelanjutan, 28 terdesentralisasi, serta fokus. . Percepatan pengembangan yang terjadi di kawasan agropolitan akan berujung pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Demi pencapaian tersebut, dilaksanakan program-program berikut: Pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku agrobisnis melalui pengembangan sistem dan kegiatan agrobisnis yang efisien, menguntungkan, dan berwawasan lingkungan. Penguatan kelembagaan petani Pengembangan kelembagaan sistem agrobisnis Pengembangan kelembagaan Penyuluhan Pembangunan Terpadu Pengembangan iklim kondusif untuk usaha dan investasi Pengembangan sarana dan prasarana Tahun 2002 terpilih 8 Provinsi sebagai kawasan rintisan agropolitan Tahun anggaran 2005-2009 sebanyak 347 kawasan menjadi target. Pada akhir 2009, pengembangan kawasan agropolitan mencapai 95,39% atau 331 kawasan di 212 kabupaten di 32 Provinsi. APBD Penetapan kawasan dilakukan oleh Bupati, Gubernur, dan Menteri Pertanian/Menteri Pekerjaan Umum Penetapan RPJM kawasan agropolitan oleh Bupati dan mengedepankan kerjasama lintas sektor. Program Unit Tahun Target Renstra 2005 2006 2007 2008 2009 Agropolitan Kawasan 89 148 194 276 331 347
27 28
Pencapaian Renstra Cipta Karya 2005-2009, hal 28, Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Ibid., hal 28
Lampiran _4/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Lampiran 2.2. Bangkim – Prasarana dan Sarana Air Minum
Nama Program
Deskripsi Dasar Hukum
Latar Belakang
Tujuan dan Sasaran
Lingkup Program
Fasilitasi Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kota Prasarana dan Sarana Air Minum
29
Permendagri No. 2 tahun 2007 tentang Organisasi dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2005 tentang sistem pengembangan air minum (SPAM) dan badan pendukung pengembangan PDAM. penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2005 tentang sistem pengem-bangan air minum (SPAM) dan badan pendukung 30 pengembangan PDAM. Air bersih merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Namun, sumber kehidupan ini justru tidak tersedia dengan memadai di kawasan permukiman kumuh perkotaan, perdesaan tertinggal/terpencil, serta kawasan perbatasan. Minimnya sarana air bersih erat hubungannya dengan masalah kesehatan. Oleh karena itu, salah satu fokus dalam implementasi program DJCK adalah pengadaan dan sarana air bersih. meningkatkan peran serta seluruh pemangku kepentingan upaya mencapai sasaran air minum. Mengurangi tingkat kebocoran pelayanan air minum hingga mencapai ambang batas normal sebesar 20%. meningkatkan cakupan pelayanan air minum per-pipaan dan sanitasi dasar secara nasional yang berkualitas, efisien, dengan harga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, dan berkelanjut-an;; meningkatkan kualitas air permukaan yang dipergunakan sebagai air 31 baku bagi air minum 32 meningkatnya cakupan pelayanan air minum dan air limbah yang dikelola oleh BUMD 33 meningkatnya kinerja BUMD pengelola air minum dan air limbah hingga berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 34 meningkatnya cakupan pelayanan air minum dan air limbah yang dikelola secara langsung oleh masyarakat. Prasarana dan sarana air bersih yang dibangun meliputi mata air, sumur dalam/bor, hidran umum, dan pipa distribusi. Program pengembangan pemberdayaan masyarakat. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap 35 pentingnya peranan air minum dan air limbah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produktifitasnya, Program pengembangan kelembagaan. Program ini ditujukan untuk melakukan penataan kembali peraturan perundang-undangan dan pengembangan kelembagaan yang terkait dengan pembangunan air minum dan air limbah untuk mewujudkan system kelembagaan dan 36 tata laksana pembangunan air minum dan air limbah yang efektif. Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah. Program ini ditujukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum dan air limbah yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan yang akan dilaksanakan oleh komunitas 37 masyarakat secara optimal, efisien dan berkelanjutan.
29
Pencapaian sebuah perubahan . Evaluasi 4 tahun pelaksanaan RJPMN 2004-2009. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional /BAPPENAS tahun 2009. [hal. 144] 30 Ibid,hal. 202 31 Ibid, hal 187 32 Ibid., hal 318 33 Ibid. 34 Ibid. 35 Ibid., hal. 572 36 Ibid.
Lampiran _5/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Lokasi Implementasi
Sumber Pembiayaan Kelembagaan
Target dan Pencapaian
Kendala
Infrastruktur air bersih akan dibangun di kawasan kumuh perkotaan dan kawasan nelayan serta kawasan perdesaan rawan air, terpencil, dan pulau kecil terluar. (Proporsi APBN-APBD, kontribusi masyarakat, swasta, atau donor lain) (Struktur implementasi program, misal, project management unit, executing agency, keterkaitan dengan Depdagri, keterkaitan dengan Badan Keswadayaan Masyarakat) Mohon bisa dilampiri bagan/struktur kelembagaan implementasi program. Program Unit Tahun Target Renstra 2005 2006 2007 2008 2009 Progres Pencapaian Prasarana dan Sarana Air Minum X 100 liter/det 55 111 213 277 341 399 X 10.000 jiwa terlayani 323 656 887 1135 1567 2680 Ketidakberhasilan dalam pencapaian target Renstra disebabkan berbagai kendala yang ditemui di lapangan. Ketidaksiapan operator di tingkat pemda membuat sarana air bersih yang terbangun tidak dapat berfungsi optimal. Ditambah lagi, komitmen Pemda yang tidak konsisten. 38 Stagnasi dalam peningkatan pelayanan air minum perpipaan selama 10 tahun terakhir (1992-2002) 39 Rendahnya kualitas pengelolaan pelayanan air minum yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 40 Stagnasi dalam penurunan tingkat kebocoran air minum Meningkatnya kecenderungan kabupaten/kota yang baru terbentuk untuk membentuk PDAM baru yang terpisah dari PDAM 41 kabupaten/kota induk. 42 Permasalahan tarif yang tidak mampu mencapai kondisi pemulihan biaya ( full cost recovery ). Pelaksanaan pemberian DAK air minum dan sanitasi saat ini dinilai belum efektif karena lebih mengedepankan aspek perimbangan 43 keuangan daripada pencapaian kinerja pembangunan air minum dan sanitasi Penurunan kualitas dan kuantitas air baku yang disebabkan oleh kerusakan wilayah tangkapan air di daerah hu lu dan semakin meningkatnya buangan limbah cair ke badan air. Tingginya sedimentasi dan kadar polutan dalam air baku memberikan kontribusi d alam 44 meningkatkan biaya produksi air minum pada Instalasi Pengolahan Air (IPA). Belum optimalnya peran Perusahaan Daerah Air Minum/Air Limbah (PDAM/PDPAL) yang disebabkan oleh masih rendahnya kinerja 45 PDAM dan rendahnya investasi di bidang pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah terpusat. Rendahnya kapasitas pengelola prasarana dan sarana air minum dan air limbah dalam melakukan operasi dan pemeliharaan menye- 46 babkan pelayanan prasarana dan sarana ter-bangun kurang terjamin keberlanjutannya.
37
Ibid. Ibid., hal 570. 39 Ibid. 40 Ibid. 41 Ibid., hal 571. 42 Ibid. 43 Ibid., hal 578. 44 Ibid. 45 Ibid. 46 Ibid. 38
Lampiran _6/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Sasaran
Laju pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat sehingga kebutuhan untuk membu-ka permukiman baru tidak sebanding dengan 47 kecepatan penyediaan prasarana dan sarana penyediaan air baku dan air limbah. meningkatnya cakupan pelayanan air minum perpipaan secara nasional hingga mencapai 40 persen pada akhir tahun 2009 dengan perincian cakupan pelayanan air minum perpipaan untuk penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan diharapkan dapat meningkat 48 hingga mencapai 66 persen dan di kawasan perde-saan meningkat hingga mencapai 30 persen.
Lampiran 2.3. Bangkim – Prasarana dan Sarana Pengolahan Air Limbah
Nama Program
Deskripsi Dasar Hukum
Latar Belakang Tujuan dan Sasaran
Lingkup Program
Fasilitasi Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kota Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah
PP No. 38 Tahun 2007 menyatakan bahwa pembangunan perumahan, air minum dan air limbah merupakan urusan wajib Pemerintah Daerah
Target Review Renstra akan dilaksanakan di 388 kab/kota untuk melayani 1 .000.000 jiwa/KK. Meningkatkan utilitas Instalasi Pengolah Limbah Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang telah dibangun;; mengembangkan lebih lanjut pelayanan sistem pembuangan air limbah;; mengembangkan secara bertahap sistem air limbah terpusat 49 (sewerage system) untuk kota-kota metropolitan dan kota besar. 50 meningkatnya cakupan pelayanan air minum dan air limbah yang dikelola oleh BUMD 51 meningkatnya kinerja BUMD pengelola air minum dan air limbah hingga berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 52 meningkatnya cakupan pelayanan air minum dan air limbah yang dikelola secara langsung oleh masyarakat. Program pengembangan pemberdayaan masyarakat. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap 53 pentingnya peranan air minum dan air limbah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produktifitasnya, Program pengembangan kelembagaan. Program ini ditujukan untuk melakukan penataan kembali peraturan perundang-undangan dan pengembangan kelembagaan yang terkait dengan pembangunan air minum dan air limbah untuk mewujudkan system kelembagaan dan 54 tata laksana pembangunan air minum dan air limbah yang efektif. Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah. Program ini ditujukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum dan air limbah yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan yang akan dilaksanakan oleh komunitas 55 masyarakat secara optimal, efisien dan berkelanjutan.
47
Ibid. Ibid., hal 571. Ibid., hal 187. 50 Ibid., hal 318. 51 Ibid. 52 Ibid. 53 Ibid., hal 572. 54 Ibid. 55 Ibid. 48 49
Lampiran _7/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Lokasi Implementasi Sumber Pembiayaan Kelembagaan
(Nama propinsi, kab/kota, serta target pencapaiannya 2004-2009 dan 2010-2014)
(Proporsi APBN-APBD, kontribusi masyarakat, swasta, atau donor lain)
(Struktur implementasi program, misal, project management unit, executing agency, keterkaitan dengan Depdagri, keterkaitan de ngan Badan Keswadayaan Masyarakat).
Target dan Pencapaian
Program Unit Tahun Target Renstra 2005 2006 2007 2008 2009 Pengelolaan air limbah Kab/kota 45 130 225 314 409 388
Kendala
Terbatasnya area cakupan pelayanan. Perilaku hidup bersih-sehat di masyarakat pun belum terwujud sepenuhnya. Sektor swasta yang kurang mendukung dan tidak terlibat langsung dalam program pengelolaan air limbah. Dukungan dana pengelolaan melalui APBD pun masih terbilang minim Pemkab/kota juga masih kurang memerhatikan kelanjutan dari program ini, seperti perhatian dalam penyusunan dan pemberlakuan Perda Air Limbah. 56 Belum diolahnya lumpur tinja (sludge ) secara baik. Menurunnya persentase masyarakat di kawasan perkotaan yang mendapatkan pelayanan sistem pembuangan air limbah (sewerage 57 system) Pelaksanaan pemberian DAK air minum dan sanitasi saat ini dinilai belum efektif karena lebih mengedepankan aspek perimbangan 58 keuangan daripada pencapaian kinerja pembangunan air minum dan sanitasi Belum optimalnya peran Perusahaan Daerah Air Minum/Air Limbah (PDAM/PDPAL) yang disebabkan oleh masih rendahnya kinerja 59 PDAM dan rendahnya investasi di bidang pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah terpusat. Masih kurangnya upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masih menjadi tantang -an 60 dalam upaya mewujudkan bebas buang air besar sembarangan (open defecation free )
56
Ibid., hal 571. Ibid. Ibid., hal 578. 59 Ibid. 57 58
Lampiran _8/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Rendahnya kapasitas pengelola prasarana dan sarana air minum dan air limbah dalam melakukan operasi dan pemeliharaan menye- 61 babkan pelayanan prasarana dan sarana ter-bangun kurang terjamin keberlanjutannya. Laju pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat sehingga kebutuhan untuk membu-ka permukiman baru tidak sebanding dengan 62 kecepatan penyediaan prasarana dan sarana penyediaan air baku dan air limbah.
Lampiran 2.4. Bangkim – Prasarana dan Sarana Pengelolaan Persampahan
Nama Program
Deskripsi Dasar Hukum Latar Belakang Tujuan dan Sasaran
Lingkup Program
Fasilitasi Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kota Prasarana dan Sarana Pengelolaan Persampahan
UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Untuk pengelolaan persampahan, pemerintah tidak menetapkan target penerima manfaat. meningkatnya jumlah sampah terangkut hingga 75 persen hingga akhir 2009 serta me-ningkatnya kinerja pengelolaan tempat pem- buangan akhir (TPA) yang berwawasan ling-kungan ( environmental friendly) pada semua kota metropolitan, kota besar, dan kota 63 sedang;; Program pemberdayaan masyarakat. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penanganan persoalan 64 persampahan dan drainase. Program pengembangan kelembagaan. Program ini ditujukan untuk mewujudkan tata kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan 65 transparan. Program peningkatan kinerja pengelolaan persampahan dan drainase. Program ini bertujuan untuk mencapai sasaran sebagaimana telah 66 disebutkan diatas secara cepat, tepat, bermanfaat, efisien, dan berwawasan lingkungan ( environmental friendly ). Pengurangan timbulan sampah secara signifikan melalui: (a) peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah melalui upaya peningkatan pemahaman terhadap paradigma pengurangan timbulan sampah;; (b) pelibatan komunitas secara lebih intensif dalam program 3R melalui advokasi, sosialisasi, pelatih-an, dan penyediaan insentif yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain;; (c) melakukan replikasi keberhasilan program 3R di komunitas;; (d) memadukan kegiatan 3R dan pela-yanan 67 persampahan skala kota Peningkatan kualitas pengelolaan TPA menjadi ‘sanitary landfill’ sesuai amanat UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan 68 Persampahan;;
60
Ibid. Ibid. Ibid. 63 Ibid., hal 573. 64 Ibid. 65 Ibid. 66 Ibid. 67 Ibid., hal 580. 68 Ibid. 61 62
Lampiran _9/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Lokasi Implementasi Sumber Pembiayaan Kelembagaan Target dan Pencapaian
Peningkatan kerjasama regional pengelolaan persampahan dengan tetap berdasarkan pada kelayakan dan kepentingan masing-masing 69 daerah;; Pengenalan sumber pembiayaan alternatif diantaranya melalui skema pembangunan bersih (Clean Development Mechanism/CDM), dan 70 kerjasama dengan swasta;; 71 Penyediaan insentif bagi kerjasama pengelo-laan persampahan dengan pihak non Pemerintah;; Penyediaan bantuan teknis baik pengelolaan persampahan maupun penyusunan rencana induk drainase perkotaan berdasar skala 72 prioritas.
Program
Unit
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Pengelolaan persampahan Kab/kota 100
Kendala
Target Renstra
209
291
385
518
480
73
Terjadinya stagnasi dalam penanganan sampah dan drainase secara baik dan berwawasan lingkungan ( environment friendly ) Meningkatnya pencemaran lingkungan akibat meningkatnya jumlah sampah yang ber asal dari rumah tangga (domestik) dan non rumah 74 tangga yang dibuang ke sungai dan atau dibakar. 75 Menurunnya kualitas manajemen tempat pembuangan akhir (TPA) Jumlah timbunan sampah masih cenderung meningkat disebabkan oleh kesadaran yang masih rendah dari masyarakat dan Pemerintah terhadap perlunya merubah paradigma pengelolaan sampah dari sekedar ’membuang’ menjadi ’mengolah’ sampah. Mengurangi timbulan 76 sampah belum menjadi arus utama dalam pembangunan persampahan.
69
Ibid. Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid. 73 Ibid., hal 572. 74 Ibid. 75 Ibid. 70
Lampiran _10/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Masih kurang optimalnya penerapan prinsip 3R dalam mengurangi timbulan sampah disebabkan oleh belum terjadinya sinergi antara Pemerintah Daerah dan masyarakat. Keber-hasilan komunitas dalam menerapkan 3R di beberapa lokasi tidak ditunjang oleh sistem pengelolaan persampahan yang ditangani Pemerintah Daerah. Keberhasilan penerapan 3R hanya berhenti pada tahapan proyek 77 percontohan saja. Masih terbatasnya kapasitas Pemerintah Daerah baik dari segi keuangan, dan sumberdaya manusia dalam pengelolaan sampah skala 78 kota maupun drainase. 79 Penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan daerah terkait persampahan dan drainase belum dilaksanakan secara efektif. 80 Belum tercipta kondisi yang mendukung keterlibatan swasta dalam pembangunan persampahan.
Lampiran 2.5. Bangkim – Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP-PNPM)
Nama Program
Dasar Hukum Latar Belakang
Peningkatan Kualitas Permukiman Kawasan Kumuh dan Nelayan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP-PNPM) UU No 26 tahun 2007
Angka kemiskinan di Indonesia mencapai 14% (Bappenas, 2009) Akar kemiskinan berupa ketidakberdayaan masyarakat dalam berperilaku, bersikap, dan berpikir sesuai dengan cara pandang yang bersifat kemasyarakatan, transparansi, demokratisasi, dan partisipasi. Oleh karena itu solusi terbaik menangani kemiskinan ialah melalui pemahaman terhadap akar masalahnya. Perubahan yang berlandaskan nilai moral/kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan (good governance), dan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) akan membangun kelembagaan masyarakat yang mandiri dan mampu memfasilitasi masyarakat miskin. Tujuan dan Sasaran Lingkup Program Pembelajaran dan penguatan kapasitas masyarakat/Badan Kelembagaan Masyarakat (BKM) Lokasi Implementasi Sumber Pembiayaan Kelembagaan Program Unit Tahun Target Renstra Target dan Pencapaian 2005 2006 2007 2008 2009 P2KP-PNPM Kelurahan 2.096 1.726 7.273 8.813 11.014 40.648
76
Ibid., hal 579. Ibid. Ibid. 79 Ibid. 80 Ibid. 77 78
Lampiran _11/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Lampiran 2.6. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Nama Program (1) Deskripsi
Dasar Hukum Latar Belakang
Tujuan dan Sasaran
Lingkup Program Lokasi Implementasi
Pemberdayaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (2006 -2009) Kegiatan ini melingkupi : perbaikan perumahan, infrastruktur dan perbaikan lingkungan pesisir, dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Lokasi, kegiatan, dan pengelolaan seluruh nya oleh masyarakat Kegiatan ini digagas karena melihat kondisi wilayah pesisir yang memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat pesisir dan berbagai kepentingan pengembangan. Namun cenderung mengalami tekanan pembangunan yang kadang melampaui dayadukungnya, pemanfaatan ruang yang tidak terkendali, degradasi lingkungan ekosistem pesisir seperti rusaknya kawasan hutan mangrove, terumbu karang dan habitat perikanan lainnya, abrasi pantai, serta pencemaran perair an pesisir. Pada sisi lain, masyarakat pesisir yang sebagian besar kaum nelayan, memiliki kehidupan ekonomi yang relatif lemah dan kurang tersentuh oleh pembangunan. Berbagai fenomena permasalahan sosial yang menyatu dengan permasalahan lingkungan: permukiman yang kumuh dan tidak tertata, prasarana yang kurang memadai seperti sistem sanitasi (drainase, persampahan, air bersih, MCK), jalan lingkungan, serta terbatasnya prasarana lingkungan dan pendukung kegiatan ekonomi setempat, seakan menjadi trade mark bagi kawasan pesisir di Indonesia dan memunculkan kesan ketertinggalan. Pelaksanaan pembangunan di wilayah pesisir yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada rencana pengelolaan yang mengedepankan keberlanjutan Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mencoba untuk memperkenalkan program Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PLBPM). Program ini diharapkan dapat berperan sebagai pondasi bagi pengembangan ekonomi kawasan. Melalui pelibatan pemerintah daerah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, serta dapat memberikan dampak lanjutan dengan muara pengembangan ekonomi di wilayah pesisir. 1. Merumuskan dokumen pengelolaan wilayah pesisir di lingkup desa / kelurahan yangmenjadi acuan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan lingkungan di wilayah tersebut. 2. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman masyarakat pesisir. 3. Meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan dan penataan lingkungan. Perbaikan perumahan, Infrastruktur, Perbaikan lingkungan pesisir (Nama propinsi, kab/kota, serta target pencapaiannya 2006-2009)
Lampiran _12/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Sumber Pembiayaan
Kelembagaan
Target dan Pencapaian
APBN- APBD(10%-20%) APBN-Kontribusi masyarakat (Proporsi APBN-APBD, kontribusi masyarakat, swasta, atau donor lain) (Struktur implementasi program, misal;; project management unit, executing agency, keterkaitan dengan Depdagri, keterkaitan dengan Badan Keswadayaan Masyarakat. Mohon bisa dilampiri bagan/struktur kelembagaan implementasi program.) Dampak langsung dari kegiatan PLBPM, adanya peningkatan kualitas lingkungan dengan lingkungan desa pesisir lebih tertata. Selain itu mendorong peningkatan kualitas kesehatan masyarakat pesisir dengan rumah yang lebih layak. Juga dalam pelaksanaan kegiatan menimbulkan dampak mata pencaharian alternatif. Sedangkan dampak turunan diharapkan terjadi peningkatkan pendapatan masyarakat dan tumbuhnya kegiatan ekonomi lainnya. Juga semakin terbangunnya rasa kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga kualitas lingkungan. Serta meningkatnya partisipasi aktif semua pemangku kepentingan berupa tenaga, pendanaan dan integrasi program. Dan akhirnya adanya replikasi program dari Pemerintah Daerah. ( Rencana kerja dan proyeksi yang hendak dicapai oleh program 2004-2009, dan 2010-2014)
Lampiran _13/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Lampiran 2.7. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nama Program Deskripsi Dasar Hukum
Latar Belakang
Tujuan dan Sasaran
Lingkup Program
Lokasi Implementasi
Sumber Pembiayaan
Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh, Wilayah Tertinggal, dan Wilayah Perbatasan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian 1. Besarnya kesenjangan antara daerah Perkotaan dan pedesaan dalam hal pembangunan 2. Semakin menurunnya jumlah penduduk perdesaan dan meningkatnya penduduk perkotaan antara lain mengakibatkan semakin luasnya jumlah tanah terlantar di perdesaan. Tujuan : 1. Meningkatkan Peranserta lembaga pemerintah, non pemerintah dan masyarakat melalui promosi, publikasi dan motivasi serta mediasi 2. Menyediakan tanah untuk kebutuhan pembangunan permukiman di kawasan transmigrasi melalui fasilitasi pengadaan tanah sampai dengan pengurusan hak atas tanah 3. Mewujudkan perencanaan kawasan transmigrasi berupa perencanaan WPT atau LPT, perencanaan SKP, perencanaan teknis satua permukiman, sarana dan prasarana serta perencanaan SDM 4. Mewujudkan permukiman transmigrasi yang layak dan infrastruktur kawasan yang dapat mengintegrasikan antar permukiman dala sat u kesatuan sistem pengembangan ekonomi 5. Mendorong perpindahan dan penempatan transmigrasi yang terarah, tertib, teratur, dan serasi untuk mengurangi tekanan kependud ukan daerah asal dan memenuhi kebutuhan SDM di kawasan transmigrasi Sasaran : 1. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembangunan transmigrasi 2. Tersedianya lahan untuk pembangunan kawasan transmigrasi 3. Tersedianya rencana pembangunan kawasan transmigrasi dan rencana penataan persebaran penduduk di kawasan transmigrasi 4. Termanfaatkannya dan terkelolanya sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui pembangunan kawasan transmigrasi dalam bentuk WPT atau LPT yang layak 5. Terwujudnya persebaranpenduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan 1. Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh, 2. Pengembangan Wilayah Tertinggal, dan 3. Pengembangan Wilayah Perbatasan Pengembangan Wilayah strategis dan cepat tumbuh meliputi diimplementasikan di daerah strategis dan cepat tumbuh yang tersebar di 31 provinsi Pengembangan Wilayah tertinggal diimplementasikan di daerah tertinggal yang tersebar di 23 provinsi Pengembangan Wilayah perbatasan diimplementasikan di daerah perbatasan yang tersebar di 7 provinsi Untuk jenis transmigrasi TU, sumber pembiayaan dari APBN dan/atau APBD. (Ps 7 (1) UU 29 tahun 2009) Untuk jenis transmigrasi TSB sumber pembiayaan berasal dari APBN dan/atau APBD dengan mengikutsertakan Badan Usaha sebagai mitra usaha transmigran (Ps 8 (1) UU 29 tahun 2009) Untuk jenis transmigrasi TSM, sumber pembiayaan berasal dari transmigran yang bersangkutan baik bekerja sama atau tidak bekerja sama dengan badan usaha.
Lampiran _14/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Kelembagaan Target dan Pencapaian
NAMA PROGRAM
LOKASI
PENCAPAIAN II 2010
Program Penyiapan Permukiman dan di daerah strategis dan cepat tumbuh Penempatan Transmigrasi Baru Wilayah yang tersebar di 31 provinsi Strategis dan Cepat Tumbuh Program Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi Baru Wilayah Tertinggal Program Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi Baru Wilayah Perbatasan
2011*
2012
2013
2014
di daerah tertinggal yang tersebar di 23 provinsi
4,885
di daerah perbatasan yang tersebar di 7 provinsi
1,314
2,301
Lampiran _15/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 3 KAJIAN DOKUMEN KEBIJAKAN
RPJPN
Visi
Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk 81 mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Pemenuhan perumahan beserta prasarana 82 dan sarana pendukungnya diarahkan pada: (1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;; (2) penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan;; (3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Sasaran 1. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, 85 berbudaya, dan beradab 2. Terwujudnya bangsa yang berdaya saing
KSNPP
KSNPP Kota
Setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi Pengembangan permukiman yang layak huni, 84 kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. pada lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat yang berjatidiri, mandiri, dan 83 produktif.
93
1. Terwujudnya keswadayaan masyarakat. 2. Terbangunnya lembaga-lembaga penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang dapat menerapkan prinsip-
1. Terlaksananya pembangunan perkotaan yang terdesentralisir, efisien dan efektif, dilandasi tata pemerintahan yang baik untuk 96 meningkatkan kinerja kota;;
81
UU RI No 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025. Hal. 43. Ibid. Hal. 69. Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah no. 217/KPTS/M/2002 tentang KSNPP. Hal 4. 84 Kepmen PU No. 494/PRT/M/2005 tentang KSNP Kota. Hal. 20. 85 UU RI No 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025. Hal. 39. 82 83
Lampiran _16/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Isu
94
untuk mencapai masyarakat yang lebih prinsip tata pemerintahan yang baik. 86 makmur dan sejahtera 3. Terdorongnya pertumbuhan wilayah dan 3. Terwujudnya Indonesia yang demokratis, keserasian lingkungan antar wilayah melalui 87 berlandaskan hukum dan berkeadilan. penyelenggaraan perumahan dan 95 4. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi permukiman yang berkelanjutan. seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman baik 88 dari dalam negeri maupun luar negeri. 5. Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. - Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa 89 permukiman kumuh. 6. Terwujudnya Indonesia yang asri dan 90 lestari. 7. Terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan 91 berbasiskan kepentingan nasional. 8. Terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat dalam pergaulan dunia 92 internasional 103 1. Suplai perumahan yang belum mampu 1. Isu kesenjangan pelayanan Isu kesenjangan pelayanan muncul karena memenuhi sisi permintaan;; dukungan prasarana air minum dan persampahan yang terbatasnya peluang untuk memperoleh
2. Terciptanya pola pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui pola pemanfaatan, perlindungan, dan pelestarian sumber daya alam secara bertanggung jawab dan berhati- 97 hati;; 3. Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif meliputi pengembangan ekonomi lokal, penyediaan lapangan kerja yang layak, akses pada kepemilikan dan penggunaan lahan, perumahan, pelayanan dasar, modal/sumber 98 pendanaan secara adil dan merata;; 4. Terwujudnya pola-pola pengembangan dan penanganan masalah sosial budaya secara 99 partisipatif oleh seluruh stakeholder;; 5. Terciptanya program pembangunan perkotaan yang terpadu dan sinergis antara pusat dan 100 daerah dengan mengacu pada fungsi kota
106
1. Urbanisasi, Penyediaan perumahan dan permukiman baik bagi pendatang baru maupun penduduk
93
Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah no. 217/KPTS/M/2002 tentang KSNPP. Hal 6. Ibid.Hal. 19. 86 Ibid. 87 Ibid. 88 Ibid. 89 Ibid. Hal. 40. 90 Ibid. 91 Ibid. 92 Ibid. 94 Ibid. 95 Ibid.Hal 7. 97 Ibid. 98 Ibid. 99 Ibid. 100 Ibid. 96
Lampiran _17/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
perlu ditingkatkan jangkauan pelayanan dan kesempatan berperan di 101 pelayanannya. bidang perumahan dan permukiman, 2. Reformasi inter-sektoral secara khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. komprehensif, penyempurnaan pola subsidi, 104 pengembangan insentif perpajakan, 2. Isu lingkungan perkuatan keswadayaan masyarakat melalui Isu lingkungan pada kawasan perumahan 102 dan permukiman umumnya muncul karena kredit mikro. dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali. 105 3. Isu manajemen pembangunan Isu manajemen pembangunan muncul umumnya karena dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk perumahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan.
lama namun belum memperoleh perumahan dan permukiman yang memadai dan memenuhi syarat;; 107 2. Kemiskinan di Perkotaan Akses pada perumahan permukiman yang layak dan terjangkau;; 108 3. Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan Masalah yang terkait dengan kualitas lingkungan hidup dan pada akhirnya kualitas hidup masyarakat kota, meliputi aspek fisik seperti kualitas udara, air, tanah;; kondisi lingkungan perumahannya seperti kekumuhan, kepadatan yang tinggi, lokasi yang tidak memadai serta kualitas dan keselamatan bangunannya;; ketersediaan sarana dan prasarana serta pelayanan kota lainnya;; aspek sosial budaya dan ekonomi seperti kesenjangan dan ketimpangan kondisi antar golongan atau antar warga, tidak tersedianya wahana atau tempat untuk menyalurkan kebutuhankebutuhan sosial budaya, seperti untuk berinteraksi dan mengejawantahkan aspirasi-aspirasi sosial budayanya;; serta jaminan perlindungan hukum dan keamanan dalam melaksanakan kehidupannya. diperlukan untuk membangun
103
Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah no. 217/KPTS/M/2002 tentang KSNPP. Hal 12. Kepmen PU No. 494/PRT/M/2005 tentang KSNP Kota. Hal. 10. 101 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025, hal. 12. “Dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga tahun 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit sehingga kebutuhan rumah per tahun diperkirakan mencapai 1,2 juta unit. Data tahun 2004 mencatat bahwa sebanyak 4,3 juta jumlah rumah tangga belum memiliki rumah. Penyediaan air minum juga tidak mengalami kemajuan yang berarti. Berdasarkan Data Statistik Perumahan dan Permukiman Tahun 2004, jumlah penduduk (perkotaan dan pedesaan) yang mendapatkan akses pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 18,3 persen, hanya sedikit meningkat dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya (14,7 persen). Demikian juga halnya dengan penanganan persampahan di kawasan perkotaan dan perdesaan baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa, sedangkan cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.” 102 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025, hal. 27. “Tantangan yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, adalah (a) melakukan reformasi secara serentak, khususnya yang berkaitan dengan perpajakan, retribusi/biaya perizinan daerah, pertanahan dan tata ruang, sebagai upaya untuk menekan dan mengurangi harga rumah sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. (b) menyempurnakan pola subsidi sektor perumahan yang tepat sasaran, transparan, akuntabel, dan pasti, khususnya subsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah. (c) mendorong adanya insentif perpajakan kepada dunia usaha agar berpartisipasi secara langsung dalam penyediaan perumahan. dan (d) melakukan penguatan swadaya masyarakat dalam pembangunan rumah melalui pemberian fasilitas kredit mikro perumahan, fasilitasi untuk pemberdayaan masyarakat, dan bantuan teknis kepada kelompok masyarakat yang berswadaya dalam pembangunan rumah. Dengan demikian, penyediaan perumahan dapat diselenggarakan dengan tidak hanya mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat, melainkan juga melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.” 104 Ibid.Hal 13. 105 Ibid. 107 Ibid. Hal 12. 108 Ibid. 106
Lampiran _18/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Strategi Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial. Kerja sama dengan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana diarahkan untuk (a) menyediakan sarana dan prasarana transportasi untuk pelayanan distribusi komoditi perdagangan dan industri serta pergerakan penumpang dan barang, baik dalam lingkup nasional maupun internasional;; (b) menghilangkan kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan serta efektivitas dan efisiensi tenaga listrik;; (c) meningkatkan teledensitas pelayanan telematika masyarakat pengguna jasa;; dan (d) memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. 110 Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada (1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;; (2) penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu
1. Pengembangan peraturan perundang- undangan dan pemantapan kelembagaan dibidang perumahan dan permukiman serta fasilitasi pelaksanaan penataan ruang kawasan permukiman yang transparan dan 112 partisipatif. 2. Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan menitikberatkan kepada masyarakat miskin dan berpendapatan 113 rendah.
fasilitas dan infrastruktur umum di kawasannya. Permasalahan utama prasarana dan sarana perkotaan (PSP) termasuk perumahan adalah tidak memadainya penyediaan dibandingkan dengan kebutuhan. 4. Kapasitas Daerah dalam Pengembangan 109 dan Pengelolaan Perkotaan Pemerintah Daerah ditantang untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Pengembangan permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. 1. PengembanganPerumahan dan Permukiman yang Layak Huni dan 115 Terjangkau 2. PengembanganProses- ProsesPendanaandanPenyediaanTanah bagiPembangunanPermukimanyangPartisipat 116 if
109
Ibid.Hal 13. UU RI No 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025. hal. 54. Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Op. cit., Hal 21. 113 Ibid. Hal 25. 110 112
Lampiran _19/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan;; dan (3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan 111 lingkungan hidup.
3. Perwujudan kondisi lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan 114 berkelanjutan.
115
Kepmen PU. Op. cit., Hal. 25. Ibid. Hal. 26. UU RI No 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025. hal. 69. 114 Ibid.Hal 31. 116 111
Lampiran _20/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 4 PRAKTIK UNGGULAN PERKOTAAN Lingkup Tapak & PSU REGULASI
Penyediaan Lahan Perizinan
Lokasi
Tahun
Rekomendasi
Lembaga yang Diharapkan Berperan
Permukiman baru dan permukiman Aceh, Nias kembali merujuk pengukuran tapak yang disepakati bersama antara masyarakat dan instansi terkait;; Pembangunan rumah baru atau DIYogyakarta perbaikan dikelola melalui “kantor pelayanan satu atap”
2005-2009
Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota;; BPN;; BNPB jika lokasi terdampak bencana;;
Metode ini patut dikembangkan 1. di setiap daerah, khususnya yang terdampak bencana, karena 2. menguntungkan bagi MBM dan 3. MBR di perkotaan maupun perdesaan karena (i)waktu pengurusan singkat (ii)administrasi sederhana, (iii)biaya murah;;
2005-2009
Best Practise & Lesson Learnt
Penyediaan Lahan
FINANSIAL
Harga Lahan Pengukuran luasan tapak dan yang perencanaan PSU melibatkan Terjangkau masyarakat;;
Aceh, Nias
TEKNIS
Penyediaan Lahan
1. Luasan lahan khususnya untuk Tipe 36m2 memadai bagi MBR dari aspek biaya;;
Aceh, Nias (2005- 117 2009) DIYogyakarta 118 (2006)
Nilai Strategis Lokasi
2. Bakal lokasi perumahan bagi MBR adalah daerah bebas bencana, mengingat keterbatasan MBR &
KELEMBAGAAN
2006
Penetapan harga yang memadai dan terjangkau bagi MBR haruslah merujuk kapasitas sosial-ekonomi MBR di wilayah setempat;; 1. Perlu kajian luasan lahan minimum yang (i)aman secara lingkungan/bebas bencana, (ii)mudah aksesnya untuk keperluan logistik pembangunan perumahan, (iii)harganya terjangkau bagi MBR;; 2. Kehati-hatian dan kecermatan (i)pelaku perumahan, (ii)pemerintah daerah, dan(iii)kebijakan pemerintah pusat adalah kunci bagi penyediaan perumahan MBR serta keberlanjutan program;;
1. Badan Pertanahan Nasional (BPN);; 2. Pemerintah Daerah;; 3. Tetua Adat;; 1. Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota;; 2. Tetua Adat;; Kemenpera, Kementerian PU;; BNPB APERSI, REI;; Perguruan tinggi & lembaga penelitian tentang perumahan;;
117 118
Asian Development Bank. 2010. ETESP Housing Sector World Bank. 2011. Java Reconstruction Fund
Lampiran _21/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
(Mitigasi Bencana) PSU
masyarakat miskin dalam pengadaan antisipasi bencana secara swadaya;; 3. Mutu konstruksi perumahan serta prasaran dan sarana umum merupakan dukungan utama bagi keberlanjutan perumahan dan kawasan permukiman bagi MBR:
Lingkup Bangunan Perumahan
REGULASI
Harga bangunan rumah
KELEMBAGAAN
Harga bangunan rumah
FINANCIAL TEKNIS
Lokasi
Best Practise & Lesson Learnt Biaya pembangunan rumah ditentukan merujuk ketentuan pemerintah setempat setelah mendapatkan masukan dari masyarakat melalui temu warga dan 119 mengedepankan kearian lokal ;;
Biaya pembangunan rumah ditentukan merujuk ketentuan pemerintah setempat setelah mendapatkan masukan dari masyarakat melalui temu warga dan 120 mengedepankan kearian lokal ;; Alokasi dana Perencanaan PSU dan desain rumah perumahan & permukiman melibatkan 121 masyarakat ;; Teknologi 1. Tipe 36m2 sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah cenderung berorientasi pada luas bangunan dan ketersediaan bahan yang biasa digunakan;; Material 2. Bahan bangunan yang biasa digunakan dan tersedia pun masih bergantung pada pasokan yang dapat berdampak pada: (i)keterlambatan pembangunan;; (ii)penggunaan material seadanya;; (iii)mutu bangunan rumah secara
Tahun
Rekomendasi
Aceh, Nias
2005-2009
Pemerintah perlu memantau dan menjaga harga-harga bahan bangunan, terutama pada saat inflasi karena situasi global atau bencana;;
Penetapan harga bangunan tiap daerah merujuk (i)kemampuan masyarakat, (ii)ketersediaan pasokan lokal, (iii)desain
Bantul, DIY
2006
Desain rumah dan fasilitas terkait merujuk kapasitas sosial-ekonomi MBR;; Kajian teknis atas bangunan rumah bagi MBR perlu mempertimbangkan: (i)jenis bahan bangunan yang ramah lingkungan, dan (ii)teknologi tepat guna yang berorientasi kearifan lokal;;
Lembaga yang Diharapkan Berperan 1. Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota;; 2. Kemenpera, Kementerian Perdangangan;; 3. BNPB;;
Kemenpera;; Pemerintah Pusat;; Pemerintah Kabupaten/Kota;; Pelaku perumahan;; Kementerian Lingkungan Hidup;; Perguruan tinggi & lembaga penelitian;;
119
Asian Development Bank. 2010. ETESP Housing Sector, Japan Fund for Poverty Reduction: Seismically Upgrading Housing in Aceh and North Sumatera (JFPR –SUHA) 9074-INO. Ibid. 121 Anonim. 2006. Bale Daya, Housing Resource Center-Yogyakarta. 120
Lampiran _22/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
keseluruhan;;
Daya Beli REGULASI
Sistem Pembiayaan
Jenis Pembiayaan
KELEMBAGAAN
Pembiayaan Komunitas
Pembiayaan Formal
Best Practise & Lesson Learnt
Lokasi
Tahun
Rekomendasi
1. Lembaga internasional (NGO), pemerintah dan projek bilateral yang tergabung dalam Multi Donor Fund (MDF) mendorong percepatan pembangunan dan perbaikan rumah pasca bencana 80-100 ribu unit di Aceh dan sekitar 13.500 unit di Nias melalui pemberdayaan masyarakat;; 2. Kerja sama ini mampu membangun 5000an unit rumah baru dan memperbaiki 8.500-an unit baik di perkotaan maupun perdesaan melalui Dana Hibah (grant) untuk infrastruktur 3. Dana hibah dialokasikan untuk pengadaan lahan perumahan, konstruksi, infrastruktur;; KPR non-bersubsidi masih mendominasi produk perbankan untuk melayani pasar perumahan;; Belum ada pilihan lain bagi MBR selain KPR bersubsidi dan produk layanan shadow-banking;; Pengembangan dana hibah bergulir (revolving fund) melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk keperluan pembangunan atau perbaikan rumah di kampung perkotaan dan perdesaan di bawah pengawasan Pemerintah Provinsi 124 dan Kabupaten/Kota ;; Bank BTN selaku bank pemerintah yang ditunjuk untuk memperlopori
Aceh, Nias
2005- 2009;;
Khususnya di Pulau Jawa;;
2010-2011 Pemerintah perlu mendorong bank 1. Bank Indonesia;; sentral selaku regulator dan pelaku 2. Kemenkeu & perbankan lainnya untuk memberikan Kemenpera;; layanan produk sesuai kebutuhan 3. Pelaku perbankan masyarakat;; nasional;;
Bengkulu
2003
Pemanfaatan dana begulir melalui KSM (RoSCA) perlu dikembangkan pada kelompok masyarakat di perkotaan maupun perdesaan;;
1. Kemendagri, Kemenkeu & Kemenpera;; 2. Pemerintah Daerah;; 3. LSM lokal;;
Se-Indonesia
Mulai Oktober
Penetapan Suku Bunga Dasar Pinjaman (base lending rate) oleh
1. Bank Indonesia;; 2. Kemenkeu &
Perlu tindak lanjut dan pengembangan pola serupa, khususnya terkait alokasi dana hibah atau pinjaman dari Lembaga Donor (ADB dan WB) untuk rehabilitasi- 122123 rekonstruksi pasca bencana ;;
Lembaga yang Diharapkan Berperan 1. Kemendagri, Kemen PU, Kemenpera;; 2. Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota;; 3. Tetua Adat;;
122
World Bank, 2010, Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction, http://web.worldbank.org/.... Asian Development Bank, 2010, ETESP Housing Sector.www.adb.org/Documents/Books/Complaint-Handling-Rehabilitation/default.asp. 124 World Bank-CGAP, 2004, Bengkulu Regional Development Project. 123
Lampiran _23/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
FINANCIAL
Sistem Pembiayaan
Jenis Pembiayaan
program FLPP senantiasa mengingatkan bahwa aspek subsidi, inflasi serta cost of fund adalah sakling terkait dan menentukan 125 besaran bunga ;; Bank besar (skala nasional) dengan mudah mengelola arus tunai keuangannya karena didukung jumlah kantor cabang atau unit-kas yang memadai seperti yang dilakukan BRI melalui BRI-Unit Desa yang tersebar di seluruh pelosok 127 Indonesia Bank BRI memberdayakan tabungan terkait pinjaman (forced saving) dan tabungan beku (blocked saving) guna mendukung pembiayaan perbaikan 128 perumahan bagi MBR dan MBM ;; Bank swasta nasional yang kemudian melakukan hal seruapa antara lain: (1) Bank Danamon melalui Danamon Simpan Pinjam (DSP);; (2) Bank CIMB Niaga melalui “Mikro”;;
2010
pemerintah dengan mempertimbangkan harga dana jangka panjang merupakan kunci 126 keberhasilan FLPP ;;
Kemenpera;; 3. Pelaku perbankan nasional;;
Se-Indonesia
2001
Bank komersial berpeluang menjangkau MBM dan MBR di pelosok jika jumlah unit kerja di daerah cukup memadai;;Sistem chanelling (penerusan) merupakan pilihan kerja sama antara bank besar dan bank kecil/LKM;;
1. Bank BUMN & swasta nasional;; 2. BPR & BPRS, Koperasi, BMT, LKPD dan LKM lainnya;;
Lombok-NTB
2001
Strategi yang ditempuh BRI mampu menjawab pertanyaan “Is Microfinance an Effective Strategy to Reach the MDGs?”
1. Bank BUMN & swasta nasional;; BPR & BPRS, Koperasi, BMT, LKPD dan LKM lainnya;; 2. Pemerintah daerah;;
125
World Bank-CGAP, 2000, Occasional Paper No.2: Cost Allocation for Multi-service Microfinance Institution: inflation and subsidize adjustment (p.18) 28pp. World Bank-CGAP, 1999, Definition of Selected Financial Terms, Ratios, and Adjustments for Microfinance, chapter III: Adjustment p.20-25, 25pp. World Bank-CGAP, 2002 November, Occasional Paper No.4: the Rush Regulate, the BPRs and Bank Rakyat Indonesia: “a large bank will find it easier to move cash to branches & part of Unit Desas’ success during the crisis stemmed” (p.13) 24pp. 128 World Bank-CGAP, 2002 December, Donor Brief No.9, Microfinance and the Millennium Development Goals, 2pp. 126 127
Lampiran _24/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
PERDESAAN Lingkup Tapak & PSU REGULASI
Lokasi
Best Practise & Lesson Learnt
Tahun
Rekomendasi
Lembaga yang Diharapkan Berperan
Metode ini patut dikembangkan di setiap daerah, khususnya yang terdampak bencana, karena menguntungkan bagi MBM dan MBR di perkotaan maupun perdesaan karena (i)waktu pengurusan singkat (ii)administrasi sederhana, (iii)biaya murah;; Program beroperasi di 51 kabupaten dan 186 kecamatan di 10 provinsi Bengkulu,Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Lampung, Maluku, Maluku- Utara, Aceh, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, NTT.
1. Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota;; 2. BPN;; 3. BNPB jika lokasi terdampak bencana;;
Perlu menerapkan “sistem manajemen lahan” pada tingkat kabupaten guna 130 mendorong prodiktivitas pertanian ;;
Kementerian Pertanian & Kemendagri;; Pemerintah Daerah;;
Penyediaan Lahan
Permukiman baru dan permukiman Aceh, Nias kembali merujuk pengukuran tapak yang disepakati bersama antara masyarakat dan instansi terkait;;
2005-2009
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK),menyelaraskan prosedur perencanaan secara bottom-up dengan pemerintah kabupaten yang baru saja diberdayakan Pembangunan rumah baru atau perbaikan dikelola melalui “kantor pelayanan satu atap”
Sejak 2005
DIYogyakar ta
2006
Aceh, 129 Sumater a Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara
Sejak2009
Perizinan
KELEMBAGAAN
Penyediaan Lahan
FINANCIAL
Harga Lahan yang Terjangkau
Peningkatan investasi pada bidang prasarana, pengadaan pelayanan dasar dan peningkatan kapasitas kelembagaan mendorong laju kebutuhan lahan;; Perdesaan merupakan wilayah terdampak, bahkan terdsak berbagai aktivitas perekonomian perkotaan dan/atau industri;;
Kemendagri, Kementerian Pertanian;;
Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota;; BPN;; BNPB jika lokasi terdampak bencana;; Perlu keselarsan antar program, seperti 1. Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Pertanian & Tertinggal dan Khusus (P2DTK), PNPM Kemendagri;; Perdesaan, PNPM-Mandiri Lingkungan 2. Kementerian agar perbaikan permukiman dan PSU di Lingkungan Hidup;; perdesaan optimal dan tetap menjaga 3. Pemerintah keseimbangan lingkungan;; Daerah;;
129 130
http://web.worldbank.org/....www.pnpm-mandiri.org.id/.... World Bank, 2006, Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Ikhtisar. H. xxxii-xxxviii.
Lampiran _25/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat Penyediaan Lahan
1. Luasan lahan khususnya untuk Tipe 36m2 memadai bagi MBR dari aspek biaya;;
TEKNIS
Aceh, Nias (2005- 131 2009) DIYogyakar 132 ta (2006)
Nilai Strategis 2. Bakal lokasi perumahan bagi Lokasi MBR adalah daerah bebas (Mitigasi bencana, mengingat Bencana) keterbatasan MBR & masyarakat miskin dalam antisipasi bencana secara swadaya;; PSU 3. Mutu konstruksi perumahan serta prasaran dan sarana umum merupakan dukungan utama bagi keberlanjutan perumahan dan kawasan permukiman bagi MBR:
Kemenpera, Kementerian PU;; BNPB APERSI, REI;; Perguruan tinggi & lembaga penelitian tentang perumahan;;
1. Perlu kajian luasan lahan minimum yang (i)aman secara lingkungan/bebas bencana, (ii)mudah aksesnya untuk logistik pembangunan perumahan, (iii)harganya terjangkau bagi MBR;; 2. Kecermatan (i)pelaku perumahan, (ii)pemerintah daerah, dan(iii)kebijakan pemerintah pusat adalah kunci bagi penyediaan perumahan MBR serta keberlanjutan program;;
Lingkup Bangunan Rumah
Best Practise & Lesson Learnt
Lokasi Aceh, Nias
2005-2009
Pemerintah perlu memantau dan menjaga harga-harga bahan bangunan, terutama pada saat inflasi karena situasi global atau bencana;;
Penetapan harga bangunan tiap daerah merujuk (i)kemampuan masyarakat, (ii)ketersediaan pasokan lokal, (iii)desain
REGULASI
Harga bangunan rumah
Biaya pembangunan rumah ditentukan merujuk ketentuan pemerintah setempat setelah mendapatkan masukan dari masyarakat melalui temu warga dan 133 mengedepankan kearian lokal ;;
KELEMBAGAAN
Harga bangunan rumah
Biaya pembangunan rumah merujuk pemerintah setempat dan masukan dari masyarakat dengan 134 mengedepankan kearian lokal ;;
Tahun
Rekomendasi
Lembaga yang Diharapkan Berperan 1. Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota;; 2. Kemenpera, Kementerian Perdangangan;; 3. BNPB;;
131
Asian Development Bank, 2010. ETESP Housing Sector World Bank, 2011,. Java Reconstruction Fund Asian Development Bank. 2010. ETESP Housing Sector, Japan Fund for Poverty Reduction: Seismically Upgrading Housing in Aceh and North Sumatera (JFPR –SUHA) 9074-INO. 134 Ibid. 132 133
Lampiran _26/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
FINANCIAL TEKNIS
Biaya pembangunan rumah ditentukan berdasarkan ketentuan HFH dengan kelompok masyarakat dengan ketentuan rumah layak huni 135 yang terjangkau.
Yogyakarta , Sleman, Kulon Progo, Bantul
1999-2007
Alokasi Perencanaan PSU dan desain dana rumah & permukiman melibatkan 136 perumahan masyarakat ;; Teknologi 1. Tipe 36m2 sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah cenderung berorientasi pada luas bangunan dan ketersediaan bahan yang biasa digunakan;;
Bantul, DIY
2006
2. Program Construction Tools Mobil Unit (mesin mixer beton, gerobak, pemotong besi, gergaji listrik dsbnya) yang dipinjamkan ke masyarakat korban gempa (500 137 KK) Bahan bangunan yang biasa digunakan dan tersedia pun masih bergantung pada pasokan yang dapat berdampak pada: (i)keterlambatan pembangunan;;(ii)penggunaan material seadanya;;(iii)mutu bangunan rumah secara keseluruhan;;
Material
Penetapan harga bangunan tiap daerah berdasarkan (i) kemampuan masyarakat, (ii) ketersediaan material lokal, (iii) desain, (iv) partisipasi waktu & tenaga masyarakat dalam pembangunan rumah kelompoknya. Desain rumah dan fasilitas terkait merujuk kapasitas sosial-ekonomi MBR;;
4. KSM (lKelompok Swadaya Masyarakat) 5. NGO 6. Pemerintah Kabupaten/ Kota Kemenpera;;
Kajian teknis atas bangunan rumah bagi MBR perlu mempertimbangkan: (i)jenis bahan bangunan yang ramah lingkungan, dan (ii)teknologi tepat guna yang berorientasi kearifan lokal;;
Yogyakarta
2006
Pemerintah Pusat;; Pemerintah Kabupaten/Kota;; Pelaku perumahan;; Kementerian Lingkungan Hidup;; Perguruan tinggi & lembaga penelitian;;
135
Opcit Anonim, 2006, Bale Daya, Housing Resource Center-Yogyakarta, kerja sama Kemenpera dan UN-Habitat. 137 Habitat for Humanity Indonesia – Yogyakarta, 2006, Program Construction Tools Mobil Unit, Habitat for Humanity Indonesia – Yogyakarta 136
Lampiran _27/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Daya Beli
REGULASI
Sistem Pembiayaan
Jenis Pembiayaan
KELEMBAGAAN
Best Practise & Lesson Learnt Dana hibah dialokasikan untuk pengadaan lahan perumahan, konstruksi, infrastruktur;;
Masyarakat perdesaan cenderung dilayani oleh shadow banking karena sistem dan prosedurnya sesuai kondisi sosial-ekonomi 140 perdesaan ;; 1. Pembiayaan berasal dari tabungan komunitas (minimal 12 KK sebagai prasyarat), cicilan rumah dan NGO (sumber dana dari Perguruan Tinggi, Pemerintah 141 Daerah, donor, dan swasta) 2. Pembiayaan perumahan bersifat bergulir (1 cicilan rumah untuk 1 142 rumah yang lain) 3. Tabungan bersama dengan ketentuan menabung untuk 1 rumah akan memperoleh 143 pinjaman 2 rumah. 4. Pembiayaan tersebut untuk membangun rumah&toilet 144 bersama Pembiayaan Pengembangan dana hibah Komunitas bergulir (revolving fund) melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk keperluan pembangunan atau perbaikan
Lokasi
Tahun
Aceh, Nias
2005-2009;;
Lombok- NTB & Jawa Timur;;
2002-2004
Yogyakarta, Sleman, Kulon Progo, Bantul
1999-2007
Bengkulu
2003
Rekomendasi
Lembaga yang Diharapkan Berperan
Perlu tindak lanjut dan pengembangan 1. Kemendagri, pola serupa, khususnya terkait alokasi Kemen PU, dana hibah atau pinjaman dari Lembaga Kemenpera;; Donor (ADB dan WB) untuk rehabilitasi- 2. Pemprov, 138139 rekonstruksi pasca bencana ;; Pemerintah Kabupaten/Kota;; 3. Tetua Adat;; Pemerintah perlu mendorong transparansi bank-bank umum dan BPR tentang sejauh mana dan berapa besar pembiayaan yang telah disalurkan kepada MBR & MBM di perdesaan;; Metotode ini dapat dikembangkan di 1. Pemerintah daerah lain dengan pendampingan yang Kabupaten/ Kota;; baik dan lembaga pendamping yang 2. Kemenpera;; profesional. 3. Perguruan Tinggi dan LSM Lokal 4. KSM (lKelompok Swadaya Masyarakat) 5. Swasta
Pemanfaatan dana begulir melalui KSM (RoSCA) perlu dikembangkan pada kelompok masyarakat di perkotaan maupun perdesaan;;
Kemendagri, Kemenkeu &Kemenpera;; Pemerintah Daerah;;
138
World Bank, 2010, Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction, http://web.worldbank.org/.... Asian Development Bank, 2010, ETESP Housing Sector.www.adb.org/Documents/Books/Complaint-Handling-Rehabilitation/default.asp. 140 Yayasan Pengembangan Perdesaan bekerja sama dengan Rabobank Foundation. 141 Habitat for Humanity Indonesia – Yogyakarta, 1999- Nov 2007, Program Regular: Save and Build, Habitat for Humanity Indonesia – Yogyakarta. 142 Ibid 143 Ibid 144 Ibid 139
Lampiran _28/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
FINANCIAL
rumah di kampung perkotaan dan perdesaan di bawah pengawasan Pemerintah Provinsi dan 145 Kabupaten/Kota ;; Pembiayaan Bank BTN selaku bank BUMN Formal yang ditunjuk untuk memperlopori program FLPP mengingatkan bahwa aspek subsidi, inflasi serta cost of fund adalah sakling terkait dan menentukan besaran 146 bunga ;; Sistem Bank BTN selaku bank pemerintah Pembiayaan yang ditunjuk untuk memperlopori program FLPP senantiasa mengingatkan bahwa aspek subsidi, inflasi serta cost of fund adalah sakling terkait dan menentukan 148 besaran bunga ;; Bank besar dengan mudah mengelola arus tunai keuangannya karena didukung jumlah kantor cabang/unit-kas yang memadai seperti yang dilakukan BRI melalui BRI-Unit Desa yang tersebar di 150 seluruh pelosok Indonesia Jenis Bank BRI memberdayakan Pembiayaan tabungan terkait pinjaman (forced saving) dan tabungan beku (blocked saving) guna mendukung pembiayaan perumahan bagi MBR 151 & MBM
LSM lokal;;
Se- Indonesia
Mulai Oktober 2010
Penetapan Suku Bunga Dasar Pinjaman Bank Indonesia;; (base lending rate) oleh pemerintah Kemenkeu & dengan mempertimbangkan harga dana Kemenpera;; jangka panjang merupakan kunci Pelaku perbankan 147 keberhasilan FLPP ;; nasional;;
Se- Indonesia
Mulai Oktober 2010
Penetapan Suku Bunga Dasar Pinjaman (base lending rate) oleh pemerintah dengan mempertimbangkan harga dana jangka panjang merupakan kunci 149 keberhasilan FLPP ;;
1. Bank Indonesia;; 2. Kemenkeu & Kemenpera;; 3. Pelaku perbankan nasional;;
Se- Indonesia
2001
Bank umum berpeluang menjangkau MBM dan MBR di pelosok jika jumlah unit kerja di daerah cukup memadai;; Sistem chanelling (penerusan) merupakan pilihan kerja sama antara bank besar dan bank kecil/LKM;;
1. Bank BUMN & swasta nasional;; 2. BPR & BPRS, Koperasi, BMT, LKPD dan LKM lainnya;;
Lombok- NTB
2001
Strategi yang ditempuh BRI mampu menjawab pertanyaan “Is Microfinance an Effective Strategy to Reach the MDGs?”
1. Bank BUMN & swasta nasional;; BPR & BPRS, Koperasi, BMT, LKPD dan LKM lainnya;; 2. Pemerintah daerah;;
145
World Bank-CGAP. 2004. Bengkulu Regional Development Project. World Bank-CGAP. 2000. Occasional Paper No.2: Cost Allocation for Multi-service Microfinance Institution: inflation and subsidize adjustment (p.18) 28pp. World Bank-CGAP. 1999. Definition of Selected Financial Terms, Ratios, and Adjustments for Microfinance, chapter III: Adjustment p.20-25, 25pp. 148 World Bank-CGAP. 2000. Op.cit 149 World Bank-CGAP. 1999. Op. cit., p.20-25, 25pp. 150 World Bank-CGAP. 2002 November. Occasional Paper No.4: the Rush Regulate, the BPRs and Bank Rakyat Indonesia: “a large bank will find it easier to move cash to branches & part of Unit Desas’ success during the crisis stemmed” (p.13) 24pp. 151 World Bank-CGAP. 2002 December. Donor Brief No.9, Microfinance and the Millennium Development Goals, 2pp. 146 147
Lampiran _29/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 5 KAJIAN TEORITIS KOMPONEN DAN FAKTOR PEMBENTUK PERUMAHAN Kajian teoretis ditujukan untuk memetakan unsur-unsur pembangunan perumahan sedemikian sehingga value-chain dapat diidentifikasi sebagai salah satu tahap penyelesaian supply perumahan. Komponen pembentuk rumah 152 yang dapat diidentifikasi sejauh ini mencakup lahan, daya beli, bangunan rumah, dan Prasarana Sarana Utilitas (PSU). 5.1. Lahan dan PSU153. Lahan merupakan komponen penting dalam penyediaan rumah dan faktor-kritikal produksi 154 ;; memahami isu-isu lahan merupakan kunci untuk mengembangkan solusi perumahan, khususnya bagi kaum miskin di kota. Ketiadaan akses terhadap lahan yang layak, terjamin, dan terjangkau menjadi alasan pokok kemunculan permukiman kumuh yang berkontribusi pada kemiskinan kota.155 PSU menjadi komponen yang mendukung pencapaian fungsi kelayakan huni dan pembinaan keluarga, interaksi sosial, kesejahteraan dan nilai properti. 156 Sejumlah faktor yang teridentifikasi mempengaruhi ketersediaan lahan untuk rumah meliputi ketersediaan lahan yang layak, dukungan aspek legal tata-ruang terhadap tata-guna lahan perumahan, nilai strategis lahan, harga lahan untuk perumahan, serta perizinan. Ketersediaan lahan layak. Kesesuaian lahan (land suitability) untuk perumahan merupakan tahap awal yang mendahului tahap kematangan lahan untuk perumahan. Variabel kemiringan lereng , kepekaan terhadap erosi, dan intensitas hujan menentukan skor lokasi untuk permukiman 157 ;; ketidakmampuan variabel-variabel tersebut untuk memenuhi nilai peruntukan permukiman akan mereduksi lahan-layak perumahan sedemikian sehingga strategi penyediaan rumah akan dideterminasi kondisi yang terbatas tersebut. Dukungan aspek legal tata ruang terhadap tata guna lahan perumahan. Kesesuaian lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam rencana tata ruang atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah 152
Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Lihat: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 153 Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian Lihat: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 154 Land is central to issues around housing. Without land one cannot build houses nor develop neighbourhoods and cities. Economists consider land one of the critical factors of production next to labour and capital Lihat: A Practical Guide For Conducting: Housing Profiles, 2010,(Un-Habitat), h-51 155 “Tanpa lahan, tidak mungkin ada perumahan. Dan tanpa melihat isu-isu lahan, tidak ada solusi permasalahan perumahan untuk kaum miskin di kota. Tidak adanya akses terhadap lahan yang layak, terjamin dan terjangkau adalah alasan utama mengapa terdapat banyak sekali permukiman kumuh yang berkontribusi pada kemiskinan kota.” Lihat: Panduan Ringkas Untuk Pembuat Kebijakan 3 - Lahan, 2008, United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) & United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat) 156 The supply and availability of basic urban infrastructure has a direct impact and influence positively the supply of housing. Infrastructure provision is the most important driving force behind city growth and expansion of residential areas. Investments in infrastructure tend to produce wealth through land and property valuation Lihat: A Practical Guide For Conducting: Housing Profiles, 2010,(Un-Habitat), H-55 157 Total skor untuk permukiman ialah > 125 (lereng < 8%) Lihat: Perhitungan skor lokasi untuk peruntukan lahan berdasar SK Menteri Pertanian No 837/KPTS/M/1980.
Lampiran _30/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
setempat (land policies). Maka pelaksanaan kebijakan dan regulasi kesesuaian lahan dengan tata ruang di level pemerintah daerah harus dikendalikan. Nilai stategis lahan (terhadap bencana). Fakta kebencanaan di Indonesia menyebabkan permukiman (perkotaan dan perdesaan) selalu berada dalam salah satu siklus kebencanaan158 yang berimplikasi pada manajemen dan arah pembangunan yang khusus;; rumah rusak akibat bencana juga menjadi variabel dalam perhitungan backlog perumahan. Nilai strategis lahan terhadap bencana (mitigasi bencana) dalam konteks kebencanaan akan menginternalisasi prinsip, misalnya build back better pada tahap rekonstruksi159, yang tentu berimplikasi pada tata-ruang permukiman dan keberlanjutan penyediaan, penghunian, dan pemeliharaan perumahan. Harga lahan untuk perumahan. Harga lahan yang melambung tinggi dan tidak dapat dikontrol, serta spekulasi lahan akan mempengaruhi peluang untuk memperoleh/memiliki lahan. Sejumlah faktor yang mempengaruhi harga lahan ialah lokasi, nilai tanah, status tanah, pengembangan kawasan (semakin lengkap utilitas yang ada, semakin tinggi harga tanah), topografi, peruntukan lahan, serta biaya yang dibutuhkan dalam proses perijinan. 5.2. Daya Beli. Sejumlah hal yang teridentifikasi sebagai faktor penentu daya beli target-group terhadap rumah mencakup pola konsumsi, ketersediaan alokasi dana untuk rumah, sistem pembiayaan perumahan. Pola Konsumsi dan Alokasi Dana untuk Perumahan. Prioritas pembelanjaan produk dan kebutuhan dapat tercermin dari pola konsumsi. Pola konsumsi ini dipengaruhi oleh (i) pola penghasilan dan pengeluaran serta (ii) inflasi;; pada kasus tertentu, alokasi dana untuk perumahan harus berkompetisi dengan pembiayaan infrastruktur lainnya (misal dalam kasus banjir dan rob). Inflasi yang terlalu tinggi dan fluktuatif bisa mengganggu pola konsumsi masyarakat sehingga berpengaruh pada besarnya saving yang yang bisa didapatkan oleh masyarakat. Bila laju inflasi tidak dikendalikan, maka dengan kenaikan penghasilan masyarakat yang tidak signifikan, bisa menyebabkan potensi kredit macet pada perkreditan perumahan. Studi menyarankan nilai 30%160 sebagai proporsi yang harus dialokasikan olah sembarang target-group agar mampu menjangkau harga perumahan.161 Paktiknya, nilai 30% tersebut mendapat tambahan kriteria keteraturan pengangsuran sedemikian sehingga target-group yang non-bankable kerap terkendala. Sistem Pembiayaan Perumahan. Berdasar keberadaan profil target-group yang bankable dan non-bankable, yang secara empiris hidup di Indonesia, maka sistem pembiayaan perumahan hendaknya menyediakan skema yang sesuai karakteristik tersebut. Upaya 158
Siklus bencana: tanggap darurat, rehabilitasi-rekonstruksi, kesiapsiagaan Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (Perka BNPB 17/2010) 160 United Nations Human Settlements Programme dan United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific, 2008, Panduan Ringkas untuk Pembuat Kebijakan, hal 8, Thailand: United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) 161 Publikasi riset pada tahun 1990 menunjukkan bahwa kelompok penghasilan terrendah justru menjadi kelompok yang paling banyak mengalokasikan dana untuk rumah, yakni 26%. jumlah ini hampir setara dengan proporsi yang dialokasikan oleh kelompok berpendapatan tinggi. Lihat: Armida S. ALISJAHBANA, “Effective Housing Demand”, Raymond J STRUYK, Michael L. HOFFMAND, Harold M. KATSURA, 1990, The Market for Shelter in Indonesian Cities, hal 257, Washington, D. C. : The Urban Institute 159
Lampiran _31/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
yang telah dilakukan pada kelompok bankable mencakup tabungan perumahan162, subsidi uang muka, subsidi selisih bunga, kredit konstruksi. Skema formal tersebut melibatkan Bank, Lembaga Keuangan non-Bank (LKnB), serta lembaga penjamin.
5.3. Bangunan Rumah. Faktor yang teridentifikasi mempengaruhi penyediaan komponen bangunan rumah mencakup ketersediaan material, teknologi pembangunan rumah,163 serta desain dan standardisasi rumah.UN-Habitat mendefinisikan hunian yang memadai (adequate shelter) sebagai hunian yang minimum memiliki karakteristik sebagai berikut: 164 privasi, ruang (space) yang memadai, aksesibiltas fisikal, keamanan, jaminan kepemilikan (security of tenure), stabilitas dan durabilitas struktural, kecukupan pencahayaan, pemanas, dan ventilasi, dukungan infrastruktur-dasar (air, sanitasi, dan manajemen limbah), lingkungan dan faktor-terkait-kesehatan yang berkualitas, aksesibilitas lokasi ke tempat kerja dan fasilitas dasar, keterjangkauan biaya untuk mewujudkan kritera- kriteria tersebut di atas. Ketersediaan material. Permasalahan material rumah adalah ketersediaan bahan material yang murah, dan ketersediaan bahan material lokal yang diproduksi massal. Komponen material bangunan menempati persentase terbesar kedua dari harga rumah;; produksi material secara domestik akan sangat membantu stabilitas harga, suplai, dan jasa konstruksi dalam negeri. 165 Sebuah katalog mengenai material bangunan yang dapat diimplementasikan secara luas di Negara Ketiga dipublikasikan oleh Habitat for Humanity, lembaga non-Pemerintah yang bergerak di pembangunan perumahan;; unsur lokalitas, teknologi tepat guna, orientasi praktis (how to) menjadi pesan utama publikasi ini secara substantif.166 Teknologi Pembangunan Rumah. Eksistensi teknologi pembangunan rumah di Indonesia telah merespon kondisi kebencanaan (penerapan building code atau spesifikasi terkait bencana), tuntutan kecepatan membangun, efisiensi, dan penyerapan tenaga kerja, keterkaitan dengan perkembangan ekonomi penghuni (melalui skema Rumah Inti Tumbuh, RIT), serta kebutuhan estetika dan kesehatan penghunian (melalui modular). 162
Merupakan konsep dari undang-undang yang sedang disusun oleh pemerintah. Terdiri dari tabungan sukarela dan tabungan wajib. PNS, TNI/POLRI, Karyawan swasta berpenghasilan tetap, karyawan BUMN/D wajib membayar iuran tabungan perumahan. Dana yang terkumpul tersebut kemudian dikelola dan hanya dapat diinvestasikan pada lembaga keuangan, saham yang diperdagangkan di pasar modal, dan instrumen keuangan resmi lainnya. Manfaat tabungan perumahan adalah untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi nasabah untuk pembelian, pembangunan dan perbaikan rumah. 163 “The availability and supply of building materials, the use of construction techniques and building knowledge (within the framework of building codes and standards), affect housing production costs and the overall housing supply.” A Practical Guide For Conducting: Housing Profiles, 2010,(Un-Habitat), H-58 164 UN-Habitat, 2005, ibid., hal 163. 165 “Oleh karena itu diusahakan pemilihan material bangunan dengan memanfaatkan bahan bangunan produksi dalam negeri. Di negara kita, bahan bangunan masih tergantung dengan produksi luar negeri. Meskipun bahan tersebut sudah dibuat di dalam negeri, tetapi masih ada komponen pembuatnya yang diimport. Harga bahan bangunan juga belum stabil tergantung dengan kondisi perekonomian negara. Seperti pada waktu terjadi krisis ekonomi pada tahnn 1997, harga bahan bangunan rata-rata naik harnpir 30%. Semakin maju perindustrian negara kita, maka semua bahan bangunan dapat diproduksi di dalam negeri. Terlebih lagi negara kita kaya dengan bahan-bahan alam yang dapat dimanfaatkan.“ Lihat: R. Lisa Suryani &Amy Marisa, 2005, Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 166 Roland STULZ dan Kiran MUKERJI, 1993, Appropriate Building Materials, edisi 3, UK: SKAT Publications & IT Publications.
Lampiran _32/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
Desain dan Standardisasi Rumah. Desain dan standardisasi akan berdampak pada biaya rumah;; hal ini secara umum menjadi masalah pada target-group berpenghasilan rendah. Sejak lama UN-Habitat menyarankan berbagai negara untuk mereformasi standardisasinya agar lebih terjangkau oleh kaum miskin167;; himbauan tersebut mencakup pula saran agar usaha skala-kecil dan kegiatan lain yang tak mengganggu kesehatan publik (public health) dapat diinkorporasikan ke dalam standardisasi rumah.168 Terdapat pula fakta yang perlu diperhatikan ialah bahwa arsitektur tradisonal Indonesia pada taraf tertentu memiliki kualitas yang tinggi melalui penyeimbangan variabel lingkungan hidup (material lokal, pengaturan waktu perolehan material/petungan), sadar bencana, kecerdasan sosial (gotong royong) sedemikian sehingga hanya perlu pengembangan lanjut agar lebih kompetitif.
167 168
UN-Habitat, 2005, Financing Urban Shelter, Hal 166, UK: Earthscan UN-Habitat, 2005, ibid., hal 166.
Lampiran _33/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 6 DAFTAR PESERTA FGD 1. Kementerian Perumahan Rakyat a. Kepala Biro Perencanaa Anggaran, Kemenpera b. Asisten Deputi (Asdep) Perencanaan Pengembangan Kawasan, Deputi Bidang Pengembangan Kawasan, Kemenpera c. Asdep Perencanaan Pembiayaan, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera d. Asdep Perencanaan Perumahan Formal, Deputi Bidang Perumahan Formal, Kemenpera e. Asdep Perencanaan Perumahan Swadaya, Deputi Bidang Perumahan Swadaya, Kemenpera 2. Kementerian/Lembaga tingkat pusat a. Direktur Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum b. Asdep Urusan Perumahan dan Permukiman, Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat c. Direktur Pesisir dan Lautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan d. Direktur Urusan Pemerintah Daerah I, up. Kepala Subdit UPD I/5 Bidang Pekerjaan Umum, Perumahan, Kependudukan dan Catatan Sipil, Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri e. Direktur Perkotaan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri f. Direktur Permukiman dan Perumahan, Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. g. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Balai Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum h. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan SDA, Balai Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum;; i. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Pertanahan Nasional j. Direktur Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Kawasan Transmigrasi, Ditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi k. Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana 3. Lembaga Profesi, Swasta, LSM 1) DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) 2) DPP Real Estate Indonesia (REI) 3) Perum Perumnas 4) Kepala Divisi Perencanaan Program dan Evaluasi Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) 5) Asosiasi Konsultan Pembangunan Permukiman Indonesia (AKPPI) Jawa Barat Lampiran _34/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
6) Direktur Forum Permukiman Jakarta (Forkimja) 7) Badan Pelestarian Pusaka Indonesia 8) Habitat For Humanity (HFH) Indonesia 9) UN-Habitat Indonesia 10) Public Information Center, World Bank Indonesia 11) Asian Development Bank, Indonesia Resident Mission 12) Bank Tabungan Negara (BTN) 13) Direktur Praksis 4. Perguruan TInggi 1) Prof. Dr. Eng. Ir. Budi Prayitno, Pusperkim UGM, Program Studi Teknik Arsitektur Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) 2) Dr. Ing Jo Santoso, Universitas Tarumanagara (Untar) 3) Evawani Elisa, PhD, Universitas Indonesia (UI) 4) Ir. M. Jehansyah Siregar, MT, PhD, KKPP, SAPPK Institut Teknologi Bandung (ITB)
Lampiran _35/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 7 PENGEMBANGAN ROADMAP Tahap 1 Tahap 2 (2005 – 2009) (2010 – 2014) menata kembali dan membangunIndonesia di 169 segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang
Tahap 3 (2015 – 2019)
Tahap 4 (2020 – 2024)
memantapkan penataan kembali 170 Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusiatermasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian
memantapkan pembangunan secara 171 menyeluruhdi berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat
mewujudkan masyarakat yang mandiri, 172 maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.
memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang
memantapkan pembangunan secara menyeluruhdi berbagai bidang
mewujudkan masyarakat yang mandiri, maju, adil, dan makmur
Phase I - Creating a Climate for 173 Change 1 membangun suatu kesadaran akan kepentingan yang mendesak (sense of urgency), 2 membentuk koalisi dalam membangun tim pelopor perubahan yang kuat (a powerful guiding coalition), 3 menciptakan suatu visi yang jelas (creating a vision), 4 mengkomunikasikan visi dalam waktu dan cara yang tepat (communicating the 176 vision). 1 Ciptakan. Mengembangkan konsep awal, 2 Masuki. Membangun kesadaran dan
Phase II - Engaging and Enabling the Whole 174 Organization 5 melakukan pemberdayaan sehingga dapat melakukan tindakan (empowering others to action the vision), 6 merencanakan suatu keberhasilan yang nyata dalam jangka pendek (creating short- 177 term wins).
Phase III - Implementing and 175 Sustaining the Change 7 melakukan konsolidasi berbagai perubahan yang nyata (consolidating improvement and producing still more change), 8 melakukan institusionalisasi suatu pendekatan baru (institutionalizing new 178 approach).
4 Ekspansi. Memperluas mitra kerja dengan strategi yang baru, 5 Optimalkan. Fokus kepada area dan
7 Evaluasi. Mempersiapkan diri pada 181 tahap pertumbuhan yang baru.
169
UU RI No. 17 tahun 2007. Op.cit. hal. 77 Ibid. Hal 79 171 Ibid. Hal 80 172 Ibid. Hal 82 173 Dan S. Cohen, 2005, The Heart of Change: Field Guide. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press 174 Ibid. 175 Ibid. 176 J.P. Kotter 1998, Leading Change: Why Transformation Efforts Fail. Harvard Business Review on Change. Boston, Harvard Business School Press 177 Ibid. 178 Ibid. 170
Lampiran _36/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
memaksimalkan dampak., 3 Stabilkan. Mengkonsolidasi stakeholders dan meningkatkan kinerja 179 .
(Derivasi Roadmap)
Arah: Pemantapan penataan-ulang aspek teknis dan kelembagaan penyelenggaraan PKP. Penahapan Umum: Pengembangan visi dan pengkomunikasian visi kepada stakeholders, Konsolidasi stakeholders untuk meningkatkan kinerja internal dan kordinasi inter-sektoral. Pentahapan Akselerasi: Pengembangan pusat data dan informasi PKP, Aktivasi pembahasan PKP di kantor Wapres, Desain platform/pedoman kolaborasi inter-sektor, Revitalisasi dan reposisi lembaga kordinasi/ pokja/BKP4N
stakeholders strategis , mengefisiensikan proses kerja, 6 Perluas. Memperluas area/proyek perintis , mitra, dan bentuk kemitraan di luar sistem 180 konvensional. Arah: Pemantapan berbagai aspek (teknis, kelembagaan, pembiayaan, dan regulasi) penyelenggaraan PKP. Penahapan Umum: Pemanfaatan pusat data dan informasi PKP sebagai mitra-kerja dalam proses perencanaan internal dan inter-sektoral. Distribusi peran stakeholders PKP yang semakin jelas seiring efektivitas kordinasi implementasi program Revisi dan pengembangan regulasi untuk meningkatkan kemampuan implementasi riil bidang PKP, Pengembangan aspek pembiayaan Public- Private Partnership dan dukungan terhadap pembiayaan swadaya. Pengembangan proyek perintis PKP di Kota- kota Besar Indonesia
Arah: Perkuatan berbagai aspek menuju sistem yang berkelanjutan. Penahapan Umum: Evaluasi pencapaian jangka panjang Konsolidasi untuk menghadapi tahap pertumbuhan mendatang.
181
Ibid. Peter Fisk, 2008, Business Genius, hal. , Jakarta: PT Elex Media Komputindo 180 Ibid. 179
Lampiran _37/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 8 MISI DAN UKURAN PENCAPAIAN RPJPN 2005-2025 MISI 39
SASARAN POKOK (SEBAGAI UKURAN PENCAPAIAN 20 TAHUN TERHADAP VISI INDONESIA YANG MAJU, MANDIRI, DAN ADIL)
ARAH PEMBANGUNAN
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut: 1.
Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
3. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing;; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan;; membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara;; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
Lampiran _38/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan 42 hukum adalah memantapkan kelembagaan Tersusunnya jaringan infrastruktur demokrasi yang lebih kokoh;; memperkuat peran 4. perhubungan yang andal dan terintegrasi satu masyarakat sipil;; memperkuat kualitas desentralisasi sama lain. Terpenuhinya pasokan tenaga dan otonomi daerah;; menjamin pengembangan listrik yang andal dan efisien sesuai media dan kebebasan media dalam kebutuhan, termasuk hampir sepenuhnya mengomunikasikan kepentingan masyarakat;; dan elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi melakukan pembenahan struktur hukum dan perdesaan dapat terpenuhi. Terselenggaranya meningkatkan budaya hukum dan menegakkan pelayanan pos dan telematika yang efisien hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan modern guna terciptanya masyarakat dan memihak pada rakyat kecil. informasi Indonesia. Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air. 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional;; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat;; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas;; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional;; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta. 43 69 5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan 1. Tingkat pembangunan yang makin merata ke berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan 19. Pemenuhan perumahan beserta prasarana seluruh wilayah diwujudkan dengan daerah;; mengurangi kesenjangan sosial secara dan sarana pendukungnya diarahkan pada (1) peningkatan kualitas hidup dan menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, penyelenggaraan pembangunan perumahan kesejahteraan masyarakat, termasuk kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah;; yang berkelanjutan, memadai, layak, dan berkurangnya kesenjangan antarwilayah menanggulangi kemiskinan dan pengangguran terjangkau oleh daya beli masyarakat serta dalam kerangka Negara Kesatuan Republik secara drastis;; menyediakan akses yang sama bagi didukung oleh prasarana dan sarana Indonesia. masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial permukiman yang mencukupi dan berkualitas serta sarana dan prasarana ekonomi;; serta 3. Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi yang dikelola secara profesional, kredibel, menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek mandiri, dan efisien;; (2) penyelenggaraan dengan prasarana dan sarana pendukungnya termasuk gender. pembangunan perumahan beserta prasarana bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh dan sarana pendukungnya yang mandiri sistem pembiayaan perumahan jangka mampu membangkitkan potensi pembiayaan panjang yang berkelanjutan, efisien, dan yang berasal dari masyarakat dan pasar akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa
Lampiran _39/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
permukiman kumuh. 4. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan;; dan (3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah 43 memperbaiki pengelolaan pelaksanaan Membaiknya pengelolaan dan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan 1. pendayagunaan sumber daya alam dan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi, hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, daya dukung, dan kemampuan pemulihannya dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan serasi antara penggunaan untuk permukiman, lestari. kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi;; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya 2. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis alam dan lingkungan yang berkesinambungan;; dan kekhasan sumber daya alam untuk memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, lingkungan hidup untuk mendukung kualitas serta modal pembangunan nasional. kehidupan;; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan;; serta meningkatkan 3. Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman sumber daya alam dan pelestarian fungsi hayati sebagai modal dasar pembangunan. lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan. 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan 44 yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan 1. Terbangunnya jaringan sarana dan kepentingan nasional adalah menumbuhkan prasarana sebagai perekat semua pulau wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah dan kepulauan Indonesia. agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan;; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang 5. Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut. berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan;; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran;; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
Lampiran _40/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional;; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional;; dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.
Lampiran _41/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
LAMPIRAN 9 HASIL FGD GRAND DESIGN PKP SINERGITAS MANAJEMEN ISU
MASALAH
VISI
STRATEGI
PROGRAM
Sinergitas manajemen penyelenggaraan perumahan dan permukiman melalui keterpaduan antar kementerian/lembaga, relasi pusat dan daerah, interaksi desa-kota;;
- Sinergisitas manajemen seyogianya diarahkan untuk akselerasi pemenuhan perumahan rakyat. - Langkah yang diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut mencakup - (1)pernyataan kondisi krisis papan/perumahan, - (2)melakukan repositioning untuk memperkecil gap, - (3) distribusi peran K/L, - (4) meningkatkan posisi isu Perumahan ke level Wapres (power management). - Kajian krisis perumahan perlu mendapat dukungan pusat data dan informasi yang kompeten dan dirujuk oleh stakeholders - Sembari mewujudkan hal tersebut maka kelembagaan yang telah ada perlu ditingkatkan kapasitasnya, missal peningkatan kapasitas BKP4N ke level Dewan Perumahan. - Selanjutnya pembentukan pilot pembangunan perumahan di sejumlah lokasi (Kota Besar) serta pengembangan pedoman yang memuat multi-moda delivery system - Penglibatan lembaga non-
Lampiran _42/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
pemerintah untuk ikut berpartisipasi dalam merealisasikan pilot tersebut, missal AKPPI.
SKEMA PEMBIAYAAN ISU
MASALAH
VISI
Lembaga pembiayaan sektor perumahan Formal: Lembaga Pembiayaan Bank dan Non Bank, Informal : Koperasi, LKM, BMT
Likuiditas, - Likuiditas, - Dana Mahal, - Kapabilitas
Tersedianya Lembaga yang mengelola Sumber Pembiayaan Jangka Panjang untuk Perumahan.
Memperluas lingkup dukungan swasta
- Kesadaran atau Pemahaman pentingnya Penyediaan Perumahan bagi Karyawan belum memadai. - Tidak adanya insentif Perpajakan bagi Swasta yang akan menyediakan atau membangunkan Perumahan bagi masyarakat umum. - Tidak adanya Kebijakan tentang keterlibatan Swasta dalam Penyediaan Perumahan. - Lembaga Keuangan Mikro yang ada belum siap untuk membiayai Perumahan
Peningkatan aksesibilitas masyarakat desa terhadap pembiayaan perumahan
Mobilisasi tabungan masyarakat untuk perumahan
- Belum adanya kesadaran dalam menabung - Keterbatasan Dana yang di Tabung
STRATEGI
PROGRAM
- Penyediaan Dana Jangka Panjang baik dari Swasta, Pemerintah maupun Tabungan Perumahan - Pemberdayaan dan Pendampingan Lembaga Keuangan untuk sektor Informal Swasta berperan - Pemberdayaan Fungsi CSR aktif dalam dalam Pembangunan Pembangunan Perumahan Rakyat Perumahan Rakyat. - Memberikan bantuan teknis (technical assistancy) - Menyiapkan Kebijakan Pendukung untuk terlaksananya insentif Perpajakan
Setiap Kecamatan memiliki Lembaga Keuangan Mikro yang mampu mendukung Pembiayaan Perumahan Tercukupinya Tabungan Perumahan MBR untuk memiliki rumah (sebagai uang muka atau stimulant swadaya)
- Penyiapan Skema Pembiayaan - Pembentukan dan Penguatan LKM - Pemetaan Pasar
- Peran serta Pemda dalam mendorong berlangsungnya Tabungan Perumahan - Pengembangan Skema Tabungan Perumahan - Insentif untuk Tabungan Perumahan
Lampiran _43/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
- Penyadaran masyarakat tentang Tabungan Perumahan
KETERSEDIAAN LAHAN ISU Penyediaan kawasan siap bangun
MASALAH Banyak Kasiba yang tidak terjangkau oleh MBR
Pengendalian harga lahan
Belum adanya lembaga yang mengendalikan harga lahan
Penyediaan & penggunaan lahan
VISI Kasiba yang terjangkau oleh MBR
Perubahan peruntukan penggunaan tanah
Redistribusi (pemberian kembali) kepemilikan lahan
Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial Kesesuaian lokasi dengan kebutuhan penghuni
Masyarakat masih banyak yang tinggal di daerah rawan bencana
Sebagian yang telah direlokasi, kembali lagi
STRATEGI Review PP No. 80 Tahun 1990;; Mendorong Kasiba/Lisiba untuk dilaksanakan Perlu dibentuk land banking Perlu adanya komitmen Pemerintah Daerah terkait penyediaan tata ruang dan prasarana Pemda harus tegas dalam menangani/mengendalikan tata ruang Sosialisasi kepada masyarakat mengenai kehidupan di rumah susun Perlu diberikan arahan/sosialisasi kepada masyarakat terkait mitigasi bencana dan penyiapan Pembangunan yang terintegrasi
PROGRAM
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN MATERIAL LOKAL ISU
MASALAH
VISI
STRATEGI
PROGRAM
I. Terwujudnya rumah layak huni, terjangkau dan ber- kelanjutan
Pertimbangan: a. Mempertimbangkan aspek siapa, dimana dan waktu;; b. Regulasi dan kebijakan yang sudah ada. Skenario Besar: a. Menyusun skenario keterjangkauan: pembangunan rumah tumbuh atau rumah inti;;
Peningkatan keterjangkauan melalui dukungan terhadap skenai Rumah Inti Tumbuh (RIT).
1) Melakukan review terhadap kebijakan khususnya Kepmen Kimpraswil 403/2002;; 2) Menyusun terminologi rumah
II. Terbentuknya karakter bangsa yang produktif melalui pembangunan
Lampiran _44/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
perumahan
b. Menyusun skenario aspek lingkungan/teknis meliputi: keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas bangunan dan kesehatan penghuninya, serta wawasan lingkungan;;
c. Menyusun skenario sosial (Pasal 131 dan 132) dan ekonomi melalui: 1) pemberdayaan masyarakat;; dan 2) pengembangan estate management (peran masyarakat dalam PKP)
tumbuh dan rumah inti;; 3) Prototype rumah yang layak huni dan terjangkau;; 4) Menyiapkan kebijakan kavling siap bangun. Penetapan kriteria keselamatan 1) Identifikasi standar-standar teknis kesehatan, dan kualitas terkait pembangunan perumahan perumahan sesuai dengan dan rumah;; karakteristik wilayah . 2) Identifikasi daerah-daerah potensi bencana dengan peruntukan perumahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;; 3) Identifikasi kesesuaian penyelenggaraan perumahan dari sisi penilaian kelayakan bangunan;; 4) Pemetaan teknologi bahan bangunan dan pengetahuan lokal termasuk juga indeks kemahalan konstruksi. 5) Memberikan bimbingan teknis dan fasilitasi terhadap penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang sesuai dengan ketentuan peraturan Eksplorasi dan inventarisasi modal 1) Penggalian potensi-potensi sosialm ekonomi, budaya sosial, ekonomi budaya yang ada masyarakat dalam pengelolaan di masyarakat dalam pengelolaan perumahan (community capacity pembangunan perumahan yang mapping);; berwawasan lingkungan. 2) Merumuskan kebijakan pengelolaan perumahan yang berwawasan lingkungan melalui pelibatan masyarakat.
Lampiran _45/46
Laporan Final Penyiapan Grand Design Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan Rakyat
d. Menyusun skenario identifikasi dan kajian potensi industri teknologi yang dikembangkan masyarakat, khususnya terkait fasilitasi penggunaan bahan bangunan lokal untuk menunjang pembangunan perumahan (mass product)
Pengembangan industri material bangunan lokal yang didukung kemitraan dengan swasta dan database teknologi dalam rangka pembangunan perumahan masal.
1) Melakukan identifikasi (mapping) produk-produk lokal terkait bahan bangunan rumah;; 2) Membangun database penggunaan teknologi dan bahan bangunan lokal;; 3) Membangun kemitraan dengan pelaku industri bahan bangunan
Lampiran _46/46