KUMPULAN SOAL APP
1. Apakah tax management dan tax planning adalah hal yang sama? Jelaskan Dari penjelasan yang telah diuraikan, ternyata kedua hal diatas mempunyai perbedaan yaitu manfaat dan work type yang berbeda. Tax planning berada didalam tax management. Tax planning merupakan suatu alat dan suatu tahap awal dari tax management yang gunanya untuk menampung aspirasi dari sifat dasar manusia. Tax management juga lebih luas daripada tax planning.dimana tax management meliputi planning, organizing, actuating, dan controlling. Jadi tax planning ada di dalam tax management dan tahapan pertama dalam urutan hierarki. Namun istilah tax planning lebih populer dibanding istilah tax management. Ada baiknya perusahaan melakukan keduanya sehingga dapat tercipta suatu tax compliance compliance yang efektif dan dapat menghemat expenditure yang ada serta meningkatkan produktifitas bagi perusahaan. (JAWABAN CYNTHIA : Tax management berbeda dengan tax planning. Tax
management adalah usaha menyeluruh yang dilakukan tax manager dalam suatu perusahaan atau organisasi agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien, dan ekonomis, sehingga memberi kontribusi maksimum bagi perusahaan. Sedangkan tax planning merupakan salah satu fungsi dari tax management. Tax planning adalah suatu alat dan suatu tahap awal dari manajemen perpajakan yang berfungsi untuk menampung aspirasi yang berkembang dari sifat dasar manusia. Tax planning juga adalah usaha yang mencakup perencanaan perpajakan agar pajak yang dibayar oleh perusahaan benar-benar efisien.)
2. Salah satu tujuan perencanaan pajak adalah meminimalkan terjadinya tax surprise. Jelaskan Karena jika kita telah melakukan perencanaan pajak maka pajak yang kita bayar benar – benar efisien, jadi tidak akan ada lebih bayar atau kurang bayar, karena lebih bayar atau kurang bayar adalah salah satu hal yang menyebabkan orang pajak (fiskus) merasa curiga dan memeriksa semua laporan keuangan kita dan laporan pajak kita secara tiba tiba, bahkan orang pajak (fiskus) dapat secara tiba – tiba datang kerumah untuk melakukan pemeriksaan. Jadi perencanaan pajak itu penting, supaya pada saat diperiksa
oleh fiskus, wajib pajak tidak terkejut dengan keputusan fiskus terkait besanya pajak. Oleh karena itu kita harus melakukan simulasi perhitungan atau melakukan tax planning sebelum pemeriksaan. (JAWABAN CYNTHIA : Perencanaan pajak bertujuan untuk meminimalkan
beban pajak yang harus dibayar dengan tetap mematuhi aturan pajak yang berlaku. Karena itu pada saat pemeriksaan oleh fiskus, tidak akan ada kejutan pajak karena sudah memenuhi aturan pajak yang berlaku.)
3. Tax Planning bersifat multidisipliner. Mengapa dikatakan demikian? Jelaskan Karena dalam membuat atau menyusun tax planning kita dapat menggunakan pendekatan dari berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan. Jadi dalam pemecahan masalah pajak dengan menggunakan ilmu - ilmu lainnya yang relevan. Seperti ketentuan perpajakan, Undang – Undang, PPh, PPn, dll. Sehingga wajar bila seseorang perencana pajak yang baik (tax planner)harus memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas dan selalu meng-update diri dengan setiap ketentuan perpajakan, termasuk perubahan dari waktu ke waktu. (JAWABAN CYNTHIA : Pendekatan multidisipliner adalah pendekatan dalam
pemecahan masalah dengan menggunakan berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan. Tax planning menggabungkan ilmu ekonomi dengan ilmu hukum dimana dalam melakukan fungsinya, tax planning mengupayakan agar wajib pajak dapat menanggung beban pajak seminimal mungkin tetapi tanpa melanggar hukum yang berlaku. Karena beban pajak merupakan salah satu pengurang laba sedangkan tujuan pengusaha adalah memaksimalkan laba tersebut.)
4. Jelaskan langkah-langkah yg perlu dilakukan dalam perencanaan pajak. Apakah perusahaan yang baru berdiri (start up) sudah harus merencanakan pajaknya? Langkah – langkah perencanaan pajak : (hlm 28-29)
a. Menganalisis komponen-komponen yang berbeda pengakuannya antara komersial dan fiskal, dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung perusahaan.
b. Membuat beberapa model perencanaan pajak yang akan di lakukan. Hal ini dilakukan untuk menentukan tax plan mana yang applicable dan paling efisien dan efektif untuk diimplementasikan. c. Tahap evaluasi yang sekaligus merupakan tahap pengendalian pajak dan merupakan langkah akhir dalam manajemen pajak. Pengendalian pajak ini bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali tax plan. Perencanaan yang telah diimplementasikan harus di monitor dan di review terus dan dicari kelemahan dan kekurangannya. e. Perlu adanya proyeksi perubahan yang terjadi saat ini dan yang akan datang dalma tax plan. Iya, perusahaan yang baru berdiri atau start up company sudah harus merencanakan pajaknya pada saat awal berdiri. Sedangkan untuk pajak yang dikenakan atas penghasilan atau barang, tax planningnya dapat dimulai saat ada penghasilan. Karena dengan melakukan tax planning start up company dapat melakukan penghematan kas keluar , karena beban pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi serta dengan tax planning start up company dapat mengatur aliran kas masuk d an kas keluar (cash flow) di dalam perusahaan mereka, karena dengan adanya perencanaan pajak yang matang dapat diperkirakan berapa banyak kebutuhan kas untuk pajak, dan dapat menentukan kapan saatnya untuk melakukan pembayaean pajak sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. Jadi perencanaan pajak bagi perusahaan baru sangan penting. (JAWABAN CYNTHIA : Tax planning dapat diterapkan dari wajib pajak akan
memulai kegiatan usahanya sampai penutupan usahanya(likuidasi). Perencanaan perpajakan dimulai saat: 1) Saat akan mendirikan perusahaan (pemilihan bentuk usaha, pemilihan metode pembukuan, pemilihan lokasi usaha) 2) Saat akan menjalankan usaha (pemilihan transaksi yang akan dilakukan dalam kegiatan operasionalnya, pemilihan metode akuntansi dan perpajakan, tanggung jawab terhadap stakeholders)
3) Saat akan menutup usaha (restrukturisasi usaha/perusahaan, likuidasi, merger, pemekaran,dsb) Langkah langkah yang dilakukan dalam perencanaan pajak terdapat dihalaman 27-31 ( tahapan pokok tax planning) 5. Apakah perusahaan harus melakukan perencanaan pajak? Bukankah hal tersebut malah menimbulkan resiko? Jelaskan Tidak harus, tetapi alanghak baiknya jika menggunakan perencanaan pajak (tax planning) untuk menerapkan peraturan secara benar, mengefisienkan laba, dan meminimalkan beban pajak. Perencanaan pajak (tax planning) meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan kewajiban perpajakan. Perencanaan pajak (tax planning) merujuk pada proses rekayasa usaha dan transaksi, agar utang pajak berada dalam jumlah minimal, tetapi masih diperbolehkan oleh ketentuan perpajakan. Bagaimanapun juga perencanaan pajak (tax planning) diperlukan untuk mengurangi beban pajak, karena peraturan perpajakan sedemikian kompleks dan dinamis. Perencanaan pajak (tax planning) adalah suatu usaha yang dilakukan oleh WP untuk menghemat pajak dengan cara mengatur penghitungan penghasilan dan beban pajak menjadi lebih kecil yang dimungkinkan oleh perundang-undangan pajak. Perencanaan pajak (tax planning) bertujuan untuk meminimumkan jumlah kewajiban perpajakan yang harus dijalankan oleh WP. (JAWABAN MELDA : Harus. Karena tujuan dari tax planning adalah untuk mengurangi jumlah atau total pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, namun dengan cara yang legal. Tujuannya bukan untuk mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya. Tax planning yang terkontrol dan tidak melanggar aturan tidak akan menimbulkan risiko. Karena dengan adanya tax planning atas tata laksana kewajiban perpajakan maka akan menghindarkan risiko ketidakpatuhan perpajakan dan dengan demikian akan meminimalisasi risiko hutang pajak yang tidak terduga.) (JAWABAN CYNTHIA : Seperti yang dijelaskan pada no4, setiap perusahaan harus
melakukan perencanaan pajak dari awal dibangun, saat menjalankan usaha, hingga saat menutup usaha atau likuidasi. Sebenarnya saat perusahaan melakukan perencanaan pajak,
malah memberikan banyak manfaat bagi kita bukannya resiko. Disini sesuai dengan tujuan perencanaan pajak yaitu: 1) Meminimalisasi beban pajak yang terutang. 2) Memaksimalkan laba setelah pajak 3) Meminimalkan terjadinya kejutan pajak 4) Memenuhi kewajiban perpajakan secara benak, efisien dan efektif. Dari tujuan pajak diatas dapat kita lihat bahwa sebenarnya tujuan perencanaan pajak sama sekali tidak menimbulkan resiko karena pada intinya sebagai warga negara yang baik kita harus membayar pajak. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak untuk melakukan penghematan pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes). Rencana meminimalkan pajak dapat ditempuh misalnya, mengambil ketentuan yang sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan pemotongan atau pengurangan yang diperkenankan. Pada umumnya tax planning adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Rencana meminimalkan pajak dapat ditempuh dengan cara,
mengambil
keuntungan
yang
sebesar-besarnya
dari
ketentuan
mengenai
pengecualian dan potongan atau pengurangan yang diperkenankan, hal ini dapat memanfaatkan penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak sesuai dengan pasal 4 ayat 3. Dalam tax planning ada 3 cara untuk menekan jumlah beban pajak yaitu tax avoidance, tax evasion, dan tax saving yang sebenarnya malah membantu perusahaan agar tidak membayar pajak secara berkelebihan. Jika kita tidak melakukan perencanaan pajak, mungkin saja saat ada pemeriksaan pajak oleh fiskus jumlah yang diminta lebih besar dari pada kita sudah persiapkan terlebih dahulu dengan melakukan perencanaan pajak. ) WP sah-sah saja melakukan perencanaan pajak (tax planning) selama tidak melanggar ketentuan, secara bisnis masuk akal, dan memiliki bukti-bukti pendukung yang memadai.
6. Diantara bentuk usaha, Perorangan, CV/Persekutuan dan PT, manakah yang lebih menguntungkan dalam perencanaan pajak? Jelaskan. Jika lebih menguntungkan secara pajak, apakah seharusnya bentuk itulah yang akan dipilih dalam bisnis?
Menurut saya badan usaha perseorangan lebih menguntungkan dibandingkan dengan badan usaha Firma, PT, dan CV, keuntungannya sebagai berikut: Pendirian dan pembubaran usaha perorangan lebih mudah dari bentuk-bentuk usaha lainnya. Usaha perorangan yang omzetnya kurang dari 4,8 milyar setahun tidak wajib menyelenggarakan pemb(ukuan. Pencatatan yang menginformasikan peredaran bruto saja sudah
cukup,
dengan
syarat
terlebih
dahulu
mengajukan
permohonan
untuk
menggunakan pencatatan (norma penghitungan penghasilan neto). Namum pengecualian dari penyelenggaraan pembukuan ini tidak berlaku bagi badan usaha perseorangan yang omzetnya 4,8 milyar atau lebih. Keuntungan lainnya bahwa seluruh pendapatan usaha menjadi pemilik usaha, dan pajak yang dibayarkan tergantung pada besarnya laba yang didapat (Penghasilan Kena Pajak). Karena tariff progresif minimal 5% dan maksimal 30% untuk orang pribadi(Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh), maka semakin besar laba maka semakin besar pula laba yang terhutang atas usaha perseorangan. Sementara wajib pajak badan seperti firma, PT, dan CV berapapun labanya mereka akan langsung dikenakan tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% di tahun 2010 (Pasal 17 ayat 2a UU PPh). Usaha perseorangan juga dapat memperhitungkan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) sebagai pengurang penghasilan neto setahun. (JAWABAN MELDA : Jika bentuk PT, penghasilan yang di dapat lebih besar, namun pajak yang di bayar juga mahal. Ketika memilih, lebih milih CV karena pengenaan pajaknya lebih kecil dan modal dari orang lain tidak dapat masuk. Bentuk usaha yang dipilih pun tergantung, jika perusahaannya mau bertambah besar, jelas kita milih PT. Tapi jika penghasilan kita 500 juta, kita memakai CV. Sedangkan untuk perorangan, modal yang di butuhkan lebih kecil daripada 2 bentuk usaha lainnya, dan pajak yang di kenakan pun lebih kecil. Tidak, karena pajak bukanlah satu-satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat memberikan penghematan pajak .) (JAWABAN CYNTHIA : Sebenarnya pemilihan bentuk usaha pada suatu usaha
sangat tergantung dari banyak hal sehingga tidak bisa kita pastikan manakah yang terbaik. Contoh kalau kita melihat dari sisi pajak yang dikenakan maka paling baik adalah perseorangan, kalau PT dikenakan 32,5%, dan CV dikenakan 25% tetapi kita juga harus melihat dengan jumlah modal yang sama. Dan yang dipertimbangkan bukan hanya persen
pajak yang kecil tapi juga bisa dilihat dari misalnya dari BU perseorangan dengan modal yang kecil apakah tidak mau berkembang ke BU yang lebih besar dengan modal yang jauh lebih besar pula sehingga usahanya pun semakin meroket tidak hanya stuck di satu titik saja sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada bentuk suaha yang paling menguntukngkan dalam perencanaan pajak semuanya tergantung dari pribadi perusahaan masing-masing.)
7. Kepemilikan sebuah perusahaan atas perusahaan lain memunculkan pendapatan dividen. Bagaimanakah perencanaan pajak atas kepemilikan tersebut? Jelaskan Pada dasarnya setiap keuntungan yang ada di dunia bisnis selalu bermuara pada dua hal yakni laba itu dibagikan kepada pemegang saham atau ditahan untuk penggunaan operasional perusahaan selanjutnya. Untuk menghindari pajak, pemegang saham sepakat dengan direksi untuk mengalihkan dividen tersebut dengan menambah modal secara langsung tanpa ada pembagian dividen. Biasanya untuk menghindar pajak, maka perusahaan tidak membagikan dividennya secara langsung tapi mengalihkannya sebagai penambah kepemilikan modal/saham.
8. Para pelaku bisnis sering mendirikan badan usaha lain yang masih berkaitan dengan usaha utamnya. Apakah ini salah satu bentuk perencanaan pajak? Jelaskan 9. Yayasan adalah salah satu organisasi non profit, namun tetap diatur perlukuan pajaknya. Mengapa hal ini dilakukan? Jelaskan Menurut UU PPh, Yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi wajib pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, Yayasan tetap menjadi wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak. Sebagai contoh, Yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. (JAWABAN MELDA : Bentuk usaha yayasan pada prinsip nya hampir sama dengan bentuk badan usaha lainnya. Dalam yayasan juga terdapat penghasilan berupa Sisa Hasil Usaha, dan penghasilan ini yang dijadikan sebagai obyek pajak penghasilan. Namun ada kegiatan usaha yayasan yang mendapat perlakuan khusus. Namun pengakuan
penghasilan maupun biaya pada yayasan sama dengan bentuk badan usaha lainnya, yaitu di kenakan pajak.) (JAWABAN CYNTHIA : Menurut UU PPh, Yayasan adalah subjek pajak.
Yayasan menjadi wajib pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, Yayasan tetap menjadi wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak. Sebagai contoh, Yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban Yayasan sama dengan bentuk usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri)
10. Setelah dikenai pajak badan, pemilik PT yang menerima dividen juga dikenai pajak sementara hal ini tidak berlaku pada CV. Mengapa hal ini terjadi? Jelaskan Aspek dasar perpajakan bagi CV dapat dikatakan lebih sederhana, sebab pada dasarnya CV merupakan pengembangan usaha kemitraan/ perseroangan. CV bukan merupakan badan hukum, kekayaan atau aset suatu CV merujuk kepada aset atau kekayaan yang dimiliki pendirinya. Sehingga laba atas suatu CV yang diterima pada akhir tahun hanya akan dikenai pajak satu kali saja (PPh Pasal 25/29) sementara atas bagian laba yang diberikan kepada pemilik tidak dikenai pajak dan termasuk non objek PPh sebagaimana telah ditetapkan didalam Pasal 4 Ayat (3) huruf i UU Nomor 36 Tahun 2008. (JAWABAN MELDA : Di CV, tidak dividen, namun menjadi Beban Gaji direksi. Beban ini tidak mengurangi pendapatan karena masuk ke prive (drawing) dan tidak dihitung pajak. Pada prinsipnya biaya yg boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang berhubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan OBJEK PAJAK yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya adalah pemekaian penghasilan atau jumlahnya melebihi
kewajaran (contoh; Peredaran usaha 200 Jt/Bln, HPP & Biaya operasional 80 %, gaji pimpinan/pengurus CV Rp. 30 Jt/bln).) (JAWABAN CYNTHIA : Karena pada PT, badan usaha dan pemilik merupakan
entitas yang terpisah sehingga pendapatan diakui sendiri-sendiri. Sedangkan pada CV, badan usaha dan pemilik sudah menjadi satu entitas, harta dan utang ditanggung bersama sehingga pajak hanya dikenakan satu kali pada labanya.)
11. Dalam praktek bisnis internasional, perusahaan local terkadang harus menanggung pajak atas mitra usaha luar negeri-nya. Apa yang seharusnya dilakukan agar hal tersebut tidak terjadi? Supaya hal tersebut tidak terjadi, perusahaan bisa mengambil langkah yakni dengan menjual barangnya kepada cabang yang berada di negara mitra. Misal perusahaan A dari Indonesia ingin menjual barang ke perusahaan B di Singapura. Cara yang bisa dilakukan apabila perusahaan A punya cabang di Singapura yakni kirimkan dulu barangnya kepada cabang. Baru kemudian cabang A di Singapura yang menjual kepada B dengan begitu perusahaan A terhindar dari pajak atas penjualan ekspor di Indonesia.
12. PPh final tidak dapat dikreditkan. Jelaskan alasannya PPh Final adalah pajak atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak, dimana pemotongan pajak tersebut tidak perlu lagi diperhitungkan dalam penghitungan PPh terutang dalam perhitungan PPh yang harus dibayar dalam SPT. contohnya: Bunga Deposito/Tabungan yang dipotong oleh Bank, penghasilan atas bunga tersebut tidak perlu lagi dimasukkan dalam penghitungan pajak terutang dalam SPT.
namun seluruh
penghasilan yang telah dipotong PPh Final tersebut harus tetap dilaporkan dalam SPT (kewajiban pelaporan saja) namun penghitungan kembali (memperhitungkan) tidak perlu lagi, dianggap penghitungannya telah selesai (final) Jadi PPh Final tetap dilaporkan dalam SPT Sifatnya tidak dapat dikreditkan karna penghitungannya telah selesai, cukup untuk dilaporkan saja. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final, Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan, Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan
dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final.
(JAWABAN CYNTHIA : Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak
yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya. Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh final) ini tidak akan dikreditkan atau dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh).
13. Peminjaman API dapat menimbulkan masalah. Apakah masalah yang timbul? Apa yang harus dilakukan bila tetap menginginkan tarif rendah dalam impor barang, sementara API belum dimiliki? Masalah yang dapat timbul adalah masalah pajak dan hukum dalam kasus dimana transaksi tersebut dimanfaatkan untuk hal-hal negatif atau melanggar hukum. Karena yang menanggung adalah pihak perusahaan yang meminjamkan. Perlu antisipasi
adanya mutasi arus kas masuk dan keluar dalam rekening bank
perusahaan yang meminjamkan, karena fiskus acapkali menganggap aliran masuk kas sebagai pendapatan (padahal hanya numpang lewat), sedangkan biaya yang dikeluarkan tidak dapat dibuktikan pemenuhan syarat formalnya secara legal kemungkunan biaya itu tidak diakui (non deductible) Sebaiknya mensyaratkan beberapa hal, seperti tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis masuk akal, serta didukung bukti-bukti pendukung yang memadai (kontrak, invoice,dsb). Untuk meminimalisasi koreksi fiskal oleh fiskus, solusinya adalah dengan membuat kontrak yang jelas dan secara transparan mencantumkan hak dan kewajiban perpajakan masing-masing pihak. (JAWABAN CYNTHIA : Permasalahan yang timbul dari peminjaman API :
Adanya keinginan dari exportir/pemilik API untuk mengkreditkan PPh 22 impor tersebut dalam SPT Tahunan Badan nya. Hal ini bertentangan dengan apa yang diatur
dalam pasal 4(2) KMK-539/KMK.04/1990, yang mengatakan “Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilunasi oleh Importir yang melakukan impor atas dasar inden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan atau Pajak Keluaran yang terutang oleh Indentor yang bersangkutan dengan bukti PIUD dan SSP yang telah dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.”
Bahkan
pernah ditemukan perusahaan (Importir/pemilik API) yang mengkreditkan PPh 22 Impor dan PPN Masukan serta mencantumkan pembelian dalam laporan laba rugi komprehensive- nya sementara atas pembelian tersebut adalah nyata-nyata barang si peminjam API (indentor).
Masalah timbul jika barang setelah tiba di port tujuan tetapi perizinan tidak sesuai yang mengakibatkan barang tidak bisa dicustom dan barang harus di re export ke negara asal karena perizinan (termasuk API) dimiliki harus sesuai dengan barang yang dikirim.
Masalah juga dapat timbul jika ternyata peminjaman API digunakan untuk mengimpor produk yang illegal , hali ini akan merugikan pemilik API yang sebenarnya karena pemilik API bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan impor terlepas dari impor
itu milik perusahaan sendiri maupun milik pihak lain. Jika dapat dipastikan bahwa perusahaan bergerak dalam kegiatan impor barang maka sebaiknya mengurus izin untuk mendapatkan API, namun jika hanya bersifat sementara umumnya meminjam fasilitas API (hal ini biasanya dilakukan dalam lingkaran group perusahaan/kongklomerasi). Namun sebaiknya antara yang peminjam dan yang meminjamkan sudah saling mengenal untuk mengurangi resiko bagi pemilik API. Selain itu, dalam dunia shipping (laut/udara) dikenal dengan adanya handling fee yaitu jumlah fee yang harus dibayar berdasarkan perjanjian handling fee antara importir yang mempunyai API dengan pemilik barang atas jasa yang diberikan. Atas pengenaan handling fee tersebut dipotong PPh Pasal 23. Cara ini pun dapat dipakai oleh orang/perusahaan yang tidak punya API “meminjam” bendera perusahaan yang punya API untuk mengeluarkan barang impornya dengan kompensasi pemberian handling fee. Bila sebelumnya benefit nya (5%) lebih besar dari biaya handling fee yang dikeluarkan (Misalnya 2%), maka sipemilik barang masih bisa memperoleh tax saving dalam pph
pasal 22 sebesar 3% dari harga barang impor tersebut (yaitu dari cost of insurance &
freight/CIF + bea masuk).
14. Metode gross up dianggap paling adil dalam merencanakan pengenaan PPh 21. Jelaskan alasannya. Apakah berarti perusahaan harus menggunakan metode tersebut? Jelaskan Iya, karena perusahaan yang menerapkan ini memperlakukan karyawannya sebagai mitra perusahaan. Karena seperti apa yang dikatakan oleh John L Mariotti bahwa terdapat 6 (enam) etika bisnis dan salah satunya “adil”, atau win-win solution dimana dalam kerja sama harus ada keadilan diantara ke dua pihak. Dengan menggunakan metode gross up tampak beban PPh Pasal 21 yang disetor lebih besar dibandingkan metode lainnya, namun sebagai perencana pajak pasti akan mengetahui bahwa ada nilai lebih bagi karyawan (take home pay) dan PPh badan. (JAWABAN MELDA : Karena antara 2 belah pihak tidak ada yang dirugikan. Semisal penerima kerja tidak mau penghasilannya dikenakan pajak, maka metode gross up ini dapat dilakukan. Dimana pemberi kerja dapat menaikkan penghasilan nya sebesar pajak terutang. Tidak harus menggunakan metode tersebut, tergantung perusahaan. Jika secara fiskal perusahaan masih merugi, gross up akan menambah beban PPH pasal 21 tanpa mempengaruhi PPh Badan terutang, pengaruhnya pada kompensasi kerugian. Dari cash flow timbulnya pengeluaran justru lebih besar, dan jika mempertimbangkan time value of money, manajemen bisa memilih untuk tidak melakukan gross up. Sebaliknya jika perusahan mendapat laba fiskal dan sudah dikenai PPh tarif tertinggi, metode gross up akan menghasilkan penghematan dari selisih tarif antara PPh Badan dengan tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan. Selain itu, dalam menerapkan suatu metode, perusahaan juga perlu mempertimbangkan apakah perusahaan yang menanggung PPh atas penghasilan karyawan, atau akan di berikan tunjangan PPh dengan metode gross up.) (JAWABAN CYNTHIA : Dianggap paling adil karena menguntungkan baik dari
sisi karyawan maupun perusahaan. Bagi pemberi kerja, tunjangan pajak ini boleh diakui sebagai biaya. Sebaliknya, bagi karyawan, tunjangan pajak ini adalah penghasilan tambahan. Dari sisi karyawan
Dari sisi perusahaan
Karyawan merasa puas karena
Meningkatnya
motivasi
dan
PPh
Pasal
21
ditanggung
kepuasan
seluruhnya oleh perusahaan .
meningkatkan
Dengan
sehingga
demikian
karyawan
karyawan
akan
kinerja
mereka
produktivitas
merasa diperhatikan.
perusahaan juga meningkat
Memberikan
penerimaan
Perusahaan harus mengeluarkan
penghasilan yang lebih besar
dana untuk setoran PPh pasal 21
bagi
ke kas negara yang kini menjadi
pegawai
karena Take
Home Pay dari penghasilan adalah
yang
paling
beban pemberi kerja
besar
dibandingkan dengan metode lainnya
sehingga
memberi
kesejahteraan bagi pegawai. 21
Meski terlihat memberatkan dari
akan
segi komersial karena menambah
lebih besar sebesar PPh pasal
biaya fiskal, tapi dengan biaya
21
fiskal
Perhitungan
PPh
penghasilan
karyawan
yang
pasal
ditambahkan.
yang
lebih
besar
akan
Besarnya tunjangan pajak akan
berdampak pada laba sebelum
sama dengan besarnya PPh
pajak akan menjadi lebih kecil
pasal
terutang
dan selanjutnya PPh Badan yang
sehingga tidak berpengaruh
terutang akan menjadi lebih
pada penghasilan karyawan .
kecil.
Menstimulasi pegawai untuk
Kenaikan beban perusahaan dari
meningkatkan
produktifitas
PPh pasal 21 akan tereliminasi
karena
memperoleh
dengan
penurunan
karena
beban
21
yang
pendapatan lebih besar.
PPh
PPh
Badan
pasal
21
tersebut dapat dibiayakan, bahkan penurunan PPh Badan tersebut lebih besar dari kenaikan PPh Pasal
21,
sehingga
penghematan pajak.
tercipta
Meskipun terlihat paling adil namun perusahaan tidak diharuskan menggunakan metode Gross Up. Meski nampak menguntungkan bagi perusahaan, metode “ditunjang” ini rupanya kurang pas bagi entitas bisnis yang masih merugi karena tunjangan ini diakui sebagai biaya . Karena itulah, kerugian perusahaan akan terlihat makin besar
karena biaya membengkak dari pos tunjangan pajak ini. Selain itu metode ini membuat perusahaan sepenuhnya menunjang PPh karyawan nya. Pengusaha baru yang hanya mampu menunjang sebagian PPh karyawan akan kesulitan. Perusahaan dapat memilih metode yang lain seperti Net Method atau Gross Method yang
diperbolehkan
undang-undang
dan
peraturan
perpajakan,
yang menurut
perusahaan paling efisien dan menguntungkan bagi karyawan .
15. Jelaskan dengan lengkap persamaan dan perbedaan antara “tidak dikenai PPN” , “dikenai PPN dengan tarif 0%” dan “dibebaskan dari pengenaan PPN” A. Tidak dikenai PPN BKP dan JPKnya tersebut termasuk dalam Pasal 4A ayat (2) dan (3), yaitu permasuk dalam kelompok Non BKP dan Non JKP. B. Dikenai PPN dengan tarif 0% BKP, BKP TB, dan JKP tersebut dikenai PPN seperti biasa namun tarifnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), yaitu dikenakan tarif 0% tidak berarti dibebaskan dari PPN dengan maksud Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. C. Dibebaskan dari pengenaan PPN Merupakan perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran, sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan. (JAWABAN CYNTHIA : Persamaan :
Wajib Pajak tidak perlu membayar PPN atau tidak dipungut PPN atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Perbedaan :
Tidak dikenai PPN BKP dan JPKnya tersebut termasuk dalam Pasal 4A ayat (2) dan (3), yaitu termasuk dalam kelompok Non BKP dan Non JKP. Jadi tidak ada faktur pajaknya
Dikenai PPN dengan tarif 0% BKP, BKP TB, dan JKP tersebut dikenai PPN seperti biasa namun tarifnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), yaitu dikenakan tarif 0% tidak berarti dibebaskan dari PPN dengan maksud Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Jadi faktur pajak tetap ada tapi jumlah PPN nya 0.
Dibebaskan dari pengenaan PPN Merupakan perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran, sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan. Jadi faktur pajak tetap ada tapi PPN nya dibebaskan karena perlakuan khusus (misalnya jual barang/jasa ke pemerintah) sehingga pembeli tidak harus bayar PPN.
16. Mengapa faktur pajak sederhana tidak dapat dikreditkan? Apakah pembelian dengan tanpa faktur pajak “selalu” tidak dapat dikreditkan? Jelaskan Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan. Karena FP tersebut tidak memuat informasi yg lengkap sehingga tidak dapat dikreditkan. (Kalau lengakap namanya FP Standar bukan sederhana.) FPS yang dimiliki oleh konsumen akhir yang tidak dapat dikreditkan, perlakuannya agar tetap seimbang adalah pembeli BKP/JKP dapat menjadikan biaya atas FPS tersebut sehingga mekanisme pengkreditan diubah menjadi biaya. (JAWABAN CYNTHIA : FP Sederhana tidak dapat dikreditkan kalau
tidakmemenuhi syarat formil (terkait NPWP) dan materiil (terkait hitungan DPPnya), dalam hal ini FP tidak memuat informasi yang lengkap (salah identitas atau belum ada NPWP/ PKP). Karena, berdasarkan pasal 9 (8) huruf F dikatakan bahwa pajak masukan
yang dikreditkan harus menggunakan FP yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13(5) dan pasal 13 (9) UU PPN. Pasal 13 ayat (1) UU PPN 1984 mengatakan: “Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan untuk setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c.” Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka pembelian tanpa FP dapat saja dikreditkan apabila melakukan pembelian yang tidak terhutang PPN (sesuai pasal 4A UU PPN).
17. Didlam perpajakan, manakah yang lebih baik antara Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan atau sebaliknya? Pajak Keluaran > Pajak Masukan, karena selisihnya merupakan PPN yang harus dibayarkan. Lebih 1) karena lebih mudah ketika membayar kurang bayar daripada menagih lebih bayar (restitusi) 2) karena penjual lebih sering melakukan pajak keluar daripada pajak masukan (JAWABAN CYNTHIA : lebih bagus pajak masukan lebih besar dari pajak
keluaran karena artinya kita membayar lebih banyak sehingga nanti akan ada restitusi, sebaliknya apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka artinya perusahaan membeli bahan baku terus namun tidak menguntungkan perusahaan.
18. Plus 1 soal kejutan…hehehehe
Salah satu cara untuk mengurangi pajak bagi perusahaan yang bergerak di bidang ekpor-import adalah dengan mendirikan perusahaan offshore di negara Tax Haven (Cayman, BVI, Belize, Seychelles, Brunei).