BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Bayi atau anak berusia dibawah satu tahun memiliki hak khusus untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.Indones kesehatan.Indonesia ia yang pernah melakukan kerjasama dengan UNICEF (The United Nations Children’s Children’s Fund), WHO, WHO, dan pihak -pihak -pihak terkait untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak dalam bentuk peningkatan pencapaian imunisasi dasar pada satu tahun kehidupan pertama anak.
Cakupan imunisasi lengkap menunjukkan perbaikan dari tahun 2016 ke tahun 2017 dengan cakupan di Puskesmas Kedungjati pada bulan Januari 2017 sampai dengan Nopember 2017 dengan jumlah 92.6%.
Pemberian imunisasi pada bayi juga terbagi dua jenis yaitu : aktif dan pasif. Imunisasi aktif yaitu antigen yang disuntikan kedalam tubuh sehingga zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun. bertahun-tahun. Sedangkan Sedangkan Imunisasi pasif yaitu suatu tindakan pemberian pemberian antibody dengan tujuan memberikan pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi.Akibat suntikan inilah yang dapat menimbulkan nyeri dan berkembang menjadi trauma baik untuk keluarga, tenaga kesehatan, masyarakat secara luas dan terutama pada anak karena dapat menyebabkan nyeri akut (Prasetyawati, 2012).
Beberapa studi nyeri pada anak yang selalu menjadi keluhan utama saat imunisasi, didapatkan bahwa nyeri yang dikeluhkan oleh anak selalu diabaikan sehingga penanganan yang diberikan tidak adekuat (Zeltzer & Brown 2007; Weisan, Bernstein & Schechter, 2008 dalam Sekriptini 2013).Tindakan yang dapat dilakukan perawat terbagi atas dua yaitu tindakan farmakologi farmakologi dan tindakan tindakan nonfarmakologi nonfarmakologi..
Beberapa penelitian mengenai manajemen nyeri dengan tindakan nonfarmakologi salah satunya terapi pemberian kompres hangat.Terapi dengan kompres hangat dipercaya secara
sederhana dapat mengurangi rasa nyeri pada seseorang yang mengalami kolik renal dan beberapa penyakit nyeri kronik lainnya (Judha, Sudarti, Sudarti, & Fauziah, Fauziah, 2012). 2012).
Pemberian kompres hangat dapat menimbulkan efek hangat serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan yang dapat menyebabkan menyebabkan terlepasnya terlepasnya endorphin, endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Runiari & Surinati, 2012). Kompres hangat juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh yaitu efek vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel dan merelaksasikan otot sehingga nyeri yang dirasa berkurang (PotterPerry, (PotterPerry, 2006).
Jumlah bayi yang ada di Puskesmas Kedungjati sampai dengan saat ini ( Nopember 2017) sebanyak 556 bayi.
Pencapaian masing-masing jenis imunisasi sesuai data pada bulan Januari 2017 sampai Nopember Nopember 2017 di Puskesmas Puskesmas Kedungjati dengan rincian sebagai berikut : Hb0 :94.1%, BCG / Polio 1:94.1 %, Hb 1/ Polio 2 :92.6%, DPT 2/ Polio 3 :94.4%, DPT 3/ Polio 4 :92.2%, Campak/ Imunisasi lengkap :98.0 %.
Hal ini terbukti dengan 5 tanggapan orang tua mengenai imunisasi yang diberikan kepada anak-anak mereka. Didapatkan hasil bahwa 10 orang tua (50%) merasa takut dan sedih saat melihat anaknya menangis kesakitan saat imunisasi, 2 orangtua (30%) mengakui bahwa sebenarnya tidak ingin mengimunisasikan anaknya jika mengingat reaksi-reaksi yang akan ditimbulkan dari pemberian imunisasi seperti demam dan mual namun karena mengingat pentingnya pentingnya imunisasi bagi anaknya, anaknya, maka dengan berat hati orang tua membiarkan membiarkan anaknya mengalami kesakitan saat imunisasi. Dan 5 orangtua lainnya (100%) masih belum begitu mengenal bagaimana cara mengurangi nyeri yang dirasakan bayinya saat imunisasi.
Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada bayi yang yang di imunisasi imunisasi dengan judul judul : Pengaruh Kompres Hangat terhadap Respon Nyeri pada Bayi Saat Imunisasi di Puskesmas Kedungjati K abupa abupate ten n Gr G r obogan. obogan.
1
sederhana dapat mengurangi rasa nyeri pada seseorang yang mengalami kolik renal dan beberapa penyakit nyeri kronik lainnya (Judha, Sudarti, Sudarti, & Fauziah, Fauziah, 2012). 2012).
Pemberian kompres hangat dapat menimbulkan efek hangat serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan yang dapat menyebabkan menyebabkan terlepasnya terlepasnya endorphin, endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Runiari & Surinati, 2012). Kompres hangat juga akan menghasilkan efek fisiologis untuk tubuh yaitu efek vasodilatasi, peningkatan metabolisme sel dan merelaksasikan otot sehingga nyeri yang dirasa berkurang (PotterPerry, (PotterPerry, 2006).
Jumlah bayi yang ada di Puskesmas Kedungjati sampai dengan saat ini ( Nopember 2017) sebanyak 556 bayi.
Pencapaian masing-masing jenis imunisasi sesuai data pada bulan Januari 2017 sampai Nopember Nopember 2017 di Puskesmas Puskesmas Kedungjati dengan rincian sebagai berikut : Hb0 :94.1%, BCG / Polio 1:94.1 %, Hb 1/ Polio 2 :92.6%, DPT 2/ Polio 3 :94.4%, DPT 3/ Polio 4 :92.2%, Campak/ Imunisasi lengkap :98.0 %.
Hal ini terbukti dengan 5 tanggapan orang tua mengenai imunisasi yang diberikan kepada anak-anak mereka. Didapatkan hasil bahwa 10 orang tua (50%) merasa takut dan sedih saat melihat anaknya menangis kesakitan saat imunisasi, 2 orangtua (30%) mengakui bahwa sebenarnya tidak ingin mengimunisasikan anaknya jika mengingat reaksi-reaksi yang akan ditimbulkan dari pemberian imunisasi seperti demam dan mual namun karena mengingat pentingnya pentingnya imunisasi bagi anaknya, anaknya, maka dengan berat hati orang tua membiarkan membiarkan anaknya mengalami kesakitan saat imunisasi. Dan 5 orangtua lainnya (100%) masih belum begitu mengenal bagaimana cara mengurangi nyeri yang dirasakan bayinya saat imunisasi.
Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada bayi yang yang di imunisasi imunisasi dengan judul judul : Pengaruh Kompres Hangat terhadap Respon Nyeri pada Bayi Saat Imunisasi di Puskesmas Kedungjati K abupa abupate ten n Gr G r obogan. obogan.
1
1
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang diimunisasi dan berada di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Kedungjati Kabupaten Grobogan yaitu sebanyak 556 bayi. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan dengan pendekatan consecutive consecutive sampling.
intervensi pemberian kompres hangat dan 5 orang tanpa intervensi).Adapun kriteria sampel pada penelitian ini dibagi atas dua, yaitu kriteria inklusidan kriteria eksklusi:
a. Kriteria inklusi sebagai berikut :
Bayi berusia 0 – 0 – 12 12 bulan
Bayi sehat dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap imunisasi yang diberikan
Bayi yang menerima imunisasi melalui suntikan
Bayi yang disetujui menjadi responden oleh orangtua b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
Bayi yang telah diberikan minum ASI oleh ibunya
Bayi yang menangis atau tidak bisa ditenangkan sebelum pemberian tindakan penyuntikan.
Penelitian ini akan menggunakan beberapa instrument penelitian diantaranya :
Handuk kecil yang akan direndam dengan air hangat sebanyak 10 buah
Waskom kecil
Termometer Termometer digital.
2
ADS (0,05 ml dan 0,5 ml ).
Termos berisi air panas dengan suhu 36 °C – °C – 41 41 °C.
Penelitian ini diukur dengan menggunakan menggunakan alat pengumpulan pengumpulan data berupa lembar observasi respon perilaku nyeri bayi, yaitu FLACC ( Face, ( Face, Leg, Activity, Cry andConsolability). Pada penelitian penelitian ini, peneliti dibantu dibantu oleh 2 bidan desa yang bertugas bertugas memanggil dan mengisi data responden, memastikan ibu tidak memberi ASI pada bayinya, dan merekam proses penelitian sejak 2 menit sebelum penyuntikkan sampai menit setelah penyuntikkan selesai.
HASIL PENELITIAN P ENELITIAN
Tabel 1. Data Univariat Frekuensi
Persen
Jenis Kelamin
-
Laki-laki
16
40
-
Perempuan
24
60
-
0-2 bulan
8
20
-
3-5 bulan
14
35
-
6-8 bulan
8
20
-
9-10 bulan
5
12,5
-
11-12 bulan
5
12,5
-
BCG
7
40
-
DPT 1
5
12,5
-
DPT 2
8
20
-
DPT 3
5
12,5
Usia
Jenis Imunisasi
3
Tempat
Campak
15
37,5
7
17,5
17
42,5
16
40
Pemberian
Imunisasi
-
Intrakutan
-
M. Deltoideus
-
Vactus Lateralis
Berdasarkan Tabel 1 dapat digambarkan bahwa sebagian besar jenis kelamin bayi yang dijadikan sample dan mendapatkan imunisasi adalah perempuan sebanyak 60%. Usia bayi yang paling banyak diimunisasi berada pada rentang 3-5 bulan sebanyak 35%. Jenis imunisasi yang paling banyak didapat oleh bayi adalah Campak sebanyak 37,5% dan tempat pemberian imunisasi paling sering yaitu di area M.Deltoideus sebanyak 42,5%.
Tabel 2. Distribusi Respon Nyeri Pada Bayi
MinVariabel
Mean
SD
SE
Max
95% CI
Intervensi
-
Sebelum 3,35
0,813
0,182
2-4
2,098-
-
Sesudah
4,85
0,671
0,150
4-6
0,902
-
Sebelum 3,45
0,759
0,170
2-4
5,017-
-
Sesudah
7,80
0,768
0,172
7-9
3,683
Ko ntr ol
4
berkaitan dengan sel dan status gizi sehingga usia inilah paling baik untuk bayi menerima imunisasi secara rutin. Bayi yang dipakai dalam penelitian ini sebagian besar sudah menerima imunisasi campak dimana menurut penelitian, imunisasi campak
menunjukkan
capaian
indikator
pemenuhan
imunisasi
dasar
lengkap.Imunisasi pada bayi diberikan melalui subkutan pada m. deltoideus sehingga mempermudah penyerapan vaksin pada jaringan kulit (Hidayat, 2011).
Pada penelitian ini terlihat bahwa pada kelompok yang diberikan kompres hangat didapati skor nyeri sesudah dengan mean 4,85 dan pada kelompok tanpa pemberian kompres hangat didapati skor nyeri sesudah dengan mean 7,80. Hasil analisis ini menggunakan uji t-test independen dan dependen, dengan hasil bahwa pemberian kompres hangat sebelum tindakan penyuntikkan dapat menurunkan skala nyeri pada bayi setelah diberikan penyuntikkan imunisasi dan ada perbedaan respon nyeri pada kelompok kompres hangat dan kelompok tanpa pemberian kompres hangat.
Pada penelitian ini, kompres hangat menjadi salah satu pilihan tindakan yang mudah dan praktis dalam menurunkan nyeri yang dirasakan bayi saat imunisasi.Hal ini diperkuat dengan teori gate kontrol dimana kompres hangat yang diberikan sebelum penyuntikkan mampu menimbulkan efek hangat serta efek stimulasi kutaneus berupa sentuhan yang dapat melepaskan endorphin pada jaringan kulit yang dapat memblok transmisi stimulus nyeri sehingga impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem syaraf pusat (Melzack & Wall, 1965 dalam Potter & Perry, 2006).
Pemberian kompres hangat dapat juga mengakibatkan respon sistemik sehingga suhu yang dapat diberikan pada bayi yang dapat ditoleransi oleh kulit bayi adalah suhu berkisar 36 °C sampai 41 °C sehingga tidak dapat mencederai jaringan kulit bayi (Wong dkk, 2009). Melalui mekanisme penghilang panas (vasodilatasi), kompres hangat mampu meningkatkan aliran darah kebagian cedera dengan baik.
5
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan “Apakah terdapat perbedaan skala nyeri bayi yang diberikan Kompres air hanghat dengan yang tidak mendapatkan kompres air hangat pada tindakan imunisasi di Puskesmas Kedungjati? C.Tujuan penelitian
1. Tujuan umum Mengetahui perbedaan skala nyeri antara pemberian kompres air hangat dengan yang tidak diberikan kompres air hangat pada bayi saat imunisasi 2. Tujuan khusus a. Mengidentifikasi respon nyeri bayi yang diberikan kompres air hangat pada saat dilakukan imunisasi. b. Mengidentifikasi respon nyeri bayi yang tidak diberikankompres air hangatpada saat dilakukan imunisasi. c. Mengidentifikasi perbedaan respon nyeri pada kelompok yang diberikan kompres air hangat dengan yang tidak diberikan kompres air hangat. D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teori Penelitian ini diharapkan dapat memberikan evidence base tantang manfaat menejemen nyeri pada bayi secara nonfarmakologis lebih meningkat sehingga dapat mendukung dan memperkuat hasil penelitian s ebelumnya. 2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti Dapat menambah wawasan tentang pentingnya pengaruh pemberian kompres air hangatdengan tingkat penurunan respon nyeri pada saat imunisasi bayi b. Bagi responden Memberi informasi mengenai menurunnya nyeri akibat tindakan invansif terhadap pengaruh pemberian kompres air hangat pada bayi saat imunisasi. c. Bagi institusi pelayanan kesehatan
6
Memberikan
rekomendasi
strategi
penatalaksanaan
pemberian kompres air hangat pada bayi saat imunisasi.
nyeri
dengan
7
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep nyeri pada bayi 1. Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Potter dan Perry, 2005).Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat menurut The International Association for the Study of Pain (IASP). Nyeri adalah pengalaman yang tidak menyenangkan sensorik maupun emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan resiko atau aktual kerusakanjaringan tubuh,timbul ketika jaringan sedang rusak (Judha et al., 2012). Nyeri mempunyai komponen sensori, emosi dan kognitif yang berhubungan dengan faktor lingkungan, sosiokultural dan tumbuh kembang anak.Interprestasi dimana setiap orang berbeda dengan yang lainnya jika berhadapan
dengan
dengan
stimulus
yang
melukai.Nyeri
pada
bayi
diinterprestasikan dan diekspresikan melalui tingkah laku (menangis, wajah menyeringai, fleksi dan ektensi alat gerak dan perubahan fisiologis. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan kombinasi dari respon sensorik, afektif dan psikomotor sehingga hubungan nyeri dengan kerusakkan jaringan tidak sama dan nyeri bersifat subyektif, sehingga laporan atau keluhan dari pasien merupakan penilaian yang paling arti dalam menegakkan diagnosa nyeri 2. Fisiologi nyeri
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurologis kompleks yang disebut sebagai
(nociception) yang merefleksikan empat proses
komponen yang nyata yaitu tranduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri disusunan saraf pusat cortex serebri(Daniela et al., 2010). Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan adalah suatu proses yang mengikuti elektofisiologi. Menurut Latief et al. (2001), ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsi yaitu :
8
a. Proses Tranduksi Proses dimana stimuli noksus diubah keimpuls elektrikal pada ujung syaraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung syaraf perifer (nerve ending ) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpuscolum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana postaglandin inilah yang menyebabkan sinsitasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri Keadaan ini dikenal sebagai sensitasi perifer (Breivik et al., 2008). b. Proses transmisi Proses penyaluran implus melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana implus tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ketractus spinoretikulalaris
selanjutnya
implus
disalurkan
kethalamus
dan
somatosensori di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Uman et al., 2007). c. Proses modulasi Proses modulasi merupakan perubahan transmisi nyeri yang terjadi pada susunan saraf pusat (modulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara system analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk kekornu posterior medulla spinalis merupakan proses asenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkafalin, endorphin, serotonin, norandrenalin) dapat menekan
impuls nyeri pada
kornu posterior medulla spinalis. Kornuposterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan nyeri sangat subyektif pada setiap orang. (Uman et al., 2007;Danielaet al., 2010).
9
d. Persepsi Hasil akir dari proses interaksi yang komplek dan proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada akirnya akan menghasilkan suatu proses subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks. 3. Teori Pengontrolan nyeri ( Gate Control Theory )
Teori gate control menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan sepanjang system saraf pusat Potter & Perry, 2006).Mekanisme pertahanaan dapat ditemukan disel-sel gelatinosa subtasia di dalam
kornu
dorsalis
pada
medullaspinalis,
thalamus,
dan
system
limbic.Impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan di impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanisme atau termal serabut saraf C. Serabut saraf A-delta mempunyai karaktristik menghantarkan nyeri dengan cepat serta bermielinasi, berukuran sangat kecil. Selain itu dapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat melepaskan neurotransmiter penghambat . Sehingga, apabila masukan dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan dan nyeri tidak dipersepsikan(Prasetyo, 2010) Mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat kita menggosok punggung dengan lembut. Pesan yang dihasilkan menstimulasi mekareseptor, menyebabkan “gerbang” akan menutup sehingga impuls nyeri akan terhalang. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuat pertahanan tersebut dan klien akan mempersepsikan nyeri. Alasan inilah yang mendasari mengapa dengan melakukan usapan dapat mengurangi durasi dan intensitasnya nyeri (Potter & Perry, 2006) Berbeda dengan neuro sensori, alur saraf desenden mempunyai aktivitas melepaskan opiate endogen, seperti endorphin dan dinorpin, suatu pembuluh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup pertahanan
10
dengan menghambat pelepasan subtansi P. tehnik distraksi, konseling, dan pemberian placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin. Namun belum
ada
penelitian
yang
menjelaskan
bagaimana
individu
dapat
mengaktifkan endorphin. 4. Respon nyeri pada bayi
Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa respon yang muncul akibat nyeri pada bayi: a. Perubahan fisiologis Peningkatan : denyut jantung, tekanan darah, respirasi rate (RR), konsumsi oksigen , mean airway pressure, tonus otot, tekanan intracranial b. Perubahan prilaku Perubahan ekspresi wajah :gerakan berulang-ulang ( grimacing ), screwing up of eyes, hidung mengembang/melebar, deep nasolobial groove, lidah melengkung, dagu bergetar c. Perubahan biokimia Peningkatan
pelepasan
:kortisol,
katekolamin,
glucagon,
hormone
pertumbuhan, renin, aldosteron, ADH, penurunan sekresi insulin d. Perubahan autonomic Midriasis, berkeringat, kemerahan, pucat e. Pergerakan tubuh Mengatupkan jari-jari, postur tubuh tidak beraturan, writhing, arching of back, head banging 5. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri
Menurut Badr et al (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon nyeri akut pada bayi terutama saat dilakukan penusukkan, yaitu umur kehamilan saat bayi dilahirkan, Usia bayi saat ini, paparan nyeri sebelumnya, tipe jarum, status bayi sebelum dilakukan prosedur, jenis kelamin, penggunaan sedative.
11
a. Umur kehamilan Bayi premature memiliki ambang nyeri yang rendah dan memperlihatkan respon fisiologis yang lebih pada saat diberikan prosedur yang menyakitkan (Anand et al, 2007).Tetapi ada juga yang melaporkan bahwa bayi immature kurang mampu merespon secara tepat terhadap nyeri. Bayi matur lebih kuat dalam
merespon
nyeri
kususnya
dalam
memperlihatkan
respon
prilaku(Gibbsons, Stevens & McGrath et al., 2007: Mainous& Looney, 2007) b. Usia Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada respon nyeri. Perbedaan tingkat perkembangan yang ditemukan antara kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana reaksi terhadap nyeri (Daniela et al, 2006). Bayi belum bisa mengungkapkan nyeri secara verbal, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada bayi. Penelitian
Kenneth et al. (2006), menjelaskan bahwa perkembangan usia anak mempengaruhi makna nyeri dan ekspresi yang dimunculkan. Usia bayi memberikan respon nyeri dengan menangis dan lebih mudah ditenangkan kembali dengan dipeluk oleh orang tuanya. c. Jenis kelamin Perbedaan respon nyeri dikaitkan jenis kelamin bayi, saat ini masih merupakan hal yang menjadi perdebatan.Secara umum jenis kelamin tak berbeda secara bermakna dalam merespon terhadap nyeri. Toleransi terhadap nyeri dipengaruhi faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada individu tanpa memperhatikan jenis kelamin (Potter & Perry, 2005). Karaktristik jenis kelamin dan hubungan dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan penting tersendiri. d. Pengalaman terhadap paparan prosedur nyeri Paparan nyeri dan stress selama bayi dirawat di Nicu akan merusak respon bayi premature. Pengalaman nyeri sebelumnya pada bayi premature berbanding berbalik dengan skor yang dialami (Badr et al 2010).melakukan
12
pengkajian pada bayi premature yang dilakukan prosedur penusukan tumit selama periode delapan minggu dan menemukan tidak ada perubahan yang signifikan pada denyut jantung maupun saturasi oksigen, juga tidak ditemukan peningkatan ekspresi wajah pada saat nyeri. e. Pemakaian Sedative Pemakaian sedative pada bayi saat dilakukan prosedur menyakitkan sangat bervariasi tergantung dari kebijakan pihak rumah Sakit setempat. Beberapa rumah sakit selalu menggunakan sedative pada saat waktu-waktu tertentu bahkan ada yang sama sekali tidak menggunakan sedative saat dilakukan prosedur invansif yang menyakitkan (Badr et al, 2010). Menurut Carbajal et al (2005) penggunaan morfin intravena tidak memberikan analgesia yang adekuat untuk nyeri akut saat dilakukan prosedur bayi usia dibawah 33 minggu yang mengalami nyeri akut akibat prosedur invansiv yang berulang. f. Tipe jarum suntik Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25mm, tetapi ada pengecualian lain : 1) Pada bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16mm. 2) Untuk suntikkansubkutan pada lengan atas, dipakai jarum 25 dengan panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12mm (Ranuh et al, 2008) 6.
Dampak nyeri terhadap bayi
Efek nyeri pada individu hampir sama baik pada dewasa ataupun pada anakanak, efek yang ditimbulkan oleh nyeri terdiri dari : a.
Tanda dan gejala klinik Tanda fisiologis dapat menunjukan nyeri pada pasien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan.Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom.Respon fisiologis nyeri akut meliputi perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan yang meningkat.
13
b.
Efek perilaku Pasien yang mengalami nyeri menunjukan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial.Pasien seringkali meringis, mengeryitkan dahi, mengigit bibir, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
7.
Pengkajian nyeri
Pengamatan perilaku dan respon pengkajian nyeri berdasarkan tingkat perkembangan.respon anak terhadap nyeri mengikuti pola perkembangan dan dipengaruhi temperaman kemampuan koping.ketika mengkaji nyeri penggunaan berbagai strategi pengkajian membantu dalam memperoleh hasil pengkajian psikologik. Tingkat nyeri pada bayi dapat diukur dengan menggunakan skala pengkajian untuk nyeri. Skala nyeri yang digunakan untuk bayi antara lain : a.
Skala nyeri paska operasi ( Post Operative Pain skor /POPS ) Digunakan untuk mengkaji nyeri pada bayi pada usia 1-7 bulan. Skala ini terdiri dari 10 penilaian dengan masing-masing skor 0-2 dengan rentang skor total 0 untuk nyeri hebat dan 20 untuk tidak nyeri. Adapun variabel yang dinilai adalah tidur (0-2), fleksi jari-jari tangan maupun kaki (0-2), ekspresi wajah ( 0-2), kemampuan menghisap (0-2), kualitas menangis (02), suara (0-2), gerakan (0-2), rangsangan (0-2), kemampuan dihibur (0-2), keramahan (0-2), (Hockenberry & Wilson, 2009)
b. Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) Skala nyeri ini mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan rata-rata umur kehamilan 33,5 minggu. Skala terdiri 6 variabel penilaian dengan total skor 0 untuk tidak ada nyeri sedangkan 7 nilai nyeri hebat.Adapun variabel yang dinilai adalah ekspresi wajah (0-1), tangan (0-1), menangis (0-2), kaki (0-1), pola pernafasan (0-1), dan kepekaan terhadap rangsangan 0-1. (Glesper &Richarson, 2006)
14
c.
Cry, Requiring, oxygen, increased vital signs, expression, and sleeplessness (CRIES) Skala digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada bayi dengan umur kehamilan 32 sampai 60 minggu.Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk nyeri hebat.Adapun penilaian tersebut adalah adalah menangis (0-2), peningkatan kebutuhan oksigen tambahan (0-2), peningkatan tanda vital (0-2), ekspresi (0-2), tidak bisa tidur (0-2). (Glasper & Richarson, 2006)
d. Pain Ranting Scale (PRS) Skala digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada bayi umur 1-36 bulan.Skala ini terdiri dari 6 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak nyeri dan 5 untuk nyeri hebat. Adapun penilaian tersebut adalah tersenyum, tidur tidak ada perubahan ketika digerakan maupun disentuh 0, membutuhkan sedikit kata-kata, gelisah bergerak, menangis (1), perubahan prilaku, tidak mau makan/minum, menangis dengan periode pendek, Mengalihkan perhatian dengan bergoyang atau dot (2), peka rangsang tangan dan kaki bergerak-gerak, wajah meringis (3), mengapai-gapai, meratap dengan nada tinggi, orang itu meminta obat untuk mengurangi nyeri, tidak dapat mengalihkan perhatihan (4), tidur yang lama terganggu sentakan, menangis terus menerus, pernafasan cepat dan dangkal (5), (Hockenberry & Wilson, 2009). e. Face, leg, Activity, Cry, Consolability Behavioral scale (FLACC) Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak usia 1 bulan-3 tahun (Glasper &Richardson, 2006) atau 2 bulan-7 tahun (Hockenberry & Wilson, 2009). Skala ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak nyeri dan 10 untuk nyeri hebat.Adapun penilaian tersebut adalah ekspresi muka (0-2), gerakan kaki (0-2,) aktivitas (0-2), menangis (0-2), kemampuan dihibur (0-2). Adapun hasil skor prilakunya adalah 0; untuk rileks dan nyaman, 1-3; nyeri ringan / ketidaknyamanan ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-10 nyeri berat/ ketidaknyamannanberat
15
(Glesper & Richarson, 2006; Pootts & Mandleco, 2007). Adapun untuk lebih jelasnya mengenai skala prilaku FLACC dijelaskan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Nyeri perilaku FLACC 0 Face
(expresi
muka)
1
Tidak
ada
2
Kadang
kala
ekspresi
atau
yang khusus atau
menarik diri
menangis
mengerutkan
dahi,
Sering mengerutkan dahi
tersenyum
secara
terus menerus, mengatupkan rahang dagu bergetar
Legs
(gerakan
kaki)
Posisi
normal
Tidak
atau rileks
tenang,
gelisah,
tegang
Menendang atau menarik diri
Activity (aktivitas)
Berbaring
Mengeliat-geliat,
tenang,
balik berpindah, tegang.
posisi
bolak-
Melengkung, kaku,
atau
normal,
terus
bergerak
menyentak
dengan mudah Cry (Menangis)
Tidak
Merintih atau merengek,
Menangis
menangis
kadangkala mengeluh
terus-
(terjaga
atau
menerus,
tidur)
berteriak atau terisakisak,
sering
mengeluh Consolability
Sering rileks
Ditenangkan
dengan
Sulit
untuk
(kemampuan
sentuhan sesekali, pelukan
dihibur atau
dihibur)
atau
sulit
berbicara
dapat
dialihkan Sumber
Markel,voepel-Lewis,Shayevitz,et
al.
(1997)
untuk
nyaman dalam
Glesper
&
Richadson,2008;Hockenberry &Wilson (2009).The FLACCis a behavioral pain assessment scale
16
f.
Penatalaksanaan nyeri
Terdapat berbagai tindakan non farmaologiyang dapat dilakukan seorang perawat untuk mengurangi nyeri yang diderita anak.Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa macam tehnik nonfarmakologik yang dapat diberikan pada anak untuk mengurangi nyeri diantaranya : Dalam Penelitiannya Derebent et al. (2008),yang berjudul Non Pharmacological Pain Management In Newborn dijelaskan tentang beberapa strategi nonfarmakologis untuk mencegah atau mengurangi nyeri pada bayi baru lahir, yaitu :
a. Pengaturan Posisi Perubahan atau pengaturan posisi bayi membuat bayi merasa lebih nyaman. Posisi telungkup mengurangi nyeri dan stres setelah dilakukan prosedur invasif dan mempertahankan stabilitas b. Stimulasi olfaktori dan multisensory 1) Kangaroo Care dan sentuhan ibu Penelitian terhadap 74 neonatus preterm dengan masa gestasi lebih dari 32 minggu menjelaskan bahwa kangaroo care menyebabkan penurunan respon nyeri, yang diukur dengan menggunakan Prematur Infant Pain profile (PIPP). Sebuah meta-analisis menggambarkan bahwa efek pencegahan nyeri terbesar terjadi dengan adanya “ketenangan ibu” jika dibandingkan dengan pelukan dan pengaturan posisi. 2) Pijatan Gerakan teratur dan berulang-ulang memiliki pengaruh dalam menurunkan nyeri dengan cara menenangkan dan mengurangi tangisan. 3) Non-nutritive dan nutritive sucking Non-nutritive sucking adalah meletakkan pacifier pada mulut bayi untuk meningkatkan perilaku penghisapan tanpa ASI atau susu formula. Sebagai akibat dari non-nutritive sucking, mereka menjadi lebih tenang dan perhatian, dan menangis berkurang.Penggunaan metode penghisapan
17
menyebabkan peningkatan pelepasan serotonin yang secara langsung maupun tidak langsung menurunkan transmisi stimulus nyeri. Nonnutritive sucking pada pacifier atau pada kain wool juga menghasilkan penurunan yang signifikan pada denyut jantung 4) Pemberian pemanis oral Gula atau pemanis oral lainnya yang digunakan sendiri atau bersamaan dengan pacifier menurunkan nyeri yang disebabkan oleh prosedur yang menimbulkan nyeri pada bayi baru lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (2004), pada 32 bayi preterm menemukan bahwa pemberian pemanis oral efektif untuk mengurangi nyeri, yang diukur dengan instrument PIPP untuk bayi yang usia gestasinya kurang dari 31 minggu. Penggunaan pemanis oral mengurangi respon psikologis dan prilaku yang dicetuskan oleh stimulus nyeri pada bayi baru lahir.Beberapa penelitian merujuk pada penggunaan sukrosa, dengan sedikit menekan pemanis yang lain, misalnya dextrose. Steven et al. (2010), melakukan penelitian secara random kepada bayi baru lahir yang menjalani prosedur penusukan vena. Penelitian ini mengevaluasi ba yi baru lahir yang berusia lebih dari 28 hari yang mendapatkan sukrosa oral menurunkan denyut jantung, panjang tangisan, ekspresi nyeri pada wajah pada bayi cukup bulan
dan
kurang
bulan.
Skor
pada
PIPP,
sebuah
referensi
skalamultidimensi yang digunakan untuk mengevaluasi nyeri karena prosedur pada neonatus, diketemukan untuk menurunkan 2 poin dengan penggunaan pemanis.Anand et al. (2007), kompres air hangat sangat efektif dalam menurunkan nyeri karena prosedur pada bayi baru lahir dan subtansi ini bekerja secara sinergis American
Academy
of
dengan nonnutritive suction. The
Pediatrics
dan
Canadian
Pediatric
Societymerekomendasikan pemberian 0.05-0,5 ml dari sukrosa secara oral 1-2 menit sebelum prosedur untuk mengurangi nyeri pada neonatus.
18
5) Menyusui ASI memiliki manfaat nutrisi, immonologisdan fisiologis dibandingkan dengan susu formula atau susu jenis lainya (PONEK, 2008). ASI memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan bayi. ASI memiliki efek analgesik yang dapat mengurangi nyeri pada bayi baru lahir.Penelitian yang mengevaluasi efektifitas menyusui dengan ASI dalam menurunkan nyeri menunjukkan hasil bahwa men yusui merupakan tindakan yang mudah diimplementasikan dan intervensinya sangat aman dalam menurunkan nyeri akut pada bayi.Pengecapan dan rasa yang didapat saat ASI diduga menurunkan nyeri. Didalam 2 mL ASI mengandung lemak, kompomen-kompomen protein, Zat-zat yang manis, dimana semuanya dapat menerunkan nyeri pada bayi, baik pada manusia maupun binatang, dan secara spontan mengeliminasi tangisan yang mendasari mekanisme ini adalah rasa menginduksi analgesik melalui jalur opiad dan memblok nyeri aferen pada tingkat spinal. 6) Menurunkan stimulus lingkungan Stimulus seperti cahaya yang terang dan suara bising dapat menyebabkan peningkatan stimulasi
pada bayi baru lahir.mengurangi stimulus
lingkungan dapat menenangkan bayi dan secara tidak langsung mengurangi nyeri. 7) Musik Tanpa mempertimbangkan tipe musik, efek positif terhadap respon nyeri banyak sekali dipaparkan, seperti membuat denyut nadi lebih teratur dan frekuensinya menurun, menenangkan secara psikologis, dan peningkatan saturasi oksigen.Musik menurunkan respon nyeri jikadikombinasikan dengan non-nutritive sucking yang ditunjukkan oleh Neonatal Infant Pain Scale. 8) Menyelimuti bayi Penelitian menjelaskan bahwa memfasilitasi untuk menyelimuti bayi merupakan intervensi pencegahan/penurunan nyeri yang efektif. Dengan menyelimuti bayi, maka akan menurunkan denyut nadi. Pada penelitian
19
terhadap 40 bayi preterm yang diinkubator dan terpasang ventilator dengan usia gestasi antara 23 sampai 32 minggu, menyelimuti bayi selama tindakan penghisapan endotrakeal dapat mencapai penurunan nyeri yang signifikan. c. Skala nyeri
Wong-Baker FACES Pain Rating Scale Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan keluhannya. Berikut skala nyeri yang kita nilai berdasarkan ekspresi wajah:
Skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah Penilaian Skala nyeri dari kiri ke kanan:
Wajah Pertama
: Sangat senang karena ia tidak merasa sakit sama sekali.
Wajah Kedua
: Sakit hanya sedikit.
wajah ketiga
: Sedikit lebih sakit.
Wajah Keempat
: Jauh lebih sakit.
Wajah Kelima
: Jauh lebih sakit banget.
Wajah Keenam
: Sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis
Penilaian skala nyeri ini dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas.
20
Skala Nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale) 0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal.
1 nyeri hampir tak terasa (sangat ringan) = Sangat ringan, seperti gigitan nyamuk. Sebagian besar waktu Anda tidak pernah berpikir tentang rasa sakit. 2 (tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit. 3 (bisa ditoleransi) = nyeri Sangat terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter. 4 (menyedihkan) = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah. 5 (sangat menyedihkan) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir 6 (intens) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian mempengaruhi sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu. 7 (sangat intens) = Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu melakukan perawatan diri.
8 (benar-benar mengerikan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir jernih, dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan berlangsung lama.
9 (menyiksa tak tertahankan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya
dan
sampai-sampai
menuntut
untuk
segera
menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa efek samping atau risikonya.
10 (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri begitu kuat tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah mengalami sakala rasa
21
sakit ini. Karena sudah keburu pingsan seperti mengalami kecelakaan parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa parah.
Pengelompokan:
Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu) Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu aktifitas fisik) Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri) Jika kedua skala nyeri di atas digabungkan maka akan menjadi seperti ini:
B. IMUNISASI 1.
Pengertian
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2009). Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu penyakit. (Ditjen PP dan PL Dinkes RI, 2009) Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan kedalam tubuh seseorang atau
22
kelompok orang, yang bertujuan merangsang timbulnya zat anti penyakit tertentu pada orang- orang tersebut. Orang yang diberi vaksin akan memiliki kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan (Achmadi, 2006). Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio (Hidayat, 2008). 2. Tujuan pemberian imunisasi
Menurut Ranuh (2008), tujuan pemberian imuniasi adalah : a. Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas b. Imunisasi sangat efektif untuk mencegah penyakit menular. c. Menghilangkan
penyakit
tertentu
pada
sekelompok
masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. 3.
Manfaat imunisasi
Menurut Atikah (2010), manfaat imunisasi adalah : a. Untuk anak : mencegah penderita yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian. b. Untuk keluarga : Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua
yakin bahwa anak akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. c. Untuk Negara : Memperbaiki tingkat kesehatan,menciptakan bangsa yang kuat dan bekal untuk melanjutkan pembangunan Negara. 4.
Macam – macam imunisasi
Menurut Atikah (2010), macam imunisasi dibagi menjadi 2 yaitu : a. Imunisasi aktif Merupakan pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar system kekebalan atau imun tubuh dapat merespon secara spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen.sehingga bila penyakit maka tubuh dapat mengenali dan meresponnya.contoh dari
23
imunisasi aktif adalah imunisasi polio atau campak.Dalam imunisasi aktif,terdapat beberapa unsur – unsur vaksin yaitu : 1)
Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan
2)
Pengawet, stabilisator atau antibiotik.Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.
3)
Cairan pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan
4)
Kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen
b. Imunisasi pasif Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum
yang
telah
mengandung
zat
anti,
atau
anak
tersebut
mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan (Riyadi & Sukarmin, 2009) Menurut Hidayat (2008), imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imonoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui proses infeksi yang berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (buas ular) digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. 5. Jenis- jenis imunisasi
a.
BCG Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya TBC yang, sebab terjadinya penyakit ini primer ataupun ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. Vaksin BCG merupakan Vaksin hidup yang dibuat dari mycrobacterium bovis yang dibiak ulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tapi masih mempunyai imonogenitas.Vaksin BCG diberikan pada umur antara 0-2 bulan.Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas.Depertemen kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 0-12 bulan.Apabila BCG diberikan pada umur lebih 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji mantox (tuberculin ) terlebih dahulu. Diberikan
24
apabila uji tuberculin negative. Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,1 ml untuk anak > 1tahun 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun. BCG ulang tidak dianjurkan.kontrandikasi : mengidap penyakit TBC, immonokompramais (leukemia, HIV, pengobatan steroid panjang) karena vaksin BCG adalah vaksin hokum hidup. b. Hepatitis B Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. Kandungan vaksin ini adalah HBsAg cair. HBsAg ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan cara rekayasa genetik dengan bantuan sel ragi. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak tiga kali dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi ini diberikan melalu intramuskuler. c. DPT Imunisasi DPT (Difteri Pertusis Tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus.Vaksin ini merupakan vaksin mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid), biasanya diolah bersama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin difteri disebabkan corynebakterium difteriae, penularannya melalui jalan nafas atau bahan eksudat dari lesi dikulit.Vaksin tetanus tidak meluas penyebabnya clostridium titani, penularannya dipengaruhi kondisi lingkungan.Vaksin pertusis disebabkan oleh bordetella pertusis penularannya melalui batuk.Vaksin DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan. DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu dengan interval 4-8 minggu.Interval terbaik diberikan 8 minggu.Jadi DPT-2 diberikan pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan pemberian pertama zat anti.Pada pembentukan kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. pemberian vaksin DPT ulangan booster diberikan 1 tahun setelah DPT-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. imunisasi DPT diberikan melalui
25
intramuskuler. kontra indikasi yaitu kejang karena epilepsi, kelainan saraf, alergi DPT, yang menyebabkan panas dan antigen pertusis. d. Polio Imunisasi polio ini merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran yang masing-masing mengandung virus polio tipe I,II,III yaitu : 1) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I ,II ,III yang sudah dimatikan yaitu vaksin IVP ( Inaktif Vaksin Polio ), cara pemberianya dengan penyuntikan Secara IM Pada Paha kiri bagian tengah, bersamaan dengan pemberian vaksin ke tiga DPT – HIB pada saat bayi usia 4 bulan. 2) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I,II,III yang masih hidup tetapi telah dilemahkan (vaksin sabin), cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan. Di Indonesia vaksin yang lazim diberikan adalah virus yang dilemahkan (vaksin sabin). Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Kedua jenis vaksin tersebut mempunyai kebaikan dan kekurangannya. Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Karena cara pemberiannya lebih mudah melalui mulut maka lebih sering dipakai jenis sabin .kontra indikasi yaitu demam tinggi 380c, diare, keganasan, HIV, pengobatan dengan steroid, kekebalan terganggu. Sehubungan dengan pemberian Vaksin polio tipe I,II,III yang
sudah
dilemahkan
dengan
cara
pemberiannya
melalui
penyuntikan Secara IM , maka jenis Vaksin polio tipe I,II,III yang cara pemberiannya secara peroral sekarang sudah diganti jenis vaksin tipe I,III ( Mono valent) yang masih hidup tetapi dilemahkan. e. Campak Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
campak
menular.Disebabkan
pada oleh
anak
karena
termasuk
family paramyxovirindae.vaksin
penyakit campak
mengandung virus campak di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk
26
kemasan kering tunggal atau didalam kemasan kering tunggal atau didalam kemasan kering yang dikombinasi dengan vaksin gondong/begok (mumps) dan rubella (campak jerman).imunisasi campak diberikan melalui subkutan.
6.
Cara pemberian imunisasi dasar
Tabel 2.3 Cara pemberian imunisasi dasar Vaksin
Dosis
Cara pemberian
BCG
0,05 ml
Disuntikan secara intrakutan kanan atas
DPT
0,5 ml
Secara intramuscular
IVP
0,5 ml
Secara intramuscular
Polio
2 tetes
diteteskan dimulut
Campak
0,5 ml
Subkutan,biasanya dilengan kiri atas
Hepatitis B
0,5 ml
Intramuskular
pada
anterolateral (Sumber : Depkes RI, 2010)
7. Jadwal pemberian imunisasi
Tabel 2.4 Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar Umur
Jenis imunisasi
0-7hari
Hepatitis B
1 bulan
BCG, Pol 1
2 bulan
Hepatitis B 2, DPT 1, Polio 2
3 bulan
Hepatitis B 3, DPT 2, Polio 3
4 bulan
DPT 3, Polio 4, IPV
9 bulan
Campak (Depkes : RI, 2016)
27
8. Tempat mendapatkan pelayanan imunisasi
Puskesmas terdiri dari (kesehatan ibu dan anak) KIA, (usaha kesehatan sekolah)UKS, posyandu dan balai pengobatan.Non puskesmas meliputi : rumah sakit, rumah sakit bersalin, rumah bersalin, dokter Praktek anak, dokter umum, dokter spesialis kebidanan, bidan praktek dan balai kesehatan masyarakat 9. Efek samping imunisasi
Menurut Atikah (2010 ) dan Depkes (2006 ), efek samping dari imunisasi adalah : a. BCG Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka yang tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher.Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam. b. DPT Imunisasi DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat.efek samping ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan dan demam efek berat misalnya terjadi kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun menangis hebat, sianosis, terjadi kejang dan syok. Dianjurkan minum penurun panas setelah diberikan vaksin DPT. c. Poliomilitis Jarang terjadi efek samping atau terdapat efek samping.efek samping berupa paralis yang disebabkan oleh vaksin jarang terjadi (kurang dari 0,17 :1.000.000). Bila ada efek sampingnya adalah pasien diare ringan sakit otot.
28
d. Campak ( morbili ) Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.Pada beberapa anak biasanya diare. e. Hepatitis B Demam yang tidak terlalu tinggi biasanya hilang setelah 2 hari timbul kemerahan ditempat penyuntikan, bengkak, nyeri.hipersensitif terhadap kompomen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan pada penderita infeksi berat yang disertai kejang.
C. Faktor yang mempengaruhi nyeri saat imunisasi 1.
Tempat penyuntikkan
Pemilihan tempat penyuntikan juga dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan individu saat tindakan penyuntikkan.Penyuntikkan pada bayi yang dilakukan didaerah vatus lateralis atau otot ventrogluteal dapat meminimalkan reaksi lokal dari vaksinasi.(Hockenberry & Wilson, 2007). 2.
Jenis Imunisasi
Nyeri yang diakibatkan oleh tindakan penyuntikkan imunisasi juga dapat disebabkan oleh jenis imunisasi. Study yang membandingkan hubungan nyeri dengan bermacam-macam formulasi vaksin MMR, didapatkan hasil bayi yang menerima vaksin priorix rentang nyerinya lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang menerima M-M-R II (Ipp et al., 2004) 3.
Posisi anak saat penyuntikkan
Posisi anak yang paling nyaman untuk suntikkan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya. Lengan yang akan disuntik dipengang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau penggasuhnya. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikkan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan resiko penetresi saraf. Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak kesiku.Lokasi
29
yang baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromion dan insersi pada tengah humerus.Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45 ˚60˚ mengarah pada akromion.Bila bagian bawah deltoid yang di suntik, ada resiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep. Perhatian untuk suntikkan subkutan :Arah jarum suntik 45˚Cubit tebal
untuk suntikkan subkutan, Aspirasi sepuit sebelum vaksinasi disuntikkan. Ukuran jarum 22-25 panjang 22-25 mm
D. Pemberian Kompres air hangat untuk menurunkan skala nyeri bayi yang diimunisasi 1. Pengertian
Suatu prosedur menggunakan kain/handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelan pada bagian tubuh tertentu. 2. Alat dan bahan Persiapan Alat : 1) Kom berisi air hangat (40-46oc). 2) Bak steril berisi 2 buah kasa beberapa potong dengan ukuran yang sesuai. 3) Kasa perban atau kain segitiga. 4) Pengalas. 5) Sarung tangan bersih di tempatnya. 6) Bengkok 2 buah (satu kosong, satu berisi larutan lysol 3%) 7) Waslap 4 buah. 8) Pinset anatomi 2 buah. 9) Korentang.
3. Prosedur Dekatkan alat-alat kedekat klien. 2)
Perhatikan privasi klien.
3)
Cuci tangan.
30
4)
Atur posisi klien yang nyaman.
5)
Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dikompres.
6)
Kenakan sarung tangan.
7)
Ambil beberapa potong kasa dengan pinset dari bak seteril, lalu masukkan ke dalam kom yang berisi cairan hangat.
8)
Kemudian ambil kasa tersebut, lalu bentangkan dan letakkan pada area yang akan dikompres.
9)
Bila klien menoleransi kompres hangat tersebut, lalu ditutup atau dilapisi dengan kasa kering. Selanjutnya dibalut dengan kasa perban atau kain segitiga.
10)
Lakukan prasat ini selama 15-30 menit atau sesuai program dengan anti balutan kompres tiap 5 menit.
11)
Lepaskan sarung tangan.
12)
Atur kembali posisi klien dengan posisi yang nyaman.
13)
Bereskan semua alat-alat untuk disimpan kembali.
14)
Cuci tangan.
15)
Dokumentasikan tindakan ini beserta responnya. (Davidson, D, J.2009)
E. Kerangka teori
_
31
F. Kerangka konsep penelitian
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian
Variabel Independent
Pemberian kompres hangat
Variabel Dependen
Skala nyeri bayi Saat Imunisasi
G. Hipotesis penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ada pengaruh dalam pemberian kompres air hangt t erhadap skala nyeri pada bayi imunisasi di Puskesmas Kedungjati Kabupaten Grobogan.
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian quasi eksperimen. Kelompok subyek yang diolah setelah dilakukan intervensi (Arikunto, 2006). Dengan menggunakan rancangan post test with control group. Rancangan tersebut diatas dapat dilihat digambar sebagai berikut: A1
A2
Kompres air hangat
Skala nyeri
Imunisasi
Gambar 3.1. Bagan desain penelitian (Atmojo, 2010)
Keterangan: A1
: Skala nyeri pemberian kompres air hangat
A2
: Skala nyeri
B. Populasi dan sampel
1. Populasi Menurut Arikunto (2010), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang diimunisasi di Puskesmas Kedungjati pada bulan Januari 2017 sanmpai dengan Nopember 2017 sebanyak 556.
33
Menurut Notoatmodjo (2010),sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling jenis consecutive samplingyaitu dengan mengambil seluruh subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria inklusi dan Eksklusi selama penelitian berlangsung. Kriteria Inklusi dari penelitian ini adalah
sebagai
berikut: a. Kriteria Inklusi meliputi : 1)
Bayi usia 6 – 12 bulan
2)
Jenis imunisasi adalah imunisasi invasif
3)
Imunisasi Campak
4)
Bayi tidak mengalami gangguan kesehatan atau sakit
5)
Tempat penyuntikkan di daerah deltoid
6)
Saat
penyuntikkan
imunisasi
bayi
berada
dipangkuan
ibu
/penggasuhnya. b. Kriteria Eksklusimeliputi : 1)
Tidak bersedia menjadi responden
2)
Belum selesai pengamatan respon skala nyeri selama 3 menit paska tindakan imunisasi, sudah diberikan vaksin polio.
Penentuan untuk menghitungbesar sampel pada rerata dua populasi independen dapat diperkirakan menggunakan rumus menurut
Sastroasmoro (2008),
sebagai berikut :
n1 = n2 = 2(Zα + Zβ) S ² (X1 – X2)² n1 = n2
= Besar sampel
S
=Standar deviasi dari beda dua rata-rata berpasangan
penelitian awal kelompok Zα
= Derajat kemaknaan (deviat baku alpha) 10% (1,96)
34
Zβ
= Kekuatan uji (deviat baku beta) 80% (0,84)
(X1- X2)= Perbedaan rerata pada kedua kelompok. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harfield dan Polomano (2008) mengenai efek analgetik sukrosa oral pada imunisasi rutin untuk bayi 2-4 bulan.Berdasarkan penelitian tersebut diketauhi jumlah sampel yang digunakan pada tiap-tiap kelompok adalah 38 orang bayi untuk kelompok yang diberikan sukrosa oral dan 45 bayi yang diberikan air streril. Hasil penelitian setelah prosedur imunisasi diperoleh data standar deviasi 1,362, pada kelompok intervensi diperoleh nilai rerata skor nyeri bayi sebesar 2,96, sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh nilai rerata skor nyeri4,31.
n1 =n2 = 2(1,96 +0,84) 1,362² ( 4,31-2,96)²
= 15,959=16 Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh jumlah sampel sebesar16 sampel setiap kelompok. Penelitian direncanakan mengantipasi adanya drop out sebesar 10%, maka jumlah sampel : n n = --------(1-f)
16 = -------(1-0,1)
n= 17,77 =18
Keterangan : ń = jumlah Sampel F = Estimasi drop out = 10%.
35
Definisi operasional
Definisi operasional dan skala pengukuran dari variabel-variabel penelitian ini diuraikan untuk memberikan pemahaman yang sama tentang pengertian variabel yang diukur dan menentukan metodelogi yang digunakan dalam analisis selanjutnnya : Tabel 3.1 Definisi operasional Variabel
Devinisi
Alat dan Cara
Oprasional
ukur
Hasil ukur
Skala
Dependen
Nyeri
nyeri
adalah
Lembar
suatu rasa yang
FLACC
skor1-10
tidak nyaman,
Cara ukur:
0 tidak ada rasa
baik
Mengobservasi
ringan
nyeri
Skala nyeri
nyeri
maupun berat.
respon nyeri pada
1-3 nyeri ringan
Nyeri
bayi saat tindakan
4-6 nyeri sedang
didefinisikan
dilakukan
7-10nyeri berat
sebagai
suatu
dengan
keadaan
yang
skala
sesuai penilaian
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya Independen
Pemberian
Tindakan
Air hangat
memberikan kompres
Caranya dengan
air
Air hangat dengan
hangat
temperatur 36 ˚C
setelah
– 40 ˚C
dilakukan
Waskom
tindakan
Handuk/ waslap
imunisasi.
Lap bersih
Rasio
36
C.
Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kedungjati Kabupaten Grobogan pada bulan Nopember 2017 sampai dengan selesai. D.
Waktu penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Nopember 2017 sampai dengan selesai yang terdiri dari tiga tahap yaitu, penyusunan materi, pengumpulan data, dan pelaporan hasil penelitian. E.
Etika penelitian
Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian.Hal ini dikarenakan keperawatan merupakan cabang ilmu yang berhubungan langsung dengan manusia, sehingga segi etika penelitian harus diperhatikan. Menurut hidayat (2009), masalah etika yang harus diperhatikan oleh seorang peneliti meliputi : 1.
Permohonan jadi Responden Peneliti membuat surat permohonan sebagai calon responden penelitian.
2.
Lembar persetujuan / Informed concent
Informed
concent merupakan
bentuk
persetujuan
antara
peneliti
dan
responden. Informed concent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. 3. Anonimity (tanpa nama) Anonimity adalah tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur tapi hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data. 4.
Confidentiality (kerahasiaan) Confidentiality adalah menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan kepada hasil riset.
37
F.
Validitas dan reabilitas
1. Validitas Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrument dalam pengumpulan data. Intrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini, penulis tidak melakukan uji validitas terhadap instrumenyang digunakan untuk mengukur tingkat nyeri bayi karena instrument sudah baku. adapun uji validitas yang telah didapatkan (Markel, et al., 1997 dalam Glasper & Richadson, 2006), koefisien korelasi antara FLACC dengan (Objektif Pain Skore) positif signifikan dengan r=0,08 dan p<0,001. 2. Reabilitas Reabilitas merupakan standar yang menunjukkan seberapa akurat suatu alat pengukuran dapat digunakan. Penelitian ini tidak menggunakan uji reabilitas lagi karena instrumen yang digunakan sudah baku.Dalam penelitian Lewis, et al.(2010),menjelaskan uji validitas dengan menggunakan ANOVA yang membandingkan sebelum dan sesudah pemberian analgesik diperoleh nilai p<0,001, koefisien korelasi antara FLACC dengan (Objectif Pain Score) OPS positif signifikan dengan r =0,80; p<0,001. Reabilitas dari nilai Alpha Cronbach skala prilaku FLACC untuk mengukur skala prilaku nyeri, diperoleh nilai r alpha lebih besar daripada nilai r tabel, dengan hasil reabilitas sebesar 0,882, yang artinya dengan reabilitas sebesar 0,882 berarti reabel dan dapat digunakan dalam penelitian. G.
Alat pengumpul data
Alat ukur yang digunakan untuk menggumpulkan data yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh sejumlah informasi dari responden (Hidayat, 2007). Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang karakteristik demografi responden mengenai nama, usia dan jenis kelamin 2. Mengobervasi respon skala nyeri dengan quesioner skala nyeri.
38
3. Menggunakan Lembar skala perilaku Face,
Legs,
Activity,
Cry,
Consolability (FLACC) untuk mengukur tingkat nyeri bayi sesudah dilakukan imunisasi pada kelompok intervensi dengan pemberian pemanis oral dextrose. Respon skala nyeri berisi tentang skala nyeri ringan 1-3, skala nyeri sedang 4-6, skala nyeri berat 7-10.(Markel, et al., 1997 dalam Glasper & Richadson, 2006) H.
Prosedur pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut : 1.
Data primer Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya (Sunyoto, 2013). Data yang dikumpulkan langsung dari dari responden dengan pengisian lembar observasi. Data primer yang dikumpulkan meliputi identitas responden (nama, umur, jenis kelamin, jenis imunisasi).
2.
Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dalam bentuk jadi atau berasal dari pihak lain (Sunyoto, 2013).Data sekunder merupakan data pendukung atau penunjang dari data primer khususnya yang memiliki relevansi dengan topik penelitian yang dibahas.Data sekunder merupakan jumlah bayi yang diimunisasi tahun lalu yang diambil dari buku laporan tahunan.
3.
Prosedur pengumpulan data a. Persiapan Peneliti meminta surat pengantar dari fakultas ilmu keperawatan dan kesehatan Muhamadiyah Kabupaten Groboganditujukan ke Puskesmas Kedungjati.Peneliti
mengajukan
izin
penelitian
kepada
Pimpinan
Puskesmas Kedungjati.Peneliti memohon persetujuan dari pimpinan Puskesmas Kedungjati untuk penelitian di Puskesmas Kedungjati Kabupaten Grobogan yaitu dengan memberikan surat permohonan izin sebagai tempat dilakukannya penelitian. b. Pelaksanaan
39
1.
Peneliti memperkenalkan diri dan memohon persetujuan orang tua anak untuk bersedia menjadi responden penelitian, bila orang tua bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan atau Informed consent.
2.
Penelitian ini dibantu oleh 2 bidan desa (bidan desa Kedungjati), mengisi lembar ceklis yg telah disediakan dan menyeleksi responden, caranya : berdasarkan data inklusi, responden yang bersedia jadi obyek penelitian, respoden dipilih berdasarkan fakta riil diagnosa medis.
3.
Tahap awal Peneliti memberikan kompres air hangat pada bayi 3 menit setelah dilakukan penyuntikan di tempat lokasi penyuntikan yang berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
4.
Rasa nyeri berkurang dengan adanya tanda bayi tidak menangis dan merasa tenang setelah dilakukan penyuntikan imunisasi.
5.
Asisten peneliti 2 mulai mengambil data (merekam) pada saat tahap awal sampai akhir prosedur imunisasi.
6.
Selesai
prosedur,
peneliti
melakukan
pemeriksaan
pengisian
instrumen mengenai kelengkapan isian data demografi maupun respon nyeri. Peneliti mengukur skala nyeri bayi saat imunisasi pada kelompok imunisasi bayi yang diberi kompres air hangat secara bergantian. 7.
Peneliti menyampaikan terimakasih kepada orangtua dan bayi yang berpartisipasi pada penelitian ini.
8.
Melihat hasil rekaman untuk mengisi format pengkajian skala nyeri dengan menggunakan FLACC dan melakukan penilaian berulangulang dari hasil rekaman menggunakan lembar observasi sampai mendapatkan data yang tetap.
I.
Analisa data
1.
Pengolahan data Menurut Notoatmojo (2010), proses pengolahan data melalui beberapa
40
a. Editing berfungsi untuk meneliti kelengkapan data diantaranya kelengkapan identitas responden, kelengkapan lembar observasi dan kelengkapan pengisian lembar observasi yang dilakukann ditempat pengambilan data.. b. Coding Mengklasifikasikan data yang diperoleh dengan cara menandai masingmasing jawaban dengan kode berupa angka, kuisoner diedit atau disunting selanjutnya dilakukan pengkodean atau koding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Jenis kelamin: 1= laki-laki, 2 = perempuan. Pendamping saat imunisasi: 1 = Ibu, 2 = nenek. c. Penilaian (Skoring) Pada tahap ini peneliti memberi nilai pada data sesuai dengan skor yang telah ditentukan berdasarkan lembar observasi.Skor 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-10 nyeri berat. d. Memasukkan data ( Data entry) Tahap akhir dalam penelitian ini yaitu proses data, yang dilakukan oleh peneliti adalah memasukan data dari lembar observasi kedalam paket program computer. e. Prosessing Setelah diedit data diproses melalui program computer menggunakan program ms word. f. Tabulating Memasukan data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai kriteria. g. Cleaning Membuang data atau pembersihan data yang sudah dipakai. 2.
Analisa Data Analisa data merupakan suatu proses untuk merubah data menjadi informasi yang dibutuhkan, analisis stastistik digunakan untuk membuktikan hipotesis,serta berbagai informasi dalam menjawab beberapa permasalahan. analisa yang digunakan antara lain: