i
1
1
KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Mengikuti Ujian Diploma-III Farmasi
Oleh :
Delvi Lestari
31141035
SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
2016
KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
KARYA TULIS ILMIAH
Sebagai syarat memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi
Oleh :
Delvi Lestari
31141035
SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
2016
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Ilmiah Yang Berjudul
KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Oleh :
DELVI LESTARI
NPM : 31141035
Telah diperiksa dan didetujui untuk diuji
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Agus Sulaeman, M.Si., Apt Drs. Sahli
Mengetahui
Ketua Program Studi D III Farmasi
Ani Anggriani, M.Si., Apt
NIK : 201 03 028
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah Yang Berjudul
KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN FARMASI DI APOTEK ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Oleh :
DELVI LESTARI
NPM : 31141035
Telah dipertahankan di depan tim penguji
Hari/Tanggal : , Oktober 2016
Waktu : WIB
Tim Penguji :
1. Penguji I : 1. …………………………………......
2. Penguji II : 2. ……………………………………..
3. Penguji III : 3. ……………………………………..
Bandung, Oktober 2016
Ketua Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
Entris Sutrisno, S.Farm., MH.Kes., Apt
NIK : 201 05 039
ABSTRAK
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi. JKN adalah program pemerintah untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang bekerja sama dengan lembaga penyelenggara jaminan sosial kesehatan (BPJS Kesehatan) yang dibentuk tanggal 1 Januari 2014 dan masih memerlukan perbaikan sistem yang terus menerus agar penerapan standar pelayanannya dapat terlaksana dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dengan kepuasan antara karakteristik pasien terhadap kepuasan pasien peserta JKN yang menebus obat di apotek di Kota Tangerang, Kab. Serang, Kota Bekasi, Kab. Bogor, Kota Yogyakarta, Kab. Bantul, Kota Solo, dan Kab. Sragen pada tahun 2014. Penelitian dilakukan terhadap 152 responden pasien JKN dewasa yang dipilih secara accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan memalui angket. Data analisis menggunakan uji Chi-Square. Berdasarkan studi ini diketahui bahwa dimensi tingkat kepuasan tertinggi adalah empthy (keramahan), sedangkan dimensi tingkat kepuasan terendah adalah assurance (jaminan), yaitu dalam hal ketersediaan obat di apotek dan obat yang ditanggung BPJS. Dari 5 variabel, yaitu umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, dan pekerjaan, hanya variabel pekerjaan yang berhubungan bermakna dengan kepuasan terhadap pelayanan kefarmasian di apotek. Pihak manajemen apotek perlu melakukan komunikasi dengan BPJS Kesehatan mengenai jenis-jenis obat yang ditanggung dan memperhatikan kesediaan obat yang ditanggung BPJS diapotek.
Kata kunci : JKN; pelayanan kefarmasian, kepuasan; apotek; BPJS Kesehatan
ABSTRACT
Pharmacy services is a direct service and responsible to the patient associated with pharmaceuticals. JKN is a government program to improve community health status in collaboration with institutions of social security health (BPJS) which was formed on January 1, 2014 and still in need of repair system that continuously so that the implementation of service standards can be implemented properly. This study aims to examine the relationship between the characteristics of the patient's satisfaction on patient satisfaction JKN participants who redeem pharmacy in the city of Tangerang regency, Serang district, Bekasi city, Bogor district, Yogyakarta city, Bantul district, Solo city, and Sragen district in 2014. The study was conducted on 152 respondents JKN adult patients selected by accidental sampling. The data collection is performed by the questionnaire. Data analysis using Chi-Square test. Based on these studies it is known that the dimensions of the highest satisfaction level is empthy (hospitality), while the lowest satisfaction level dimension is assurance (guarantee), which in the availability of drugs in pharmacies and drug borne BPJS. Of the five variables: age, sex, marital status, education, and jobs, only jobs related variables significantly associated with satisfaction with pharmacy services at a pharmacy. The management of pharmacies need to communicate with BPJS on the types of drugs covered and attention willingness BPJS borne drugs in pharmacies.
Keywords : JKN; pharmaceutical servive; satisfaction; pharmacy; BPJS
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
" Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu) "
(H.R. Muslim)
" Learn from yesterday, life for today, hope for tomorrow "
- Albert Einstein –
Persembahan :
Karya tulis ilmiah sederhana saya persembahkan kepada :
Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya sehingga saya bisa menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan lancar dan tepat waktu.
Ayah dan Ibu saya, atas segala dukungan baik moral maupun materi serta arahan dan nasihat-nasihatnya.
Adik-adik saya, atas kerjasamanya, yang tidak mengganggu saya dalam proses penyelesaian Karya Tulis Ilmiah saya.
Dosen-dosen pembimbing, atas bimbingannya selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ini dengan baik
Teman-teman, terimakasih atas dukungan kalian, dan juga teman-teman saya yang belum disebutkan namanya atau tidak mau disebutkan namanya.
Terimakasih untuk HP, Laptop, Printer, Paket internet, Warnet, dan benda-benda yang terlibat dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah saya.
Nusa, Bangsa dan Almamater tercinta tempat saya menimba ilmu "Sekolah Tinggi Farmasi Bandung" 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat memperoleh kesehatan serta kesempatan untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan prasyarat guna menempuh ujian pada Program Studi Diploma III Farmasi Sekolah Tinggi Farmasi Bandung Tahun Akademik 2016/2017.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, karena berbagai hambatan, tantangan dan cobaan yang menguji kesabaran. Namun berkat petunjuk dan pertolongan Allah SWT. Serta bantuan dari semua pihak sehingga Karya Tulis Ilmiah dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Kedua orangtua saya tercinta, ayahanda tercinta Ateng Sutarmin dan ibunda tercinta Nurhayati serta adik-adiku Dela Lorenza dan Enjeli Nuraeni yang selama ini memberi kasih sayang, perhatian, dan pengertian serta segala pengorbanan, kesabaran, motivasi dan doa tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik dengan baik.
Bapak Entris Sutrisno, S.Farm., MH.Kes., Apt, selaku Ketua Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
Ibu Ani Anggriani, M.Si., Apt, selaku Ketua Program Studi D III Farmasi Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
Bapak Dr. Agus Sulaeman, M.Si., Apt, Selaku Wali Dosen
Bapak Drs. Sahli, selaku dosen pengajar mata kuliah Bahasa Indonesia
Seluruh Staf Dosen dan Tata Usaha di lingkungan Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik dari segi teoritis maupun moril dalam menyelesaikan studi penulis
Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2014 Program Studi D III Farmasi : Kelas D3 FA 1, FA 2 dan FA 3, yang telah banyak membantu dan memberikan semangat selama perkuliahan
Sahabat- sahabat saya : Santika, Niska Anggraini, Nitami S.H, Nenden W.S, dan Astri Kurnia yang telah banyak membantu terimakasih untuk kebersamaan, keceriaan yang tak terlupakan selama menjalankan studi dan menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini serta persahabatan yang takkan berakhir.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian studi.
Akhirnya, semoga bantuan dan bimbingan dari semua pihak memperoleh imbalan yang setimpal dari Alah SWT. Dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa farmasi pada khususnya dan dunia kesehatan pada umumnya.
Bandung, Oktober 2016
Penulis
DELVI LESTARI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Identifikasi Masalah 2
I.3 Batasan Masalah 3
I.4 Rumusan Masalah 3
I.5 Tujuan Penelitian 3
I.6 Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Apotek 4
II.2 Tugas dan Fungsi Apotek 4
II.3 Jaminan Kesehatan Nasional 5
II.3.1 Pengertian 5
II.3.2 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional 6
II.3.3 Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional 6
II.3.4 BPJS 7
II.4 Kepuasan 8
II.5 Dimensi Kualitas Layanan 9
II.6 Cara Mengukur Kepuasan 9
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Tempat dan Waktu Penelitian 11
III.2 Metode Penelitian 11
III.3 Variabel Penelitian 11
III.4 Teknik Analisis Data 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Karakteristik Pasien yang Menjadi Responden 13
IV.2 Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Apotek di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014 14
IV.3 Hubungan antara karakteristik pasien dengan kepuasan terhadap pelayanan apotek 17
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan 21
V.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Pasien Penerima Pelayanan Apotek di beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014 13
Tabel 2. Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Apotek di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014 14
Tabel 3. Hasil Uji Chi-Square Hubungan Antara Karakteristik dan Kepuasan Pasien BPJS terhadap Pelayanan Apotek di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014 18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Farmasi di Apotek Era Jaminan Kesehatan Nasional 25
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu aspek hak asasi manusia yang diakui oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah menyelenggarakan jaminan sosial sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2004, setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur sehingga untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bagi seluruh rakyat Indonesia (UU No. 40, 2004). Dalam pelaksanaannya program jaminan kesehatan nasional (JKN) ini bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) dan beroperasional pada tanggal 1 Januari 2014.
Program jaminan kesehatan (JKN) adalah program jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya telah dibayar oleh pemerintah (UU No. 40, 2004).
Pelayan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi biaya. Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta (PP No. 12, 2013).
Apotek sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Standar pelayanan kefarmasian merupakan pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinik (Permenkes No.35, 2014).
Di era jaminan kesehatan nasional seperti saat ini, memang menguntungkan bagi semua kalangan terutama masyarakat kalangan menengah ke bawah yang kesulitan mengenai biaya kesehatan, sehingga dengan adanya jaminan kesehatan BPJS ini memudahkan mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan baik tingkat pertama maupun lanjutan seperti rumah sakit besar. Namun dalam pelaksanaannya, jaminan kesehatan nasional masih perlu dilakukan perbaikan sistem yang terus menerus sehingga penerapan standar pelayanannya dapat terlaksana dengan baik.
Pada kenyataannya pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh pihak jaminan kesehatan nasional tersebut belum dapat terlaksana dengan baik seperti kurangnya persediaan obat di apotek dan persediaan obat yang di tanggung oleh BPJS sehingga terkadang membuat pasien tidak nyaman, selain itu waktu tunggu resep yang lama juga menjadi pertimbangan penilaian pasien terhadap kepuasan pelayanan yang diberikan oleh pihak Jaminan Kesehatan Nasional tersebut (soewondo, 2014).
Dalam konteks pelayanan kefarmasian di apotek, kepuasan pasien merupakan perasaan senang yang muncul di dalam diri seseorang setelah mendapat pelayanan yang diterima atau dialami secara langsung. Analis kepuasan pelanggan dilakukan berdasarkan lima dimensi kualitas layanan, yakni responsiveness, reliability, assurance, empathy, dan tangible (Supranto, 2001). Oleh karena itu, dengan kelima dimensi tersebut penulis ingin mengetahui tingkat kepuasan dari pasien JKN yang menerima pelayanan kefarmasian di apotek.
I.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah pasien program Jaminan Kesehatan sudah merasa puas terhadap pelayanan kefarmasian di apotek ?".
I.3 Batasan Masalah
Agar permasalahan tidak meluas dari permasalahan di atas maka permasalahan tersebut dibatasi dengan batasan masalah sebagai berikut:
Batasan masalah pada penelitian ini hanya tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di apotek.
Penelitian ini dilakukan di apotek di Kota Tangerang, Kab. Serang, Kota Bekasi, Kab. Bogor, Kota Yogyakarta, Kab. Bantul, Kota Solo, dan Kab. Sragen.
Pasien yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien dewasa Peserta Jaminan Kesehatan Nasional.
I.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat kepuasan pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional terhadap pelayanan kefarmasian di apotek ?
I.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di apotek dan menilai hubungan antara karakteristik pasien dan kepuasan terhadap pelayanan kefarmasian apotek dibeberapa kabupaten dan kota penelitian.
I.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan adalah hasil penelitian ini dapat memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan apotek terhadap pasien BPJS kesehatan. Selain itu manfaat bagi peneliti sendiri yaitu dapat menerapkan ilmu dan teori yang telah diperoleh saat kuliah. Dan diharapkan penelitian ini dapat memberi pengalaman dan menambah wawasan peneliti. Dan manfaat bagi Institusi pendidikan, yaitu Menjadi bahan masukan serta hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 APOTEK
Menurut PERMENKES No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Apotek sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Standar pelayanan kefarmasian merupakan pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinik (Permenkes No.35, 2014).
II.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Apotek adalah suatu tempat atau terminal distribusi obat dan perbekalan farmasi yang dikelola oleh apoteker dan menjadi tempat pengabdian profesi apoteker sesuai dengan standar dan etika kefarmasian.
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:
Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
II.3 Jaminan Kesehatan Nasional
II.3.1 Pengertian
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pelaksana dari program JKN adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) (UU/40, 2004).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Tujuan asuransi kesehatan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan kebutuhan dasar masyarakat akan dapat terpenuhi (BPJS Kesehatan, 2014).
Unsur-unsur penyelenggaraan dalam Jaminan Kesehatan Nasional meliputi
Regulator
Yang meliputi berbagai kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Peserta Program JKN
Adalah seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
Pemberi Pelayanan Kesehatan
Pemberi Pelayanan Kesehatan adalah seluruh fasilitas layanan kesehatan primer (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan rujukan (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut).
Badan Penyelenggara
Badan Penyelenggara adalah badan hukum publik yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
II.3.2 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
JKN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas . Prinsip asuransi sosial meliputi : (UU/40/P19, 2004).
Kegotong-royongan antara peserta kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah;
Ke pesertaan bersifat wajib dan tidak selektif;
Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk pekerja yang menerima upah atau suatu jumlah nominal tertentu untuk pekerja yang tidak menerima upah;
Dikelola dengan prinsip nirlaba, artinya pengelolaan dana digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta dan setiap surplus akan disimpan sebagai dana cadangan dan untuk peningkatan manfaat dan kualitas layanan.
Prinsip ekuitas, yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU/40/P17, 2004). Ke pesertaan wajib berlaku pula bagi pekerja asing yang bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di Indonesia.
II.3.3 Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional Diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), BPJS ada dua macam yaitu :
BPJS Kesehatan yaitu menyelenggarakan kesehatan bagi seluruh peserta yang terdaftar baik itu Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Pemerintah maupun non Penerima bantuan Iuran ( mandiri ).
BPJS Ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan, menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun
dan Jaminan Kematian (Permenkes/28, 2014).
II.3.4 BPJS
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. BPJS kesehatan mulai operasional Pada tanggal 1 Januari 2014.
Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan bertugas:
Menerima pendaftaran Peserta JKN;
Mengumpulkan iuran JKN dari Peserta, Pemberi Kerja, dan Pemerintah;
Mengelola dana JKN;
Membiayai pelayanan kesehatan dan membayarkan manfaat JKN;
Mengumpulkan dan mengelola data Peserta JKN;
Memberi informasi mengenai penyelenggaraan JKN.
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut BPJS Kesehatan diberi kewenangan untuk:
Menagih pembayaran iuran;
Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya;
Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah.
II.4 Kepuasan
Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin "satis" (artinya cukup baik, memadai) dan "facto" (melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Saudah, 2012).
Saudah (2012) mengatakan, kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya.
Manurung (2010) mengatakan, kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima dan dinikmati nya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan. Dan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan, apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan kesehatan.
Dengan pengertian tersebut di atas maka mutu pelayanan adalah yang merujuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pelanggan.
Kepuasan pasien ditentukan oleh persepsi pasien atas performance produk atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pasien akan merasa puas apabila harapannya terpenuhi. Persepsi pasien terhadap pelayanan instalasi farmasi yang buruk akan merugikan instalasi farmasi dari aspek bisnis karena konsumen akan beralih ke tempat lain, sedangkan pelayanan instalasi farmasi yang baik dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke instalasi farmasi yang sama dan akan menjadi promosi dari mulut ke mulut dari calon pasien lainnya yang diharapkan sangat positif bagi sebuah instalasi farmasi rumah sakit. Dampak yang timbul tidak saja kepada pasien yang bersangkutan tetapi kesan buruk ini akan diceritakan kepada orang lain sehingga citra instalasi farmasi, terutama para petugasnya, termasuk tenaga farmasi nya akan negatif/buruk. Oleh karena itu, persepsi pasien yang baik terhadap pelayanan harus ditumbuhkan terus menerus dan berkesinambungan dengan orientasi kepada pelanggan itu sendiri. Hal tersebut penting sebagai acuan dalam pembenahan kualitas pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan bisa memberikan kepuasan pada tingkat yang optimal (Manurung, 2010).
II.5 Dimensi Kualitas Layanan
Analisis kepuasan pelanggan dilakukan bedasarkan lima dimensi kualitas layanan, yakni responsiveness, reliability, assurance, empathy, dan tangible (Supranto, 2001).
Responsiveness (ketanggapan) adalah keinginan petugas membantu pelanggan untuk memberikan pelayanan dengan cepat seperti kecepatan petugas loket melayani pasien, kecepatan pelayanan obat, dan kelengkapan informasi obat yang diberikan kepada pasien.
Reliability (kehandalan) adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. Dalam penelitian ini adalah kemudahan prosedur administrasi pelayanan apotek.
Assurance (jaminan) adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan kompetensi front-line staff dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada pelanggan. Dalam penelitian ini adalah ketersediaan obat di apotek dan seluruh obat yang diresepkan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Empathy (keramahan) dalam pelayanan apotek antara lain keramahan petugas apotek.
Tangible (bukti nyata) antara lain keterjangkauan lokasi apotek, kecukupan tempat duduk di ruang tunggu, kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu.
II.6 Cara mengukur Kepuasan
Salah satu cara untuk mengukur kepuasan pasien adalah dengan menggunakan kuiseoner. Kuesioner yang paling sering digunakan adalah kuesioner dengan format tertentu atau self-completed questionnaire. Keuntungan penggunaan kuesioner antara lain:
Administrasi dan prosesnya mudah dan murah;
Menghasilkan data yang telah di standarisasikan;
Terhindar dari bias wawancara.
Sedangkan kerugiannya antara lain :
Klarifikasi terhadap ketidak/ke kurang jela san tidak mungkin dilakukan :
Tingkat pengembalian kuesioner rendah, baik terhadap keseluruhan pertanyaan ataupun terhadap pertanyaan yang penting;
Kurang mendapat tanggapan dan kepedulian dari responden (Saudah, 2012).
Selain dengan cara diatas, pengukuran kepuasan pasien/pelanggan juga bisa dilakukan dengan salah satu model yang juga banyak dipakai untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah model SERVQUAL (Service Quality) dengan cara membuat survey penilaian kepuasan pelanggan secara komprehensif bagi pelayanan di bidang barang dan jasa yang mengutamakan aspek pelayanan. Analisis kepuasan pelanggan dilakukan berdasarkan lima dimensi kualitas layanan, yakni responsiveness, reliability, assurance, empathy, dan tangible, yang telah diterangkan sebelumnya (Supranto, 2001).
Sarwono menyatakan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi atas dua aspek yakni aspek pelanggan dan aspek pelayanan kesehatan. Aspek pelanggan dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain. Sedangkan aspek pelayanan kesehatan terdiri dari dua faktor, yaitu aspek medis, seperti tersedianya peralatan yang memadai, dan aspek non medis yang mencakup layanan petugas kesehatan, kenyamanan dan kebersihan ruang tunggu, serta biaya yang murah (Sarwono, 1997).
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di apotek di beberpaka kota dan kabupaten seperti, Kota Tangerang, Kab. Serang, Kota Bekasi, Kab. Bogor, Kota Yogyakarta, Kab. Bantul, Kota Solo, dan Kab. Sragen
III.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain survey potong lintang yang dilaksanakan terhadap pasien BPJS yang datang ke apotek di Kabupaten/Kota Tangerang Selatan, Serang, Bekasi, Bogor, Yogyakarta, Bantul, Solo, dan Sragen pada tahun 2014. Sampel penelitian adalah pasien BPJS dewasa yang terdiri dari 152 pasien apotek yang diambil secara accidental sampling, yaitu dengan meminta pengisian kuesioner angket oleh pasien/keluarga pasien yang bersedia pada saat datang menebus obat. Pengumpulan data menggunakan kuesioner angket. Kuesioner kepuasan pasien disusun berpedoman pada skala Likert, dibuat 4 kategori, yaitu sangat memuaskan, memuaskan, kurang memuaskan, dan tidak memuaskan. Kategori ini dikuantifikasi dengan skoring: sangat memuaskan bobotnya 4, memuaskan bobotnya 3, kurang memuaskan bobotnya 2, dan tidak memuaskan bobotnya 1.
III.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki kelompok lain (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini tingkat kepuasan pasien.
III.4 Teknik Analisis Data
Pengolahan data menggunakan komputer dengan tahapan editing, coding, entry data, dan cleaning. Analisis data berupa distribusi frekuensi dan uji Chi-Square untuk menilai hubungan antara karakteristik dan kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di apotek. Berikut penjelasan teknik analisis data yang digunakan dama proses penelitian ini :
Editing, Dilakukan pemeriksaan seluruh kuesioner atau seluruh formulir isian setelah data terkumpul, apakah: (1) Dapat dibaca, (2) Semua pertanyaan terisi (lengkap), (3) Terdapat ketidak se rasian antara jawaban yang satu dengan yang lainnya (konsisten) dan (4) Terdapat kesalahan2 lain yang dapat mengganggu pengolahan data selanjutnya (akurat).
Coding, Memberi angka-angka atau kode-kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer.
Coding Entry, Masukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variable sehingga menjadi suatu data dasar dan siapkan file khusus untuk menyimpan data dasar tersebut yang tidak boleh dianalisis. Untuk melakukan analisis data maka gunakan file khusus.
Cleaning, Merupakan analisis data awal, dimana dilakukan penggolongan, pengurutan dan penyederhanaan data, sehingga mudah dibaca dan di interpretasi. Untuk data nominal dan ordinal, dibuat tabulasi distribusi frekuensi untuk setiap variabel ("dummy table"). Untuk data interval/rasio, dianalisis nilai tengah dan tes normalitas datanya.
Distribusi Frekuensi, adalah pengelompokan data ke dalam beberapa kategori yang menunjukkan banyaknya data dalam setiap kategori, dan setiap data tidak dapat dimasukkan ke dalam dua atau lebih kategori Pada tahap penyajian data, data yang sudah diklasifikasikan, disajikan atau ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik.
Uji Chi-Squire, adalah uji hipotesis tentang perbandingan antara frekuensi observasi dengan frekuensi harapan yang didasarkan oleh hipotesis tertentu pada setiap kasus atau data yang di ambil untuk diamati.
Data yang dianalisis merupakan bagian hasil penelitian Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan dalam rangka Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan pada tahun 2014. Penelitian tersebut telah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan no. LB.02.01/5.2/KE 141/2014.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Karakteristik Pasien yang Menjadi Responden
Karakteristik pasien yang menjadi responden dapat dilihat pada tabel 1. Pada tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 40-59 tahun, jenis kelamin perempuan, status menikah, pendidikan Perguruan Tinggi. Untuk kategori jenis pekerjaan, proporsi terbesar adalah kelompok tidak bekerja (termasuk ibu rumah tangga).
Tabel 1. Karakteristik Pasien Penerima Pelayanan Apotek di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014
Karakteristik
Jumlah
Frekuensi (%)
Usia
<40 Tahun
40-59 Tahun
60 Tahun
42
75
35
27,6
49,3
23,0
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
67
85
44,1
55,9
Status Pernikahan
Belum Menikah
Menikah
Cerai
8
133
11
53
83,7
7,2
Pendidkan
Sampai SLTP
Tamat SMA
Perguruan Tinggi
32
55
65
21,1
36,2
42,8
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI
Swasta
Wiraswasta
Tidak Bekerja/Lainnya
47
31
22
54
30,9
20,4
13,2
35,5
Total
152
100
IV.2 Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Apotek
Tabel 2. Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Apotek di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014
Pernyataan
(n=152)
Sangat Puas (%)
Puas (%)
Kurang Puas (%)
Tidak Puas (%)
Ke tanggapan (Responsiveness)
Kecepatan petugas loket melayani pasien
30,9
65,1
3,3
0,7
Kelengkapan PIO yang diberikan kepada pasien
34,9
62,5
2,6
0
Waktu pelayanan tidak lama
25,0
71,1
3,3
0,7
Rerata
30,3
66,2
3,1
0,5
Dimensi Kehandalan (reliability)
Kemudahan prosedur administrasi menebus obat di apotek
27,6
67,8
3,9
0,7
Dimensi Jaminan (assurance)
Semua obat dalam resep masuk dalam tanggungan biaya BPJS
38,2
48,7
9,9
3,3
Ketersediaan obat dalam resep yang ditanggung BPJS diapotek
33,6
57,2
6,6
2,6
Rerata
35,9
52,9
8,3
2,9
Dimensi Keramahan (empathy)
Petugas apotek memberikan pelayanan dengan ramah
33,6
63,8
2,6
0
Dimensi Bukti (tangible)
Kemudahan akses terhadap lokasi apotek
38,8
55,9
5,3
0
Kecukupan tempat duduk diruang tunggu pasien
32,2
63,8
3,9
0
Kenyamanan dan kebersihan ruang apotek
34,9
64,5
3,3
0
Rerata
35,3
61,4
3,3
0
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapat data seperti pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa berdasarkan 5 dimensi kualitas pelayanan (bukti nyata, kehandalan, ke tanggapan, keramahan, dan jaminan), dimensi yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah adalah jaminan. Persentase pasien yang sangat puas dan puas pada dimensi jaminan adalah 88,8%, sedangkan yang tidak puas dan sangat tidak puas sebesar 11,2%. Sebagian pasien BPJS merasa kurang puas terhadap "Semua obat dalam resep masuk dalam tanggungan biaya BPJS" dan "Ketersediaan semua obat dalam resep yang ditanggung BPJS di apotek". Sedangkan dimensi yang paling tinggi kepuasannya adalah keramahan dengan persentase pasien yang sangat puas dan puas adalah 97,4%, sedangkan yang tidak puas dan sangat tidak puas sebesar 2,6%. Secara umum, persentase kepuasan rata-rata untuk seluruh dimensi pelayanan adalah 94,5% pasien menyatakan puas dan sangat puas.
Dalam penerapan Medication Therapy Management (MTM) atau Prescription Drug Plans (PDPs), biasanya pelayanan pasien diberikan kepada apotek. Pihak pembayar mungkin perlu mengakses kepuasan penerima manfaat terhadap pelayanan yang mereka terima. Hal ini bisa dilakukan dengan studi kepuasan pelanggan (Pinto SL. et al, 2010).
Terdapat 5 dimensi kualitas pelayanan, berdasarkan model SERVQUAL, untuk mengukur kepuasan pelayanan di apotek, yaitu tangible (bukti fisik), reliability (kehandalan), responsiveness (ketang-gapan), assurance (jaminan), dan empathy (keramahan). Dimensi yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi adalah keramahan (Mas'ud, 2009). Penelitian Harianto juga menyatakan kepuasan tertinggi pasien terhadap pelayanan apotek adalah dalam hal keramahan petugas apotek (Harianto. et. al, 2005).
Hal sebaliknya dinyatakan dalam penelitian Anitawati, yang menyimpulkan bahwa pelayanan apotek dirasakan belum mencapai harapan yang diinginkan pasien. Terdapat perbedaan/ketidak sesuaian antara harapan kualitas pelayanan terhadap kinerja yang dirasakan responden. Perbedaan nilai terbesar terdapat pada dimensi keramahan diikuti berturut-turut dengan dimensi bukti fisik, jaminan, kehandalan, dan ketanggapan (Anitawati. et. al, 2012).
Hasil penelitian Handayana menunjukkan bahwa dari lima karakteristik pasien yang dianalisis, faktor lokasi menjadi faktor utama dalam tahap pencarian informasi dan faktor harga menjadi pertimbangan kedua dalam tahap proses evaluasi. Kedua faktor ini memberi pengaruh besar dalam pengambilan keputusan memanfaatkan atau tidak memanfaatkan Apotek Rawat Jalan RS (Handayana, 2005).
Penelitian Winanto terhadap pelayanan apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna, dimensi yang mempunyai nilai persepsi baik tertinggi sampai terendah berturut-turut sebagai berikut: empati (84,93%), bukti (77,4%), kehandalan (74,81%), jaminan (69,09%), dan daya tanggap (64,15%). Secara keseluruhan sebesar 74,03% responden memiliki persepsi baik (Winanto, 2013).
Penelitian Nindyakusuma menyatakan bahwa aspek sarana fisik mempunyai skor tingkat kepuasan terendah yaitu 82%, sedangkan aspek perhatian mempunyai skor tingkat kepuasan tertinggi yaitu 88%. Dari hasil analisis didapatkan bahwa yang menjadi prioritas untuk segera diperbaiki adalah kebersihan kamar mandi/WC, kebersihan ruang tunggu, dan kesabaran perawat dalam melayani pasien (Koratiwida, 2003).
Handayani menyatakan 74,5% konsumen apotek memiliki persepsi yang baik terhadap layanan apotek meskipun pelayanan kefarmasian yang diperoleh belum memenuhi standar pelayanan kefarmasian komunitas. Layanan apotek dan pelayanan kefarmasian masih berorientasi pada obat, belum berorientasi pada pasien/konsumen. Pelayanan kefarmasian yang memenuhi standar farmasi komunitas (misalnya pemberian informasi obat oleh apoteker, layanan konseling, monitoring penggunaan obat dan evaluasi pengobatan, promosi dan edukasi kesehatan untuk pasien) belum menjadi alasan penting konsumen untuk menilai pelayanan apotek (Handayani. et al, 2009).
Kepuasan pasien dalam penelitian di Uni Emirat Arab menunjukkan bahwa unsur pelayanan farmasi komunitas yang perlu ditingkatkan adalah informasi mengenai obat, pengaturan jadwal, dan gaya hidup sehat. Pasien mengharapkan lebih banyak dimensi personal sebagai unsur penting kepercayaan terhadap apoteker. Kondisi ruang tunggu dan area privat yang kurang nyaman menurunkan kepuasan pasien (Hasan et. al, 2013).
Penelitian di Estonia yang membandingkan pelayanan apotek antara tahun 1993 dan 2005 menunjukkan bahwa 95% pasien menginginkan informasi lebih banyak mengenai obat resep dan non resep, ruangan untuk konsultasi (80%), kecepatan waktu peracikan (76%). Kecepatan waktu peracikan obat lebih penting bagi perempuan dibanding laki-laki. Pasien dengan pendidikan lebih tinggi mengharapkan pelayanan yang lebih berorientasi pada pasien dan personal (Volmer D et. al, 2009).
Unsur-unsur utama kepuasan pelayanan farmasi di apotek dikelompokkan dalam 2 hal yaitu struktur apotek dan pelayanan apotek (Horvat dan Kos M, 2010). Pada penelitian lain unsur-unsur pelayanan dikelompokkan dalam 3 hal, yaitu hubungan pelanggan dengan apoteker, informasi tentang obat, dan privasi (Tinelli et. al, 2011). Solusi untuk perbaikan pelayanan kefarmasian harus menekankan pada "kepuasan terhadap efisiensi fungsi apotek" dan "kepuasan terhadap peran pengaturan terapi oleh apoteker" (Pinto et. al, 2010). Hal yang mendapat perhatian utama bagi pengguna layanan farmasi adalah keramahan apoteker, kompetensi professional, lokasi apotek, kerahasiaan (privasi) di apotek, tempat parkir, ketersediaan obat, dan waktu menunggu (Horvat N da Kos M, 2011).
Dalam sebuah penelitian di Spanyol, kepuasan pasien HIV dan non HIV ditentukan dengan faktor yang terkait area peracikan, proses peracikan, kemampuan (skill) apoteker, kerahasiaan dan bantuan untuk pasien, informasi yang diberikan dan asesmen kondisi kesehatan pasien, serta kepuasan secara umum. Faktor dengan kepuasan tertinggi adalah kemampuan apoteker, sedangkan kepuasan terendah adalah area peracikan dan proses peracikan. Hal yang dikeluhkan oleh pasien antara lain masalah kurangnya kompetensi dan keterbatasan waktu untuk diagnosis dan pengobatan, kurang komunikasi antara pasien dengan apoteker, hubungan pasien dengan apoteker yang kurang harmonis, kesulitan mengakses apotek, kesulitan membuat janji, dan keterbatasan waktu konsultasi (Marquez-Peiro dan Perez-Peiro, 2008).
IV.3 Hubungan antara karakteristik pasien dengan kepuasan terhadap pelayanan apotek
Tabel 3. Hasil Uji Chi-Square Hubungan Antara Karakteristik dan Kepuasan Pasien BPJS Terhadap Pelayanan Apotek di Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014.
Karakteristik
Kepuasan pelayanan apotek
Total (%)
P
Puas (%)
Tidak Puas (%)
Usia
<40 Tahun
40-59 Tahun
60 Tahun
57,1
46,7
37,1
42,9
53,3
62,9
100
100
100
0,213
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
41,8
51,8
58,2
48,2
100
100
0,221
Status Pernikahan
Belum Menikah
Menikah
57,9
45,9
42,1
54,1
100
100
0,326
Pendidkan
Sampai SLTP
Tamat SMA
Perguruan Tinggi
46,9
58,2
38,5
53,1
41,8
61,5
100
100
100
0,098
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI
Swasta
Wiraswasta
Tidak Bekerja/Lainnya
29,8
61,3
50,0
53,7
70,2
38,7
50,0
46,3
100
100
100
100
0,027
Tabel 3 menunjukkan hubungan antara karakteristik pasien dengan kepuasan terhadap pelayanan apotek. Hasil menunjukkan bahwa persentase terbesar pasien BPJS yang datang ke apotek merasakan kurang/tidak puas terhadap pelayanan kefarmasian adalah umur dewasa muda (<40tahun), jenis kelamin perempuan, status belum menikah/cerai, pendidikan tamat SLTA, dan bekerja pada sektor swasta. Namun demikian, dilihat dari P value, tidak ada hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, dan kepuasan pasien terhadap pelayanan apotek. Akan tetapi ada hubungan bermakna antara jenis pekerjaan pasien dengan kepuasan terhadap pelayanan apotek. Sebagian besar pasien yang puas dengan pelayanan apotek adalah pasien PNS/TNI/POLRI, sedangkan yang tidak puas adalah pasien yang bekerja di sektor swasta.
Penelitian Budiman menyimpulkan bahwa rata-rata tingkat kepuasan pasien dari seluruh dimensi terhadap pelayanan JAMKESMAS di wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor adalah sebesar 81,00%. Tidak ada hubungan bermakna antara umur dan kepuasan pasien, tetapi ada hubungan bermakna antara jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dan kepuasan pasien JAMKESMAS yang berobat ke puskesmas. Disarankan agar meningkatkan kepuasan pasien pada dimensi bukti nyata, yaitu waktu tunggu masuk puskesmas dan waktu tunggu mendapatkan obat (Budiman et. al, 2010).
Penelitian Setiawan menunjukkan profil pelayanan kefarmasian di apotek Kabupaten Tegal sudah cukup baik, ditunjukkan dengan kehadiran apoteker setiap hari di apotek serta peran aktif apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek. Untuk penilaian kepuasan pasien, diperoleh hasil sangat puas pada dimensi ke tanggapan, kehandalan, dan keramahan. Sedangkan pada dimensi jaminan dan bukti nyata masuk dalam kategori puas. Dari hasil uji statistik korelasi, dapat disimpulkan tidak ada pengaruh antara pelayanan kefarmasian dengan tingkat kepuasan konsumen apotek di Kab. Tegal. Ada hubungan bermakna antara lokasi tinggal, adanya penanggung biaya berobat, dan kepuasan pasien rawat jalan berobat di puskesmas. Tidak ada hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi, dan kepuasan pasien rawat jalan di puskesmas (Setiawan et. al, 2010).
Penelitian Koratiwida menyatakan bahwa faktor jenis kelamin mempunyai hubungan bermakna dengan kepuasan terhadap pelayanan poliklinik umum Rumah Sakit Sumber Waras (Koratiwida, 2003).
Penelitian Risnandi menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dan kepuasan pasien. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin, sumber biaya perawatan, usia, dan pekerjaan dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Lingga, Kabupaten Kubu Raya (Risnandi, 2014).
Dalam penelitian Smith tentang kepuasan pasien penyakit kronis (hipertensi dan diabetes) di Jamaica, disimpulkan bahwa pelayanan farmasi sudah cukup memuaskan. Meskipun demikian tingkat kontrol penyakit tidak memuaskan yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kontrol penyakit hipertensi dengan kepuasan pelayanan farmasi. Sedangkan untuk penyakit diabetes mellitus menunjukkan ada korelasi yang lemah antara kepuasan dengan instruksi untuk meminum obat. Pada umumnya kepuasan berhubungan dengan profesionalisme petugas, rasa hormat dan penghargaan terhadap pasien, keberadaaan petugas setiap saat untuk menjawab pertanyaan pasien, serta diperolehnya perintah yang jelas tentang penggunaan obat dan pengaturannya. Kepuasan pasien dapat ditingkatkan dengan penambahan petugas jika diperlukan, peningkatan stok obat, penyediaan obat generik lebih banyak, serta penerimaan lebih banyak lagi jenis kartu jaminan kesehatan (Smith et. al, 2011).
Berdasarkan hasil review oleh Panvelkar, dalam penelitian kepuasan pelayanan kefarmasian diperlukan kerangka pikir yang tepat, intervensi yang lebih terstruktur, evaluasi kepuasan sebelum dan sesudah intervensi menggunakan randomized controlled trial, serta mengevaluasi perubahan kepuasan antar waktu. Hal ini akan bermanfaat untuk mengetahui keinginan dan harapan pasien sehingga bisa melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan (P Panvelkar, 2009).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Simpulan
Dari 5 dimensi kepuasan terhadap pelayanan apotek, empathy (keramahan) adalah dimensi yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi, sedangkan assurance (jaminan) adalah yang paling rendah. Persentase terbesar pasien menyatakan sangat puas/puas terhadap pelayanan apotek yaitu sebesar 94,5%. Jenis pekerjaan pasien berhubungan dengan kepuasan terhadap pelayanan kefarmasian di apotek.
V.2 Saran
Kepuasan pasien yang masih perlu ditingkatkan adalah "semua obat dalam resep masuk dalam tanggungan biaya BPJS" dan "semua obat resep yang ditanggung BPJS tersedia di apotek", pihak manajemen apotek perlu melakukan komunikasi intensif dengan BPJS mengenai jenis-jenis obat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan memfokuskan kelengkapan obat yang tersedia untuk pasien BPJS agar pasien mau datang kembali untuk menggunakan jasa pelayanannya.
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Republik Indonesia. Peraturan Presiden RI Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
BPJS Kesehatan, 2014, Panduan Praktis Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN, http://bpjskesehatan.go.id/dmdocuments/07Program%20Rujuk%20Balik.pdf, diakses pada 02 Oktober 2016
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Yuniar, Y & Handayani, R.S., 2016, Kepuasan Pasien Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jurnal Kefarmasian Indonesia, Vol.6, No.1, Hal. 39-48.
Soewondo, P., 2014, Harapan Baru Penyandang Diabetes Mellitus pada Era Jaminan Kesehatan Nasional 2014, Jurnal Kedokteran Indonesia, 2(1):1-6.
Supranto J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Saudah. 2012. Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep Di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Palangkaraya. Universitas Muhammadiyah. Palangka Raya.
Manurung, L.P. 2010. Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi Dengan Minat Pasien Menebus Kembali Resep Obat Di Instalasi Farmasi RSUD Budhi Asih . Universitas Indonesia. Jakarta
Sarwono S. 1997. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Apli-kasinya. Yogyakarta: UGM
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Cetakan Ketiga. Rineka Cipta. Jakarta.
Pinto SL, Sahloff EG, Ramasamy A. Evaluating the validity and reliability of a modified survey to assess patient satisfaction with mail-order and community pharmacy settings. Journal of pharmacy practice. 2010;23(2):128-34.
Mas'ud. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Apotek Kimia Farma Jakarta Menggunakan Model Servqual (Studi Kasus Pada Tiga Apotek). Majalah Ilmu Kefarmasian. 2009;VI(2):56-74.
Harianto, Khasanah N, Supardi S. Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep Di Apotek Kopkar RSUD Budhi Asih Jakarta. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2005;2(1):12-21.
Anitawati E, Fudholi A, Sumarni. Analisis kepuasan pasien rawat jalan terhadap kualitas pelayanan farmasi di apotek X (studi pada bulan november 2011). Jurnal manajemen dan pelayanan farmasi. 2012;2(2).
Handayana E. Analisis Hubungan antara Karakteristik Pasien umum dengan proses pengambilan keputusan dalam memanfaatkan Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2005 [tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2005.
Winanto A. Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan Apotek Di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna [skripsi]. Pontianak: Universitas Tanjungpura; 2013.
Koratiwida N. Hubungan Karakteristik Pasien Dengan Kepuasan Terhadap Pelayanan Poliklinik Umum Rumah Sakit Sumber Waras tahun 2003 [tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2003.
Handayani RS, Raharni, Gitawati R. Persepsi Konsumen Apotek terhadap Pelayanan Apotek di Tiga Kota di Indonesia. Makara Kesehatan. 2009;13(1):22-6.
Hasan S, Sulieman H, Stewart K, Chapman CB, Hasan MY, Kong DC. Assessing patient satisfaction with community pharmacy in the UAE using a newly-validated tool. Research in social & administrative pharmacy : RSAP. 2013;9(6):841-50.
Volmer D, Bell JS, Janno R, Raal A, Hamilton DD, Airaksinen MS. Change in public satisfaction with community pharmacy services in Tartu, Estonia, between 1993 and 2005. Research in social & administrative pharmacy : RSAP. 2009;5(4):337-46.
Horvat N, Kos M. Development and initial validation of a patient satisfaction with pharmacy performance questionnaire (PSPP-Q). Evaluation & the health professions. 2010;33(2):197-215.
Tinelli M, Blenkinsopp A, Bond C. Development, validation and application of a patient satisfaction scale for a community pharmacy medicines-management service. The International journal of pharmacy practice. 2011;19(3):144-55.
Horvat N, Kos M. Slovenian pharmacy performance: a patient-centred approach to patient satisfaction survey content development. International journal of clinical pharmacy. 2011;33(6):985-96.
Marquez-Peiro JF, Perez-Peiro C. [Evaluation of patient satisfaction in outpatient pharmacy]. Farmacia hospitalaria : organo oficial de expresion cientifica de la Sociedad Espanola de Farmacia Hospitalaria. 2008;32(2):71-6.
Budiman, Suhat, Herlina. N. Hubungan Status Demografi Dengan Kepuasan Masyarakat Tentang Pelayanan Jamkesmas di Wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Kartika. 2010;1:1-17.
Setiawan D, Hasanmihardja M, Mahatir A. Pengaruh Pelayanan Kefarmasian Terhadap Kepuasan Konsumen Apotek Di Kabupaten Tegal. Jurnal Farmasi Indonesia 2010;5(2):101-7.
Risnandi C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Lingga, Kabupaten Kubu Raya [skripsi]. Jakarta: STIK St. Carolus; 2014.
Smith D, Maharaj S, James K. Satisfaction with pharmacy services and its relationships with the control of selected chronic diseases. The West Indian medical journal. 2011;60(3): 293-7.
Naik Panvelkar P, Saini B, Armour C. Measurement of patient satisfaction with community pharmacy services: a review. Pharmacy world & science : PWS. 2009;31(5):525-37.
Lampiran 1. Kuesioner Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Farmasi di Apotek Era Jaminan Kesehatan Nasional
Kuesioner Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Farmasi di Apotek Era Jaminan Kesehatan Nasional
Tanggal :
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyusunan Karya Tulis ilmiah yang berjudul "Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Farmasi di Apotek Era Jaminan Kesehatan Nasional" yang dilakukan oleh :
Delvi Lestari (31141035)
Program Studi D III Farmasi
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas partisipasi anda dalam meluangkan waktu menjawab kuesioner ini, sebagai syarat dari penyelesaian Karya Tulis Ilmiah saya. Besar harapan saya, apabila anda menjawab sesuai apa yang anda ketahui. Karena apapun hasilnya, sedikit pun tidak mempengaruhi reputasi anda.
Petunjuk
1. Baca dan jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jujur sesuai kenyataan.
2. Jawaban yang kami peroleh semata-mata kepentingan bersama dan dirahasiakan.
3. Bila terdapat kesulitan dalam menjawab pertanyaan berikut, anda dapat bertanya langsung kepada pewawancara.
Identitas responden
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin : Pria Wanita
Umur : >17-25 Tahun 46-55 Tahun
26-35 Tahun 56-65 Tahun
36-45 Tahun > 65 Tahun
Status Pernikahan : Belum Menikah Menikah Cerai
Pekerjaan : Tidak Bekerja/Lainnya Wiraswasta
Pegawai Swsata
PNS/TNI/POLRI
Pendidikan : Tamat SD Tamat SMP Tamat Diploma
Tamat SMA Tamat S1/S2/S3
Berikut ini adalah isian pernyataan mengenai persepsi Anda terhadap pelayanan di Apotek Program BPJS. Berilah tanda silang ( ) pada kolom yang ingin di isi.
Skala Tingkat Kepuasan Pasien :
TP = Tidak Puas KP = Kurang Puas P = Puas
SP = Sangat Puas
No.
Kuesioner Tingkat Kepuasan
SP
P
KP
TP
1
2
3
4
1.
Ketanggapan (responsiveness)
Kecepatan petugas loket melayani pasien
Kelengkapan informasi obat yg diberikan kepada pasien
Waktu pelayanan tidak lama
2.
Dimensi kehandalan (reliability)
Kemudahan prosedur administrasi menebus obat di apotek
3.
Dimensi jaminan (assurance)
Semua obat dalam resep masuk dalam tanggungan biaya BPJS
Ketersediaan semua obat dalam resep yang ditanggung BPJS di apotek
4.
Dimensi keramahan (empathy)
Petugas apotek memberikan pelayanan dengan ramah
5.
Dimensi bukti (tangible)
Kemudahan akses terhadap lokasi apotek
Kecukupan tempat duduk di ruang tunggu pasien
Kenyamanan dan kebersihan ruang tunggu apotek