Komposisi Kimia Membran Sel Dan Faktor yang Mempengaruh Permeabilitas Anisyah Ayu Suryaningsih (1610421020) Kelompok 1b Email:
[email protected]
ABSTRAK Praktikum komposisi kimia membran sel dan faktor yang mempengaruhi permeabilitas ini dilaksanakan pada hari Selasa, 29 Agustus 2017 Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Andalas Padang. Praktikum ini dilakukan untuk melihat pengaruh berbagai perlakuan fisik dan kimia terhadap permeabilitas membran. Pengaruh perlakuan panas dan dingin terhadap permeabilitas sel menyebabkan semakin tinggi atau terlalu terlalu rendahnya suhu yang diberikan pada jaringan umbi maka nilai absorban yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini menyebabkan membran semakin rusak akibatnya semakin banyak pula isi sel yang ke luar dan larutan menjadi keruh. Dapat disimpulan bahwa suhu dan senyawa kimia dapat mempengaruhi nilai absorban. Semakin tinggi suhu yang diberikan, maka nilai absorban akan semakin besar. Nilai absorban tertinggi pada perlakuan panas yaitu pada Ipomea batatas pada perlakuan kontrol sebesar 1,07 nm dan terendah pada suhu 450 C sebesar 0,055 nm.
Kata kunci: Membran sel, Ipomea batatas, Permeabilitas. PENDAHULUAN Sel adalah unit terkecil kehidupan yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu membran, sitoplasma, dan inti. Membran atau plasmalemma menyelubingi sel dengan fungsi mengatur keluar masuknya zat, menyampaikan atau menerima rangsang, dan strukturnya terdiri dari dua lapisan lipoprotein yang diantara molekul terdapat pori. (Yatim, 2000). Peranan membran dalam aktivitas seluler yaitu mengatur keluar masuknya bahan antara sel dengan lingkungannya, antara sel dengan organel-organelnya. Selain itu membran juga berperan dalam metabolisme sel. Berdasarkan dari komposisi kimia membran dan pemeabilitasnya
terhadap solut maka dapat disimpulkan bahwa membran sel terdiri atas lipid dan protein. Pada membran terdapat lapisan ganda dan molekul-molekul posfolipid yang letaknya teratur sedemikian rupa sehingga ujung karbon yang hidropobik terbungkus sedemikian rupa di dalam sebuah lapisan amorf dalam senyawa lipid. Komponen protein membran digambarkan sebagai suatu selaput yang menutupi kedua belah permukaan dan lapisan biomolekul posfolipid. (Prawiranata, 1981). Kemampuan sel untuk membedakan pertukaran kimiawi dengan lingkungannya merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan, dan membran plasma inilah yang membuat
keselektifan ini bisa terjadi. (Kimball, 2000). Adanya sifat hidrofobik di bagian tengah lapisan lipid membran plasma menyebabkan membran tersebut tidak mudah ditembus oleh molekul polar, sehingga membran sel mencegah keluarnya komponen-komponen dalam sel yang larut dalam air. Namun, sel juga memerlukan bahan-bahan nutrisi dan membuang limbahnya ke luar sel. Untuk memenuhi kebutuhan ini, sel harus mengembangkan suatu system atau mekanisme khusus untuk transpor melintasi membran sel (Subowo, 1995). Menurut Gelston (1961), membran sangat beragam, tetapi permeabilitas dapat terjadi tanpa menghiraukan bagaimana fungsi membran selama pergerakan larutan lebih dibatasi dibandingkan pergerakan air. Permeabilitas adalah kemampuan tanah untuk mengalirkan air atau udaradinyatakan dalam cm/jam (Hafiz,2013). Jaringan dewasa mengandung sebuah lapisan tipis protoplasma yang mengelilingi vakuola inti yang terletak di dinding sel. Dinding sel yang mempunyai banyak pori merupakan suatu proporsi penting dari sebuah struktur sel yang tidak hanya berupa sebuah penghalang dari larutan yang akan masuk. Batasan ini merupakan jalur untuk keluar masuknya larutan ke dalam sel dan berupa dua lapisan membran. Membran ini tipis untuk dilihat dan secara mikroskopis berbeda dari protoplasma. Membran ini dapat dikenali dengan mudah karena
komponen selektif permeabelnya. (Bonner, 1961). Perbedaan permeabilitas sangat bergantung pada besar kecilnya molekul yang lewat dan ditentukan dengan besarnya pori-pori membran. Tapi pada membran plasma sel hidup besarnya molekul tidak berpengaruh, hal ini disebabkan adanya kaitan antara kelarutan zat dalam salah satu komponen membran (Akkerman, 1998). Selain itu, permeabilitas membran sel dipengaruhi oleh ukuran solut, kelarutan lemak, derajat ionisasi, pH, dan temperatur. Ukuran solut yang cenderung semakin besar, serta derajat ionisasi yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan permeabilitas membran cenderung menurun, sedangkan pengaruh temperature dan pH yang tinggi membuat membran sel menjadi lebih mudah mengalami denaturasi (Dwijoseputro, 1994). Beberapa teori-teori klasik tentang permeabilitas mempunyai kesulitan dalam menjelaskan gejalagejala yang teramati. Seperti peleburan zat terlarut pada membran oleh pelarut. Semua perrcobaan permeabilitas membran melibatkan sistem yang tidak seimbang yang berubah sepanjang lintasan tidak baik apabila beberapa molekul yang tidak dapat menemdus lubang batas itu. Bermuatan pada membran akan terjadi potensial, untuk potensial ini dinamakan potensial dominan. Dalam hal ini konsentrasi keseimbangan ion dari dua belah sisi membran berbeda. Proses tercapainya
keseimbangan dari berbagai keadaan tidak seimbang merupakan contoh termodinamika larutan balik yang terjadi pada sistem biologi. Membran mempunyai dua fungsi yaitu memberikan kerangka luar dari proses kehidupan dan pemisahan sitoplasma menjadi bahang. Membran memisahkan protoplasma menjadi bagian-bagian tetapi pemisahan itu selektif. (Lovelles, 1991). Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh berbagai perlakuan fisik dan kimia terhadap permeabilitas membran sel.
Pengaruh Suhu dan Senyawa Kimia Terhadap Permeabelitas Membran Sel Dipilih salah satu Ipomea batatas yang besar, dicuci bersih dengan air kran dan kalau perlu disikat. Dengan bantuan bor yang bergaris tengah 1 cm (tengahnya berlubang), dipotong 12 potongan yang berbentuk silinder. Dipotong bentuk silinder dengan ketebalan potongan 1 cm. Kemudian dicuci semua potongan umbi di bawah air mengalir (air kran) selama 10-15 menit untuk menghilangkan pigmen pada permukaan. Perlakuan Panas
METODE PRAKTIKUM Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 29 Agustus 2017, di Laboatorium Teaching II, Jurusan Biologi, Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop, gelas objek, kaca objek dan cover, pisau silet, pipet tetes, tabung reaksi, alat pengebor gabus dan pinset. Adapun bahan tanaman yang digunakan yaitu Ipomea batatas. Serta bahan kimianya yaitu air destilata, metanol, aseton, sukrosa, dan tertiary butyl alcohol. Cara Kerja
Disiapkan penangas air dengan mengisi 2/3 bagian dari gelas piala yang berukuran 1000 mL dengan air, dan dipanaskan di atas api atau hot plate. Dengan pinset atau jarum panjang, dimasukkan potongan umbi ke dalam gelas piala yang telah dipanaskan sampai suhu 700 C (diletakkan termometer dalam gelas piala) selama 1 menit. Kemudian dipindahkan potongan umbi dari gelas piala ke dalam suatu tabung reaksi yang berisi 15 ml air pada suhu kamar. Setelah itu, air di dalam gelas piala dibiarkan berangsur-angsur dingin, lalu dimasukkan potongan umbi masingmasing sepotong pada suhu 650 C, 600 C, 500 C,450 C selama 1 menit. Kemudian dipindahkan potonganpotongan Ipomea batatas yang direndam dalam air panas ke dalam tabung reaksi yang berisi air destilata pada suhu kamar. Sebagai kontrol,
diletakkan satu potong ke dalam tabung reaksi yang berisi 15 ml air destilata. Setelah diinkubasi selama 1 jam, dikocok tabung reaksi dan secara bergantian dituangkan rendaman tadi ke dalam kuvet dan diukur masingmasing absorbannya pada panjang gelombang 525 nm pada spektrofotometer. Untuk masing-masing air rendaman (7 perlakuan panas). Apabila larutan setelah perendaman 1 jam terlalu pekat (konsetrasi pigmen terlalu tinggi), encerkan seua sampel dengan air destilata (1:1) dan ulang lagi pengukuran. Perlakuan Dingin Dimasukkan masing-masing 1 potongan Ipomea batatas ke dalam freezer sehingga membeku. Potongan yang sudah membeku kemudian dicuci dengan cepat dengan air kran dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 15 ml air. Sebagai kontrol, diletakkan satu potong ubi jalar yang tidak didinginkan dalam tabung reaksi dengan 15 ml air. Setelah diinkubasi selama 1 jam, diukur jumlah pigmen relatif dalam larutan perendam dengan spektrofotometer. HASIL DAN PEMBAHASAN Perlakuan Panas Tabel 1. Nilai absorban perlakuan panas Nilai absorban Suhu (nm) 00 C 0,28 kontrol 1,07
450 C 500 C 600 C 650 C 700 C
0,055 0,1 1,025 1,05 1,015
Pada perlakuan panas, semakin tinggi suhu yang diberikan maka nilai absorban akan semakin besar. Karena semakin tinggi suhu, menyebabkan membran semakin rusak akibatnya semakin banyak pula isi sel yang ke luar. Menurut Lovelles (1991), komponen membran tersusun atas lipid dan protein. Jika suhunya terlalu tinggi, protein akan mengalami denaturasi kemudian meyebabkan isi di dalam sel ke luar karena protein penyusun membran selnya rusak. Akan tetapi, pada percobaan didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Bahkan pada suhu nilai absorban tertinggi terdapat pada suhu 650 C sebesar 1,05. Hasil ini menunjukkan bahwa larutan berdifusi ke dalam sel. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam percobaan ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya jaringan yang dipotong tidak sama besar. Perlakuan Dingin Tabel 2. Nilai absorban perlakuan dingin Suhu Nilai absorban 0 0 C 0,016
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai absorban sebesar 0,016 terdapat pada suhu 00 C. Hal ini disebabkan oleh air di sekitar umbi yang berubah bentuk menjadi kristal-kristal es sewaktu
perendaman. Menurut Willking (1989), kristal-kristal es memiliki permukaan yang tajam, sehingga dapat merusak membran sel dan mengoyaknya, tidak hanya sekadar membuat membrane sel terdenaturasi seperti pada perlakuan panas. Sehingga dapat menyebabkan pigmen pada tumbuhan keluar ke lingkungan. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Membran sel akan mengalami kerusakan jika diberikan perlakuan suhu yang tinggi. Semakin tinggi suhu yang diberikan, maka kerusakan pada membran akan semakin besar karena membran sel tidak tahan terhadap keadaan yang terlalu panas atau terlalu dingin. 2. Nilai absorban tertinggi pada perlakuan panas yaitu pada Ipomea batatas pada perlakuan kontrol sebesar 1,07 nm dan terendah pada suhu 450 C sebesar 0,055 nm. DAFTAR PUSTAKA Akkerman, Eugene. 1998. Ilmu Biofisika. Jakarta: Erlangga. Bonner, J. 1961. Priciples of Plant Physiology. Canada : Pasadena.
Dwijoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia. Gelston, A. 1961. The Life of Green Plant. New Jessey : Prentice Hall. Hafiz. 2013. Permeabilitas I (Constant Head) Praktikum Histologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kimball, J.W. 2000. Biologi Jilid I. Jakarta : Erlangga Lovelles. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropika. Bandung : Gramedia Pustaka Utama. Prawinata, W. 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung: ITB. Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung : Angkasa. Willking. 1989. Fisiologi Tanaman II. Bandung : Bina Angkasa. Yatim, W. 2000. Embriologi. Semarang : CV. Tarsito.
LAMPIRAN
Gambar 1. Inkubasi porongan Ipomea batatas dengan perlakuan panas