KOMPLEKS BEBERAPA LOGAM TRANSISI DENGAN ION KLORIDA
PENDAHULUAN
TUJUAN PERCOBAAN Mempelajari pengaruh konsentrasi ion klorida pada pembentukan kompleks klor dari logam besi, kobalt, dan nikel dalam resin penukar anion.
DASAR TEORI Ilmu bahan logam digolongkan dalam kelompok logam Ferro yaitu logam yang mengandung unsur besi dan Non-Ferro merupakan logam bukan besi (Wibowo, dkk., 2012). Besi berada pada urutan nomor empat kelimpahannya dalam kerak bumi setelah oksigen, silikon, dan aluminium. Pada umumnya besi cenderung membetuk senyawa dalam bentuk Fe
3+
dibandingkan dengan bentuk Fe
2+
serta
membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa tertentu (Rifki, dkk., 2013). Ion besi(III) memungkinkan untuk membentuk senyawa oktahedral jika berikatan dengan ligan lain, misalnya EDTA (Setyawati dan Murwani, 2010). Nikel merupakan salah satu logam transisi deret pertama yang terletak pada periode empat dan golongan VIIIB, memiliki nomor atom 28 dan massa atom 58,71 g/mol (Huheey and Keiter, 1993). Bentuk kompleks nikel(II) yang paling umum adalah oktahedral dan bujur sangkar (square planar) (Lee, 1994). Kobalt(II) membentuk berbagai kompleks, yakni oktahedral dan tetrahedral. 2-
Kompleks tetrahedral [CoX4] dapat terbentuk dengan ligan anionik monodentat -
-
-
-
-
seperti Cl , Br , I , SCN , dan OH , dengan kombinasi dua ligan dengan dua ligan netral, sehingga kompleks tetrahedral jenis CoL 2X2 terbentuk (Cotton, 2988). Bentuk geometri kompleks ion Co (oktahedral), Ni (tetrahedral), dan Fe (oktahedral) adalah sebagai berikut (Chang, 2003).
Teori medan kristal dapat menjelaskan energi kompleks koordinasi yang didasarkan pada deskripsi ionik ikatan logam-ligan. Model ini menjadikan kompleks sebagai sebuah ion logam pusat yang didekati oleh ligan bermuatan negatif (Oxtoby, 2003).Berdasarkan teori medan kristal, orbital d akan pecah menjadi lima orbital, yakni degenerate tiga, t 2g dan degenerate dua, eg (Sukirman, 2012). Selisih energi antara dua kumpulan tingkat ialah Δ 0, yaitu energi pembelahan medan kristal untuk kompleks oktahedral yang terbentuk. CFSE ialah perubahan
k.wr 2015
energi suatu kompleks oktahedral relatif terhadap medan kristal sferis hipotetis (Oxtoby, 2003). Pada kompleks oktahedral, pengisian orbital t2g menurunkan energi kompleks yang akan membuatnya lebih stabil sebesar -0,4 - 0,4 Δ0 per elektron. Sementara pengisian orbital eg menaikkan energi sebesar 0,6 Δ 0 per elektron. Total Crystal Field Stabilization Stabilization Energi (CFSE) (CFSE) atau energi yang terstabilkan oleh medan kristal adalah CFSEoctahedral = -0,4n(t 2g) + 0,6n(e g), di mana n (t2g) dan n(eg) berturut –turut –turut adalah jumlah elektron yang mengisi orbital t2g dan eg (Lee, 1994). Kompleks tetrahedral mempunyai energi pemisahan atau medan ligan sebesar 4/9 Δokathedral (Δ0) (Yamamoto, 1986). Karena itu pada kompleks tetrahedral, energi setiap orbital pada e g = -3/5 -3/5 x 4/9 Δ0 = -0,27 Δ0 dan energi setiap orbital pada t2g = +2/5 x 4/9 Δ0 = +0,18 Δ0 (Syarifuddin, 1994). Dari pengukuran sifat magnetik dan spektrum absorpsi dari kompleks logam transisi, kita dapat memberi peringkat ligan dari yang paling lemah berinteraksi dengan ion logam (dan dengan demikian memberikan pembelahan medan kristal terkecil) sampai yang berinteraksi paling kuat dan memberikan pembelahan paling besar. Urutan yang dihasilkan untuk sejumlah ligan dari yang terlemah sampai yang terkuat dinamakan deret spektrokimia, yakni (Oxtoby, 2003):
METODE PERCOBAAN
ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang dibutuhkan pada percobaan ini meliputi satu set kolom resin penukar anion, gelas beker, tabung reaksi kecil, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 10 ml, pipet ukur 1 ml, pipet tetes, pipet pump, corong gelas dan lempeng kaca bening. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi larutan HCl 9 M, 5 M, 2 M, dan 1 M; larutan ion Besi(III), larutan ion Co(II), larutan ion Ni(II), larutan KCNS 0,1 M, larutan NH 4CNS 10% dalam aseton, larutan amonia, larutan dimetilglioksin, kertas lakmus merah, dan tisu.
CARA KERJA Larutan campuran ion logam Fe, Co, dan Ni dibuat dengan mencampurkan setiap larutan ion logam tersebut dengan perbandingan yang sama (masing-masing 0,6 ml). Pada kolom resin penukar anion telah diisi dengan larutan HCl 2 M, sehingga kran kolom dibuka dan larutan HCl 2 M dikeluarkan hingga tinggi permukaan larutan sekitar 1 cm dari resin. Lalu dituangkan 10 ml larutan HCl 9 M dan kran dibuka dan diatur sehingga kecepatan alir 2,5 ml/menit. Kemudian dituangkan 2 ml larutan campuran ion logam dan 5 ml larutan HCl 9 M, kran kembali dibuka dan diatur
k.wr 2015
sehingga kecepatan alir 2,5 ml/menit. Eluat yang keluar ditampung pada tabung reaksi kode (9-1). Lalu ditambahkan lagi 5 ml larutan HCl 9 M sebanyak dua kali dan setiap eluat ditampung dalam tabung reaksi dengan kode 9-2 dan 9-3. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan HCl 5 M sebanyak empat kali dan setiap eluat ditampung pada tabung reaksi dengan kode 5-1, 5-2, 5-3, dan 5-4. Setelah itu ditambahkan 5 ml larutan HCl 1 M sebanyak empat kali dan setiap eluat ditampung pada tabung reaksi dengan kode 1-1, 1-2, 1-3, dan 1-4. Setelah selesai, ditambahkan 10 ml akuades untuk mencuci resin dan ditambahkan 20 ml HCl 2 M. Kran ditutup bila larutan mencapai 2 cm di atas glas wool. Beberapa tetes tiap eluat diteteskan pada kaca yang diletakkan di atas kertas putih. Kemudian ditambahkan setetes larutan KCNS 0,1 M pada tiap eluat. Warna 2+
merah bata menunjukkan adanya ion ferri dari Fe(CNS) . Beberapa tetes tiap eluat baru diteteskan pada kaca. Lalu ditambahkan setetes larutan NH 4CNS 10% dalam aseton pada tiap eluat. Warna biru menunjukkan 2-
adanya ion Co(II) dari Co(CNS) . Beberapa tetes tiap eluat baru diteteskan pada kaca. Lalu ditambahkan beberapa tetes amonia hingga basa (diuji dengan kertas lakmus merah). Kemudian ditetesi pereaksi dimetilglioksin. Endapan merah terang menunjukkan adanya ion Ni(II).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan untuk mempelajari konsentrasi ion klorida pada pembentukan kompleks klor dari logam besi, kobalt, dan nikel dalam resin penukar anion. Percobaan ini memanfaatkan fungsi resin penukar anion, di mana digunakan prinsip pembentukan kompleks antara ion logam dengan situs aktif dari resin penukar anion ini. Pada resin penukar anion terdapat gugus 2 2 + −, di mana Cl yang dapat -
dipertukarkan dengan anion yang lain. Sebelum kolom penukar anion digunakan untuk memisahkan ion logam dalam campurannya, maka perlu dicuci menggunakan larutan HCl 2 M. Proses pencucian ini bertujuan untuk regenerasi resin yang ada di dalam kolom penukar anion untuk mengatasi kejenuhan pada resin. Resin akan cepat sekali mengalami kejenuhan dalam hitungan hari atau minggu tergantung dari tingkat kesadahan air bakunya. Sehingga, perlu dilakukan regenerasi resin, di mana dalam proses ini terjadi pengaktifan kembali gugus fungsional resin. Resin dapat diregenerasi ke bentuk semula karena reaksinya berjalan reversible. Saat campuran larutan ion logam (Fe, Co, dan Ni) dimasukkan dan diikuti dengan masuknya larutan HCl 9 M mengakibatkan adanya proses pembentukan senyawa ion -
kompleks antra ion logam dengan ion Cl yang memiliki kekuatan kompleks yang berbedabeda. 3+
2+
2+
Persamaan reaksi pembentukan kompleks antara ion logam (Fe , Co , dan Ni ) -
dengan ion Cl adalah sebagai berikut.
k.wr 2015
3+ + 6 6 − → 6 3− 2+ + 4 4 − → 4 2− 2+ + 4 4 − → 4 2− Berdasarkan reaksi pembentukan kompleks di atas diketahui bahwa reaksi antara ion 3+ 2+ 2+ logam (Fe , Co , dan Ni ) dengan ion Cl merupakan kompleks anion yang bermuatan negatif. Hal inilah yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya proses pertukaran anion. Adanya perbedaan konsentrasi larutan HCl yang kemudian dimasukkan ke dalam resin penukan anion ini bertujuan untuk memisahkan logam Fe, Co dan Ni yang sebelumnya -
saling bercampur, di mana setelah membentuk kompleks dengan Cl akan memiliki kekuatan kompleks yang berbeda-beda. -
Jika konsentrasi ion Cl yang dimasukkan diturunkan menjadi 5 M maka kompleks klorida akan mengalami kesetimbangan dengan ion kompleks aquo (ligan molekul air) yang tidak terikat kuat oleh resin dan dapat terlepas keluar dari kolom. Ion logam yang membentuk kompleks kurang stabil akan terelusi pada konsentrasi HCl tinggi, sedangkan ion logam yang membentuk kompleks paling stabil tidak akan terelusi sampai konesntrasi ion Cl
-
rendah (diturunkan mencapai 1 M). Kekuatan atau kestabilan suatu kompleks jika ditinjau dari ion logamnya dapat diketahui melalui harga CFSE. Harga CFSE yang semakin tinggi, kestabilannya jega semakin 3+
2+
2+
meningkat. Perhitungan CFSE untuk ion Fe , Co , dan Ni adalah sebagai berikut. ... bla..bla..bla.. (susah nulisnya hehehe) -
Diketahui ligan yang digunakan yakni Cl merupakan jenis ligan lemah, sehingga menyebabkan splitting yang high spin. Berdasarkan perhitungan nilai CFSE ketiga ion kompleks tersebut untuk high spin, diketahui bahwa ion kompleks Ni merupakan yang paling stabil, sedangkan ion kompleks Fe merupakan yang paling tidak stabil. Setiap ion kompleks yang terbentuk akan berinteraksi dengan resin. Reaksinya adalah sebagai berikut.
2 2 + − + 6 3− ↔ 2 2 + 6 3− + 2 2 + − + 4 2− ↔ 2 2 + 4 2− + 2 2 + − + 4 2− ↔ 2 2 + 4 2− + Saat larutan HCl 9 M dielusikan, maka kompleks yang kurang stabil akan terelusi, di mana dalam hal ini kompleks ion Fe akan terelusi terlebih dahulu. Hal ini dapat dibuktikan 3+
dengan warna larutan yang berwarna kuning kecoklatan yang sesuai dengan warna ion Fe . Kompleks ion Fe dapat terelusi pada larutan HCl 9 M karena pada konsentrasi HCl yang -
sangat tinggi menyebabkan ion Cl yang merupakan ligan juga menjadi semakin kuat. Hal ini -
menyebabkan terjadi pertukaran ligan antara Cl dengan ion kompleks yang memiliki -
kestabilan paling rendah karena ion Cl dengan konsentrasi sangat tinggi akan mengikat kuat pada resin, sehingga komples ion yang tidak stabil akan mudah putus.
k.wr 2015
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2 2 + 6 3− + ↔ 2 2 + − + 6 3− Saat resin ditambahkan larutan HCl 5 M, maka kompleks yang terelusi yakni kompleks ion 4 2− yang mana memiliki kestabilan lebih rendah dibandingkan dengan kompleks ion 4 2−. Adanya larutan HCl 5 M menyebabkan kompleks klorida akan mengalami kesetimbangan dengan ion kompleks akuo. Hal ini karena turunnya konsentrasi -
Cl menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri. Reaksinya adalah sebagai berikut. ( (2 ) + + − ↔ − + 2 Sementara itu, kompleks ion 4 2− dapat terelusi saat dimasukkan larutan HCl 1 M, di mana ditandai dengan warna larutan yang keluar yakni hijau yang sesuai dengan 2+
warna ion Ni . Kompleks ion 4 2− dapat terelusi saat konsentrasi HCl 1 M karena pada konsentrasi itu kandungan air (H 2O) dalam larutan HCl semakin tinggi. Diketahui bahwa -
kekuatan ligan H 2O lebih kuat dibandingkan Cl , sehingga ligan H 2O ini akan semakin kuat melakukan pertukaran anion dengan kompleks ion 4 2−. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2 2 + 4 2− + 2 ↔ 2 2 + 2 + 4 2− Untuk menguji ion logam yang terkandung dalam setiap eluat yang keluar, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan larutan KCNS 0,1 M, larutan NH 4CNS 10% dalam aseton, dan pereaksi dimetilglioksin. Uji Kualitatif Ion Logam Fe, Co, dan Ni Kode Warna Awal NH4CNS 10% Amonia dan KCNS 0,1 M dalam aseton dimetilglioksin 9-1 Bening Merah (+2) Merah (+1) Bening 1 9-2 Bening kekuningan Merah (+1) Merah (+1) /2 Bening 1 9-3 Kuning kehijauan lemah Merah (+3) Merah (+1) /4 Bening 5-1 Hijau tosca pucat Biru (+1) Bening Bening 5-2 Hijau tosca muda Biru (+1) Bening Merah (+1) 5-3 Hijau tosca Biru (+1) Bening Merah (+1) 5-4 Hijau tosca tua Biru (+2) Bening Merah (+1) 1-1 Hijau tua jernih Biru (+3) Merah (+1) Merah (+3) 1-2 Teh hijau Merah (+4) Merah (+2) Merah (+2) 1-3 Kuning teh pucat Merah (+5) Merah (+3) Merah (+1) 1-4 Kuning cerah Merah (+5) Merah (+4) Merah (+4) Tabel 3.1. Hasil Uji Kualitatif Ion Logam Fe, Co, dan Ni
Pengujian menggunakan larutan KCNS 0,1 M untuk mengetahui adanya kandungan 3+
3+
-
ion Fe dalam eluat tersebut. Ion Fe akan bereaksi dengan CNS membentuk kompleks besi(III) tiosianat yang tak berdisosiasi dan berwarna merah tua. Pada eluat kode 9-1, 9-2, dan 9-3 menunjukkan munculnya warna merah saat ditambahkan KCNS 0,1 M. Hal ini 3+
menunjukkan penambahan larutan HCl 9 M mengelusikan ion Fe . Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
3+ + 3 3 − → 3
k.wr 2015
Pengujian menggunakan larutan NH 4CNS 10% dalam aseton untuk mengetahui 2+
2+
adanya kandungan ion Co dalam eluat tersebut. Ion Co akan bereaksi dengan CNS
-
membentuk ion tetrasianokobalt(II) yang berwarna biru. Pada eluat kode 5-1, 5-2, 5-3, dan 5-4 menunjukkan munculnya biru saat ditambahkan larutan tersebut. Hal ini menunjukkan 2+
penambahan larutan HCl 5 M mengelusikan ion Co . Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2+ + 4 4 − → 4 2− Pengujian menggunakan larutan amonia + pereaksi dimetilglioksin untuk mengetahui 2+
2+
adanya kandungan ion Ni dalam eluat tersebut. Ion Ni akan bereaksi dengan pereaksi dimetilglioksin dalam kondisi basa (penambahan amonia) membentuk nikel dimetilglioksima yang berwarna merah. Pada eluat kode 1-1, 1-2, 1-3, dan 1-4 menunjukkan munculnya merah saat ditambahkan larutan tersebut. Hal ini menunjukkan penambahan larutan HCl 1 2+
M mengelusikan ion Ni .
KESIMPULAN
... (cari sendiri yaaa :D)
DAFTAR PUSTAKA
Chang, R., 2003, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti, Jilid 2, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta. Cotton, F. A., 1988, Kimia Tak Organik Lanjutan, (Diterjemahkan Oleh: Zakaria, K.), Universiti Teknologi Malaysia, Johor Bahru. Huheey.J.E., R.L. Keither, 1993, Inorganic Chemistry, Fourth edition, Hamper Collies College Publisher, New York. Lee, J.D., 1994, Concise Inorganic Chemistry, Fourth edition, Chapman Chapman and Hall, London. Oxtoby, et. al., 2003, Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Jilid 2, Edisi Ke empat, Erlangga, Jakarta. Rifki, A., dan Djarot R., 2013, Pengaruh Penambahan Al
3+
2+
dalam Penentuan Analisa Fe pada
pH 4,5 dengan Pengompleks 1,10-Fenantrolin secara Spektrofotometri Sinar Tampak, Jurnal Sains dan Seni Pomits, Vol 2, No 2, Hal 11-14. Setyawati, H., dan Murwani I. K., 2010, Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Besi(III)-EDTA, Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “Optimalisasi Sains Untuk Memberdayakan Manusia”, Manusia”, Surabaya. Sukirman, E.,
Adi, W.
A.,
dan Purwamarggapratala, Y.,
Struktur Kristal dan
Magnetoresistance Perovskite La 0,7Ca0,3MnO3 pada Suhu Kamar, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Vol 13, No 2, Hal 61-72. Syariffudin, N., 1994, Ikatan Kimia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wibowo, D. B., Umardhani, Y., dan Sugiarto, D., 2012, Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Struktur Mikro Dan Kekerasan Besi Cor Kelabu, Jurnal Teknik Mesin, Vol 14, No 1, Hal 10-15.
k.wr 2015
Yamamoto, A., 1986, Organotransition Metal Chemistry: Fundamental Concepts and Application, John Willey and Sons, New York.
k.wr 2015