Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan, (Jakarta: AMZAH, 2007), hlm. 98
Muhammad Fuad, Fiqih Wanita Lengkap, (Lintas Media, 2007), hlm. 145
Abdul Aziz M.A, dkk. Fiqh Ibadah, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 15
Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 1, (Bandung: PT Alma'arif, 1973), hlm. 73
Syaikh Hasan M. Ayyub, Panduan Ibadah khusus pria, (Jakarta: Almahira, 2007), hlm. 26
Muhammad Fuad, Fiqih Wanita Lengkap, hlm. 146-147
Su'ad Ibrahim Salih, Fiqh Ibadah Wanita, (Jakarta: AMZAH), hlm. 148
Abdul Aziz M.A, dkk. Fiqh Ibadah, hlm. 16
Husein Muhammad, Fiqh perempuan: Refleksi Kyai atas wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 49
Fatihuddin Abul Yasin, Kita bertanya Islam menjawab, (Surabaya: Terbit Terang,), hlm. 430
Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan, hlm. 99
Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan, hlm. 99-101
http://mjeducation.co/khitan-perempuan-antara-kesehatan-agama-dan-budaya/ diakses tanggal 19 November 2013 pukul 09.31 WIB
FENOMENA KHITAN BAGI WANITA DALAM MASYARAKAT
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Fiqh
Dosen pengampu: Kurnia Muhajarah, M.S.I
Disusun Oleh:
Siti Nur Khumairoh (123811062)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
FENOMENA KHITAN BAGI WANITA DALAM MASYARAKAT
PENDAHULUAN
Ajaran islam yang berkaitan dengan kebersihan dan pemeliharaan kesehatan antara lain meliputi thaharah, khitan, penyelenggaraan jenazah, hygiene dalam hidup berkelamin, kehamilan, pemeliharaan anak, pengaturan makan, memotong kuku, membersihkan (merapikan) bulu di sekitar tubuh, merapikan kumis, dan sebagainya.
Khitan, yang sering disebut dengan sunat merupakan amalan atau praktek yang sudah sangat lama dikenal dalam masyarakat dan diakui oleh agama-agama di dunia. Khitan tidak hanya diberlakukan terhadap anak laki-laki, tetapi juga terhadap anak perempuan. Dalam berbagai kebudayaan, peristiwa khitan seringkali dipandang sebagai peristiwa sacral, seperti halnya peristiwa perkawinan. Fenomena kesakralan hanya terlihat pada khitan laki-laki, sedangkan khitan perempuan jarang terlihat adanya masa sacral tersebut.
Khitan merupakan salah satu fitrah yang berkaiatan erat dengan masalah kebersihan. Dalam islam sendiri, khitan sangat dianjurkan bagi laki-laki maupun perempuan. Dalam makalah ini, akan dijelaskan babakan mengenai khitan khususnya khitan perempuan sebagai berikut.
RUMUSAN MASALAH
Apa definisi dari khitan?
Bagaimana dasar hukum mengenai khitan (laki-laki dan perempuan)?
Bagaimana pandangan para ulama megenai khitan perempuan?
Bagaimana posisi khitan perempuan dilihat dari sudut pandang kesehatan?
PEMBAHASAN
Pengertian dan Waktu Khitan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
خمس من الفطرة الاستحداد والختان وقص الشارب ونتف الابط وتقليم الاظفار
"Ada lima hal merupakan fitrah (yang berhubungan dengan kebersihan badan) yaitu mencukur bulu kemaluan, khitan, merapikan kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku". (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Menurut bahasa, khitan berasal dari kata khatana,yang berarti "khitan bagi laki-laki", sedang bagi perempuan adalah khafd. Arti dari bahasa tersebut adalah bagian kemaluan laki-laki atau perempuan yang dipotong. Khitan (bagi laki-laki) merupakan bagian dari ajaran Islam yang bertujuan untuk menjaga kesucian dan kesehatan.
Khitan bagi anak laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi kepala penis hingga terbuka. Sementara bagi anak perempuan khitan dilakukan dengan cara memotong bagian dari kulit yang ada di atas vagina (labia minora) atau kelentit (clitoris) yang terdapat pada bagian atas farji, yaitu diatas pembuka liang vagina. Bentuknya seperti biji dan menyerupai jengger ayam jantan (klitoris).
Dalam sumber lain mengatakan bahwa khitan adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan untuk menjaga agar disana tidak terkumpul kotoran, juga agar dapat menahan kencing dan supaya tidak mengurangi kenikmatan dalam bersenggama. Khitan tersebut terhadap laki-laki, Adapun terhadap perempuan maka yang dipotong itu adalah bagian atas dari kemaluan, yakni dilihat dari kemaluan itu. Pada dasarnya, hadits-hadits yang memerintahkan mengkhitan bagi perempuan, semuanya dhaif, tidak ada satu pun yang sah.
Al-mawardi mengatakan, khitan bagi perempuan adalah memotong bagian kulit yang berada di permukaan kemaluan, yang menjadi tempat masuknya zakar. Yang diwajibkan ialah memotong kulit yang menonjol saja dan tidak sampai pangkalnya.
Adapun mengenai waktu khitan, Ibnu Habib meriwayatkan dari Malik, bahwa khitan itu dilaksanankan antara umur 7-10 tahun dan makruh dilakukan pada hari kelahiran. Kemudian apabila seseorang telah dewasa, tetapi belum khitan juga, kalau mungkin dia berkhitan sendiri, dan kalau tidak, maka kewajiban khitan itu pun gugur, dan gugurnya kewajiban khitan itu lebih-lebih lagi bagi wanita yang telah dewasa.
Lain halnya para ulama Hanbali yang mengatakan :"Khitan itu mustahab setelah anak mencapai umur 7 tahun sampai tamyiz. Adapun sebelum umur 7 tahun, khitan itu makruh hukumnya. Dan kalau sudah dewasa hukumnya wajib kalau tidak khawatir bahaya atas dirinya."
Sedang Abu Hanifah sendiri mengatakan:"Saya tak tahu kapan waktunya khitan itu". Oleh sebab itulah maka dalam madzhab Hanafi, mengenai waktu khitan tidak ada kesatuan pendapat. Ada yang mengattakan nnti kalau umur anak sudah 7 tahun. Ada pula yang mengatakan 9,10,12 tahun atau bahkan nanti kalau sudah dewasa.
Adapun yang benar menurut Asy-Syafi'I bahwa khitan itu boleh saja dilaksanakan ketika anak masih kecil. Bahkan menurut satu riwayat lain dari beliau, bahwa seorang wali berkewajiban mengkhitankan anak perempuan sebelum dewasa.
Dan diatas segala-galanya yang benar memang mustahab agar anak itu dikhitankan pada hari ke-7 sejak ia lahir. Karena menurut hadits riwayat Jabir ra.:
ان النبي صلى الله عليه وعلى اله وسلم ختن الحسن والحسين لسبع ايام
"Bahwa Nabi saw. Mengkhitankan Hasan dan Husein pada umur 7 hari." (HR. Abu Asy-Syaikh dan Al-Baihaqi)
Maka dari keterangan diatas jelaslah bagi kita, bahwa setidaknya khitan bagi wanita itu merupakan kebaikan (makramah), disamping demi terwujudnya kebersihan dan kesucian, karena memang banyak kegunaannya. Maka wajiblah bagi para orang tua untuk mengkhitankan anak-anak perempuan mereka sebagaimana anak-anak lelaki. Jangan pedulikan keraguan orang mengenai sunnah ini, bahwa ia betul-betul dianjurkan dalam hadits. Sedangkan bagi kalangan tertentu cukup beralasan untuk mengatakan,"Wanita muslimat modern memang dituntut untuk khitan".
Namun demikian, perlu juga untuk diingat, bahwa untuk mengkhitankan anak perempuantak perlu diadakan walimah, lain halnya untuk anak lelaki. Dan bagi siapapun yang mendapat undangan walimah khitan anak perempuan, wajib tidak datang. Bahkan dalam kitab "Al-Mudkhil", Ibnu Al-Haj mengatakan :"Sunnah yang sudah berlaku ialah bahwa khitannya anak lelaki diumumkan, sedang khitannya anak perempuan dirahasiakan".
Dasar hukum Khitan
Terkait hukum khitan, kalangan ulama madzhab Syafi'i dan kebanyakan ulama berpendapat bahwa khitan hukumnya wajib bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Namun, menurut Imam Ahmad, khitan merupakan kemuliaan (makramah) bagi perempuan. Sedangkan menurut ulama-ulama dari kalangan madzhab Hanafi dan Imam Malik, khitan sama-sama sunnah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Masing-masing pendapat memiliki dalil dan argumentasi, namun yang rajih –menurut penulis- tidak ada dalil berstatus shahih yang mengindikasikan kewajiban berkhitan baik bagi laki-laki maupun perempuan, dan dalil yang meyakinkan (al-mutayaqqin) adalah yang menyatakannya sunnah, sebagaimana yang dilansir dalam hadits "Ada lima hal yang termasuk fitrah", dan khitan adalah salah satunya. Kalangan yang mewajibkan khitan secara mutlak berpegang pada hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,"Barangsiapa yang masuk islam hendaklah ia berkhitan." Dalil ini dibantah oleh Ibnu Mundzir bahwa dalam bab khitan tidak adasatu hadits pun yang bisa dirujuk atau sunnah yang dapat diikuti.
Khitan bagi laki-laki juga disyariatkan untuk dimeriahkan dengan resepsi dan undangannya wajib dihadiri, berbeda halnya dengan khitan perempuan. Sebagian ulama mengatakan bahwa sunnah hukumnya meramaikan prosesi khitan laki-laki dan menyembunyikan khitan perempuan.
Ibnu Hajar mengatakan bahwa untuk khitan perempuan, dalam madzhab syafi'I sekalipun pada praktiknya ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa khitan wajib untuk seluruh perempuan, namun ada juga yang mengatakan ia hanya wajib bagi perempuan yang ujung klentitnya cukup menonjol, seperti pada perempuan daerah timur. Bahkan, ada sebagian ulama madzhab Syafi'I mengatakan bahwa khitan perempuan tidak wajib.
Ada seseorang yang bertanya tentang bagaimana hukumnya wanita berkhitan, dijawab bahwa khitan laki-laki hukumnya jelas, yakni sunnah menurut Imam Maliki dan Imam Hanafi. Namun untuk wanita bagi madzhab keduanya mengatakan tidak sunnah bagi wanita, melainkan berstatus kehormatan dan kemuliaan, maksudnya bagi wanita tidak sunnah juga tidak dilarang, melainkan dianya memperoleh kemuliaan moralitas yang baginya hanya dianjurkan. Hanya Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa khitan hukumnya wajib baik laki-laki maupun perempuan. Namun madzhab ini tidak berlaku banyak dalam masyarakat, karena yang terjadi di masyarakat , karena yang terjadi di masyarakat khitan hanya ditekankan pada laki-laki, sementara pada wanita hanya diperbolehkan tidak dianjurkan dan tidak dilarang.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan. Akan tetapi mereka sepakat bahwa khitan telah disyariatkan, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Menurut madzhab Hanafi, khitan bagi laki-laki hukumnya adalah sunnah. Para pengikut Imam Malik juga memandang bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya adalah sunnah. Bahkan dalam kitab At-Talqin memperkuat bahwa hukum khitan sunnah, bukan wajib. Menurut ulama dari madzhab Maliki, bagi wanita khitan hanyalah disunnahkan saja. Pendapatnya ini berdasarkan hadits riwayat Syaddad bin Aus, bahwa Nabi SAW. Bersabda:
الختان سنة للرجال مكرمة للنساء
"Khitan adalah sunnah bagi kaum lelaki dan merupakan kebaikan bagi kaum wanita". (H.R. Ath-Thabrani)
Sebagian besar ulama fiqih pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya adalah wajib. Untuk memperkuat pendapat ini, Ibnu Al-Qayyim, salah satu ulama madzhab Syafi'i berkata, Asy-Sya'bi, Rabi'ah, Al-auza'i, dan Yahya bin Said al-anshari berpendapat bahwa hukum khitan adalah wajib. Terakhir, para ulama Hanbali juga berpendapat bahwa khitan adalah wajib. Imam Atha seorang ulama salaf berkata :"Apabila seorang dewasa masuk islam, belum dianggap sempurna Islamnya sebelum dikhitan."
Adapun khitan bagi perempuan, atau biasa disebut khifadh, yakni memotong sebagian kecil dari kulit kemaluan yang menonjol diatas lubang kecil (klitoris). Namun, dalam hal ini Rasulullah mengingatkan bahwa dalam memotongnya tidak boleh berlebihan.
Manfaat Khitan
Menurut medis, khitan diindikasikan sebagai upaya untuk pencegahan penyakit atau penanggulangan kelainan yang berkaitan dengan adanya prepusium, antara lain sebagai berikut.
Fimosis
Yaitu prepusium (kulit dan mukosa yang menutup glans penis) tidak dapat ditarik kebelakang melewati glans penis. Prepusium yang tidak dapat ditarik ke belakang ini dapat mengakibatkan peradangan dan fribosis. Peradangan dan fribosis yang berulang dapat mengakibatkan lubang prepusium yang makin menyempit sehingga dapat menyebabkan obstruksi air seni. Sekarang diketahui bahwa peradangan kronis pada prepusium merupakan predisposisi karsinoma gland penis.
Parafimosis
Yaitu keadaan prepusium yang dapat ditarik ke belakang melewati glans penis dengan sedikit tekanan, tetapi sulit untuk dikembalikanke depan seperti semula.
Pencegahan tumor ganas
Walaupun masih ada pertentangan akan manfaat khitan terhadap pencegahan tumor ganas, tetapi ada penelitian didapatkan bahwa khitan dapat mencegah terjadinya akumulasi smegma yang mempunyai hubungan dengan terjadinya tumor ganas penis. Jenis tumor ganas terbanyak adalah squmous cell cardinoma. Menurut hasil statistik didapatkan pada penduduk yang tidak dikhitan dibanding dengan mereka yang dikhitan.
Condyloma accuminata
Adalah suatu kelainan kulit berupa vegetasi oleh human papiloma virus (HPV) tipe tertentu yang bertangkai dengan permukaan yang berjonjot. Khitan diperlukan untuk membuang kelainan kulit prepusium tersebut.
Khitan bagi orang islam mempunyai makna sebagai berikut.
Menjadi bukti dan tanda telah masuk Islam
Dengan hilangnya kulub kepala zakar (Circum cisio glans penis) akan mengurangi rangsangan sehingga dalam coitus (jimak), suami dapat mengendalikan syahwatnya untuk mencapai orgasme serempak (retaradatio ejaculatio seminis). Hal ini juga berkaitan dengan kesehatan batin, terutama bagi isteri.
Terbukanya kepala zakar mencegah terkumpulnya smegma dan mencegah tertinggalnya zat-zat di dalam saccus praeputalis. Yang bermakna mencegah penyakit kelamin (penyakit venerik).
Dengan terbukanya glans penis maka ia selalu bersinggungan denagn pakaian. Hal ini menyebabkan lapisan ephitelium penutup glans penis yang tips dan lembut (yang mudah kena erosio dan radang) menjadi lebih tebal, keras dan kuat. Lapisan ephitelium penutup glans penis dan sulcus coronarius yang sudah kering dan mengulit itu akan menjadi perisai yang kuat dan awet terhadap tiap-tiap infeksi lokal.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, orang-orang yang tidak berkhitan cenderung lebih mudah terserang penyakit kelamin.
Khitan Perempuan dalam sudut pandang Kesehatan
Jika ditinjau dari kacamata kesehatan, sebenarnya khitan perempuan dinilai membahayakan dan kurang bermanfaat bagi kesehatan. Seperti diketahui, khitan perempuan merupakan suatu tradisi bagi umat islam. Di Indonesia sendiri, khitan perempuan sudah turun temurun dilakukan yaitu dengan memotng dan mengiris klitoris. WHO mengelompokkan khitan perempuan menjadi 4 tipe, yaitu:
Tipe 1: memotong seluruh klitoris
Tipe 2: memotong hanya pada sebagian klitoris
Tipe 3: menyempitkan atau dengan menjahit mulut vagina
Tipe 4: memasukkan sesuatu, menggores atau menindik vagina agar terjadi pendarahan dengan maksud mempersempit atau mengencangkan vagina.
WHO memperbolehkan khitan perempuan dibatasi hanya pada tipe 4. WHO juga membedakan khitan perempuan sebagai tindakan Female Genital Mutilation (FGM), tindakan yang jauh berbeda jika dibandingkan sunat pada kaum pria (Male Circumcision).
Menurut Dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes, dari Lembaga gender dan Studi Kependudukan Universitas YARSI, Jakarta, pemotongan klitoris pada khitan perempuan tidak boleh dilakukan. Penghilangan klitoris sama aja dengan menurunkan rangsangan seksual pada perempuan dan menghilangkan kenikmatan seksual perempuan. Sangat penting untuk tidak mengubah bentuk klitoris karena klitoris dikelilingi syaraf yang membuatnya peka secara seksual. Klitori juga berfungsi mengeluarkan zat pelumas agar saat berhubungan intim organ kewanitaan tidak merasakan sakit. Untuk mengaasi hal tersebut, dapat dilakukan khitan secara simbolis, yaitu tidak memotong atau membuang klitoris namun hanya dengan menggores sedikit atau hanya menempelkan gunting pada bagian labia minora.
Di Indonesia sendiri praktek khitan perempuan dilakukan secara simbolis berdasarkan data dari Population Council dari tahun 2001-2003. Banyak Negara yang melarang keras akan adanya praktek khitan perempuan yang dilakukan secara ekstrim karena akan praktek terebut dapat melanggar UU kekerasan perempuan.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari praktek khitan perempuan ini, diantaranya:
Dampak jangka pendek:
Menyebabkan sakit kepala
Menyebabkan retensi urine
Menyebabkan pendarahan
Infeksi pada organ panggul
Menyebabkan tetanus
Dampak jangka panjang
Menyebabkan kista dermoid, abses dan keloid
Infeksi saluran kemih
Sakit berkepanjangan saat berhubungan intim
Tidak mencapai orgasme
Disfungsi Haid
Tidak dapat menahan kencing
Dalam fatwa MUI, wanita muslim dianjurkan untuk berkhitan. MUI beranggapan khitan sudah sesuai dengan syariah, namun bukan untuk melukai atau memotong klitoris melainkan menghilangkan selaput praeputium yang menutup klitoris.
Walaupun masih menjadi pro dan kontra, istilah khitan perempuan dalam dunia medis tidak dikenal. Selain tidak bermanfaat, khitan pada perempuan beresiko menyebabkan kematian. Sangat berbeda dengan khitan pada laki-laki yang bermanfaat mencegah kanker dan infeksi. Maka dari itu, khitan perempuan jangan disamakan dengan khitan laki-laki tetapi cukup dilakukan dengan cara simbolis saja.
KESIMPULAN
Khitan bagi anak perempuan adalah dengan cara memotong bagian dari kulit yang ada di atas vagina (labia minora) atau kelentit (clitoris) yang terdapat pada bagian atas farji. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan bagi wanita. Khitan bagi laki-laki merupakan kewajiban, sedangkan bagi perempuan merupakan suatu kemuliaan. Khitan dapat mencegah berbagai penyakit, seperti fimosis, parafimosis, pencegahan tumor ganas, dan candylocoma accuminata.
Namun, pada praktek khitan pada perempuan banyak kalangan medis yang memandang negative karena adanya dampak negative yang ditimbulkan dari khitan ini bagi perempuan. Oleh karena itu, banyak kalangan yang menganjurkan khitan ini dilakukan secara simbolis saja, karena pada dasarnya khitan antara laki-laki dan perempuan itu berbeda.
PENUTUP
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Saya sadar bahwa makalah ini masih sangat jauh dari harapan, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Meskipun demikian, inilah karya maksimal yang dapat saya lakukan hingga saat ini. Karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan khususnya juga bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abul Yasin, Fatihudin. Kita bertanya Islam menjawab. (Surabaya: Terbit Terang)
Al-Hafidz, Ahsin W. 2007. Fikih Kesehatan. (Jakarta: AMZAH)
Aziz, Abdul M.A., dkk. 2009. Fiqh Ibadah. (Jakarta: AMZAH)
Fuad, Muhammad. 2007. Fiqih Wanita Lengkap. ( : Lintas Media)
Ibrahim shalih, Su'ad. 2011. Fiqh Ibadah Wanita. (Jakarta: AMZAH)
M. Ayyub, Hasan. 2007. Panduan Ibadah Khusus Pria. (Jakarta: Almahira)
Muhammad, Husein. 2001. Fiqh Perempuan: Refleksi Kyai atas wacana Agama dan Gender. (Yoyakarta: LKiS)
Sabiq, Sayyid. 1973. Fikih Sunnah 1. (Bandung: PT Alma'arif)
http://mjeducation.co/khitan-perempuan-antara-kesehatan-agama-dan-budaya/ diakses tanggal 19 November 2013, Pukul 09.31 WIB