PANCASILA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU
Disusun Oleh: 1. Abra Abrarr Ham Hamdi di NIM. 160402049 2. Irfa Irfan n Effe Effend ndii NIM. 160402055 3. Teguh Teguh Prase Prasetyo tyo NIM. 160402002 4. Tika Tika Gustriy Gustriyant antii NIM. 160402025 5. Yanda Yanda Nooryuda Nooryuda Prasetya Prasetya NIM. 160402027
Dosen Pengampu: Ilham Ilham Hudi, S.Pd,. S.Pd,. M.Pd
JURUSAN SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS MUHAMMADYAH RIAU PEKANBARU 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul ”PANCASILA
SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU ”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pada bidang studi Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan umumnya bagi pembaca sekalian dan khususnya bagi penulis. Melalui makalah ini pastinya kami sadar akan banyaknya kekurangan yang ada pada makalah ini, oleh karena itu kami menantikan kritikan beserta saran yang membangun oleh segenap pihak agarmakalah ini dapat disempurnakan
Pekanbaru, 15 April 2018
Penulis
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2 1.3 Tujuan............................................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Pancasila Dan Ilmu Pengetahuan................................................................... 3 2.1.1 Ilmu Pengetahuan................................................................................. 3 2.1.2 Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi ilmu ....................................... 5 2.2 Pancasila Sebagai Landasan Etik Pengembangan Ilmu Di Indonesia ........... 7 2.3 Pancasila Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan ........................................ 10 2.4 Alasan Pancasila Dijadikan Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu ...... 13 BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15
3.1 Simpulan...................................................................................................... 15 3.2 Saran ............................................................................................................ 15 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejak 18 Agustus 1945, secara epistomologis, Pancasila dikaji oleh para ahli dan juga diuji oleh berbagai peristiwa-peristiwa yang mencoba merongrong kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia. Secara empiris dan kenegaraan, Pancasila telah menunjukkan ketangguhannya hingga pada saat ini. Pengujian secara kognitif telah dilakukan oleh para ahli dengan berbagai pendekatan. Notonogoro dengan analisis teori causal, Driarkara dengan pendekatan antroplogi metafisik, Eka Darmaputra dengan etika, Suwarno dengan pendekatan historis, filosofis dan sosio-yuridis, Gunawan Setiardja dengan analisis yuridis ideologis (Dimyati, 2006: 4) dan bayak para ahli dan kalangan akademisi membuktikan Pancasila sebagai filsafat. Sejak dulu, ilmu pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas berpikir manusia. Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda makna, ilmu dan pengetahuan. Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan definisi pengetahuan, sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode tertentu. Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di sekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, peran Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus pada pengembangan ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Nilai – nilai Pancasila sesungguhnya telah tertuang secara filosofisideologis dan konstitusional di dalam UUD 1945 baik sebelum amandemen maupun setelah amandemen. Nilai – nilai Pancasila ini juga telah teruji dalam dinamika kehidupan berbangsa pada berbagai periode kepemimpinan Indonesia. Hal ini sebenarnya telah menjadi kesadaran bersama bahwa Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia, yaitu kelima sila yang merupakan kesatuan yang bulat
2
dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya. Hanya saja perlu diakui bahwa meski telah terjadi amandemen hingga ke-4, namun dalam implementasi Pancasila masih banyak terjadi distorsi dan kontroversi yang menyebabkan praktek kepemimpinan dan pengelolaan bangsa dan Negara cukup memprihatinkan. Bukti-bukti empiris menunjukkan hampir semua inovasi teknologi merupakan hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antarpemerintah,
antar-universitas,
antar-perusahaan,
antar-ilmuwan,
atau
kombinasi dari semuanya. Aktivitas ini pun relatif belum terfasilitasi dengan baik dalam beberapa kebijakan pemerintah (Habibie, 1984: 293).
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengertian ilmu dan pengetahuan?
2.
Bagaimana pilar-pilar penyangga bagi ilmu pengetahuan?
3.
Bagaimana Pancasila Sebagai Landasan Etik Pengembangan Ilmu Di Indonesia?
4.
1.3
Bagaimana Pancasila Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan?
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada pembahasan dalam makalah ini diantaranya: 1.
Mengerti pengertian dari Ilmu dan Pengetahuan
2.
Mengetahui pilar-pilar penyangga bagi Ilmu Pengetahuan
3.
Memahami Pancasila sebagai Landasan Etik Pengembangan Ilmu di Indonesia
4.
Mengetahui pandangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu pengetahuan
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pancasila Dan Ilmu Pengetahuan
Adakah kaitan Pancasila dengan ilmu pengetahuan? Sebelumnya, perlu dikemukakan apa itu ilmu pengetahuan. 2.1.1 Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) itu berbeda dengan ilmu (science). Sedangkan istilah ilmu pengetahuan merupakan terjemahan dari science itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia, kata ilmu dilanjutkan dengan istilah ilmu pengetahuan. Istilah “ilmu pengetahuan” biasa dan umum digunakan padahal istilah tersebut dapat dikatakan sebagai “pleonasme”, suatu pemakaian kata yang lebih dari yang diperlukan (Sapriya, 2012: 62). Setiap ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak setiap pengetahuan adalah ilmu. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. Ilmu berada setingkat diatas pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan bersifat ilmiah. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan didapatkan secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmiah tertentu. Lebih lanjut dikatakan terdapat 3 pengertian ilmu (Gie dalam Sapriya, 2012: 62). Pengertian pertama lebih menekankan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang sistematis. Pengertian ini telah dianut begitu luas dalam berbagai ensiklopedi dan kepustakaan yang banyak membahas tentang ilmu. Pengertian kedua, menekankan bahwa ilmu sebagai metode penelitian ilmiah. Pengertian yang ketiga menekankan bahwa ilmu merupakan suatu proses aktivitas penelitian. Tiga sudut pandang pengertian ilmu ini pada dasarnya saling melengkapi pengertian ilmu secara utuh bahwa ilmu seyogyanya merupakan pengertahuan yang bersifat sistematis, diperoleh melalui langkah berpikir
4
metode ilmiah, dan perolehan tersebut harus melalui kegiatan penelitian. Dengan kata lain, ilmu dihasilkan melalui proses penelitian sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh komunitas keilmuan masingmasing untuk membangun struktur keilmuan. Ada beberapa persyaratan pengetahuan dapat meningkat menjadi ilmu. Persyaratan itu adalah sebagai berikut: a.
Objektif. Ilmu harus memiliki objek yang terdiri atas satu golongan masalah yang sama sifat hakikinya, bentuknya tampak dari luar maupun dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek sehingga disebut kebenaran objektif bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
b.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c.
Sistematis.
Dalam
perjalanannya
mencoba
mengetahui
dan
menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan
rangkaian
sebab
akibat
menyangkut
objeknya.
Pengetahuan yang terususun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. d.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180˚. Oleh karena itu, universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar keumuman (universal) yang dikandungnya berbda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Oleh karena itu, untuk
5
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks tertentu pula. Jujun
Suriasumantri
(1981:10-12),
juga
menekankan
adanya
pemakaian model pemikiran secara rasional dan pemikiran secara empiris dalam metode keilmuan. Menurutnya, berpikir secara rasional yang berdasarkan paham rasionalisme, sebenarnya ide tentang kebenaran sudah ada. Pikiran manusia dapat mengetahui ide tersebut, namun tidak menciptakannya, dan tidak pula mempelajarinya lewat pengalaman. Dengan demikian ide tentang kebenaran yang menjadi dasar pengetahuan diperoleh lewat berpikir secara rasional, terlepas dari pengalaman manusia. Sistem pengetahuan dibangun secara koheren di atas landasan pernyataan yang sudah pasti. Menurut model pemikiran empirisisme, pengetahuan ini tidak ada secara apriori di benak manusia, tetapi harus diperoleh dari pengalaman. Gabungan antara pendekatan rasional dan empiris dinamakan metode keilmuan. Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan empirisisme kerangka pengujian dalam memastikan kebenaran. Kedua metode ini yang dipergunakan secara dinamis menghasilkan
pengetahuan
yang
konsisten
sistematis
serta
dapat
diandalkan, sebab pengetahuan tersebut telah teruji secara empiris (Suriasumantri, 1981: 12).
2.1.2 Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi ilmu
Membicarakan ilmu pengetahuan dapat ditinjau dari tiga cabang dalam filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu ontos berarti ada, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau pelajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. Menurut Suriasumantri (1998: 25), ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis tentang ilmu pengetahuan akan menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok, yakni:
6
a.
Apakah objek ilmu yang akan ditelaah
b.
Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut, dan
c.
Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. Epistemologis berdasarkan akar katanya berasal dari kata episteme
(pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis, teori). Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasardasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu. Bahasa epistemologi mencakup beberapa pertanyaan yang harus dijawab yakni apakah ilmu itu? Dari mana asalnya? Apa sumbernya? Apa hakikatnya? Bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar? Apa kebenaran ini? Mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai manakah batasannya? Semua pertanyaan itu dapat diringkas menjadi dua masalah pokok, masalah sumber ilmu dan asalah benarnya ilmu. Istilah aksiologi berasal dari kata axios dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal, teori. Aksiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai. Aksiologi sebagai cabang filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan. Sebenarnya, ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan dijalan yang baik pula. Pembahasan aksiologi menyengkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas niai. Artinya, pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga
7
nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, dan bukan sebaliknya. Pertanyaan-pertanyaan pokok dalam aksiologi adalah untuk apa pengetahuan
tersebut
digunakan?
Bagaimana
kaitan
antara
cara
penggunaannya dengan kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang telah ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral (Mukhtar Latif, 2014: 191) lanjut dikatakan bahwa Pancasila telah lama diterima dan dimaknai sebagai ideologi, tetapi belum mampu menjadi filsafat sosial yang mendasari perumusan ilmu pengetahuan yang kontekstual Indonesia. M. Sastrapratedja melihat ada 2 (dua) peran utama Pancasila dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Pertama, Pancasila merupakan landasan bagi kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan, dan dua, Pancasila menjadi landasan bagi etika pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembicara lain pada Simposium dan seminar, yakni Prof. Umar Anggara Jenie berpendapat, Pancasila akan bisa digunakan sebagai paradigma ilmu pengetahuan dan teknologi yakni dalam memberikan panduan etika kepada penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi it u sendiri. Dengan demikian, itulah beberapa pemikiran pakar mengenai hubungan Pancasila dengan ilmu pengetahuan. Namun, harus diakui bahwa wacana Pancasila dan Ilmu Pengetahuan ini belumlah sekuat perkembangan pemikiran Pancasila dalam konteks kenegaraan.
2.2
Pancasila Sebagai Landasan Etik Pengembangan Ilmu Di Indonesia
Banyak ahli yang telah mewacanakan bahwa Pancasila dapat menjadi landasan etik bagi pengembangan ilmu di Indonesia. Merujuk pada pendapat
Kaelan
(2007),
menghubungkan
Pancasila
dengan
ilmu
pengetahuan bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu (1) Pancasila menjadi landasan etik bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan (2) nilai-nilai Pancasila menjadi paradigma ilmu pengetahuan di Indonesia.
8
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada jenis pemahaman (Tim dosen Pancasila, 2014) sebagai berikut: 1.
Setiap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
2.
Harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri
3.
Bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif, artinya mampu mengendalikan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia
4.
Setiap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia. Keempat pengertian Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu
diatas mengandung konsekuensi yang berbeda-beda. Pengertian pertama mengandung asumsi bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri berkembang secara otonom, kemudian perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai Pancasila. Pengertian kedua menjelaskan keterlibatan nilai-nilai Pancasila ada dalam posisi tarik ulur, yang artinya ilmuwan dapat mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak untuk dilibatkan. Pengertian ketiga mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun tidak ada jaminan bahwa aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan ilmu petehauan dan teknologi itu sendiri. Pengertian keempat mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar pengembangan ilmu, namun sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di Indonesia. Pancasila sebagai landasan etik bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia berkaitan dengan aksiologi ilmu. Pertanyaan utama dalam aksiologi adalah untuk apa pengetahuan tersebut digunakan dan bagaimana kaitan penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral. Sebagaimana dinyatakan Slamet Sutrisno (2006: 124), bahwa butir nilai-nilai Pancasila dapat dikembangkan sebagai pembangunan filsafat ilmu sosial.
9
Syahrial Syarbaini (2012) berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai pancasila. Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila tersebut sebagai berikut: 1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya.
2.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok atau lapisan tertentu.
3.
Sila Persatuan Indonesia: mengomplementasikan univesalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga suprasistem tidak mengabaikan sistem dan subsistem. Solidaritas dalam subsistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi.
4.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan:
mengimbangi
otodinamika
ilmu
pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal. 5.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan
semu.
Individualitas
merupakan
landasan
yang
memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme
10
kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.
2.3
Pancasila Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan
Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan adalah aktualisasi Pancasila di bidang ilmu pengetahuan selain sebagai panduan etik pengembangan ilmu. Menurut KBBI, istilah paradigma berarti daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut; model dalam teori ilmu pengetahuan; kerangka berpikir. Paradigma secara etimologis diartikan sebagai model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Secara terminologi diartikan sebagai pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang senantiasa dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma sebagai alat bantu para ilmuan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang dan kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Isitilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya dibidang ilmu pengetahuan tetapi pada bidang lain, seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak acuan, orientasi, sumber, tolak ukur, parameter, arah, dan tujuan.
11
Paradigma kelimuan sebagai suatu contoh, model, atau pola berpikir, misalnya, merupakan hasil kesepakatan dari komunitas keilmuan yang berdasarkan pada kode etik dan tradisi keilmuan. Hasil kesepakatan yang telah menjadi paradigma ini seyogianya telah menjadi keraka pikir, cara pandang, dan prosedur kerja dari anggota komunitas keilmuan yang sama. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka acuan berpikir, pola acuan berpikir atau sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus
kerangka
arah/tujuan
bagi
‘yang
menyandangnya’.
Yang
menyandangnya itu diantaranya: (1) pengembangan ilmu pengetahuan, (2) pengembangan hukum, (3) supremasi hukum dalam ilmu perspektif pengembangan HAM, (4) pengembangan sosial politik, (5) pengembangan ekonomi, (6) pengembangan kebudayan bangsa, dan (7) pembangunan pertahanan (Pipin Hanapiah, 2001: 1). Pancasila memberikan dasar nilai-nilai dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan diletakkannya pengembangan ilmu pengetahuan diatas pancasila sebagai paradigmanya, maka perlu dipahami dasar dan arah peranannya dari nilai Pancasia sebagai berikut: 1.
Aspek ontologi, bahwa hakikat ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secar utuh dalam dimensinya sebagai a)
Masyarakat, menunujukkan adanya suatu academic community yang dalam hidup keseharian para warganyan untuk terus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
b)
Proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imanjinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi,
komparasi
dan
eksplorasi
menemukan kebenaran dan kenyataan,
mencari
dan
12
c)
Produk, adalah hasil karya yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun nonfisik.
2.
Aspek epistemologi, bahwa Pancasila dengan nilai-nilai
yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir. 3.
Aspek aksiologi, dengan menggunakan nilai- nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek
pengembangan
ilmu
pengetahuan
secara
negatif
tidak
bertentangan dengan ideal dari Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Menempatkan
nilai-nilai
Pancasila
sebagai
paradigma
ilmu
pengetahuan merupakan kontekstualisasi nilai-nilai Pancasila dalam suatu bidang keilmuan. Dalam hal ini, Pancasila memberikan dasar ontologis bagi ilmu pengetahuan (Kaelan, 2007: 17). Berdasar pendapat ini dan pendapatpendapat sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa Pancasila dapat memberi dasar-dasar aksiologis dan ontologis bagi ilmu pengetahuan. Dasar aksiologis berhubungan dengan peran Pancasila sebagai kaidah moral atau nilai-nilai yang memandu perihal untuk apa ilmu pengetahuan digunakan dan bagaimana kaidah moral/etik menggunakan ilmu pengetahuan tersebut. Dasar-dasar ontologis, berkaitan dengan bagaimana sebuah pengembangan kajian ilmu, khususnya ilmu-ilmu sosial “diisi” menurut sudut pandang Pancasila. Seturut dengan pendapat diatas, Heri Santoso (2003) menyatakan perlunya penggalian Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu-ilmu sosial. Lebih jauh dikatakan, pancasila bisa menjadi landasan filosofis pengembangan ilmu sosial di Indonesia. Contoh yang busa ditunjukkan, misalnya pemikiran Notonogoro mengenai hukum dan kenegaraan Pancasila dan pemikiran Mubyarto mengenai ekonomi Pancasila. Fungsi Pancasila demikian juga pernah dikemukakan melalui buku teks PKn “Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia” karangan Mr. Soepardo. dkk (1960). Dalam buku tersebut dikembangkan pemikiran bahwa filsafat Pancasila dapat digunakan sebagai pangkal tolak pembahasan keadaan alam dan masyarakat
13
Infonesia. Demikian pula pada cabang-cabang Ilmu Pengetahuan Sosial lainnya dapat juga kita masukkan unsur-unsur Pancasila secara sistematis, dengan tidak menyimpang dari kebenaran yang menjadi tujuan ilmu pengetahuan (Soepardo, dkk. 1960: 4).
2.4
Alasan Pancasila Dijadikan Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pernahkah terpikir oleh Anda bahwa tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang terlepas dari pengaruh perkembangan IPTEK, meskipun kadarnya tentu saja berbeda-beda. Kalaupun ada segelintir masyarakat di daerah-daerah pedalaman di Indonesia yang masih bertahan dengan cara hidup primitif asli, belum terkontaminasi oleh kemajuan IPTEK, maka hal itu sangat terbatas dan tinggal menunggu waktunya saja. Hal ini berarti bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh pengembangan IPTEK yang terlepas dari nilai-nilai spiritualitas, kemanusiaan, kebangsaan, musyawarah, dan keadilan merupakan gejala yang merambah ke seluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa
alasan
Pancasila
diperlukan
sebagai
dasar
nilai
pengembangan IPTEK dalam kehidupan bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh IPTEK, baik dengan dalih percepatan pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius. Penggalian tambang batubara, minyak, biji besi, emas, dan lainnya di Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan menggunakan teknologi canggih mempercepat kerusakan lingkungan. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka generasi yang akan datang, menerima resiko kehidupan yang rawan bencana lantaran kerusakan lingkungan dapat memicu terjadinya bencana, seperti longsor, banjir, pencemaran akibat limbah, dan seterusnya. Kedua,
penjabaran
sila-sila
Pancasila
sebagai
dasar
nilai
pengembangan IPTEK dapat menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan IPTEK yang berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis. Artinya, penggunaan
14
benda-benda teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini telah menggantikan peran nilai-nilai luhur yang diyakini dapat menciptakan kepribadian manusia Indonesia yang memiliki sifat sosial, humanis, dan religius. Selain itu, sifat tersebut kini sudah mulai tergerus dan digantikan sifat individualistis, dehumanis, pragmatis, bahkan cenderung sekuler. Ketiga, nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti: sikap bersahaja digantikan dengan gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme;solidaritas sosial digantikan dengan semangat individualistis; musyawarah untuk mufakat digantikan dengan voting, dan seterusnya. Oleh karena
itu,
Pancasila
penggunaannya sangat
vital
bagi
pengembangan Ilmu Pengetahuan. Karena Pancasila menjadi sebuah acuan untuk memfilter pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Di Indonesia
penggunaan
Pancasila
sebagai
pengembangan
Ilmu
dan
Pengetahuan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, meliputi dari aspek sosial, budaya, hingga ekonomi. Ketika Pancasila berperan sebagai aspek sosial, Pancasila berperan sebagai upaya untuk menyelaraskan kearifan lokal. Dari segi budaya, Pancasila berperan untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan IPTEK yang berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis. Dari segi ekonomi, Pancasila berperan sebagai upaya untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia.
15
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Banyak ahli yang telah mewacanakan bahwa Pancasila dapat menjadi landasan etik bagi pengembangan ilmu di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila memberikan dasar nilai-nilai dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini menjadikan Pancasila sebagai sistem yang saling terkait dan tak terpisahkan. Perkembangan ilmu pengetahuan adalah lewat kelembagaan pendidikan, hal ini didasarkan pada semangat ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ yang tertuan dalam Pembukaan UUD 1945.
3.2
Saran
Menurut hemat penyusun, kita sebagai bangsa Indonesia dituntut memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis karena masih banyak masyarakat yang belum memahami makna Pancasila seutuhnya. Namun kita kedepannya berharap agar masyarakat meletakkan Pancasila dalam satu kesatuan antara pemikiran dan pelaksanaan agar tercapainya hakikat Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu.
16
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ani Sri Rahayu, 2017. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Bumi Aksara. Kaelan, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma. Winarso, 2016. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila. Jakarta: Bumi Aksara. Jurnal :
Syahrul Kirom, 2011. Filsafat Ilmu Dan Arah Pengembangan Pancasila. Yogyakarta: Jurnal Filsafat Vol.21, Nomor 2, Agustus 2011. Budi Sutrisna, 2006. Teori Kebenaran Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu. Yogyakarta: Jurnal Filsafat Vol. 39, Nomor 1, April 2006.