1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra, pada dasarnya, merupakan potret kehidupan nyata yang diwujudkan
dari imajinasi kemudian diolah oleh pengarang sehingga kebenarannya hanya dalam prespekif pengarang saja. Karya sastra juga selalu mengungkapkan masalah manusia dan kemanusiaan, baik tentang pemaknaan hidup ataupun kehidupan. Melalui karya sastra, sastrawan menampilkan Unsur ekstrinsik yaitu segala faktor luar yang menjadi dasar penciptaan karya sastra diantaranya nilai-nilai kehidupan, yang biasanya terdapat dalam makna hidup dalam hakikat kehidupan. Salah satu yang diangkat sastrawan dalam karya sastra adalah nilai-nilai moral, seperti yang dilakukan oleh Ahmad. Fuadi melalui novelnya yang berjudul Negeri 5 Menara.
Nilai merupakan kenyataan abstrak yang dapat dirasakan oleh setiap manusia sebagai pedoman dan pendorong dalam menjalani hidup. Nilai ini dapat dilihat, dari pola tingkah laku, pola berpikir, sikap dalam kepribadian seseorang maupun kelompok sedangkan Moral adalah perilaku atau kegiatan manusia yaitu perilaku baik atau buruk. Nilai moral juga berkaitan denagan kegiatan manusia sebagai manausia. Dengan demikian, nilai moral mencakup pengertian tentang baik buruknya perilaku manusia berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Karya sastra dibuat bukan hanya memberi kesan hiburan namun juga memberikan nilai moral. Dengan membaca karya sastra, diharapkan pembaca mampu menyerap nilai-nilai positif, sehingga mereka peka terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan mendorong untuk berperilaku baik. Pemilihan novel Negeri Lima Menara dalam penelitian ini karena di dalamnya sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Selain itu, novel ini menampilkan banyak nilai moral mengenai nilai-nilai keteladanan dalam berperilaku sehingga dapat dijadikan masukan bagi pembaca.
1.2 Rumusan Masalah
Sejauh manakah pembaca memahami unsur ekstrinsik dalam novel yang berjudul "Negeri 5 menara" karya ahmad fuadi?
Apa saja wujud nilai-nilai moral dalam novel Negeri Lima Menara?
1.3 Tujuan
Memahami unsur ekstrinsik dalam karya sastra novel "Negeri 5 menara".
Dapat Memahami dan mendeskripsikan wujud nilai-nilai moral dalam novel "Negeri 5 Menara"
1.4 Kerangka Berpikir
Dalam Novel Negeri 5 Menara yang akan penulis analisis adalah unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai moral . yaitu meliputi tiga macam nilai, antara lain adalah nilai moral Ketuhanan, Nilai Moral Individual, Nilai moral sosial. Semua nilai yang ditemukan tersebut akan dapat bermanfaat bagi para pembaca novel Negeri 5 Menara.
1.5 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen. Dokumen yang digunakan adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama.
1.6 Teknik pegumpulan data
Teknik pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat, karena data-datanya berupa teks. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: membaca novel Negeri 5 Menara secara berulang-ulang, mencatat kalimat-kalimat yang mengandung nilai Moral dan mencari website di internet yang berkaitan dengan apa yang penulis analisis lalu membacanya.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Unsur Ekstrinsik
adalah segala faktor luar yang mendasari penciptaan karya sastra. Ini merupakan milik subjektif pengarang, berupa kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempegaruhi proses mengarang seseorang. Faktor-faktor ekstrinsik itu dapat meliputi :
1) tradisi dan nilai-nilai,
2) struktur kehidupan sosial,
3) keyakinan dan pandangan hidup,
4) suasana politik,
5) lingkungan hidup,
6) agama, dan sebagainya.
2.2 Unsur Ekstrinsik dalam Novel Negeri 5 menara
a. Nilai Ketuhanan
Dalam novel Negeri 5 Menara terkandung nilai ketuhanan, yaitu kita sebagai manusia sama di sisi ALLAH.
b. Nilai Moral
Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi segala hal dengan kerja sama dan pantang menyerah
c. Nilai Sosial
Di kehidupan pesantren, kita tidak diajarkan untuk egois, tapi saling membantu satu sama lain, mengutamakan kesolidaritasan.
d. Nilai Ekonomi
Para pengajar di Pondok Madani tidak meminta untuk dibayar, mereka ikhlas mendidik santri karena ALLAH SWT, serta santri di Pondok Madani yang banyak kekurangan secara ekonomi tetapi masih bisa bersekolah di Pondok Madani.
e. Nilai Budaya
Anak laki-laki dan seorang ayah masyarakat Minangkabau tidak pernah berangkulan : "Di kampungku memang tidak ada budaya berangkulan anak laki-laki dan seorang ayah".
f. Nilai Agama
Novel ini menceritakan tentang kehidupan pesantren yang selalu mengajarkan nilai-nilai agama, mulai dari keikhlasan, bersikap jujur, disiplin dan lain sebagainya : "Bacalah Al-Quran dan hadits dengan mata hati kalian...."
2.3 Nilai-Nilai Moral Dalam Novel Negeri Lima Menara.
Nilai Moral Ketuhanan
Nilai moral ketuhanan dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi nilai moral ketuhanan positif dan nilai moral ketuhanan negatif. Segala tindakan yang didasarkan atas ibadah kepada Allah merupakan nilai positif.
Adapun tindakan yang didasarkan atas sesuatu selain Allah, termasuk di dalamnya perilaku atas kehendak sendiri, merupakan nilai moral ketuhanan negatif. Nilai moral ketuhanan positif meliputi (1) ikhlas, (2) tawakkal, dan (3)
takwa kepada Allah. Perilaku ikhlas ditunjukkan dengan perilaku tanpa mengharap imbalan apapun kecuali mengharap ridho dari Allah. Sikap ikhlas para
tokoh dalam novel Negeri Lima Menara merupakan implementasi dari perintah
Allah dalam surat (Al-Dzariyat :56). Keyakinan bahwa manusia diciptakan hanya
untuk mengabdi kepada Allah, menjadikan para ustad di PM ikhlas menjadi khalis
(mengajar hanya karena ibadah kepada Allah) tanpa mengharap imbalan gaji
sedikitpun.Wujud perilaku takwa tercermin melalui tokoh Aku (Alif) yang selalu
berdoa dan mengerjakan shalat tahajjud. Tindakan tokoh Alif menjalin hubungan
dengan Tuhannya dengan cara beribadah, berdoa, dan mengerjakan shalat tahajjud
merupakan tindakan yang menerapkan salah satu prinsip dasar moral, yaitu prinsip ketuhanan. kita sebagai ciptaan tuhan dalam menjalankan kegiatan hidup sebagai ciptaan tuhan harus didasarkan niat mendekatkan diri kepada tuhan. Perilaku beribadah dan berdoa yang dilakukan tokoh Alif dan Sahibul Menara dalam novel Negeri Lima Menara merupakan wujud dari perilaku taat kepada Tuhan. Nilai moral ketuhanan negatif meliputi (1) shalat karena takut kepada petugas keamanan, (2) tidak tenang dalam berdoa, dan (3) berdoa untuk melunakkan hati seseorang. Shalat yang dikerjakan bukan karena Allah termasuk
nilai moral negatif. Perilaku tersebut tercermin melalui tokoh Aku (Alif) yang
mengerjakan shalat karena takut dengan petugas keamanan bernama Tyson, tidak
didasarkan pada kewajiban ibadah kepada Allah. Perilaku tergesa-gesa dalam berdoa tercermin melalui tindakan tokoh Alif yang selalu mengeluh terhadap doanya. Alif tidak menyadari bahwa dengan mengeluh dan tergesa-gesa dalam berdoa justru akan membuat doanya tidak dikabulkan. Hal ini sejalan dengan hadis riwayat Bukhari-Muslim yang menjelaskan ancaman terhadap sikap seseorang yang menganggap lambat dikabulkannya doa. Allah akan mengabulkan doa setiap hamba-Nya selama di dalam doa tersebut tidak terdapat keburukan. Tindakan tokoh Dulmajid berdoa untuk melunakkan hati Ustad Toriq merupakan nilai negatif karena di dalam doa tersebut terdapat keburukan. Hadis riwayat Muslim menjelaskan bahwa hendaknya seorang muslim berdoa dalam hal kebaikan dan tidak berdoa yang mengandung keburukan dan dosa.
Nilai Moral Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari Manusia pasti melakukan hubungan dengan manusia lain, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun bernegara. Hal inilah yang disebut dengan nilai moral sosial.
Nilai moral sosial dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi nilai moral sosial positif dan nilai moral sosial negatif. Nilai moral sosial
positif meliputi (1) berbakti kepada kedua orang tua, (2) menghormati guru, (3)
persahabatan, (4) persaudaraan, dan (5) keadilan. Nilai moral sosial negatif meliputi (1) berlaku kasar terhadap kedua orang tua, (2) melawan kehendak orang
tua, (3) membuat orang tua sedih, dan (4) membantah ucapan orang tua. Perilaku berbakti kepada kedua orang tua tercermin melalui tokoh Alif, Baso, dan Dulmajid. Tindakan mereka merupakan implementasi dari perintah Allah, yaitu Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Dalam surat (Al- Ankabut:8) disebutkan kewajiban seorang anak untuk selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, selama keduanya tidak membawa kepada jalan yang sesat. Adapun wujud bakti terhadap kedua orang tua yang telah meninggal adalah dengan cara menghafal Al-Quran. Dalam hal ini, tercermin melalui tokoh Baso. Dia berharap orang tuanya mendapatkan jubah kemuliaan, serta keselamatan di akhirat dengan berkah Al-Quran.Tindakan tokoh Alif, Baso dan Dulmajid merupakan wujud dari sikap baikseorang anak terhadap kedua orang tua. Mereka berusaha berbuat baik kepada kedua orang tua, baik semasa hidup maupun ketika kedua orang tua telah meninggal. Perilaku tersebut sesuai dengan prinsip sikap baik yang menuntut kesadaran agar seseorang hendaknya mengusahakan bertindak baik bagi orang lain, dari perintah Al-Quran dan Hadis menjelaskan tentang pentingnya sifat hormat dan tawadhu' terhadap guru. Panggilan almukarom, beliau, dan antum merupakan cermin perilaku murid yang ingin menghormati dan memuliakan gurunya. Perilaku hormat terhadap guru sejalan dengan prinsip hormat. Prinsip ini mengatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan bersikap harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai derajatnya.
Dalam hal ini, guru mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada murid. Oleh karena itu, kewajiban seorang murid adalah menghormati dan patuh terhadap guru. Bersikap tawadhu' serta mempunyai tata cara berbicara terhadap guru menunjukkan sikap hormat seorang murid.
Keinginan bersahabat yang ditunjukkan tokoh Sahibul Menara merupakan sikap yang baik. Karena kebaikan mencakup tentang sikap beranian, mampu mengendalikan diri, ketenangan, sikap yang bersahabat, kesetiaan, kesabaran, keikhlasan, keceriaan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan keramahan.
Menghibur teman yang sedih serta membantu kesulitan yang dialami teman dalam novel Negeri Lima Menara juga termasuk penerapan dari prinsip
sikap baik serta nilai persaudaraan diwujudkan melalui kebiasaan para santri memanggil santri lain dengan panggilan Akhi (saudara). Panggilan Akhi merupakan panggilan khusus bagi orang muslim sebagai acuan dari perintah agama (surat Al-Hujurat:10) untuk saling bersaudara dan berbuat baik terhadap sesama muslim.
Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam
semua hubungan sosial. Perilaku hidup rukun dalam novel Negeri Lima Menara
ditunjukkan dengan cara menganggap semua teman santri sebagai saudara, dan
selalu hidup rukun serta saling menyayangi. Wujud nilai keadilan dalam novel Negeri Lima Menara adalah bersikap adil terhadap semua orang tanpa melihat status atau kedudukan seseorang. Tindakan tokoh Amak dan hukuman terhadap tokoh Said sesuai dengan prinsip keadilan karena telah memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang tanpa membedakan status maupun jabatan seseorang. Tokoh Amak memberikan hukuman secara adil dengan tidak membedakan status murid yang dihukum meskipun murid tersebut adalah anaknya sendiri. Tokoh Said yang menjabat sebagai kepala keamanan pusat juga mendapat hukuman yang sesuai tanpa memandang jabatan yang dimiliki.
Dalam Islam diajarkan untuk selalu berbuat baik kepada kedua orang tua
dan tidak diperbolehkan untuk membentak atau berkata kasar terhadap mereka.
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa:"Keridhaan Allah ada pada keridhaan
kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orang tua
(HR. Muslim). Hadis ini menjelaskan bahwa keridhaan dan kemurkaan Allah
bergantung pada keridhaan dan kemurkaan kedua orang tua. Oleh karena itu,
merupakan suatu dosa besar jika seorang anak berani membantah atau berlaku
kasar terhadap kedua orang tua.
Nilai Moral Individual
Nilai moral individual dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi nilai moral individual positif dan nilai moral individual negatif. Nilai moral individual positif meliputi (1) kedisiplinan, (2) kerja keras, (3) kesederhanaan, (4) kebulatan tekad, dan (5) prasangka baik. Adapun nilai moral individual negatif meliputi (1) melanggar disiplin waktu, (2) melanggar disiplin berpakaian, (3) berkeinginan berkenalan dengan santri putri, (4) berkeinginan melihat bioskop, (5) berbohong, (6) melakukan taruhan, (7) iri terhadap orang lain, dan (8) tidak ikhlas. Sistem pendidikan di PM selalu menanamkan nilai-nilai kedisiplinan terhadap para santri. Waktu shalat ditunjukkan dengan bunyi lonceng, waktu mandi diwujudkan dengan kebiasaan antri agar semua santri mampu menghargai hak santri lain dalam menggunakan fasilitas kamar mandi. Waktu makan pun dibiasakan untuk antri dan membawa peralatan masing-masing.
Perilaku disiplin para tokoh dalam novel Negeri Lima Menara merupakan perilaku yang menunjukkan usaha mengembangkan diri sendiri untuk selalu menaati peraturan, dan tidak membiarkan diri mendapat hukuman karena melanggar peraturan. Perilaku tersebut sesuai dengan prinsip menghargai diri sendiri yang menyebutkan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri
sendiri sebagai sesuatu yang bernilai baik. Manusia adalah makhluk yang berakal.Tokoh Aku dan Sahibul Menara berusaha menghargai diri sendiri dengan
berkehendak untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku di PM. Kedisiplinan
mereka terhadap qanun (aturan disiplin PM) seperti disiplin waktu, disiplin berpakain, disiplin berbahasa, dan disiplin peraturan merupakan wujud usaha
mereka memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai dan berkehendak.
Perilaku kerja keras tercermin melalui perilaku tokoh Alif bersungguh-sungguh
dalam belajar dan menjalani hukuman. Kesungguhan tokoh Alif dalam belajar merupakan perilaku yang menunjukkan sikap menghargai diri sendiri. Dia belajar dan berusaha di atas rata-rata usaha orang lain untuk menemukan dan mengembangkan bakat dalam dirinya karena manusia senantiasa wajib mengembangkan diri dan tidak menyia-nyiakan bakat dan kemampuan yang dipercayakan kepada manusia.
Kesungguhan tokoh Alif menjalani hukuman merupakan perilaku yang
menunjukkan sikap baik terhadap apa yang dijalani. Dia telah berusaha bersikap
positif ketika mendapat hukuman dari KP. Tindakan tokoh Alif merupakan penerapan salah satu kaidah dasar moral yaitu prinsip sikap baik karena sikap yang diperlukan dalam setiap individu sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang positif dan baik.
Wujud nilai kesederhanaan dalam novel Negeri Lima Menara adalah kebiasaan makan dan minum dalam satu wadah. Kebiasaan tersebut merupakan
salah satu sunnah Nabi berdasarkan hadis riwayat At Tirmidzi yang menjelaskan
anjuran makan berjamaah dan keutamaannya. Nilai kesederhanaan ini merupakan
perbuatan baik, karena bisa menghilangkan perbedaan status sosial para santri. Hal tersebut sejalan dengan prinsip sikap baik yaitu kebaikan yang meliputi tindakan keberanian, kontrol diri, ketenangan, kemauan bersahabat, kesetiaan, keceriaan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan keramahan.
Perilaku yang menunjukkan kebulatan tekad tercermin melalui tokoh Alif. Kehendak yang kuat untuk menggapai cita-cita menuntut ilmu sampai Negara Amerika merupakan perilaku menghargai diri sendiri. Sebagai makhluk yang berakal budi, dia mempunyai potensi berupa bakat dan kemampuan yang perlu
dikembangkan. Perilaku yang menunjukkan prasangka baik diketahui melalui
tokoh Said yang selalu berfikir positif terhadap apa yang sedang dihadapi di PM. Dia berusaha agar segala tindakan yang dilakukan bisa berdampak baik bagi dirinya dan juga orang lain di sekitarnya.
Nilai moral individual negatif dalam novel Negeri Lima Menara meliputi
(1) melanggar disiplin waktu, (2) melanggar disiplin berpakaian, (3) berkeinginan
berkenalan dengan santri putri, (4) berkeinginan melihat bioskop, (5) berbohong,
(6) melakukan taruhan, (7) iri terhadap orang lain, dan (8) tidak ikhlas. Tindakan
tersebut termasuk nilai moral negatif karena selain melanggar aturan disiplin PM
(qanun) juga tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Salah satu peraturan dalam
Qanun adalah melarang santri berkenalan dengan santri putri, dan juga tidak diperbolehkan menonton bioskop. Di samping itu, dalam Al-Quran telah dijelaskan mengenai pedoman pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dalam Surat (An-Nur:30). Perilaku berbohong yang dilakukan tokoh Alif juga termasuk nilai moral negatif karena bertentangan dengan norma agama. Dalam Al-Quran telah dijelaskan larangan berbohong atau berdusta dalam Surat (Qaaf:18). Bohong merupakan pemerkosaan terhadap hak manusia karena setiap ucapan yang tidak sesuai dengan hal sebenarnya adalah dusta, dan itu termasuk tindakan buruk. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perilaku bohong yang dilakukan tokoh Alif merupakan nilai moral negatif karena merupakan tindakan buruk dan tidak sesuai dengan norma agama.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi adalah novel yang bertemakan
pembangunan jiwa islami, yaitu jiwa kerja keras, jujur, dan taat kepada agama,
meskipun tidak di bawah pengawasan orang lain. Dengan semboyan man jadda
wajada, para tokoh dalam novel berusaha keras berjuang untuk membangun diri
melawan kemalasan, pengaruh teman, serta keterbatasan lingkungan. Nilai moral dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi meliputi (1) nilai moral ketuhanan, (2) nilai moral individual, dan (3) nilai moral sosial. Nilai moral ketuhanan dilandasi oleh ajaran Islam yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk mengabdi dan menyembah Allah. Nilai moral individual memberikan pesan bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua atas izin Allah dan usaha manusia. Nilai moral sosial memberikan gambaran bahwa kombinasi patuh kepada kedua orang tua, hormat terhadap guru, dan usaha pantang menyerah adalah kunci sukses yang tidak terlawankan. Sebaliknya, perilaku membantah serta menyakiti kedua orang tua adalah perilaku berdosa karena menjadi salah satu penyebab kemurkaan Allah.
3.2 Saran
Bagi pembaca, karya ilmiah ini diharapkan akan menambah pemahaman tentang nilai kehidupan yang mampu memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur yang berhubungan dengan peningkatan nilai kehidupan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Fuadi, Ahmad. 2009. Negeri 5 Menara. Jakarta : PT Gramedia
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta : PT Buku Seru
Fatihudin, Didin dan Iis Holisin. 2011. Karya Ilmiah, Artikel Ilmiah dan Hasil Penelitian Yogyakarta : Unit penerbit dan Percetakan
Mufidah, I. "Karya Tulis Ilmiah " . Contoh Karya Tulis Ilmiah, Bahasa Indonesia, (online).http://tipssahabat.com/, diakses 23 Maret 2013
Igo, Julianoe. "Analisis Film". Makalah Analisis Film Negeri 5 Menara (online) http://julianoeigo.blogspot.com/, diakses 29 Januari 2013
Hidayah, Nur Kholis "Nilai-Nilai Moral Dalam Novel Negeri Lima Menara A. Fuadi". Skripsi Jurusan Sastra Indonesia - Fakultas Sastra Um, 2012 (online) http://karya-ilmiah.um.ac.id, diakses 30 Juli 2012
Aprillins "Definisi Etika" pengenalan filsafat moral menurut bertens, (online) http://aprillins.com/, diakses 9 april 2009
LAMPIRAN
Cover Novel Negeri 5 Menara
Sinopsis Novel
Negeri 5 Menara Karya A.Fuadi
Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah ke SMU negeri di Padang yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah di jurusan yang sesuai. Namun, Amak menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi Alif kandas.
Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok di pesantren. Sempat marah tapi akhirnya Alif ikhlas karena alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya di Kairo, Alif kecil pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur: Pondok Madani.
kiai Rais (pimpinan pondok) man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari di pondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hafalan Al-Qur'an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM. Tahun-tahun pertama Alif dan ke-5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso, teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.
Kami menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami berenamtelah menjadi nyata. Kami berenam telah berada lima Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan dan imajinasi kita di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa, sementara Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka di Negara kesatuan Indonesia tercinta. Di lima menara impian kami. Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Pendengar. Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.
Biografi Ahmad Fuadi
Ahmad Fuadi lahir di bayur, kampung kecil dipinggir Danau Maninjau tahun 1972 , tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Fuadi Merantau ke Jawa, mematuhi perintah ibunya untuk masuk sekolah agama. Dipondok Modern Gontor dia bertemu dengan Kiai dan ustad yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat. Gontor pula yang mengajarkan kepadanya " mantra " sederhana yang sangat kuat , man jadda wajadda,siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Lulus kuliah Hubungan Internasional, UNPAD, dia menjadi wartawan majalah tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportase dibawah bimbingan para wartawan senior Tempo. Tahun 1999 , dia mendapat Beasiswa Fullbright untuk kuliah S-2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University, USA. Merantau ke Washington DC bersama yayi , istrinya yang juga wartawan Tempo adalah mimpi masa kecilnya menjadi kenyataan. Sambil Kuliah mereka menjadi koresponden Tempo dan wartawan Voice of America (VOA). Berita bersejarah seperti tragedy 11 september dilaporkan mereka berdua langsung dari pentagon, white house dan Capitol Hill. Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia mendapatkan beasiswa Chevening Awaed untuk belajar di Royal Holloway, university of London untuk bidang film documenter. Seorang scholarship hunter, fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari beasiswa sampai sekarang, Fuadi telah mendapatkan 8 beasiswa untuk belajar di luar negeri. Dia telah mendapat kesempatan tinggal dan belajar di Kanada, Singapura, Amerika serikat dan Inggris. Penyuka fotografi ini pernah menjadi Direktur Komunikasi The Nature Conservancy, sebuah NGO konservasi internasional. Kini, Fuadi sibuk menulis , jadi Pembicara dan motivator, mulai menggarap film layar lebar Negeri 5 Menara, serta membangun yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu- komunitas Menara Negeri 5 Menara telah mendapatkan beberapa penghargaan, antara lain Nominasi Khatulistiwa Award 2010 dan Penulis Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca Indonesia.