BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit keganasan yang bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel kanker merusak sel lain di dalam tubuh penderitanya. Sel kanker adalah sel normal yang mengalami mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian somatik dan sejak lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler perkembangbiakan sel. Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau inaktivasi gen penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar progresinya (Syaifudin, 2007). Kanker disebabkan oleh berbagai penyebab, akan tetapi yang paling penting adalah pola hidup yang dijalani oleh seseorang misalnya merokok, minum minuman keras atau mengunyah sirih, serta zat-zat kimia yang terdapat dalam lingkungan masyarakat. Untuk mengurangi terjadinya kanker, perlu merubah pola hidup yang berbahaya, selain itu pengubahan juga harus dilakukan pada zat karsinogenik kimia supaya kandungan karsinogeniknya dapat dihilangkan agar tidak terlalu membahayakan manusia. Berbagai metode dilakukan dalam penelitian untuk mengidentifikasi zat kimia karsinogen secara cepat dan handal. Namun pada masa sekarang metode yang digunakan terlalu mahal dan memakan waktu yang lama serta tidak cukup handal. Hal ini muncul dari fakta bahwa kanker hanya terjadi sebagai respon terhadap suatu zat kimia lama, setelah masuk kedalam tubuh. Kebanyakan zat kimia tersebut tidak lagi dapat dideteksi di dalam tubuh ketika suatu tumor berkembang. Selain itubagi kesehatan karsinogen menimbulkan bahaya yang berbeda tergantung bukan hanya pada potensi, cara kerja atau luasnya fakta yang ada. Dari uraian diatas maka maka dapat dijelaskan mengenai organ-organ yang dapat dirusak oleh suatu toksikan, mekanisme dari suatu zat toksikan dapat merusak zat tersebut, serta mekanisme antidotum yang bekerja melawan toksikan tersebut.
1
1.2 Rumusan Masalah Toksisitas suatu zat karsinogenik dalam tubuh manusia dan cara mengatas inya. 1.3 Tujuan Penulisan Makalah Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi ilmiah kepada sesama mahasiswa secara umum mengenai toksisitas suatu zat karsinogenik. 1.4 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode pustaka dan studi literatur. Dengan metode ini, penulis mencari dan mengumpulkan informasi penting yang sesuai dengan topik penulisan dari berbagai sumber seperti beberapa buku, artikel dan website atau situs-situs internet yang terkait. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu Bab I: Pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II: Pembahasan, Bab III : Penutup Penutup (kesimpulan dan saran), Daftar pustaka dan Lampiran.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Karsinogenesis
Karsinogenesis adalah proses pembentukan neoplasma/tumor. Neoplasma sendiri merupakan massa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan jaringan normal, dan tumbuh terus menerus walaupun yang menimbulkan telah hilang. Karsinogen adalah zat yang dapat memicu atau mencetuskan terjadinya karsinogenesis.
Zat
karsinogen
menyebabkan
kanker
dengan
mengubah
asamdeoksiribonukleat (DNA) dalam sel tubuh. Onkogen adalah gen termodifikasi yang dalam keadaan tertentu dapat menyebabkanperubahan sel normal menjadi kanker. Protoonkogen adalah gen normal yang dapat menjadi onkogen bila mengalamimutasi, atau bila ekspresinya meningkat. Istilah karsinogenesis kimia merupakan induksi atau peningkatan neoplasia oleh zatzat kimia. Secara etimologi artinya adalah induksi dari karsinoma. Istilah induksi karsinoma digunakan untuk pembentukan dari suatu tumor. Hal ini dapat mencakup tidak hanya keganasan epithelial ( karsinoma) tetapi juga tumor ganas (sarcoma) dan tumor-tumor jinak. Secara umum telah disetujui ( WHO, 1969) bahwa respon suatu organisme terhadap suatu karsinogen dapat berupa satu atau beberapa reaksi berikut: 1. Meningkatmeningkatnya frekuensi dari satu atau beberapa jenis tumor yang juga muncul pada beberapa kelompok pembanding. 2. Perkembangan suatu tumor yang tidak Nampak pada s uatu pembanding. 3. Munculnya tumor lebih awal daripada kelompok pembanding. 4. Lebih tingginya jumlah suatu tumor pada masing-masing hewan uji disbanding dengan hewan pembandingnya. 2.2 Klasifikasi dan Bukti karsinogenesis
Bukti karsinogenesis didasarkan atas data pada mausia dan hewan, karena adanya perbedaan antar spesies antara hewan dan manusia dengan respon terhadap berbagai zat kimia, data yang diperoleh dari mausia sehat bobotnya lebih besar. Bobot bukti tersebut akan meningkat apabila tumor itu lebih ganas( bersifat infasif, metatastatik) jika terdapat penemuan positif dalam berbagai penelitian lanjutan, dalam penelitian pada strain dan spesies hewan lainnya apabila muncul karsinogenisitas pada dosis yang sangat rendah, dan jika ada genotoksisitas. 3
Dengan prinsip ini, berdasar atas karsinogenesitasnya, zat kimia biasanya dikelompokkan seperti dibawah ini (EPA,1986). IARC 1987) hanya mencantumkan 4 kategori pertama karena zat dalam kelompok terakhir tidak tercakup dalam penilaian mereka. Kelompok A – karsinogen manusia : bukti cukup pada manusia Kelompok B – sangat mungkin karsinogen pada manusia: bukti terbatas pada manusia ( B1 ) atau tidak ada bukti pada manusia tetapi cukup bukti pada hewan (B2) Kelompok C – Kemungkinan karsinogen bagi manusia: Bukti terbatas pada hewan dan tidak ada data pada manusia. Kelompok D – Tidak dapat digolongkan sebagai karsinogen bagi manusia ;tidak cukup data atau tidak ada data Kelompok E – Terbukti bukan karsinogen bagi manusia : bukti negative pada sekurangkurangnya dua spesies. Bukti pada manusia biasanya berasal dari latar belakang pekerjaanyya misalnya saja 4aminobifenil diketahui dapat menimbulkan kanker pada beberapa pekerja. Ini dipastikan pada mencit, kelinci dan anjing. Disamping karena pekerjaan obat juga terbukti dapat menimbulkan kanker pada manusia. Misalnya siklo fosamid menginduksi kanker kandung kemih pada pasien-pasien yang menggunakannya dan DES yang diberikan pada wanita hamil dengan dosis yang besar dapat mengakibatkan tumor vaginal dan uterus pada keturunan mereka. Alfatoksin dan senyawa arsenikdari lingkungan juga mengakibatkan kanker hati dan kulit.bukti dari karsinogenik alfatoksin telah diuji pada hewan. Klasifikasi karsinogenik menurut cara kerjanya dapat dikelompokan menjadi karsinogenik genotoksik dan epigenetic ( non genotoksik). Karsinogen Genetoksik
Karsinogen genetoksik ini menginisiasi tumor dengan cara menimbulkan kerusakan pada DNA. Karsinogen genetoksik dibagi menadi dua yaitu ; 1. Karsinogen kerja langsung (karsinogen akhir) karsinogen ini bersifat elektrofilik dan dapat terikat pada DNA serta pada makromolekul lainnya. Contohnya yaitu epoksid 4
alkil dan aril, lakton, ester sulfat, nitrosamid, nitrosourea, dan kelat platinum amin. Karena zat- zat ini sangat reaktif, karsinogen kerja langsung ini sering lebih aktif in vitro daripada invivo. 2. Prakarsinogen (prokarsinogen), memerlukan pengubahan melalui bioaktivasi untuk menjadi karsinogen akhir, baik secara langsung atau melalui pembentukan karsinogen antara (proximate carcinogens) misalnya hidrokarbon aromatic polisiklik (PAH), amin aromatic, hidrokarbon berhalogen, nitrosamine, sikasin, aflatoksin,B, alkaloid pirolisidin, safrol dan tioamid. Berbagai macam bioaktivasi terlibat
dalam
konversinya menjadi karsinogen langsung. Zat-zat ini mungkin juga meneyebabkan penguatan .Dikenal juga sebagai inisiator murni, misalnya trans-4-asetil-aminostilben, yang dapat mengubah
sel
normal,
tapi
tidak
dapat
menghasilkan
tumor
tanpa
adanya
promotor.Karsinogen genetoksik yang lengkap misalnya 2-AAF, bekerja sebagai inisiator selain sebagai promotor ( Neuman, 1983) Karsinogen Epigenetik
Zat- zat ini tidak merusak DNA tetapi meningkatkan pertumbuhan tumor yang terinduksi oleh
karsinogen
genotoksik.
Cara
kerjanya
bermacaam – macam.
Kokarsinogen
meningkatkan efek karsinogen genotoksik bila diberikan bersamaan. Kerjanya mungkin dengan meningkatkan kadar inisiator, kadar karsinogen genotoksik itu sendiri, atau metabolik reaktifnya. Ini dapat dicapai dengan meningkatkan absorpsi karsinogen di saluran cerna atau kulit, atau dengan meningkatkan bioaktivasi. Efek itu juga dapat dicapai dengan mengurangi eliminasi inisiator baik dengan menghambat enzim detoksifikasi atau dengan menghabiskan substrat endogen yang terlibat dalam reaksi fase II, misalnya glutation. Kokarsinogen lain seperti feri oksida dan asbes mungkin mempermudah sel menangkap karsinogen genotoksik. Selain meningkatkan kadar zat reaktif di tempat kerja, karsinogen dapat menghambat laju atau kejituan mekanisme perbaikan DNA, atau meningkatkan konversi lesi DNA menjadi kelainan permanen (VJilliams, 1984). Promotor meningkatkan efek inisiator bila diberikan sesudahnya. Contoh klasik bagi fenomena ini adalah penelitian dengan PAH karsinogenik yang tidak menimbulkan kanker kulit pada kontak pertama dengan kulit. Bila di tempat yang sama sebelumnya diberikan ester forbol dari minyak kroton, maka muncullah kanker tersebut (Berenblum dan Shubik, 1947, 1949). Pengaruh promotor ini dapat bertahan selama 5
berbulan- bulan atau bahkan setahun tanpa kehilangan efeknya. Penelitian ini dengan jelas menunjukkan adanya proses dua-tahap dalam karsinogenesis sekaligus menunjukkan persistennya efek inisiator. Secara kebetulan minyak kroton juga bersifat kokarsinogen karena bahan ini efektif pada pajanan bersama dengan inisiator. Kemungkinan mekanisme kerja promotor antara lain (1) merangsang proliferasi sel lewat sitotoksisitas atau efek hormonal (2) menghambat komunikasi antarsel sehingga membebaskan sel yang sudah terinisiasi dari hambatan oleh sel-sel normal di sekitarnya (3)imunosupresi. Sitotoksikan misalnya asam nitrilotriasetat (NTA) menghasilkan tumor melalui proliferasi sel akibat kerusakan dan kematian sel (Anderson dkk., 1985). Hormon misalnya, estradiol dan dietilstilbestrol telah terbukti dapat meningkatkan tumor pada hewan (misalnya kanker payudara pada mencit) dan pada manusia (misalnya kanker endometrium pada wanita menopause yang diberi estrogen). Zat-zat ini tidak bersifat genotoksik tetapi berlaku sebagai promotor. Inisiator yang sebenarnya tidak diketahui. Kalaupun ada, androgen hanya mempunyai sedikit efek karsinogenik. Herbisid aminotriazol dan fungisid tertentu menginduksi tumor tiroid juga melalui mekanisme hormonal (hlm. 335). Komunikasi antarsel lewat gap junction merupakan mekanisme penting dalam pengaturan pertumbuhan sel. Sejumlah zat kimia mempengaruhi mekanisme ini sehingga menginduksi hiperplasia dan bertindak sebagai promotor dalam karsinogenesis (Trosko dan Chang, 1988). Berbagai obat imunosupresif makin lama makin sering digunakan dalam transplantasi organ tubuh. Obat itu diketahui dapat menyebabkan leukemia dan sarkoma pada beberapa pasien, juga pada mencit dan tikus. Penyebab genotoksik mungkin berupa virus, dan obat imunosupresif
mendorong
perkembangan
tumor
lewat
mekanisme
epigenetik.
Karsinogen benda asing contohnya adalah asbes dan bahan yang dicangkokkan, misalnya plastik, logam, dan gelas. Bahan - bahan ini tidak menunjukkan genotoksisitas, dan tumor yang dihasilkannya adalah tumor mesenkim. Meskipun cara kerjanya tidak diketahui secara tepat, tumor yang ditimbulkannya didahului dengan reaksi hebat terhadap benda asing misalnya berupa fibrosis hiperplastik dengan banyak penibahan kromosom dalam sel pra neoplasm( richko dan brand 1993) 6
Lain-lain Sejumlah logam dan metaloid (misalnya: arsen, kromium, dan nikel) beserta senyawanya bersifat karsinogenik pada hewan; beberapa di antaranya diperkirakan bersifat karsinogenik juga pada manusia (IARC, 1987). Arsen dianggap sebagai suatu kekecua¬iian dalam arti bahwa zat ini bersifat karsinogenik pada manusia tetapi tidak pada hewan. Meskipun demikian data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa penetesan As2O3 secara intratrakeal pada marmot Syria mengakibatkan meningkatnya adenoma paru-paru, dan setelah pajanan intrauterus, zat ini menyebabkan tumor paru¬-paru pada mencit. Mekanisme karsinogenesis logam belum diketahui sepenuh¬nya, tetapi mungkin mengikutsertakan aktivitas genotoksik dan/atau epigenetik. Sunderman (1984) telah mengemukakan hal-hal berikut sebagai arah penelitian yang paling memberi harapan: ka¬tion logam (1) terikat secara kovalen pada DNA, (2) membentuk hubungan silang (cross-links) antara DNA dan protein atau an¬tara beberapa untaian DNA yang berdekatan, (3) merusak keji¬tuan replikasi DNA dengan mengubah struktur enzim polimerase DNA, (4) menyebabkan transisi helikal dari B-DNA ke Z-DNA, mempengaruhi struktur kramatin, dan (5) terikat pada histon, protein inti nonhiston, atau RNA nukleous, dengan demikian mempengaruhi stnlktur kromatin dan ekspresi gen. Bahan-bahan ini dapat diklasifikasikan sebagai karsinogen genotoksik karena mempengaruhi ekspresi gen melalui berbagai cara. Proliferotor Peroksisom Berbagai zat kimia mempunyai sifat yang sama dalam menginduksi tumor hati pada hewan pe¬ngerat dan meningkatkan peroksisom dalam sel-sel hati. Karenanya zat-zat kimia ini dianggap merupakan kelompok karsinogen khusus (Reddy dan Lalwani, 1983). Contohnya, hipolipidemik misalnya klofibrat dan fenofibrat, plasticizer ftalat tertentu misalnya di(2-etilheksil) ftalat, dan pelarut 1,1,2-trikloroetilen. Zat- zat ini tidak bersifat genotoksik, tetapi dengan meningkatkan jumlah peroksisom, mereka meningkatkan pembentukan H2O2 yang menyebabkan pembentukan berbagai oksigen reaktif, dan dengan demikian merusak DNA (Williams dan Weisburger, 1986). Istilah karsinogen sekunder digunakan untuk zat-zat tidak langsung bersifat karsinogenik tetapi dapat menginduksi kanker setelah terjadinya efek lain yang non karsinogenik. Contohnya poli oksietilen mono stearate (Myrj 45), pda dosis sangat tinggi menyebabkan batu kandung kencing yang menyebabkan tumor kandung kemih.
7
Tidak ditemukan tumor pada hewan yang tidak menderita batu kandung kemih. Sebaliknya istilah ini digunakan dengan hubungan karsinogen genetoksik yang membutuhkan bioaktivasi. 2.3 cara kerja
Karsinogenesis kimiawi, seperti diperlihatkan pada Gmb. 7-1, merupakan proses bertahap, Zat karsinogen bekerja memicu perubahan genetik tertentu dalam suatu set sehingga menyebabkan pembentukan neoplasma atau mengubah neoplasma menjadi kanker. Zat genotoksik (biasanya terbentuk setelah bioaktivasi) berinteraksi dengan makromolekul genetik (DNA) untuk membentuk suatu carcinogen adduct (bagian DNA yang abnormal karena karsinogen) menginduksi perubahan kimiawi lainnya pada DNA. Set yang bersangkutan mungkin akan mati atau berubah menjadi sel normal kembali setelah suatu mekanisme perbaikan DNA yang sempurna. Bila keduanya tidak te rjadi, inisiasi karsinogenik menjadi : reversibel setelah set mengalami replikasi. Proses ini juga dapat mengikutsertakan konversi proto-onkogen menjadi onkogen aktif (Paul, dalam Iverson, 1988). Karsinogen kimiawi tertentu dapat mengaktifkan onkogen sehingga mengubah set normal menjadi sel kanker; onkogen juga dapat terbawa ke dalam set oleh retrovirus (Bishop, 1985). Gen-gen ini tampaknya berperan vital dalam berbagai tahap karsinogenesis. Set tumor yang telah mengalami inisiasi, dengan fenotipe dan genotipe yang telah berubah, mungkin tetap tenang untuk jangka waktu yang lama sebelum berubah menjadi tumor akibat proliferasi set oleh adanya zat-zat promotor. Keadaan tenang ini mungkin disebabkan oleh pengazuh hambatan dari sel-set normal di sekelilingnya melalui suatu komunikasi antarsel (Trosko dan Chang, 1988). Pengaruh ini dapat dikurangi dengan pembunuhan sel (misalnya dengan zat ki¬mia sitotoksik), pembuangan set (misalnya dengan hepatektomi parsial), faktor pertumbuhan (misalnya hormon), dan faktor-faktor lain. Zat kimia
ekskresi dengan atau tanpa biotransformasi
(Prakarsinogen)
zat kimia yang diekskresi
bioaktivasi metabolit antara ( karsinogen proksimat)
Metabolit reaktif
pengikatan kovalen dengan GSH, fenol dsb
( karsinogen akhir)
zat kimia terkonjugasi
Pengikatan kovalen terhadap makromolekul
makromolekul dalam perubahan
makromolekul yang telah berubah
8
(bahan genetic yang berubah) replikasi
perbaikan
bahan genetic yang terikat secara kovalen yang telah pulih
sel tumor terinisiasi (retained genetic program)
(sel normal)
promosi
neoplasma terdiferensiasi konversi dan pengembangan KANKER
Inisiasi umumnya dipandang sebagai proses permanen, sedangkan promosi tidak. Selain itu, proses promosi ini sifatnya berpulih. Maka, agar set yang telah mengalami inisiasi dapat terus berkembang
biak,
ia
harus
terus
menerus
terpajan
pada
suatu
promotor.
Konversi dan progresi ditandai dengan perubahan biokimia dan/atau morfologik dalam aktivitas dan struktur genom. Mekanisme terjadinya belum diketahui secara tepat, tetapi mungkin lewat pengaktifan sel yang sudah terinisiasi oleh pajanan zat-zat klastogenik atau karsinogen lengkap (Pitot dkk., 1988). Hampir sama dengan inisiasi, progresi merupakan proses yang tidak berpulih.
Intinya suatu inisiasi tanpa promosi tidak akan menimbulkan tumor. Dan suatu promosi tanpa inisiasi juga tidak akan menimbulkan tumor. Juga suatu inisiasi yang diikuti promosi dengan
9
periode paparan yang tidak berakumulasi dalam suatu periode pendek, juga tidak menimbulkan tumor karena masih bersifat reversible Inisiator paparan terhadap sel dari agen karsinogenik yang sesuai dosis inisiasi o o
Menyebabkan mutasi ireversibel Inisiasi tidak dapat menyebabkan tumor, bila tidak diikuti promosi.
Promotor menginduksi tumor pada sel terinisiasi. o
Tidak bersifat tumorigenic bila tanpa inisiasi
2.4 Kerja zat Karsinogen
a. Karsinogen kimiawi Polisiklik aromatik hidrokarbon kulit
terjadi
konversi lokal oleh oksigenase
kanker
Aromatik amine mengalami hidroksilasi dan konjugasi di hepar kemudian mengalir ke ginjal dan mengalami dekonjugasi mengalir menuju vesica urinari, menyebabkan kanker vesika urinaria. Nitrat dan nitrit masuk dalam lambung kanker lambung mengalami konversi menjadi nitrosamines oleh bakteri usus kanker usus juga kanker hati. b. Karsinogen metal Logam dapat menyebabkan kanker namun sampai sekarang mekanismenya masih belum diketahui. 10
Logam yang berbahaya diantaranya yaitu logam yang bersifat elektrofilik atau divalent (Ni2+, Pb2+, Cd2+, Co2+, Be2+) Karena dapat bereaksi dengan makromolekul. Kemampuan Ion logam: Dapat bereaksi dengan grup guanin dan fosfat. Dapat mendepolimerasi polinukleotida. Mengikat basa purin dan pirimidin melalui ikatan kovalen Biasanya kanker akibat logam disebabkan dalam faktor occupational. c. Karsinogen radiasi Dapat mentransformasikan semua jenis sel (in vitro),Menginduksi neoplasma (in vivo) Contoh: UV, ion, bom. UV (ultraviolet) Efek menghambat pembelahan sel , menginaktivasikan enzim, menginduksi mutasi, dan membunuh sel . Tipe sinar UV UVA (320-400nm): bersifat non-mutagenik UVB (280-320nm): bersifat mutagen dan tidak difilter oleh ozon UVC (200-280nm): bersifat mutagen tetapi difilter oleh ozon Dapat menyebabkan kanker Melanoma
Squamous
Cell Carcinoma,Basal Cell Carcinoma,
UVB dapat menyebabkan mutasi onkogen (ras) dan gen supresor tumor (p53) Postulasi: paparan sinar matahari berlebih menyebabkan kapasitas NER berlebihan, sehingga beberapa DNA tidak diperbaiki sehingga dapat menimbulkan kanker. Kelainan yang berkaitan dengan NER
Xeroderma
RADIASI ION
Radiasi elektromagentik (Sinar X dan sinar gamma) Radiasi partikel (partikel alfa, beta, proton, neutron
11
Pigmentosum
d. Karsinogen virus dan DNA Virus: kebanyakan DNA virus, namun ada juga RNA virus (retrovirus) Mikroba: Helicobacter Pylori VIRUS DNA o
o
Merupakan virus sitopatik , dimana virus ini berintegrasi dengan genom sel hospes sehingga menyebabkan transformasi sel. Contoh virus: HPV, EBV, HBV, KSHV
HPV o
o o o
Berbahaya: Ti pe 16, 18 …. Ada tapi jarang pada tipe 31, 33, 35, 51… menyebabkan SCC invasif! Resiko rendah: Ti pe 6, 11 … menyebabkan kondiloma akuminata… … menyebabkan papilloma…. Ti pe 1, 2, 4, 7 Onkoprotein dari tipe 16 dan 18 dapat mengik at p53 dan pRb menyebabkan transformasi sel.
EBV
Dapat menyebabkan:Lymphoma Burkitt (African form), Limfoma sel B (pada pasien imunosupresi), Limfoma Hodgkin NPC
Kerja:EBV M enginf eksi epitel orofari ng dan sel B melalui r eseptor CD 21 sehingga menyebabkan sel yang imortal Onkoprotein pada EBV: yang menghambat apoptosis melalui peningkatan regulasi bcl-2, Onkopr otein LM P-1 dan aktivasi jalur pertumbuhan.
12
: melakukan transaktivasi beberapa gen hospes (siklin D dan EBNA-2 gen src) dan mengaktifkan transkripsi LMP-1
HBV
Dapat menyebabkan H CC Kerja: virus akan berintegrasi dengan genom sel hepar , tetapi dia tidak membentuk onkoprotein dan pola onkogenesis juga tidak konsisten…. Namun efeknya bersifat tidak langsung: I nfl amasi kr onik cirrhosis hyperplasia regeneratif H BV m engkode protein H Bx menghancurkan kontrol pertumbuhan normal H Bx mengikat p53 inactivated suppresion
KSHV
Patogenesis dasar bersifat multifaktorial :Severe T cell imunity defect, Disregulasi sel B dan monosit, Infeksi virus (HHV type 8, EBV, HPV) RETROVIRUS (HTLV-1
Merupakan agen limfotropik . Infeksi pada li mfosit CD4+ Dapat menyebar melalui infeksi pada hubungan seksual, darah, penyusuan. Selain itu dapat menyebabkan: Leukemia: 1% dari pasien yang terinfeksi setelah masa laten 20 – 30 tahun
13
HELICOBACTER PYLORI
Dapat menyebabkan kelainan yang mengandung “ pathogeni c i slan d ”, dan mengandung CagA (cytotoxin associated gene A) dan sistem sekretori untuk memasukkan protein CagA kedalam sel hospes. Gen yang berhubungan dengan tingkat virulensi: VacA (meng-encode toxin yang menyebabkan apoptosis) Infeksi berhubungan dengan adenocarcin oma ti pe intesti nal (chronic gastritis kronik atropi multifokal dengan sekresi asam lambung rendah metaplasia intestinal displasia KARSINOMA. 2.5 penelitian jangka panjang
Penelitian ini dirancang untuk memperoleh informasi pasti tentang efek karsinogenik berbagai zat kimia pada hewari coba. Karena besarnya biaya dan waktu yang dibutuhkan, penelitian ini biasanya dilakukan setelah peninjauan data lain, misalnya struktur kimia dan hasil uji mutagenesis jangka pendek dan peneli¬tian toksisitas kronik jangka panjang yang masing-masing diuraikan dalam Bab 7 dan Bab 6. Pedoman pelaksanaan uji karsinogenisitas jangka panjang diberikan berikut ini. Uraian rinci dan berbagai acuan dikemukakan dalam sejumlah makalah. (Page, 1977; WHO, 1969; OECD, 1981; U.S. ISGC, 1986)
14
Hewan: Spesies, Strain, Jenis Kelamin, dan Jumlah
Tikus dan mencit biasanya dipilih karena ukurannya yang kecil, masa hidupnya yang pendek, mudah didapat, dan banyaknya data mengenai responsnya terhadap karsinogen lain. Marmot juga digunakan terutama dalam penelitian mengenai kanker kandung kemih, payudara, saluran cerna, dan saluran napas (misalnya akibat asap rokok). Anjing dan primate bukan manusia kadang-kadang digunakan; anjing karena respons positifiiya terhadap 4aminobifenil dan 2-naftilamin, dan primata karena tingkat filogenetiknya yang tinggi. Tetapi penggunaannya terbatas karena ukuran tubuhnya besar dan usianya relatif panjang sehingga membutuhkan pajanan zat kimia selama 7 sampai 10 tahun. Sifat-sifat strain yang dikehendaki adalah (1) dikenal peka terhadap zat yang struktur kimianya serupa, (2) insidens tumor spontannya rendah, dan (3) laju serta pola biotranformasinya
sama
dengan
manusia,
kalau
diketahui.
Strain yang telah mengalami inbreeding tidak boleh digunakan untuk mencegah kemungkinan insensitivitas. Lebih baik dipakai mencit hibrid dari dua strain murni yang jelas karena kemungkinan insensitivitas dari strain murninya tidak ada dan mereka biasanya lebih kuat. Kedua jenis kelamin harus diikutsertakan dalam penelitian itu; perbedaan respons keduanya terhadap aktivitas karsinogen zat kimia telah banyak diketahui. Agar terdapat cukup banyak hewan yang hidup sampai mun¬culnya tumor untuk anaiisis statistik, biasanya uji dimulai dengan 50 hewan dari setiap jenis kelamin per kelompok dosis, termasuk kelompok pembanding. 2.6 Permulan dan Lamanya
Penelitian biasanya dimulai segera setelah hewan disapih agar pajanan dapat selama mungkin. Kajian pada beberapa generasi dan penggunaan hewan yang hamil untuk menguji efek pada embrio atau fetus juga telah digunakan, tetapi keuntungan dan kerugiannya perlu diteliti lebih lanjut. Masa penelitian biasanya 24 bulan untuk tikus, 18 bulan untuk mencit. Kalau hewan-hewan itu berada dalam keadaan yang baik, masa pengujian boleh diperpanjang masing-masing sampai 30 dan 24 bulan.
15
2.7 Cara Pemberian
Zat kimia yang sedang diuji harus diberikan kepada hewan dengan cara yang sama dengan cara pajanan pada manusia. Prinsip ini dapat diterapkan pada zat tambahan makanan dan kontaminan makanan selain juga pada sebagian besar obat-obatan. Untuk zat kimia industri dan lingkungan, pajanan, utama adalah melalui inhalasi. Selain itu, zat kimia yang diuji dapat diberikan melalui penetesan intratrakea. Zat uji yang akan diberikan secara oral dapat dicampur dalam diet, baik dalam kadar tetap (dalam miligram zat per kilogram diet, ppm) atau dalam dosis tetap (dalam miligram zat per kilogram berat badan). Pada cara yang terakhir ini, kadar zat dalam diet perlu disesuaikan dengan konsumsi makanan dan berat badan pada interval waktu tertentu. Zat kimia juga dapat dimasukkan ke dalam air minum atau diberikan lewat sonde. Makananjadi untuk hewan mungkin mengandung sejumlah kecil karsinogen (misalnya, aflatoksin) atau penginduksi enzim (misalnya, DDT) yang dapat mengubah efek zat yang diuji. Aplikasi dermal dipakai untuk zat kimia industri dan obat¬-obatan yang digunakan topikal. Cara ini terutama dimaksudkan untuk mendeteksi karsinogenisitas lokal. Namun, pada beberapa kasus, terjadi penyerapan yang cukup sehingga terjadi efek sistemik. Pemilihan pelarut juga penting: pelarut itu harus tanpa atau hanya mempunyai sedikit toksisitas, dan tidak bereaksi dengan zat kimia yang diuji. Yang sering dipergunakan adalah dimetilsulfoksid (DMSO). Pemberian parenteral lewat injeksi intravena, intraperitoneal, atau subkutan jarang digunakan dan hanya digunakan bila ada alasan khusus. Jalur jalur ini tidak praktis dan hasilnya dapat dikacaukan oleh reaksi lokal.
16
2.8 Dosis
Pada uji karsinogenisitas ini biasanya dipakai dua atau tiga tingkat dosis. Selain itu, diikutsertakan juga kelompok pembanding. Dosis dipilih berdasarkan data penelitian jangka pendek dan data metabolisme agar dosis cukup tinggi untuk menghasilkan sedikit tanda toksisitas tetapi tidak sampai memperpendek masa hidup hewan-hewan itu. Dua dosis yang lebih rendah biasanya ditentukan sepersekian dari dosis tertinggi (misalnya 1/2 atau 1/4) dan diharapkan akan memungkinkan hewan-hewan itu terus hidup dalam keadaan sehat atau sampai tumor muncul. Dosis maksimal yang dapat ditoleransi (Maximally tolerated dose = MTD) biasanya dipakai sebagai dosis yang tinggi. Ini diperhitungkan dari penelitian 90 hari dan didefinisikan sebagai dosis yang (1) tidak akan menimbulkan toksisitas secara morfologik sedemikian besar sehingga mempengaruhi interpretasi penelitian jangka panjang, dan (2) tidak merupakan bagian yang begitu besar dalam diet hewan itu sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan gizi (U.S. ISGC, 1986). Secara umum, kriteria ini tampak memuaskan untuk seleksi besarnya dosis. Meskipun demikian untuk zat kimia tertentu, seperti dibahas dalam bagian berikut ini, dosis yang dipilih mungkin menyebabkan kerusakan luas pada organ tubuh atau membebani mekanisme biotransformasi normal pada hewan tersebut. Dalam hat ini, diperlukan evaluasi kritis terhadap basil uji atau bahkan percobaan perlu diulang pada dosis yang lebih rendah.
Pembanding dan Pemberian Kombinasi Zat-zat Kimia. Kelompok pembanding yang tanpa obat terdiri atas jumlah hewan yang sama besar atau lebih besar dari setiap kelompok perlakuan. Selain pembanding negatif ini, harus diikutsertakan juga kelompok lain yang diberi zat yang telah diketahui bersifat karsinogenik pada dosis tertentu. Pembanding positif membuat basil uji lebih handal karena bertindak sebagai bukti sensitivitas kelompok hewan yang dipakai, di samping sebagai bukti bahwa fasilitas dan prosedur dalam laboratorium itu telah memadai. Kelompok pembanding ini sedikit banyak juga akan menunjukkan potensi relatif zat kimia yang diuji. Bila akan digunakan suatu pelarut misalnya aseton atau dimetilsulfoksid, efek yang mungkin timbul juga harus diuji dalam sekelompok hewan. Pentingnya pembanding historik telah ditekankan oleh Task Force, Society of Toxicology (1982). Suatu zat kimia mungkin diberikan pada hewan coba bersama dengan karsinogen 17
yang telah diketahui. Ini dilakukan bila zat yang diuji mempunyai efek karsinogenik lemah dan manusia mungkin terpajan pada kedua bahan itu dalam kehidupan nyata. Ini juga dilakukan bila zat yang diuji itu diperkirakan akan mengubah efek karsinogen lingkungan lainnya. 2.9Pengamatan dan Pemeriksaan
Berat Badan dan Konsumsi Makanan Diketahuinya berat badan dan konsumsi makanan memungkinkan kita menghitung asupan zat kimia dalam miligram per kilogram berat badan. Selain itu, berat badan merupakan petunjuk peka untuk status kesehatan hewan sehingga harus diukur setiap minggu selama tiga bulan pertama, ketika hewan itu sedang tumbuh, dan setiap 2 minggu setelah itu. Pengamatan Umum Hewan harus diamati setiap hari untuk melihat ada tidaknya hewan yang mati atau sakit. Hewan yang mati dan sakit harus disingkirkan dari kandang untuk diperiksa secara makroskopis dan diperiksa secara mikroskopik bila keadaan jaringan memungkinkan. Hewan yang sakit harus ditaruh di dalam kandang tersendiri sebagai karantina dan untuk mencegah kanibalisme. Kalau ada indikasi, hewan itu boleh diobati dengan obat-obatan, tetapi setiap terapi harus dicatat. Pengobatan jangka panjang harus dihindari untuk menyingkirkan
kemungkinan
pengaruhnya
terhadap
efek
zat
yang
sedang
diuji.
Mulanya, letak, ukuran, dan pertumbuhan setiap massa jaringan yang aneh harus diperiksa dengan cermat dan dicatat. Tanda-tanda toksisitas dan efek farmakologik juga hanis dicatat. Uji Laboratorium Berbeda dengan penelitian toksisitas jangka pendek dan jangka panjang yang semua efek toksiknya harus diteliti, tujuan utama penelitian karsinogenisitas adalah menentukan aktivitas karsinogen suatu zat kimia. Karenanya, demi kesehatan hewanhewan itu, kecuali pemeriksaan hematologik standar, tidak banyak uji laboratorium dilakukan. Ini dilakukan pada akhir penelitian. Ka1au diperlukan uji laboratorium pada pertengahan penelitian, maka hewan coba harus ditambah. Pemeriksaan Pascamati Semua hewan yang ditemukan mati atau sekarat harus diperiksa secara makroskopik melalui autopsi. Hewan yang bertahan hidup pada akhir penelitian kemudian dibunuh dan diperiksa. Di samping itu, sejumlah alat tubuh harus ditimbang, termasuk hati, ginjal, jantung, testes, dan otak. Contoh dari semua jaringan harus diawetkan untuk diperiksa secara histologik. Pemeriksaan mikroskopik harus dilakukan pada semua pertumbuhan tumor dan semua jaringan yang secara makroskopik menunjukkan kelainan. Biasanya jaringan berikut ini juga 18
diperiksa: kelenjar limf mandibuler, kelenjar ludah, kelenjar payudara, sternebra, femur atau vertebra (termasuk sum-sumnya), timus, tiroid, paratiroid, trakea, Paru-paru dan bronkus utama, jantung, esofagus, lambung, usus halus, kalon, hati, kandung empedu, pankreas, limpa, adrenal, ginjal, kandung kemih, prostat, testes, uterus, ovarium otak (tiga potongan), pituitari, mata (kalau ada kelainan nyata), dan sumsum tulang belakang (bila ada tanda-tanda neurologik).
Pelaporan Tumor Beberapa istilah yang biasa dipakai untuk menjelaskan tumor, misalnya hepatoma, mengandung pengertian yang luas. Karenanya, uraian rinci mengenai gambaran pa¬tologik lesi-lesi itu amat berharga. Karena karsinogenesis dapat muncul dalam berbagai bentuk (lihat “Definisi"), hal-hal berikut perlu dicatat. 1. Jumlah berbagai jenis tumor (baik jinak maupun ganas), dan semua tumor yang tidak normal 2. Jumlah hewan yang mengandung tumor 3. Jumlah tumor pada setiap hewan 4. Permulaan munculnya tumor bila dapat ditentukan UJI SARlNG CEPAT Uji Jangka Pendek untuk Mutagenesis/ Karsinogenesis Dalam tahun-tahun terakhir ini, sejumlah uji yang relatif sederhana dan jauh lebih singkat telah dirancang dan dipakai untuk mendeteksi aktivitas mutagenisitas zat kimia. Uji-uji ini meng¬gunakan berbagai jenis sistem, termasuk mikroba, serangga, sel mamalia, di samping serangkaian parameter seperti mutasi gen, efek kromosom, dan perbaikan DNA. Uji mutagenesis dan uji yang menggunakan transformasi sel sebagai parameter akan diuraikan dan dibahas pada bab berikut.
19
Meskipun tidak semua mutagen bersifat karsinogenik, atau sebaliknya, hubungan antara dua aktivitas ini begitu dekat sehingga uji mutagenesis sering dilakukan sebagai uji saring cepat bagi zat kimia unwk menentukan potensi karsinogenisitasnya. Untuk memperbaiki kehandalan hasilnya, biasanya dilakukan serangkaian uji semacam ini (misalnya US ISGC, 1986); Weisburger dan Williams (1981) mengusulkan uji in vitro jangka pendek berikut ini: (1) mutagenesis bakteri. (2) mutagenesis mamalia. (3) perbaikan DNA. (4) kerusakan kromosom. (5) transformasi sel. Hasil-hasil uji ini juga berguna dalam menentukan mekanisme kerja. Uji untuk Promotor
Kulit tikus telah lama dipakai sebagai model untuk menguji promotor seperti dibahas di dalam bagian terdahulu. Akhir-akhir ini telah dikembangkan uji untuk promotor pada organ lain, misalnya kolon, kelenjar payudara, hati, pankreas, dan kandung kemih. Untuk perincian lebih lanjut lihat Pereira (1983). Uji Karsinogenisitas Terbatas
Uji karsinogenisitas terbatas telah diusulkan oleh Williams dan Weisburger (1986) karena adanya beberapa keuntungan. Uji ini lebih baik daripada uji mutagenesis dalam arti bahwa titik akhir adalah pembentukan tumor. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk uji ini jauh lebih pendek daripada waktu untuk penelitian karsinogenisitas jangka panjang. Tumor Kulit pada Mencit Kulit mencit bereaksi terhadap pemberian zat kimia secara topikal, misalnya hidrokarbon aromatik polisiklik serta ter dari batu bara dan minyak bumi, yang menimbulkan papiloma dan karsinoma. Prosedur yang diperkenalkan oleh Berenblum dan Shubik (1947) ini telah digunakan secara luas. Kulit mencit bereaksi secara positif mungkin 20
karena kulit itu mempunyai enzim yang mengubah zat-zat menjadi metabolit aktif. Beberapa zat kimia bertindak sebagai inisiator dan sekaligus sebagai promotor; zat ini dapat disebut karsinogen lengkap. Ba¬han lainnya terutama, atau semata-mata, bekerja sebagai inisiator. Karsinogenisitasnya hanya muncul setelah pemberian suatu promotor. Kumpulan literatur mengenai efek zat kimia sebagai inisiator dan promotor pada uji kulit mencit telah dihimpun oleh Pereira (1982). Tumor Paru-paru pada Mencit Mencit strain A hampir 100% secara spontan menderita tumor pana-paru pada usia 24 bulan. Hasil positif dari karsinogen dapat diperoleh pada sekitar 24 minggu sewaktu tumor hanya ditemukan pada beberapa hewan pembanding saja. Pada beberapa zat kimia, uji dapat diselesaikan dalam 12 minggu (Shimkin dan Stoner, 1975). Perubahan Nlakroskopik pada Hati Tikus Telah diperlihatkan bahwa terjadi perubahan mikroskopik nyata sebelum munculnya hepatokarsinoma. Kelainan-kelainan ini resisten terhadap penimbunan besi, suatu fenomena yang dapat dikenali secara histokimia. Juga ada kelainan dalam enzim tertentu yang dapat ditunjukkan secara histokimia. Perubahan yang terakhir ini terjadi pada tikus tetapi tidak pada mencit. Kelainan mikroskopik ini dapat dideteksi dalam 3 minggu setelah pajanan dan muncul lebih banyak setelah 12-16 minggu (Goldfarb dan Pugh, 1982). Kanker Payudara pada Tikus Betina Hidrokarbon poli siklik dapat menginduksi kanker payudara pada tikus betina muda strain Sprague Dawley dan Wistar. Tumor dapat terbentuk kurang dari 6 bulan (Huggins dkk. 1959). Petanda biologic
Seperti disebut di atas, karsinogenesis melibatkan tiga tahap utama: inisiasi, promosi, dan konversi serta progresi. Kini sedang dikembangkan cara pengenalan petanda biologik untuk berbagai tahap ini. Minat akan petanda ini berkembang dari potensial kegunaannya untuk menyelidiki cara kerja karsinogen, untuk me¬nentukan pajanan karsinogen, dan diagnosis dini kanker. Berikut adalah diskusi singkat mengenai bidang yang sedang berkembang pesat ini Petanda biatagik Pajanan dan Inisiasi. Inisiasi berhubungan dengan pengikatan kovalen karsinogen elektrofilik atau metabolit aktifnya pada DNA. Adanya carcinogen DNA adduct dapat diperlihatkan dan diukur dengan karsinogen yang diberi label radioaktif. Inisiasi dapat juga ditentukan dengan menggunakan radioimunoasai, tanpa menggunakan karsinogen radioaktif. Karenanya, prosedur ini dapat digunakan bila dicurigai
21
manusia terpajan suatu karsinogen. Prosedur ini telah digunakan untuk menentukan pajanan aflatoksin B1, benzo[a]piren, dan nitrosamin tertentu (Wogan, 1989).
Petanda Biologik Promosi
Promosi telah dipelajari secara sangat mendalam pada karsinogenesis kulit. Bila diberi promotor, yang paling aktif di antaranya adalah TPA (12-O-tetradekanoil forbol 13asetat), sel yang telah diinisiasi maupun sel normal mengalami berbagai jenis perubahan biokimia. Perubahan itu antara lain berupa penumpukan aktivator plasminogen dan meningkatnya sintesis prostaglandin. Tumor hati yang diinisiasi oleh asetil-aminofluoren (AAF) terbukti dapat dipromosikan oleh fenobarbital, DDT, bifenil poliklorin (PCB), dan butil hidroksitoluen (BHT). Enzim tertentu (misalnya glukosa 6-fosfatase dan adenosin trifosfatase) berkurang, sementara lainnya (misalnya, γ-glutamil transpeptidase, glutation Stransferase-P) meningkat. Perubahan biokimiawi ini dan perubahan lainnya sedang dipelajari untuk menentukan perannya sebagai petanda praneoplasma dalam hati. Petanda Tumor
α-Fetoprotein (AFP) merupakan suatu produk hati janin dan hepatokarsinoma. Zat ini sering juga, meskipun tidak selalu, diproduksi oleh tumor testis, indung telur, dan organ lain. Namun, zat ini merupakan alat yang berguna dalam klinik. Contohnya, AFP telah digunakan secara luas dalam penyaringan karsinoma hepatoselular, sehingga memungkinkan deteks serta terapi yang dini (Tang dkk., 1980). Human Chorionic Gonadotropin (HCG) merupakanpetanda yang sensitif dan dapat digunakan untuk deteksi kanker pada fase subklinis. Karsinoma payudara sering disertai meningkatnya kadar parameter biokimiawi seperti carcinoembryonic antigen, feritin,'dan C-reactive protein. Sayangnya, perubahan ini biasanya hanya terlihat bila tumor telah mengalami metastasis sehingga telah terlambat untuk diagnosis dini kanker.Namun, semua itu berguna untuk menilai efek terapi dan untuk mengikuti adanya remisi atau kekambuhan seperti diperlihatkan oleh Fritsche (1982) dan lain-lain.
22
BAB III PENUTUP KESIMPULAN
Istilah karsinogenesis kimia merupakan induksi atau peningkatan neoplasia oleh zatzat kimia. Secara etimologi artinya adalah induksi dari karsinoma. Istilah induksi karsinoma digunakan untuk pembentukan dari suatu tumor. Klasifikasi karsinogenik menurut cara kerjanya dapat dikelompokan menjadi karsinogenik genotoksik dan epigenetic ( non genotoksik). Karsinogen genetoksik ini menginisiasi tumor dengan cara menimbulkan kerusakan pada DNA, sedangkan pada karsinogen epigenetic
zat- zat karsinogen tidak
merusak DNA tetapi meningkatkan pertumbuhan tumor yang terinduksi oleh karsinogen genotoksik. Karsinogenesis kimiawi, merupakan proses bertahap, Zat karsinogen bekerja memicu perubahan genetik tertentu dalam suatu set sehingga menyebabkan pembentukan neoplasma atau mengubah neoplasma menjadi kanker. Zat genotoksik (biasanya terbentuk setelah bioaktivasi) berinteraksi dengan makromolekul genetik (DNA) untuk membentuk suatu carcinogen adduct (bagian DNA yang abnormal karena karsinogen) menginduksi perubahan kimiawi lainnya pada DNA. Set yang bersangkutan mungkin akan mati atau berubah menjadi sel normal kembali setelah suatu mekanisme perbaikan DNA yang sempurna. Bila keduanya tidak terjadi, inisiasi karsinogenik menjadi : reversibel setelah set mengalami replikasi. Proses ini juga dapat mengikutsertakan konversi proto-onkogen menjadi onkogen aktif (Paul, dalam Iverson, 1988). Karsinogen kimiawi tertentu dapat mengaktifkan onkogen sehingga mengubah set normal menjadi sel kanker; onkogen juga dapat terbawa ke dalam set oleh retrovirus (Bishop, 1985). Gen-gen ini tampaknya berperan vital dalam berbagai tahap karsinogenesis. Pada penelitian untuk adanya kanker digunakan hewan uji seperti tikus, kelinci dan anjing, cara pemberian dan dosis berpengaruh dalam penelitian pada pemberian dosis yang maksimal ataupun dosis rendah dapat berpengaruh dalam kesehatan hewan uji, pada dosis yang dipilih memungkinkan kerusakan yang luas pada organ tubuh ataupun membebani mekanisme biotransformasi normal pada hewan tersebut.pada keadaan seperti itu diperlukan 23
uji kembali hasil penelitian untuk dosis yang lebih rendah. Pengamatan dan pemeriksaan melalui berat badan dan makanan, bila berat badan menurun dan asupan makanan yang diperoleh rendah serta hewan mengalami sakit maka hewan harus di pindah ke dalam kandang yang lain dan apabila dilakukan pengobatan maka harus dihindari untuk menyingkirkan kemungkinan pengaruhnya terhadap efek zat yang sedang diuji. Karsinogen berbeda-beda pada potensi dan masa latennya, ada beberapa karsinogen yang hanya aktif pada spesies tertentu, sementara yang lainnyamempengaruhi beberapa spesies dan strain hewan. Akhirnya, penting bagi kita untuk mengingat kembali bahwa berbagai zat kimia itu amat sangat berbeda-beda bagi manusia. Contohnya penggunaan suatu pewarna makanan perlu
ditunda
apabila
didalamnya
dicurigai
terdapat
zat-zat
karsinogenik
yang
membahayakan bagi tubuh. SARAN
-
Perlunya pengetahuan yang lebih agar dapat lebih mengenal bahaya suatu zat kimia yang menimbulkan karsinogenesis. - Menghindari makanan dan minuman yang terlau banyak mengandung zat kimia yang berbahaya. - Pentingnya menjaga gaya hidup sehat agar tubuh terhindar dari zat yang berbahaya bagi tubuh khususnya senyawa karsinogenik.
24