Kapal Perikanan berbah berbahan an
Fibreglass Reinforced Plastic
i
Pareng Rengi, S. Pi., M. Si. Ronald Mangasi Hutauruk, S. T., M. T.
Kapal Perikanan berbahan Fibreglass Reinforced Plastic
Pareng Rengi, S. Pi., M. Si. Ronald Mangasi Hutauruk, S. T., M. T.
ii
iii
iv
v
Sambutan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Riau Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan jumlah pulau yang sangat banyak (sekitar 17000 pulau) dan membentang pada jarak 5100 km. Banyaknya pulau yang berlimpah tersebut, menyebabkan sektor kelautan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa, terutama sektor perikanan, armada kapal perikanan, dan sistem transportasi lokal. Memiliki wilayah laut yang luas tentu membutuhkan armada kapal untuk usaha perikanan dan transportasi niaga. Dengan demikian, kebutuhan akan pengadaan armada kapal untuk usaha tersebut tidak akan pernah berhenti melainkan akan semakin meningkat di tengah berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di setiap lini, termasuk dalam perkapalan. Saat ini, timbul usaha-usaha para ahli untuk menemukan dan mengembangkan bahan utama pembangunan kapal. Selain material baja, aluminium, ferrocement dan kayu yang memiliki berbagai kekurangan dan kelebihan, tentu ada material lain yang bisa digunakan dan lebih efisien dalam pembuatan kapal. Material fiberglass adalah salah satau material pembangun kapal yang saat ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertumbuhan ini terjadi karena kapal berbahan fiberglass memiliki berbagai kelebihan, di antaranya kapal fiberglass lebih ringan dibandingkan material baja maupun kayu. Selain itu, proses pembuatannya cukup mudah, waktu pembangunannya relatif singkat, perawatannya sederhana dan biayanya lebih murah. Berbagai peneltian tentang kapal fiberglas kini semakin digali, salah satunya melau konten yang ada dalam buku ini. Buku Kapal Perikanan Berbahan Fiberglass merupakan buku hasil karya Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan, Universitas Riau yang dikompilasi dari hasil penelitian dan sumber-sumber terkait baik dari buku maupun informasi yang diperoleh dari internet. Buku ini sebagian besar merupakan penuangan ide dan hasil penelitian BUPT Universitas Riau tahun 2013. Buku ini bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih detail proses pembangunan kapal perikanan, bahkan bisa juga diaplikasikan pada vi
kapal lainnya yang biasa menerapkan pembangunan lambung dari bahan fiberglas. Selain itu, buku ini juga menyajikan bagaimana membuat prototype kapal tersebut dari bahan yang sama. Diharapkan dengan membaca buku ini timbul ide untuk berwirausaha dengan membangun galangan kapal sendiri atau usaha untuk membuat prototype kapal. Akhirnya, terjadi pertumbuhan ekonomi di masyarakat atas kreativitas yang timbul dengan pemanfaatan kapal fiberglas sebagai usaha mandiri. Timbulnya usaha untuk mensejahterahkan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat merupakan cita-cita luhur bangsa yang mau maju. Semoga buku ini bermanfaat untuk mencapai cita-cita tersebut, Akhir kata, kepada setiap pecinta ilmu, Kami sampaikan terimakasih, selamat membaca dan selamat berkarya. Wassalam
Pekanbaru, 30 Maret 2014
Prof. Dr. Ir. Usman M. Tang
vii
Kata Pengantar Kapal Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) atau yang lebih sering disebut kapal fiber (fiberglas), saat ini sedang menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Ini dikarenakan kapal fiber memiliki berbagai keunggulan, di antaranya proses pembuatannya relatif mudah, konstruksinya kuat, bahannya ringan, perawatannya lebih sederhana, tahan terhadap binatang laut serta umur teknisnya lama. Keunggulan ini menyebabkan berbagai jenis kapal mulai beralih menggunakan bahan fiberglass mulai misalnya kapal patroli, kapal latih, kapal perang, bahkan saat ini sudah diterapkan pada kapal perikanan. Penerapan bahan fiberglass pada kapal perikanan merupakan salah satu langkah progresif untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan kayu yang selama ini menjadi bahan utama pembuatan kapal perikanan. Harga kayu yang cukup mahal dan juga semakin sulit diperoleh mempengaruhi biaya pembangunan kapal perikanan. Kelangkaan bahan baku ini juga menyebabkan waktu pembangunan kapal menjadi lebih lama. Hal in kontras dengan pembangunan kapal fiber. Bahan utama pembuatan kapal fiber seperti resin, serat, gelcoat dan sebagainya mudah diperoleh. Proses pembangunannya yang sederhana menjadi keunggulan yang tidak ditemukan pada kapal berbahan lain (baja, kayu, ferrocement). Namun, hingga saat ini literatur yang mendukung proses pembangunan kapal fiber masih sangat sedikit. Ini menyebabkan informasi tentang kapal fiber sulit untuk menyebar ke galangan-galangan kapal. Melalui Penelitian Unggulan perguruan Tinggi tahun 2013 yang dilakukan di Bengkalis, maka disajikan buku ini untuk menambah pengetahuan tentang teknik pembangunan kapal perikanan berbahan fiberglass. Diharapkan, melalui media ini, diperoleh ilmu yang memperkaya database pengembangan dan pembangunan kapal fiberglas di Indonesia. Akhir kata, untuk kesempurnaan buku ini, masukan dalam bentuk ide, sanggahan dan saran sangat diharapkan. Perbaikan menuju kesempurnaan adalah hal yang senantiasa terus dilakukan dalam menuangkan ide-ide yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan. Atas perhatian yang diberikan, kami mengucapkan terimakasih. Pekanbaru, Maret 2014
viii
Ucapan Terimakasih Banyak pihak-pihak yang telah berperan terhadap penyelesaian buku ini. Sumbangsih berharga yang tidak terbayarkan tersebut akan tetap terkenang dan sudah sepantasnya tertuang di dalam buku ini. Terimakasih disampaikan kepada Rektor Universitas Riau, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Ketua Lembaga Penelitian Universitas Riau, Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan pemanfaatan Sumberdaya Perairan, serta mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Peraiaran di antaranya Wenni Ririantika, Teguh, Hairul, Pilip, Syafriadi dan Dedi. Semoga peran berharga yang diberikan, diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
ix
Daftar Isi Sambutan .......................................................................................................................... vi Kata Pengantar.............................................................................................................. viii Ucapan Terimakasih .......................................................................................................ix Daftar Isi...............................................................................................................................x Daftar Gambar ................................................................................................................ xv Daftar Tabel.................................................................................................................. xviii BAB 1.
Pendahuluan ............................................................................... 1
1.1. Pendahuluan ................................ ................................ ..................... 1 1.2. Defenisi Kapal ................................................................................... 1 1.3. Klasifikasi Kapal Perikanan ......................................................... ...... 7 1.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Indonesia7 1.3.2 Klasifikasi Berdasarkan FAO (Food and Agriculture Organization)................................ ................................ ....................... 8
1.4. Klasifikasi Kapal Secara Umum ............................................. ......... 11 1.5. Kapal Aerostatic ................................ ................................ .............. 12 1.6. Kapal Hydrodynamic ...................................................................... 13 1.7. Kapal Hydrostatic ........................................................................... 14 1.8. Kapal Multi Lambung ................................ ................................ ..... 14 1.9. Nomenclature: ................................................................................ 14 1.10. Jenis Kapal Berdasarkan Bilangan Froude ................................ ... 16 1.11. Jenis Kapal Berkecepatan Tinggi ................................................. 17 1.12. Jenis Kapal Menurut Bahan atau Materialnya ............................. 18 1.13. Jenis Kapal Berdasarkan Alat Penggeraknya ............................... 20 1.14. Jenis Kapal Berdasarkan Mesin Penggerak Utama ..................... 21 1.15. Jenis Kapal Berdasarkan Fungsinya ............................................. 24 1.15.1 Kapal- Kapal Niaga................................ ................................ . 24 1.15.2 Kapal- Kapal Khusus ................................ ............................... 38
BAB 2.
Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) ................................ .......... 54 x
2.1. Pendahuluan ................................ ................................ ................... 54 2.2. Sekilas tentang FRP ........................................................................ 56 2.3. Keuntungan dan Kerugian Kapal Menggunakan FRP................... 57 2.4. Perbandingan FRP dengan Bahan Lain................................. ......... 58 2.5. Kapal Berbahan FRP ....................................................................... 60 BAB 3.
FRP dan Komponennya ....................................................... ..... 62
3.1. Penguatan Kaca ................................ ................................ .............. 63 3.1.1 Chopped Strand Mat (CSM): Mat dengan Serat Terpotong .. 64 3.1.2 Continuous Roving ................................ ................................ ... 64 3.1.3 Woven Roving (WR) ................................ ................................ . 65 3.1.4 Unidirectional Roving................................ ............................... 67 3.1.5 Glass Cloth (Kain Kaca)................................ ............................. 67 3.1.6 Surface Tissue Jaringan Permukaan ................................ ........ 68
3.2. Resin ................................ ................................ ................................ 68 3.2.1 Susunan atau Laminasi Resin................................ ................... 70 3.2.1 Resin Gelcoat ................................ ................................ ............ 71 3.2.2 Resin Putty ................................ ................................ ................ 71 3.2.3 Katalis dan Accelerators ................................ ........................... 72
BAB 4.
Pembuatan FRP ................................ ................................ ......... 74
4.1. Pendahuluan ................................ ................................ ................... 74 4.2. Fiberglass Untuk Kapal Perikanan ................................................. 77 4.2.1 Kayu dan Triplek ................................ ................................ ....... 77 4.2.2 Matriks (Resin) ................................ ................................ .......... 77 4.2.3 Dempul dan hardener (Katalis) ................................ ................ 80 4.2.4 Serat Penguat ........................................................................... 81 a.
Woven Roving ................................ ................................ ........... 81
b.
Chopped Strand Mat (CSM) ................................ ..................... 83
c.
Triaxal ........................................................................................ 85
4.2.5 Talk ................................ ................................ ............................ 85
xi
4.2.6 Pigmen ................................ ................................ ...................... 86 4.2.7 Lapisan Pelepas (Mold Release) .............................................. 87 4.2.8 Gelcoat /Topcoat ................................ ................................ ...... 87
BAB 5.
Pembangunan Kapal FRP Secara Umum ................................. 89
5.1. Bahan dan Peralatan....................................................................... 89 5.1.1 Bahan – Bahan ................................ ................................ .......... 90 5.1.2 Peralatan ................................ ................................ ................... 90 5.1.3 Proses Pembangunan Kapal ................................................. ... 91
5.2. Pembuatan Kapal Perikanan Fiberglass................................ ......... 97 5.2.1 Pencetakan Bagian Kapal ................................ ......................... 97 5.2.2 Penggabungan Cetakan........................................................... 98 5.2.3 Pemberian Wax ........................................................................ 98 5.2.4 Pemberian Warna Dasar (Gelcoat) ................................ .......... 98 5.2.5 Proses Laminasi (pelapisan bahan fiber) ................................ . 99 5.2.6 Pembuatan dan Pemasangan Tulangan Pada Cetakan.......... 99 5.2.7 Pemasangan floor (wrang) kapal ................................ ........... 100 5.2.8 Pemasangan sekat pada kapal ................................... ........... 100 5.2.9 Pengisian rongga-rongga kerangka kapal dengan foam atau busa ................................................................................................. 101
BAB 6.
Proses Pembuatan Prototipe Kapal Fiberglass ...................... 104
6.1. Pendahuluan ................................ ................................ ................. 104 6.2. Rencana Garis (Lines Plan) ........................................................... 104 6.3. Rencana Umum ............................................................................ 105 6.4. Pembuatan Cetakan ..................................................................... 106 6.5. Pembuatan Prototype Lanjutan ................................ ................... 118 6.5.1 Pembuatan Cetakan (Molding)................................ .............. 118 6.5.2 Waxing (Pengolesan Lapisan Lilin) ........................................ 119 6.5.3 Pengoleskan Campuran Katalis dan Resin ............................ 119 6.5.4 Melapisi dengan Susunan Mat ........................................... ... 120 6.5.5 Holding Time ................................ ................................ .......... 122 xii
6.5.6 Pengangkatan Kapal dari Cetakan ................................ ........ 122
6.6. Finishing Lambung Kapal ................................ ............................. 122 6.6.1 Pemasangan, Pembuatan Komponen dan Pengecatan. ..... 123
BAB 7.
Perbaikan Gelcoat ................................ ................................ ... 124
7.1. Perbaikan Gelcoat................................ ................................ ......... 124 7.2. Perbaikan Struktur FRP................................ ................................ . 134 BAB 8.
Peraturan Untuk Material Non-Metal ................................ .... 135
8.1. Pendahuluan ................................ ................................ ................. 135 8.2. Persyaratan Bahan dan Produksi ........................................ ......... 135 8.3. Definisi .......................................................................................... 135 8.3.1 Plastik diperkuat serat (FRP) .......................................... ........ 135 8.3.2 Resin Termoset ................................ ................................ ....... 135 8.3.3 Bahan Penguat ....................................................................... 136 8.3.4 Prepreg ................................................................................... 136 8.3.5 Laminasi .................................................................................. 136 8.3.6 Laminasi Sandwich ........................................................... ...... 136
8.4. Bahan ............................................................................................ 136 8.4.1 Resin Termoset ................................ ................................ ....... 136 8.4.2 Resin Gelcoat dan Resin Lapisan Atas ................................ ... 136 8.4.3 Resin laminasi ................................ ................................ ......... 137
8.5. Aditif ................................ ................................ .............................. 137 8.6. Bahan Penguat................................ ................................ .............. 138 8.7. Bahan Inti Konstruksi Sandwich ................................ ................... 139 8.7.1 Bahan Busa Padat ................................ ................................ ... 139 8.7.2 Kayu Balsa ................................ ................................ ............... 139 8.7.3 Prepreg ................................................................................... 140
8.8. Adhesif .......................................................................................... 140 8.9. Persetujuan Bahan ................................ ................................ ........ 141 8.10. Persyaratan Pabrik Pembuat ................................ ...................... 141
xiii
8.10.1 Umum ................................................................................... 141 8.10.2 Bengkel Laminasi................................ ................................ .. 142
8.11. Ruang Penyimpanan .................................................................. 142 8.12. Ketentuan Pemrosesan .............................................................. 143 8.12.1 Umum ................................................................................... 143 8.12.2 Persyaratan Cetakan ................................ ............................. 144
8.13. Pembentukan Laminasi ................................ .............................. 145 8.14. Penyemprotan Resin Serat-Gelas ................................... ........... 147 8.15. Pengeringan dan Pemanasan .................................................... 148 8.16. Perekatan .................................................................................... 148 8.16.1 Umum ................................................................................... 148 8.16.2 Perlakuan Awal Permukaan ................................................. 149 8.16.3 Proses................................ ................................ .................... 150
8.17. Pengedap ................................ ................................ .................... 150 8.18. Pengawasan Proses Pembuatan ................................................ 151 8.18.1 Umum ................................................................................... 151 8.18.2 Pemeriksaan bahan yang baru datang ............................... 151
8.19. Pengawasan Produksi................................................................. 152 8.20. Pengujian Konstruksi................................ ................................ .. 153
xiv
Daftar Gambar Gambar 1. Klasifikasi Kapal Perikanan (Dinariyana, 2011). ...................... 11 Gambar 2. Pengelompokan Jenis Kapal (Lewis, 1988). ............................ 12 Gambar 3. Kapal Catamaran (Lewis, 1988). ............................................. 15 Gambar 4. Jenis Advanced Marine Vehicles (Lewis, 1988). ..................... 18 Gambar 5. Jenis Utama Kapal dengan Kecepatan Tinggi dan Advanced Marine Vehicles (Lewis, 1988). .......................................................... ........ 18 Gambar 6. Kapal General Cargo................................................................ 25 Gambar 7. Cargo Passanger Ship. ............................................................ 26 Gambar 8. Passenger Ship Queen Mary 1 dengan panjang 345 m. ....... 27 Gambar 9. Kapal Timber Carrier................................. ............................... 29 Gambar 10. Kapal Tanker sedang Tahap Launching................................ 30 Gambar 11. Kapal Peti Kemas. ................................ ................................ .. 32 Gambar 12. Kapal Bulk Carrier dan Penampang Melintangnya. ............ 35 Gambar 13. Kapal Pendingin................................. ................................ .... 36 Gambar 14. Kapal Pengangkut Ternak. .................................................... 37 Gambar 15. Pengerukan Mekanis (Vlasblom, 2006). ............................... 39 Gambar 16. Kapal Keruk Mekanik (Vlasblom, 2003). ............................... 40 Gambar 17. Kapal Keruk Hidrolis (Vlasblom, 2003). ................................ 41 Gambar 18. Mashour.pada saat ini merupakan salah satu kapal cutter suction dreger terbesar di dunia (Vlasblom, 2003) .............................. .. 43 Gambar 19. Grab Dredger (Vlasblom, 2006). .......................................... 44 Gambar 20. Bucket ladder dredger (Vlasblom, 2006). ............................ 44 Gambar 21. Backhoe Dredger (Vlasblom, 2006). .................................... 45 Gambar 22. Dustpan Dredger (Vlasblom, 2006). ..................................... 46 Gambar 23. Kapal Tonda sedang Menarik Bulk Carrier. .......................... 48 Gambar 24. Kapal Ikan. ............................................................................. 49 Gambar 25. Kapal Pemadam Kebakaran. ............................................ ..... 50 Gambar 26. Kapal Peneliti. ........................................................................ 50 Gambar 27. Kapal Rumah Sakit Dr. Suharso (Dinariyana, 2011). ............ 51 Gambar 28. Kapal Perang................................. ................................ ......... 52 Gambar 29. Pembagian Kapal Berdasarkan Fungsi (Dinariyana, 2011). . 53 Gambar 30. Pekerja pembuat kapal sedang menyemprotkan serat CSM dengan polyester resin dengan menggunakan resin roller. ................... 55 xv
Gambar 31. Reinforcements manufacturing process. ............................. 62 Gambar 32. Glass reinforcements. ................................ ............................ 63 Gambar 33. Continuous Roving. ................................ ............................... 65 Gambar 34. Woven Roving. (http://www.yyltbx.cn/Eshowpic.asp?id=186 ) ................................ ................................ ................................ .................... 67
Gambar 35. Resin................................. ................................ ...................... 69 Gambar 36. Manufacture polyester resin. ................................................ 69 Gambar 37. Resin dalam Drum (A). ............................................ .............. 78 Gambar 38. Katalis (Sumber: McVeagh, et al.,2010). ............................... 81 Gambar 39. Woven Roving. ...................................................................... 82 Gambar 40. CSM. ................................ ................................ ....................... 84 Gambar 41. Kode CSM untuk Marine (McVeagh, et al.,2010). ................ 84 Gambar 42. CSM (Chopped Strand Mat)................................. ................. 85 Gambar 43. Talk (Ririantika, 2013). ................................ ........................... 85 Gambar 44. Pigmen. ................................ ................................ .................. 86 Gambar 45. Mold Release Wax. ................................ ................................ 87 Gambar 46. Gelcoat. ................................ ................................ .................. 88 Gambar 47. Proses pembuatan cetakan. ................................ .................. 92 Gambar 48. Proses Pengerjaan Lambung Kapal. ..................................... 93 Gambar 49. Pembuatan Frame dan Ruangan dalam Kapal Fiber. .......... 93 Gambar 50. Proses Joint Block. ................................ ................................ . 94 Gambar 51. Pembuatan Assesoris. ........................................................... 95 Gambar 52. Gambar 118. Outboard Engine (A). Inboard Engine (B). Sumber: http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuat-kapaldari-fiber_06.html ...................................................................................... 96 Gambar 53. Pemasangan Penguat.......................................................... 100 Gambar 54. Pendempulan Cetakan. ................................ ....................... 102 Gambar 55. Perbaikan Cetakan dengan Gerinda. ................................ .. 103 Gambar 56. Rencana Garis Kapal di Desa Meskom ............................... 105 Gambar 57. Rencana Umum Kapal di Desa Meskom ............................ 106 Gambar 58. Cetakan Berbahan Fiberglass.............................................. 107 Gambar 59. Proses Pembersihan Cetakan ............................................. 108 Gambar 60. Hasil Cetakan Model Kapal ................................ ................. 109 Gambar 61. Pengolesan Wax Pada Cetakan Plat Fiber .......................... 110 Gambar 62. Persiapan Serat CSM ................................ ........................... 111 xvi
Gambar 63. Persiapan Resin Untuk Laminasi Plat ................................. 111 Gambar 64. Persiapan Campuran Resin ................................................. 112 Gambar 65. Proses Laminasi ................................ ................................ ... 112 Gambar 66. Proses Laminasi ................................ ................................ ... 113 Gambar 67. Plat Fiber Tipis ..................................................................... 113 Gambar 68. Proses Merapikan Prototipe ..................................... .......... 114 Gambar 69. Proses Pengecatan Lambung Kapal Dengan Cat Dasar .... 115 Gambar 70. Proses Pengecatan Rumah Kapal Dengan Cat Dasar. ....... 115 Gambar 71. Proses Pengecatan Dengan Cat Lapis Kedua .................... 116 Gambar 72. Hasil Pengecatan pada Lambung ................................ ....... 116 Gambar 73. Prototipe Kapal FRP ............................................................ 117 Gambar 74. Pembuatan Cetakan Dari Triplek (A). Potongan Stasion Model Kapal................................ ................................ ............................. 118 Gambar 75. Proses Penyambungan Model (A). Cetakan Model Kapal (B). ................................ ................................ ................................ .................. 119 Gambar 76. Wax yang Digunakan ................................ .......................... 120
Gambar 77. Campuran Resin dan Katalis ................................ ............... 120 Gambar 78. Pelapisan Mat ................................ ................................ ...... 121 Gambar 79. Lambung Model Kapal yang Telah Jadi. Sumber: http://timroboboatppns.wordpress.com/proses-pembuatan-kapal/ ... 122 Gambar 80. Proses Finishing dan Penambahan Assesoris .................... 123 Gambar 81. Kesalahan Gelcoat – kerutan (wrinkling)atau alligator ...... 128 Gambar 82. Kesalahan Gelcoat – Pori-pori (pinholing) ......................... 129 Gambar 83. Kesalahan Gelcoat – penempelan yang kurang kuat (poor adhesion) ................................................................................................. 129 Gambar 84. Kesalahan Gelcoat - Pola serat fibre patterns .................... 130 Gambar 85. Kesalahan Gelcoat – mata ikan (fish eyes) ......................... 130 Gambar 86. Kesalahan Gelcoat – melepuh (blisters) ............................. 131 Gambar 87. Kesalahan Gelcoat – retak-retak (crazing) ......................... 131 Gambar 88. Kesalahan Gelcoat – Retak bintang (star crazing) ............. 132 Gambar 89. Kesalahan Gelcoat – tambalan kering internal (internal dry patches)................................ ................................ ................................ .... 133 Gambar 90. Kesalahan Gelcoat –luluh/lepas (leaching) ........................ 133 Gambar 91. Kesalahan Gelcoat –blister. ................................ ................. 134
xvii
Daftar Tabel Tabel 1. Klasifikasi Kapal Perikanan berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. ..................................................................................... 8 Tabel 2. Klasifikasi Kapal Perikanan berdasarkan ISSCFV .......................... 9 Tabel 3. Tabel Perbandingan Kekuatan Maksimum beberapa material . 59
xviii
BAB 1. Pendahuluan
1.1. Pendahuluan Sebelum membahas lebih lanjut tentang teknik pembangunan kapal fibreglass atau yang lebih dikenal dengan istilah kapal FRP ( Fibreglass Reinforced Plastic), terlebih dahulu defenisi umum tentang kapal dan pembagiannya serta segala sesuatu yang berhubungan dengan kapal dijelaskan lebih detail. Hal ini bermanfaat untuk mempermudah mengenal dan memahami kapal, jenis-jenisnya bahan untuk pembuat kapal.
1.2. Defenisi Kapal Dalam beberapa artikel berbahasa Inggris istilah kapal ( ship, vessel), perahu (boat), rakit (raft), kapal kecil (craft) sering ditemukan dan terkadang sulit untuk membedakan. Untuk itu, diperlukan pemahaman terhadap istilah-istilah tersebut untuk Istilah vessel mencakup semua istilah yang menggambarkan benda mengapung yang digunakan untuk mengangkut orang atau benda (people or goods). Umumnya kapal ( vessel) yang lebih kecil dan kurang kompleks disebut perahu (boat), sementara kapal (vessel) yang lebih besar dan lebih kompleks disebut kapal ( ship) atau dalam istilah bahasa inggris dijelaskan smaller and less complex vessels are 'boats' and more complex vessels are 'ships'. Sebagai aturan umum, sebuah perahu ( boat)
dapat ditempatkan di atas sebuah kapal (ship), tetapi sebuah kapal (ship) tidak dapat ditempatkan di atas perahu ( boat). Secara khusus, perahu (boat) memiliki ukuran dari yang kecil hingga menengah dan dilengkapi dengan lambung serta digerakkan oleh layar, mesin, atau kekuatan manusia. Sebagai contoh rakit ( raft) dicirikan dengan tidak memiliki lambung (has no hull); sehingga tidak benar jika menyebut rakit sebagai perahu. Istilah yang sesuai untuk rakit lebih tepat adalah life raft. Tetapi beberapa jenis kapal selalu dikategorikan sebagai perahu (boat), tanpa memandang ukuran atau kompleksitas. Sebagai contoh kapal selam ( submarine), kapal perikanan (fishing boat / fishing vessel dan tongkang ( barge). Kapal-kapal tersebut termasuk dalam kategori boat. Istilah kapal (ship) merupakan kapal (vessel) yang ukurannya lebih besar, dibangun untuk mengangkut baik penumpang atau kargo. Jenis kapal ini misalnya kapal pesiar (cruise ship), kontainer, kapal perang dan lain-lain. Dalam International Convention for the Safety of Life at Sea - Chapter I General Provisions - Part A - Application, definitions, etc. Regulation 2 Definitions (SOLAS, 2009) dijelaskan beberapa defenisi tentang kapal dan regulasi yang berlaku, misalnya: a) Pelayaran internasional merupakan pelayaran dari suatu negara ke negara yang menerapkan konvensi SOLAS ke pelabuhan di luar negara tersebut atau sebaliknya ( International voyage means a voyage from a country to which the present Convention applies to a port outside such country, or conversely).
i.
Penumpang adalah setiap orang selain (A passenger is every person other than);
ii.
Nahkoda dan anggota kru atau orang lain yang dipekerjakan atau melakukan bisnis dalam segala kapasitasnya di dalam kapal tersebut ( the master and 2
the members of the crew or other persons employed or engaged in any capacity on board a ship on the business of that ship).
b) Anak di bawah umur satu tahun ( a child under one year of age). c) Kapal penumpang adalah kapal yang membawa lebih dari dua belas penumpang (a passenger ship is a ship which carries more than twelve passengers). d) Kapal kargo adalah segala kapal yang bukan kapal penumpang. (A cargo ship is any ship which is not a passenger ship). e) Kapal tanker adalah kapal kargo yang dibangun dan disesuaikan untuk mengangkut muatan curah dan cair yang mudah terbakar. (A tanker is a cargo ship constructed or adapted for the carriage in bulk of liquid cargoes of an inflammable nature).
f)
Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan, ikan paus, anjing laut, beruang laut atau sumber daya kehidupan di laut. (A fishing vessel is a vessel used for catching fish, whales, seals, walrus or other living resources of the sea).
g) Kapal nuklir adalah kapal yang dilengkapi dengan instalasi nuklir. (A nuclear ship is a ship provided with a nuclear power plant). h) Kapal baru adalah kapal yang lunasnya dibangun atau dalam tahap pemabngunan yang sama pada atau setelah 25 Mei 1980. (New ship means a ship the keel of which is laid or which is at a similar stage of construction on or after 25 May 1980). i)
Kapal existing (kapal yang ada) adalah kapal bukan kapal baru. (Existing ship means a ship which is not a new ship).
Penjelasan yang diberikan SOLAS tentang kapal perikanan masih secara umum. Kemudian, berdasarkan Keputusan Menteri Perikanan dan
3
Kelautan (KEP.MEN, 2008), penjelasan tentang kapal perikanan dan yang berhubungan dengan kapal perikanan didetailkan lagi menjadi: Kapal Perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/ eksplorasi perikanan. a) Kapal Penangkapan Ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan, termasuk penampung, menyimpan, mendinginkan, dan/atau mengawetkan. b) Kapal Pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangkut ikan, termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan, dan/atau mengawetkan. c) Satuan armada penangkapan ikan adalah Kelompok kapal perikanan yang dipergunakan untuk menangkap ikan yang dioperasikan dalam satu kesatuan sistem operasi penangkapan, yang terdiri dari kapal penangkap ikan, kapal pengangkut ikan, dengan atau tanpa kapal lampu, dan secara teknis dirancang beroperasi optimal apabila dalam satu kesatuan sistem operasi penangkapan. d) Alat Penangkap Ikan adalah Sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan (PERMEN, 2010) juga diberikan defenisi yang sama tentang kapal perikanan, namun ditambah dengan penjelasan lain tentang laik laut kapal perikanan, misalnya: a) Surat laik operasi kapal perikanan, yang selanjutnya disebut SLO, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa kapal
4
perikanan telah memenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis untuk melakukan kegiatan perikanan. b) Surat izin usaha perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. c) Surat izin penangkapan ikan, yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP. d) Surat izin kapal pengangkut ikan, yang selanjutnya disebut SIKPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan. e) Surat keterangan aktivasi transmitter, yang selanjutnya disebut SKAT, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa kapal perikanan telah terpantau oleh sistem pemantauan kapal perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. f)
Hasil pemeriksaan kapal, yang selanjutnya disebut HPK, adalah formulir yang memuat hasil pemeriksaan kapal perikanan yang dibuat oleh Pengawas Perikanan sebagai dasar penerbitan SLO dan berlaku sebagai berita acara.
g) Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. h) Pengawas Perikanan adalah pegawai negeri sipil, baik yang berstatus Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan maupun nonPenyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, yang diangkat dan ditunjuk oleh Menteri Kelautan dan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk, untuk melakukan kegiatan pengawasan perikanan.
5
i)
Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
j)
Pelabuhan pangkalan adalah pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum di Indonesia yang ditunjuk sebagai tempat kapal perikanan berpangkalan untuk melakukan pendaratan hasil tangkapan, mengisi perbekalan, atau keperluan operasional lainnya, dan/atau memuat ikan untuk kapal pengangkut ikan yang tercantum dalam SIPI atau SIKPI.
k) Nakhoda kapal perikanan adalah salah seorang dari awak kapal perikanan yang menjadi pimpinan tertinggi di kapal perikanan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari penjelasan yang diberikan melalui badan dunia dan pemerintahan tersebut, defenisi tentang kapal mengacu secara umum terhadap bangunan yang mengapung untuk mengangkut benda dan orang. Sangat jelas tersirat bahwa kapal yang didefenisikan menggunakan mesin penggerak,atau dengan tenaga lainnya untuk beroperasi. Seperti dijelaskan sebelumnya dan juga dalam Undang-Undang RI No. 31 tahun 2004 tentang kapal perikanan, didefenisikan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Beberapa pendapat yang sama juga diberikan para pakar untuk menjelaskan defenisi kapal perikanan, misalnya: a) Sname menyatakan bahwa kapal perikanan adalah suatu bangunan (sarana) apung yang berfungsi untuk mengangkut barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dan sebagai 6
tempat bekerja (working area) orang-orang yang ada di dalam kapal tersebut. Kapal ikan termasuk ke dalam definisi ini karena kapal ikan mengangkut hasil tangkapan dari fishing ground ke pelabuhan atau sekaligus sebagai tempat bekerja dari nelayan. b) Kapal merupakan sarana untuk menunjang operasi penangkapan ikan agar dapat lebih efesien dan efektif dengan tujuan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal (P4TKP, 2010) c) Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha budidaya sumberdaya perairan, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. d) Boxton (1987) mendefenisikan kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan untuk usaha-usaha menangkap ikan dan mengumpul sumberdaya perairan atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penelitian, kontrol, survey dan lain sebagainya.
1.3. Klasifikasi Kapal Perikanan 1.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Indonesia
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (DKP, 2006), kategori dan ukuran perahu/kapal perikanan untuk setiap jenis alat tangkap dibedakan berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu: 1) perahu tanpa motor (non-powered boat) dan perahu/ kapal (powered boat), seperti terlihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Klasifikasi Kapal Perikanan berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Kategori Kapal Tanpa Motor (Non-Powered Boat) Perahu/Kapal (Powered Boat)
Jenis Jukung Perahu Papan (Plank Built Boat) Motor Tempel Kapal Motor
Ukuran Kecil Sedang Besar < 5 GT 10 – 20 GT 20 – 30 GT 30 – 50 GT 50 – 100 GT 100 – 200 GT 200 – 300 GT 300 – 500 GT 500 – 1000 GT ≥ 1000 GT
1.3.2 Klasifikasi Berdasarkan FAO (Food and Agriculture
Organization) Sesuai dengan Standar International Klasifikasi Statistik Kapal Perikanan (International Standard Statistical Classification of Fishing Vessels, ISSCFV – FAO 1985), kapal perikanan terbagi atas 2 (dua) jenis kapal perikanan, yakni: 1. Jenis kapal penangkap ikan 2. Jenis kapal bukan penangkap ikan (kapal perikanan lainnya). Jenis kapal penangkap ikan terbagi atas 11 (sebelas) tipe kapal dan kapal perikanan lainnya terbagi atas 7 (tujuh) tipe kapal. Klasifikasi kapal dengan menggunakan “singkatan standar” dan ”kode ISSCFV” sesuai dengan Standar Internasional Klasifikasi Statistik Kapal Perikanan, seperti terlihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Klasifikasi Kapal Perikanan berdasarkan ISSCFV No. 1.
Klasifikasi Kapal Perikanan Kapal Penangkap Ikan a) Kapal Pukat Tarik 1. Kapal Pukat Tarik Samping a. Perikanan Basah b. Pembekuan Ikan 2. Kapal Pukat Tarik Buritan a. Perikanan Basah b. Pembekuan Ikan c. Pabrikan 3. Kapal Pukat Tarik 4. Kapal Pukat Tarik tdt*) b) Kapal Pukat 1. Kapal Pukat Cincin a. Tipe Amerika Utara b. Tipe Eropa 2. Kapal Pukat Cincin Tuna 3. Kapal Pukat Kantong 4. Kapal Pukat tdt*) c) Kapal Penggaruk 1. Menggunakan Penggaruk Perahu 2. Menggunakan Penggaruk Mekanis 3. Kapal Penggaruk tdt*) d) Kapal Jaring Angkat 1. Menggunakan Perahu untuk Pengoperasian Jaring 2. Kapal Jaring Angkat tdt*) e) Kapal Jaring Insang f) Kapal Pemasang Perangkap 1. Kapal Pemasang Perangkap 2. Kapal Pemasang Perangkap tdt*) g) Kapal Tali Pancing 1. Kapal Pancing Tangan 2. Kapal Rawai 3. Kapal Rawai Tuna 4. Kapal Pancing Joran (huhate) a. Tipe Jepang b. Tipe Amerika
9
Singkatan
Kode ISSCFV
TO TS TSW TSF TT TTW TTF TTP TU TOX SO SP SPA SPE SPT SN SOX DO DB
01.0.0 01.1.0 01.1.1 01.1.02 01.2.0 01.2.1 01.2.2 01.2.3 01.3.0 01.9.0 02.0.0 02.1.0 02.1.1 02.1.2 02.1.3 02.2.0 02.9.0 03.0.0 03.1.0
DM
03.2.0
DOX NO NB
03.9.0 04.0.0 04.1.0
NOX GO WO WOP
04.9.0 05.0.0 06.0.0 06.1.0
WOX
06.9.0
LO LH LL LLT LP
07.0.0 07.1.0 07.2.0 07.2.1 07.3.0
LPJ LPA
07.3.1 07.3.2
5. Kapal Pancing Tunda 6. Kapal Tali Pancing tdt*) h) Kapal Menggunakan Pompa untuk Penangkapan i) Kapal Seba Guna/Aneka Guna 1. Kapal Pukat Pancing Tangan 2. Kapal Pukat Tarik-Pukat Cincin 3. Kapal Pukat Tarik-Jaring Hanyut 4. Kapal Seba Guna tdt*) j) Kapal Penangkapan untuk Rekreasi
LT LOX PO
07.4.0 07.9.0 08.0.0
MO
09.0.0
MSN
09.1.0
MTS
09.2.0
MTG
09.3.0
MOX RO
09.9.0 10.0.0
*)tidak terdeteksi Menurut Fyson (Fyson, 1985), metode utama pengoperasian kapal perikanan dibagi menjadi 3 yaitu: 1) Pengoperasian dilingkarkan (Encircling Gear) Contoh: purse seiner, gilnet yang dilingkarkan, payang, dogol 2) Pengoperasiannya ditarik (Towed/Dragged Gear). Contoh: dredging, cantrang, pukat ikan, bottom trawling, lampara, tonda 3) Pengoperasiannya bersifat diam/pasif (static gear) atau diam. Contoh: Gillneter, jaring rampus, jaring klitik, lift net, set gilnet. Beberapa literatur membagi kapal ikan sesuai dengan Gambar 1.
10
Vessels which tow net or dredges
Vessels which use surround method of catching
Vessels which use static means of fishing
Gambar 1. Klasifikasi Kapal Perikanan (Dinariyana, 2011).
1.4. Klasifikasi Kapal Secara Umum Jenis-jenis kapal itu sangat banyak. Namun secara umum pengelompokan semua jenis kapal dapat dilakukan menurut bentuk lambung dan gaya apungnya ( physical support). Menurut pengelompokan ini, kapal dibagi menjadi 4 bagian. Yang pertama adalah kapal yang lambungnya bergerak di atas permukaan air (aerostatic support). Yang kedua adalah kapal yang lambungnya sebagian kecil terendam air (tercelup di dalam air atau hydrodynamic support). Yang ketiga adalan kapal yang bergerak di air ( hydrostatic support). Dan yang terakhir adalah kapal dengan multi lambung. Pengelompokan ini menjadikan garis air sebagai dasar pengelompokan atau bentuk bagian bawah kapal yang masuk ke dalam air. Karena lingkungan kerja jenis kapal tersebut berbeda maka karakteristik bentuk lambung ketiga jenis kapal tersebut juga berbeda (FTK ITS, 2003). Pengelompokan kapal berdasarkan bentuk lambung dan pendukung fisik dapat dilihat dalam Gambar 2.
11
Gambar 2. Pengelompokan Jenis Kapal (Lewis, 1988).
1.5. Kapal Aerostatic Kapal Aerostatic mengapung akibat adanya gaya dorong udara di bawah lambungnya. Kapal ini memiliki sirkulasi udara angkat (kipas udara) yang mengatur tekanan udara di bawah badan kapal ( aerostatic support). Aliran udara ini harus cukup besar untuk bisa mengangkat badan kapal keluar dari air. Kapal jenis ini mempunyai berat yang ringa. Karena tahanan udara jauh lebih rendah dari tahanan air dan tidak bersinggungan dengan gelombang air membuat kapal ini mempunyai kecepatan yang tinggi. Tipe pertama kapal jenis ini memiliki “sarung” yang mengelilingi kapal dan membendung tekanan udara di bawah kapal agar tidak keluar sehingga kapal secara keseluruhan mampu terangkat dari air. Kapal ini disebut sebagai hovercraf t atau air cushion (kapal berbantal udara). Karena kemampuannya vehicle-ACV mengambang dan bantal udara yang flexible kapal ini juga dapat bergerak di darat (amfibi) (FTK ITS, 2003). Hovercraft memiliki kipas udara di bawah badan kapal untuk mendapatkan gaya angkat
12
Tipe lain dari kapal berbantal udara adalah jenis yang memiliki dinding selubung baja tipis yang berada di bawah air untuk mengurangi kebutuhan jumlah aliran udara di bawah badan kapal yang diperlukan untuk mengangkatnya. Tipe ini disebut captured air bubble vehicle-CAB (kapal gelembung udara). Kapal ini memerlukan kipas udara tidak sebanyak yang diperlukan hovercraft, lebih kokoh dan stabil, dan dapat menggunakan mesin pendorong jet air ataupun baling-baling supercavitating. Tetapi kapal ini tidak tergolong amphibi dan meskipun tidak sepopuler hovercraft namun sangat baik digunakan sebagai kapal feri untuk penumpang dan mengangkut mobil juga dipakai sebagai kapal pendaratan helikopter. Daerah operasi kapal ini cocok untuk laut yang tidak berombak seperti terusan, selat, dan daerah kutub (FTK ITS, 2003). Kapal CAB (capture air buble) beroperasi pada air yang relatif tenang.
1.6. Kapal Hydrodynamic Kapal ini bergantung pada kecepatan yang mengangkat sebagian lambungnya keluar dari air (hydrodynamic support). Dengan kecilnya badan kapal yang bersentuhan dengan air maka kecil juga jumlah tahanan/hambatan air yang diderita. Bentuk badan kapal dirancang mengikuti hukum hidrodinamika di mana setiap benda yang bergerak yang dapat menciptakan aliran non-simetris menimbulkan gaya angkat yang tegak lurus dengan arah gerak . Seperti sayap pesawat terbang yang bergerak di udara akan memberi gaya angkat. Salah satu kapal jenis ini menggunakan hidrofoil yang diletakkan di bawah lambung kapal dan memberikan gaya angkat ketika kapal bergerak, sehingga lambung kapal keluar dari air. Jenis lain adalah kapal dengan lambung berbentuk V (planning hull), khususnya pada bagian depan. Ketika kapal bergerak body kapal menerima gaya angkat, sehingga bagian depan kapal keluar dari air sedangkan bagian belakang tetap terendam. Umumnya kapal model ini berukuran kecil dan punya kecepatan tinggi, beroperasi pada air yang relatif tenang, meski ada juga kapal planning dengan bentuk V yang tajam dan beroperasi pada air yang bergelombang (FTK ITS, 2003). Pada kapal planing hull, bagian depan kapal terangkat ketika melaju pada kecepatan tinggi. 13
1.7. Kapal Hydrostatic Kapal hidrostatik adalah kapal dengan displasemen yang besar dan sebagian besar lambungnya tercelup air. Tipe ini adalah tipe paling kuno dan paling umum dari segala jenis kapal, berkecepatan relatif rendah karena harus mengatasi tahanan air yang besar. Kemampuannya mengapung didasarkan pada hukum arsimedes di mana gaya apung yang didapat sebanding dengan berat air yang dipindahkanya (hydrostatic support). Umumnya kapal ini disebut sebagai kapal dengan lambung displacement (displacement = berat air yang dipindahkannya). Kapal displacement bisa berukuran sangat besar, punya daya angkut yang baik seperti kapal kargo, tangker, penumpang, kapal induk, dan kapal ikan. Karena daya angkut yang besar kapal ini punya kemampuan pelayaran sangat jauh dibandingkan dengan dua kategori sebelumnya yang beroperasi pada jarak dekat. Kapal displacement adalah kapal segala musim, dengan kemampuan daerah pelayaran dari air tenang sampai berombak.
1.8. Kapal Multi Lambung Kapal multi lambung adalah kapal yang terdiri dari lebih dari satu lambung. Misalnya bila 2 lambung disebut dengan nama catamaran (lambung ganda) (Gambar 3), tiga lambung disebut dengan trimaran (lambung tiga), dan kapal empat lambung atau pentamaran. Tipe ini tidak termasuk pada tiga kategori di atas tetapi memiliki semua gaya support yang hydrostatic dan hydrodynamic. Kapal ini mempunyai lambung yang besar, mempunyai kecepatan beragam, dari kapal kecepatan tinggi hingga rendah. Baik untuk keperluan penelitian biota laut karena lambung gandanya memudahkan penurunan peralatan ke laut lepas.
1.9. Nomenclature: Aerostatic Displacement
: :
daya angkat tekanan udara Volume air yang dipindahkan oleh badan kapal. 14
Hydrofoil
:
Hydrodynamic
:
Hydrostatic
:
Parallel middle body
:
Planing Hull
:
Supercavitating
:
Benda yang mirip bentuk sayap pesawat terbang yang diletakan di bawah lambung kapal untuk memperoleh daya angkat ketika kapal bergerak. Daya angkat karena perbedaan tekanan yang dihasilkan oleh suatu benda yang bergerak. Daya angkat yang diperoleh dari tekanan air yang dipindahkan. Bentuk badan kapal di bagian tengah yang memiliki ukuran yang sama. Lambung berbentuk V yang dapat memberikan gaya hydrodynamic. Penurunan tekanan yang drastis di bawah air sehingga menimbulkan gelumbung gas.
Gambar 3. Kapal Catamaran (Lewis, 1988).
15
1.10. Jenis Kapal Berdasarkan Bilangan Froude Bilangan Froude ( Froude Number )
Angka/bilangan Froude dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan jenis kapal apakah dalam kategori kapal cepat dan kapal non-cepat yang tentunya pemilihan koefisien bentuk kapal dalam perancangan. Bila bilangan Froude (Fn) tinggi maka kapal tersebut masuk dalam kategori kapal cepat, sedangkan bila nilai Fn rendah, maka kapal tersebut masuk dalam kategori kapal non-cepat. Bilanga Froude dirumuskan dengan
Fn =
V g. L
Di mana V adalah kecepatan kapal, g adalah gravitasi dan L adalah panjang kapal. Range Bilangan Froude dalam kapal dibagi menjadi: 0 – 0.18 Froude Number untuk kapal non-cepat 0.20 – 0.23 Froude Number untuk kapal sedang 0.30 – 0.35 Froude Number untuk kapal cepat > 0.5 Froude Number untuk kapal super cepat Baird (Baird, 1998) menjelaskan bahwa kapal berkecepatan tinggi (highspeed vessel) merupakan kapal (craft) dengan kecepatan operasi maksimum (maximum operating speed) lebih tinggi dari 30 knots, di mana ditinjau dari aspek hidrodinamika, kapal tersebut memiliki angka Froude lebih besar dari 0,4. Kapal cepat (fast vessel) memiliki karakteristik yang didukung dengan lambung yang tercelup dengan air (submerged hull), sama seperti monohull dan katamaran. Tekanan yang terjadi pada kapal ini dibagi menjadi tekanan hidrostatik dan tekanan hidrodinamika
16
Tekanan hidrostatik memberikan gaya tekan ke atas ( buoyancy force) yang sebanding dengan volume displasemen kapal. Tekanan hidrodinamika bergantung kepada aliran di sekitar lambung dan kirakira sebanding dengan kuadrat kecepatan. Secara kasar dapat dikatakan, gaya tekan ke atas mendominasi relatif terhadap pengaruh gaya hidrodinamika ketika Fn mendekati kurang dari 0.4. Kapal dengan lambung tercelup (submerged hull) didukung dengan kecepatan operasi maksimum dalam bilangan Froude ini disebut kapal displasmen (displacement vessel) (Faltinsen, 2005). Ketika angka Froude > 1,0 hingga 1,2; gaya hidrodinamika sebagian besar mengatasi berat kapal. Kapal yang memiliki bilang Froude tersebut dinamakan dengan planning vessel. Sedangkan jika kapal beroperasi dengan kecepatan maksimum dalam range 0,4-0,5 1,01,2. 3. Semi displacement vessel adalah kapal yang memiliki bilangan Froude 0,4-0,5
1.11. Jenis Kapal Berkecepatan Tinggi Kapal High Speed Craft dan Advance Marine Vehicles dikelompokkan menjadi 4 yaitu kategori mono-hull, multi-hull, hydrofoil dan air supported craft. Yang termasuk dalam kelompok monohull adalah Round-Bottom Hull, Hard-Chine Planning Craft (Gambar 4 dan 5). Sedangkan yang termasuk ke dalam kelompok multihull adalah Small Water Plane Area Twin Hull. Kelompok hydrofoil adalah Submerged Foils dan Surface-Piercing Foils. Sedangkan yang termasuk dalam Air
17
Supported Craft adalah Surface Effect Ships (SES) dan Air Cushion Vehicle (ACV).
Gambar 4. Jenis Advanced Marine Vehicles (Lewis, 1988).
Gambar 5. Jenis Utama Kapal dengan Kecepatan Tinggi dan Advanced Marine Vehicles (Lewis, 1988).
1.12. Jenis Kapal Menurut Bahan atau Materialnya Ada berbagai bahan atau material untuk membangun kapal, misalnya fiberglass, kayu, baja, aluminium, ferrocement, dll. Pemilihan bahan 18
kapal tersebut tergantung maksud dan tujuan kapal tersebut di bangun. Selain itu faktor ekonomis juga menjadi pertimbangan pemilihan jenis bahan pembuat kapal. utama. Jenis kapal menurut bahan atau materialnya adalah: 1.
Kapal kayu
Sesuai dengan namanya, kapal kayu adalah kapal yang seluruh konstruksi badan kapal tersebut dibuat dari kayu. Kapal dengan jenis ini ukurannya biasanya terbatas misalnya hanya sampai pada kapal berukuran sedang dan kecil. Kapal kayu banyak digunakan oleh nelayan tradisional sebagai kapal penangkap ikan. Selain itu, banyak juga kapal kayu yang digunakan sebagai kapal pengangkut barang, atau ternak. Kayu yang dipakai harus memenuhi standar kelas awet dan kekuatanya yang telah diatur oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Demikian juga proses pembuatan kapal kayu dan perawatan harus memenuhi standar dari BKI. Syarat kayu untuk konstruksi sebuah kapal adalah: a) b) c) d) e) 2.
Kayu harus memiliki kualitas yang baik. Kayu diusahakan tidak memiliki celah, atau pecah-pecah. Kayu tidak berlubang pada lingkaran tahun. Kayu harus tahan terhadap air, cuaca, jamur, serangga. Kayu tidak mudah lengkung.
Kapal fiberglass
Kapal fiberglass adalah kapal yang seluruh kontruksi badan kapal dibuat dari fiberglass,. Ukuran kapal fiber jenis biasanya tidak terlalu besar, bahkan tergolong kapal kecil. Kapal fiber biasanya diterapkan pada kapal penangkap ikan, keperluan olah raga, speed boat, kapal pengawas pantai dan lain-lain. Pembuatan kapal fiberglass lebih mudah, konstruksi sederhana, kapal dapat dibuat secara seri dan lebih ringan dari kayu, kapal fiberglass perawatan juga lebih lebih sederhana karena tahan terhadap korosi, tidak ada sambungan, tidak ada penyusutan dan tidak ada binatang laut yang menempel.
19
3.
Kapal ferrocement
Kapal ferrocement adalah kapal yang dibuat dari bahan semen yang diperkuat dengan besi beton/baja sebagai tulang-tulangnya. Karena membutuhkan teknologi yang tinggi kapal jenis ini masih sangat terbatas. 4.
Kapal baja
Kapal baja adalah kapal yang seluruh konstruksi badan kapal dibuat dari baja. Kapal jenis ini paling banyak kita jumpai dilapangan, baik berukuran kecil sampai kapal-kapal besar.
1.13. Jenis Kapal Berdasarkan Alat Penggeraknya Penggerak kapal terdiri dari berbagai jenis, misalnya: 1.
Kapal dengan alat penggerak layar.
Dulu, kapal banyak yang digerakkan dengan layar, baik untuk ukuran sedang dan kecil. Namun sekarang kapal tersebut tidak lagi dijumpai pada kapal-kapal sedang, melainkan hanya pada kapal-kapal kecil. Kapal ini digerakkan oleh bantuan angin. Karena ketergantungan terhadap alam, maka beberapa kapal jenis ini juga ada yang dilengkapi dengan motor untuk keperluan olah gerak di pelabuhan, jika sudah berada di tengah laut maka layar baru dipergunakan. 2.
Kapal dengan alat penggerak paddle wheel.
Kapal ini digerakkan oleh putaran roda dibantu dengan mesin. Paddle wheel dipasang dikiri dan kanan kapal dan gerak putarnya dibantu oleh mesin. Umumnya digunakan di daerah yang mempunyai perairan yang
20
tenang misalnya di danau, sungai sebagai kapal-kapal wisata atau pesiar. 3.
Kapal dengan alat penggerak jet propultion.
Prinsip pergerakan dengan menggunakan jet propultion adalah air diisap melalui saluran di depan lalu didorong ke belakang dengan pompa hingga menimbulkan impuls (jet air ke belakang). Sistem ini banyak dijumpai pada tug boat tetapi fungsinya untuk mendorong bukan menarik. Selain itu juga terdapat pada kapal wisata. 4.
Kapal dengan alat penggerak propeller (baling-baling).
Kapal ini bergerak karena putaran baling yang menghasilkan gaya dorong. Propeller dipasang di belakang badan kapal sehingga aliran air menuju propeller, kemudian propeller berputar sehingga ada gaya dorong (thrust) yang menyebabkan kapal bergerak ke depan. Alat penggerak dengan menggunakan propeller merupakan alat gerak yang paling banyak digunakan dan dikembangkan sampai saat ini. Ada berbagai jenis propeller, dan pemilihan tipe propeller ini disesuaikan dengan jenis kapal dan efisiensi yang dihasilkan.
1.14. Jenis Kapal Berdasarkan Mesin Penggerak Utama Mesin penggerak utama atau mesin induk kapal memiliki berbagai jenis. Pemilihan mesin induk didasarkan pada faktor ekonomis dan faktorfaktor desain akan menentukan mesin jenis apa yang cocok untuk dipasang pada sebuah kapal. Jenis-jenis yang biasa dipakai dalam mesin utama kapal antara lain: 1.
Steam Reciprocating Engine
21
Steam reciprocating engine adalah kapal yang menggunakan mesin uap torak sebagai mesin utamanya, biasanya yang dipakai adalah triple expansion engine (bersilinder tiga) atau double Compound engine. Keuntungan menggunakan jenis mesin ini adalah pemakaian dan pengontrolannya mudah. Kemudian mesin ini mudah diputar balik (reversing) dan mempunyai kecepatan putar yang sama dengan perputaran propeller. Sedangkan kerugiannya adalah konstruksinya berat dan memakan banyak tempat serta pemakaian bahan bakar yang boros. 2.
Steam Turbine
Steam turbin adalah kapal yang menggunakan mesin turbin uap di mana tenaga yang dihasilkan sangat rata ( uniform) dan efisien, baik pada tekanan tinggi ataupun rendah. Kelemahan mesin ini adalah tidak dapat berputar balik atau non reversible sehingga diperlukan reversing turbine khusus untuk keperluan tersebut. Putarannya sangat tinggi sehingga reduction propeller gear sangat diperlukan untuk menormalkan putaran propeller tersebut. Kelebihan mesin ini adalah adalah getaran (vibration) yang diberikan sangat kecil dan pemakaian bahan bakar yang lebih hemat bila dibandingkan dengan mesin uap torak. Mesin steam turbine mampu menghasilkan tenaga yang sangat besar, sehingga cocok untuk kapal-kapal besar membutuhkan tenaga besar. 3.
Turbine Electric Drive
Beberapa kapal yang modern memakai sistem ini di mana turbin memutar elektrik generator, sedangkan propeller digerakkan oleh suatu motor yang terpisah tempatnya dengan menggunakan aliran listrik dari generator tadi. Disini reversing turbine yang tersendiri dapat dihapuskan dengan memakai sistim ini sangat mudah operasi mesinmesinnya. 4.
Internal Combustion Engine
22
Mesin ini biasa disebut mesin pembakaran dalam atau motor bensin. Mesin ini sangat sesuai untuk tenaga kecil (motor tempel atau out board motor). Sedangkan tenaga yang lebih besar dipakai mesin diesel yang dibuat dalam suatu unit yang besar untuk kapal-kapal yang berkecepatan rendah dan sedang. Keuntungan Internal combustion engine ialah dapat langsung diputar balik dan dapat dipakai dengan cara kombinasi dengan beberapa unit kecil. Untuk tenaga yang sama, jika dibandingkan dengan mesin uap, ukurannya jauh lebih kecil. Dengan adanya kemajuan dalam pemakaian turbo charger untuk supercharging maka beratnyapun dapat diperkecil dan menghasilkan tenaga dapat dilipat gandakan. 5.
Gas Turbine
Prinsip yang digunakan pada gas turbin adalah penggerak menggunakan udara yang dimampatkan (dikompresikan) dan dinyalakan dengan menggunakan bahan bakar yang disemprotkan dan kemudian setelah terjadi peledakan, udara yang terbakar akan berkembang. Kemudian campuran gas yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin. Gas yang telah terpakai memutar turbine, sebelum dibuang masih dapat dipakai untuk “heat exchangers”sehingga pemakaiannya dapat semakin efektif. Type mesin ini yang sebernya merupakan kombinasi dari Free Piston Gas Fier . Gas turbine masih belum banyak dipakai oleh kapal-kapal niaga. Research mengenai mesin ini masih dalam tahap pengembangan. 6.
Nuclear Engine
Nuclear Engine ini walaupun tenaganya cukup besar akan tetapi
memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus seperti penggunaan ruang yang luas, jumlah tenaga kerja yang cukup banyak, resiko keselamatan dan lain-lain. Nuclear Engine ini hanya dipakai pada kapalkapal besar non komersil seperti kapal induk, kapal perang sehingga kapal yang memakainya masih terbatas.
23
1.15. Jenis Kapal Berdasarkan Fungsinya 1.15.1 Kapal- Kapal Niaga
Kapal niaga atau merchant ship adalah kapal yang tugasnya untuk mengangkut muatan dan kegiatan berdagang atau berniaga. Adapun jenis kapal niaga antara lain: 1.
Kapal Barang/ General Cargo
Kapal kargo adalah kapal dengan muatan barang. Pada dasarnya sebelum kapal tersebut direncanakan (dibangun), maka owner requirement harus diketahui, termasuk enis barang yang diangkut. Hal ini berhubungan dengan penentuan besar ruangan yang dibutuhkan di dalam kapal. Kapal yang direncanakan untuk mengangkut bermacammacam muatan (general) maka kapal tersebut disebut General Cargo (Gambar 6). Kapal general cargo muatan diklasifikasikan dalam dua jenis; break bulk cargo dan bulk cargo. General cargo memiliki desain yang fleksibel yang memungkinkan kapal untuk memilih rute dan mengangkut berbagai macam muatan. Kapal ini dilengkapi dengan cranes dan derricks untuk keperluan proses bongkar muat. Kapasitas derick/crane yang terrpasang berkisar 10‐25 ton namun dapat dilengkapi dengan cranes & derricks yang berkapasitas 150 ton. Apabila crane memiliki kapasitas > 150 ton sampai dengan 500 ton maka kapal tersebut disebut sebagai heavy lift ships. Pada umumnya general cargo dapat membawa penumpang sampai dengan 12 penumpang dan tetap dinamakan kapal kargo.
24
Gambar 6. Kapal General Cargo. Sumber: http://maritime-connector.com/ship/hhl-venice-9418987/
2.
Kapal Barang Penumpang (Cargo Passanger Ship)
Kapal barang penumpang adalah kapal dengan muatan barang dan penumpang (Gambar 7). Jika kapal tersebut digunakan untuk tujuan utama mengangkut barang di samping penumpang, maka kapal disebut kapal barang penumpang. Sedangkan jika kapal tersebut digunakan terutama untuk mengangkut penumpang dalam jumlah yang cukup besar, di samping barang misalnya dua ratus penumpang di samping muatan barang, maka kapal tersebut dinamakan kapal penumpang barang. Apabila kapal mengangkut penumpang lebih dari 12 orang maka kapal tersebut harus menggunakan persyaratan keselamatan pelayaran sebagai kapal penumpang. Kapal penyeberangan atau kapal ferry adalah termasuk kapal penumpang barang. Kapal penyeberangan berfungsi untuk mengangkut penumpang dan barang yang menghubungkan selat. Oleh karena itu kapal penyeberangan dilengkapi dengan tempat fasilitas kendaraan, misal: mobil, truk, bus dan bahkan sarana tempat gerbong kereta api. 25
Gambar 7. Cargo Passanger Ship. Sumber: http://www.cargolines.biz/
3.
Kapal Penumpang (Passanger ship)
Kapal penumpang adalah kapal yang khusus mengangkut penumpang. Jenis kapal ini mulai dari yang besar (Gambar 8) dan ada yang kecil. Kapal penumpang kecil umumnya digunakan untuk pesiar antar pulau yang tidak begitu jauh menyusuri pantai/sungai yang menghubungkan antar kota sebagai transportasi. Kapal penumpang dengan ukuran besar biasanya digunakan untuk pelayaran antar pulau yang memiliki jarak yang jauh misalnya antar pulau, negara dan untuk turis dan lain-lain. Kapal ini biasanya dilengkapi dengan akomodasi yang lebih baik untuk memberi rasa nyaman kepada setiap penumpang saat berlayar, misalnya fasilitas rekreasi seperti kolam renang, bioskop dan tempat-tempat relaksasi lainnya. Karena jumlah jiwa yang diangkut banyak, maka kapal tersebut dilengkapi dengan alat keselamatan sesuai dengan peraturan pemerintah, misalnya sekoci penolong, baju penolong dan 26
perlengkapan keselamatan lainnya. Semua kapal penumpang kecuali kapal penumpang cepat biasanya selalu membawa sedikit muatan barang.
Gambar 8. Passenger Ship Queen Mary 1 dengan panjang 345 m. Sumber: http://www.hafen-hamburg.de/en/vessel/queen-mary-2
4.
Kapal Pengangkut Kayu (Timber carrier atau Log carrier)
Kapal pengangkut kayu adalah kapal yang fungsinya mengangkut kayu dengan segala bentuknya. Muatan kayu yang diangkut diletakkan di atas geladak dan jumlah muatan digeladak kurang lebih 30% dari seluruh muatan yang diangkut (Gambar 9). Oleh karena itu konstruksi geladak tersebut harus kuat. Kayu yang diangkut di atas geladak diikat kuat untuk menambah daya apung cadangan. Hal ini membuat lambung timbul (freeboard ) kapal pengangkut kayu relatif lebih kecil dibandingkan kapal barang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kapal pengangkut kayu dianggap mempunyai free board khusus. Dalam perhitungan stabilitas, muatan di geladak yang diikat kuat merupakan satu bagian dari badan kapal. 27
Adapun ciri-ciri khusus kapal timber carrier adalah sebagai berikut : 1. Spesific volume besar sehingga muatan kayu perlu dimuatkan di dalam hingga diatas geladak kapal. 2. Muatan di atas geladak jumlanya ± 30 % dari volume muatan kayu seluruhnya 3. Muatan kayu diikat di atas geladak dan diikat kuat, dan dapat dianggap sebagai bangunan atas, sehingga dapat menambah daya apung cadangan. Dengan demikian akan mengurangi freeboard dan sarat bisa lebih dalam.
Sumber: http://www.cargolaw.com/2010nightmare_zhong_xing.html
28
Gambar 9. Kapal Timber Carrier. Sumber: http://www.dayaru.com/inc/upload/images/news/Media%20Relesae/14 8.jpg
4. Letak kamar mesin selalu di belakang 5. Selalu mempunyai forecastle dan poop selebar kapal. Alasannya adalah sebagai cadangan gaya apung sehingga freeboard kapal timber kecil Timber Carrier mempunyai kapasitas: 5,000-20,000 t, kecepatan: 13-15 knot. Kapal ini bertugas mengangkut kayu baik berupa kayu balok, kayu papan ataukah kayu gelondongan. 5.
Kapal Tanker (Tanker Ship)
Kapal tanker adalah kapal dengan muatan bahan cair (Gambar 10). Muatan ini memiliki sifat yang mudah terbakar, sehingga perlu dipertimbangkan untuk membuat konstruksinya. Untuk memperbaiki stabilitas kapal dan keselamatan, maka kapal tanker pada umumnya dilengkapi dengan sekat melintang dan sekat memanjang. Kapal 29
tersebut dilengkapi dengan pompa dan instalasi pipa untuk bongkar dan muat minyak dari kapal dan ke kapal. Lambung timbul umumnya lebih kecil dibandingkan dengan kapal barang pada untuk ukuran kapal yang relatif sama. Letak kamar mesin selalu di belakang dimaksudkan untuk menghindari bahaya kebakaran yang rentan terjadi akibat muatan yang diangkut mudah terbakar.
Gambar 10. Kapal Tanker sedang Tahap Launching. http://www.dayaru.com/inc/upload/images/news/Media%20Relesae/14 8.jpg
Kapal tanker memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan kapal lainnya. Kecenderungan dari kapal tanker adalah : 1. Ukurannya besar, khususnya untuk daerah pelayaran antar negara 2. Memiliki coefisien blok yang besar untuk memperbesar ruang muat. 3. Memiliki daerah paralel middle body yang panjang. 4. Letak kamar mesin umumnya di belakang.
30
Alasan pemilihan kamar mesin di belakang kapal adalah : a) Ruang muat kapal tanker memerlukan kapasitas yang lebih besar b) Safety (keselamatan), yaitu untuk menghindari adanya kebakaran; Berkaitan dengan arah pembuangan gas mesin (asap panas) yang selalu menuju kebelakang. Apabila mesin dan cerobong asap berada di tengah dan di belakangnya terdapat tanki muat minyak, probabilitas terjadinya kebakaran sangat tinggi ketika gas buang melewati atas tangki. c) Sistem bongkar muat lebih sederhana, Mesin di belakang : cukup memerlukan satu sistem pompa dan satu pipeline yang menyeluruh dari tangki muat depan hingga paling belakang. Mesin di tengah : memerlukan 2 set sistem bongkar muat, karena terpisah dengan kamar mesin. d) Hanya butuh satu sisi oil tight, yaitu yang membatasi ruang muat dan kamar mesin e) Poros propeller pendek. Sedangkan tipe dari kapal tanker dibedakan menjadi : 1. Crude oil carriers, tanker pengangkut minyak mentah dari tempat pengeboran 2. Product oil carriers, dibedakan menjadi a) Clean Product (minyak putih), contohnya : bensin dan aftur b) Dirty Product (minyak hitam), contohnya : aspal dan oli 3. Lightening vessels dan shuttle vessels, tanker pada daerah terpencil 4. Coastal tanker, tanker penyusur pantai 5. tank barges, tangki yang ditarik kapal tunda. 6.
Kapal Peti Kemas (Container Ship)
Kapal peti kemas (Gambar 11) merupakan kapal yang bertugas mengangkut barang yang diatur di dalam peti kemas. Muatan peti kemas diletakkan di dalam palkah juga diletakkan di atas geladak dengan pengikatan yang kuat. Harus dipastikan ikatan antar kemas tersebut tidak bergeser dari tempatnya saat berlayar. Apabila terjadi pergersaran kontainer, akan mempengaruhi dan memperburuk stabilitas kapal serta dapat menyebabkan container rusak.
31
Konstruksi peti kemas dibuat sedemikian rupa sehingga barang-barang yang ada didalamnya terjamin keamanan dari kerusakkan dan lain-lain. Kapal pengangkut peti kemas (container ship) harus mempunyai fasilitas pelabuhan khusus peti kemas, baik alat bongkar muatan maupun peralatan lainnya. Di samping itu kapal jenis ini juga direncanakan sedemikian sedemikian sehingga mempunyai mempunyai ruangan dengan parallel middle body yang lebih panjang dibandingkan dengan kapal-kapal jenis yang lainnya. Dengan parallel middle body yang lebih panjang maka akan berpengaruh terhadap tata letak dan kapasitas dari muatan peti kemas yang mempunyai ukuran yang sudah diatur menurut standar internasional.
Gambar 11. Kapal Peti Kemas. Sumber: http://suarapengusaha.com/2012/10/22/semarang-3perusahaan-pelayaran-siap-angkut-peti-kemas-domestik/ilustrasikapal-pengangkut-peti-kema kapal-pengangk ut-peti-kemas-tribunnews/ s-tribunnews/
32
7.
Kapal curah (Bulk Carrier)
Kapal curah merupakan kapal yang mengangkut muatan tanpa pembungkusan tertentu, misalnya berupa biji-bijian yang dicurahkan langsung ke dalam palkah kapal. Ditinjau dari jenis muatannya ada beberapa macam yaitu sebagai berikut: a) Kapal pengangkut biji tambang (ore carrier) yaitu kapal yang mengangkut muatan curah berupa biji-bijian hasil tambang misalnya biji besi, chrom, mangaan, bauksit dan sebagainya. b) Kapal pengangkut biji tumbuh-tumbuhan (grain carrier) yaitu kapal yang mengangkut muatan curah berupa biji-bijian seperti gandum, jagung, bulgur, beras, kedele dan lain-lain. c) Kapal pengangkut batubara atau sering disebut d isebut coal carrier atau collier yaitu kapal yang mengangkut muatan curah berupa batubara, cokes atau coal. d) Oil ore carrier atau kapal pengangkut muatan batu bara dan minyak. Biasanya dilakukan bergantian. e) Coal-ore carrier merupakan kapal pengangkut batu bara dan biji besi secara bergantian. Kapal pengangkut muatan curah umumnya dibuat single deck dan sistem bongkar muatnya dilakukan dengan sistem isap untuk grain carrier. Tetapi untuk ore atau coal dipakai grab (bucket) dan conveyer. Khusus ore carrier biasanya mempunyai double bottom tank top yang tinggi dengan maksud untuk mempertinggi letak titik berat muatan, sehingga memperbaiki periode oleng kapal. Umumnya bulk carrier memiliki kamar mesin di belakang dengan maksud untuk mempermudah sistem bongkar muat. Kapal ini memiliki spesifikasi mengangkut muatan curah. Dikatakan curah karena cara meletakkan muatan dengan cara mencurahkan/menuangkan butiran/biji-bijian. Produk muatan yang berbentuk curah terdiri dari berbagai macam. Berdasarkan jenis muatannnya kapal bulk carrier terbagi atas beberapa kelompok: 33
(http://kapalmania.blogspot.com/2011/01/culk-cirrier.html) Berdasarkan ukuran bobot mati, tipe bulk carrier di bedakan menjadi : 1. 2. 3. 4.
Handy size BC berukuran 10000-35000 DWT Handy max BC berukuran 35000-50000 DWT Panamax BC berukuran 50000-80000 DWT Capasize berukuran lebih dari 80000 DWT
Berdasarkan spesifikasinya yang khusus, kapal bulk carrier memiliki karakterisik umum yang menonjol. Beberapa ciri kapal bulk carrier adalah sebagai berikut: 1.
2. 3. 4.
Memiliki single deck. Kapal muatan curah tidak memerlukan deck tambahan di ruang muat karena muatannya ditimbun begitu di atas pelat alas dalam kapal hingga pada batas tertentu. Untuk itu konstruksi alas pada kapal bulk carrier harus lebh diperkuat. Posisi kamar mesin di belakang kapal, alasan yang dipilih adalah : Memiliki top side tank dan hopper side tank. Dipakai untuk mengurangi pergeseran muatan (Gambar 12). Orientasi perencanaan kapal adalah kapasitas muatan sebesarbesarnaya. Namun ukuran kapal di batasi kedalaman pelabuhan.
Besar ukuran kapal bulk carrier bergantung pada ukuran/kedalaman dermaga (port) tujuan. Sebab bongkar muat bulk carrier harus merapat sedekat mungkin dengan dermaga (maksimal 10 m). Berbeda dengan kapal tanker, bongkar muat kapal tanker dapat dilakukan dari jarak yang jauh dari dermaga karena menggunakan pipa. Jaraknya dapat berkisar antara 10 – 50 m.
34
Gambar 12. Kapal Bulk Carrier dan Penampang Melintangnya. Sumber: http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Bulk_Carrier Remark: Cross section of a typical bulker. 1. Cargo hold 2. Hatch cover 3. Upper hopper tank for water ballast or oil 4. Double bottom 5. Lower hopper tank, for water ballast 8.
Kapal Pendingin (Refrigated Cargo Vessels).
Kapal pendingin digunakan untuk pengangkutan muatan yang perlu didinginkan untuk mencegah pembusukan dan kerusakan muatan. Ruang muat dilengkapi dengan sistem isolasi dan sistem pendinginan. 35
Umumnya muatan dingin hanya diangkut pada satu jurusan saja. Adapun jenis muatannya adalah buah-buahan, sayur-sayuran, daging beku, ikan, udang dan lain-lainnya. Meskipun ruang muat sudah dilengkapi dengan instalasi pendingin untuk mengawetkan muatan, tetapi kecepatan kapal masih relatif lebih cepat dibandingkan dengan kapal-kapal pada umumnya. Untuk kapal pengangkut buah-buahan kecepatan dinas antara 18 -21 knots. Kapal ini dilengkapi dengan sistem pendinginan/pembekuan terutama untuk muatan yang memerlukan temperatur yang rendah. Temperatur dapat dikontrol berdasarkan muatan yang diangkut dan ruangan kontrol letaknya terpisah. Kapal ini dilengkapi dengan insulasi untukmenghindari kerusakan struktur kapal akibat adanya perbedaan temperatur (Dinariyana, 2011).
Gambar 13. Kapal Pendingin. http://convenientflags.blogspot.com/2010/05/talca-de-nadaireefer-ransomed.html
9.
Kapal Pengangkut Ternak 36
Kapal pengangkut ternak adalah kapal yang mengangkut muatan berupa hewan ternak. Karena muatannya adalah ternak, maka kapal jenis ini harus menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk ternak tersebut misalnya tempat makan, tempat kotoran yang dengan mudah dapat dibersihkan.
Gambar 14. Kapal Pengangkut Ternak. http://duniaternak.com/kapal-pengangkut-ternak-mulai-beroperasiapril-mendatang/
37
1.15.2 Kapal- Kapal Khusus
Kapal khusus adalah kapal yang mempunyai tugas khusus, bukan untuk pengangkutan. Contoh kapal khusus adalah Kapal keruk ( dredger), kapal tunda (tug boats), kapal penangkap ikan (fishing vessels), kapal pemadam kebakaran (fire fighting vessels), kapal peneliti (research vessels), kapal rumah sakit (hospital ships), kapal perang (warships) dan kapal pemecah es ( ice breakers). 1.
Kapal Keruk (dredger).
Kapal keruk adalah sebuah kapal dengan peralatan yang mampu menggali, mengangkut, dan mengeluarkan sejumlah tanah galian tertentu yang terletak di bawah air pada suatu waktu. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 52 Tahun 2011, kapal keruk adalah kapal dengan jenis apapun yang dilengkapi dengan alat bantu, yang khusus digunakan untuk melakukan pekerjaan pengerukan dan/atau reklamasi. Ada berbagai istilah umum yang berhubungan dengan pengerukan seperti daerah buang, alur pelayaran dan alur perlintasan. Daerah buang adalah lokasi yang digunakan untuk tempat penimbunan hasil kerja keruk. Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Sedangkan alur dan perlintasan adalah bagian dari perairan yang dapat dilayari sesuai dimensi/ spesifikasi kapal di laut, sungai dan danau. Jenis Kerja Kapal Keruk Ada berbagai tipe/jenis kapal keruk. Dengan demikian perlu berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilh alat keruk yang tepat pada suatu lokasi pekerjaan, antara lain sifat tanah galian yang akan diproses (soil investigation) dan data cuaca dan laut. Kapal keruk dapat melakukan penggalian tanah di dasar laut secara hidrolis, mekanis dan hidrolis mekanis. Penggalian tanah secara hidrolis menggunakan prinsip pekerjaan seperti air mengalir. Air mengalir melalui pompa keruk, diarahkan melalui mulut isap di atas dasar pasir 38
di dalam laut. Aliran air akan mengikis dasar pasir dan membentuk campuran air dan pasir, sebelum memasuki pipa isap. Penggalian hidrolis umumnya dilakukan dengan menggunakan water jet khusus pada tanah yang tidak berpadu (cohesionless) seperti endapan lumpur, pasir dan kerikil. Penggalian mekanis dilakukan dengan menggunakan benda berbentuk seperti pisau (knife), gigi gerigi, dan pemotong tajam sebagai bagian peralatan kapal keruk (Gambar 15).
Gambar 15. Pengerukan Mekanis (Vlasblom, 2006). Penggalian mekanis diterapkan pada tanah yang berpadu (kohesif). Pengangkutan tanah hasil galian juga dapat dilakukan secara hidrolis dan mekanis, baik secara kontinu (terus menerus) maupun diskontinu (terputus).
Jenis-Jenis Kapal Keruk
Seperti dijelaskan di awal, kapal keruk dapat dibagi menjadi kapal keruk hidrolis, mekanis dan kapal keruk hidrolis mekanis. Perbedaan jenis kapal keruk tersebut terletak pada cara tanah digali, apakah secara hidrolis, secara mekanis atau gabungan keduanya.
39
Bucket Ladder Dredger
Dipper and Backhoe
Grab Dredger
Gambar 16. Kapal Keruk Mekanik (Vlasblom, 2003).
40
Plain suction dredger
Cutter dredger
Trailing suction hopper dredger
Gambar 17. Kapal Keruk Hidrolis (Vlasblom, 2003). 41
Kapal keruk mekanis contohnya adalah bucket ladder dredger, grab/clamshell/dragline dredger, dipper dan backhoe dredger (Gambar 15). Sedangkan contoh kapal keruk hidrolis adalah plain suction redger, cutter dredger, trailing suction hopper dredger (Gambar 16). Cutterhead dan buckher-wheel dredger, trailing hopper dredger termasuk ke dalam kapal keruk mekanis-hidrolis. Semua kapal keruk, kecuali trailing suction hopper dredger, merupakan kapal keruk stasioner (tak dapat bergerak), yang berarti kapal keruk tersebut dilabuhkan menggunakan kabel atau spud (poles). Karakteristik kapal keruk dapat dijelaskan adalah sebagai berikut: a)
Plain Suction Dredger
Pengerukan plain suction dredger dilakukan dengan cara menghisap melalui pipa isap. Jenis yang modern mempunyai water jet di sekeliling ujung pipa yang gunanya untuk menghancurkan material yang keras dengan cara menyemprotkan air bertekanan tinggi. Efektif digunakan untuk pengerukan pasir dan kerikil dan tidak untuk material gumpal dan liat. Kecepatan produksi plain suction dredger tunggi. Hasil kerukan sempit tetapi dalam, sehingga kurang cocok untuk alur pelayaran dan pelabuhan. b)
Cutter Suction Dredger
Cutter suction dredger memiliki prinsip yang sama dengan jenis plain suction dredger. Namun cutter suction dredger dilengkapi dengan
cutter (kepala keruk/alat penghancur) di ujung pipa isap sehingga dapat mengeruk tanah galian yang agak keras. Material keras ( consolidated) dipecah menggunakan cutter dan material dihisap menjadi seperti bubur (slorry) dan masuk ke dalam tongkang (barge). Cutter suction dredger mampu mengeruk secara efektif hingga 20-25 m serta kecepatan produksi yang cukup tinggi (Gambar 18). Dengan bantuan booster, cutter suction dredger dapat menyemprot material melalui pipa sampai jarak yang cukup jauh.
42
Gambar 18. Mashour.pada saat ini merupakan salah satu kapal cutter suction dreger terbesar di dunia (Vlasblom, 2003) c)
Grab Dredger
Grab dredger sangat baik digunakan untuk beroperasi di sekitar graving dock (dok apung), dermaga dan bagian-bagian sudut dari kade, karena
alat ini merapat sampai ke tepi. Ada berbagai macam material yang bisa ditangani oleh grab dredger. Daya penggaliannya tergantung dari berat grab bucket, tetapi hasil kerusakannya tidak rata sehingga sukar untuk menentukan dalamnya penggalian. Grab dredger dipakai untuk pengerukan yang sangat dalam serta dapat merapat ke dermaga (Gambar 18). Kekurangan grab dredger adalah tidak mampu mengeruk dasar laut yang datar serta mengganggu pekerjaan kapal.
d) Bucket Ladder Dredger Bucket ladder dredger dapat mengeruk berbagai variasi tanah misalnya
lumpur hingga batu lunak. Sangat sesuai untuk segala jenis galian baik tanah padat maupun batu-batuan, tetapi bukan tanah padas yang keras. Bucket ladder dredger mampu melakukan pengerukan yang cukup dalam namun tidak sesuai untuk daerah swell. Barge dapat diisi tanpa 43
menggunakan overflow. Kelemahan bucket ladder dredger adalah gaduh, boros, memiliki produktivitas yang rendah dan mengganggu perjalanan kapal (Gambar 20).
Gambar 19. Grab Dredger (Vlasblom, 2006).
Gambar 20. Bucket ladder dredger (Vlasblom, 2006).
44
e)
Dipper Dredger
Dipergunakan untuk pekerjaan penggalian yang sukar dan ada rintangan, di mana jenis kapal keruk yang lain tidak mampu mengerjakannya. Dipper dredger cocok digunakan untuk pekerjaan dengan jenis tanah yang keras dengan ukuran yang besar. Dipper dredger melakukan pengerukan maju dalam setiap aktivitasnya pada kedalaman perairan yang terbatas. Kelancaran pengerjaan sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Semakin besar ukuran Dipper Dredger, maka akan semakin efektif dalam produksi dan biaya. f)
Backhoe Dredger
Backhoe dapat digunakan untuk menggali bermacam-macam bentuk material dan sangat cocok untuk material keras ( soft rock, hard clay, boulder, cobbles). Pengaruh gelombang dapat diminimalisasi karena
dilengkap dengan sput yang dimiliki. Pengerukan selalu berjalan mundur dan memiliki kapasitas yang rendah. Dredger dapat dirakit dari excavator yang di darat (Gambar 21).
Gambar 21. Backhoe Dredger (Vlasblom, 2006).
45
g) Dustpan Dredger Dustpan cocok digunakan untuk pengerukan perawatan sungai dengan
bead load yang tinggi dari pasir dan kerikil kecil. Dustpan mampu mengeruk material dalam jumlah besar. Pada kapal keruk ini terdapat sistem pipa yang menghubungkan dredger (kapal keruk) langsung dengan lokasi penampungan material keruk (Gambar 21). Kapal keruk ini tidak cocok untuk pengerukan awal ( capital dredging). Adanya delta sungai dan pulau-pulau dapat mengganggu operasional sistem pipa buangan.
h) Water Injection
Water injection cocok untuk pengerukan bar pada alur pelayaran (channel) atau sungai. Biasanya water injection dapat dikombinasikan dengan barge terpasang baik yang bermesin sendiri ataupun yang memiliki konstruksi tetap. Biasanya barge diletakkan dekat lokasi pengendapan dan lokasi pembuangan yang berada disekitarnya. Warter injection digunakan untuk material lumpur, lempung lepas, dan pasir lepas. Sebaiknya tidak digunakan untuk mengeruk material sungai atau alur yang terkontaminasi.
Gambar 22. Dustpan Dredger (Vlasblom, 2006). 46
i)
Bucket-Wheel
Bucket wheel mengkombinasikan keunggulan bucket dredger dengan cutter head dredger. Material yang terbuang selama proses pengerukan sedikit. Bucke wheel memiliki harga kapal, biaya perawatan, dan kebutuhan tenaga murah. Keuntungan lain sama seperti cutter head. j)
Trailling Hopper
Trailing hopper merupakan kapal keruk yang dapat bergerak sendiri (self propelled) dan memiliki palka (hopper) untuk menampung material dalam kapal. Trailing hopper cocok digunakan pada perairan bergelombang, berarus, dan memiliki swell. Aktivitas pengerukan yang dilakukan tidak mengganggu alur pelayaran. Material keruk diangkut dan dibuang oleh kapal yang sama dan kapal bisa dipindah-pindahkan dengan mudah. Kapal keruk trailing hopper mampu mengeruk pada kedalaman yang sangat tinggi dan memiliki kecepatan produksi besar. Namun kapal keruk ini tidak cocok digunakan untuk pengerukan batuan. 2.
Kapal Tunda (Tug boat)
Kapal tunda adalah kapal kecil yang beroperasi di pelabuhan atau samudera guna membantu manuver kapal-kapal besar yang akan bersandar maupun berlabuh di pelabuhan, meskipun kecil kapal tunda memiliki daya dorong yang besar agar mampu mengarahkan kapalkapal yang akan bersandar (Gambar 23).
47
Gambar 23. Kapal Tonda sedang Menarik Bulk Carrier. Sumber: http://us.123rf.com/450wm/soleg/soleg1303/soleg130300021/1822726 1-cargo-ship-and-tug-boat-in-port.jpg 11. Kapal Tunda 3.
Kapal Penangkap Ikan
Kapal penangkap ikan (Gambar 24) adalah yang fungsinya untuk menangkap ikan. Umumnya daerah operasi (fishing ground) kapal perikanan sedikit jauh dari pesisir atau desa nelayan. Dengan demikian, kadang kapal perikanan membutuhkan waktu berhari-hari untuk melakukan aktivitas penangkapan. Aktivitas tersebut menyebabkan kapal perikanan dilengkapi dengan kotak ikan/palkah ikan dengan fasilitas tambahan berupa es atau mesin pendingin (palkah ikan berinsulasi) untuk hasil tangkapan agar tidak cepat menjadi busuk. Beberapa kapal ikan yang besar bahkan memiliki pabrik ikan (fish processing) untuk meningkatkan mutu ikan hasil tangkapan.
48
Gambar 24. Kapal Ikan. http://www.safety4sea.com/page/11354/9/ban-on-foreign-fishingvessels-not-enough 4.
Kapal Pemadam Kebakaran
Kapal pemadam kebakaran (Gambar 25) merupakan kapal yang berfungsi untuk membantu memadamkan kebakaran yang terjadi pada kapal lain, rig atau kebakaran pada dermaga pelabuhan. Operasinya biasanya dilakukan di sekitar pelabuhan atau di laut tempat kapal yang tenggelam.
49
Gambar 25. Kapal Pemadam Kebakaran. http://dimasandykurniawan.blogspot.com/p/jenis-kapal.html 5.
Kapal Peneliti
Kapal peneliti merupakan kapal yang berfungsi untuk melakukan penelitian di laut. Sesuai dengan tugasnya, maka kapal tersebut dilengkapi dengan peralatan-peralatan penelitian (Gambar 26).
Gambar 26. Kapal Peneliti.
50
http://www.simrad.com/www/01/nokbg0240.nsf/AllWeb/FF4573C68B73 17D7C12570EC003C0CAC?OpenDocument 6) Kapal Rumah Sakit Kapal rumah sakit berfungsi sebagai kapal untuk pelayanan kesehatan. Sesuai dengan namnya,kapal ini dilengkapi dengan beberapa peralatan kedokteran dan alat-alat kesehatan lainnya, di samping itu juga terdapat beberapa ruang paramedis dan dokter (Gambar 27).
Gambar 27. Kapal Rumah Sakit Dr. Suharso (Dinariyana, 2011). 7) Kapal Perang Kapal perang (Gambar 28) berfungsi untuk kegiatan militer atau menjaga keamanan suatu negara. Perencanaan dan konstruksi kapal perang lebih ditekankan pada segi kekuatan dan bukan segi ekonomis. Dengan demikian, kapal ini dilengkapi persenjataan, hellipad, alat-alat navigasi yang modern dan lengkap hal tidak terdapat pada kapal jenis lainnya.
51
Gambar 28. Kapal Perang. http://think.mk/2012/10/22/mozhe-li-da-poleta-idejata/ Secara ringkas, klasifikasi kapal berdasarkan fungsinya diberikan pada Gambar 28.
52
Gambar 29. Pembagian Kapal Berdasarkan Fungsi (Dinariyana, 2011).
53
BAB 2. Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) 2.1. Pendahuluan FRP adalah salah satu bentuk dari komposit polimer yang seringkali digunakan dalam bidang konstruksi. Menurut Muharam (2011) fiberglass merupakan kombinasi dari dua komponen yang mempunyai karakteristik fisik berbeda, akan tetapi keduanya memiliki sifat saling melengkapi. Dua komponen yang membentuk membentuk FRP yaitu resinplastic polyester dan sebuah penguat serabut gelas. Kroschwitz et al. (1987) menyatakan bahwa komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan digabungkan. Selain itu literatur lain mengatakan bahwa bahan komposit adalah kombinasi bahan tambah yang berbentuk serat, butiran seperti pengisi serbuk logam, serat kaca, karbon, aramid (kevlar), keramik dan serat logam dalam julat panjang yang berbeda-beda di dalam matriks. Defenisi lain menurut Agarwal dan Broutman (1990), menyatakan bahwa bahan komposit mempunyai ciri-ciri dan komposisi yang berbeda-beda untuk menghasilkan suatu bahan yang mempunyai sifat dan ciri tertentu yang berbeda dari sifat dan ciri konstituen asalnya.
54
Menurut McVeagh (2010), FRP adalah komposit dari beberapa material (terutama fiberglass, serat dan resin) yang diletakkan dalam lapisan yang bergantian dan diperkuat menjadi bentuk laminasi padat. Bila dimisalkan, sama dengan serat kayu pada sebuah pohon yang saling menyatu bersama oleh perekat alami yaitu lignin. Baik pada sebuah pohon dan pada laminasi FRP, serat tersebut memberikan kekuatan pada strukturnya, di mana lignin dan resin memegang serat secara bersamaan, menghasilkan kekakuan (stiffness) dan mendistribusikan beban di antara serat tersebut. Jika proporsi yang digunakan d igunakan benar, laminasi tersebut bisa menjadi kuat dan kaku dengan ketahanan yang sangat baik terhadap kelelahan (fatigue) dan pengaruh air. Namun jika proporsinya tidak benar (poorly), laminasi yang dihasilkan mungkin kelihatan baik pada permukaannya, tetapi karena kualitasnya yang jelek dapat menurunkan dan meruntuhkan suatu konstruksi pada pertengahan masa pakai (umur konstruksi) atau bahkan kurang.
Gambar 30. Pekerja pembuat kapal sedang menyemprotkan serat CSM dengan polyester resin dengan menggunakan resin roller.
55
Pekerja harus menggunakan penutup hidung (face mask respirator) sebagai pelindung terhadap gas beracun (inhaling toxic fumes) (Sumber: Anmarkrud, et al., 2010) Resin memiliki sifat kimia yang mudah terbakar. Selain itu minyak yang terdapat dalam resin juga bersifat racun ( toxic), sehingga pertimbangan keamaan (safety consideration) sangat perlu ketika bekerja dengan menggunakan material tersebut.
2.2. Sekilas tentang FRP Secara umum istilah istilah FRP adalah plastik yang yang diperkuat serat serat atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan fibre reinforced plastic. Selain itu namanama lain untuk FRP adalah poliester yang diperkuat diperku at serat kaca (fiberglass reinforced polyester), resinglass, dan plastik yang diperkuat kaca (glass reinforced plastic disingkat GRP). Bahan tersebut merupakan plastik yang terdiri dari serangkaian serangkaian penguat penguat dan bahan kimia kimia cair yang ketika digabung dalam proporsi tertentu dapat menjadi bentuk yang kuat, kokoh namun fleksibel. Dengan memvariasikan jumlah komponen utama, produk jadi (hasil) bisa mencapai sifat yang berbeda sesuai sesuai dengan aplikasi yang diinginkan. Bahan fiberglass telah dikembangkan selama empat puluh tahun terakhir agar memiliki karakteristik yang bervariasi. Penggunaan dengan bahan mentah sebagai awal variasi penggunaan fiberglass adalah pengecoran suatu ornamen dengan pengaturan yang agak lambat, kemudian diisi resin tanpa tulangan/penguat. Penerapan untuk teknologi tinggi adalah pada pesawat terbang. Spektrum teknologi yang digunakan adalah seluruh sayap pesawat militer tersebut terbuat dari serat karbon yang diperkuat plastik. Pada teknologi rendah, ada pada struktur ringan yang sangat kuat dengan standar yang memenuhi persyaratan persyaratan material. Misalnya penggunaan fiber pada produsen badan mobil, furniture, bangunan pra-fabrikasi dan kapal. Dengan mengubah komposisi kimia dari resin dan memvariasikan penguat (reinforcement), sifat akhir FRP dapat dirancang sesuai dengan 56
tujuan penerapan, misalnya untuk penerapan bahan yang tahan panas atau tahan api, tahan terhadap keasaman ( acid) dan bahan bakar, atau bebas dari bau dan rasa misalnya untuk tangki air tawar dan tangki ruang muat ikan ( fish hold). Secara historis, FRP sebagai bahan pembuatan kapal dikembangkan untuk keperluan militer di Amerika Utara pada tahun 1940-an . Awalnya lambung dibuat dengan memasukkan penguat terhadap pola atau cetakan bekas yang terbuat dari kayu (male mould) dan kemudian mengoleskan resin di atasnya. Cara ini dilakukan pada era sebelum katalis ditemukan dan dikembangkan. Sinar matahari yang kuat digunakan untuk membuat komposisi tersebut mengeras . Perlakuan ini disebut "curing". Karena resin lebih cepat mengeringkan cetakan, maka perkembangkan selanjutnya adalah penemuan cetakan perempuan (bahan diletakkan di dalam) yang juga digunakan untuk produksi massal. Selanjut geladak dan interior akhirnya dibuat menggunakan FRP.
2.3. Keuntungan dan Kerugian Kapal Menggunakan FRP Keuntungan
1. Tidak memerlukan pendempulan (caulking), dan tidak bocor. Lambung yang dibangun dengan menggunakan FRP merupakan bagian yang berkesinambungan (lembaran utuh dan bersambungcontinuous piece). Dengan demikian tidak ditemukan sambungansambungan (joints) atau celah (gaps) yang memungkinkan air masuk ke dalam lambung. 2. Tidak ada penyusutan bagian saat diletakkan dalam berbagai keadaan. Tidak seperti kapal kayu, lambung kapal yang terbuat dari kayu akan mengalami penyusutan kayu saat dibawa keluar dari air dan diletakkan di bawah sinar matahari. FRP tidak menyusut atau 57
3.
4. 5.
6.
membengkak sehingga kebocoran dan pendempulan dapat dihindari (tidak perlu dilakukan). Tahan pembusukan dan tahan terhadap pori-pori (berlubang). FRP adalah bahan non organik sehingga tidak akan membusuk. Sebagai bahan yang terbuat dari plastik, FRP tidak akan dimakan oleh binatang laut (binatang penggerek laut atau marine bores). Korosi dan elektrolisis dapat dikurangi. FRP merupakan bahan yang lembab (inert). Sebagai plastik, FRP tidak akan mengalami korosi Konstruksi sederhana. Setelah cetakan dibuat, maka untuk selanjutnya cetakan tersebut dapat digunakan untuk membuat lambung lain yang identik secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lebih singkat. Pengurangan tingkat keterampilan pekerja (boatbuilder). Proses pembangunan kapal FRP tidak membutuhkan skill yang tinggi. Dengan melakukan sekali pelatihan dasar sudah pada pekerja, maka pekerja dapat segera memahami dan mengaplikasikannya.
Kekurangan
1. Ketergantungan pada ketersediaan bahan import dan uang asing. 2. Pilihan kapal tetap pada desain awal yang dipilih dan cetakan yang dibuat. 3. Harus mempertahakan kelompok teknisi inti yang memiliki kualifikasi 4. Bahaya kebakaran dan resiko kesehatan dari bahan kimia 5. Investasi awal yang besar (large start up investment)
2.4. Perbandingan FRP dengan Bahan Lain. Bahan utama yang digunakan dalam bangunan kapal adalah kayu, baja, aluminium, ferrocement dan FRP. Masing-masing memiliki penggunaan maksimum dan memiliki kelebihan dan kekurangan.
58
Kayu adalah bahan tradisional terkenal tetapi tergantung pada penyusutan sumberdaya hutan dan keterampilan tukang kayu. Aluminium kelas laut memiliki berat yang ringan, tahan lama dan membutuhkan tenaga kerja yang sangat terampil. Sedangkan ferrocement menggunakan material murah dan tenaga kerja yang besar. Tabel 3. Tabel Perbandingan Kekuatan Maksimum beberapa material .
59
Baja lebih mudah diperoleh daripada aluminium, namun baja lebih kasar dan mengalami korosi jika tidak dilindungi. Namun baja merupakan bahan utama pembuatan kapal yang lebih dominan. Sementara FRP adalah bahan baru yang terakhir ditemukan, namun tetap memiliki berbagai keunggulan (Perhatikan Tabel 3.) Kapal berbahan FRP saat ini sedang berkembang pesat. Pesatnya perkembangan kapal berbahan FRP dikarenakan bahan FRP memiliki berbagai kelebihan, di antaranya: a) Pembangunannya cukup mudah dan membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan kapal dari bahan yang lain. b) Tahan terhadap karat (tidak berkarat) dan memiliki daya serap air yang kecil. c) Proses pemeliharaan (perawatan/maintenance) dan reparasi mudah serta proses pengerjaanya cepat. d) Kapal fiberglass tidak memerlukan pengecatan, karena warna/pigmen telah dicampurkan pada bahan (gelcoat) saat proses laminasi. e) Pada displasmen yang sama, kapal fiberglass memiliki berat kontruksi yang lebih ringan.
2.5. Kapal Berbahan FRP Kapal fiberglas adalah kapal bahan dasarnya terbuat dari polyester resin dan menggunakan serat fiber yang biasa kita sebut Chopped Stand Mat (CSM) serta Woven Roving (WR). Kapal fiber mempunyai ketahanan terhadap pengaruh suhu dan cuaca yang ekstrim serta tahan terhadap korosi yang di akibatkan proses oksidasi garam dan udara seperti yang terjadi pada kapal baja. Selain itu kapal fiberglas tahan terhadap proses elektrolise yang di timbulkan karena perbedaan potensial bahan.
60
Untuk membuat kapal fibreglass biasanya dikenal beberapa teknik pelapisan lambung seperti hand laid yaitu lapisan lapis perlapis dengan secara manual. Kemudian teknik spray yaitu teknik semprot dengan menggunakan mesin khusus. Dan terakhir adalah vacum yaitu pelapisan dan resin dialirkan dan disedot dengan bantuan plastik penutup. Untuk membuat kapal fiber diperlukan bahan-bahan khusus yang biasa digunakan, misalnya: polyester resin (yukalac - justus, shcp, eternal) yang berstandar Lloyd Register, gelcoat (Cat Pelapis), pigment (pewarna), katalis (pengering), CSM MAT (Tissu,300 g, 450 g) dan WR roven (400 g, 600 g, 800 g). Komposisi campuran gelcoat yang digunakan dalam pembuatan kapal fiber glass biasanya adalah gelcoat 100%, pigment 10% dan cobalt 4 %. Campuran ini kemudian diaduk merata dan siap untuk digunakan dalam pembangunan kapal fiber. Sedangkan komposisi catalis (pengeringan) adalah tergantung kontrol suhu dan kelembaban. Suhu ideal ruangan adalah 27-33oC, kelembaban 40%, dan penggunaan katalis sebesar 4-9 cc/kg. Kapal yang terbuat dari fiberglass tergolong jenis kapal cepat. Biasanya kapal cepat digunakan sebagai kapal patroli, kapal pribadi, kapal perikanan dan kapal untuk transportasi laut atau sungai. Karena bobot kapal fiberglass ringan , tetapi cukup kuat, maka kerja motor/mesin penggerak (baling-baling pendorong /propeler) cukup maksimal. Mesin kapal fiberglas biasanya menggunakan mesin diesel yang diinstalasi di dalam lambung kapal dan bisa menggunakan mesin bensin tempel.
61
BAB 3. FRP dan Komponennya Komponen FRP telah disinggung di awal BAB 2.
Gambar 31. Reinforcements manufacturing process.
62
Pada Bab 3 ini akan dijelaskan lebih detail tentang komponen tersebut. Gambar 31 menunjukkan proses pembuatan (manufacturing process) berbagai penguatan fiberglass.
3.1. Penguatan Kaca Kaca biasanya ditemui sebagai lembaran datar seperti jendela atau dibentuk menjadi wadah seperti gelas minum atau tabung reaksi. Jika komposisi kimia dari bahan yang sama ini diubah bila dalam keadaan cair dan diolah menjadi filamen 8-14 mikron, ini dapat memperoleh kekuatan maksimum (ulmate strength) yang lebih tinggi dari baja. Material dengan kekuatan tarik (tensile strength) jelas memiliki potensi struktural. Untuk pembuat kapal, spesifikasi kaca ditunjukkan jenis penunjukkan. Jenis A, E atau S ummumnya ditawarkan oleh produsen dan untuk penggunaan laut tropis hanya menggunakan jenis E saja. Gambar 32 menunjukkan beberapa penguatan kaca (glass reinforcements)
Gambar 32. Glass reinforcements. (Coackley, 2005)
63
3.1.1 Chopped Strand Mat (CSM): Mat dengan Serat Terpotong
Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa filamen yang menerus membentuk dasar semua penguatan. Dengan tidak diproses lebih lanjut selain memotong untuk panjang sekitar 50 mm, potongan-potongan pendek ini didepositkan oleh mesin pada conveyor beld yang sedang bergerak dan dilakukan bersama senyawa perekat (gluing compound) seperti bubuk (powder) atau pengikat cair (liquid binder)) untuk membentuk lembaran kontinu chopped strand mat dengan berbagai variasi ketebalan. Pembuat kapal biasanya membeli dalam gulungan (rolls) sebesar 30-35 kg dengan lebar sekitar 1 m. Perlu diperhatikan bahwa berat total dan lebar gulungan adalah identik (similar). Panjang mat akan berkurang karena berat per m 2 meningkat. Sisi material sedikit lebih halus dibandingkan sisi lainnya. Ini mencerminkan kehalusan sisi conveyor belt di mana mat tersebut dibuat. 3.1.2 Continuous Roving
Langkah alternatif dalam pemrosesan filamen adalah pembentukannya menjadi helai (strands) yang lebih longgar setelah dipuntir (twisted) dan kemudian menjadi roving. Besar filamen yang dihasilkan normalnya adalah 60-120 helai (strands) per roving. Roving ini menyerupai tali kaca (glass rope) yang longgar dan dapat digulung menjadi bentuk rol (gulungan). Apabila diproses lebih lanjut akan menjadi woven roving. Gulungan roving tersebut dapat digunakan untuk memberikan penguatan kaca (glass reinforcement) sesuai dengan ukuran penggunaan, panjang atau pendek, dengan tujuan dapat memperkuat daerah yang aksesnya sulit dicapai. Proses ini juga bisa menggunakan spray chopper machine, sejenis mesin semprot, sebagai peralatan untuk penyemprotan penguatan kaca pada cetakan yang sudah dibentuk. Proses otomatis ini menggabungkan chopper gun yang mengurangi panjang pendek roving dan menyemprotnya dengan katalis resin ke dalam cetakan (Gambar 18). Hasil yang diberikan adalah sama dengan cara manual yaitu lapisan CSM, tetapi keuntungannya adalah prosesnya jauh lebih cepat. Di sisi lain, mesin ini memiliki harga 64
yang mahal. Untuk situasi produksi massal (mass product), operator mesin semprot ini harus memiliki keterampilan yang sama dengan petugas penyemprot (paint sprayer).
Gambar 33. Continuous Roving. http://www.polyfibre.co.uk/index.php?sec=prod&prod=50
3.1.3 Woven Roving (WR)
Woven Roving (WR) merupakan salah satu penguatan populer yang lain. Woven Roving merupakan anyaman dua arah yang dibuat dengan menjalin roving secara langsung. Woven roving yang kompatibel adalah WR dengan sistem resin yang banyak seperti polyester, vinyl ester, epoxy dan resin fenolik. Dibandingkan dengan C-glass Woven Roving, woven roving memiliki harga yang tinggi dan dapat digunakan dalam memproduksi barang FRP tahan listrik dan Rekayasa produk plastik sedangkan C-glass woven roving hanya digunakan secara umum pada produk-produk FRP dan rekayasa produk plastik.
65
Serat kaca woven raving merupakan bahan dasar (elementary material) GRP dengan penguatan, tahan korosi dan isolasi. Secara umum banyak digunakan dalam peralatan radio, pembuatan slot, pembuatan kapal pesiar, bingkai mobil dan product GRP lainnya. Woven roving dibeli dengan bentuk yang mirip dengan CSM. Dengan demikian WR ditentukan oleh beratnya. Spesifikasi standar WR adalah 18 ons per meter persegi (600 g/m2) dan 24 ons (800 g/m2) . Sama seperti kasus CSM , bobot lain WR banyak tersedia tetapi desainer kapal biasanya akan menentukan laminasi yang terdiri dari bahanbahan yang umum tersedia untuk penghematan biaya pembangun. Selama proses pembuatan (manufaktur), roving ditenun menjadi kain sehingga roving yang terbentuk (panjang kain) tersambung (kontinu) sepanjang gulungan dan menghasilkan kekuatan tarik tinggi (high tensile strenght). WR juga memiliki rasio gelas per satuan volume yang lebih tinggi daripada CSM. Hal ini dapat mengurangi jumlah resin yang dibutuhkan. Perkiraan rasio resin dengan kaca (resin to glass ratio) dengan berat untuk CSM adalah 2,5:1 (30 % kaca ) dan WR adalah 1,25:1 ( 45 % kaca). Jadi untuk kapal besar yang berat kulit lambungnya diukur dalam ton, rasio resin/kaca yang tidak akurat atau laminasi dengan terlalu banyak CSM dan namun WR yang tidak cukup, dapat membuang sejumlah besar material dan meningkatkan biaya produksi. Namun, biasanya sangat jarang untuk menemukan kapal dengan panjang kurang dari atau sama dengan 6 m yang dibangun sepenuhnya dari WR . Laminasi CSM biasanya cukup untuk perahu kecil sementara laminasi yang sepenuhnya tersusun dari WR tidak akan memberikan ikatan yang baik antar-lapisan (perekatan lapisan) di berbagai ukuran kapal. Oleh karena itu, pengalaman telah menunjukkan bahwa laminasi lambung normal terbaik terbuat dari lapisan alternatif yang terdiri dari CSM dan WR dengan ekstra CSM dekat bagian luar.
66
Gambar 34. Woven Roving. (http://www.yyltbx.cn/Eshowpic.asp?id=186 ) 3.1.4 Unidirectional Roving Unidirectional roving tersedia dalam lebar standar seperti dijelaskan sebelumnya. Hal ini ditandai dengan roving yang kontinu ke arah warp hanya tanpa roving melintang kecuali benang kaca yang sedikit berbeda (bercahaya) pada babeberapa jarak interval untuk mencegah kain berantakan ketika ditangani. Namun, Unidirectional roving jarang dijumpai pada pekerjaan pembuatan kapal (workboats) karena sulit untuk menjaga bentuknya. Selain itu harganya cukup mahal dan dibutuhkan hanya ketika persyaratan suatu konstruksi adalah kekuatan tinggi dan berat yang ringan.
3.1.5 Glass Cloth (Kain Kaca)
Glass clotch memiliki tampilan yang mirip dengan WR tetapi pada skala yang lebih halus. Glass clotch tersedia dalam berbagai lebar dari gulungan hingga ukuran kecil sebesar 25 mm. Ini merupakan ukuran yang lebih kecil dan dikenal sebagai pita kaca (glass tape). Variasi ukuran ini menunjukkan indikasi penggunaannya, misalnya untuk ukuran yang sempit, ikatan gabungan (bonding joints) dan perbaikan kecil atau dalam ukuran penuh. Glass clotch memberikan kekuatan yang tinggi dengan hasil akhir yang halus terutama di daerah yang memiliki 67
gabungan kelengkungan. Di daerah ini kualitas draping harus baik. Glass clotch lebih mahal daripada WR dan spesifikasi berat bnormal berada pada kisaran 110-400 g/m2. 3.1.6 Surface Tissue Jaringan Permukaan
Surface tissue memiliki bentuk yang sangat tipis dan sangat halus. Surface tissue merupakan CSM halus namun terbuat dari serabut kaca tiup (blown glass staple). Surface tissue jarang digunakan kecuali untuk mendukung gelcoat di atas ketebalan rata-rata atau untuk menghasilkan bahan kosmetik yang halus pada lapisan terdalam dari laminasi. Surface tissue merupakan bahan non-struktural dan tidak diperlukan pada pekerjaan pembuatan kapal.
3.2. Resin Resin poliester adalah jenis utama yang digunakan dalam industri pembuatan kapal di seluruh dunia . Resin poliester tidak jenuh (unsaturated polyester resin) adalah istilah yang lebih tepat digunakan ketika resin tersebut masih dalam keadaan cair saat digunakan. Ketika diberikan pada keadaan padat (solid state) selama proses laminasi, resin kemudian menjadi jenuh. Terylene adalah contoh lain resin poliester jenuh dan jelas merupakan plastik dan bahan non - organik . Resin berasal dari batu bara dan minyak. Basis industri untuk memproduksi resin adalah kilang minyak (oil refinery) dan petro-kimia di mana pekerjaan ini masih jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Bau karakteristik resin polyester diberikan oleh stirena yang ditambahkan ke dasar polyester pada tahap akhir produksi.
68
Gambar 35. Resin. Sumber: http://www.amcsupplies.com.au/index.php?main_page=popup_image& pID=318
Gambar 36. Manufacture polyester resin. 69
3.2.1 Susunan atau Laminasi Resin
Setelah resin poliester dasar telah diproduksi, berbagai perubahan dapat dilakukan oleh produsen untuk mengubah sifat poliester tersebut sehingga resin dapat mencapai karakteristik yang diperlukan untuk aplikasi tertentu. Sebagai contoh, benda yang berhubungan dengan cuaca dan lingkungan yang ekstrim, harus dilakukan peningkatan ketahanan melalui perubahan properties dalam resin tersebut. Pada kapal, konstruksi dan properties tangki bahan bakar yang harus memliki ketahanan terhadap serangan kimia. Sifat-sifat (properties) yang perlu dipertimbangkan untuk susunan resin pada pembangunan kapal adalah: • Ketahanan terhadap penyerapan air; • Kekuatan ; • Kualitas Adhesive ; • Ketahanan terhadap radiasi ultra- violet dan pelapukan; • Reaksi terhadap cairan dan padatan lainnya, misalnya air minum dan bahan bakar minyak atau ikan basah. Ketika kontak langsung dengan pemasok tidak mungkin dilakukan, maka resin dengan tujuan umum kelautan (Marine General Purpose) harus diminta yang sebelumnya telah disetujui oleh Perhimpunan Klasifikasi seperti Bureau Veritas , Lloyds Register of Shipping , Nippon Kaiji Kyokai, Det Norske Veritas atau American Bureau of Shipping. ISO (Isophthalic) daripada Ortho ( ortoftalat ) harus diminta, lebih baik lagi adalah ISO - NPG (neopentil glikol) . Kualifikasi ini harus memastikan bahan yang cocok. Susunan resin untuk boatyards di negara berkembang akan tersedia dalam drum 200 liter dan untuk mencapai penegeringan (pengerasan), resin membutuhkan katalis dan akselerator dan dapat dipesan dengan atau tanpa kedua pra-campuran.
70
3.2.1 Resin Gelcoat Resin gelcoat merupakan resin jenis lain yang sering digunakan dalam industri pembuatan kapal Ketika kering resin ini terlihat mengkilap dan memiliki permukaan lambung luar yang halus. Dengan demikian resin gelcoat merupakan lapisan pertama yang diterapkan pada cetakan perempuan selama urutan laminasi. Ketika kering resin gelcoat biasanya lebih keras dari resin laminasi. Selain itu resin gelcoat memiliki ketahanan terhadap cuaca yang lebih ekstrim dan ketahanan terhadap reaksi kimia seperti membentuk penghalang dan pelindung antara lingkungan dan penguat laminasi lambung itu sendiri.
Resin gelcoat dan resin lapisan atas harus melindungi permukaan laminasi dari pengaruh kerusakan mekanis dan lingkungan. Oleh karena itu, pada kondisi kering, resin harus mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap media yang ada (misalnya bahan bakar, air sungai dan air laut), terhadap lingkungan laut dan industri, dan terhadap abrasi, selain kemampuan penyerapan air yang rendah. Zat thixotropic dan pigmen pewarna adalah satu-satunya aditif yang diperbolehkan untuk resin gelcoat. Pada resin lapisan atas, aditif untuk penguapan styrene yang rendah juga diperbolehkan (BKI 2006).
3.2.2 Resin Putty
Bahan ini biasanya digunakan untuk reparasi bodi mobil dan kapal. Resin putty memiliki kekuatan yang lebih rendah karena resin ini sebagian besar terdiri dari bubuk pengisi (filler powder) seperti debu kapur yang merupakan penyerap air. Resin ini tidak boleh digunakan di bawah permukaan air kecuali telah diberi resin epoxy. Pada konstruksi (bangunan) baru, resin putty dapat digunakan untuk penyesuaian tempat tidur di geladak atau penyesuaian sudut internal pada sambungan yang membutuhkan ikatan.
71
3.2.3 Katalis dan Accelerators Accelerators
Tiga item yang dijelaskan di atas semua dapat diberikan pra-accelerated tetapi untuk mengeringkan diperlukan penambahan katalis. Katalis tersebut mengubah resin monomer poliester tak jenuh ke polimer resin jenuh melalui reaksi eksotermis eksotermis (pengeluaran (pengeluaran panas).sehingga panas).sehingga terjadi pengerasan pada material tersebut. Pengerasan segera terjadi saat penambahan katalis dan sekali lagi ditekankan ditekank an bahwa penambahan katalis pada resin harus menjadi tindakan terakhir sebelum diterapkan/dioleskan pada cetakan. Katalis, yang memulai proses pengerasan, dan akselerator, yang mengontrol waktu pengerjaan (umur pakai, masa pengentalan) dan waktu pengeringan. pengering an. Akselerator mengatur kecepatan reaksi dan mengontrol waktu pekerjaan seperti umur pakai dan masa pengentalan. Selain itu akselerator akselerator juga berperan dalam dalam waktu pengeringan. pengeringan. Tanpa katalis akselerator tidak akan berpengaruh berpengaruh pada resin . Namun Namun katalis tidak akan bisa melakukan pengeringan pada resin dalam hitungan jam di iklim yang panas tanpa kehadiran akselerator. Katalis harus digunakan sesuai dengan petunjuk pemrosesan yang diberikan oleh pabrik. Penambahan katalis dalam jumlah tertentu untuk mengatur jumlah resin saat pra –akselerasi dapat dilakukan, namun harus mengikuti petunjuk pabrik dan mengikuti pengalaman yang telah dilakukan sebelumnya oleh industri di seluruh dunia. Penambahan ini memungkinkan waktu kerja 20-40 menit. Untuk sistem prosesdingin (cold-setting systems), katalis harus diatur sedemikian rupa sehingga pengeringan menyeluruh dipastikan terjadi diantara suhu 16°C sampai 25°C. Jika akselerator harus dibeli secara terpisah, cairan ungu ( Cobalt Naphthanate ) biasanya ditawarkan untuk digunakan dengan katalis Methyl Ethyl Ketone Peroxide ( MEKP ). Ketika menggunakan resin tidak berakselerasi, akselerator harus dicampur terlebih dahulu . Accelerator dan katalis tidak boleh dicampur langsung bersama-sama karena dapat menyebabkan ledakan . Flashpoint untuk keduanya bisa bisa mencapai
72
suhu terendah 20°C. Kombinasi lain yang tersedia untuk keadaan khusus . Ketika menggunakan bahan dari pemasok pemasok yang terpisah (berbeda) atau ketika terjadi terjadi pengumpulan pengumpulan pencampuran pencampuran (mixing (mixing batch), perhatian harus diambil untuk memastikan kekuatan konsentrasi katalis dibeli setuju dengan persentase volume yang diperlukan untuk mengkatalis resin tersebut. tersebut. Standar yang biasa digunakan adalah 40% MEKP. Namun harus diperiksa scara benar oleh pemasok/produsen jika pemesanan dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan bahan lainnya dari berbagai produknya.
73
BAB 4. Pembuatan FRP 4.1. Pendahuluan Benda-benda yang terbuat dari bahan fiberglass sangat banyak dijumpai di lingkungan masyarakat. Misalnya kursi, meja hingga kapal. Secara umum, bahan pembuat fiberglass terdiri dari 11 macam bahan, di mana 6 di antaranya, merupakan bahan utama dan sisanya merupakan bahan finishing. Secara singkat di bawah ini diberikan penjelasan untuk masing-masing bahan tersebut. a) Erosil Erosil memiliki bentuk sepert bubuk yang sangat halus dan berwarna putih. Erosil berfungsi sebagai perekat mat agar material fiberglass menjadi kuat dan tidak mudah patah/pecah. b) Resin Resin memiliki bentuk cairan kental seperti lem, berkelir hitam atau bening. Resin berfungsi untuk mengencerkan bahan yang dicampur. Resin terdiri dari beberapa beberapa tipe mulai dari yang keruh, keruh, berwarna hingga hingga yang bening dengan berbagai kelebihannya seperti kekerasan, lentur, kekuatan dan lain-lain. Selain itu harganya-pun bervariasi. c) Katalis Katalis berbentuk cairan jernih dengan bau menyengat. Fungsinya sebagai katalisator agar resin r esin lebih cepat mengeras. Penambahan katalis 74
tergantung pada jenis resin yang digunakan dan biasanya dalam jumlah yang kecil (sedikit). Selain itu umur resin juga mempengaruhi jumlah katalis yang digunakan. Artinya resin yang sudah lama dan mengental akan membutuhkan katalis lebih sedikit bila dibandingkan dengan resin baru yang masih encer. Zat kimia ini biasanya dijual bersamaan dengan resin. Perbandingan yang biasa digunakan adalah untuk 1 liter resin maka diperlukan katalis sebesar 1/40 liter. d) Pigmen Pigmen adalah zat pewarna saat bahan fiberglass dicampur. Pemilihan warna disesuaikan dengan keinginan owner. Pada umumnya pemilihan warna untuk mempermudah proses akhir saat pengecatan. e) Mat Bahan ini berupa anyaman mirip kain dan terdiri dari beberapa model, dari model anyaman halus sampai dengan anyaman yang kasar atau besar dan jarang-jarang. Mat Berfungsi sebagai pelapis campuran/adonan dasar fiberglass, sehingga saat unsur kimia tersebut bersenyawa dan mengeras, mat berfungsi sebagai pengikatnya. Dengan demikian fiberglass menjadi kuat dan tidak getas. f) Talk Talk memiliki bentuk seperti bubuk berwarna putih seperti sagu. Berfungsi sebagai campuran adonan fiberglass agar keras dan agak lentur. g) Aseton Pada umumnya cairan ini berwarna bening, fungsinya yaitu untuk mencairkan resin. Zat ini digunakan apabila resin terlalu kental yang akan mengakibatkan pembentukan fiberglass menjadi sulit dan lama keringnya. h) Cobalt 75
Cairan kimia ini berwarna kebiru-biruan berfungsi sebagai bahan aktif pencampur katalis agar cepat kering, terutama bila kualitas katalisnya kurang baik dan terlalu encer. Bahan ini dikategorikan sebagai penyempurna, sebab tidak semua bengkel menggunakannya. Hal ini tergantung pada kebutuhan pembuat dan kualitas resin yang digunakannya. Perbandingannya adalah 1 tetes cobalt dicampur dengan 3 liter katalis. Apabila perbandingan cobalt terlalu banyak, dapat menimbulkan api. i) PVA Bahan ini berupa cairan kimia berwarna biru menyerupai spiritus. Berfungsi untuk melapisi antara master mal/cetakan dengan bahan fibreglass. Tujuannya adalah agar kedua bahan tersebut tidak saling menempel, sehingga fiberglass hasil cetakan dapat dilepas dengan mudah dari master mal atau cetakannya. j) Mirror Mirror memiliki fungsi yang hampir sama dengan PVA, yaitu menimbulkan efek licin. Bahan ini berwujud pasta dan mempunyai warna bermacam-macam. Apabila PVA dan mirror tidak tersedia, pembuat fiberglass dapat memanfaatkan cairan lain, misalnya pembersih lantai. k) Dempul Setelah hasil cetakan terbentuk dan dilakukan pengamplasan, permukaan yang tidak rata dan berpori-pori perlu dilakukan pendempulan.Tujuannya agar permukaan fiberglass hasil cetakan menjadi lebih halus dan rata sehingga siap dilakukan pengecatan. (Sumber: resin/)
http://holilnurohman.wordpress.com/fiberglass/jenis-jenis-
76
4.2. Fiberglass Untuk Kapal Perikanan Secara umum bahan untuk pembuatan kapal FRP di setiap galangan kapal adalah sama. Ini dikarenakan pemerintah melalui badan Biro Klasifikasi Indonesia telah menetapkan regulasi yang membahas bahan, campuran, perawatan dan sebagainya dalam aturan klasifikasi. Namun karena kapasitas yang dimiliki setiap galangan berbeda, maka teknik pembangunan dan peralatan yang dimiliki juga berbeda. 4.2.1 Kayu dan Triplek
Kayu dan triplek digunakan sebagai bahan untuk membuat cetakan dapat menggunakan kayu dan triplek bekas pakai yang telah dirapikan. 4.2.2 Matriks (Resin)
Seperti dijelaskan sebelumnya, resin merupakan material cair media pengikat fiber (serat) dan sering dijumpai dalam bentuk cair, kental dan bening. Biasanya resin ditempatkan dalam wadah yang berbentuk drum untuk menjaga bahan kimianya tetap awet dan aman. Resin mempunyai kekuatan tarik lebih rendah dibandingkan serat penguatnya. Synthetic plastic atau resin sintetis adalah suatu campuran bahan non metalik buatan biasanya dari senyawa organik, yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam bentuk kebutuhan komersial, misalnya bahan pakaian, bahan bangunan, peralatan rumah tangga dan elektronik, dan berbagai keperluan manusia lainnya. Penggunaan resin poliester yang paling umum adalah general purpose (GP) orthopthalic-polyester (polyester). Resin ini, ketika dicampur dengan 1% katalis methyl ethyl keytone peroxide (MEKP), secara khusus memiliki waktu gel 8-15 menit pada suhu 30 oC. Saat disimpan di dalam gelap dan di bawah suhu 25 oC, resin tersebut masih stabil hingga enam bulan. Ketika disimpan dalam temperatu tropis standart, stabilitasnya akan berkurang hingga tiga sampai empat bulan dari tanggal produksi (yang ditunjukkan pada label yang ditempelkan pada drum)
77
Tanggal produksi
Gambar 37. Resin dalam Drum (A). Tanggal Produksi Resin (B) (sumber: McVeagh, et al.,2010) Pada umumnya, resin digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Resin thermoplastik, adalah resin yang proses pengerasannya bersifat reversible (dapat diproses ulang setelah terpolimerisasi).
78
Contoh : polymide, polycarbonate, polythermide (PEI) dan ployethereketone (PEEK). 2. Resin thermostting adalah resin yang proses pengerasannya bersifat irreversible (tidak dapat diproses ulang setelah terpolimerisasi. Contoh : Polyester, epoxy, phelonic. Pada saat ini yang paling sering digunakan adalah resin jenis thermostting. Ada beberapa jenis resin antara lain (Ririantika, 2013): 1. Polyester (Orthophtholic), resin jenis ini sangat tahan terhadap proses korosi air laut dan asam encer. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut: a. Massa jenis : 1,23 g/cm3 b. Modulus young : 3,2 Gpa c. Angka poisson : 0,36 d. Kekuatan tarik : 65 Mpa 2. Polyester (Isophtholic), resin jenis ini tahan dengan panas dan larutan asam dan kekerasanya lebih tinggi serta kemampuan menahan resapan air (adhesion) yang paling baik dibandingkan dengan type resin ortho. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut: a. Massa jenis : 1,21 g/cm3 b. Modulus young : 3,6 Gpa c. Angka poisson : 0,36 d. Kekuatan tarik : 60 Mpa 3. Epoxy, resin jenis ini mampu menahan resapan air (adhesion) sangat baik dan kekuatan mekanik yang paling tinggi. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut: a. Massa jenis : 1,20 g/cm3 b. Modulus young : 3,2 Gpa c. Angka poisson : 0,37 d. Kekuatan tarik : 85 Mpa 4. Vinyl Ester, resin jenis ini mempunyai kekuatan terhadap larutan kimia (chemical resistance) yang paling unggul. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut: a. Massa jenis : 1,12 g/cm3 79
b. Modulus young : 3,4 Gpa c. Kekuatan tarik : 83 Mpa 5. Resin type phenolic, resin jenis ini tahan terhadap larutan asam dan alkali. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut: a. Massa jenis : 1,15 g/cm3 b. Modulus young : 3,0 Gpa c. Kekuatan tarik : 50 Mpa Resin yang biasa digunakan untuk konstruksi kapal adalah jenis Orthophtholic polyester resin. Resin jenis ini harganya paling murah dibandingkan jenis yang lainnya dan tahan terhadap korosi yang disebabkan air laut sehingga cocok untuk bahan material bangunan kapal. Dengan sifat ini kerusakan yang disebabkan karena proses korosi dapat dihindari. 4.2.3 Dempul dan hardener (Katalis)
Dempul digunakan untuk membuat hasil cetakan menjadi halus dan rata sedangkan hardener digunakan untuk mempercepat proses pengerasan dempul. Katalis atau hardener (Gambar 38) berfungsi untuk proses awal perubahan bentuk resin dari cairan menjadi padat (polymerization) pada temperatur kamar (27oC). Umumnya pemberian katalis adalah sekitar 0.5 – 4% dari fraksi volume resin. Hardener digunakan untuk membuat polyester menjadi padat. Hardener biasanya bersifat korosi, sehingga perawatan khusus harus diambil dalam penanganan dan penyimpanannya. Penggunaan kacamata pelindung dan sarung tangan (safety glasses and rubber gloves) diperlukan untuk perlindungan diri (personal protection). Ketika hardener dan resin dicampur, maka reaksi kimianya menghasilkan panas (eksoterm). Jika hardener tumpah, maka dapat bereaksi secara cepat dengan bahan laindan menyebabkan kebakaran. Jika akselerator digunakan untuk membuat dempul yang cepat dan sesuai (fast-cure “fixing putty”), maka akselerator harus dicampur secara menyeluruh dengan dempul (putty) sebelum hardener ditambah. 80
Penambahan akselerator dan hardener secara bersamaan akan menimbulkan ledakan (explosion). Saat temperatur mendekati 37 oC, maka harus mengikuti instruksi dari pembuat dan gunakan 0,8% hardener yang akan menghasilkan geltime yang lebih singkat.
Gambar 38. Katalis (Sumber: McVeagh, et al.,2010). 4.2.4 Serat Penguat
Serat gelas mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Pada penggunaannya, serat gelas disesuaikan dengan sifat/karakteristik yang dimilikinya. Serat gelas terbuat dari silica, alumina, lime, magnesia dan lain-lain (Carli Dkk, 2012). a.
Woven Roving
Woven roving mempunyai bentuk seperti anyaman tikar,serat gelas yang teranyam dibuat saling bertindih secara selang seling kearah vertical dan horizontal (0o dan 90o) (Gambar 39).
81
Gambar 39. Woven Roving. http://www.yyltbx.cn/Eshowpic.asp?id=186 Kumpulan anyaman adalah seperti tali. Anyaman ini memberikan penguatan kearah vertikal dan horizontal. Pemakaiannya dalam konstruksi terutama pada bagian frame dan ginder. Woven roving sedikit kaku, sehingga agak sulit dibentuk terutama digunakan untuk bagian berlekuk tajam. Woven roving mempunyai berat per luas 407 82
g/m dengan ketebalan antara 0,51 mm sampai 1,02 mm. Bentuk serat gelas woven roving adalah berupa gulungan serat gelas yang menjadi kain yang tebal dan kasar. Bentuk serat gelas ini sangat baik digunakan dalam industri, misalnya pembuatan bak mandi, pembuatan kapal dan lain-lain. b.
Chopped Strand Mat (CSM)
Chopped strand mat (Gambar 41) mempunyai bentuk seperti anyaman
tidak teratur, serat gelas yang teranyam dibuat bertindih secara tidak teratur ke segala arah (unidirectional). Serat gelas yang teranyam mempunyai panjang serat yang relative lebih pendek dari panjang serat woven roving. Kumpulan anyaman adalah seperti tumpukan jerami, anyaman ini memberikan penguatan ke segala arah (Ririantika, 2013). Pemakaiannya dalam konstruksi terutama pada bagian hull. CSM ini lebih fleksibel, sehingga mudah digunakan untuk bagian berlekuk tajam. CSM terdiri dari serat yang arahnya secara acak dengan panjang sekitar 25-50 mm (1-2 inci), yang bergabung dengan pengikat styrene soluble polyvinyl asetat. Penggunaan jenis CSM untuk kapal ( marine aplication) adalah CSM-E.
83
Gambar 40. CSM.
Gambar 41. Kode CSM untuk Marine (McVeagh, et al.,2010).
84
c.
Triaxal
Jenis triaxal merupakan serat penguat yang menerus ( continous fibre reinforced) dengan konfigurasi serat penguat terdiri dari tiga layer kedua 0 terhadap principal axis serta arah layer ketiga -45 terhadap principal axis.
Gambar 42. CSM (Chopped Strand Mat). 4.2.5 Talk
Talk adalah jenis bubuk kapur yang dapat berfungsi sebagai dempul setelah dicampur dengan resin dan katalis (Gambar 43).
Gambar 43. Talk (Ririantika, 2013).
85
4.2.6 Pigmen
Pigmen (Gambar 44) adalah campuran yang digunakan untuk memberikan warna pada lapisan luar yang dikehendaki. Pigmen yang digunakan misalnya pigmen color, pigmen white super.
Gambar 44. Pigmen.
A
B 86
4.2.7 Lapisan Pelepas (Mold R elease) Ketika persiapan cetakan yang digunakan untuk pembuatan fiberglass sudah selesai, maka jumlah wax berkualitas tinggi harus dioleskan (spread) pada permukaan cetakan dan kemudian digosok (polish) hingga memiliki permukaan yang halus (a high gloss) dengan menggunakan kain yang bersih (clean cloth). Saat mempersiapkan cetakan yang baru, digunakan lima hingga sepuluh lapisan wax. Polyvinyl alcohol (PVA) juga dapat digunakan sebagai pelepas cetakan (mould release). Cetakan yang berkualitas baik tidak membutuhkan penggunaan PVA, namun hanya membutuhkan sedikit wax dan penggosokan setelah pelepasan cetakan (demoulding) tersebut. Wax merupakan lapisan yang berfungsi untuk mencegah laminasi tidak lengket dengan cetakan (Gambar 36).
Gambar 45. Mold Release Wax.
4.2.8 Gelcoat /Topcoat
Tanggal produksi gelcoat biasanya dituliskan pada label container dan penyimpanan untuk menjaga stabilitasnya sama dengan pada resin polyester. Gelcoat biasanya terlihat tanpa pewarna (unpigmented). Tetapi pada dasarnya pewarna dapat ditambahkan hingga tidak lebih 87
dari 10%. Kemudian dicampur secara merata (thoroughly) dengan kecepatan yang lambat melalui blender tambahan pada alat pengocok (power drill). Penambahan hardener yang baik adalah tidak lebih dari 2% pada gelcoat. Sementara itu, topcoat dibuat dnegan mencampurkan 4% wax pada gelcoat yang sudah disiapkan. Topcoar akan mengeringkan udara dipermukaan dan sering digunakan saat coat selesai.
A
B
Gambar 46. Gelcoat.
88
BAB 5. Pembangunan Kapal FRP Secara Umum Secara umum, kapal fiberglass merupakan polimer yang terdiri dari cairan (liquid) dan serat. Liquid yang digunakan biasanya epoxy resin. Liquid tersebut adalah plastik (matriks). Resin tersebut belum menjadi polimer. Untuk menjadikannya polimer,maka resin harus dicampur dengan katalis atau hardener. Katalis yang dicampur membuat resin menjadi keras. Untuk memperkuat polimer tersebut, maka ditambahkan serat (fiber) yang terdiri dari woven roving/mat. Dengan demikian campuran resin dengan hardener ditambahkan dengan serat akan menghasilkan fiberglass yang digunakan sebagai lambung kapal termasuk gading-gading dan body kapal. Karena proses pembangunan kapal FRP membutuhkan cetakan (mold) dan cetakan tersebut dibuat dengan menggunakan reaksi kimia sederhana, maka dalam material lain dengan spesifikasi khusus, misalnya tahan terhadap temperatur tinggi, tidak diperlukan. Cetakan bisa dibuat kayu, tripleks atau plat. Tetapi karena pelat haganya mahal, dan proses penyambungannya sulit, maka tapi sebaiknya digunakan bahan dari kayu dengan tripleks. Ini dikarenakan bahan tersebut lebih fleksible (mudah dibentuk), murah, ringan serta mudah didapat.
5.1. Bahan dan Peralatan Pada bab sebelumnya, bahan dan peralatan telah didiskusikan secara detail. Namun untuk mereview kembali bahan dan peralatan yang digunakan saat proses pembangunan kapal tersebut, maka pada subbab ini materi tersebut diulas secara ringkas. 89
5.1.1 Bahan – Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan kapal FRP adalah sebagai berikut:
1.
Minyak Resin (epoxy resin). Minyak resin memiliki bahan dasar yang terbuat dari minyak bumi dan residu tumbuhan. Katalis (catalis). Katalis (hardener) merupakan cairan kimia yang digunakan untuk campuran minyak resin sehingga terjadi pengerasan secara kimia. Katalis berperan sebagai hardener (penguat). Mat/mesh (serat halus). Mat terbuat dari bahan polyester. Mat berfungsi sebagai media lapisan permukaan sebuah plat fiber. Talk (tepung khusus). Talk digunakan untuk membuat perekat atau lem fiber (jackcoat). Selain itu talk juga digunakan untuk membuat campuran cat plincoat. Woven Roving (serat kasar). Woven roving (WR) terbuat dari bahan polyester/epoxy. Roving digunakan sebagai media lapisan tengah dari plat fiberglass. Kayu dan triplek. Kayu dan tripleks digunakan untuk membuat cetakan (mold) yang bentuknya dibuat sesuai dengan gambar/design rencana garis kapal. Cat plincoat. Cat plincoat digunakan untuk mewarnai sekaligus menghaluskan permukaan lambung kapal. Wax (mirror). Pemolesan wax pada cetakan berfungsi memudahkan kapal untuk diangkat dari cetakan. Pemolesan wax biasanya dilakukan sebanyak sepuluh kali dengan cara mengoleskan wax pada cetakan secara merata.
2.
3. 4.
5.
6.
7. 8.
5.1.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk membantu membuat, membentuk, menghaluskan dan finishing secara umum adalah: 1. 2. 3. 4.
Kuas Roll/dan Kuas Biasa Mesin Gerinda Mesin Mixer Mesin Bor dan Ampelas 90
5. Perkakas kayu Bahan dan peralatan tersebut hanya untuk membentuk lambung kapal. Untuk membuat kapal secara utuh maka kapal dilengkapi dengan main engine mesin penggerak propeller, outfitting, dinamo listik, alat nafigasi, alat komunikasi dan lain-lain tergantung jenis dan besar kapal. 5.1.3 Proses Pembangunan Kapal Uraian pembangunan kapal secara umum dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pembuatan cetakan (mold) dari bahan kayu atau triplek sesuai dengan ukuran lambung kapal yang digambarkan dalam rencana garis. Untuk mempermudah peluncuran (ship launching), lokasi keel laying sebaiknya dekat dengan laut/sungai besar.
2.
Setelah mold (cetakan) selesai, maka permukaan dalam cetakan dilumasi dahulu dengan polish untuk memudahkan pembukaan cetakan setelah proses pembuatan kapal selesai. Kemudian cetakan dicat dengan cat plincoat sebagai proses pewarnaan lambung kapal (warna cat disesuaikan dengan keinginan owner). Cat plincoat dihasilkan dari campuran talk, cat acrilic serta minyak resin, di mana penggunaan katalis dicampur pada adonan cat plincoat pada saat digunakan saja/saat proses pengerjaan.
3.
Setelah cat plincoat pada cetakan kering dan telah dihaluskan dengan amplas disc dengan menggunakan gerinda, proses pembuatan lambung kapal siap dimulai. Lambung kapl diberikan lapisan, di mana lapisan pertama dibuat dengan balutan mat/mesh (serat halus). Kemudian dilanjutkan dengan roving (serat kasar) dan terakhir dengan mat lagi. Semua lapisan serat tersebut dioles dengan minyak resin yang telah dicampur katalis dengan menggunakan kuas rol. Adapun perbandingan campuran minyak resin dengan katalis tergantung pada lamanya proses pengeringan yang diinginkan. Misalnya 5 L resin dicampur dengan 5 cc katalis memerlukan waktu pengeringan 3-5 menit (dengan asumis cuaca cerah).
91
Gambar 47. Proses pembuatan cetakan. http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuatkapal-dari-fiber_06.html Sedangkan ketebalan lambung kapal tergantung besar kecilnya ukuran kapal yang dibuat. Semakin besar ukuran kapal, maka ketebalan lambung juga harus besar. Hal ini diatur dalam suatu biro klasifikasi tentang kapal fiber. Biasanya spesifikasi lapisan lambung kapal adalah mat-roving-mat. Untuk menghasilkan kapal yang memiliki kekuatan yang baik, maka proses pembuatan lambung kapal harus dikerjakan secara kontinu dan tidak boleh di sambung kecuali untuk proses penebalannya. 4.
Setelah proses pembentukan lambung kapal selesai, maka proses selanjutnya adalah pembentukan frame (gading/tulangan) pada lambung kapal. Ini berfungsi untuk memberi kekuatan memanjang dan melintang pada lambung kapal. Setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan ruangan-ruangan pada kapal sesuai dengan design rencana umum kapal kapal. Pembuatan ruangan ini bisa dilakukan dengan membentuk cetakan baru atau langsung dengan membentuk plat dari bahan fiber. 92
Gambar 48. Proses Pengerjaan Lambung Kapal. (http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuat-
kapal-dari-fiber_06.html)
Gambar 49. Pembuatan Frame dan Ruangan dalam Kapal Fiber. (http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuat-
kapal-dari-fiber_06.html) 93
Ruangan yang direncanakan dalam kapal dan perlu untuk dibuat dalam lambung kapal adalah tangki bahan bakar, ruang mesin (khusus untuk kapal yang tidak menggunakan mesin tempel (outboard engine), ruang navigasi, ceruk haluan dan sebagainya. Ruangan untuk tangki air bersih sebaiknya dibuat di bagian atas kapal untuk mempermudah aliran air. 5.
Proses selanjutnya adalah proses joint blok. Proses ini merupakan penggabungan bagian-bagian kapal yang dibentuk secara terpisah. Bila ukuran kapal yang dibangun besar, maka untuk membangunnya harus dipisahkan, supaya lebih mudah.
Gambar 50. Proses Joint Block. (http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuatkapal-dari-fiber_06.html) 6.
Setelah itu, dilakukan penyempurnaan dengan membuat aksesoris tambahan seperti pintu, tangga, teralis, bingkai jendela dan lainlain. Pembuatan aksesoris tambahan ini dilakukan terpisah dengan pembangunan lambung. Cara pembuatannya sama dengan pembuatan lambung yaitu dengan membuat cetakan. contoh
94
dibawah adalah proses pengembuatan pintu kapal. Berikut adalah contoh pembuatan beberapa aksesoris.
Gambar 51. Pembuatan Assesoris. Sumber: http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuat-kapaldari-fiber_06.html
95
Keterangan: Cetakan (A) Cetakan diberi cat plincoat (B). Permukaan cetakan dilapisi mat dan woven kemudian diolesi resin yang sudah di campur Katalis/hardener (C). Resin telah diolesi ke dalam cetakan dikeringkan (D). Pintu fibergalss sudah dilepas dari cetakannya (E). Pintu fiberglass di-finishing. 7.
Proses terakhir adalah penyelesaian akhir body kapal dimulai pendempulan, pengecatan serta instalasi mesin. Seperti dijelaskan sebelumnya, mesin penggerak kapal terdiri dari 2, yaitu outer board dan on board.
Gambar 52. Gambar 118. Outboard Engine (A). Inboard Engine (B). Sumber: http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuat-kapaldari-fiber_06.html 96
5.2. Pembuatan Kapal Perikanan Fiberglass 5.2.1 Pencetakan Bagian Kapal
Semua konstruksi kapal yang telah dirancang dan digambar, diubah dalam bentuk cetakan dengan ukuran yang sesuai. Cetakan-cetakan tersebut setelah membentuk badan kapal sesuai ukurannya akan digabungkan sehingga membentuk kapal utuh. Cetakan kapal dibuat menggunakan kayu dan triplek sesuai dengan dimensi kapal yang diinginkan oleh owner. Untuk mempermudah pembangunan kapal melalui cetakan, maka cetakan yang dibentuk biasanya dibuat terbalik (reverse). Hal ini dilakukan pada kapal berukuran kecil dan sedang. Namun kadang metode ini juga dilakukan pada kapal ukuran besar, mengingat proses untuk memisahkan cetakan dengan hasil cetakan melalui metode terbalik ini jauh lebih mudah.
Cetakan kapal dibalikkan untuk mempermudah proses laminasi. Sumber: (McVeagh, Anmarkrud, Gulbrandsen, Ravikumar, Danielsson, & Gudmundsson, 2010)
97
Proses pembuatan cetakan diawali dengan pengolesan mirror secara merata pada seluruh bagian cetakan. Pengolesan mirror yang tidak merata berpengaruh pada proses pembukaan hasil cetakan. Setelah itu dilanjutkan dengan pengolesan campuran resin dan katalis, mat dan WR sesuai dengan ketebalan hasil cetakan yang diinginkan. Pada pembuatan cetakan, harus dipastikan bahwa dasar cetakan sudah dalam kondisi yang rata dan permukaannya sudah dalam keadaan halus. Apabila ditemukan permukaan yang berlobang dan tidak rata, maka harus dilakukan pendempulan dan perataan kembali dnegan menggunakan amplas. Setelah pendempulan cetakan yang tidak rata kering maka dilanjutkan dengan pengolesan mirror (wax). Pengolesan wax ini juga harus rata dan dilakukan 2-3 kali. Apabila ditemukan bagian yang tidak rata, maka digunakan kain untuk meratakan permukaan. 5.2.2 Penggabungan Cetakan Untuk menggabungkan cetakan, maka cetakan tersebut disambung dengan dempul termasuk celah-celah pada cetakan. Pendempulan ini bertujuan agar hasil akhir cetakan menjadi rata dan terhindar dari celahcelah yang tidak diinginkan. Untuk meratakan pendempulan, digunakan amplas sebagai alat agar hasil akhir cetakan tidak kasar (halus). 5.2.3 Pemberian Wax Seperti dijelaskan sebelumnya, pemberian wax pada cetakan bertujuan agar hasil cetakan tidak menyatu dengan cetakan serta mudah dilepaskan. Selain itu, pemberian wax membuat hasil cetakan menjadi lebih halus dan saat pelepasan cetakan, hasil akhirnya tidak menyebabkan warna dasar hilang. 5.2.4 Pemberian Warna Dasar (Gelcoat) Setelah cetakan selesai dibentuk dan sudah dioleskan dengan lapisan wax (mirror), maka dilanjutkan dengan pemberian warna dasar pada cetakan. Pemberian warna dasar biru dilakukan pada cetakan di bagian bawah dan warna dasar putih di bagian. Pemberian warna pada cetakan selain bertujuan untuk memberi warna dasar pada tiap-tiap kontruksi yang akan dibuat juga bertujuan untuk menjadikan hasil cetakan mudah dilepas dari cetakannya.
98
5.2.5 Proses Laminasi (pelapisan bahan fiber) Proses laminasi diawali dengan pengolesan gelcoat pada cetakan yang sudah dalam kondisi rata dan memiliki permukaan halus. Setelah gelcoat mengering, maka pada cetakan dibentangkan mat sebagai lapisan terbawah. Kemudian mat tersebut diolesi dengan resin yang telah dicampur dengan katalis. Sebagai lapisan kedua, woven rooving diletakkan di atas mat yang sudah diolesi resin dan katalis. Kadang di atas lapisan kedua, juga merupakan woven roving. Dan kemudian dilaminasi. Ketentuan ini berdasarkan besar ukuran kapal. Untuk lapisan akhir (teratas), maka serat yang digunakan adalah mat dan dilaminasi hingga kering. Pemasangan mat dan woven roving yang saling bergantian bertujuan agar hasil cetakan tidak mudah patah pada saat digunakan. 5.2.6 Pembuatan dan Pemasangan Tulangan Pada Cetakan Tulangan berfungsi sebagai penguat pada kapal. Tulangan pada kapal adalah gading, senta sisi, wrang, pembujur alas dan sebagainya. Tulangan dibuat baik ke arah memanjang (longitudinal ) dan ke arah melintang (tranverse). Tulangan biasanya terbuat fiber (mat) yang diolesi dengan campuran resin dan katalis. Cetakan tulangan tersebut biasanya berbentuk huruf U. Dengan demikian bahan pembentuk tulangan memiliki permukaan berbentuk persegi, atau setengah lingkaran. Benda dengan permukaan tersebut misalnya balok kayu, pipa paralon ynag terpotong dan sebagainya. Setelah pembuatan tulangan selesai, maka dilanjutkan dengan selesai pemasangan tulangan pada bagian-bagian cetakan dengan panjang sekitar 50 cm dan lebar 50 cm hingga semua bagian cetakan terpenuhi. Tulangan yang sudah ditata sesuai dengan layout konstrusi, kemudian dilaminasi dengan mat dan roving yang diolesi dengan resin yang sudah dicampur dengan katalis.
99
Gambar 53. Pemasangan Penguat. 5.2.7 Pemasangan floor (wrang) kapal
Wrang dibuat sama seperti tulangan (gading). Wrang dicetak terlebih dahulu sesuai dengan dimensi yang diisyaratkan kemudian dipotong sesuai ukuran dan bentuk yang diinginkan. Wrang ditempel dengan gelcoat agar tidak mudah lepas saat dilaminasi. Setelah dipastikan wrang tidak bergeser, maka dilakukan proses laminasi seperti proses laminasi pada gading-gading. Wrang berfungsi sebagai penguat kontruksi kapal secara melintang. Ketika kapal berlayar di dalam air, maka timbul gaya-gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Misalnya, gaya berat akibat berat kapal itu sendiri. Kemudian gaya tekan ke atas. Gaya ini timbul akaibat badan kapal masuk ke dalam fluida, sehingga terjadi penerapan Hukum Archimedes. Selain itu timbul gaya akibat angin atau ombak. Dengan demikian, konstruksi kapal harus dibuat kuat dengan penambahan wrang, gading, penumpu tengah, senta sisi dan lain sebagainya. 5.2.8 Pemasangan sekat pada kapal Pemasangan sekat di dalam kapal menggunakan lembaran yang diberi tulangan sebagai penguat. Pemasangan sekat dilakukan sesuai dengan rencana umum kapal, misalnya pada ruang-ruang di dalam kapal, di 100
ruang belakang untuk tangki air tawar (fresh water), di ruang mesin, di ruang palkah (penampungan ikan). Pemasangan sekat bertujuan untuk memberi batas ruangan di dalam kapal. Selain itu juga berfungsi untuk kekuatan memanjang dan melintang kapal, serta untuk keselamatam saat terjadi kebocoran. Pemasangan sekat ini dilakukan pada saat cetakan lambung sudah dilepaskan dari cetakan. 5.2.9 Pengisian rongga-rongga kerangka kapal dengan foam atau busa Untuk mengisi rongga kerangka kapal, maka rongga kapal ditutup dengan menggunakan lembaran yang terbuat dari mat, resin dan katalis. Selanjutnya pada setiap rongga diberi lubang untuk memasukkan foam ke dalam rongga. Setelah itu foam berwarna merah dan warna kuning dicampur di dalam wadah plastik dengan ukuran tertentu. Selanjutnya foam dimasukkan melalui lubang yang telah dibuat. Kemudian lubang ditutup dengan menggunakan potongan lembaran kecil agar saat foam menguap menjadi busa dan tidak keluar tetapi dapat mengisi rongga-rongga yang berada di sampingnya yang masih kosong.
101
Gambar 54. Pendempulan Cetakan. 102
Gambar 55. Perbaikan Cetakan dengan Gerinda.
103
BAB 6. Proses Pembuatan Prototipe Kapal Fiberglass 6.1. Pendahuluan Proses pembuatan model dengan menggunakan fiberglass tentu berbeda dengan kapal sebenarnya karena model tidak memerlukan keselamatan (safety). Secara singkat proses pembuatan prototipe sebuah kapal hampir sama dengan pembuatan kapal secara umum, di mana diperlukan cetakan, pembuatan kapal dengan menggunakan bahan dan finishing.
6.2. Rencana Garis (Lines Plan) Proses pembuatan model kapal fiberglass dimulai dengan pembuatan cetakan yang bentuknya mengadopsi bentuk lines plan. Rencana garis (lines plan) merupakan penggambaran bentuk badan kapal terutama yang tecelup air. Output dari lines plan ini adalah bentuk badan kapal yang dilihat dari tiga pandangan berbeda, yakni pandangan depan (body plan), pandangan samping (sheer plan), dan pandangan atas (half-breadth Pada pandangan depan (bodyplan ), garis lengkung yang terlihat merupakan stasion. Stasion merupakan garis lengkung khayal yang menggambarkan bentuk badan kapal secara memanjang (Gambar 113).
104
Banyaknya jumlah stasion diatur sesuai dengan kebutuhan tapi pada umumnya adalah 21 stasion. Karena badan kapal simetri kiri kanan maka penggambaran stasion pada body plan biasanya dilakukan setengah kiri untuk stasion paling belakang sampai ke stasion midship dan setengah kanan untuk stasion midship sampai stasion paling depan.
Gambar 56. Rencana Garis Kapal di Desa Meskom
6.3. Rencana Umum Selain lines plan, gambar lain yang perlu dipersiapkan adalah gambar rencana umum kapal. Ini bertujuan untuk melengkapi tata letak (layout) kapal yang sedang dibangun. Rencana umum dalam buku Ship Design and Construction, Chapter III adalah perencanaan ruangan yang dibutuhkan sesuai dengan fungsi dan perlengkapannya. Rencana umum
105
juga bisa diartikan perencanaan akomodasi dan peletakan peralatanperalatan di kapal. Yang termasuk dalam rencana umum adalah: 1. Perencanaan Ruangan Akomodasi. 2. Perencanaan Peletakan Peralatan dan Perlengkapan kapal 3. Perencanaan Letak Tangki. Dalam menggambar rencana umum ini terlebih dahulu harus memiliki rencana garis (lines plan) karena bentuk luar kapal diambil dari rencana garis tersebut. Dalam merencanakan ruangan akomodasi harus memperhatikan rule yang ada. Adapun rule yang mengatur tentang ruang akomodasi di kapal yaitu International Labour Converence (ILO) Convention No. 133 – Convention Concerning Crew Accomodation On Board Ship (Supplementary Provision).
Gambar 57. Rencana Umum Kapal di Desa Meskom
6.4. Pembuatan Cetakan Cetakan dapat dibuat dari kayu, triplek atau bahan lain yang cukup keras. Cetakan master ini akan dilapisi dengan serat fiber (CSM atau WR) melalui proses laminasi. Hasil cetakan master adalah cetakan yang bentuknya persis sama hanya saja hasilnya sudah berbahan fiberglass.
106
Cetakan berbahan fiberglass inilah yang akan digunakan sebagai cetakan selanjutnya.
Gambar 58. Cetakan Berbahan Fiberglass Proses selanjutnya adalah menghaluskan cetakan berbahan fiberglass sebelum melakukan proses laminasi untuk membuat model kapal. Hal ini dilakukan agar hasil cetakan model rapi dan halus.
107
Gambar 59. Proses Pembersihan Cetakan Cetakan yang telah bersih dapat dioleskan wax agar hasil cetakan model tidak lengket dengan cetakan. Proses laminasi dilakukan dengan mengoleskan campuran resin dan katalis kemudian meletakkan lembaran-lembaran serat fiber (CSM). Banyaknya serat fiber yang dibutuhkan tergantung seberapa tebal model yang diinginkan. Setelah proses laminasi selesai, dilakukan proses pengeringan cetakan. Proses ini dapat dilakukan dengan cara menjemur dibawah sinar matahari agar cepat kering. Jika ingin hasil cetakan lebih cepat kering, biasanya komposisi katalis bisa diperbanyak. Biasanya katalis yang diperlukan untuk standar pengeringan dibawah sinar matahari adalah 4-5 tetes, jika ingin lebih cepat kering jumlah katalis bisa ditambah menjadi 7-9 tetes katalis. Setelah hasil cetakan kering, hasil cetakan akan dibuka dan dilepas dari cetakan sehingga menjadi satu model kapal yang sesuai dengan bentuk cetakannya.
108
Gambar 60. Hasil Cetakan Model Kapal
Hasil cetakan masih berupa bagian lambungnya saja sehingga diperlukan bangunan lain sehingga menjadi model kapal yang utuh. Bangunan tersebut dapat dibuat sesuai konstruksi model kapal yang sebenarnya. Bangunan tersebut adalah rumah geladak kapal ( deck house), bangunan atas (superstructure), geladak (deck), palka (hatch), bukaan palka (hatch coaming) dan lain-lain. Konstruksi tersebut dapat dibuat dengan menggunakan plat fiber tipis. Cara pembuatan plat fiber tipis adalah dengan melaminasi serat fiber dan mengeringkannya di bawah sinar matahari. Prosedur pembuatannya hampir sama dengan pembuatan cetak lambung kapal. Langkah pengerjaannya ditunjukkan pada Gambar 61-73.
109
Gambar 61. Pengolesan Wax Pada Cetakan Plat Fiber
110
Gambar 62. Persiapan Serat CSM
Gambar 63. Persiapan Resin Untuk Laminasi Plat 111
Gambar 64. Persiapan Campuran Resin
Gambar 65. Proses Laminasi 112
Gambar 66. Proses Laminasi
Gambar 67. Plat Fiber Tipis
113
Gambar 68. Proses Merapikan Prototipe Plat fiberglass tipis dicetak di atas selembar kaca tebal. Kaca tebal tersebut diolesi wax agar ketika proses pelepasan hasil cetak tidak lengket. Setelah wax dioles secara merata, serat fiber disiapkan sebelum proses laminasi. Kemudian campuran resin dan katalis dipersiapkan setelah persiapan serat selesai. Setelah itu, dilakukan proses laminasi yang diawali dengan pengolesan campuran resin dan katalis pada cetakan kaca. Kemudian serat diletakkan di atas cairan yang telah dioleskan pada cetakan kaca dan serat tersebut dilaminasi hingga mencapai tebal yang diinginkan. Hasil cetakan model dirapikan dan diberikan cat agar tampilan model lebih menarik. Proses pengecatan menggunakan mesin kompressor agar proses pengecatan lebih rapi dan halus. Setelah prototipe selesai dicat dengan kompressor, dapat dilakukan penambahan aksesoris misalnya stiker, lampu navigasi, alat tangkap dan sebagainya untuk melengkapi tampilan prototipe agar lebih mirip dengan aslinya. Hasil akhir diberikan pada Gambar 73.
114
Gambar 69. Proses Pengecatan Lambung Kapal Dengan Cat Dasar
Gambar 70. Proses Pengecatan Rumah Kapal Dengan Cat Dasar. 115
Gambar 71. Proses Pengecatan Dengan Cat Lapis Kedua
Gambar 72. Hasil Pengecatan pada Lambung
116
Gambar 73. Prototipe Kapal FRP
117
6.5. Pembuatan Prototype Lanjutan Proses pembuatan prototype dijelaskan sebagai berikut:
kapal fiberglass yang lebih komplek
6.5.1 Pembuatan Cetakan (Molding)
Pembuatan cetakan merupakan langkah awal untuk membuat prototipe kapal. Biasanya cetakan lambung kapal merupakan pekerjaan yang pertama sekali dilakukan. Cetakan dibuat triplek yang telah disusun berdasarkan ukuran dan urutan stasion model kapal.
-
Gambar 74. Pembuatan Cetakan Dari Triplek (A). Potongan Stasion Model Kapal Sumber: http://timroboboatppns.wordpress.com/proses-pembuatankapal/
118
6.5.2 Waxing (Pengolesan Lapisan Lilin)
Setelah cetakan lambung kapal selesai, maka dilanjutkan dengan pengolesan was ke permukaan cetakan. Pengolesan wax (lilin) berfungsi memudahkan model kapal untuk dilepaskan setelah diberi resin dan katalis. Pengolesan wax dilakukan sepuluh kali dengan cara mengoleskan wax pada majun dan menekan permukaan cetakan secara merata.
A
B
Gambar 75. Proses Penyambungan Model (A). Cetakan Model Kapal (B). Sumber: http://timroboboatppns.wordpress.com/proses-pembuatankapal/ 6.5.3 Pengoleskan Campuran Katalis dan Resin
Setelah wax selesai dioleskan ke seluruh permukaan dalam cetakan, maka olesan tersebut dibiarkan untuk beberapa saat sampai kering dan disimpan dalam ruangan yang kedap untuk menghindari tetesan air. Tetesan air dapat merusak reaksi wax ketika akan dilakukan pengangkatan model kapal. Kemudian dilanjutkan dengan membuat campuran resin dan katalis dengan perbandingan 10 : 1.
119
Gambar 76. Wax yang Digunakan Sumber: http://timroboboatppns.wordpress.com/proses-pembuatankapal/
Gambar 77. Campuran Resin dan Katalis 6.5.4 Melapisi dengan Susunan Mat Lambung yang sudah dilapisi wax yang sudah kering, kemudian diberi lapisan susunan mat.
120
Gambar 78. Pelapisan Mat Sumber: http://timroboboatppns.wordpress.com/proses-pembuatankapal/
Mat harus disusun secara rapi agar distribusi berat dapat merata. Setelah lapisan mat pertama selesai, maka pelapisan mat s diulangi ampai tiga kali. Kemudian susunan mat tersebut dioleskan campuran resin dan katalis.
121
6.5.5 Holding Time
Pada proses holding time, mat dan katalis yang telah tersusun dibiarkan sampai kering kurang lebih 24 jam. Ini berfungsi agar pengerasan dapat menjadi sempurna. 6.5.6 Pengangkatan Kapal dari Cetakan
Proses pengangkatan kapal merupakan hal yang harus diperhatikan, karena jika tidak berhati-hati, dimensi kapal yang terbentuk bisa berubah lebih besar akibat tekanan lebih besar dari beberapa titik pengangkatan.
Gambar 79. Lambung Model Kapal yang Telah Jadi. Sumber: http://timroboboatppns.wordpress.com/proses-pembuatankapal/
6.6. Finishing Lambung Kapal Proses selanjutnya adalah penutupan geladak yang cetakannya dilakukan terpisah, namun memiliki proses yang sama
122
6.6.1 Pemasangan, Pembuatan Komponen dan Pengecatan.
Komponen yang dibuat adalah pondasi mesin untuk tempat mesin penggerak dan alat gerak (propeller).
Gambar 80. Proses Finishing dan Penambahan Assesoris Sumber: http://timroboboatppns.wordpress.com/proses-pembuatankapal/ 123
BAB 7. Perbaikan Gelcoat 7.1. Perbaikan Gelcoat Perbaikan pada semua kapal FRP secara umum memiliki kesamaan, misalnya perlunya membuang dan mengganti bagian yang sudah tua. Begitu juga dengan mengganti bahan yang rusak akibat tumbukan atau benturan. Kerusakan bukan hanya karena faktor eksternal, tetapijuga karena faktor internal, seperti penggunaan komposisi gelcoat yang tidak benar. Gelcoat dapat memiliki kesalahan berikut, yang sebagian besar dapat diperbaiki hanya dengan pengamplasan gelcoat kembali dan melakukan pengecatan baru KERUTAN (WRINKLING or ALLIGATOR)
Kerutan bisa timbul pada permukaan lambung kapal. Kerutan ini disebabkan oleh panas yang dilepaskan oleh laminasi dan segera menyerang gelcoat tipis yang masih dalam proses pengeringan (undercured) (Gambar 81). (Wrinkling this is caused by the heat released by the following laminate immediately attacking an undercured thin gelcoat ). Wrinkling merupakan kesalahan gelcoat akibat katalis yang
tidak cukup dalam gelcoat. Ini juga disebatbkan oleh gelcoat terlalu tipis, dan penggunaan lapisan pelindung yang terlalu cepat.
124
PINHOLING
Pinholing merupakan gelembung udara kecil yang terperangkap selama pengeringan (Gambar 82) (Pinholing small air bubbles trapped during the cure show up on release). ADHESI YANG SALAH
Adhesi yang salah terjadi ketika gelcoat dibiarkan tanpa penguatan terlalu lama . Satu mingging merupakan waktu yang cukup lama (Gambar 83) (Poor adhesion occurs when a gelcoat is left unreinforced for too long. A weekend is long enough) BERCAK
Timbulnya bintik-bintik kecil pada seluruh lapisan gelcoat menunjukkan pencampuran yang tidak sesuai (kurang) pada salah satu komponen (Spotting all over the gelcoat layer small spots will indicate poor mixing of one of the components). STRIATIONS
Striations menunjukkan pencampuran pigmen warna yang tidak memadai. (Striations indicate inadequate mixing of the colour pigment). POLA SERAT
Pola serat terjadi jika gelcoat tipis atau penguatan diterapkan sebelum gelcoat tersebut cukup kering, pola roving bisa tercetak dan terlihat di gelcoat ketika lambung dilepaskan (Gambar 84). (FIbre patterns if the gelcoat is thin or the reinforcement is applied before the gelcoat is sufficiently cured the roving pattern may “print through” and be visible in the gelcoat when the hull is released ). Pola serat juga
disebabkan oleh eksoterm yang tinggi pada bulk curing.
125
MATA IKAN
Mata ikan disebabkan oleh gelcoat yang kurang pembasahan pada tempat pemolesan di permukaan cetakan. Mata ikan terjadi terutama ketika digunakan silikon yang mengandung (berbasis) lilin. Dengan demikian penggunaan lilin mobil (car waxes) tertentu harus dihindari (Gambar 85). (Fish eyes caused by the gelcoat “de-wetting” from the polished mould surface in spots. Occurs mainly when silicone based waxes are used. These, in particular car waxes, should be avoided). LEPUH
Lepuh (blister) merupakan indikasi delamnasi antara lapisan pada kapal yang lebih tua . Lepuh pada gelcoat berpotensi menyebabkan permasalahan yang paling serius di antara masalah yang lain (Gambar 86) (Blisters an indication of delamnation between layers on older vessels. Of various causes and potentially the most serious of problems ). KRASING
Krasing biasanya menunjukkan gelcoat yang terlalu tebal dan terjadi saat adanya peregangan lambung (Gambar 87). (Crazing usually indicates a gelcoat which is too thick and has crazed during flexing of the hull). RETAK BINTANG (STAR CRAZING)
Star crazing disebabkan oleh gelcoat yang terlalu tebal (overthick) serta dampak yang diterima dari dalam (Gambar 88). (Star cracking once again due to an overthick gelcoat but this time it must have received an impact from the inside). Selain itu retak bintang disebabkan oleh
dampak terbalik (reverse impact) dan pola serat akan pemindahan dari cetakan (crack pattern transferred from mould).
126
INTERNAL DRY PATCHES
Internal dry patches merupakan daerah di mana resin belum mengalami penetrasi (Gambar 89). (Internal dry patches areas where resin has not penetrated). LEACHING
Leaching (pelapukan merupakan kesalahan yang serius. Cuaca yang ekstrim (severe weathring) dapat menghilangkan resin yang jumlahnya kurang (poor resin) dari permukaan laminasi (Gambar 90) ( LEACHING a serious fault. Severe weathering can remove a poor resin from surface of a laminate) MENGUNING
Menguning merupakan perubahan warna gelcoats yang jelas atau cahaya. (Yellowing discoloration of clear or light gelcoats). BLISTER
Blister disebabkan oleh kontaminasi kelembapan dan pemanasan yang moisture terlalu cepat pada gelcoat (Blisters are caused by contamination and rapid cure of gelcoat) (Gambar 91). Dari berbagai kerusakan tersebut jelas terlihat bahwa tindakan yang hati-hati harus diambil dalam perumusan dan penerapan gelcoat. Kerusakan-kerusana ini merupakan penghalang antara lingkungan dan struktur laminasi lambung. Sehingga kerusakan tidak hanya permukaan cetakan yang berwarna mengkilap. Mengenakan jauh dari gelcoat disebabkan oleh abrasi. Hal ini terjadi ketika material lebih keras daripada polyester kering konsisten menggosok pada daerah yang sama. Ini mungkin rantai jangkar atau alat berat yang diangkut ke sisi perahu nelayan. Tidak butuh waktu lama untuk menggaruk gelcoat tipis di bawah ini yang laminasi akan terungkap. Pada titik ini , terutama jika kerusakan adalah di bawah permukaan air, tindakan perbaikan harus diambil karena meskipun FRP adalah bahan plastik, air perlahan-lahan 127
dapat menembus laminasi dan membuat itu busuk oleh merembes di sepanjang jalur yang dibuat oleh serat-serat penguat. Sebuah kapal yang dirancang dengan benar harus memiliki perlindungan yang memadai di daerah di mana abrasi dapat diprediksi tapi masalah dapat terjadi ketika kapal perikanan tanpa pengalaman dikonversi dari satu metode ke metode yang lain.
Gambar 81. Kesalahan Gelcoat – kerutan (wrinkling)atau alligator 128
Gambar 82. Kesalahan Gelcoat – Pori-pori (pinholing)
Gambar 83. Kesalahan Gelcoat – penempelan yang kurang kuat (poor adhesion)
129
Gambar 84. Kesalahan Gelcoat - Pola serat fibre patterns
Gambar 85. Kesalahan Gelcoat – mata ikan (fish eyes)
130
Gambar 86. Kesalahan Gelcoat – melepuh (blisters)
Gambar 87. Kesalahan Gelcoat – retak-retak (crazing)
131
Gambar 88. Kesalahan Gelcoat – Retak bintang (star crazing)
132
Gambar 89. Kesalahan Gelcoat – tambalan kering internal (internal dry patches)
Gambar 90. Kesalahan Gelcoat –luluh/lepas (leaching) (Coackley, 2005) 133
Gambar 91. Kesalahan Gelcoat –blister.
7.2. Perbaikan Struktur FRP Kerusakan akibat kecelakaan relatif mudah untuk memperbaikinya dengan tangan atau metode kontak moulding. Jika kapal tersebut dibangun secara lokal maka teknisi yang melakukan perbaikan diharapkan dapat diharapkan menjadi akrab dengan konstruksi dan permasalahannya sehingga kekuatan yang hilang karena rusak dapat dimasukkan kembali. Jika kapal tersebut diimpor dan bentuk struktur materialnya unik untuk negara tersebut, maka sampel yang rusak harus dipotong untuk memastikan lambung tersebut terbuat dari bahan apa. Sampel diambil oleh pengeboran dengan gergaji dan dibakar untuk menghilangkan resin sehingga dapat mengungkapkan penguatan yang dikandungnya . Jika ditemukan mengandung inti seperti balsa, maka pengganti yang cocok harus ditemukan. Bila dalam keadaan darurat, maka laminasi padat dapat digunakan tetapi akan lebih berat dan lebih mahal.
134
BAB 8. Peraturan Untuk Material Non-Metal
8.1. Pendahuluan Bab ini membahas peraturan yang dikeluarkan oleh klas untuk kapal yang terbuat dari bahan non-metal seperti FRP dan kayu. Sebagai kelas di Indonesia, Biro Klasifikasi Indonesia bertanggung jawab untuk memastikan kelaiklautan sebuah kapal baru atau yang mengalami reparasi. Hal ini berlaku untuk kapal-kapal niaga atau kapal khusus seperti kapal ikan. BKI juga memberikan peraturan konstruksi untuk kapal yang terbuat dari bahan metal/logam maupun non-metal termasuk plastik yang diperkuat serat (BKI, 2006). Berikut merupakan berbagai peraturan yang dikutip dari BKI 2006 terkait dengan Kapal fiber.
8.2. Persyaratan Bahan dan Produksi 8.3. Definisi 8.3.1 Plastik diperkuat serat (FRP) Bahan heterogen yang terdiri dari resin termoset sebagai matriks dan bahan penguat yang diisikan. 8.3.2 Resin Termoset Campuran dua-komponen yang terdiri dari resin dan pengeras serta bahan tambahan (aditif) yang mungkin. 135
8.3.3 Bahan Penguat Bahan biasanya berbentuk produk serat yang diisikan dalam matrik untuk meningkatkan sifat tertentu. Dalam pengerjaannya, serat dari bahan yang berbeda yang menunjukkan sifat isotropik atau anisotropik diproses dalam bentuk produk tekstil semi-jadi (mat, roving, fabric, nonwoven). Untuk persyaratan khusus, campuran bahan serat yang berbeda juga digunakan (hibrid). 8.3.4 Prepreg Bahan penguat yang sebelumnya telah direndam dengan resin termoset yang dapat diproses tanpa penambahan resin atau pengeras lagi. 8.3.5 Laminasi Bagian yang dicetak yang dibuat dengan meletakkan lapisan-lapisan bahan penguat diatas satu sama lain bersama dengan resin termoset. 8.3.6 Laminasi Sandwich Dua lapisan laminasi yang digabungkan dengan memakai inti tengah dari bahan yang lebih ringan.
8.4. Bahan 8.4.1 Resin Termoset Tergantung pada penggunaan, dan tentunya persyaratannya, dibuat perbedaan antara resin laminasi dan resin pelindung. Kesepadanan dari kombinasi antara resin gelcoat dan resin laminasi harus ditunjukkan jika formulasi dasar resin tidak sama. 8.4.2 Resin Gelcoat dan Resin Lapisan Atas Resin gelcoat dan resin lapisan atas harus melindungi permukaan laminasi dari pengaruh kerusakan mekanis dan lingkungan. Oleh karena itu, pada kondisi kering, resin harus mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap media yang ada (misalnya bahan bakar, air sungai dan air laut), terhadap lingkungan laut dan industri, dan terhadap abrasi, selain kemampuan penyerapan air yang rendah. Zat thixotropic dan pigmen pewarna adalah satu-satunya aditif yang diperbolehkan untuk resin
136
gelcoat. Pada resin lapisan atas, aditif untuk penguapan styrene yang rendah juga diperbolehkan. 8.4.3 Resin laminasi Resin laminasi harus mempunyai karakteristik peresapan yang baik ketika diproses. Pada kondisi kering, resin harus tahan terhadap bahan bakar, air sungai dan air laut, dan harus dapat menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap penuaan. Selanjutnya, ketahanan yang cukup terhadap hidrolisa harus dijamin jika digunakan bersama dengan aditif dan bahan pengisi yang diizinkan. Jika menggunakan polyester tak jenuh (UP) sebagai resin, maka ketahanan terhadap hidrolisa harus lebih tinggi dari pada resin UP standar (sebagai contoh penggunaan resin dengan bahan dasar asam isophtalic).
8.5. Aditif Semua aditif (katalis, akselerator, bahan pengisi, pigmen pewarna dll.) harus cocok untuk resin termoset dan harus sesuai dengan resin tersebut serta aditif lain, sehingga dapat dipastikan pengeringan resin yang sempurna. Aditif harus disebarkan dengan hati-hati ke seluruh resin, sesuai dengan petunjuk pabrik. Katalis, yang memulai proses pengerasan, dan akselerator, yang mengontrol waktu pengerjaan (umur pakai, masa pengentalan) dan waktu pengeringan, harus digunakan sesuai dengan petunjuk pemrosesan yang diberikan oleh pabrik. Untuk sistem proses dingin (cold-setting systems), katalis harus diatur sedemikian rupa sehingga pengeringan menyeluruh dipastikan terjadi diantara suhu 16°C sampai 25°C. Sistem proses-dingin yang suhu pengeringannya diluar rentang suhu tersebut demikian juga sistem pengeringan-hangat, dapat digunakan setelah berkonsultasi dengan BKI Pusat. Bahan pengisi harus nyata-nyata tidak boleh mempengaruhi sifat resin yang telah kering. Jenis dan jumlah bahan pengisi harus disetujui BKI 137
Pusat dan tidak boleh menunjukkan ketidakmampuan memenuhi sifat minimum resin. Pada umumnya, jumlah bahan pengisi dalam senyawa resin laminasi tidak boleh melebihi 12% berat (termasuk maksimum 1.5% berat zat thixotropic). Jika pabrik menetapkan angka yang lebih kecil, maka angka tersebut yang harus digunakan. Jumlah zat thixotropic dalam senyawa resin gelcoat tidak boleh melebihi 3% berat. Laminasi yang digunakan untuk tangki bahan bakar dan tangki air tidakboleh mengandung bahan pengisi. Pigmen pewarna harus tahan cuaca dan terdiri dari bahan celup anorganik atau organik yang tidak luntur. Jumlah maksimum yang diizinkan tidak boleh melebihi angka yang ditentukan oleh pabrik pembuat; jika tidak ada angka yang ditentukan oleh pabrik pembuat, maka pigmen pewarna tidak boleh melebihi 5 % berat.
8.6. Bahan Penguat Tersedia berbagai jenis bahan penguat dengan filamen dari gelas, karbon dan aramid: Roving: filamen paralel dalam jumlah banyak yang ditempatkan bersama dengan atau tanpa pemuntiran. Mat: lapisan filamen menerus yang tak beraturan ( fleeces), atau roving yang dipotong-potong (panjang minimum 50 mm) yang dihubungkan dengan menggunakan perekat. Fabric: Roving yang dianyam bersama dengan teknik penganyaman yang digunakan dalam industri tekstil. Bahan dan/atau filamen yang berbeda ketebalan yang berbeda dimungkinkan untuk digulung. Fabric tak dianyam: Lapisan - lapisan serat searah yang dirajut secara selang seling. Lapisan tersebut dilekatkan dengan helai serat tipis, baik bersama maupun pada mat. Bahan yang berbeda dan/atau filamen yang berbeda ketebalan dimungkinkan dalam masing-masing lapisan. Perlakuan permukaan serat dengan senyawa perekat, zat penggabung atau bahan pelapis harus disesuaikan dengan resin termoset, guna 138
memastikan sifat bahan yang memadai, dan terhadap pengaruh dari media. Hanya gelas aluminium boron silicate dengan alkali rendah yang dapat digunakan sebagai serat gelas (kadar oksida alkali ≤ 1%), misalnya. Eglass sesuai dengan VDE 0334/ Bagian 1, 9.72.
8.7. Bahan Inti Konstruksi Sandwich Harus ditunjukkan bahwa bahan inti yang digunakan sesuai untuk tujuan penggunaannya. Bahan tersebut tidak boleh menghalangi pengeringan resin laminasi. Permukaan sambungan dari penguatan lokal yang terbuat dari bahan logam (misalnya saluran masuk, penghubung) harus dibersihkan dengan cara yang sama seperti pada proses pengeleman, guna menjamin pengikatan yang optimal (lihat. DIN 53281, Part 1). Bahan inti selain dari yang disebutkan dibawah ini dapat dipakai, asalkan bahan inti tersebut sesuai dengan tujuan penggunaannya dan disetujui terlebih dahulu oleh BKI Pusat. 8.7.1 Bahan Busa Padat Bahan busa padat yang digunakan sebagai bahan inti untuk laminasi sandwich, atau sebagai konstruksi utama ( shear webs), harus dari tipe sel tertutup ( closed-cell type) dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap resin laminasi atau adhesif, serta terhadap kerapuhan, bahan bakar, air sungai dan laut. Kemampuan penyerapan air yang rendah diperlukan, bersama dengan densitas semu minimum 60 kg/m³. Harus dipastikan bahwa suhu izin bahan busa tidak terlewati selama reaksi pengeringan (reaksi eksotermik). 8.7.2 Kayu Balsa Kayu balsa yang digunakan sebagai bahan inti laminasi sandwich harus memenuhi persyaratan berikut. Kayu tersebut harus : 139
− segera diolah setelah penebangan untuk mencegah
serangan jamur dan serangga. − dibersihkan dan dihomogenkan. − dikeringkan dalam tungku selama 10 hari setelah penebangan, dan − mempunyai kandungan uap air rata-rata maksimum 12 %. 8.7.3 Prepreg Serat penguat yang telah direndam sebelumnya dengan resin laminasi harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada komponen dimana serat digunakan. Sebagai tambahan, kandungan volume resin sebesar minimum 35% volume harus dipastikan, serta perekatan yang cukup pada suhu proses.
8.8. Adhesif Ketika merekatkan FRP bersama-sama, atau dengan bahan lain, hanya adhesif yang bebas pelarut (solvent-free) yang boleh digunakan. Pertimbangan harus diberikan pada adhesif reaksi dua komponen, jika memungkinkan dengan bahan dasar yang sama seperti resin laminasi. Laminasi hanya boleh direkatkan pada kondisi kering. Adhesif prosespanas (hot-setting adhesives) umumnya mempunyai kekuatan yang lebih tinggi; akan tetapi, suhu izin maksimum yang diizinkan dari bahan yang akan direkatkan tidak boleh dilebihi. Hal ini berlaku khususnya bila menggunakan adhesif leleh-panas ( hot-melt adhesive) komponen tunggal. Adhesif harus digunakan sesuai dengan petunjuk proses yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat. Adhesif tidak boleh mempengaruhi bahan yang akan direkatkan dan harus menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap kelembaban dan kerapuhan. Pengaruh suhu operasi pada kekuatan adhesif harus rendah. Adhesif harus dapat digunakan dalam rentang suhu – 20 ° s/d + 60 °C.
140
8.9. Persetujuan Bahan Semua bahan yang akan digunakan pada waktu pembuatan komponen FRP harus terlebih dahulu diperiksa dan disetujui BKI. Persetujuan oleh organisasi lain dapat diakui setelah kesepakatan dengan BKI, dengan catatan pengujian yang disyaratkan untuk persetujuan sesuai dengan persyaratan BKI. Pabrik pembuat dan/atau pemasok bahan harus mengajukan permohonan persetujuan ke BKI Pusat. Persetujuan diberikan jika bahan memenuhi persyaratan BKI. Untuk tujuan ini, diperlukan pengujian khusus yang dilakukan dibawah pengawasan BKI atau hasil pengujian harus didokumentasikan dalam laporan lembaga pengujian yang diakui. Sebelum produksi dimulai, persetujuan bahan yang disyaratkan harus dikirim ke BKI Pusat dan/atau kantor cabang BKI. Jika tidak ada persetujuan, atau tidak semua persetujuan yang disyaratkan diperoleh, maka sebagai pengecualian dan setelah kesepakatan dengan BKI Pusat, bukti dari sifat - sifat bahan dasar dapat ditunjukkan sebagai bagian dari pengujian bahan komponen laminasi. Pengemasan atau pembungkusan bahan harus memuat informasi tentang persetujuan.
8.10. Persyaratan Pabrik Pembuat 8.10.1 Umum Semua fasilitas produksi, ruang penyimpanan dan peralatan operasionalnya harus memenuhi persyaratan pihak berwenang yang bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja dan asosiasi asuransi kecelakaan kerja yang profesional. Pabrik pembuat sepenuhnya bertanggung-jawab untuk memenuhi persyaratan ini. Bahaya kontaminasi dari bahan laminasi harus diminimalkan melalui pemisahan fasilitas produksi dari ruang penyimpanan.
Selama proses laminasi dan perekatan di bengkel laminasi, mesin yang dapat menimbulkandebu tidak boleh dioperasikan demikian juga operasi pengecatan atau penyemprotan tidak boleh dilaksanakan. Prinsipnya, pekerjaan tersebut harus dilaksanakan di ruang terpisah. 141
8.10.2 Bengkel Laminasi Bengkel laminasi harus ruangan tertutup yang dapat dipanasi dan mempunyai ventilasi masuk dan keluar. Selama proses laminasi dan pengeringan, suhu ruangan harus dipertahankan antara 16°C s/d 25°C dan kelembaban nisbi maksimum 70%, dengan catatan pabrik pembuat senyawa resin laminasi tidak menetapkan lain.
Untuk mengontrol kondisi cuaca, alat termograf dan hydrograf dapat dipasang. Peralatan tersebut harus disetel setelah mendapatkan persetujuan BKI, jumlah dan penempatannya tergantung pada kondisi operasional. Peralatan tersebut harus dikalibrasi sesuai dengan peraturan pemerintah. Rekaman alat tersebut harus disimpan selama minimal 10 tahun dan diserahkan ke BKI bila diminta. Fasilitas ventilasi harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak ada sejumlah bahan pelarut yang tidak diizinkan lepas dari laminasi, dan juga tidak terjadi konsentrasi tempat kerja yang tidak diizinkan (MAC values). Tempat kerja harus diberi penerangan yang cukup dan sesuai, tetapi pada waktu yang sama tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin bahwa proses pengeringan terkontrol dari senyawa resin laminasi tidak terganggu oleh sinar matahari maupun peralatan penerangan.
8.11. Ruang Penyimpanan Resin laminasi harus disimpan sesuai dengan instruksi pabrik pembuat. Jika instruksi tersebut tidak diberikan, maka resin harus disimpan dalam ruang yang gelap dan kering pada suhu antara 10°C s/d 18°C. Suhu ruang penyimpanan harus dicatat terus menerus dengan menggunakan alat termograf.
142
Bahan prepreg harus disimpan dalam ruang pendingin khusus sesuai dengan instruksi pabrik pembuat. Suhu umumnya tidak boleh melebihi – 22 °C. Bahan pengeras, katalis dan akselerator harus disimpan secara terpisah dalam ruang berventilasi cukup sesuai dengan instruksi pabrik pembuat. Jika instruksi tersebut tidak diberikan, bahan pengeras, katalis dan akselerator harus disimpan dalam ruang gelap dan kering dengan suhu antara 10 °C s/d 18 °C. Bahan penguat, bahan pengisi dan aditif harus disimpan dalam wadah tertutup, dalam kondisi kering dan bebas debu. Penyimpanan harus diatur sedemikian rupa sehingga identifikasi bahan, kondisi penyimpanan dan periode maksimum penyimpanan (tanggal kadaluarsa) sesuai yang ditentukan oleh pabrik pembuat dapat dilihat dengan jelas. Bahan yang masa penyimpanannya melebihi tanggal kadaluarsa harus segera dikeluarkan dari ruang penyimpanan. Jumlah bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan harus dibawa ke bengkel produksi secepat mungkin dengan wadah yang tetap tertutup untuk menjamin penyesuaian yang sempurna terhadap suhu proses ( ΔT ≤ 2° C). Dalam hal khusus, bahan yang diambil dari gudang dan telah dipergunakan sebagian boleh dikembalikan ke gudang (misalnya bahan prepreg pengeringan panas) dan dengan persetujuan BKI.
8.12. Ketentuan Pemrosesan 8.12.1 Umum Pada prinsipnya, hanya bahan yang disetujui BKI yang harus digunakan. Sebagai tambahan terhadap pemilihan bahan yang tepat dan telah disetujui, perhatian khusus harus diberikan saat memproses bahantersebut karena akan berpengaruh besar pada sifat produk.
143
Untuk persiapan dan pemrosesan senyawa resin dan bahan penguat, Peraturan ini, instruksi yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat bahan dan ketentuan dari pihak berwenang setempat juga harus diperhatikan. Resin, bahan pengeras dan aditif resin harus dicampur sedemikian rupa untuk memastikan penyebaran yang merata dan sedapat mungkin meminimalkan jumlah udara yang masuk dalam campuran. Pengeluaran udara dari senyawa resin mungkin diperlukan dalam kondisi tertentu. Selama proses laminasi, waktu pemrosesan yang ditetapkan oleh pabrik pembuat untuk senyawa resin yang disiapkan tidak boleh dilewati. Jika waktu tersebut tidak ditetapkan, maka umur pakai harus ditetapkan melalui pengujian pendahuluan dan waktu pemrosesan kemudian ditetapkan setelah konsultasi dengan BKI. Adalah tidak mungkin untuk mencakup semua jenis cetakan dan metode pemrosesan secara rinci. Oleh karena itu, dalam hal khusus penyimpangan dimungkinkan dengan persetujuan BKI. 8.12.2 Persyaratan Cetakan Cetakan harus terbuat dari bahan yang cocok, mempunyai kekakuan yang cukup untuk mencegah deformasi yang tidak diizinkan selama proses laminasi atau pengeringan, dan sebaliknya tidak berpengaruh pada proses pengeringan laminasi. Cetakan yang terbuat dari FRP hanya boleh digunakan setelah mengering sempurna dan dilakukan proses pemanasan (temper).
Dalam hal cetakan untuk produk dibuat dengan menggunakan kantong vakum, maka sebagai tambahan, kekedapan udara yang mutlak dari cetakan harus dijamin. Permukaan cetakan harus sehalus mungkin dan tidak boleh mempunyai tepi yang tajam. Cetakan harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mengeluarkan produk dari cetakan tanpa terjadi cacat. Sebelum proses laminasi dimulai, permukaan komponen harus diproses dengan zat pemisah yang sesuai dalam jumlah yang cukup dan dipanasi 144
sampai suhu yang diperlukan untuk laminasi. Permukaan harus kering dan bebas debu. Tidak diperbolehkan menggunakan zat pemisah dengan bahan silikon.
8.13. Pembentukan Laminasi Jika perlindungan permukaan ingin dicapai dengan memberikan gelcoat, maka senyawa resin gelcoat harus diberikan dengan ketebalan yang sama antara 0.4 s/d 0.6 mm, dengan menggunakan proses yang tepat. Lapisan laminasi pertama harus diberikan sesegera mungkin setelah pemakaian gelcoat. Serat mat atau fabric dengan berat per satuan luas yang kecil dan kadar resin yang tinggi harus digunakan (misalnya untuk serat gelas: maksimum 450 g/m² dan gelas maksimum 30 % berat). Laminasi harus dibuat sesuai dengan dokumentasi teknis yang disetujui dan berkonsultasi dengan BKI berkenaan dengan metode yang digunakan. Udara harus dikeluarkan dari lapisan penguat dan lapisan tersebut harus dipadatkan sedemikian rupa untuk memastikan bahwa jumlah resin yang disyaratkan dapat dicapai. Pertambahan kadar resin harus dihindarkan. Tebal maksimum bahan yang dapat dikeringkan pada satu kali proses ditentukan dengan peningkatan panas maksimum yang diizinkan. Dalam hal kantong vakum, lazimnya faktor yang menentukan adalah jumlah maksimum lapisan yang kandungan udaranya masih dapat dihilangkan seluruhnya. Jika proses laminasi terhenti selama waktu tertentu yang mengakibatkan resin laminasi dasar melebihi titik pengentalan (gelation), maka harus dilaksanakan pengujian untuk memverifikasi tingkat kerekatan antara laminasi dasar dan laminasi atas. Untuk tiaptiap sistem resin, pada kondisi pemrosesan yang diberikan, periode penghentian proses laminasi yang diizinkan harus ditentukan. Bila 145
periode ini dilewati, laminasi harus digerinda seluruhnya guna mendapatkan permukaan yang menunjukkan sifat adhesi yang memadai setelah debu dihilangkan. Untuk resin UP pada asam orthophthalic dan standard glycol basis yang tidak mengandung zat pembentuk kulit (skinforming agents) proses laminasi dapat dihentikan selama 48 jam, tanpa menyerahkan bukti lebih lanjut, dianggap tidak kritis berkaitan dengan laminasi. Ketika menggerinda laminasi yang mengandung resin dengan penguapan styrene yang rendah sebagai sistem matriks, permukaan laminasi harus dibersihkan sampai ke lapisan mat. Untuk menjamin bahwa tidak ada elemen zat pembentuk kulit (misalnya parafin) yang tertinggal pada permukaan, maka permukaan harus dipoles dengan menggunakan kertas amplas baru. Prosedur yang sama harus diterapkan saat memperlakukan permukaan bahan yang akan direkatkan. Peralihan antara laminasi yang berbeda ketebalan harus dibuat secara bertahap. Nilai minimum 25 mm per 600 g/m² bahan penguat (untuk fabric gelas pada arah serat) dapat digunakan. Pada daerah transisi dari konstruksi sandwich ke laminasi padat, bahan inti harus ditirus dengan kemiringan tidak lebih dari 1: 2. Jika pemotongan lapisan penguat tidak dapat dihindari, dalam hal cetakan yang rumit, maka tepi potongan harus berhimpit, atau harus diberi potongan penguat. Pada daerah ujung atau sambungan laminasi, setiap lapisan penguat harus ditumpangkan minimal 25 mm per 600 g/m². Komponen yang berbeda hanya boleh dilaminasi bersama-sama selama komponen tersebut belum kering seluruhnya. Perhatian khusus harus diberikan pada bagian perpotongan laminasi. Bahan sisipan atau tambahan harus bebas dari uap air dan pencemaran (kotoran). Permukaan perekatannya dengan laminasi harus disiapkan
146
dengan cara yang sesuai (pengasaran, zat penggabung atau yang serupa).
8.14. Penyemprotan Resin Serat-Gelas Penyemprotan resin serat-gelas, metode laminasi mekanis secara manual, mensyaratkan pemenuhan terhadap persyaratan khusus berikut: Peralatan yang akan digunakan harus dicoba sebelum digunakan dan ketepatannya harus terjamin. Kualifikasi ahli penyemprot resin-serat, dan bila perlu pembantunya, harus dibuktikan ke BKI melalui prosedur pengujian. Peralatan harus dikalibrasi sesuai dengan petunjuk pabrik pembuat. Kalibrasi harus diperiksa secara teratur sebelum penyemprotan resinserat, paling lambat pada awal setiap hari produksi. Panjang potongan roving harus diantara 25 mm s/d 50 mm. Powder-bound textile glass mat sebesar maksimum 450 g/m² harus
digunakan untuk lapisan laminasi pertama. Bagian serat gelas dari lapisan tersebut (yang harus digunakan secara manual) harus kurang dari 30 % berat. Berat serat gelas per satuan luas dari lapisan laminasi yang disemprot pada laminasi gabungan tidak boleh melebihi 1150 g/m². Udara harus dibuang dan komposit harus dipadatkan, setelah serat gelas disemprotkan s/d maksimum 1150 g/m². Pengujian harus dilaksanakan secara teratur untuk memeriksa apakah penempatan lapisan yang diperkuat telah merata serta prosentase penyebaran berat gelas yang merata telah dicapai. BKI berhak untuk meminta dibuatkan benda uji untuk memeriksa sifat mekanis yang dihasilkan. 147
8.15. Pengeringan dan Pemanasan Komponen yang sudah jadi hanya boleh diambil dari cetakan setelah pengeringan yang cukup dari senyawa resin termoset. Waktu pengeringan yang disyaratkan biasanya tergantung pada instruksi pabrik pembuat. Bila tidak, waktu pengeringan selama minimum 12 jam harus dipenuhi untuk sistem proses dingin. Sistem resin yang mengering di bawah tekanan, radiasi UV dan/atau peningkatan suhu harus diperlakukan sesuai dengan instruksi pabrik pembuat. Segera setelah pengeringan, komponen harus diberi perlakuan akhir pada suhu yang lebih tinggi ( tempering). Waktu pemanasan tergantung pada resin yang digunakan dan suhu yang dicapai dalam komponen selama pemanasan, dimana suhu tersebut harus dibawah suhu kestabilan ukuran pada kondisi panas dan harus disepakati dengan BKI. Sistem prosesdingin yang tidak diberikan pemanasan harus di simpan selama 30 hari pada suhu 16 °C, dan pada waktu yang lebih singkat pada suhu s/d 25 °C. Periode penyimpanan dapat diperpendek dengan persetujuan BKI, dengan syarat spesifikasi pabrik pembuat perihal pengeringan akhir tersedia, atau nilai pengeringan akhir tersedia yang didukung dengan hasil percobaan. Jika nilai tersebut tidak tersedia, maka pada umumnya kondisi pemanasan berikut dapat digunakan (resin polyester/epoxy): paling sedikit 16 jam pada 40°C/ 50°C atau paling sedikit 9 jam pada 50°C/ 60°C.
8.16. Perekatan 8.16.1 Umum Sambungan pada komponen penahan beban pada umumnya harus diverifikasi menggunakan suatu prosedur pengujian yang disetujui untuk setiap kasus. Lingkup pengujian yang disyaratkan harus ditentukan dengan persetujuan BKI.
148
Untuk perekatan bahan serat komposit, hanya adhesif yang disetujui oleh BKI yang boleh digunakan. Adhesif tidak boleh mempunyai pengaruh negatif pada bahan yang akan direkatkan. Batasan penggunaan bahan adhesif, seperti yang ditentukan oleh pabrik pembuat, harus dipatuhi. Rancangan perekatan yang sesuai yang sedapat mungkin menghindari momen dan gaya yang menyebabkan pengelupasan harus digunakan, dan tebal lapisan adhesif harus dibuat setipis mungkin. Permukaan sambungan harus dibuat seluas mungkin, dan gaya-gaya harus diberikan pada daerah yang luas.
8.16.2 Perlakuan Awal Permukaan Berbagai perlakuan awal permukaan terdapat dalam petunjuk VDI (Asosiasi Insinyur Jerman) 2229 dan 3821 atau standar lain yang setara.
Permukaan bahan yang akan direkatkan harus kering dan bebas dari gemuk, debu dan bahan pelarut. Khususnya pada saat pembersihan gemuk, perhatian harus diberikan pada kesesuaian pelarut dengan bahan. Untuk permukaan yang halus, permukaan tersebut harus dikasarkan misalnya secara mekanis dengan penggerindaan atau semprot pasir (sand blasting), atau secara kimia dengan cara pickling. Hal ini mutlak diperlukan bila ada lapisan pada permukaan bahan yang akan direkatkan yang dapat merusak daya adhesi (misalnya zat pembentuk kulit pada resin polyester). Dalam banyak kasus, peningkatan kekuatan adhesif dapat dicapai dengan penggunaan pelapis dasar yang sesuai, utamanya, penggunaan pelapis dasar yang direkomendasikan untuk perekatan yang akan menerima pengaruh lingkungan yang negatif.
149
8.16.3 Proses Adhesif harus digunakan sesuai dengan instruksi yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat, dimana jumlah bahan pengisi tidak boleh melebihi nilai yang diizinkan.
Adhesif harus digunakan secara merata pada bahan yang akan direkatkan, bebas dari pori dan tidak terlalu tebal. Jika, karena alasan khusus, sambungan lem setebal 5 mm atau lebih tidak dapat dihindari, maka bahan yang akan direkatkan harus terlebih dahulu diberi lapisan tipis dari resin adhesif murni. Tidak diperbolehkan memberikan beban pada sambungan lem sebelum adhesif kering dengan sempurna. Dalam hal adhesif untuk resin termoset proses-dingin, direkomendasikan untuk dilakukan proses pemanasan lanjutan pada lem. Bagian tepi dari daerah yang diberi adhesif harus dilindungi dengan cara yang tepat terhadap penetrasi media asing (misalnya uap air).
8.17. Pengedap Permukaan laminasi tanpa perlindungan permukaan harus dikedapkan setelah pengeringan atau pemanasan, dengan menggunakan bahan yang sesuai. Terutama, bagian tepi potongan dan perekatan harus dilindungi terhadap penembusan media asing (uap air). Bahan pengedap yang digunakan tidak boleh merusak sifat laminasi atau perekatan. Disamping itu, bahan pengedap harus sesuai untuk komponen tersebut.
150
8.18. Pengawasan Proses Pembuatan 8.18.1 Umum Untuk komponen yang terbuat dari FRP, pengawasan proses pembuatan meliputi pengawasan mutu bahan dasar, pengawasan produksi dan pemeriksaan mutu komponen yang sudah jadi.
Dalam hal pengawasan proses pembuatan, dibuat perbedaan antara pengawasan pengawasan internal dan pengawasan pengawasan eksternal eksternal (pihak ketiga). Menurut peraturan ini, pengawasan pihak ketiga adalah pemeriksaan secara berkala dan secara acak oleh BKI terhadap pengawasan internal termasuk mutu komponen. BKI berhak untuk melaksanakan pemeriksaanterhadap pemeriksaanterhadap fasilitas produksi tanpa pemberitahuan sebelumnya. Pabrik pembuat harus memberikan akses bagi Surveyor ke semua lokasi yang digunakan untuk produksi, penyimpanan dan pengujian dan harus menunjukkan semua dokumen yang berkaitan dengan catatan dan pengujian yang telah dilaksanakan. Lingkup pengawasan pihak ketiga dapat dikurangi bila fasilitas produksi mempunyai sistem manajemen mutu yang bersertifikat.
8.18.2 Pemeriksaan bahan yang baru datang Nilai karakteristik dan sifat mekanis yang ditetapkan dalam persetujuan bahan harus dikonfirmasikan oleh pabrik pembuat, minimal dengan laporan pengujian (DIN EN 10204-2.2). Pada saat produk tiba, pemeriksaan harus dilaksanakan untuk memastikan apakah produk telah sesuai dengan persyaratan. Sifat bahan harus diperiksa dengan pengambilan sampel secara acak.
Produk harus dicatat dalam arsip inventaris dan harus disimpan sesuai dengan persyaratan peraturan ini.
151
8.19. Pengawasan Produksi Rincian produksi harus dicantumkan dicantumkan dalam daftar d aftar isian dan kartu urutan yang menyertai masing-masing tahap produksi dan ditanda-tangani oleh karyawan yang bertugas. Pengawasan produksi harus dilaksanakan secara berkesinambungan oleh bagian mutu internal. Lingkup pengawasan harus diuraikan dalam suatu rencana pemeriksaan dan pengujian dan ditanda-tangani oleh karyawan yang bertugas. Karyawan yang terlibat dalam produksi harus diberi pelatihan yang sesuai dan harus bekerja dalam supervisi yang berkualifikasi dan profesional. Bahan yang digunakan dalam produksi harus didokumentasikan secara menyeluruh dan jelas. Parameter yang berkaitan dengan mutu (suhu, kelembaban dll.) harus dicatat dalam dokumentasi produksi. Rincian (termasuk arah) dari lapisan penguat dalam laminasi harus segera diperiksa selama proses produksi. Sampel harus diambil dari setiap kumpulan senyawa resin termoset yang telah dicampur, dan sampel produksi ini harus diberi label, dikeringkan dan disimpan. Sampel tersebut secara acak harus diuji kadar pengeringannya dan hasilnya harus didokumentasikan. Pada saat produksi, sampel laminasi harus disiapkan dan harus digunakan untuk memeriksa nilai karakteristik dan sifat mekanis. Nilai kekuatan bahan harus memenuhi nilai yang ditetapkan. Jika dari potongan atau bagian laminasi tidak dapat diperoleh sampel laminasi dengan ukuran yang cukup, maka laminasi contoh yang dibuat dengan ukuran kira-kira 50x50cm2 harus disiapkan. Jumlahnya tergantung pada jumlah komponen, atau jumlah hari produksi (jumlah yang lebih sedikit dapat dipilih).
152
8.20. Pengujian Konstruksi Pada saat produksi dan setelah produksi selesai, komponen harus diperiksa visual. Utamanya, perhatian harus ditujukan pada pori-pori, delaminasi, pengerutan, perubahan warna, kerusakan dll. Sebagai tambahan, mutu produksi secara umum, misalnya mutu permukaan akhir, harus diperiksa. Dengan menggunakan prosedur pengujian yang sesuai, mutu komponen harus ditentukan, jika mungkin pada saat produksi, dan paling lambat pada saat produksi selesai. Perhatian khusus harus diberikan pada perekatan dan mutu pengeringan komponen. Setelah kesepakatan dengan BKI, pengujian terpisah atau acak harus dilakukan terhadap komponen yang sudah jadi dengan beban statis dan/atau dinamis. BKI harus diberitahu berkenaan dengan perbaikan atas setiap cacat yang terkait dengan d engan kekuatan komponen, dan prosedur yang digunakan untuk melaksanakan perbaikan harus sesuai dengan peraturan BKI.
153
Daftar Pustaka Baird, N. (1998). The World Fast Ferry Market. Melbourne: Baird Publications. BKI. (2006). PERATURAN UNTUK MATERIAL – NON METAL. Jakarta: BKI. Coackley, N. (2005). Fishing Boat Construction 2: Building a Fibreglass Fishing Boat. Rome: FAO. Dinariyana, A. A. (2011). Teknik dan Bangunan Kapal 1. Slide Kuliah. Surabaya: Jurusan Teknik Sistem Perkapalan. DKP. (2006). Petunjuk Pelaksana Pengukuran Kapal. Faltinsen, O. M. (2005). HYDRODYNAMICS OF HIGH-SPEED MARINE VEHICLES. Cambridge: Cambridge University Press. FTK ITS, S. P. (2003). Konsep Dasar perkapalan. MengenalJenis Kapal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Fyson, J. (1985). Design of Small of Fishing Vessel. Farnham Surrery England: Fishing News Book. Food and Agricultural Organization of the United Nations. KEP.MEN. (2008). Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.14/MEN/2008. Jakarta.
Lewis, E. V. (1988). Principles of Naval Architecture Vol. I. Stability and Strength. Jersey City, New Jersey: The Society of Naval Architecturers and Marine Engineers. Lewis, E. V. (1988). Principles of Naval Architecture Vol. II.Resistance, Propulsion and Vibration. Jersey City, New Jersey: The Society of Naval
Arciturers and Marine Engineers. McVeagh, J., Anmarkrud, T., Gulbrandsen, Ø., Ravikumar, R., Danielsson, P., & Gudmundsson, A. (2010). Training manual on the construction of FRP beach landing boats. Rome: FAO.
154
Muharam, S. A. (2011). Desain dan Konstruksi Kapal Fiberglass di PT. Carita Boat Indonesia Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten. Bogor:
Institut Pertanian Bogor. Nomura, M., & Yamazaki, T. (1977). Fishing Techniques. Tokyo. P4TKP. (2010). Identifikasi Kapal dan Alat Penangkapan Ikan. Jakarta. PERMEN. (2010). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan. Jakarta. Ririantika, W. (2013). Proses Pembuatan Kapal Perikanan Fiberglass Di Galangan Kapal Karya Sakti Bengkalis. Pekanbaru: Universitas Riau. SOLAS. (2009). SOLAS - International Convention for the Safety of Life at Sea Chapter I - General provisions - Part A - Application, definitions, etc. Regulation 2 - Definitions. London: IMO.
Vlasblom, W. J. (2006). Designing Dredging Equipment. Delf University of Technology. Vlasblom, W. J. (2003). Introduction to Dredging Equipment. Delf University of Technology. http://caramembuatkapalfiber.blogspot.com/2009/01/membuat-kapal-darifiber_06.html http://convenientflags.blogspot.com/2010/05/talca-de-nadai-reeferransomed. http://convenientflags.blogspot.com/2010/05/talca-de-nadai-reeferransomed.html http://duniaternak.com/kapal-pengangkut-ternak-mulai-beroperasi-aprilmendatang/ http://dimasandykurniawan.blogspot.com/p/jenis-kapal.html http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Bulk_Carrier http://kapalmania.blogspot.com/2011/01/culk-cirrier.html http://maritime-connector.com/ship/hhl-venice-9418987/
155