EFISIENS EFIS IENSII SELEK SELEKSI SI AWAL PADA KEBUN BENIH SEMA SEMAII Eucalyptus pellita
Efficiency of Early Selection in Seedling Seed Orchar Orchards ds of Eucalyptus Eucalyptus pellita Budi Leksono Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Sleman - DIY Telp. (0274) 894954, Fax. (0274) 896080 Naskah masuk : 3 Juni 2009; Naskah diterima : 23 Desember 2009
ABSTRACT
The time trend of genetic parameters related to diameter and height growth were investigated using data at ag ages es fr from om on onee to six ye year arss to de dete termi rmine ne th thee ef effi ficie cienc ncyy of ea early rly se sele lect ctio ion n in sev seven en see seedl dlin ing g se seed ed or orch char ards ds of Eucalyptus pellita in South Kalimantan, South Sumatra and Riau. The seed orchards at each location consisted of three geographically distinct provenances from Papua New Guinea. The pooled sum of squares and sum of cross products derived from an analysis of variance of growth of the three provenance populations were used to estimate genetic parameters parameter s at each location. Since the genetic parameters at rotat ro tation ion age age,, eig eight ht yea years rs in thi thiss stud studyy, wer weree not ava availa ilable ble,, the theyy wer weree esti estimat mated ed usi using ng fun functi ctions ons der derive ived d fr from om their time trends. Phenotypic variances and genetic variances calculated at each age were converted to the corresponding square roots, and then analyzed by the linear regression using means as independent variables. The trend of juvenile-mature correlation was fitted by a modified Richard's function with the ratio of the older growth mean to the juvenile growth as an independent variable. Early selection always resulted in more genetic gain per year than selection at rotation age, and the optimum age for selection, wher wh eree ge gene neticgainper ticgainper ye year ar wa wass ma maxi ximi mized zed,, wa wass fo foun und d to be 3 to 5 ye year arss in th thee th thrree lo loca catio tions. ns. Key words: early selection, genetic gain, juvenile-mature correlation, genetic parameter parameter,, time trend
ABSTRAK
Efisiensi Efisie nsi sele seleksi ksi mer merupa upakan kan saa saatt yan yang g pal paling ing kri kritis tis dal dalam am pro progra gram m pem pemuli uliaan aan poh pohon on kar karena ena aka akan n menentukan waktu yang paling optimal dalam kegiatan seleksi, yaitu pada saat peningkatan genetik ( genetic gains) pe perr ta tahu hun n ma maks ksim imum um da dala lam m sa satu tu si sikl klus us pe pemu muli liaa aan. n. Ef Efis isie iens nsii se sele leks ksii da dapa patt di dike keta tahu huii dengan melihat tren waktu dari parameter genetik, yaitu rasio antara korelasi peningkatan genetik per tahu ta hun n te terh rhad adap ap pe peni ning ngka kata tan n ge gene neti tik k pa pada da um umur ur da daur ur me mela lalu luii se sele leks ksii ti tida dak k la lang ngsu sung ng ( indirect selection). Tre ren n wa wakt ktu u da dari ri pa para rame mete terr ge gene netik tik pa pada da pe pert rtum umbu buha han n di diam amet eter er da dan n tin tingg ggii di dian anal alisi isiss de deng ngan an menggunakan data umur 1 (satu) sampai dengan 6 (enam) tahun untuk mengetahui efisiensi seleksi awal pada 7 (tujuh) kebun benih semai Eucalyptus pellita di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Riau. Kebun Keb un ben benih ih sem semai ai pad padaa seti setiap ap lok lokasi asi ter terdir dirii ata atass tig tigaa pro proven venan an dar darii Pap Papua ua Nug Nugini ini.. Pen Pengga ggabun bungan gan jum jumlah lah kuadrat dan jumlah hasil perkalian, diperoleh dari analisis varian pertumbuhan pada ketiga provenan terseb ter sebut ut dan dig diguna unakan kan unt untuk uk men menaks aksir ir par parame ameter ter gen geneti etik k di set setiap iap lok lokasi. asi. Ole Oleh h kar karena ena par parame ameter ter gen genetik etik pada akhir daur (8 tahun) dalam studi ini tidak tersedia, maka pada umur tersebut dilakukan ekstrapolasi ekst rapolasi dengan menggunakan fungsi regresi dari tren parameter genetik pada umur yang lebih muda. Varian fenoti fen otipik pik dan var varian ian gen geneti etik k dih dihitu itung ng pad padaa seti setiap ap umu umurr yan yang g dik dikonv onvers ersii set setara ara den dengan gan aka akarr var varian iannya nya dan kemudian kemud ian diana dianalisis lisis denga dengan n regre regresi si linier mengg menggunaka unakan n rerata pertu pertumbuha mbuhan n sebaga sebagaii varia variable ble berg bergantun antung. g. Tren dari korelasi umur muda-dewasa dihitung dengan menggunakan modifikasi fungsi Richard dengan rasio rerata pertumbuhan pada umur yang lebih tua terhadap rerata pertumbuhan pada umur yang lebih mudaa seb mud sebaga agaii var variab iabel el ber bergan gantun tung. g. Hasi Hasill ana analisi lisiss men menunj unjukk ukkan an bah bahwa wa sel seleks eksii leb lebih ih awa awall sela selalu lu member mem berika ikan n pen pening ingkat katan an gen genetikyang etikyang leb lebih ih tin tinggi ggi dib diband anding ingkan kan sel seleks eksii pad padaa akh akhir ir dau daurr. Efi Efisien siensi si sel seleks eksii awall atau umur opt awa optimu imum m unt untuk uk mel melaku akukan kan sel seleks eksii yai yaitu tu pad padaa saa saatt pen pening ingkat katan an gen genetik etik per tah tahun un maksimu mak simum, m, dit ditemu emukan kan pad padaa umu umurr 3 - 5 tah tahun un di ket ketiga iga lok lokasi. asi. Kata kunc kunci: i:
seleksi awal, parameter seleksi parameter genetik, genetik, peningkata peningkatan n genetik, korelasi korelasi muda-dew muda-dewasa, asa, tren waktu
1
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 1 - 13
I. PENDAH PENDAHULUAN ULUAN
Efisiensi seleks Efisiensi seleksii dianal dianalisis isis untuk menen menentutukan waktu yang paling optimal dalam kegiatan seleksi sele ksi,, yai yaitu tu pad padaa saa saatt pen pening ingkat katan an gen geneti etik k ( genetic gains) per tahun maksimum dalam satu siklus sikl us pem pemuli uliaan aan,, dan hal ter terseb sebut ut mer merupa upakan kan saat yang paling kritis dalam program pemuliaan pohon (McKeand, 1988). Oleh karena itu, penentuan umur yang optimum untuk seleksi awal (early indirect selection) adalah salah satu tuju tu juan an ut utam amaa da dari ri pa para ra pe pemu muli liaa po poho hon. n. Pendugaan teknik untuk melakukan seleksi pada umur yang lebih muda terhadap daur tanaman akan ak an me meng ngur uran angi gi in inte terv rval al wa wakt ktu u da dari ri sa satu tu generasi pada program pemuliaan pohon karena akan aka n men mening ingkat katkan kan pen pening ingkat katan an gen geneti etik k per satuan satu an wak waktu tu seh sehing ingga ga aka akan n men mengef gefisie isienka nkan n program seleksi (Lambeth, 1980). Efisien Efi siensi si sel seleksi eksi dal dalam am pro progra gram m pem pemuuliaa li aan n po poho hon n te tela lah h ba bany nyak ak di dipe pela laja jari ri pa pada da beberapa jenis konifer konifer.. Hasil studi pada jenis jenis tersebut melaporkan bahwa pada umumnya umur um ur ya yang ng pa pali ling ng ef efisi isien en un untu tuk k me mela laku kuka kan n seleksi adalah antara 5-10 tahun terhadap daur tanama tan aman n ant antara ara 2525-50 50 tah tahun un (Na (Nanso nson, n, 196 1969; 9; Squ Sq uilla lacce and Ga Gan nse sell, 1974; Lambeth et al al.., 1983; McKeand, 1988). Namun demikian hasil terseb ter sebut ut san sanga gatt be berv rvar aria iasi si da dan n ma masih sih di dipe perrdebatkan, debatk an, teruta terutama ma karen karenaa adany adanyaa kerag keragaman aman jenis, ukuran sampel data, interval waktu yang diguna dig unakan kan,, kon kondis disii lin lingku gkunga ngan, n, ran rancan cangan gan percobaan dan teknik silvikultur yang diterapkan (Wu, 1999). 1999). Adapun studi efisiensi seleksi untuk jenis-jenis cepat tumbuh ( fast growing tree species) masi masih h san sangat gat sed sediki ikitt dil dilapo aporka rkan. n. Eucalyptus pellita merup merupakan akan jenis cepat tumbuh dari genus Eucalyptus yang sangat menjan men janjik jikan an unt untuk uk pro progra gram m ind indust ustri ri pul pulp p dan kert ke rtas as se sert rtaa sa sang ngat at po pote tens nsia iall se seba baga gaii je jeni niss alternatif pengganti Acacia mangium yang pada saatt in saa inii ba bany nyak ak me meng ngala alami mi ke kema mati tian an ak akib ibat at serangan jamur akar (root rot disease) di daerah trop tr opik ikaa hu humi mida da (B (Bak aksh shii etal ., 19 1976 76;; Ba Bara rari ri,, 19 1993 93;; Lee, 1993; Sonia and Tiwari, 1993). Meskipun kecepatan tumbuh jenis ini belum seperti jenis jenis Acacia, namun merupakan jenis yang sangat san gat men menjan janjik jikan an di ant antara ara jen jenisis-jen jenis is Eucalyptus yan yang g dik dikemb embang angkan kan di Ind Indone onesia sia dan rela re latif tif ta taha han n te terh rhad adap ap ser seran anga gan n ha hama ma da dan n penyakit (Harwood, 1998). Oleh karena hal tersebut di atas, E. pellita telah dikembangkan dalam pemban pembangunan gunan Hutan Tanama anaman n Indust Industri ri (HTI) (HT I) unt untuk uk men mensup suplai lai bah bahan an bak baku u pul pulp p dan kertas di Indon Indonesia. esia.
2
Untuk menin meningkatk gkatkan an keters ketersediaan ediaan benih ungg un ggul ul da dala lam m pr prog ogra ram m HTI un untu tuk k pu pulp lp da dan n kertas, kebun benih semai E. pellita generasi pertama telah dibangun di beberapa lokasi. Dengan asumsi bahwa daur yang optimal untuk E. pellita ada adalah lah 8 tah tahun, un, mak makaa pem pemuli uliaan aan E. pellita untuk generasi pertama telah selesai dan saat ini telah memasuki siklus pemuliaan pada gene ge nera rasi si ke du dua. a. Nam Namun un de demi miki kian an,, sik siklu luss pemuliaan memerlukan optimasi dalam memaksimalkan simalk an penin peningkatan gkatan genetik per tahun tahun.. Dalam studi seleksi awal (early selecti selection on), Lambeth (1980) (198 0) mengg menggunaka unakan n korel korelasi asi fenoti fenotipik pik untuk menaksir korelasi genetik, didasarkan pada rasio logaritmik umur (log age ratio), yaitu logaritme alami rasio sifat tinggi tanaman pada umur muda dan umur dew dewasa asa.. Dasa Dasarr mod model el log logari aritme tme ini banyak digunakan oleh pemulia pohon dalam menent men entuka ukan n umu umurr sele seleksi ksi yan yang g opt optimu imum m (Gw (Gwaze aze etal., 199 1997). 7). Pada studi ini, parameter genetik ditaksir dengan menggunakan analisis data pertumbuhan diameter dan tinggi pada umur 1 - 6 tahun pada tuju tu juh h ke kebu bun n ben enih ih se sema maii E. pellita di Ka Kali lim man anta tan n Selatan, Sumatera Selatan dan Riau. Tren waktu dari varian genetik dan fenotipik diekstrapolasi dengan den gan for formul mulaa reg regres resii men menggu ggunak nakan an rer rerata ata pertumb pert umbuhan uhan dia diamet meter er dan tin tinggi ggi seb sebaga agaii variab var iabel el ind indepe epende nden; n; sed sedang angkan kan tre tren n kor korela elasi si umur muda-dewasa ( ju v en i le -m a tu re correlation) dieksp diekspresika resikan n sebag sebagai ai rasio antara rerata rer ata per pertum tumbuh buhan an pad padaa umu umurr yan yang g leb lebih ih tua terhadap umur yang lebih muda, yang biasanya digunakan umur logaritmik dalam studi korelasi umur muda-dewasa (Lambeth, 1980; McKeand, 1988). 198 8). Ked Kedua ua tre tren n ter terseb sebut ut dig diguna unakan kan unt untuk uk memprediksi korelasi peningkatan genetik pada umur um ur da daur ur me mela lalu luii sel selek eksi si ti tida dak k la lang ngsun sung g (indir indirect ect selecti selection on) terhadap umur yang lebih muda. mud a. Efi Efisie siensi nsi sel seleks eksii ter terhad hadap ap pen pening ingkat katan an geneti gen etik k per tah tahun un dih dihitu itung ng ber berdas dasark arkan an ras rasio io antara ant ara kor korela elasi si pen pening ingkat katan an gen geneti etik k per tah tahun un terhadap terha dap peningkatan peningkatan genet genetik ik pada umur daur mela me lalu luii se selek leksi si ti tida dak k la lang ngsun sung. g. Ha Hasil sil in inii merupa mer upakan kan das dasar ar unt untuk uk men menetap etapkan kan umu umurr sele seleksi ksi yangop gopttimum pada kebunbe nben nihse hsem mai E. pellita.
II. BAHAN DAN DAN METODE METODE A. Keb Kebun un Ben Benih ih Sem Semai ai
Data ya Data yang ng di digu guna naka kan n da dala lam m stu studi di in inii berasal dari tujuh kebun benih semai (KBS) E. pellita: satu KBS di Kalimantan Selatan dan tiga
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 1 - 13
I. PENDAH PENDAHULUAN ULUAN
Efisiensi seleks Efisiensi seleksii dianal dianalisis isis untuk menen menentutukan waktu yang paling optimal dalam kegiatan seleksi sele ksi,, yai yaitu tu pad padaa saa saatt pen pening ingkat katan an gen geneti etik k ( genetic gains) per tahun maksimum dalam satu siklus sikl us pem pemuli uliaan aan,, dan hal ter terseb sebut ut mer merupa upakan kan saat yang paling kritis dalam program pemuliaan pohon (McKeand, 1988). Oleh karena itu, penentuan umur yang optimum untuk seleksi awal (early indirect selection) adalah salah satu tuju tu juan an ut utam amaa da dari ri pa para ra pe pemu muli liaa po poho hon. n. Pendugaan teknik untuk melakukan seleksi pada umur yang lebih muda terhadap daur tanaman akan ak an me meng ngur uran angi gi in inte terv rval al wa wakt ktu u da dari ri sa satu tu generasi pada program pemuliaan pohon karena akan aka n men mening ingkat katkan kan pen pening ingkat katan an gen geneti etik k per satuan satu an wak waktu tu seh sehing ingga ga aka akan n men mengef gefisie isienka nkan n program seleksi (Lambeth, 1980). Efisien Efi siensi si sel seleksi eksi dal dalam am pro progra gram m pem pemuuliaa li aan n po poho hon n te tela lah h ba bany nyak ak di dipe pela laja jari ri pa pada da beberapa jenis konifer konifer.. Hasil studi pada jenis jenis tersebut melaporkan bahwa pada umumnya umur um ur ya yang ng pa pali ling ng ef efisi isien en un untu tuk k me mela laku kuka kan n seleksi adalah antara 5-10 tahun terhadap daur tanama tan aman n ant antara ara 2525-50 50 tah tahun un (Na (Nanso nson, n, 196 1969; 9; Squ Sq uilla lacce and Ga Gan nse sell, 1974; Lambeth et al al.., 1983; McKeand, 1988). Namun demikian hasil terseb ter sebut ut san sanga gatt be berv rvar aria iasi si da dan n ma masih sih di dipe perrdebatkan, debatk an, teruta terutama ma karen karenaa adany adanyaa kerag keragaman aman jenis, ukuran sampel data, interval waktu yang diguna dig unakan kan,, kon kondis disii lin lingku gkunga ngan, n, ran rancan cangan gan percobaan dan teknik silvikultur yang diterapkan (Wu, 1999). 1999). Adapun studi efisiensi seleksi untuk jenis-jenis cepat tumbuh ( fast growing tree species) masi masih h san sangat gat sed sediki ikitt dil dilapo aporka rkan. n. Eucalyptus pellita merup merupakan akan jenis cepat tumbuh dari genus Eucalyptus yang sangat menjan men janjik jikan an unt untuk uk pro progra gram m ind indust ustri ri pul pulp p dan kert ke rtas as se sert rtaa sa sang ngat at po pote tens nsia iall se seba baga gaii je jeni niss alternatif pengganti Acacia mangium yang pada saatt in saa inii ba bany nyak ak me meng ngala alami mi ke kema mati tian an ak akib ibat at serangan jamur akar (root rot disease) di daerah trop tr opik ikaa hu humi mida da (B (Bak aksh shii etal ., 19 1976 76;; Ba Bara rari ri,, 19 1993 93;; Lee, 1993; Sonia and Tiwari, 1993). Meskipun kecepatan tumbuh jenis ini belum seperti jenis jenis Acacia, namun merupakan jenis yang sangat san gat men menjan janjik jikan an di ant antara ara jen jenisis-jen jenis is Eucalyptus yan yang g dik dikemb embang angkan kan di Ind Indone onesia sia dan rela re latif tif ta taha han n te terh rhad adap ap ser seran anga gan n ha hama ma da dan n penyakit (Harwood, 1998). Oleh karena hal tersebut di atas, E. pellita telah dikembangkan dalam pemban pembangunan gunan Hutan Tanama anaman n Indust Industri ri (HTI) (HT I) unt untuk uk men mensup suplai lai bah bahan an bak baku u pul pulp p dan kertas di Indon Indonesia. esia.
2
Untuk menin meningkatk gkatkan an keters ketersediaan ediaan benih ungg un ggul ul da dala lam m pr prog ogra ram m HTI un untu tuk k pu pulp lp da dan n kertas, kebun benih semai E. pellita generasi pertama telah dibangun di beberapa lokasi. Dengan asumsi bahwa daur yang optimal untuk E. pellita ada adalah lah 8 tah tahun, un, mak makaa pem pemuli uliaan aan E. pellita untuk generasi pertama telah selesai dan saat ini telah memasuki siklus pemuliaan pada gene ge nera rasi si ke du dua. a. Nam Namun un de demi miki kian an,, sik siklu luss pemuliaan memerlukan optimasi dalam memaksimalkan simalk an penin peningkatan gkatan genetik per tahun tahun.. Dalam studi seleksi awal (early selecti selection on), Lambeth (1980) (198 0) mengg menggunaka unakan n korel korelasi asi fenoti fenotipik pik untuk menaksir korelasi genetik, didasarkan pada rasio logaritmik umur (log age ratio), yaitu logaritme alami rasio sifat tinggi tanaman pada umur muda dan umur dew dewasa asa.. Dasa Dasarr mod model el log logari aritme tme ini banyak digunakan oleh pemulia pohon dalam menent men entuka ukan n umu umurr sele seleksi ksi yan yang g opt optimu imum m (Gw (Gwaze aze etal., 199 1997). 7). Pada studi ini, parameter genetik ditaksir dengan menggunakan analisis data pertumbuhan diameter dan tinggi pada umur 1 - 6 tahun pada tuju tu juh h ke kebu bun n ben enih ih se sema maii E. pellita di Ka Kali lim man anta tan n Selatan, Sumatera Selatan dan Riau. Tren waktu dari varian genetik dan fenotipik diekstrapolasi dengan den gan for formul mulaa reg regres resii men menggu ggunak nakan an rer rerata ata pertumb pert umbuhan uhan dia diamet meter er dan tin tinggi ggi seb sebaga agaii variab var iabel el ind indepe epende nden; n; sed sedang angkan kan tre tren n kor korela elasi si umur muda-dewasa ( ju v en i le -m a tu re correlation) dieksp diekspresika resikan n sebag sebagai ai rasio antara rerata rer ata per pertum tumbuh buhan an pad padaa umu umurr yan yang g leb lebih ih tua terhadap umur yang lebih muda, yang biasanya digunakan umur logaritmik dalam studi korelasi umur muda-dewasa (Lambeth, 1980; McKeand, 1988). 198 8). Ked Kedua ua tre tren n ter terseb sebut ut dig diguna unakan kan unt untuk uk memprediksi korelasi peningkatan genetik pada umur um ur da daur ur me mela lalu luii sel selek eksi si ti tida dak k la lang ngsun sung g (indir indirect ect selecti selection on) terhadap umur yang lebih muda. mud a. Efi Efisie siensi nsi sel seleks eksii ter terhad hadap ap pen pening ingkat katan an geneti gen etik k per tah tahun un dih dihitu itung ng ber berdas dasark arkan an ras rasio io antara ant ara kor korela elasi si pen pening ingkat katan an gen geneti etik k per tah tahun un terhadap terha dap peningkatan peningkatan genet genetik ik pada umur daur mela me lalu luii se selek leksi si ti tida dak k la lang ngsun sung. g. Ha Hasil sil in inii merupa mer upakan kan das dasar ar unt untuk uk men menetap etapkan kan umu umurr sele seleksi ksi yangop gopttimum pada kebunbe nben nihse hsem mai E. pellita.
II. BAHAN DAN DAN METODE METODE A. Keb Kebun un Ben Benih ih Sem Semai ai
Data ya Data yang ng di digu guna naka kan n da dala lam m stu studi di in inii berasal dari tujuh kebun benih semai (KBS) E. pellita: satu KBS di Kalimantan Selatan dan tiga
Efisiensi Seleksi Awal pada Kebun Benih Benih Semai Eucalyptus pellita Budi Leksono
KBS masing-masing di Sumatera Selatan dan di Riau. KBS tersebut dibangun pada Januari 1994, Januar Jan uarii 199 1995 5 dan Mar Maret et 199 1996 6 ber bertur turutut-tur turut ut unt untuk uk Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Riau. KBS E. pellita pellit a di keti tig ga lokasi dibangun dengan menggunaka mengg unakan n mater materii benih dari tiga provenan yang berasal dari Papua Nugini yaitu dari South Kiriwo Kir iwo,, Nor North th Kir Kiriwo iwo dan Ser Serissa issa Village Village.. Di Kalimantan Selatan, ketiga provenan dibangun dengan denga n mengg menggunaka unakan n sistim popul populasi asi tungg tunggal al (tergabung dalam 1 populasi), sedangkan di dua lokasi lok asi yan yang g lai lain n (Su (Sumat matera era Sela Selatan tan dan Ria Riau) u) dibang dib angun un den dengan gan sist sistim im sub gal galur ur (te (terpi rpisah sah dal dalam am 3 popu populasi). lasi).
KBS di ket ketiga iga lok lokasi asi dib dibang angun un den dengan gan menggunakan rancangan acak lengkap berblok, dimana dim ana set setiap iap fam famili ili ter terseb sebar ar seca secara ra ran random dom pad padaa setiap blok. Jumlah famili yang dilibatkan dalam KBS berturut-turut untuk provenan dari South Kiriwo,, North Kiriwo dan Serisa Village Kiriwo Village adalah sebe se besa sarr 48 48,, 39 da dan n 34 fa fami mili li.. Set Setia iap p fa fami mili li ditanam ditan am denga dengan n mengg menggunaka unakan n 5 (lima) pohon per plot dalam bentuk baris dengan 10 blok dan jarak tanam 4 x 1,5 meter. Karakteristik tapak pada ketiga lokasi kebun benih semai, disajikan pada Tabel 1.
Tab abel( el( Table) 1. Kara Karakt kter eris isti tik k ta tapa pak k pa pada da keb ebun un be ben nih se sem mai E. pellita di ti tig ga lo loka kasi si (Characteristics of sites in seedling seed orchar orchards ds of E. pel pellit litaa in the three locations)
Informasi (Information) Tapak Lintang (Selatan) Bujur (Timur) Ketinggian (m dpl.) Curah hujan (mm/tahun) Jenis tanah Tem empe perat ratur ur (mi (min.-m n.-maks aks.) .) Kecepatan angin Kelerengan Vegetasi awal Persiapan lahan Pemupukan
Kalimantan Selatan (South Kalimantan) Pelaihari o 3 58’ 114o38’ 30 2.730 Feralsol o o 23 - 33 C Sedang 0% Alang-alang Bajak 2 kali NPK 2 kali/thn
Diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi total diukur pada umur 1, 2, 3, 4 dan 6 tahun di ketiga lokasi. Selama periode tersebut, seleksi di dalam plot (within family family-plot -plot selecti selection on) telah dilakukan sebanyak tiga kali: 2 pohon terjelek darii 5 poh dar pohon on dit diteba ebang ng pad padaa tah tahap ap per pertam tama, a, 1 pohon terjelek dari pohon tersisa ditebang pada tahap ke dua, dan 1 pohon terbaik dari setiap plot dipert dip ertaha ahanka nkan n pad padaa tah tahap ap ter terakh akhir ir.. Dat Dataa dar darii pohon terbaik dari setiap plot digunakan dalam prosedur analisis. B. Taksir aksiran an Param Parameter eter Genet Genetik ik
Pada set Pada setia iap p KB KBS, S, va vari rian an da dan n ko kova vari rian an dianalisis diana lisis denga dengan n mengg menggunaka unakan n data indivi individu du pohon pada setiap pengukuran dengan menggunaka gun akan n mod model el lin linier ier sbb sbb.: .: Yijk = + Ri + Fj + ijk ...... ......... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ..... (1) dima di mana na,, Yijk ad adal alah ah da data ta in indi divi vidu du po poho hon n ke k pa pada da blok ke i dan famili ke j; adalah rerata
Sumatera Selatan (South Sumatra) Pendopo o 4 00’ 104o00’ 80 2.781 Acrisol o o 24 - 33 C Rendah 3% Alang-alang Bajak 2 kali NPK 1 kali/thn
Riau (Riau) Lipat Kain o 0 00’ 100o32' 50 2.781 Podzolik o o 22 - 32 Rendah 2% Hutan sekunder Teba s-Bakar NPK 2 kali/thn
umum;; Ri, Fj an umum and d eijk be bert rtur urut ut-t -tur urut ut ad adal alah ah efek ef ek blok blok ke i, ef efek ek fami famili li ke j, dan rand ra ndom om er eror or pa padaY daY ijk . Untuk penak penaksiran siran herita heritabilita bilitas, s, korela korelasi si geneti gen etik k dan pen pening ingkat katan an gen geneti etik k yan yang g leb lebih ih akur ak urat, at, ko komp mpon onen en va vari rian an da dan n ko komp mpon onen en kovari kov arian an unt untuk uk ket ketiga iga pop popula ulasi si KBS di set setiap iap lokasi lok asi dian dianalis alisis is deng dengan an meng menggabu gabungk ngkan an ( pooling system) jumlah kuadrat (sum of square), jumlah hasil perkalian ( sum of cross product ) dan derajat bebas (deg degre reee of fr freed eedom om); kemudian membandin memba ndingkan gkan masing masing-masi -masing ng gabu gabungan ngan kuad ku adra ratt te teng ngah ah da dan n re rera rata ta ha hasi sill pe perk rkal alia ian n terhadap terha dap kuadr kuadrat at tengah harapannya harapannya ( expected mean square). Nilai taksiran tersebut digunakan untuk unt uk est estima imasi si par parame ameter ter gen geneti etik k pad padaa set setiap iap loka lo kasi(W si(Woo oola last ston on etal .,199 .,1990) 0).. 2 Herit Her itab abili ilita tass ind indiv ivid idu u (hi ) di dihi hitun tung g sebagai rasio dari varian genetik aditif terhadap varian fenotipik pada setiap pengukuran. Varian
3
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 1 - 13
genetik aditif diasumsikan sebesar 2,5 kali lipat darii kom dar kompon ponen en var varian ian fam famili ili (W (Willi illiams ams and Math Ma thes eson on,, 19 1994 94)), da dan n va vari rian an fe feno noti tip pik merupakan jumlah dari komponen varian famili dan komponen varian eror, sehingga heritabilitas individu dihitung dengan menggunakan formula sbb.: 2
2
2
2
hi = 2.5 f / [f + e ] ...... ......... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ..... .. (2)
banyak digunakan pada studi korelasi umur muda-dewasa mudadewasa (Lamb (Lambeth, eth, 1980 1980;; McKean McKeand, d, 1988) 1988).. Bent Be ntuk uk da dari ri fu fung ngsi si ya yang ng di digu guna naka kan n da dala lam m perhitungan ini pada dasarnya sama dengan formul for mulaa (4) (4),, nam namun un dim dimodi odifik fikasi asi seh sehing ingga ga korela kor elasi si ter terseb sebut ut [rC (J-M)] ada adalah lah seta setara ra den dengan gan 1.0 pada saat rasionya adalah 1.0. Modifikasi bentuk formula formu la yang digun digunakan akan menjad menjadi: i: c
dima di mana na,,
2
2
dan e be dan bert rtur urut ut-t -tur urut ut ad adal alah ah ta taksi ksira ran n nilai nil ai ko komp mpon onen en va vari rian an fa fami mili li da dan n komponen kompo nen varia varian n eror eror.. Untuk prediksi korelasi dan peningkatan genetik, varian gene ge neti tik k da dan n fe feno noti tip pik di diko konv nver ersi si terhadap akar variannya dan kemudian ditarik mundur terhadap rerata pertumbuhan pertu mbuhan dengan meng-g meng-gunakan unakan regresii linier regres linier..
1.0 1. 0 rC(J-M) = a [1 exp exp{{-b( b(xx-1) 1)}] }] .. .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .. (4 (4') ')
f
Korelasii umu Korelas umurr mud mudaa dan dew dewasa asa [rG( J-M)] di ketiga lokasi dihitung dengan menggabungkan jumlah hasil perkalian dan kuadrat tengah untuk tigaa pop tig popula ulasi si KBS di set setiap iap lok lokasi. asi. Kor Korela elasi si umu umur r tersebut terseb ut dihitu dihitung ng denga dengan n mengg menggunaka unakan n formu formula: la: ½
rG( J-M) = SC SCP P(J-M) / [SSJ . SSM ] .. ...... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .. (3 (3))
dima di mana na,, a, b da dan n c ad adal alah ah pa para rame mete terr ya yang ng di dita taks ksir ir dari data dan x adalah rasio dari rerata pertumbuhan pada umur yang lebih tua terhadap rerata pertumbuhan pada umur yang yan g leb lebih ih mud mudaa (Dy (Dy/Dx /Dx ata atau u Ty/T y/Tx). x). D. Peningka Peningkatan tan Genet Genetik ik dan Efisi Efisiensi ensi Selek Seleksi si
Peningkat Pening katan an gene genetik tik (Gain (Gain M-J ) pada pada umur umur daurr (M= dau (M=8 8 tah tahun) un) dar darii sel seleks eksii tid tidak ak lan langsu gsung ng dida di dasar sarka kan n pa pada da pe pena namp mpil ilan an ta tana nama man n um umur ur mudaa yan mud yang g dit ditaks aksir ir den dengan gan men menggu ggunak nakan an form fo rmul ulaa seb sebag agai ai be berik rikut ut (L (Lamb ambeth eth,, 19 1980 80;; McKeand, McKean d, 1988 1988): ): Gain Ga in M-J = iJ . hJ . hM .rJ -M . PM .. .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... .... (5 (5))
C. Tren TrenW Waktu dari Param Parameter eter Genet Genetik ik
dima di mana na,, i ad adal alah ah in inte tens nsit itas as se sele leks ksii da dan n diasumsikan diasum sikan sama dengan dengan 1.0, h J dan hM berturut-turut adalah akar dari herita bilitas pada umur muda dan dewasa; r J-M adalah korelasi umur muda-dewasa, dan P M adalah standar deviasi fenotipik dari rerata rer ata fam famili ili pad padaa umu umurr dew dewasa. asa.
Kurva pertumbuhan diameter dan tinggi pada studi ini digambarkan dengan menggunakan fungsi Chapman-Richards (Richards, 1959; Pi Pieenaar and Turnbull ll,, 1973) untu tuk k menent men entuka ukan n rer rerata ata per pertum tumbuh buhan an pad padaa set setiap iap lokasi. lok asi. Ben Bentuk tuk dar darii for formul mulaa yan yang g dig diguna unakan kan adalahsbb.: adalah sbb.:
Formulaa pen Formul pening ingkat katan an gen geneti etik k unt untuk uk seleksi langsung (dire direct ct selecti selection on) pada umur daur (Gain (Gain M ), yang pada pada dasarnya dasarnya sama sama dengan dengan formul for mulaa (5) (5),, dim dimana ana h J = hM dan rJ -M ada adalah lah set setara ara deng de ngan an 1. 1.0, 0, seh sehin ingg ggaa fo form rmula ulany nyaa be beru rubah bah menjadi menja di sbb.:
dima di mana na,, SC SCP P( J-M ) ad adal alah ah jum jumlah lah ha hasi sill perk perkal alia ian n anat an atra ra um umur ur mu muda da da dan n um umur ur de dewa wasa. sa. SS J and an d SS M be bert rtur urut ut-t -tur urut ut ad adal alah ah ju juml mlah ah kuad ku adra ratt un untu tuk k um umu ur ke J da dan n um umurke urke M .
2
Y(ti) = A[1 - exp exp((-bt i)] ....... .......... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ..... .. (4)
Gain Gai n M = iM . h M . PM ... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ... (5' (5'))
dima di mana na,, Y (t i) ad adal alah ah rerat rerataa pe pert rtum umbu buha han n pa pada da umurr ke umu ke i dal dalam am bul bulan, an, A ada adalah lah asi asimto mtott a ta ta s, s, b a da da la la h k is is ar ar an an pa pa ra ra me me te te r pertumbuhan, c adalah bentuk dari kurva dan da n ti ada adala lah h um umur ur ke i.
dimana dim ana,, i M dan h M ber bertur turutut-tur turut ut ada adalah lah int intens ensitas itas sele se leks ksii da dan n he heri rita tabi bili lita tass pa pada da um umur ur dewasa.
c
Tren dar Tren darii kor korela elasi si umu umurr mud muda-d a-dewa ewasa sa diekspresika dieksp resikan n sebaga sebagaii rasio rerata pertumbuhan pertumbuhan pada umur yang lebih tua (Dy atau Ty) terhadap rerata pertumbuhan pada umur yang lebih muda (Dx atau Tx) bukan pada logaritmik umur yang
4
2
Efisiensi untuk peningkatan Efisiensi peningkatan genet genetik ik per tahun (E) dihitung sebagai perbandingan antara peningkatan genetik dari seleksi tidak langsung pada umur muda (Gain M-J ) terhadap peningkatan geneti gen etik k dar darii sel seleks eksii lan langsu gsung ng pad padaa umu umurr dau daur r (Gain (Ga in M ). Unt Untuk uk mel meleng engkap kapii sik siklus lus pem pemulia uliaan an pohon, ditambah dua tahun untuk setiap set iap generasi sebaga seb agaii bes besara aran n nil nilai ai yan yang g dip diperl erluka ukan n unt untuk uk
Efisiensi Seleksi Awal pada Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Budi Leksono
kegiatan koleksi benih dan pembangunan kebun benih semai. Formula efisiensi yang digunakan adalah sbb. (Lambeth, 1980; McKeand, 1988): E = [ Gain M-J/ G ain M ] / (TJ / TM ) 2 = [ (i J.hJ.hM . rJ-M.PM )/ ( iM .h M .PM )] / (TJ / TM ) 2 = [(i J.hJ.hM.rJ-M.PM )/TJ ] / [(iM .h M .PM ) /TM ] ........ (6) dimana, T J dan T M berturut-turut adalah umur untuk seleksi saat umur muda ( J +2) dan seleksi pada umur dewasa ( M +2).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TrenPertumbuhan danParameterGenetik
Kurva pertumbuhan pohon E. pellita dibuat dengan menerapkan model RichardChapman ke hasil pengukuran periodik di tiap lokasi dan disajikan pada Gambar 1. Kurva pertumbuhan tinggi di ketiga lokasi menun-
jukkan pertumbuhan yang hampir sama, kecuali di Kalimantan Selatan setelah umur 5 (lima) tahun dimana laju pertumbuhan nampak sedikit lebih tinggi dibandingkan di kedua lokasi lainnya. Sedangkan kurva pertumbuhan diameter menunjukkan bahwa di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan mempunyai laju pertumbuhan yang hampir sama sedangkan di Riau sedikit lebih baik dibandingkan di kedua lokasi lainnya. Perbedaan pertumbuhan diameter tersebut kemungkinan karena tapak di Riau lebih subur (vegetasi awal dari hutan sekunder) dibandingkan kedua lokasi lainnya yang merupakan areal yang telah terdegradasi dengan vegetasi awal berupa alang-alang ( Imperata cylindrica ) (Tabel 1). Hal ini dikarenakan diameter pada umumnya dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan dibandingkan tinggi yang lebih kuat dikendalikan oleh faktor genetik. Rerata pertumbuhan tinggi di ketiga lokasi dapat mencapai15 m padaumur 4 tahun dan 20m
c
25
a
a
25
b
b 20
20
) 15 m ( i g g n i T
) 15 m c ( h b D
10
c
10
YRiau = 27,75[1-exp(0,021x)] 1.19 YSumsel = 51,87[1-exp(0,008x)] 1.13 YKalsel = 29,05[1-exp(0,020x)] 1.40
5
YRiau = 29,31[1-exp(0,021x)] 1.34 YSumsel = 39,73[1-exp(0,007x)] 0.93 YKalsel = 30,41[1-exp(0,013x)] 1.12
5
0
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Umur/ Age (tahun/year )
Gambar( Figure) 1.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Umur/ Age (tahun/year )
Kurva pertumbuhan tinggi dan diameter (dbh) E. pellita , diperoleh dari pencocokan data pengukuran periodik di setiap lokasi. Simbul (bulat, segitiga dan segiempat) dengan garis berturut-turut adalah rerata pengamatan dan kurva pertumbuhan pohon untuk Riau (a), Sumatera Selatan (b) dan Kalimantan Selatan (c) ( Height and diameter (dbh) growth curves of E. pellita, obtained by fitting data from periodical measurements at each location. Symbol (circle, triangle and square) are observed means and the growth curves for Riau (a), South Sumatra (b) and South Kalimantan (c), respectively).
Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan E. pellita di ketiga lokasi tersebut lebih baik dibandingkan hasil penelitian E. pellita di Australia, Brazil, Filipina, Vietnam dan Negaranegara tropis serta sub tropis lainnya yang pada umur 4 tahun hanya mencapai 6-10 m dan umur 5 tahun sekitar 6-13 m (Craciun, 1978; Ferreira and
Couto, 1981; Glori, 1993; Dickinson and Sun, 1995; Le DinhKha, 1996; Harwood et al., 1997). Penampilan yang baik ini kemungkinan karena Indonesia merupakan salah satu habitat alami dari E. pellita (Papua) dan kondisi lingkungan dari lokasi penelitian (Tabel 1) hampir sama dengan karakteristik tapak di Papua. Hal ini
5
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 1 - 13
berarti, jenis tersebut sangat potensial dikem bangkan di Indonesia, khususnya untuk program hutan tanaman. Sedangkan dari kurva per tumbuhan diameter di ketiga lokasi menunjukkan bahwa diameter pohon akan melebihi 20 cm (sebagai ukuran minimum untuk penggunaan kayu pertukangan) pada umur 8 tahun, dengan kerapatan tegakan yang lebih lebar oleh karena tegakan ini akan digunakan sebagai sumber benih. Di Queensland (Australia) kayu dari jenis ini sangat mudah dikerjakan untuk tiang, banta lan keret a api , floor ing , pan el dan konstruksi banguan (Bootle, 1983). Pada saat ini, E. pellita pada program hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia hanya digunakan untuk mensuplai bahan baku pulp dan kertas dengan diameter kecil pada daur yang pendek (di bawah 10 tahun). Berdasarkan penggunaan kayu untuk tujuan produksi kayu bulat dengan diameter pohon di atas 20 cm, maka E. pellita juga potensial untuk tujuan produksi yang berbeda dengan diameter pohon yang lebih besar seperti kayu pertukangan, kayu lapis, konstruksi bangunan, dll.
Kurva pertumbuhan tinggi dan diameter pada umumnya menunjukkan kesesuaian dengan rerata pertumbuhan hasil pengukuran di ketiga lokasi (Gambar 1). Hal ini merupakan indikasi bahwa pertumbuhan tinggi dan diameter pada E. pellita dapat digambarkan dengan menggunakan fungsi Chapman-Richards (formula 4) dan dapat digunakan untuk menaksir heritabilitas, korelasi genetik dan peningkatan genetik pada umur daur yang lebih tua dari data yang tersedia pada penelitian ini. Dengan demikian, formula regresi dari masing-masing sifat yang diukur di setiap lokasi dapat diimplementasikan untuk menaksir korelasi pada umur muda dan dewasa ( juvenilemature correlations) dan mengestimasi peningkatan genetik serta efisiensi seleksi. Hasil analisis varian pada ketiga lokasi kebun benih disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua variasi famili dari kedua sifat yang diukur di ketiga lokasi berbeda nyata kecuali di Riau pada umur yang lebih muda. Taksiran nilai heritabilitas individu pada setiap lokasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel (Table) 2. Analisis varian terhadap tinggi dan diameter (dbh) hasil penggabungan dari tiga populasi di tiga lokasi ( Analysis of variance of height and diameter (dbh) pooled for three populations at the three locations)
Lokasi/ Sumber variasi Locations/Source of variation Tinggi: Kalimantan Selatan: Famili Eror Sumatera Selatan: Famili Eror Riau: Famili Eror Dbh: Kalimantan Selatan: Famili Eror Sumatera Selatan: Famili Eror Riau: Famili Eror
Kuadrat Tengah (tahun)/ Mean Squares (year)
db df
1
118 963
0.754* 0.571
118 873
1.764** 1.080
117 672
2
3
4
6
2.824** 1.616
3.501** 1.946
4.066** 2.526
11.679** 5.952
2.746** 1.660
3.499* 2.608
4.715* 3.801
7.807** 4.735
1.306 1.254
3.638** 2.652
4.133 3.461
5.348 4.327
ns
14.165** 9.750
118 963
0.524** 0.314
2.899** 1.845
5.409** 2.854
7.859** 3.966
14.661** 7.323
118 873
1.208** 0.761
3.290** 2.345
3.757 3.172
ns
5.474* 4.306
11.185** 6.492
117 672
2.937ns 2.377
3.674ns 3.595
7.267* 5.707
9.690* 7.458
20.896** 12.749
ns
ns
Keterangan ( Remark): ** = berbeda nyata pada taraf uji 1% ( significant at 1% level ); * = berbeda nyata pada taraf uji 5% (significant a t 5% l evel ); ns = tidak berbeda nyata (not s ignificant d ifferent)
6
Efisiensi Seleksi Awal pada Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Budi Leksono
Nilai heritabilitas tersebut bervariasi dari rendah sampai sedang (0,015 0,284) dan sedikit berbeda antar sifat, lokasi dan umur. Nilai heritabilitas di Kalimantan Selatan secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan kedua lokasi
lainnya dan heritabilitas di ketiga lokasi tersebut cenderung meningkat dengan penambahan umur. Heritabilitas individu untuk diameter pada umur 6 tahun sekitar 0,2 dan umumnya lebih tinggi dibandingkan sifat tinggi pada lokasi yang sama.
Tabel (Table) 3. Taksiran komponen varian dan heritabilitas untuk tinggi dan diameter (dbh) di tiga lokasi ( Estimate of variance component and heritability for height and diameter (dbh) at the three locations) Lokasi/ Parameter Locations/Parameters Kalimantan Selatan: 2
?f ?e
2
hi2 Sumatera Selatan: 2
?f ?e
2
hi2 Riau: 2
?f ?e
2
2
hi
2
2
Tinggi (tahun)/ Height (years) 1 2 3 4 6
1
Dbh (tahun)/ Dbh (years) 2 3 4
6
0.020 0.571 0.085
0.132 1.616 0.189
0.170 1.946 0.201
0.168 2.526 0.156
0.625 5.952 0.238
0.023 0.314 0.169
0.115 1.845 0.126
0.279 2.854 0.223
0.425 3.966 0.242
0.801 7.323 0.247
0.082 1.080 0.176
0.129 1.660 0.181
0.106 2.608 0.098
0.109 3.801 0.070
0.366 4.735 0.179
0.053 0.761 0.163
0.113 2.345 0.115
0.070 3.172 0.054
0.139 4.306 0.078
0.559 6.492 0.284
0.008 1.254 0.015
0.147 2.652 0.131
0.100 3.461 0.070
0.152 4.327 0.085
0.656 9.750 0.158
0.083 2.377 0.085
0.012 3.595 0.008
0.232 5.707 0.098
0.332 7.458 0.106
1.210 12.749 0.217
2
Keterangan (Remark): f , e ,danh i berturut-turutadalah komponenvarian famili, komponenvarian didalamplot dan heritabilitas 2 2 2 individu ( f , e , and h i are family variance component, within plot variance component and individual heritability, respectively)
Untuk mengetahui umur optimum untuk seleksi, tren waktu dari varian dan korelasi diekspresikan dalam bentuk regresi linier untuk menaksir peningkatan genetik terhadap perubahan umur pada setiap lokasi. Perubahan simpangan baku dari varian genetik dan fenotipik pada ketiga lokasi disajikan pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa akar varian genetik dan fenotipik meningkat dengan peningkatan proporsi tinggi dan diameter, dengan koefisien determinasi di atas 0,7. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu dari kedua varian tersebut
dapat diekspresikan dengan baik menggunakan regresi linier dengan rerata pertumbuhan sebagai variabel independen. Hal ini sebagaimana halnya dengan korelasi yang secara umum ditemukan dalam skala pengukuran suatu sifat seperti halnya ukuran tubuh manusia (Falconer and Mackay, 1996). Dengan demikian formula regresi pada setiap lokasi dapat digunakan untuk menaksir varian genetik dan fenotipik, dan nilai heritabilitas dapat dihitung sebagai rasio antara variangenetik dan varian fenotipik.
7
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 1 - 13
Riau
Riau )
n a i r a v f o t o o R ( n a i r a v r a k A
4
4 y = 0,1248x + 0,8197
Fenotipik 3
R2 = 0,9155 2
2 Genetik
Genetik 1 y = 0,0596x - 0,1753
1 y = 0,0792x - 0,2492
2
R = 0,7976
0
R2 = 0,7809
0 0
5
10
15
20
25
0
5
10
Tinggi/Hight (m)
n a i r a v f o t o o R ( n a i r a v r a k A
Fenotipik
3
Fenotipik 3
y = 0,0952x + 0,4018
y = 0,151x + 0,1049
R2 = 0,9326
R2 = 0,9903
2
2
Genetik
Genetik 1
1
y = 0,0821x - 0,0902
y = 0,0527x + 0,0336
R2 = 0,9884
R2 = 0,8946 0 5
10
15
20
25
0
5
10
15
20
25
Sumatera Selatan
Sumatera Selatan
n a i r a v r a k A
25
4
0
n a i r a v f o t o o R (
20
Kalimantan Selatan
4
0
)
15
Dbh (cm)
Kalimantan Selatan )
Fenotipik
R2 = 0,9613
3
y = 0,1198x + 0,3898
4
4
3
3
Fenotipik
y = 0,0645x + 0,887
y = 0.1166x + 0.5923
R = 0,9391
2
Fenotipik
R2 = 0.9377
2
2 y = 0,025x + 0,3032 R2 = 0,7784
Genetik
1
1
y = 0.0737x - 0.104
Genetik
R2 = 0.8551
0
0 0
5
10
15
20
25
0
5
10
15
20
25
Gambar (Figure) 2. Perubahan simpangan baku dari varian genetik dan fenotipik dengan waktu yang digambarkan dengan regresi linier di tiga lokasi ( Deviation changing of genetic and phenotypic variance with time by linier regression in thethree locations)
Korelasi antara pengukuran pertumbuhan tinggi dan diameter di dua umur yang berbeda (umur 1-6 tahun) ditempatkan berlawanan
8
dengan rasio rerata pertumbuhan pada umur yang lebih tua terhadap rerata pertumbuhan pada umur yang lebih muda (Gambar 3).
Efisiensi Seleksi Awal pada Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Budi Leksono
Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan
1
1 0,31
0,629
r C ( J-M ) =1-2,402{1-exp[-0,002( x -1)]}
r C ( J-M ) =1-1,086{1-exp[-0,214( x -1)]} 0.8
0.8
i s 0.6 a l e r o 0.4 K
0.6 0.4
0.2
0.2
0
0 0
1
2
3
4
5
6
0
1
2
3
4
5
6
Sumatera Selatan
Sumatera Selatan 1
1 0,242
r C ( J-M ) =1-2,172{1-exp[-0,001( x -1)]}
0.8
r C ( J-M ) =1-2,402{1-exp[-0,002( x -1)]}0,31
0.8
i s 0.6 a l e r o 0.4 K
0.6 0.4
0.2
0.2
0
0 0
1
2
3
4
5
6
0
1
2
3
4
5
6
Gambar( Figure) 3. Tren korelasi antar umur dengan rerata rasio diameter dan tinggi pada setiap lokasi. Bulatan hitam adalah korelasi antara dua umur. Garis merupakan regresi yang telah dicocokkan dengan formula (4'). Rasio pertumbuhan diameter dantinggi(x) adalah(Dy/Dx) dan(Ty/Tx) dimanaDy dan Ty adalah rerata diameter dan tinggi pada umur yang lebih tua, Dx dan Tx adalah rerata diameter dan tinggi pada umur yang lebih muda (Dy>Dx; Ty>Tx) (Trend of age-age correlation with mean diameter and height ratio at each location. Closed circles are age-age correlation between two ages. Lines were regression equation fitted with Eq. (4'). Diameter and height growth rates (x) are (Dy/Dx) and (Ty/Tx) where Dy and Ty are older diameter and height mean, Dx and Tx are younger diameter and height mean (Dy>Dx; Ty>Tx))
Dari gambar tersebut nampak bahwa korelasi akan tinggi (>0.8) ketika rasio rerata pertumbuhan mendekati 1 (satu) dan menurun hingga mendekati 0,2 ketika rasio meningkat. Penurunan dari tren korelasi ini diekspresikan sangat baik dengan menggunakan modifikasi fungsi Richards (Formula 4') dengan rasio sebagai variabel bergantung. Tren dari korelasi antar umur hampir sama untuk kedua sifat yang diukur dan di ketiga lokasi sebagaimana dindikasikan oleh parameter pada formula di setiap sifat dan lokasi (Gambar 3). Meskipun demikian, tren dari pertumbuhan diameter nampak lebih jelas dibandingkan dengan tinggi. Hal ini kemungkinan karena diameter merupakan prioritas utama dalam seleksi pohon pada kebun benih E. pellita dibandingkan dengan tinggi yang menduduki prioritas kedua pada semua tingkatan seleksi (Leksono and Kurinobu, 2005). Formula tersebut selanjutnya digunakan untuk menaksir
peningkatan genetik dan efisiensi seleksi di ketiga lokasi. B. Peningkatan Genetik dan Efisiensi Seleksi
Peningkatan genetik pada seleksi tidak langsung (indirect selection) yang ditaksir dengan formula (5) dan seleksi langsung ( direct selection) pada umur daur dengan formula (5'), dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai komulatif peningkatan genetik per tahun pada kedua sifat di ketiga lokasi meningkat dengan pertambahan umur. Secara umum, peningkatan genetik di Kalimantan Selatan lebih tinggi dibandingkan dua lokasi lainnya, dan bahkan hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan Sumatera Selatan. Sedangkan terhadap sifat yang diukur, peningkatan genetik pada diameter nampak lebih tinggi dibandingkan sifat tinggi. Perbedaan peningkatan genetik ini dikarenakan nilai
9
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 1 - 13
heritabilitas di Kalimantan Selatan lebih tinggi dibandingkan lokasi lain dan ditemukan hampir
pada setiap pengukuran. Hal yang sama untuk diameter dibandingkan tinggi tanaman (Tabel 3).
Riau
Riau )
n i a g c i t e n e G ( k i t e n e g n a t a k g n i n e P
1.5
1.5
Efisiensi/Efficiency
Efisiensi/Efficiency 1
1
Tren/Trend
Tren/Trend
0.5
0.5
0
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0
1
Umur seleksi/S el ec t o n ag e (tahun/ y ear)
2
n i a g c i t e n e G ( k i t e n e g n a t a k g n i n e P
6
7
8
1.5
Efisiensi/Efficiency
Efisiensi/Efficiency 1
Tren/Trend 0.5
0.5
Tren/Trend 0
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
0
1
2
3
4
5
7
8
1.5
1.5
Efisiensi/Efficiency
Efisiensi/Efficiency
1
1
0.5
0.5
Tren/Trend
Tren/Trend
0
0
0
1
2
Gambar (Figure) 4.
10
6
Sumatra Selatan
Sumatera Selatan )
5
Kalimantan Selatan
)
k i t e n e g n a t a k g n i n e P
4
Umur seleksi/Select on age (tahun/year)
Kalimantan Selatan n 1.5 i a g c i t e n e 1 G (
3
3
4
5
6
7
8
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Taksiran peningkatan genetik (bulatan putih) dan efisiensi seleksi tidak langsung dan seleksi langsung pada setiap lokasi (bulatan hitam) untuk tinggi (kiri) dan diameter (kanan). Umur optimum untuk seleksi ditunjukkan dengan garis terputus-putus (Predicted genetic gain (white circles) and relative efficiency for indirect and direct selection at each location (solid circles) of height (left) and diameter (right). Optimum ages for selection are shown by dotted lines)
Efisiensi Seleksi Awal pada Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Budi Leksono
Efisiensi untuk peningkatan genetik per tahun yang dihitung dengan formula (6) disajikan bersama-sama dengan tren peningkatan genetik pada Gambar 4. Semua nilai efisiensi pada umur 3-7 tahun menunjukkan lebih tinggi dari pada 1,0 pada kedua sifat dan di ketiga lokasi yang diukur. Hal ini mengindikasikan bahwa seleksi lebih awal pada kebun benih semai selalu menghasilkan peningkatan genetik per tahun yang lebih tinggi terhadap umur daur (McKeand, 1988). Nilai efisiensi tertinggi bervariasi diantara kedua sifat dan di ketiga lokasi, yaitu antara 3-5 tahun. Hal ini berarti bahwa umur optimum untuk seleksi pada kebun benih semai E. pellita dengan daur 8 tahun adalah antara 3-5 tahun (Gambar 4). Perbedaan nilai efisiensi seleksi tersebut dikarenakan rasio dari korelasi peningkatan genetik per tahun terhadap peningkatan genetik pada umur daur bervariasi diantara sifat dan lokasi. Pada studi efisiensi seleksi jenis-jenis konifer dilaporkan bahwa seleksi yang akurat hanya dapat dilakukan setelah minimum separuh dari umur daur (Franklin, 1979), meskipun Lambeth (1980) berpendapat bahwa seleksi lebih awal juga memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan nilai heritabilitas untuk sifat-sifat pertumbuhan pohon pada umur muda tidak selalu stabil sampai dengan tanaman tumbuh dewasa (Franklin, 1979). Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah meskipun umur optimum untuk seleksi ditentukan berdasarkan peningkatan genetik per satuan waktu, namun perlu mempertimbangkan umur setelah pohon dewasa dan telah memproduksi benih (Gwaze et al., 1997). Untuk jenis E. pellita, memerlukan waktu minimum 5 (lima) tahun untuk dapat memproduksi benih yang cukup dalam membangun kebun benih semai. Oleh karena itu lima tahun merupakan waktu yang tepat dan lebih baik untuk seleksi akhir pada siklus pemuliaan pohon E. pellita dibandingkan umur yang lebih muda. Pada studi umur optimum untuk seleksi yang telah dilakukan sebelumnya, sebagian besar analisis dan kesimpulan dilakukan pada data koleksi dari umur yang sangat terbatas (Wu, 1999). Namun demikian, prosedur analisis pada tulisan ini memungkinkan untuk dapat melakukan penaksiran parameter genetik yang lebih tua dari data yang tersedia sampai pada umur daur. Hal ini dikarenakan varian fenotipik dan varian genetik dapat diekspresikan dengan baik menggunakan formula regresi linier dengan rerata pertumbuhan sebagai variabel bergantung
sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Kedekatan korelasi antara rerata dan varian pada sebagian besar sifat pertumbuhan tanaman telah dijelaskan pada beberapa pustaka (Falconer and Mackay, 1996). Selain itu, tren dari korelasi muda-dewasa yang diekspresikan dengan rasio logaritmik berdasarkan umur (Lambeth, 1980), juga telah digambarkan dengan baik terhadap rasio rerata pertumbuhan pada umur yang berbeda (Gambar 3). Rasio tersebut kemungkinan lebih baik untuk menggambarkan tren korelasi muda-dewasa dibadingkan dengan menggunakan umur, dimana perbedaan pada rerata pertumbuhan pada umur yang sama terkadang sangat besar (Cotterill and Dean, 1988). Oleh karena itu, prosedur analisis pada tulisan ini dapat menghasilkan penaksiran umur seleksi optimum yang lebih tepat sepanjang fungsi-fungsi sebagaimana disajikan tersebut di atas dihasilkan dengan tepat.
IV. KESIMPULAN
1. Fungsi kurva pertumbuhan Chapman Richards dapat diimplementasikan untuk menaksir pertumbuhan tinggi dan diameter pada umur yang lebih tua. Formula regresi yang dihasilkan dapat digunakan untuk menaksir korelasi pada umur muda dan dewasa ( juvenile-mature correlations) serta pe ningka ta n ge neti k pe r ta hun un tuk mengetahui umur seleksi yang optimum pada kebun benih semai E. pellita. 2. Umur optimum untuk seleksi phon plus diperoleh antara 3 - 5 tahun di ketiga lokasi kebunbenihsemai E. pellita,namun demikian umur 5 tahun dalam satu siklus pemuliaan E. pellita dengan penyerbukan terbuka ( open pollination) akan lebih optimal dalam praktek di lapangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapan terima kasih kepada Direktur PT. Inhutani III (Kalimantan Selatan), PT. Musi Hutan Persada (Sumatera Selatan) dan PT. Perawang Sukses Perkasa Industri (Riau) beserta peneliti dan teknisi pada Unit HTI, atas kerjasama yang baik dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga d is am pa ik an k ep ad a Ti m J IC A ( Jap an
11
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 1 - 13
International Cooperation Agency ) atas kerjasama teknis yang telah berlangsung pada fase pertama dalam pembangunan kebun benih semai E.pellita. Kepada para teknisi B2PBPTH Yogyakarta yang telah membantu dalam persiapan data, diucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Bakshi, B.K., M.A.R. Reddy, and L.Singh. 1976. Ganoderma Root Rot Mortality in Khair (Acacia catechu Willd.) in Reforested Stand . European Journal of Forest Pathology 6:30-38. Barari, S. 1993. Attack of Ganoderma on Acacia auriculiformis and A. mangium. Indian Forester 119:765. Bootle, K.R. 1983. Wood in Australia: Types, Properties and Uses. Mc.Graw-Hill, Sydney. 444p. Cotterill, P.P. and C.A. Dean. 1988. Change in the Genetic Control of Growth of Radiata Pine to 16 Years and Efficiencies of Early Selection. Silvae Genetica 37:138-146. Cracium, G.C.J. 1978. Eucalyptus Trials in the Nor th Ter ri tor y Coast al Regi on . Australian Forest Research 8:153-161. Dickinson, G.R. and D. Sun. 1995. Species and Provenance Evaluation of Eucalyptus cloeziana, E. pellita and E. urophylla at 4 Years in Far North Queensland . DPI Forestry Tech. Report. Library Ref. Queensland Department of Primary Industry-Forestry, Brisbane,Australia. Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. th Introduction to quantitative genetics. 4 ed. Longman Group,England. 464 p. Ferreira, C.A. and H.T.Z. do Couto. 1981. The Influence of Environmental Variables on the Growth of Species/Provenances of Eucalyptus in the States of Minas Gerais and Esperito Santo. Boletim de Pesquisa Florestal, Unidade Regional de Pesquisa Florestal Centro Sul, EMBRAPA, Brazil no. 3:9-35. Franklin, E.C. 1979. Model Relating Levels of Genetic Variance to Stand Development of Four North American Conifers. Silvae Genetica 28:207-212.
12
Glori, A.V. 1993. The Eucalyptus Tree Improvement Programme of PICOP . pp. 253-261 in Davidson, J. (ed) Proceedings of Regional Symposium on Recent Advances in Mas Clonal Multiplication of Forest Trees for Plantation Programmes. UNDP/FAO Regional Project on improved Productivity of Man-Made Forest through Application of Technological Advances in Tree Breeding and Propagation. Los Banos, Philippines, 391 pp. Gwaze, D..P, J.A. Woolliams, and P.J. Kanowski. 1997. Optimum Selection Age for Height in Pinus taeda L in Zimbabwe. Silvae Genetica 46:358-365. Harwood, C.E., D. Alloysius, P.C. Pomroy, K.W. Robson, and M.W. Haines. 1997. Early Growth and Survival of E. pellita Provenances in a Range of Tropical Environment, Compared with E. grandis, E. urophylla and A. mangium . New Forest 14:203-219. Harwood, C.E. 1998. Eucalyptus pellita an Ann otate d Bibliograph y . CSIRO Publishing,Victoria,Australia. 70 p. L a mb e th , C . C. 1 9 80 . Juveni le-Mature Correlations in Pinaceae and Implications for Early Selection. Forest Science 26:571-580. Lambeth, C.C., J.P. van Buijtenen, S.D. Duke, and R.B. Mc Cullough. 1983. Early Selection is Effective in 20-Year-Old Genetic Test of Loblolly pine. Silvae Genetica 32:210-215. Le Dinh Kha. 1996. Research on Formulation of Scientific and Technological Basis for Supplying Improved Planting Materials of Forest Trees. Science Rep.of Subject KN 03-03. Forest Science Institute of Vietnam, Chem, TuLiem, Hanoi,Vietnam. 53 pp. Lee, S.S. 1993. Diseases. In: Awang, K. and Taylor, D. (eds) Acacia mangium Growing and Utilization. Winrock International and FAO, Bangkok, Thailand, pp 203-233. Leksono, B. and Kurinobu, S. 2005. Trend of within family-plot selection practiced in the three seedling seed orchards of Eucalyptus pellita in Indonesia. Journal of
Efisiensi Seleksi Awal pada Kebun Benih Semai Eucalyptus pellita Budi Leksono
Tropical Forest Science 17:235-242. McKeand, S.E. 1988. Optimum Age for Family Selection for Growth in Genetic Test of Loblolly pine. Forest Science 34:400-411. Nanson, A. 1969. Juvenile and Correlated Trait Selection. In: IUFRO Second Meeting Working Group on Quantitative Genetics Proceedings.Raleigh, NC, pp17-25. Squillace, A.E. and C.R. Gansel. 1974. Juvenile Mature Correlations in Slash Pine . Forest Science. 20:225-229. Pienaar, L.V. and K.J. Turnbull. 1973. The Chapman-Richards Generalization of von Bertalanffy's Growth Model for Basal Area Growth and Yield in Even Age Stands. Forest Science. 19:2-22. Richards, F.J. 1959. A Flexible Growth Function for Empirical Use. Journal of
Experimental Botany 10:290-300. Sonia, K.K. and C.K. Tiwari. 1993. Ganoderma Root-Rot in an Acaci a Arboretum. European Journal of Forest Pathology 23:252-254. Williams, E.R. and A.C. Matheson. 1994. Experimental Design and Analysis for Use in Tree Improvement . CSIRO Information Service. Victoria,Australia Woolaston, R.R., P.J. Kanowski, and G. Nikles.. 1990. Genetic Parameter Estimates for Pinus caribaea var Hondurensis in Coastal Queensland, Australia. Silvae Genetica 39:21-28. Wu, H.X. 1999. Advantage of Early Selection through Shortening the Breeding Cycle . Silvae Genetica 48:78-83.
13
PERTUMBUHAN DAN MUTU FISIK BIBIT JABON ( Anthocephalus cadamba Miq.) DI POLIBAG DAN POLITUB
Growth and Physic Quality of Jabon (Anthocephalus cadamba) Miq . Seedling on Polybag and Polytube Ahmad Junaedi Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok Jl. Raya Bangkinang-Kuok Km. 9, Bangkinang, Kampar, Riau 28294, Telp. (0762) 7000121 Fax. (0762) 21370 Naskah masuk : 4 Maret 2009; Naskah diterima : 30 Nopember 2009
ABSTRACT
Information on growth and physical quality of jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) seedling on different seedling container is needed to determine the most suitable container for seedling production. The experiment was conducted to study the growth and physical quality of jabon seedlings on polybag (v = 300 3 3 cm ) and polytube (v = 60 cm ). The stages of the research are: seedling activity, growth observations and physical quality assessment of jabon seedlings that is grown on polybag (40 seedlings) and polytube (40 seedlings). The result showed that height and diameter growth as well as the physical quality of jabon seedling grown on polybag were significantly higher (p<0,05) than those grown on polytube. Key words: Jabon ( Anthocephalus cadamba Miq), seedling, seedling container, height growth and diameter growth
ABSTRAK
Informasi pertumbuhan dan mutu fisik bibit jabon ( Anthocephalus cadamba Miq.) di wadah bibit dengan volume yang berbeda diperlukan sebagai bagian yang akan diperhitungkan dalam pemilihan wadah bibit yang akan digunakan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan mutu fisik bibit jabon 3 3 yang disapih pada wadah bibit polibag (volume 300 cm ) dan politub (volume 60 cm ). Tahapan penelitian meliputi : pembibitan serta pengamatan pertumbuhan dan penilaian mutu fisik bibit jabon yang disapih di polibag (40 bibit) dan di politub (40 bibit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi dan diameter serta mutu fisik bibit jabon di polibag secara nyata (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan bibit jabon di politub. Kata kunci: Jabon ( Anthocephalus cadamba Miq.), Bibit, wadah bibit, pertumbuhan tinggi dan pertumbuhandiameter
I. PENDAHULUAN
Jabon ( Anthocephalus cadamba Miq.) dapat dijadikan sebagai salah satu tanaman alternatif hutan tanaman industri (HTI) pulp. Hal ini dikarenakan jenis tanaman ini termasuk jenis cepat tumbuh ( fast growing species) dengan pertumbuhan rata-rata tahunan 2,2 m untuk tinggi dan 3,65 cm untuk diameter (Masano & Omon, 1980 dalam Hendromono et al., 2006). Selain itu sifat kayu dari jabon cukup memenuhi sebagai bahan baku pulp. Aprianis et al. (2007) melaporkan bahwa untuk penggunaan sebagai
bahan baku pulp, jabon masuk kelas kualitas serat II dengan panjang serat 1,561 μm dan nilai kualitas serat 400. Pengetahuan silvikultur jabon untuk tujuan HTI pulp belum banyak diketahui. Padahal untuk operasional HTI dan dalam rangka pengelolaan hutan lestari, pengetahuan silvikultur dari jenis yang akan diusahakan merupakan syarat utama yang harus dikuasai terlebih dahulu (Mindawati & Tiryana, 2002). Salah satu pengetahuan silvikultur yang penting untukdiketahui adalahaspek pembibitan.
15
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 15 - 21
Pada tahun 2007 tim peneliti Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kuok bekerja sama dengan Divisi Research and Development PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) telah membibitkan jabon melalui benih (generatif). Selanjutnya untuk persiapan uji coba penanaman, bibit tersebut dipindahkan dan disapih pada dua jenis wadah (kontainer) bibit yang biasa digunakan oleh HTI pulp dengan kapasitas volume media yang berbeda, yaitu 3 polibag (volume 300 cm ) dan politub (volume 60 3 cm ). Penggunaan wadah sapih dengan kapasitas volume media yang berbeda akan mem pengaruhi efesiensi penggunaan media dan pengangkutan bibit ke lapangan. Wadah bibit yang lebih besar (polibag) akan membutuhkan lebih banyak media dan juga ruang pada saat pengangkutan ke lapangan sehingga mempunyai efesiensi yang lebih rendah dibandingkan wadah bibit yang lebih kecil (politub). Padahal dengan menggunakan wadah bibit dengan kapasitas volume media yang lebih kecil, pada umur tertentu performa pertumbuhan dan mutu bibitnya mungkin telah memadai untuk siap tanam. Untuk memperoleh data dan informasi tersebut maka perlu dilakukan kajian terhadap pertumbuhan dan mutu fisik bibit jabon yang disapih pada wadah bibit polibag dan politub. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan mutu fisik bibit jabon yang disapih pada wadah bibit polibag dan politub. Data dan informasi pertumbuhan dan mutu fisik bibit tersebut diperlukan sebagai bagian yang diperhitungkan dalam pemilihan wadah bibit yang paling sesuai. II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di persemaian PT. RAPP, Sektor Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Lokasi geografis penelitian ada pada ketinggian tempat 8 meter di atas permukaan laut, tipe iklim A menurut Schmidth & Ferguson, suhu udara o rata-rata 27 C, kelembaban udara rata-rata 84% dancurah hujan 2.422 mm/tahun.
Bogor dengan sumber benih asal tegakan jabon kebun percobaan Darmaga, media semai (pasir dan top soil ), mediasapih(kompos kelapasawit), 3 polibag volume 300 cm dan politub volume 60 3 cm . Peralatan yang digunakan antara lain adalah alat ukur parameter pertumbuhan bibit (kaliper, penggaris dan neraca analitik), alat tulis, oven, pisau, gunting dan seperangkat komputer yang dilengkapi software SPSS13untuk analisis data. C. Metode 1. Prosedur Kerja a. Pembibitan
P e mb i bi t an j a bo n d ia w al i d e ng an menyemai benih jabon pada bak tabur berukuran 30x20x5cmyangberisimediapasirdan top soil dengan perbandingan 1:1 (v/v). Benih disemai pada bak tabur sebanyak 1 g/bak tabur. Sebelumnya media telah diayak dan disterilkan dengan disemprot desinfektan. Pemeliharaan benih dilakukan dengan penyiraman dua kali sehari dan penyemprotan fungisida jenis Dithane M-45 dosis 2 cc/liter air tiap seminggu sekali. Benih mulai berkecambah (semai) pada minggu kedua setelah tabur. Setelah satu bulan, semai dipindahkan (disapih) dari bak tabur ke dua macam wadah bibit yaitu polibag volume 3 3 300 cm dan politub volume 60 cm . Media sapih yang digunakan adalah kompos kelapa sawit (100%). Setelah disapih, bibit disimpan di rumah kaca dengan naungan paranet (55% cahaya tembus) selama 1 bulan, kemudian dipindahkan ke open area selama 2 bulan. Pada umur bibit 4 bulan setelah penaburan benih dilakukan pengamatan parameter pertumbuhan bibit yaitu : tinggi (cm), diameter (mm), berat kering akar (g), berat kering daun (g) dan berat kering batang (g). Jumlah bibit yang diamati pada masing-masing macam wadah adalah 40 bibit sehingga jumlah total bibit yang diamati adalah 80 bibit. Kegiatan pemeliharaan selama penyapihan dilakukan dengan penyiraman dua kali sehari serta menyemprotan bibit/tanaman tiap seminggu sekali dengan fungisida jenis Dithane M-45 dosis 2 cc/liter air dan insektisida jenis Pumicidin dosis 1 cc/liter air.
B. Bahan dan Alat
b. Pengamatan pertumbuhan bibit dan kesuburan media
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah benih jabon yang diperoleh dari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Untuk mengetahui perbedaan respon pertumbuhan akibat perbedaan wadah bibit, pada umur bibit 4 bulan dilakukan pengamatan
16
Pertumbuhan dan Mutu Fisik Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) di Polibag dan Politub Ahmad Junaedi
parameter pertumbuhan bibit. Hendromono et al. (2006) menyatakan bahwa bibit jabon berumur 3 - 4 bulan sudah siap ditanam di lapangan. Parameter pertumbuhan bibit yang diamati meliputi tinggi bibit diukur dengan penggaris ketelitian 0,05 cm; diameter bibit diukur dengan kaliper ketelitian 0,01 cm; berat kering bagian/ organ bibit diukur dengan neraca analitik ketelitian 0,0001 gr yang meliputi : berat kering akar (BKA), berat kering daun (BKD), berat kering batang dan cabang (BKB), berat kering bagian bibit di atas permukaan tanah (BKP) dan berat kering total (BKT). Berat kering bagian bibit diperoleh dengan mengoven sampel pada o suhu 105 C sampai beratnya konstan (sekitar 24 jam). Untuk mengetahui kesuburan media, sesudah pengukuran parameter pertumbuhan bibit dilakukan pengambilan sampel komposit media untuk dianalisis sifat kimianya di laboratorium. c. Penilaian mutu fisik bibit
Penilaian mutu fisik bibit dipilih karena alasan kemudahan dan kepraktisan untuk melakukannya. Untuk mengetahui kualitas fisik bibit, dilakukan perhitungan terhadap nilai tiga parameter kualit as fis ik bibit yaitu nilai kekokohan, rasio pucuk akar (RPA) dan indeks mutu bibit (IMB). Adapun formula untuk mengkuantifikasinya adalah sebagai berikut (Hendromono, 2003):
1) Kekokohan =
Tinggi bibit (cm) Diameter bibit (cm)
2) RPA
=
BKA (gr) Berat kering pucuk (gr)
3) IMB
=
BKT (gr) RPA + Kekokohan
... ... ...
(Dickson et al., 1960 dalam Hendromono, 2003). 2. Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan besaran parameter pertumbuhan dan mutu fisik bibit antar wadah bibit dilakukan uji t dua sampel bebas/ i n de p en d en t s a mp l e t - te s t ( M at t ji k & Sumertajaya, 1999; Pratisto, 2004). Selanjutnya, untuk mengetahui kelayakan bibit siap tanam dilakukan uji t satu sampel/one sample t test dengan membandingkan nilai rata-rata tinggi bibit dengan nilai > 15 cm (Hendromono et al ., 2006), RPA bibit dengan nilai RPA 2-5 (Alrasyid, 1972 dalam Mindawati & Susilo, 2005) dan IMB bibit dengan nilai IMB > 0,09 (Lackey & Alm, 1982 dalam Durahim & Hendromono, 2006).
III. HASILDAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Bibit
Hasil uji t dua sisi menunjukkan bahwa pada umur bibit empat bulan, semua parameter pertumbuhan bibit jabon yang disapih di polibag (bibit A) berbeda nyata (p<0,05) dengan bibit jabon yang disapih di politub (bibit B). Selanjutnya, uji t satu sisi menunjukkan bahwa besaran parameter pertumbuhan bibit A secara nyata (p<0,05) lebih besar dibandingkan bibit B (Tabel 1).
17
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 15 - 21
Tabel (Table) 1. Besaran parameter pertumbuhan bibit jabon umur empat bulan di polibag dan politub (Growth of four months old jabon seedling in polybag and polytube )
Parameter pertumbuhan (Growth parameters of seedling) Tinggi/height (cm) Diameter/diameter (mm) Berat kering batang/dry weight of stem (gr) Berat kering daun/dry weight of leaves (gr) Berat kering bagian bibit di atas permukaan tanah/dry weight of shoot (gr) Berat kering akar/dry weight of root (gr) Berat kering total/dry weight of seedling (gr)
Bibit ( seedling ) A
Bibit ( seedling ) B
53,26 ± 10,90 a 6,60 ± 1,40 a 1,53 ± 1,03 a 2,26 ± 1,24 a
17,81 ± 3,44 b 4,40 ± 0,40 b 0,29 ± 0,14 b 1,04 ± 0,38 b
3,79 ± 2,23 a
1,33 ± 0,44 b
0,74 ± 0,43 a 4,53 ± 2,63 a
0,41 ± 0,11 b 1,74 ± 0,51 b
Keterangan ( Remarks) : Bibit (seedling)A= Bibit di polibag (seedlingon polybag); Bibit (seedling ) B =Bibit di politub (seedling on polytube ); Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama berbeda nyata berdasarkan uji t pada p = 0,05 ( The numbers was followed by different letters at same row are significantlydifferent at p = 0,05 with t test )
Hasil perhitungan perbedaan besaran parameter pertumbuhan bibit antara bibit A dengan bibit B menunjukkan bahwa perbedaan pertumbuhan terkecil diperoleh pada pertumbuhan diameter yaitu 50% dan terbesar
pada pertumbuhan berat kering batang (BKB) yaitu 428 % (Tabel 2). Sementara itu, berat kering total (BKT) yang merupakan representasi dari pertumbuhan total bibit, berbeda 160% antar bibit.
Tabel (Table) 2. Perbedaan besaran pertumbuhan antara bibit jabon di wadah polybag dengan politub (Growth difference between jabon seedling in polybag and in polytube )
Parameter pertumbuhan bibit (Growth parameters of seedling) Tinggi/height (cm) Diameter/diameter (mm) Berat kering batang/dry weight of stem (gr) Berat kering daun/dry weight of leaves (gr) Berat kering pucuk/dry weight of shoot (gr) Berat kering akar/dry weight of root (gr) Berat kering total/dry weight of seedling (gr)
Besar perbedaan (Magnitude of difference) 35,45 0,22 1,24 1,22
Persentase perbedaan (Percentage of difference) 199 % 50 % 428 % 117 %
2,46
185 %
0,33
80 %
2,79
160 %
Keterangan( Remark): Besar perbedaan ( different of magnitude) = pertumbuhan bibit di polibag - pertumbuhan bibit di politub ( growthof seedlingon polybagminus growthof seedlingon polytube )
Kualitas dan kuantitas media akan mem pengaruhi pertumbuhan bibit. Analog dengan fungsi tanah untuk pertumbuhan tanaman; media menyediakan ruang tumbuh, air dan nutrisi bagi pertumbuhan bibit. Kualitas med ia dapat dicerminkan oleh kandungan unsur hara yang dikandung oleh media (Tabel 3). Sedangkan kuantitasnya dicerminkan oleh banyaknya (volume) media yang disediakan untuk pertumbuhan bibit. Karena jenis media yang digunakan sama yaitu dari kompos limbah kelapa
18
sawit (100%) maka kualitas media yang digunakan pada kedua wadah adalah sama. Perbedaan akan terjadi pada kuantitas media 3 yang digunakan. Dengan volume media 300 cm , kuantitas media pada bibit A akan lebih tinggi 3 lima kali dibandingkan bibit B (volume 60 cm ). Hal ini berarti kuantitas ruang tumbuh, air dan nutrisi yang disediakan untuk pertumbuhan bibit A akan lebih tinggi dibandingkan bibit B. Akibatnya pertumbuhan bibitA akan lebih tinggi dibandingkan bibit B.
Pertumbuhan dan Mutu Fisik Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) di Polibag dan Politub Ahmad Junaedi
Tabel( Table) 3. Sifat kimia komposlimbah kelapasawit( Chemical properties of oil palm compost)
No. 1
2 3 4
Sifat kimia (Chemical properties) Kandungan hara (nutrient content ) : - Karbon (Carbon) - Nitrogen (Nitrogen) - Pospor (Phosfor) - Kalsium (Calcium) - Natrium (Natrium) - Kalium (Kalium) Karbon/nitrogen (C/N ratio) Kapasitas tukar kation (Cation exchange capacity) PH H2O
Satuan (Unit)
Nilai (Value)
Kategori (Category)*
% % ppm me/100 gr me/100 gr me/100 gr me/100 gr
6,56 ± 0,41 1,32 ± 0,07 241,99 ± 8,80 0,83 ± 0,45 0,18 ± 0,13 0,85 ± 0,52 4,98 ± 0,57 6,65 ± 2,23
sangat tinggi (very high) sangat tinggi (very high) sangat tinggi (very high) sangat rendah (very low) rendah (low) tinggi (high) sangat rendah (very low) rendah (low)
-
6,75 ± 0,27
netral (neutral)
Keterangan ( Remark) : * = Pusat Penelitian Tanah/ Soil Research Centre (1983) dalam/in Hardjowigeno (1992)
Pertumbuhan bibit jabon yang disapih pada wadah politub dan diberi pupuk daun jenis Gandasil D dosis 2 ml/l telah dilaporkan oleh Rachmayanti & Novriyanti (2006). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada umur bibit tiga bulan tinggi dan diameter bibit berturut-turut adalah 45,9 cm dan 4,53 mm. Pertumbuhan tinggi dan diameter bibit tersebut pada jenis wadah bibit yang sama (politub) lebih tinggi dibandingkan tinggi dan diameter bibit jabon pada penelitian ini. Adapun tinggi dan diameter bibit jabon di wadah politub (bibit B) pada penelitian adalah berturut-turut 17,81 cm dan 4,40 mm. Hal ini terjadi karena nutrisi yang diperoleh bibit jabon yang diberi pupuk daun lebih tinggi dibandingkan yang tidak diberi aplikasi. Dengan hasil perbandingan ini maka untuk lebih meningkatkan pertumbuhan bibit B kombinasi penggunaan kompos sebagai media sapih dan pemberian pupuk daun perlu untuk diaplikasikan. A. Mutu Fisik Bibit
Mutu bibit diartikan suatu ekspresi dari gambaran lebih jauh terhadap sebuah bibit yang diharapkan dapat beradaptasi dan tumbuh setelah penanaman (Wilson & Jacobs, 2005 dalam Nurhasybi & Sudrajat, 2006). Dalam pem-
bangunan hutan, mutu bibit merupakan awal yang akan menentukan kualitas hutan yang akan dibangun dan tegakan yang ada di dalamnya (BTP Bogor, 1998). Untuk menilai mutu bibit tanaman hutan, secara praktis dapat dilakukan terhadap penilaian mutu fisiknya. Hal ini dilakukan dengan mengamati parameter pertumbuhan bibit yang kemudian digunakan untuk menghitung parameter mutu fisik bibit yaitu kekokohan, rasio pucuk akar (RPA) dan indeks mutu bibit (IMB). Hasil uji t dua sisi menunjukkan bahwa pada umur bibit empat bulan, semua parameter mutu fisik bibit A berbeda nyata (p<0,05) dengan bibit B. Uji t satu sisi menunjukkan bahwa nilai mutu fisik bibit A secara nyata (p<0,05) lebih tinggi daripada bibit B (Tabel 4). Nilai dan variasi parameter mutu fisik bibit akan ditentukan oleh besaran dan variasi parameter pertumbuhannya. Adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) semua parameter mutu fisik antar bibit dikarenakan adanya perbedaan yang nyata semua parameter pertumbuhan antar bibit. Hal ini akan diikuti oleh hasil analisis uji t satu sisi terhadap perbedaan mutu fisik antar bibit. Besaran semua parameter bibit A yang secara nyata (p<0,05) lebih tinggi daripada bibit A akan menyebabkan lebih tingginya semua parameter mutu fisik bibitA daripada bibit B.
19
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 15 - 21
Tabel (Table) 4. Nilai parameter mutu fisik bibit jabon di polibag dan politub ( The value of physical quality parameters of four months old jabon seedling in polybag and polytube)
Parameter mutu fisik bibit (Physical quality parameters of seedling) Kekokohan (Sturdiness) Rasio pucuk akar (Shoot/root ratio) Indeks mutu bibit (Quality seedling index)
Bibit A ( seedling A) 8,13 ± 0,99 a 5,32 ± 1,21 a 0,34 ± 0,19 a
Bibit B ( seedling B) 4,32 ± 1,64 b 3,43 ± 1,36 b 0,23 ± 0,06 b
Keterangan ( Remarks) : Bibit (seedling) A = Bibit di polibag ( seedling on polybag); Bibit (seedling ) B = Bibit di politub ( seedling on polytube); Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama berbeda nyata berdasarkan uji t pada p = 0,05 ( The numbers followed by different letters at same row are significantly different at p = 0,05 with t test )
C. Kelayakan Siap Tanam Bibit
Idealnya untuk menilai kelayakan bibit siap tanam, secara utuh harus diperhitungkan mutu fisik, fisiologis dan genetik. Tetapi dalam prakteknya diperlukan metode yang tidak sederhana dan waktu yang tidak singkat. Padahal dalam menilai kelayakan siap tanam bibit, diantaranya harus menggunakan metode yang relatif sederhana dan dilakukan dengan cepat (Nurhasybi & Sudrajat, 2006). Adapun cara yang dianggap relatif sederhana, cepat dan hasilnya masih dipercaya adalah berdasarkan penam pilan fisik/morfologi bibit. Dengan pertim bangan tersebut untuk menilai kelayakan siap tanam bibit jabon didasarkan pada penampilan morfologinya yaitu tinggi tanaman, RPA dam IMB. Berdasarkan penampilan morfologinya, bibit jabon dikategorikan siap tanam jika memenuhi persyaratan tinggi bibit lebih dari 15 cm (Hendromono et al., 2006), RPA pada kisaran 2-5 (Alrasyid, 1972 dalam Mindawati & Susilo, 2005) dan IMB di atas 0,09 (Lackey & Alm, 1982 dalam Durahim & Hendromono, 2006). Hasil uji t (one sample t test ) menunjukkan bahwa kedua bibit jabon (bibit A dan bibit B) secara nyata (p<0,05) mempunyai tinggi bibit di atas 15 cm, RPA ada pada selang 2-5 dan IMB di atas 0,09. Hal ini berarti bahwa pada umur bibit empat bulan, baik bibit jabon yang disapih di polibag (bibit A) maupun di politub (bibit B) sudah memenuhi persyaratanuntuk siap tanam. Dalam pemilihan wadah bibit yang akan digunakan, selain memperhitungkan kelayakan penampilan morfologi bibit siap tanam juga harus memperhitungkan efisensi kebutuhan media dan pengangkutan bibit ke lapangan. Dengan adanya performa morfologis kedua bibit yang sudah layak tanam maka pemilihan wadah bibit yang paling sesuai dipilih berdasarkan efisiensi media dan pengangkutan bibit ke
20
lapangan. Dengan kapasitas volume media 60 3 cm , penggunaan politub akan menghemat media sekitar lima kali dibandingkan penggunaan 3 polibag (volume 300 cm ). Selain itu jika menggunakan politub, dengan luas penampang 2 12,56 cm maka bibit yang dapat diangkut akan lebih banyak sekitar 2,6 kali dibandingkan dengan bibit yang menggunakan polibag (luas 2 penampang 33,16 cm ).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Media dalam polibag dengan volume media 3 300 cm secara signifikan memberikan pertumbuhan lebih baik pada bibit jabon umur 4 bulan dibandingkan politub dengan volume 3 media 60cm . 2. Untuk mencapai kriteria siap tanam, bibit 3 jabon dalam politub (60 cm ) membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan bibit 3 dalam polibag (300 cm ). B. Saran
Untuk mempercepat pertumbuhan dan kesiapan bibit untuk ditanam, bibit jabon yang disapih pada politub sebaiknya diberi aplikasi pupuk daun. DAFTAR PUSTAKA
Aprianis, Y., A. Wahyudi, A. Hidayat, E. Nurrohman, T. Sasmita & Kosasih. 2007. Analisa kualitas serat dan sifat pengolahan pulp jenis alternatif baru penghasil serat. Laporan Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2007. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Bangkinang. (Tidak dipublikasikan).
Pertumbuhan dan Mutu Fisik Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) di Polibag dan Politub Ahmad Junaedi
Balai Teknologi Perbenihan (BTP) Bogor. 1998. Program Nasional Sistem Perbenihan Kehutanan. Publikasi Khusus. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
Barat. Buletin Penelitian Hutan No. 632 : 47-58. Pusat Penelitian dan Pengem bangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Durahim & Hendromono. 2006. Pengaruh media dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan mutu bibit eboni. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (3) (1) : 9-17. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan KonservasiAlam. Bogor.
Mindawati, N. & Y. Susilo. 2005. Pengaruh macam media terhadap pertumbuhan semai Acacia mangium Willd. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (2) ( 1) : 5 3- 59 . P us at P en el ti an d an Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Melton Putra. Jakarta. Hendromono. 2003. Kriteria penilaian mutu bibit dalam wadah yang siap tanam untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Buletin Peneltian dan Pengembangan Kehutanan (4) (1) : 11-20. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Hendromono, Y. Heryati & N. Mindawati. 2006. Silvikultur Hutan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor. Mattjik, A.A. & I.M. Sumertajaya. 1999. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab (jilid 1). Jurusan Statistik, FMIPA-IPB.Bogor. Mindawati, N. & T. Tiryana. 2002. Pertumbuhan jenis pohon Khaya anthotheca di Jawa
Nurhasybi & P.J. Sudradjat. 2006. Bagaimana mutu bibit tanaman hutan yang ideal? Tinjauan singkat untuk pengadaan bibit bermutu. Prosiding seminar hasil-hasil peneliti an Balai Litbang Teknologi Perbenihan di Bogor Tanggal 14 Pebruari 2006. Hlm 179 -183. Pusat Penelitian dan Pengembangan HutanTanaman. Bogor. Pratisto. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Elex Media Komputindo. Jakarta. Rahmayanti, S. & E. Novriyanti. 2006. Aplikasi pupuk daun dan zat pengatur tumbuh pada anakan jabon. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (3) (1) : 95 -102. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan KonservasiAlam. Bogor.
21
PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN SEMAI MIMBA ( Azadirachta indica ) SELAMA PENYIMPANAN
The Use of Growth Regulators for Inhibiting the Growth of Mimba (Azadirachta indica) Seedlings during Storage Dida Syamsuwida, Aam Aminah dan/and Ateng Rahmat Hidayat Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor Jl. Pakuan Ciheuleut PO Box 105, Bogor 16001, Telp./Fax. (0251) 8327768 Naskah masuk : 3 Februari 2009; Naskah diterima : 8 Juni 2009
ABSTRACT
Mimba (Azadirachta indica) is one of tree species that have recalcitrant seed characteristics. Recalcitrant seeds are difficult to be kept for a long period. Therefore, it needs to conserve the seeds by keeping the seedlings. Storing the seedling is very useful once the planting time in the field is not confirmed yet. At that reason, to avoid the rapid growth of seedlings in a nursery and thus, fit in with the seedling criteria required for a good plantation, it needs to decrease the rate of the growth. The aim of the research is to determine the influence of several inhibitors, storage conditions and media on the growth of the seedlings during storage. The inhibitors used were paclobutrazol, NaCl and aquadest (as a control). The storage conditions consisted of heavy, midium and light shading. Meanwhile, the media used consisted of sand and coconut husk. Research design was approached by completely randomized design with a factorial pattern. Results of the research showed that the optimum conditions for storing the seedlings of mimba for O 6 months were under the condition of light shading (L.I = ± 17,593 lux, T = ± 35 C) after being treated with paclobutrazol of 250 ppm and sand as potting media. Such condition gave a high seedling survival (of more than 95%). Key word : Storage, seedling, recalcitrant, growth retardants, paclobutrazol, NaCl
ABSTRAK
Mimba ( Azadirachta indica) adalah salah satu jenis pohon hutan yang memiliki benih rekalsitran yang sulit disimpan dalam jangka waktu lama, sehingga perlu dilakukan penyimpanan dengan menggunakan bahan semai. Penyimpanan semai sangat bermanfaat ketika menunggu waktu penanaman di lapang yang belum saatnya dilakukan. Oleh karena itu, untuk menghindari pertumbuhan semai yang cepat selama di persemaian dan tetap sesuai dengan kriteria bibit yang dikehendaki untuk ditanam, maka perlu upaya untuk menekan pertumbuhannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa bahan penghambat pertumbuhan, kondisi tempat simpan dan media simpan terhadap pertumbuhan semai mimba selama penyimpanan. Bahan penghambat pertumbuhan yang digunakan adalah paklobutrazol, NaCl dan akuades sebagai kontrol. Kondisi tempat simpan terdiri dari naungan berat, naungan sedang dan naungan ringan. Sedangkan media simpan semai terdiri dari pasir dan sabut kelapa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum penyimpanan semai mimba yang efektif menahan pertumbuhan selama 6 bulan dengan O persentase hidup diatas 95% adalah di bawah kondisi naungan ringan (I= ± 17.593 lux , T= ± 35 C) denganpemberian bahan penghambat tumbuhpaklobutrazol 250ppm dan penggunaan media pasir. Kata kunci: Penyimpanan, semai, rekalsitran, bahan penghambat pertumbuhan, paklobutrazol, NaCl I. PENDAHULUAN
23
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 23 - 31
Mimba adalah salah satu jenis benih yang bersifat rekalsitran. Jenis ini termasuk famili Meliaceae. Buah (kernel ) berbentuk bulat lonjong, dalam satu buah terdapat 1-2 biji (Tewari, 1992). Nilai ekonomi kayu mimba sangat tinggi, dan umumnya dipergunakan untuk keperluan bahan baku kayu lapis, konstruksi bangunan, tiang serta bahan bangunan lainnya. Selain kayu, manfaat lain dari tanaman mimba adalah biji dan daunnya yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan biopestisida, obat malaria, obat penyakit kulit, dan sebagainya (Tewari, 1992). Dalam upaya melestarikan sumber daya hutan, mimba hanya dapat dijaga dengan menyeimbangkan antara pemanfaatan dengan pemulihan potensinya. Setiap upaya yang menyangkut pemulihan potensi hutan melalui penghutanan kembali, tidak lepas dari kebutuhan akan pengadaan bahan tanaman. Bahan tanaman yang dimaksud dapat berupa bibit ataupun benih. Namun untuk pengadaan benih bermutu, masih banyak kendala yang dihadapi mulai dari pengumpulan, penanganan hingga ke penyim panan benih, terutama terhadap benih yang bersifat rekalsitran. Benih rekalsitran sulit disimpan dalam jangka waktu lama, sehingga perlu dilakukan penyimpanan dengan menggunakan bahan lain diantaranya semai. Penyimpanan semai sangat bermanfaat ketika menunggu waktu penanaman di lapang yang belum saatnya dilakukan. Oleh karena itu, untuk menghindari pertumbuhan semai yang cepat selama di persemaian dan tetap sesuai dengan kriteria bibit yang dikehendaki untuk ditanam, maka perlu upaya menekan pertumbuhannya. Pendekatan metode dengan melakukan penekanan terhadap pertumbuhan semai ini adalah juga dalam upaya melestarikan benih rekalsitran jenis tanaman langka atau berbuah tidak teratur yang potensial (Krishnapillay and Engelman, 1996). Pada prinsipnya, benih segar yang dikumpulkan segera disemaikan dalam polybag , kemudian biarkan tumbuh hingga mencapai tinggi tertentu dan simpan dengan memberi bahan pengatur pertumbuhan atau memanipulasi kondisi simpan untuk menghambat pertumbuhan selama penyimpanan. Metode ini merupakan modifikasi dari Hawkes (1980) yang melakukan penyimpanan benih jenis rekalsitran dalam bentuk semai dengan kondisi lingkunganyang terkontrol. Beberapa penelitian tentang penyim panan semai telah berhasil dilakukan untuk jenis
24
tanaman hutan seperti Shorea selanica (Sumanta, 2004), Agathis, Podocarpus (Syamsuwida dkk., 2004) dan Gaharu (Syamsuwida dkk., 2005). Dalam penelitian ini telah dilakukan percobaan penyimpanan semai jenis mimba ( Azadirachta indica) dengan mengatur kondisi cahaya yang masuk, menggunakan media semai yang efektif dan memberi bahan penghambat pertumbuhan selama 6 bulan. A. Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa bahan penghambat pertumbuhan, media simpan dan kondisi simpan terhadap pertumbuhan semai jenis mimba ( Azadirachta indica) selama penyimpanan.
II. BAHAN DAN METODE A. Waktu, Lokasi dan Peralatan
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan Stasiun Penelitian Nagrak yang Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Lokasi pengum pulan buah dilakukan di daerah Jawa Barat, Bali dan Lombok. Waktu kegiatan dimulai bulan Februari s/d Desember 2007. Bahan yang digunakan adalah benih mimba ( Azadirachta indica). Alat-alat yang akan digunakan adalah peralatan laboratorium (alat gelas, timbangan analitis, pengukuran kadar air, oven, dan kaliper); peralatan tempat simpan (rumah tumbuh, bedeng semai, bak perkecam bahan, pengukur suhu dan kelembaban, media perkecambahan, shading net , media semai, dan label) dan peralatan rumah tumbuh (media semai, termometer, higrometer, luxmeter, dan kaliper). B. Pengumpulan Buahdan Pengujian
Kegiatan penelitian terdiri dari beberapa tahap kerja mulai dari pengumpulan buah hingga ke perlakuan dan pengujian, seperti diuraikan berikut ini: 1. Pengumpulan buah Buah mimba masak ditandai dengan warna buah kuning. Buah yang sudah masak fisiologis dikumpulkan secara bulk (dicampurkan dari beberapa pohon dari tempat yang sama). Sebelum ditabur pada bak kecambah, buah mimba di ekstraksi terlebih dahulu dengan cara merendam buah dalam air selama 1-2 hari hingga
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh untuk Menghambat Pertumbuhan Semai Mimba (Azadirachta indica) Selama Penyimpanan Dida Syamsuwida, Aam Aminah dan Ateng Rahmat Hidayat
lunak, kemudian benih dipisahkan dari kulit buah dengan tangan, selanjutnya dicuci dan dikering anginkan. Benih yang akan dikecambahkan langsung ditabur pada bak perkecambahan. Untuk hasil yang maksimum dilakukan seleksi terhadap benih yaitu yang terlihat segar, sehat, bebas dari kerusakan hama dan penyakit. 2. Pelaksanaan perlakuan Benih mimba dikecambahkan dalam bak kecambah berisi media pasir tanah standar (v/v : 1:1), kemudian diletakkan di rumah kaca dan dilakukan penyiraman setiap hari. Biarkan kecambah tumbuh hingga berumur kurang lebih 5-6 minggu. Semai mimba yang telah berumur 5 minggu dipindahkan (disapih) ke dalam polybag ukuran 10 x 20 cm yang masing-masing berisi media semai pasir dan sabut kelapa. Biarkan selama 2 minggu agar tanaman beradaptasi dengan baik dan tumbuh sehat. Setelah tanaman terlihat kokoh, kemudian tanaman/semai disemprot dengan bahan pengatur tumbuh paklobutrazol, NaCl dan akuades. Selanjutnya tanaman yang telah disemprot sebagian diletakkan di bedengan dengan naungan ringan 0 (T=35 C, RH 50%, 17593 lux), sebagian 0 diletakkan di naungan sedang (T=32 C, RH 80%, 8935 lux) serta sebagian lagi diletakkan di
O
naungan berat (T=25 C, RH = 96% , 650 lux). Semai pada masing-masing kondisi disimpan selama 6 bulan dan setiap interval 1 bulan diamati dan diukur respon pertumbuhannya. Tanaman disiramsetiap hari selama penyimpanan. C. Rancangan Percobaan danAnalisisData
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 3 x 2 dengan ulangan 3 kali sehingga diperoleh 18 kombinasi perlakuan dan 54 satuan percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 25 semai. Perlakuan yang berbeda selanjutnya diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Penyimpanan dilakukan selama 6 bulan, setiap bulan sebanyak 25 sampel tanaman diamati dan diukur pertumbuhannya. Data hasil pengukuran kemudian diolah dengan menggunakan program SAS.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap parameter pertambahan tinggi, diameter dan persen hidup semai mimba selama penyimpanan disajikan dalam Tabel 1.
Tabel (Table) 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi, diameter dan persentase hidup semai mimba ( Azadirachta indica ) (Summarized analysis of variances on height, diameter, and seedlings percentage of mimba (Azadirachta indica))
Perlakuan (Treatments ) A B C AxB AxC BxC AxBxC
Pertumbuhan tinggi ( Height growth) 8.90 ** 31.39 ** 7.99 ** 4.85 ** 1.96 * 19.70 ** tn 2.25
Keterangan ( Remarks) : ** = * = tn = A = B = C =
Pertumbuhan diameter ( Diameter growth) tn 1.72 26.98 ** 17.93 ** tn 0.81 tn 0.73 4.42 ** tn 1.30
Persen hidup (Survival percentage) tn 2.30 11.73 ** 22.90 ** 3.29 * 5.37 ** 5.73 ** tn 2.92
Nyata pada taraf 1% ( significant at 1% level ) Nyata pada taraf 5% ( significant at 5% level ) tidak nyata ( non-significant ) Bahan penghambat tumbuh ( growth retardant ) Kondisi tempat simpan ( storage site condition) Media simpan ( storage media)
25
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 23 - 31
Hasil analisis keragaman menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata dari semua perlakuan ba ik yang tunggal ma upun interaksinya. Untuk tinggi perlakuan bahan penghambat tumbuh, kondisi tempat simpan, media simpan dan interaksinya berpengaruh nyata pada taraf 1% dan 5%. Pertumbuhan diameter hanya dipengaruhi oleh kondisi tempat simpan, media simpan dan interaksinya. Sedangkan persen hidup semai dipengaruhi oleh kondisi tempat simpan, media simpan dan interaksinya. A. Pertumbuhan Tinggi Tinggi awal semai rata-rata sebelum disimpan adalah 8,24 cm. Setelah disimpan selama 6 bulan, rata-rata tinggi semai meningkat hingga rata-rata 9,19 cm. Tinggi semai setelah pemberian bahan pengatur rata-rata hampir sama
yaitu 11,39 cm, 11,32 cm dan 10,40 dengan penambahan tinggi selama 6 bulan 3,36 cm, 2,97 cm, 2,01 cm berturut-turut untuk Aquades, NaCl dan Paclobutrazol. Sedangkan tinggi semai pada kondisi tempat simpan naungan berat mencapai n il a i p a li ng t i ng gi ( 11 ,9 1 c m ) d en ga n penambahan selama 6 bulan 4,23 cm dan paling rendah terjadi pada semai di bawah naungan ringan (10,42 cm) dengan penambahan selama 6 bulan 1,72 cm, sementara penggunaan media semai pasir memperlihatkan nilai tinggi semai rata-rata lebih tinggi (11,04 cm) dengan penambahan selama 6 bulan 3,16 cm daripada semai pada media sabut kelapa (10,25 cm) dengan penambahan selama 6 bulan 2,40 cm. Selanjutnya interaksi AB diuji dengan uji jarak Duncan. Hasil uji beda nyata interaksi antara bahan pengatur tumbuh dengan tempat simpan semai disajikan pada Tabel 2.
Tabel (Table) 2. Uji beda nyata pertumbuhan tinggi (cm) semai mimba sehubungan dengan interaksi antara bahan pengatur tumbuh (A) dengan tempat simpan (B)( Significant difference test on height (cm) of mimba seedlings associated with interaction between growth retardant (A) and storage condition (B))
Naungan berat ( Heavy shading ) Naungan sedang ( Medium shading ) Naungan ringan ( Light shading )
Paklobutrazol ( Paclobutrazol) cd 3,09
NaCl ( NaCl )
Akuades ( Aquades)
5,58
a
4,05
b
1,76
efg
1,89
ef
3,49
bc
1,18
fg
1,45
fg
2,54
de
Keterangan( Remarks) : Angka-angka yangdiikuti huruf yangsama menunjukkan tidak ada perbedaan yangnyata padataraf 1% menurut uji Duncan ( Figures followed by the same letters are not significantly diferrent at 1% level accordingto Duncan'stest )
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa semua kombinasi perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata dan nilai pertambahan paling tinggi ditunjukkan pada kombinasi perlakuan terhadap semai yang disemprot NaCl dan disimpan di
26
bawah kondisi naungan berat (5,58 cm). Sedangkan nilai paling rendah terjadi pada semai yang disemprot paklobutrazol di bawah kondisi naungan ringan (1,18 cm).
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh untuk Menghambat Pertumbuhan Semai Mimba (Azadirachta indica) Selama Penyimpanan Dida Syamsuwida, Aam Aminah dan Ateng Rahmat Hidayat
Tabel (Table) 3. Uji beda nyata pertumbuhan tinggi (cm) semai mimba sehubungan dengan interaksi antara bahan pengatur tumbuh (A) dengan media simpan (C) ( Significant difference test on height (cm) of mimba seedlings associated with interaction between growth retardant (A) andstorage media (C))
Pasir ( sand ) Serbuk sabut kelapa (coconut husk )
Paklobutrazol ( Paclobutrazol) 2,56 b c 1,46
NaCl ( NaCl )
Akuades ( Aquades)
3,56 a b 2,38
3,37 a a 3,35
Keterangan( Remarks) : Angka-angkayangdiikuti hurufyangsamamenunjukkantidak adaperbedaanyang nyata padataraf1% menurut uji Duncan ( Figures followed by the same letters are not significantly diferrent at 1% level accordingto Duncan's test )
Tabel 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi semai paling besar terjadi pada kombinasi perlakuan NaCl dengan media simpan pasir (3,56 cm) dan paling rendah terjadi pada kombinasi perlakuan paklobutrazol yang disimpan dengan media serbuk sabut kelapa (1,46 cm) dan kedua kombinasi tersebut memperlihatkan perbedaan yang nyata.
Interaksi antara perlakuan kondisi tempat simpan dengan media simpan memperlihatkan pengaruh yang sigifikan terhadap pertumbuhan tinggi semai mimba dan hasil uji beda nyatanya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel (Table) 4. Uji beda nyata pertumbuhan tinggi (cm) semai mimba sehubungan dengan interaksi antara kondisi tempat simpan (B) dengan media simpan (C) ( Significant difference test on height (cm) of mimba seedlings associated with interaction between storage condition (B) and storage media (C))
Pasir ( sand ) Serbuk sabut kelapa (coconut husk )
Naungan berat ( Heavy shading ) 5,81 a a 2,67
Naungan sedang ( Medium shading ) 2,24 b a 2,52
Naungan ringan ( Light shading ) 2,01 b c 1,43
Keterangan( Remarks) : Angka-angka yang diikuti hurufyangsamamenunjukkantidakadaperbedaanyang nyatapada taraf1% menurut uji Duncan ( Figures followed by the same letters are not significantly diferrent at 1% level accordingto Duncan's test )
Tabel 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi semai paling tinggi terjadi pada kombinasi kondisi tempat simpan naungan berat dengan media simpan pasir (5,81 cm) dan paling rendah terjadi pada kombinasi kondisi tempat simpan naungan ringan yang disimpan dengan media serbuk sabut kelapa (1,43 cm). Hasil pengukuran pertumbuhan tinggi semai mimba ( Azadirachta indica ) selama penyi mpa nan men unj ukkan bahwa secara keseluruhan tinggi semai setelah penyimpanan memperlihatkan kecenderungan meningkat. D e ng a n d e mi k ia n s e la m a p e ny i mp a na n pertumbuhan tanaman tetap berjalan, namun dengan pertambahan yang relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil perlakuan penghambat tumbuh, manipulasi kondisi tempat simpan yang kurang cahaya dan media simpan terhadap pertumbuhan tinggi semai mimba.
Bahan penghambat tumbuh paklobutrazol dapat menekan pertumbuhan tinggi semai seperti halnya NaCl. Paklobutrazol adalah bahan kimia yang dapat menghambat biosintesis gibberelin pada meristem apikal. Penghambatan biosintesis gibberelin ini menyebabkan terjadinya penghambatan dan pengurangan kecepatan laju pem bel aha n sel sehingga men eka n bia ya pertumbuhan vegetatif (Lever, 1986). Metode penghambatan dengan paklobutrazol dengan konsentrasi yang sama juga berhasil menekan pertumbuhan semai Hopea odorata, Shorea pinanga (Syamsuwida dkk., 2003), S. selanica (Sumanta, 2004), agathis, podocarpus dan gaharu selama penyimpanan (Syamsuwida dkk., 2004, 2005). Penekanan pertumbuhan tinggi semai mimba terjadi pada perlakuan kondisi tempat simpan naungan ringan yang mempunyai
27
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 23 - 31
intensitas cahaya paling banyak (17593 lux) dibandingkan tempat dengan naungan sedang (8935 lux) maupun berat (650 lux). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mimba tidak memerlukan terlalu banyak cahaya untuk pertumbuhannya, sehingga selama penyimpanan dalam naungan ringan, semai mengalami penghambatan dalam pertumbuhan tinggi. B. Diameter
Hasil pengukuran diameter semai mimba selama penyimpanan dalam berbagai kondisi ruang simpan menunjukkan pertumbuhan yang cenderung meningkat terutama pada 2 bulan
pertama dan ke-4 dan pada bulan ke-6 terjadi stagnasi pertumbuhan diameter. Diameter batang semai rata-rata sebelum perlakuan adalah 1,92 mm dan setelah perlakuan penyemprotan bahan pengatur tumbuh dan penyimpanan pada berbagai kondisi simpan dan media semai menunjukkan angka rata-rata 2,24 mm. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada kondisi tempat simpan dan media simpan. Perlakuan bahan pengatur tumbuh dan interaksi-interaksinya tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Hasil pengujian beda nyata antara kondisi simpan dan media simpan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel (Table) 5. Uji beda nyata diameter (mm) semai mimba sehubungan dengan interaksi antara kondisi tempat simpan (B) dengan media simpan (C) ( Significant difference test on diameters (mm) of mimba seedlings associated with interaction between storage condition (B) and storage media (C))
Pasir ( sand ) Serbuk sabut kelapa (coconut husk )
Naungan berat ( Heavy shading ) b 0,16 b 0,08
Naungan sedang ( Medium shading ) ab 0,37 b 0,25
Naungan ringan ( Light shading ) a 0,72 b 0,34
Keterangan( Remarks) : Angka-angkayang diikuti hurufyangsama menunjukkan tidakada perbedaan yangnyata pada taraf1% menurut uji Duncan ( Figures followed by the same letters are not significantly diferrent at 1% level accordingto Duncan'stest )
Pertumbuhan diameter semai juga menunjukkan peningkatan selama penyimpanan. Perlakuan media serbuk sabut kelapa dan naungan berat memperlihatkan pertumbuhan ya ng pa li ng l am ba t (0 ,08 ). P ad a h as il pengamatan terhadap pertumbuhan diameter semai mimba terlihat kecenderungan meningkat selama penyimpanan. Walaupun perlakuan penekanan terhadap pertumbuhan telah diterapkan, namun metabolisme tanaman masih terus berjalan dengan kecepatan yang cukup lambat dibandingkan pertumbuhan semai tanpa perlakuan. Hasil penelitian Buharman dkk. (2002) terhadap benih S. selanica yang direndam dengan larutan paklobutrazol menunjukkan respon paklobutrazol terhadap semai yang hanya berlangsung selama 3 bulan di pembibitan, setelah itu pengaruhnya hilang. Respon tersebut adalah merupakan ciri khas dari perlakuan triazole (derivatnya adalah paklobutrazol) (Davis etal ., 1988). Media tumbuh semai mimba yang menghambat pertumbuhan diameter adalah sabut kelapa. Hal ini disebabkan media sabut kelapa
28
memiliki unsur hara yang lebih sedikit dibandingkan pasir. Dengan adanya paklo butrazol, sintesa tersebut secara efektif dapat dihambat dengan memutus oksidasi antara kauren dan asam kaurenat yang menyebabkan terjadinya pengurangan kecepatan laju pem belahan sel dalam tanaman, sehingga pertum buhan vegetatif dapat ditekan (Lever, 1986). C. PersenHidup
Persen hidup awal semai rata-rata sebelum disimpan adalah 100%. Setelah disimpan selama 6 bulan, rata-rata persen hidup semai masih tinggi yaitu rata-rata 85,64%. Persen hidup semai setelah pemberian bahan pengatur tumbuh rata-rata adalah 90,55%, 85,83% dan 85% be rt urut -t ur ut un tu k ak ua des, Na Cl da n paklobutrazol. Sedangkan persen hidup semai pada kondisi tempat simpan naungan berat mencapai nilai paling tinggi (92,22%) dan paling rendah terjadi pada semai di bawah naungan sedang (79,44%), sementara penggunaan media semai pasir memperlihatkan nilai persen hidup lebih tinggi (92,59%) dibandingkan media sabut
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh untuk Menghambat Pertumbuhan Semai Mimba (Azadirachta indica) Selama Penyimpanan Dida Syamsuwida, Aam Aminah dan Ateng Rahmat Hidayat
kelapa (81,67%). Banyaknya semai yang hidup makin menurun seiring dengan lamanya penyimpanan. Walaupun terjadi penurunan, persen hidup semai Azadirachta indica masih cukup tinggi hingga akhir pengamatan yaitu ratarata 85,64 %.
Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan adanya pengaruh yang sangat nyata dari semua perlakuan beserta interaksinya, kecuali perlakuan bahan penghambat tumbuh. Selanjutnya hasil uji beda nyata untuk perlakuan yang signifikan terhadap respon persen tumbuh disajikan pada Tabel 6.
Tabel (Table) 6. Uji beda nyata persen hidup semai mimba sehubungan dengan interaksi antara bahan pengatur tumbuh dengan kondisi tempat simpan ( Significant difference test on survival percentage of mimba seedlings associated with interaction between growth retardant (A) andstorage condition (B))
Naungan berat ( Heavy shading ) Naungan sedang ( Middle shading ) Naungan ringan ( Light shading )
Paklobutrazol ( Paclobutrazol) ab 89,17
NaCl ( NaCl )
Akuades ( Aquades)
91,67
ab
95,83
a
73,33
c
90,00
ab
75,00
c
92,50
ab
90,00
ab
86,67
bc
Keterangan( Remarks) : Angka-angkayangdiikutihuruf yangsamamenunjukkantidakadaperbedaanyangnyata pada taraf1% menurut uji Duncan ( Figures followed by the same letters are not significantly diferrent at 1% level accordingto Duncan'stest )
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai paling tinggi yang ditunjukkan pada kombinasi perlakuan akuades dan disimpan di bawah kondisi naungan berat (95,83%) sedangkan kombinasi perlakuan paklobutrazol dengan kondisi naungan sedang menunjukkan nilai paling rendah (73,33%) dan berbeda nyata
dengan semai berpersentase hiduptinggi. Interaksi antara perlakuan bahan pengatur tumbuh dengan media simpan memperlihatkan pengaruh yang sigifikan terhadap persen hidup semai mimba dan hasil uji beda nyatanya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel (Table) 7. Uji beda nyata persen hidup semai mimba sehubungan dengan interaksi antara bahan pengatur tumbuh dengan media simpan ( Significant difference test on survival percentage of mimba seedlings associated with interaction between growth retardant (A) andstorage media (C))
Pasir ( sand ) Serbuk sabut kelapa (coconut husk )
Paklobutrazol ( Paclobutrazol) a 95,56 74,44 c
NaCl ( NaCl ) a
92,22 88,89 ab
Akuades ( Aquades) a
90,00 81,67 bc
Keterangan( Remarks) : Angka-angkayangdiikutihuruf yangsamamenunjukkantidakadaperbedaanyangnyata padataraf1% menurut uji Duncan ( Figures followed by the same letters are not significantly diferrent at 1% level accordingto Duncan'stest )
Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase hidup semai paling tinggi terjadi pada kombinasi perlakuan paklobutrazol dengan media simpan pasir (95,56%) dan paling rendah terjadi pada kombinasi perlakuan paklobutrazol yang disimpan dengan media serbuk sabut kelapa (74,44%) dan kedua kombinasi tersebut memperlihatkan perbedaan yang nyata.
Interaksi antara perlakuan kondisi tempat simpan dengan media simpan memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap persen hidup semai mimba dan hasil uji beda nyatanya dapat dilihat pada Tabel 8.
29
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 23 - 31
Tabel (Table) 8. Uji beda nyata persen hidup semai mimba sehubungan dengan interaksi antara kondisi tempat simpan dengan media simpan (Significant different test on survival percentage of mimba seedlings associated with interaction between storage condition (B) and storage media (C))
Pasir ( sand ) Serbuk sabut kelapa (coconut husk )
Naungan berat ( Heavy shading ) a 92,78 91,67 a
Naungan sedang ( Medium shading ) ab 89,44 69,44 c
Naungan ringan ( Light shading ) a 95,56 83,89 b
Keterangan( Remarks) : Angka-angkayang diikuti hurufyangsama menunjukkan tidakada perbedaan yangnyata pada taraf 1% menurut uji Duncan ( Figures followed by the same letters are not significantly diferrent at 1% level accordingto Duncan's test )
Interaksi antara perlakuan naungan ringan dengan media pasir menghasilkan persen hidup paling tinggi (95,56%), sementara paling rendah terjadi pada interaksi antara naungan sedang dengan media serbuk sabut kelapa (69,44%) dan kedua interaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata. Menurut Berova et al. (2002) paklobutrazol tidak hanya menghambat pertumbuhan vegetatif akan tetapi dapat melindungi tanaman dari kondisi lingkungan yang ekstrim seperti suhu yang terlalu tinggi atau rendah. Semai mimba termasuk dalam golongan tanaman yang toleran terhadap cahaya dan temperatur yang tinggi dikaitkan dengan kecepatan pertum buhannya (Tewari, 1992). Pada penelitian ini semai mimba yang disemprot paklobutrazol dan disimpan di bawah kondisi naungan ringan (intensitas cahaya yang tinggi 17.593 lux dan O suhu 35 C), masih memperlihatkan daya hidup yang tinggi (96,67%).
IV. KESIMPULAN
1. Penggunaan bahan penghambat tumbuh paklobutrazol sangat baik untuk tujuan penyimpanan semai jenis benih yang bersifat rekalsitran seperti mimba ( Azadirachta indica). 2. Faktor lingkungan kondisi tempat simpan dengan intensitas cahaya dan suhu yang O tinggi (I= ± 17.593 lux , T= ± 35 C) dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan semai selama penyimpanan. 3. Kondisi optimum penyimpanan semai mimba ( A. Indica) yang efektif menahan pe rt um buha n se la ma 6 bu la n de ngan persentase hidup diatas 95% adalah di bawah
30
kondisi naungan ringan dengan pemberian bahan penghambat paklobutrazol 250 ppm dan penggunaanmedia pasir.
DAFTAR PUSTAKA
Buharman, D. Syamsuwida dan Kusdamayanti. 2002. Pengaruh kondisi simpan dan inhibitor terhadap viabilitas benih dan pertumbuhan semai Shorea selanica . Buletin Teknologi Perbenihan Vol.9 No.2. Balai Teknologi Perbenihan, Bogor. Hal.20-25. Berova, M; Z. Zlatev and N. Stoeva, S. 2002. Ef fe ct of Pa kl ob ut ra zo l on Wh ea t Seedlings under Low Temperature Stress. Bulg. J. Plant Physiol. 28(1-2):75-84. Davis, T.D; G. Steffens; N. Sankhla. 1988. Triazole Plant Growth Regulators . Hort.Rev. 10:63-103. Hawkes, J.G. 1980. Genetic Conservation of Recalcitrant Species: an Overview. In Whithers, L.A & William, J.T (Eds) Crop Genetic Resources. The Conservation of Difficult Materials. IPGR, Rome. Krishnapillay, B. and Engelmann, F. 1996. Alternative Methods for the Storage of Recalcitrant and Intermediate Seeds: slow growth and cryopreservation. In Quodraogo, A.S; K. Poulsen and F. Stubgaard (Eds). Proc. Intermediate/ Recalcitrant Tropical Forest Tree Seeds. IPGR. Denmark. Pp 34-39. Lever, B.G. 1986. Cultar Technical Review. Acta Hortic. 179: 459-466. Roberts, H.F. 1973. Predicting the Viability of
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh untuk Menghambat Pertumbuhan Semai Mimba (Azadirachta indica) Selama Penyimpanan Dida Syamsuwida, Aam Aminah dan Ateng Rahmat Hidayat
Seeds. Seed Science and Technology 1:499-514. Syamsuwida, D., Fransisca R.E.L. dan E. Handayani. 2003. Aplikasi zat penghambat pertumbuhan dalam penyimpanan semai Shorea pinanga Scheff. Buletin Teknologi Perbenihan. Vol.10 No.1. Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Syamsuwida, D., A.Aminah, M. Sanusi dan A.R. Hidayat. 2005. Penyimpanan benih rekalsitran dalam bentuk semai. Laporan Hasil Penelitian No. 417. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor.
Syamsuwida, D., A.Aminah, M. Sanusi dan A.R. Hidayat. 2006. Penyimpanan benih rekalsitran dalam bentuk semai. Laporan Hasil Penelitian No. 526. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor. Sumanta, I. 2004. Pengaruh paklobutrazol dan NaCl terhadap pertumbuhan semai Shorea selanica Blume pada beberapa periode dan kondisi simpan. Skripsi Sarjana. Jurusan Biologi, Universitas Pakuan. Bogor. Tewari, D.N. 1992. Monograph on Neem (Azadirachta indica A Juss). International Book Distributors. Dehradun. India.
31
PEMANFAATAN BEBERAPA BIOAKTIVATOR TERHADAP PENINGKATAN LAJU DEKOMPOSISI TANAH GAMBUT DAN PERTUMBUHAN Gmelina arborea Roxb
The Use of Bioactivators to Increase the Decomposition Rate of Peat Soil and the Growth of Gmelina arborea Roxb Budi Utomo Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Jl. Prof. A. Sofyan 3, Kampus USU Medan 20155, Telp. (061) 8223570, Fax. (061) 8211924 Naskah masuk : 1 April 2009; Naskah diterima : 24 Oktober 2009
ABSTRACT
Potency of peat in Indonesia is high as media of plant and also organic fertilizer, but the height of soil acidity caused decomposition prosesed running lag so that this contents of soil nutrient element also low. This research was aimed to detect activator influences in increasing growth of Gmelina arborea plants in peat soil and also calculate peat soil chemical property changes as result of bioactivators application. The peat soil materials came from countryside of Sei Siarti, District of Panai Tengah, and District of Labuhanbatu at Sumatera Utara Province. Activator tested were Trichoderma sp., Orgadec, EM4, MOD71, Supernasa and Puja-168. The dosages applied for each types of bioactivators followed the manufacture recommendation. The research was done at Faculty of Agriculture greenhouse at the University of North Sumatera for 2 months started from February 2008 until March 2008. Bioaktivator of Trichoderma sp. increasing of plant height equal to 39.44%, diameter equal to 3.12%, and leaf area equal to 852.63% compared with control, while the the increasing of plant height by the application of another bioactivator ie EM4, MOD-71, Supernasa andPuja-168 were not significant. Key words: bioactivator, decomposition, peat, increasing of growth
ABSTRAK
Potensi tanah gambut di Indonesia sangat tinggi sebagai media tanam maupun pupuk organik, namun tingginya kemasaman tanah mengakibatkan dekomposisi berlangsung lambat sehingga kandungan unsur hara tanah ini juga rendah. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi pengaruh bioaktivator dalam meningkatkan pertumbuhan Gmelina arborea di tanah gambut serta mendeteksi perubahan sifat kimia tanah gambut akibat perlakuan bioaktivator tersebut. Bioaktivator yang digunakan adalah Trichoderma sp., Orgadec, EM4, MOD-71, Supernasa dan Puja-168. Bahan tanah gambut berasal dari Desa Sei Siarti, Kecamatan PanaiTengah, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara.Dosis yang digunakan pada masing-masing bioaktivator diberikan sesuai anjuran pada kemasan produk. Penelitian dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama dua bulan yang dimulai dari bulan Februari 2008 sampai Maret 2008. Pemberian bioaktivator Trichoderma sp. pada tanah gambut dapat menghasilkan peningkatan tinggi tanaman sebesar 39,44%, diameter batang 3,12%, dan luas daun 852,63% dibandingkan dengan kontrol, sementara pemberian bioactivator EM 4, MOD-71, Supernasa dan Puja-168 belum berpengaruh. Kata kunci: bioaktivator, dekomposisi, gambut, peningkatan pertumbuhan
33
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 33 - 38
I. PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai lahan gambut terluas ke-empat terluas di dunia setelah Canada, Rusia dan Amerika Serikat, yaitu sekitar 26 juta ha. Oleh karena itu perlu adanya penanganan pemanfaatan endapan gambut di Indonesia secara terpadu dan konseptual. Endapan gambut umumnya terkonsentrasi di sekitar wilayah Sumatera dan Kalimantan, sedangkan di wilayah lainnya sangat minim. Wilayah Sumatera meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, dengan sebaran potensi endapan gambut sekitar 4.587.190 ha. Wilayah Kalimantan meliputi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dengan sebaran potensi endapan gambut sekitar 2.914.440 ha (Wahyunto et al., 2005). Gambut merupakan media yang kaya bahan organik serta mempunyai sifat fisik yang baik antara lain strukturnya remah, daya serap dan daya simpan air cukup baik juga mempunyai kapasitas udara yang cukup tinggi (Supriadi, 1998). Dari hasil analisa yang dilakukan di Finlandia terhadap media gambut dan top soil di daerah temperate, kesarangan media gambut adalah 75% - 90% sedangkan top soil 40% - 50%, kapasitas air media gambut 40% - 50% and top soil 30% - 50%, untuk kapasitas udara media gambut 30% - 40% dan top soil 15% - 20%. Ketebalan lapisan gambut bervariasi mulai dari 40cm sampai lebih dari 5 m. Menurut Sianturi (2007) dan Nasution (2008) aplikasi gambut di lahan marjinal berpengaruh meningkatkan pertumbuhan tanaman jarak pagar. Namun demikian pengaruh pemberian gambut pada pertumbuhan tanaman masih menunjukkan hasil yang jauh lebih rendah dari pupuk kandang dan pupuk kompos. Hal ini karena C/N yang terdapat pada gambut masih tinggi (> 30%) yang menyebabkan gambut masih sulit terdekomposisi sehingga proses mineralisasi unsur hara pada tanah gambut berlangsung lambat, selain sifat negatif lainnya yakni tingginya kandungan asam-asam organik. Jati putih (Gmelina arborea Roxb) meru pakan salah satu jenis tanaman hutan yang kini banyak dimanfaatkan dalam pembangunan hutan tanaman. Tanaman ini memiliki keunggulan berupa umur yang genjah dan relatif tahan terhadap kekeringan. Kayunya sendiri dapat digunakan untuk bahan kayu petukangan dan pulp. Selain untuk memperbaiki fungsi hutan pembangunan hutan tanaman juga untuk tujuan produksi hasil hutan kayu maupun non kayu.
34
Melihat permasalahan yang dihadapi tanah gambut maka diperlukan teknik percepatan dekomposisi salah satunya dengan cara menambahkan bioaktivator. Bioaktivator yang mudah tersedia diperoleh hingga saat ini adalah Trichoderma sp. Orgadec, Mikroorganisme Efektif (EM4 ), MOD-71, Supernasa, dan Puja168. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan bioaktivator yang efektif untuk mem pe rb ai ki si fa t ki mi a ta na h ga mb ut da n meningkatkan pertumbuhan Gmelinaarborea.
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Lama penelitian adalah 2 bulan yang dimulai dari bulan Februari 2008 sampai Maret 2008. Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 7 perlakuan yaitu: A0 = Tanpa perlakuan (kontrol) A1 = Trichoderma sp sebanyak 100 g A2 = Orgadec sebanyak 100 g A3 = EM4 sebanyak10mldanditambah1lair A4= MOD-71 sebanyak 100 ml ditambah 100 g gula dan dilarutkan dalam 5 l air A5 = Supernasasebanyak 2 g ditambah l l air A6 = Puja-168 sebanyak 20 mLditambah 2 l air Semua perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 28 unit percobaan. Tanah gambut yang berasal dari lokasi sasaran (Desa Sei Siarti, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara) langsung dimasukkan ke dalam polibag polibag ukuran 30 x 35 cm yang telah disiapkan sebelumnya sebanyak 5 kg/polibag. Perlakuan terhadap tanah gambut yang diambil hampir tidak ada, sehingga diharapkan kondisinya tidak berbeda dengan kondisi di lapangan. Sebagian tanah diambil untuk contoh analisis kimia tanah awal. Pada masing-masing polibag diberikan bioaktivator perlakuan sesuai dosis anjuran yang terdapat pada masing-masing produk. Berdasarkan kandungan yang terdapat pada kemasan produk bioaktivator, Trichoderma sp. dikenal sebagai agen pengendali penyakit tanaman disamping berfungsi sebagai aktivator biologi dalam tanah. Fungi ini diaplikasikan dalam bentuk serbuk. Orgadec merupakan bioaktivator berbentuk serbuk yang bekerja secara aerob. Bahan ini banyak digunakan dalam
Pemanfaatan Beberapa Bioaktivator terhadap Peningkatan Laju Dekomposisi Tanah Gambut dan Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb Budi Utomo
pembuatan kompos. EM4 merupakan dekom poser berbentuk cairan yang mengandung mikroorganisme fermentasi. Ada lima golongan pokok mikroorganisme yang terkandung di dalamnya, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus, Streptomyces, yeast, dan Actinomycetes. MOD-71 merupakan bioaktivator yang mengandung isolat asli alam Indonesia, seperti Azoto bac ter, Bacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas, Cylophaga, Sporocytophaga, Micrococcus, Actinomycetes, Streptomyces, sedangkan dari jenis fungi adalah Trichoderma, Aspergillus, Gliocladium, dan Penicilium. Supernasa merupakan pupuk organik cair yang berasal dari limbah ternak dan unggas, limbah alam dan tanaman yang mengandung asam humat, asam fulvat dan hormon. Puja-168 merupakan bioaktivator berbentuk cairan yang mengandung bioenzim yang terbuat dari daun-daun dan buah buahan segar yang diolah sehingga menghasilkan mikroorganisme seperti Lactobacillus, yeast dan bakteri pelarut fosfat, serta mengandung unsur hara makro dan mikro. Satu minggu sebelum penanaman perlakuan bioaktivator diaplikasikan pada masingmasing polibag untuk menunggu bereaksinya bahan perlakuan dengan tanah gambut. Bahan tanaman yang digunakan berasal dari benih G. arborea berumur 2 bulan yang telah dikecam bahkan terlebih dahulu. Perkecambahan dilakukan pada bak pasir berukuran 1 x 2 m. Setelah tanaman berumur 2 bulan, dipilih tanaman yang pertumbuhannya sehat dan seragam, untuk dipindahkan pada masingmasing polibag yang telah diberi perlakuan. Penyulaman dilakukan hingga umur 1 minggu setelah tanam (Syahnen, 2006). Tindakan pemeliharaan hanya berupa pembersihan gulma dan penyiraman setiap pagi dan sore sesuai kebutuhan. Parameter yang diukur adalah tinggi tanaman, diameter batang dan luas daun. Untuk parameter tinggi tanaman dan diameter batang, data yang diolah merupakan data selisih hasil pengukuran pada akhir penelitian dengan data awal penelitian, sedangkan data luas daun data yang digunakan adalah data hasil pengukuran di akhir penelitian. Tinggi tanaman diukur dari leher akar terbawah hingga ke titik tumbuh. Diameter batang diukur pada leher akar yang jaraknya 1 cm dari permukaan tanah. Luas daun diukur pada daun yang telah terbuka sempurna
dan merupakan salah satu dari daun terluas dalam tubuh tanaman, dalam hal ini ditunjukkan oleh daun ke 5 dihitung dari titik tumbuh. Untuk mengetahui perobahan sifat kimia tanah terutama C/N, pH, N, P, K, dan Ca, contoh tanah dari masing-masing perlakuan pada akhir penelitian dianalisis di Laboratorium Sentral Universitas Sumatera Utara.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Pertumbuhan tanaman
Bioaktivator berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan jati putih, baik itu tinggi tanaman, diameter batang maupun luas daun dalam waktu yang relatif singkat. Pertumbuhan tanaman terbaik diperoleh pada aplikasi perlakuan Trichoderma sp. yang menghasilkan tinggi tanaman, diameter batang dan luas daun paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Bioaktivator Trichoderma sp. menghasilkan peningkatan tinggi tanaman sebesar 39,44% dibandingkan dengan kontrol yakni 5,02 cm berbanding 3,60 cm, diameter batang sebesar 3,12% yakni 2,97 mm berbanding 2,88 mm, dan luas daun sebesar 852,63% yakni 10,86 cm berbanding 1,14 cm (Tabel 1). Uji lanjut menggunakan DMRT (Tabel 1) menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi dicapai oleh tanaman yang mendapat perlakuan Trichoderma sp. yakni 5,02 cm. Respon tinggi tanaman terendah diperoleh pada perlakuan Orgadec yakni 0,7 cm. Ini berarti tidak semua bioaktivator dapat diaplikasikan pada semua jenis tanah. Orgadec pada penelitian ini ternyata tidak dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, namun aplikasi pada jenis tanah yang lain mungkin dapat memberikan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan Orgadec mungkin memiliki kandungan yang sifatnya kurang sesuai bagi tanah gambut sehingga justru meningkatkan serapan unsur-unsur toksik pada perakaran tanaman. Uji lanjut menggunakan DMRT (Tabel 1) menunjukkan bahwa diameter batang tanaman tertinggi dicapai oleh tanaman yang mendapat perlakuan Trichoderma sp. yaitu 2,97 mm. Respon diameter batang tanaman terendah diperoleh pada perlakuan Orgadec yaitu 2,80 mm.
35
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 33 - 38
Tabel (Table) 1. Pengaruh pemberian bioaktivator mikroorganisme terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan luas daun Gmelina arborea pada umur 8 minggu. ( The effect of microorganism activator on plant height, diameter and leaf area of eight weeks old G. arborea’s seedling )
Perlakuan ( Treatment ) Tanpa perlakuan Trichoderma sp. Orgadec EM 4 MOD-71 Supernasa Pu ja-168 .
(A0) (A 1 ) (A 2 ) (A3) (A4) (A 5 ) (A 6 )
Tinggi tanaman ( Plant height ) (cm) b 3,60 a 5,02 c 0,70 2,23 bc b 3,01 b 3,67 b 3,58
Diameter batang ( Diameter ) (mm) b 2,88 a 2,97 c 2,80 2,82c b 2,85 b 2,86 b 2,88
Luas daun ( Leaf area ) (cm) b 1,14 a 10,86 b 0,70 1,24 b b 1,23 b 1,27 b 2,81
Keterangan ( Notes): angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 95% ( Values followedby the samelatteron the samecolumnare not sicnificantlydifferentat 95% confidence level )
L ua s d au n y an g d ib er i p er la ku an Trichoderma sp. adalah 10,86 cm (Tabel 1), atau sepuluh kali lipat dari luas daun pada perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena bioaktivator ini mampu meningkatkan serapan hara tanaman pada kondisi lingkungan gambut yang ekstrim. Peningkatan luas daun sebanyak sepuluh kali merupakan ukuran normal daun tanaman G. arborea yang tumbuh di lahan subur. Dengan demikian pemberian Trichoderma sp. telah menyebabkan pertumbuhan tanaman normal seperti pada pertumbuhan pada tanah yang subur. Tidak semua bioaktivator berpengaruh positif pada pertumbuhan tanaman di tanah gambut. Pada tanaman yang mendapat perlakuan Orgadec menunjukkan gejala tertekan bahkan gejala mati atau hampir mati. A. Sifat KimiaTanah Gambut
Berdasarkan hasil uji statistik terhadap hasil analisis tanah awal penelitian yang dibandingkan dengan hasil analisis tanah pada akhir penelitian di setiap perlakuan diperoleh hasil yang bervariasi (Tabel 2). Nilai C-organik
36
mengalami penurunan, namun nilai N-total, Ptersedia, K-exch dan Ca-exch meningkat oleh perlakuan yang diberikan. Perbaikan sifat kimia tanah ini ternyata menghasilkan respon tanaman yang sangat berbeda. Peningkatan P-tersedia pada perlakuan Trichoderma sp. dan Orgadec ternyata menghasilkan respon tanaman yang sangat berbeda. Tanaman pada perlakuan Trichoderma sp. mengalami peningkatan pertumbuhan, namun pada perlakuan Orgadec justru pertumbuhannya tertekan. Ada beberapa penyebab yang memungkinkan bioaktivator Orgadec menekan pertumbuhan. Mikroorganisme yang terdapat pada Orgadec ternyata merupakan mikroorganisme yang tidak sesuai pada lingkungan gambut yang masam sehingga mikroorganisme mati. Dugaan lain adalah kemungkinan mikroorganisme yang ada dalam bioaktivator ini justru meningkatkan serapan zatzat toksik yang terkandung dalam tanah gambut. Dapat dikatakan perbaikan respon tanaman yang mendapat perlakuan Trichoderma sp. mungkin dipengaruhi oleh efek lain dari perlakuan ini yang belum terdeteksi pada hasil penelitian ini.
Pemanfaatan Beberapa Bioaktivator terhadap Peningkatan Laju Dekomposisi Tanah Gambut dan Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb Budi Utomo
Tabel (Table) 2. Rataan hasil analisis sifat kimia tanah gambut sebelum dan setelah diberikan perlakuan bioaktivator (8 minggu setelah tanam) ( Average of peat condition after treated with bioactivator ) Parameter ( Parameters) pH C-organik (%) N-Total (%) C\N (%) P-tersedia* K-exch (me/100g) Ca-exch (me/100g)
Kondisi awal ( Initial soil condition) 5,02 26,01 0,83 31,34 15,33 0,22 0,38
A0 5,10 31, 20 0,70 39,49 96,78 0,56 5,27
Kondisi akhir ( Final soil condition) / Kode perlakuan (Treatment code ) A1 A2 A3 A4 A5 4,92 5,16 5,00 4,88 5,15 22,62 24 ,96 23,40 28,86 21,84 0,58 0,95 0,81 0,66 0,76 39,00 26,27 28,89 43,73 28,74 143,93 185,16 42,35 15,67 205,64 0,75 0,75 0,66 0,69 0,67 7,63 9,11 2,68 0,46 5,63
A6 5,07 30,42 0,74 41,11 34,26 0,65 7,23
Keterangan( Notes): A0 = Tanpa perlakuan;A 1 = Trichoderma sp.; A 2 = Orgadec;A 3= EM 4; A 4= MOD-71;A 5= Supernasa; A = 6 Puja-168; * = Bray II (ppm)
Bioaktivator mempengaruhi peningkatan atau penurunan sifat kimia tanah. Pada perlakuan Trichoderma sp. yang parameter pertum buhannya paling baik ternyata dilihat dari sifat tanahnya juga berubah. Dibandingkan dengan kontrol nilai persen C-organiknya menurun, namun dengan menurunnya nilai N-tanah mengakibatkan nilai C/N cenderung tidak mengalami banyak penurunan. Namun terlihat bahwa dengan penurunan nilai persen C-organik menunjukkan terjadi dekomposisi bahan gambut sehingga nilai P-dd, K-exch dan Ca-exch yang terlarut dalam tanah mengalami peningkatan. Ini berarti unsur-unsur yang berada dalam bentuk yang dapat diserap tanaman di dalam larutan tanah menjadi lebih banyak dibandingkan dengan kontrol (A0). Hal ini menyebabkan tanaman memperoleh nutrisi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan normal tanaman. Pada perlakuan-perlakuan bioaktivator lain diperoleh hasil penurunan nilai persen Corganik yang diikuti oleh peningkatan nilai -dd, K-exch dan Ca-exch yang terlarut dalam tanah. Ini berarti seharusnya tanaman juga memperoleh nutrisi yang cukup tersedia. Namun penampilan tanaman yang diberi perlakuan-perlakuan ini jauh lebih rendah dibandingkan performa tanaman yang diberi perlakuan Trichoderma sp. Diduga ada peran lain dari Trichoderma sp. yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman yang normal. Selain sebagai dekomposer, Trichoderma sp. diduga juga berperan sebagai filter yang mampu menyaring dan menghambat toksik-toksik dalam bahan gambut untuk tidak masuk ke tubuh tanaman, sehingga hanya unsurunsur hara yang dibutuhkan saja yang dapat diserap tanaman. Berbeda dengan perlakuan perlakuan lainnya, walaupun bahan gambut
terdekomposisi, namun karena kurangnya daya saring dari bioaktivator perlakuan, menyebabkan unsur-unsur toksik juga terserap dalam tubuh tanaman yang mengakibatkan tanaman teracuni. Akibatnya penampilan pertumbuhan tanaman menjadi tertekan. Menurut Utomo (2008) tidak semua mikroorganisme dapat hidup dengan baik pada kondisi kemasaman tanah yang tinggi. Mikroorganisme tanah memiliki batas-batas hidup yang berbeda sesuai dengan kondisi lingkungannya. Ada yang mampu hidup dan berkembang pada kemasaman yang tinggi, namun tidak sedikit yang tertekan pada kondisi ini. Menurut Syahnen (2006) Trichoderma sp. menyukai kondisi lingkungan yang masam, yakni pH 3,5 5,5. Dalam kisaran pH tersebut keadaan tanah yang bersifat asam akan merangsang fungi ini membentuk suatu antibiotik yang dapat menekan perkembangan pathogen. Pada kondisi basa atau netral penambahan sulfur bahkan mampu meningkatkan perkembangan mikroorganisme ini. Peningkatan pertumbuhan dan perkem bangan tentunya membutuhkan energi yang diperoleh dari nutrisi yang ada di sekitarnya. Hasil perombakan selanjutnya akan dilepaskan ke larutan tanah berupa hara yang dapat diserap perakaran tanaman. Di samping itu Trichoderma sp. memiliki sifat anti pathogen, sehingga pathogen-pathogen tertentu yang merugikan tanaman dapat dihambat pertumbuhannya. Respon selanjutnya adalah perakaran menjadi tumbuh lebih baik karena perbaikan kondisi di rhizosfer yang semakin baik. Selain itu diduga ada pengaruh positif Trichoderma sp. lainnya yang pada penelitian ini belum terdeteksi. Bioaktivator lainnya seperti Supernasa, Puja-168, EM4, dan MOD-71 menghasilkan
37
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 33 - 38
respon tanaman yang tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Ini berarti bioaktivator ini tidak berkerja optimal seperti sebagaimana halnya yang diharapkan. Kondisi lingkungan perakaran di tanah gambut yang ekstrim akibat pH tanah yang rendah, berkisar 4,88 - 5,16 (dapat dilihat pada Tabel 2) mengakibatkan mikroorganisme dekomposer yang ada dalam bahan bioaktivator tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang, akibatnya peran yang seharusnya mendekomposisi bahan organik dari tanah gambut, berubah pada peningkatan adaptasi mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup pada lingkungan ekstrim tersebut. Kondisi ini berdampak pada pertumbuhan tanaman menjadi tertekan. Tidak semua bioaktivator dapat berlaku umum berperan positif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, misalnya pada aplikasi Orgadec yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan bibit jati putih (Tabel 1). Diduga bioaktivator Orgadec menghasilkan kondisi tanah dan perakaran yang mempercepat penyerapan zat-zat toksik oleh perakaran tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.
IV. KESIMPULAN
1. Bioaktivator Trichoderma sp. meningkatkan pert umbuhan ti nggi ta naman Gmelina arborea pada media gambut sebesar 39,44%, diameter batang 3,12%, dan luas daun 852,63% dibandingkan kontrol. 2. Bioaktivator Trichoderma sp., Orgadec, Microorganisme Efektif (EM4), MOD-71, Supernasa, dan Puja-168 menurunkan Corganik tanah dan meningkatkan P-dd, Kexch, dan Ca-exch yang terlarut dalam tanah, namun perbaikan sifat kimia tanah sebagai
38
akibat pemberian bioaktivator ternyata hanya bioaktivator Trichoderma sp. yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S. A. 2008. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar ( Jathropa curcas L.) Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza di Lahan Kritis Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan. [ S k ri p s i ]: D e p a rt e m en K e h ut a n an Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Sianturi, S. 2007. Penggunaan Bahan Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) di Lahan Marginal Padang Bolak Tapanuli Selatan. [Skripsi]: Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Supriadi. 1998. Manual Persemaian ATA 267. Balai Teknolologi Reboisasi. Departemen Kehutanan. Syahnen. 2006. Pedoman Eksplorasi, Per banyakan dan Penggunaan Jamur Trichoderma. Balai Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan Sumatera Utara. Medan. Utomo, B. 2008. Potensi Bahan Organik dalam Meningkatkan Produktivitas Lahan Marginal. Jurnal Vegetasi 4(2):11-15. Wahyunto., S. R. Suparto. dan H. Subagyo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan 2004. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.
KAJIAN PERTUMBUHAN TEGAKAN HYBRID Eucalyptus urograndis DI SUMATERA UTARA Growth of Eucalyptus urograndis Hybrid in North Sumatera 1)
2)
2)
2)
Nina Mindawati , Andry Indrawan , Irdika Mansur dan/ and Omo Rusdiana 1) Pusat Litbang Hutan Tanaman, Kampus Balitbang Kehutanan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610, Telp. (0251) 8631238, Fax. (0251) 7520005 2) Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Kampus Darmaga, Jl. Raya Darmaga, Bogor
Naskah masuk : 1 April 2009; Naskah diterima : 11 Januari 2010
ABSTRACT
Growth of stands is the increment was diameter, volume or basal area of trees within a certain period. The growth model used to predict the productivity and that is very useful in forest management planning. Study modeled growth of Eucalyptus urograndis species of 1 and 2 rotation have been done in 2009 at PT Toba Pulp Lestari, sector Aek Nauli, North Sumatra with the aims of comparing the growth of these species between 1 and 2 rotation, and to determine the optimal volume cycle. Study was conducted by using data from the PSP (Permanent sample plots) are measured periodically and the data of instantaneous measurements of TSP (Temporary Sample plots) of various age stands. The results of the study found that the prediction of growth of E. urograndis could follow the equation for high (H), diameter (D) and volume (V) as follows: ln H = 3.40434 - 1.73745 (1/age); ln D = 2.99598 - 1.56925 (1/ age); ln V = 6.300505 - 5.63547 (1/age) with the optimal volume cycle achieved in 5.5 years for rotation 1 and equation: ln H = 3.342944 - 1.5336 (1/age); ln D = 2.987992 - 1.44311 (1/age) and ln V = 6.2051225.06804 (1/age) with the optimal volume cycle achieved in year 5 for rotation 2. Growth model and the same techniques can be used to type E. urograndis on environmental conditions are relatively similar. Keywords: Rotation, growth, Eucalyptus urograndis, permanent plots
ABSTRAK
Pertumbuhan tegakan adalah pertambahan (riap) dari suatu besaran seperti tinggi, diameter, volume atau luas bidang dasar pohon dalam periode tertentu. Model pertumbuhan digunakan untuk menduga besaran produktivitas dan sangat berguna dalam perencanaan pengelolaan hutan tanaman suatu jenis pohon. Kajian model pertumbuhan jenis Eucalyptus urograndis telah di lakukan tahun 2009 di PT Toba Pulp Lestari, sektorAek Nauli, Sumatera Utara pada rotasi 1 dan rotasi 2 dengan tujuan untuk membandingkan pertumbuhan jenis tersebut antara rotasi 1 dan rotasi 2, dan menentukan daur volume optimalnya. Kajian dilakukan d engan m enggunakan d ata d ari P SP ( Permanent Sample Plots) y ang d iukur s ecara periodik d an data hasil pengukuran sesaat pada TSP (Temporary Sample Plots) dari berbagai umur tegakan. Hasil kajian mendapatkan bahwa pendugaan pertumbuhan jenis E. urograndis dapat mengikuti persamaan tinggi (H), diameter (D) dan volume (V) sebagai berikut : ln H = 3,40434 - 1,73745 (1/umur); ln D = 2,99598 - 1,56925 (1/umur); ln V = 6,300505 - 5,63547 (1/umur) dengan daur volume optimal dicapai pada tahun 5,5 tahun untuk rotasi 1 dan persamaan : ln H = 3,342944 - 1,5336 (1/umur); ln D = 2,987992 1,44311 (1/umur) dan ln V = 6,205122 - 5,06804 (1/umur) dengan daur volume optimal dicapai pada tahun ke 5 untuk rotasi 2. Model pertumbuhan dan teknik yang sama dapat digunakan untuk jenis E. urograndis pada kondisi lingkungan yang relatif sama. Kata kunci : Daur, Eucalyptus urograndis, pertumbuhan, petak ukur permanen
39
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 39 - 50
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Salah satu bentuk HTI yang saat ini memegang peranan penting dalam menunjang pengembangan industri kayu serat domestik adalah HTI-kayu serat atau HTI-Pulp. Pentingnya pembangunan HTI-Pulp antara lain dapat dilihat dari kenyataan besarnya ketergantungan jenis industri ini kepada kayu serat. Serat dapat dihasilkan dari bahan yang mengandung selulosa tinggi seperti kayu, kenaf, bambu dan lainnya. Namun pada saat ini lebih dari 90% bahan baku pulp dan kertas berasal dari kayu, karena kayu mempunyai sifat unggul yaitu : rendemen yang dihasilkan tinggi, kandungan lignin relatif rendah dan kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan tinggi (Pasaribu dan Tampubolon, 2007). Eucalyptus spp. seperti jenis Eucalyptus urophylla, E. grandis dan E. pelita merupakan jenis tumbuh cepat yang dikembangkan sebagai bahan baku industri pulp secara luas di PT Toba Pulp Lestari dengan daur tebang 7-8 tahun. Selain itu , jenis Eucalyptus hibrid seperti E. urograndis (E. urophylla x E. grandis) terseleksi telah berhasil dikembangkan secara luas dengan karakter pertumbuhan yang lebih baik jika dibanding tanaman tetuanya. Pengembangan hibrid Eucalyptus di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara lain seperti China, Congo, Brazil dan Afrika Selatan yang telah mengusahakan hibrid Eu ca ly pt us secara komersil dengan perbanyakan vegetatif (Nikles, 1996). Hasil-hasil penelitian tentang pertum buhan atau produktivitas tegakan E. urograndis telah banyak dilakukan di Australia, Brazil dan China, sedangkan di Indonesia jenis E. urograndis belum lama dikembangkan secara
40
luas sehingga hasil penelitian masih sangat sedikit dan bersifat parsial. Budidaya E. urograndis di Brazil telah menghasilkan pertumbuhan pohon yang spektakuler, seragam dan kemampuan pangkas yang tinggi. Menurut Gonçalves et al. (1997) pertumbuhan E. urograndis di Brazil pada tanah ultisol sangat beragam dengan kisaran riap rata-rata tahunan (mean annual increment: MAI ) pada umur 5 3 tahun sebesar 1248 m /ha/tahun. Sedangkan di Congo produktivitas hibrid E. urograndis sangat tinggi dan memiliki riap tahunan rata-rata sebesar 3 70 m /ha/tahun (Campinhos,1993). Penelitian tentang pertumbuhan jenis E. urograndis penting untuk dilakukan karena akan sangat berguna dalam perencanaan pengelolaan hutan tanaman jenis E. uro grandis dan merupakan salah satu kunci yang mendukung keberhasilan pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia secara berkelanjutan di masa depan. B. Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan partumbuhan jenis E. urograndis rotasi 1 dan rotasi 2 serta menentukan daur volume maksimum.
II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi
Penelitian telah dilakukan di Aek Nauli, Sumatera Utara yang secara geografis terletak o o antara 2 40'00” - 2 50'00” Lintang Utara dan o o 98 50'00” - 98 10'00” Bujur Timur dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut (Toba Pulp Lestari, 2009). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Kajian Pertumbuhan Tegakan Hybrid Eucalyptus urograndis di Sumatera Utara Nina Mindawati, Andry Indrawan, Irdika Mansur dan Omo Rusdiana
Gambar ( Figure) 1. Peta lokasi penelitian di Aek Nauli, Simalungun, Sumatera Utara ( Map of research location at Nauli, Simalungun, North Sumatra )
B. Bahan dan Alat
Bahan penelitian adalah data primer hasil pengukuran petak ukur permanen (PUP) tegakan E. urograndis umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun pada rotasi 1 dan 2. Sedangkan alat penelitian adalah alat ukur tinggi dan diameter pohon berupa vertex, talirafia,cat, golok dan lain-lain. C. Metode
1. Pengumpulan data a. Data primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan membuat plot penelitian pada areal plot TSP (Temporary Sample Plot ) dengan luas setiap plot 0,004 hektar yang berukuran 20 x 20 meter. Plot TSP dibuat p ada t egakan E. urograndis rotasi 1 umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun berturut-turut di petak D022, A072, A045, A024, dan A079, dan rotasi 2 umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun pada petak: C004, C031, B010, B067 dan B028. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali sehingga jumlah petak seluruhnya sebanyak 30 petak percobaan. Data parameter pertumbuhan pohon yang diukur pada setiap plot adalah, tinggi pohon ( tree height: ht ) dan diameter batang pohon setinggi
dada (diameter at breast height: d t ) dari seluruh pohon yang ada dalam TSP. b. Data sekunder Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder hasil pengukuran pada petak ukur permanen ( Permanen Sample Plot / PSP) jenis E. urograndis di sektor Aek Nauli, luas masing-masing PSP berkisar 0,02 - 0,08 hektar tiap kelas umur. Data yang dikum-pulkan adalah seluruh data pertumbuhan jenis E. urograndis yang ada di PSP di Sektor Aek Nauli dan diasumsikan mewakili kondisi tegakan secara keseluruhan untuk tiap umur tegakan pada rotasi 1 dan 2. Jumlah seluruh PSP yang dikum-pulkan datanya untuk penelitian ini adalah sebanyak 43 PSP terdiri dari 14 petak pada rotasi 1 dan 29 petak pada rotasi 2 pada berbagai umur tegakan yang berkisar antara umur 1,8 bulan sampai umur 6 tahun. Data parameter pertumbuhan tegakan yang dikumpulkan dari tiap PSP adalah umur tegakan, tinggi pohon ( tree height: ht ), diameter batang pohon setinggi dada (diameter at breast height: d t ) dan volume yang termanfaatkan dari seluruh pohondalam masing-masing PSP.
41
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 39 - 50
2. Pengolahan data a. Tinggitegakan Avery dan Burkhart (2002) serta Husch et al . (2003) menyatakan bahwa tinggi tegakan adalah nilai rata-rata dari tinggi semua pohon dalam tegakan yang bersangkutan. Oleh karena itu tinggi tegakan dalam tiap PSP dihitung denganPersamaan 1. N i
ij
j ?1
............................................... (1)
N i
dimana:
:
Tinggi tegakanPSP ke-i.
htij
:
tinggi pohon ke- j dalam PSP ke-i.
N i
:
jumlah pohon dalam PSP ke-i.
b. Diameter tegakan Diameter tegakan adalah nilai rata-rata dari diameter semua pohon dalam tegakan yang bersangkutan (Avery dan Burkhart, 2002; Husch et al ., 2003), sehingga diameter tegakan dalam tiap PSPdihitung dengan Persamaan 2. N i
? d t
ij
D si ?
................................................. (2)
: diameter tegakan PSP ke-i : diameter pohon ke-j dalam PSP ke-i : jumlah pohon dalam PSP ke-i
Volume termanfaatkan ( merchantable volume ) tiap pohon dihitung berdasarkan diameter dan tinggi pohon yang bersangkutan dengan menggunakan persamaan yang telah dihasilkan oleh perusahaan (Toba Pulp Lestari, 2009), yaitu dalam bentuk Persamaan 3. ................. (3) dimana :
dtij htij
42
?
v m ij ....................... (4)
j ?1
: prediksi volume tegakan tiap hektar berdasar merchantable volume tegakan PSPke-i : jumlah pohon dalam PSP ke-i : merchantable volume pohon ke-j dalam PSPke-i
d. Model hasil tegakan Model hasil tegakan dibuat untuk mem prediksi besaran-besaran tegakan E. urograndis berdasarkan umur tegakannya dalam bentuk model matematis yang menggambarkan hubungan fungsional antara parameter biologik (tinggi, diameter, dan volume) dengan umur tegakan pada rotasi 1 dan 2. Model hasil disusun dalam bentuk persamaan eksponensial (Alder, 1980) dengan analisis regresi bersarang ( nested regression): Ln H s = a + b 1 ........................................... (5) A Ln D s = a + b 1 ........................................... (6) A Ln V m = a + b 1 ........................................... (7) A
c. Volume tegakan
vmij
200
N i
N i
dimana : D si Dtij Ni
vmi
Ni Vmij
H si
j ?1
V m i ?
10 . 000
dimana :
? ht H si ?
Merchantable volume tegakan ( V m) tiap PSP adalah jumlah volume termanfaatkan semua pohon dalam PSP yang bersangkutan; dan prediksi volume tegakan tiap hektar adalah hasil transformasinya berdasar luas PSP.
: merchantable volume pohon ke-j dalam PSPke-i : diameter pohon ke-j dalam PSP ke-i : tinggi pohon ke-j dalam PSP ke-i
dimana : H s D s V m A
: : : :
tinggi tegakan (m) diameter tegakan (cm) 3 merchantable volume tegakan (m /ha) umur tegakan (tahun)
e. Uji kesahihan model Tingkat kesahihan (validity ) masingmasing model didasarkan pada besarnya koefisien determinasi terkoreksi ( adjusted coefficient of determination).
Kajian Pertumbuhan Tegakan Hybrid Eucalyptus urograndis di Sumatera Utara Nina Mindawati, Andry Indrawan, Irdika Mansur dan Omo Rusdiana
f. Daur volume optimal ............................ (8) dimana : 2
R adj SSE SST p n
: : : :
koefisien determinasi terkoreksi jumlah kuadrat sisaan jumlah kuadrat total jumlah peubah tidak bergantung dalam model : jumlah sampel
Selain penghitungan koefisien determinasi terkoreksi, dalam penelitian ini kesahihan model juga diukur melalui uji silang (cross validation) dengan membandingkan nilai dugaan (menggunakan model) versus nilai aktual data independen. Data independen berupa hasil pengukuran petak ukur temporer ( Temporary Sample Plots: TSP ) di berbagai umur tegakan. Uji silang dilakukan dengan menghitung nilai efisiensi model tereduksi (the adjusted model efficency: MEFadj) dan nilai khi-kuadrat ( chi2 square: χ ). MEF adj dihitung dengan Persamaan 9 (Soares et al., 1995; Vanclay dan Skovsgaard, 1997; Huang e t al ., 2003), sedangkan 2 penghitungan χ mengikuti Persamaan 10 seperti disarankan Steel dan Torrie (1980), Sokal dan Rohlf (1995), serta Kutner et al. (2005). n
(n ?1) ? ( yi ? yˆ i ) 2 MEF adj ?1 ?
i ?1 n
(n ? p )? ( yi ? yi )
............ (9) 2
i ?1
n
? ?? 2
l ?1
2 ? yi ? yˆ i ?
.................................. (10)
yˆ i
dimana : MEF adj : efisiensi model tereduksi 2 X : khi-kuadrat yi : nilai aktual parameter tegakan pada data independen yi : nilai dugaan parameter tegakan berdasar model hasil yi : rataan nilai aktual parameter tegakan pada data independen : jumlahTSP data independen n p : jumlah peubah tidak bergantung pada model hasil Ù
Daur volume optimal dicapai pada saat riap rata-rata tahunan ( Mean Annual Increment : MAI ) maksimum. Oleh karena itu penetapan daur volume maksimum dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara umur dengan riap ratarata tahunan dan grafik hubungan antara umur dengan riap rata-rata periodik ( Current Annual Increment: CAI ) dimana riap rata-rata tahunan maksimum berada pada titik perpotongan grafik MAI dengan grafik CAI .
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Model Pertumbuhan Tegakan E. urograndis
Pertumbuhan diartikan sebagai pertam bahan dimensi pohon atau tegakan hutan selama periode waktu tertentu (Vanclay, 1994). Pertum buhan tegakan merupakan proses pertambahan (riap) dari suatu besaran tegakan dalam periode tertentu. Besaran pertumbuhan yang juga disebut riap tegakan dapat dilihat dari parameter tinggi, diameter atau volume. Oleh karena itu, dinamika pertumbuhan pohon/tegakan dapat diduga dengan menggunakan suatu model matematis hubungan antara parameter-parameter pertumbuhan: jumlah pohon, luas bidang dasar, diameter, tinggi maupun umurnya. Model matematis yang disusun akan dapat digunakan untuk memproyeksikan hasil tegakan yang akan dipanen secara lestari diakhir rotasi yang ditetapkan. Dari hasil pengukuran dimensi tegakan yaitu tinggi dan diameter di lapangan pada setiap umur tegakan, juga berdasarkan perhitungan volume tiap umur tegakan, terlihat hubungan yang relatif linier antara tinggi, diameter dan volume dengan umur tegakan. Artinya semakin besar umur tegakan maka dimensi pertumbuhan semakin tinggi sampai umur 5 tahun, dalam penelitian ini baik pada rotasi 1 maupun rotasi 2. Dari grafik pertumbuhan tinggi terlihat bahwa pada rotasi 1 dan 2 hampir sama kecuali di akhir daur yaitu pada tahun ke lima terjadi perbedaan tinggi dimana tinggi pada rotasi 1 lebih tinggi besarannya dibanding rotasi 2 (Gambar 2). Pertumbuhan diameter pada rotasi 2 tidak terjadi penurunan dan relatif sama dengan rotasi 1. Hal ini ditunjukan oleh kurva yang cenderung berhimpit (Gambar 3) dan begitu pula nilai volume pada rotasi 1 hampir sama dengan rotasi 2 (Gambar 4).
43
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 39 - 50
25.0 20.0 ) m ( t h g i e h
15.0
/ i 10.0 g g n i t
Rotasi 1 Rotasi 2
5.0 0.0 0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
umur/age (tahun/year )
Gambar ( Figure) 2. Kurva h ubungan antara tinggi dan u mur t egakan E. urograndis (Curve of thecorrelationbetween heightand ages of E. urograndis)
18 16 14 ) 12 m ( r 10 e t e 8 m a i d 6
Rotasi 1 Rotasi 2
4 2 0 0
2
4
6
8
umur/age (tahun/year )
Gambar ( Figure) 3 . Kurva h ubungan a ntara d iameter d an u mur t egakan E. urograndis (Curve of thecorrelation between diameter andages of E. urograndis)
44
Kajian Pertumbuhan Tegakan Hybrid Eucalyptus urograndis di Sumatera Utara Nina Mindawati, Andry Indrawan, Irdika Mansur dan Omo Rusdiana
300.0 250.0 ) a h / 3 m ( e m u l o v
200.0
3
150.0 Rotasi 1 100.0
Rotasi 2
50.0 0.0 0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
umur/age (tahun/year )
Gambar( Figure)4. Kurva hubungan antara volume dan umur tegakan E. urograndis (Curve of thecorrelation between volumeand ages of E. urograndis)
Tabel (Table) 1. Model pertumbuhan tinggi (H), diameter (D) dan volume (V) jenis E. urograndis (Growth model of tree height, diameter and volume total for E. urograndis)
Rotasi ( Rotation)
Persamaan ( Equation)
2
R (Coef. determination )
1
ln H = 3,404349 - 1,73745 (l/umur) ln D = 2,99598 - 1,56925 (l/umur) ln V = 6,300505 - 5,06804 (l/umur)
0,796 0,891 0,858
2
ln H = 3,342944 - 1,5336 (1/umur) ln D = 2,987992 - 1,44311 (l/umur) ln V = 6,205122 - 5,06804 (l/umur)
0,894 0,910 0,888
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa semua persamaan model pertumbuhan diameter yang dihasilkan mempunyai nilai koefisien deter2 2 minasi (R ) yang baik yaitu nilai R lebih dari 75% untuk rotasi 1 dan lebih dari 85% untuk rotasi 2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persamaan-persamaan model pertum buhan diameter, tinggi dan volume untuk jenis E. urograndis pada rotasi 1 dan 2 mempunyai
kriteria sebagai model yang baik. Model yang baik pada dasarnya adalah model yang cukup sederhana, mudah untuk dianalisa dan mudah dalam penerapannya, selain itu juga mempunyai ketepatan pendugaan yang cukup tinggi (Latifah, 2000). Beberapa hasil penelitian terdahulu tentang model pertumbuhan jenis Eucalyptus dapat dilihat pada Tabel 2.
45
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 39 - 50
Tabel (Table) 2. Model pertumbuhan tinggi (H), diameter (D) dan volume (V) jenis Eucalyptus (Growth model of height, diameter and volume of Eucalyptus species)
Jenis (Species) E. deglupta E. deglupta E. deglupta E. urophylla E. urophylla
E. urograndis
E. nitens E. globulus E. globulus
Persamaan ( Equation) 0,2536 Ln D = 5,9794-6,2469(1/A) 0,3210 Ln H = 4,7984-4,9699(1/A) Ln D = 5,9794-4,8226(1/A)0,2536 0,3210 Ln H = 4,7984-3,6166(1/A) 1,81541 D = 2,64095+3,33076(Ln A) 1,61350 H = 2,36047+4,22143(Ln A) 0,84327 Ln D = 4,0002-4,60841(1/A) 1,38713 Ln H = 3,46726-6,83380(1/A) D = e 2,64756.e -1,91553/A 2,759869 -1,32222/A H= e .e 5,706568 -4,14016/A V= e .e Rotasi 1 : ln H = 3,404349 - 1,73745(1/A) ln D = 2,99598 - 1,56925(l/A) ln V = 6,300505 - 5,63547(l/A) Rotasi 2 : ln H = 3,342944 - 1,5336(1/A) ln D = 2,987992 - 1,44311(1/A) ln V = 6,205122 - 5,06804(l/A) V = 0,0049H-0,0197 V = 0,0046H-0,0196 V = 0,7723B+0,3334BH0,0004361HN
Lokasi ( Location) Benakat, Sumsel
Pustaka ( References) Harbagung, 1996
Kenangan, Kaltim Borisalo, Sulsel
Harbagung, 1996
Pujon, Jatim
Harbagung, 1991
Harbagung, 1991
Simalungun, Aek Darwo, 1999 Nauli, Medan Simalungun, Aek Hasil penelitian ini Nauli, Medan
Battaglia et al., 1999 Battaglia et al., 1999 Garcia dan Ruiz,2003
Tasmania Tasmania Galicia, Spanyol
Keterangan ( Notes ) : A = umur tegakan/age (tahun/year ); B = basal area; N = jumlah pohon/number of trees
Menurut Chapman dan Meyer (1949); Spurr (1952); dan Alder (1980), pada umumnya model pertumbuhan dengan data pengamatan pertumbuhan dimana pengamatan pada suatu umur terpisah dengan umur lainnya, maka akan diperoleh grafik pertumbuhan yang lebih tegak dibandingkan trend pertumbuhan sebenarnya,
sedangkan pada kejadian yang sebaliknya akan diperoleh grafik yang lebih datar. Hasil uji kesahihan model berdasarkan pada besarnya koefisien determinasi terkoreksi 2 (R adj ), khi-kuadrat dan efisiensi model terenduksi (MEF adj) dapat dilihat padaTabel 3.
Tabel (Table) 3. Uji kesahihan model pertumbuhan E. urograndis rotasi 1 dan 2 ( Validity test of E. urograndis growth model in rotation 1 and 2)
Rotasi ( Rotation) 1
Persamaan ( Equation)
R2 adj
χ
Tinggi
0,789
Diameter Volume
2
2
χ tab
MEF adj
2 R adj
0,15
6,57
0,932
0,893
0,888
0,12
6,57
0,939
0,853
1,28
6,57
0,927
Dari Tabel 3 tersebut terlihat bahwa persamaan model pertumbuhan tinggi, diameter dan volume jenis E. urograndis selaras atau sama dengan kecenderungan bentuk pertumbuhan
46
Rotasi ( Rotation) 2 2
2
χ tab
MEF adj
0,03
0,71
0,941
0,909
0,04
0,71
0,959
0,887
0,09
0,71
0,981
χ
sebenarnya baik untuk rotasi 1 maupun rotasi 2 di lokasi sektor Aek Nauli. Hal tersebut dilihat dari nilai determinasi terkoreksi sebesar > 78% untuk rotasi 1 dan > 88% untuk rotasi 2; nilai khi-
Kajian Pertumbuhan Tegakan Hybrid Eucalyptus urograndis di Sumatera Utara Nina Mindawati, Andry Indrawan, Irdika Mansur dan Omo Rusdiana
2
2
kuadrat χ < χ tabel (tidak berbeda nyata) dan nilai efisiensi model tereduksi (MEF adj) sekitar 92% - 93% untuk rotasi 1 dan 94% - 98% untuk rotasi 2. Nilai-nilai tersebut memberikan arti bahwa model persamaan yang dihasilkan di atas s a hi h d an d ap at d i gu na ka n u nt uk menggambarkan perkembangan tinggi, diameter dan volume tegakan hutan tanaman E. urograndis di daerah Aek Nauli atau minimal di
daerah lain yang kondisi lingkungannya sama dengan lokasi penelitian. B. Pendugaan Volume Tegakan
Berdasarkan model pertumbuhan di atas, maka perhitungan pendugaan volume tegakan berdasarkan umur untuk jenis E. urograndis di sektor Aek Nauli, PT Toba Pulp Lestari, Simalungun Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.
3
3
Tabel ( Table) 4. Volume dugaan (m /ha) jenis E. urograndis rotasi 1 d an 2 ( Prediction of volume (m /ha) of E. urograndis rotation 1 and 2)
Umur/ Age (tahun/ year ) 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Volume 3 (m /ha) 0 0,0 1,9 12,7 32,5 57,5 83,3 108,9 133,2 155,7 176,5 195,6 213,0 229,0 243,6
Rotasi ( Rotation) 1 MAI CAI 3 3 (m /ha) (m /ha) 0,01 0,01 1,94 3,88 8,48 21,56 16,27 39,65 22,87 49,27 27,75 52,15 31,11 51,26 48,56 33,29 34,61 45,13 35,30 41,55 35,56 38,09 35,50 34,86 35,22 31,92 34,80 29,25
Hasil di atas belum maksimal jika dibandingkan dengan jenis yang sama yang dikembangkan di Brazil. Di Sumatera jenis ini (Tabel 4) pada umur 7 tahun dapat menghasilkan 3 volume dugaan sekitar 240 245 m /ha, sedangkan di Brazil dengan daur 7 tahun dapat menghasilkan kayu bahan pulp dan kertas 3 sebanyak 650 m /ha dalam skala penelitian dan 3 500 m /ha dalam skala operasional. Menurut Gonçalves et al. (1997) pertumbuhan E. urograndis di Brazil pada tanah ultisol sangat beragam dengan kisaran riap rata-rata tahunan 3 ( MAI ) pada umur 5 tahun sebesar 1248 m / ha/tahun. Sedangkan di Congo produktivitas hibrid E. urograndis sangat tinggi dan memiliki 3 riap tahunan rata-rata sebesar 70 m /ha/tahun (Campinhos, 1993). Pendugaan biomassa hibrid E. grandis (E. urograndis) pada umur 6 tahun 3 dapat mencapai 95 m /ha/tahun jika jenis ini ditanam pada lahan yang cukup air (Almeida et
Rotasi ( Rotation) 2 Volum e MAI 3 3 (m /ha) (m /ha) 0 0,0 0,04 3,1 3,12 16,9 11,26 39,3 19,65 65,2 26,09 91,4 30,48 116,4 33,26 139,5 34,88 160,6 35,69 179,7 35,95 197,1 35,83 212,8 35,47 227,1 34,94 240,1 34,30
CAI 3 (m /ha) 0,04 6,20 27,53 44,82 51,87 52,44 49,92 46,20 42,18 38,29 34,70 31,46 28,57 26,01
al ., 2007). Apabila kita bandingkan hasil pertum buhan volume dugaan E. urograndis dalam penelitian ini dengan hasil penelitian jenis E. urophylla yang merupakan tanaman tetuanya dari lokasi yang sama (Darwo, 1999), maka volume dugaan untuk jenis E. urograndis lebih tinggi (Tabel 2) dan akan lebih tinggi lagi jika volume dugaan didasari pada volume seluruhnya, bukan dengan volume yang termanfaatkan saja. Hasil penelitian terhadap jenis E. urophylla menunjukkan bahwa riap potensi tegakan optimal terjadi pada umur 5 tahun dengan MAI 3 3 sebesar 26,29 m /ha/tahun , CAI 24,58 m /ha/ 3 tahun dan potensi tegakan sebesar 131,44 m /ha. Perbedaan ini jelas diakibatkan perbedaan kualitas bibit secara genetik karena bibit E. urophylla yang digunakan berasal dari biji, sedangkan jenis tegakan E. urograndis berasal berasal dari bibit secara vegetatif dari klon yang
47
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.7 No.1, Februari 2010, 39 - 50
telah teruji dan merupakan hasil persilangan antara E. urophylla dengan E. grandis. C. Penentuan Daur Optimal
Penentuan daur optimal dilakukan berdasarkan laju pertumbuhan tegakan per satuan waktu yang disebut riap tegakan. Daur optimal tegakan dilihat dari riap pertumbuhan maksimal yang ditentukan berdasarkan telah adanya titik potong antara kurva riap tahunan berjalan ( CAI )
dengan riap rata-rata tegakan ( MAI ). Titik perpotongan yang terjadi merupakan daur dimana riap volume maksimal dapat dicapai dan pada umumnya perusahaan menggunakan waktu terjadinya titik potong ini sebagai waktu panen karena memberikan hasil yang maksimal. Kurva CAI dan MAI tegakan E. urograndis di PT Toba Pulp Lestari pada rotasi 1 dapat dilihat pada Gambar 5 dan rotasi 2 pada Gambar 6.
80 70 60
) a h / 50 3 m ( 40 e m u 30 l o v
3
MAI CAI
20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
umur/age (tahun/year )
Gambar ( Figure) 5. Daur volume optimal rotasi 1 j enis E. urograndis (Optimal volume cycle of E. urograndis rotation 1 and 2)
80 70 60 ) a h / 3 m ( e m u l o v
50
3
40 MAI
30
CAI
20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
umur/age (tahun/year )
Gambar ( Figure) 6. Daur volume optimal rotasi 2 jenis E. urograndis (Optimal volume cycle of E. urograndis rotation 1 and 2)
48
Kajian Pertumbuhan Tegakan Hybrid Eucalyptus urograndis di Sumatera Utara Nina Mindawati, Andry Indrawan, Irdika Mansur dan Omo Rusdiana
Dari data dimensi tegakan hasil pengukuran PSP pada daur pertama yang dituangkan dalam sebuah model pertumbuhan, diketahui bahwa pertumbuhan riap volume optimal t egakan E. urograndis terjadi pada umur antara 5,5 - 6,0 tahun. Hal ini terlihat pada Gambar 5, dimana pada kisaran umur tersebut terjadi perpotongan antara grafik MAI dan CAI. Oleh karena itu pada rotasi pertama tegakan sebaiknya dipanen pada umur 5,5 tahun agar tegakan menghasilkan kayu dengan riap tertinggi 3 sekitar 35,56 m /ha. Sedangkan untuk rotasi kedua perpotongan grafik MAI dengan CAI terjadi pada umur antara 5 tahun -5,5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tegakan E. urograndis rotasi kedua paling optimal riapnya terjadi pada umur sekitar 5 tahun dengan riap volume sekitar 3 35,95 m /ha, sehingga disarankan dilakukan pemanenan pada umur 5 tahun.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Gambaran perkembangan tinggi, diameter dan volume tegakan hutan tanaman jenis Eucalyptus urograndis dapat didekati dengan persamaan : ln H = 3,404349 - 1,73745 (1/umur) ln D = 2,99598 - 1,56925 (1/umur) ln V = 6,300505 - 5,63547 (1/umur) untuk rotasi 1, sedangkan untuk rotasi 2 bentuk persamaannya adalah : ln H = 3,342944 1,5336 (1/umur) ln D = 2,987992 - 1,44311 (1/umur) ln V = 6,205122 5,06804 (1/umur). 2. Volume dugaan tegakan E. urograndis baik pada rotasi 1 maupun rotasi 2 menunjukan hasil yang cukup tinggi dimana pada umur tebang 5 - 5,5 tahun volume yang dihasil-kan 3 dapat mencapai sekitar 176 - 197 m /ha. 3. Daur optimal pada rotasi 1 terjadi pada umur 5,5 tahun dengan riap volume maksimal tegakan E. urograndis (MAI) sekitar 35,45 3 m /ha/tahun dan pada rotasi 2 terjadi pada umur 5 tahun dengan riap volume maksimal 3 sebesar 35,95m /ha/tahun. B. Saran
1. Penelitian perlu dilanjutkan dengan pengukuran dimensi tegakan sepanjang daur secara periodik pada petak ukur permanen
agar model pertumbuhan lebih mendekati keadaan pertumbuhan sebenarnya. 2. Perlu dilanjutkan penelitian ini dengan melihat hubungan antara pertumbuhan dengan sifat-sifat lingkungan yang mempengaruhinya (tanah, iklim, habitat, dll).
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada PT Toba Pulp Lestari yang telah mengijinkan penelitian di lokasi tersebut dan memberikan data sekunder berupa data dimensi tegakan pada petak ukur perma nen ( Permane n Sam ple Plot ) jenis Eucalyptus urograndis.
DAFTAR PUSTAKA
Alder, D. 1980. Forest Volume Estimation and Yield Prediction. Vol 2- Yield prediction. FAO. Rome. Almeida, A.C., J.V. Soares; J.J. Landsberg and G.D. Rezende. 2007. Growth and water balance of Eucalyptus grandis hybride plantations in Brazil during a rotation for pulp production. Forest Ecology and Management 251 :10-21. Avery, T. E. and H. E. Burkhart. 2002. Forest Measurements. McGraw-Hill. NewYork. Battaglia, M., P.J. Sands and S.G. Candy. 1999. Hybrid groth model to predict height and volume growth in young Eucalyptus globulus plantation. Forest Ecology and Management 120: 193-201. Campinhos, E. N. 1993. A Brazilian example of a large scale forestry plantation in tropical region: Aracruz. In : J. Davinson (ed.). Proc. of the regional symposium on recent advances in mass clonal multiplication of forest trees for plantation programmes . FAO. Los Banos. Philipines.pp.46-59. Chapman, H. H. and W.H. Meyer. 1949. Forest Mensuration. McGraw-Hill Book Com pany. Inc. New York-Toronto-London. Darwo 1999. Kajian riap dan pertumbuhan tiga jenis tanaman HTI. Prosiding ekspose hasil penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar, Medan, 30 Maret 1999. Balai Penelitian Kehutana Pematang Siantar, Badan Litbang Kehutanan
49