1) Joint Operation (JO) adalah merupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang sifatnya melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek proyek sementara hanya untuk melaksanakan
tersebut selesai
dikerjakan. Dengan demikian JO bukan merupakan Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b UU PPh, dan oleh karenanya pengenaan PPh atas penghasilan dari proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan anggota JO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterimanya.
2)
Kewajiban
pajak
lainnya
yang
ada
pada
JO
adalah
sebagai
Wajib
Pajak
pemotong/
pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 serta PPN.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANGUNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak: PT ABC dan PT DEF membuat perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT ABC dan PT DEF membentuk joint operation. Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa semua transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation. Berdasarkan hal di atas: a. joint operation wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek), joint operation wajib menerbitkan Faktur Pajak; c. apabila dalam rangka joint operation tersebut, PT ABC atau PT DEF atas nama joint operation melakukan penyerahan langsung kepada pelanggan (pemilik proyek), maka penyerahan tersebut dianggap sebagai penyerahan dari PT ABC atau PT DEF kepada joint operation, sehingga PT ABC atau PT DEF harus membuat Faktur Pajak kepada joint operation dan joint operation membuat Faktur Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek). Maksudnya, atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari anggota JO kepada JO, terutang PPN dan anggota JO harus membuat Faktur Pajak kepada JO. Bagi
anggota JO, PPN dalam Faktur Pajak itu merupakan Pajak Keluaran dan bagi JO, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan. Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak: PT X dan PT Y membuat perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT X dan PT Y membentuk joint operation. Namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumentasi terkait dengan perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek) tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X. Karena joint operation secara nyata tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak lain, maka dalam hal ini joint operation tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 60/PJ.422/1994 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS JOINT OPERATION DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Berkenaan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 28 Maret 1994 perihal perlakuan perpajakan atas Joint Operation, dengan ini diberikan penjelasan bahwa Joint Operation bukan merupakan subjek pajak. Oleh karena itu Joint Operation tidak berkewajiban untuk menyampaikan laporan dan membayar PPh Pasal 25 serta PPh Pasal 29, sedangkan kewajiban yang ada hanya sebagai wajib pajak pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atau PPN. Untuk PPh Pasal 22 yang telah dipungut oleh pihak lain dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dari masing-masing anggota Joint Operation melalui pemindah bukuan seperti yang di atur dalam SE26/PJ.9/1991 tanggal 25 Oktober 1991, sesuai dengan bagian yang telah ditentukan dalam perjanjian Joint Operation.
Demikian untuk dimaklumi.
A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK PENGHASILAN ttd
ISMAEL MANAF
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 323/PJ.42/1989 TENTANG MASALAH PERPAJAKAN BAGI JOINT OPERATION DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 15 Nopember 1989 nomor : XXX perihal permasalahan yang menyangkut joint operation, bersama ini diberikan penjelasan mengenai hal-hal sebagai berikut : 1. Bentuk joint operation adalah merupakan perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tersebut selesai. 2. Bentuk penggabungan demikian bukanlah merupakan subyek dari pengenaan PPh Badan, namun pengenaan PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan yang bergabung tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yang diterimanya. 3. Pemberian NPWP terhadap joint operation adalah semata-mata untuk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23/26 dan PPN.
4. Dalam rangka menentukan dan memperhitungkan besarnya PPh yang terhutang untuk Badan-badan tersebut, pembukuan yang terpisah dari masing-masing Badan yang bergabung dalam joint operation dapat dilakukan. Ketentuan ini juga mencakup dan berlaku bagi penghasilan yang diterima dari proyek bantuan luar negeri. 5. Mengenai permohonan pemusatan PPh Pasal 21 agar dilakukan pada KPP Badan dan Orang Asing, Saudara dapat mengajukan permohonan tersebut secara khusus kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
Demikian penjelasan yang dapat kami berikan, agar Saudara dapat memaklumi.
A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK PENGHASILAN
ttd Drs. WAHONO